STRATEGI PENDAMPINGAN ORANG TUA DALAM MENGAJARKAN INTERAKSI SOSIAL KEPADA ANAK AUTIS
|
|
- Ivan Hartono Hartanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 STRATEGI PENDAMPINGAN ORANG TUA DALAM MENGAJARKAN INTERAKSI SOSIAL KEPADA ANAK AUTIS Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Oleh : AISTI RAHAYU KHARISMA SIWI F PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017
2 HAI,AMAN PERSETU.IUAN STRATEGI PENDAMPINGAN ORANG TUA DALAM MENGAJARKAN INTERAKSI SOSIAL KEPADA ANAK AUTIS PUBLIKASI ILMIAI{ Oleh : AISTI RAHAYU KIIARISMA SIWI Ft Telah diperiksa dan disetujui untuk diu.ji oleh: Dosen pcmbimbing Tir".; Dr. Nisa Rachmah Nur Ansanthi. M.Si. Psi NrK.593/ r
3 STRATEGI PENDAMPINGAN ORANG TUA DALAM MENGAJARK,{N INTERAKSI SOSIAL KEPADA ANAK AUTIS Oleh : AISTI RAHAYU KHARISMA SIWI F Telrh dipeflahxn-kcn drdepan deu an penguji Fakultas psikologi Universitas Muhanlmadiyah Surakarta Pada hari Rabu, 22 Februari 2017 dan dinyatakan telah memenuhi syarat. Dewan Penguji: l Dr'. Nisa Rachmah Nur Angrnthi, M.Psi, Psi (Ketua Dewaa Penguji) Dr. Nanik Prihartanti, M.Si, Psi (Anggota I Dewan Penguji) Dra. Partini, NI.Si (Anegota II Dewan Petrguji) (...),w 1U:], NIK.799l ,101
4 SUR{T PERYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pemah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pemah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskai dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila kelak teftukti ada ketidakbenaran dalam pemyataan saya di atas, maka akan saya pertanggungiawabkan sepenuhnya. Surakarta, 22 Februari 2017 Penulis, Fr
5 STRATEGI PENDAMPINGAN ORANG TUA DALAM MENGAJARKAN INTERAKSI SOSIAL KEPADA ANAK AUTIS Abstrak Anak autis merupakan anak yang berbeda dengan yang lainnya, saat melakukan hubungan sosial dengan lingkungan sekitar anak autis tidak mungkin sendirian. Pasti mereka akan didampingi oleh orang terdekat, misalnya ayah, ibu, kakak, adik, dsb. Strategi pendampingan merupakan salah satu pola asuh yang bermakna pembinaan, pengajaran, pengarahan dalam kelompok yang lebih berkonotasi pada menguasai, mengendalikan, dan mengontrol. Autis adalah gangguan perkembangan neurobiologis berat yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi (berhubungan) dengan orang lain. Salah satu faktor penyebab autis adalah kekacauan interpretasi dari sensori, yang menyebabkan stimulus dipersepsi secara berlebihan oleh anak sehingga menimbulkan kebingungan juga menjadi salah satu penyebab autisme. Tujuan dari penelitian ini untuk memahami strategi orang tua dalam mengajarkan interaksi sosial pada anak penyandang autis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Informan penelitian ini adalah 2 orang tua dari anak autis, seorang ayah dari anak autis, seorang ibu dari anak autis, serta salah satu terapis dari anak autis yang berada di Pusat Layanan Autis, Sragen. Berdasarkan hasil penelitian, analisis, serta pembahasan yang telah diuraikan penulis terdapat beberapa strategi pendampingan orang tua dalam mengajarkan interaksi sosial kepada anak autis yaitu strategi yang dilakukan oleh orang tua pada aspek bahasa dan komunikasi yaitu menggunakan strategi menirukan apa yang diucapkan oleh informan serta menempelkan tulisan di atas meja belajar. Strategi yang dilakukan oleh orang tua pada aspek hubungan dengan orang lain menggunakan strategi mengajak anak untuk bermain di luar rumah, mengenalkan anak kepada teman orang tua jika bertamu di rumah, serta menggunakan strategi mencoba untuk menitipkan anak pada neneknya jika informan ke luar rumah. Strategi yang dilakukan oleh orang tua pada aspek hubungan dengan lingkungan yaitu menggunakan strategi menirukan apa yang dia lihat misalnya membuang sampah di tempatnya, mengajak anak untuk bermain di halaman rumah, serta mengajak jalan-jalan anaknya di alam bebas misalnya di sawah ataupun di kebun. Strategi yang dilakukan oleh orang tua pada aspek respon terhadap rangsang indera yaitu, pada menggunkan strategi tanya jawab antara informan dengan anak. Strategi yang dilakukan oleh orang tua pada aspek kesenjangan sosial yaitu, pada menggunakan strategi melatih untuk tetap fokus pada apa yang diperintahkan oleh informan mengulang-ulang apa yang diajarkan oleh informan, serta mengulang-ulang apa yang diajarkan oleh informan serta melatih disiplin dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Strategi tersebut dilakukan oleh orang tua supaya anak mereka mau berinteraksi dengan orang lain. Kata Kunci : Autis, Interaksi Sosial, Strategi Pendampingan Orang Tua. 1
6 Abstract An autistic child is a who is different from the others, when social relationships with the surrounding environment autistic child may not be alone. Surely they will be accompanied by people nearby, such as father, mother, brother, sister, etc. Mentoring strategy is one meaningful parenting coaching, teaching, directing in a larger group connote dominate, control, and control. Autism is a severe neurobiological developmental disorder that affects the way a person to communicate and relate to (associated) with others. One of the causes of autism is the interpretation of sensory chaos, which causes excessive stimulus perceived by the child, causing confusion also be one of the causes of autism. The purpose of this study to understand the strategy of the parents in the teaching of social interaction in children with autism. This study uses a qualitative method. The informants are 2 parents of children with autism, a father of an autistic child, a mother of a child with autism, as well as one of the therapists of children with autism who are in the Autism Services Center, Sragen. Based on the research, analysis, and discussion described the author, there are several strategies assisting parents in teaching social interaction for children with autism is the strategy undertaken by parents on aspects of language and communication that is using a strategy mimicked what was said by informants as well as paste post on desks. The strategy carried out by parents on aspects of the relationship with another person using a strategy invites children to play outdoors, introducing kids to friends parents if visiting at the home, and use the strategy to try to entrust the child to the grandmother when the informant to the outdoors. The strategy carried out by parents on aspects of the relationship with the environment that is using a strategy of imitating what he saw, for example throwing garbage in its place, invites children to play in the yard, and invites her walks in the wild, for example in the fields or in the garden. The strategy carried out by parents on aspects of the response to sensory stimuli that is, the strategy of using the question and answer between the informant and child. The strategy carried out by parents on aspects of social inequality, namely, the use of strategies to train to stay focused on what was ordered by the informant to repeat what is taught by the informant, and repeats what is taught by the informant and training discipline in carrying out daily activities -day. The strategy carried out by parents to their children want to interact with others. Keywords: Autism, Social Interactions, Parents Assistance Strategy 1. PENDAHULUAN Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat menggembirakan bagi pasangan suami istri. Kehadirannya bukan saja mempererat tali cinta pasangan suami istri, tetapi juga sebagai penerus generasi yang sangat diharapkan keluarga. 2
7 Menurut Hidayah (2013) anak yang terlahir sempurna merupakan harapan semua orang tua, mereka mendambakan memiliki anak yang sehat, baik secara jasmani maupun rohani, tetapi harapan itu tidak selalu dapat terwujud. Kenyataannya bahwa anak yang dimiliki berbeda dengan anak-anak lain pada umumnya merupakan salah satu hal yang harus diterima apa adanya. Walaupun anak tersebut tidak sama dengan anak-anak lain, orang tua wajib untuk menjaganya sampai dewasa, sehingga diperlukan peran penting bagi orang tua yang memiliki anak yang berbeda dengan anak-anak lain, misalnya dengan sering melakukan komunikasi antar anggota keluarga, maupun masyarakat. Anak autistik ditinjau dari masa kemunculannya atau kejadiannya dapat terjadi sejak lahir yang disebut dengan autistik klasik dan sesudah lahir dimana anak hingga umur 1-2 tahun menunjukkan perkembangannya yang normal. Tetapi pada masa selanjutnya menunjukkan perkembangan yang menurun atau mundur. Hal ini disebut dengan autistik regresi (Yuwono, 2009). Menurut Puspitaningrum (2004) autistik klasik adalah adalah autisme yang disebabkan kerusakan syaraf sejak lahir. Kerusakan syaraf disebabkan oleh virus rubella (dalam kandungan) atau terkena logam berat (merkuri dan timbal). Sedangkan autistik regresif adalah autisme yang muncul saat anak berusia antara bulan. Perkembangan anak sebelumnya relatif normal, namun setelah usia 2 tahun kemampuan anak menjadi merosot. Yuwono (2012) mengemukakan bahwa beberapa tahun yang lalu, terjadi perdebatan mengenai angka statistik yang menunjukkan peningkatan jumlah anak yang didiagnosis sebagai anak dengan gangguan autistik. Sekitar 30 tahun yang lalu, angka kejadian anak dengan gangguan autistik antara 1-4 per anakanak. Setelah tahun 1990 jumlah anak-anak dengan gangguan autistik meledak semakin besar. Dalam hal ini memang kesulitan untuk menemukan data statistik secara akurat, tetapi angka perkiraan oleh lembaga penelitian menunjukkan 1-2% per 500 hingga 1% per 100 anak-anak. The Center for Desease Control (CDC) telah melaporkan 2-6 per 1000 anak-anak. Selama tahun terdapat lebih dari anak-anak berusia 3-5 tahun dan lebih dari anak-anak berusia 6-21 tahun di Amerika Serikat adalah autistik sebagaimana didefinisikan dalam Individual with Disabilities Education Act (IDEA). Dalam penelitian Karningtyas, 3
8 Wiendijarti, dan Prabowo (2009) cara yang tepat untuk anak autistik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yaitu menggunakan teori interaksionisme simbolik, yaitu dengan bahasa non verbal atau simbol-simbol. Simbol-simbol yang menyatukan interaksi antara anak-anak autis dengan lingkungan sekitarnya dalam kaitannya dengan penelitian ini adalah penggunaan bahasa isyarat yang mencakup isyarat tangan dan gesture tubuh. Saat melakukan hubungan sosial dengan lingkungan sekitar anak autis tidak mungkin sendirian. Pasti mereka akan didampingi oleh orang terdekat, misalnya ayah, ibu, kakak, adik, dsb. Muzaqi (2005) menjelaskan bahwa pendampingan merupakan salah satu pola asuh yang bermakna pembinaan, pengajaran, pengarahan dalam kelompok yang lebih berkonotasi pada menguasai, mengendalikan, dan mengontrol. Pola asuh sendiri merupakan pola pengasuhan yang berlaku dalam keluarga, interaksi antara orang tua dan anak selama mengadakan kegiatan pengasuhan (Tarmudji, 2002). Adanya pendampingan atau seing disebut sebagai pola asuh akan mempermudah anak autis dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan sekitarnya. Berdasarkan uraian tersebut maka muncul pertanyaan penelitian bagaimana strategi orang tua dalam mengajarkan interaksi sosial pada anak penyandang autis? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka peneliti membuat judul Strategi Pendampingan Orang Tua Dalam Mengajarkan Interaksi Sosial Kepada Anak Autis. Menurut Walgito, 2003 interaksi sosial ialah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Menurut Gerungan (2004) interaksi sosial adalah suatu hubungan antar dua atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan saling timbal balik antar orang lain. Hubungan tersebut dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya. 4
9 Menurut Tarde (dalam Ahmadi, 2007) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi interaksi sosial, diantaranya yaitu (a) Faktor imitasi, yang beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial itu sebenarnya berdasarkan faktor imitasi saja. Hal tersebut misalnya pada anak yang sedang belajar bahasa, seakanakan mereka mengimitasi dirinya sendiri, mengulang bunyi kata-kata, melatih fungsi lidah, dan mulut untuk berbicara. (b) Faktor identifikasi, identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. (c) Faktor simpati, simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilaian perasaan seperti juga proses identifikasi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kehidupan sosial itu berdasarkan faktor imitasi saja, jadi hanya terjadi dalam diri sendiri bukan karena lingkungan sekitar. Namun, individu terkadang tertarik akan perilaku orang lain, sehingga individu tersebut terdorong untuk menjadi sama dengan orang lain. Santoso (2004) mengemukakan beberpa aspek dalam proses interaksi sosial, diantaranya: (a) Motif/tujuan yang sama. Suatu kelompok tidak terbentuk secara spontan, tetapi kelompok terbentuk atas dasar motif/tujuan yang sama. (b) Suasana emosional yang sama. Jalan kehidupan kelompok, setiap anggota mempunyai emosional yang sama. Motif/tujuan dan suasana emosional yang sama dalam suatu kelompok disebut sentimen. (c) Ada aksi interaksi. Tiap-tiap anggota kelompok saling mengadakan hubungan yang disebut interaksi, membantu, atau kerjasama. Dalam mengadakan interaksi, setiap anggota melakukan tingkah laku yang disebut dengan aksi. (d) Proses segi tiga dalam interaksi sosial (aksi, interaksi, dan sentimen). Kemudian menciptakan bentuk piramida dimana pimpinan kelompok dipilih secara spontan dan wajar serta pimpinan menempati puncak piramida tersebut. (e) Dipandang dari sudut totalitas, setiap anggota berada dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan secara terus-menerus. (f) Hasil penyesuaian diri tiap-tiap kelompok terhadap lingkungannya tanpa tingkah laku anggota kelompok yang seragam. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu interaksi sosial dapat terbentuk jika terdapat dua orang 5
10 atau lebih yang memiliki tujuan yang sama. Selain tujuan yang sama, mereka juga memiliki emosional yang sama, sehingga dalam melakukan interaksi, setiap anggota dapat melakukan tingkah laku sama yang disebut dengan aksi. Menurut Sunu (2012) autisme berasal dari kata auto yang artinya sendiri. Istilah ini dipakai karena mereka yang mengidap gejala autisme seringkali memang terlihat seperti seorang yang hidup sendiri. Mereka seolah-olah hidup di dunianya sendiri dan terlepas dari kontak sosial yang ada di sekitarnya. Sedangkan pandangan dari Priyatna, 2010 menyatakan bahwa autis mengacu pada problem dengan interaksi sosial, komunikasi dan bermain dengan imajinatif yang mulai muncul sejak anak berusia di bawah tiga tahun dan mereka mempunyai keterbatasan pada level aktifitas dan interest dan hampir tujuh puluh lima persen dari anak autispun mengalami beberapa derajat retardasi mental. Autistik adalah gangguan perkembangan neurobiologis berat yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi (berhubungan) dengan orang lain, penyandang autisme tidak dapat berhubungan dengan orang lain secara berarti, serta kemampuannya untuk membangun hubungan dengan orang lain terganggu karena ketidak mampuannya membangun untuk berkomunikasi dan mengerti perasaan orang lain (Mawardah dan Ainin, 2014). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa autis merupakan sebuah probem yang diderita seseorang dalam menghadapi komunikasi, interaksi sosial, dan imajinasi, hal tersebut terjadi pada saat mereka berusia kurang dari tiga tahun, namun dalam level yang berbeda. Sehingga seolah-olah mereka hidup di dunia sendiri dan terlepas dari kontak di lingkungan sekitar. Boham, 2013 menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor penyebab kelainan yang bisa terjadi pada anak autis, diantaranya yaitu (a) Kelainan anatomis otak: kelaianan pada bagian-bagian tertentu otak yang meliputi cerebellum (otak kecil), lobus parietalis, dan sistem limbik ini mencerminkan bentuk-bentuk perilaku berbeda yang muncul pada anak-anak autis. (b) Faktor pemicu tertentu saat hamil: terjadi pada masa kehamilan 0-4 bulan, bisa diakibatkan karena poluta logam berat, infeksi, zat adiktif, hipremesis, pendarahan berat, dan alergi berat. (c) Zat- zat adiktif yang mencemari otak anak diantaranya 6
11 asupan MSG, protein tepung terigu, protein susu sapi, zat pewarnaan, dan bahan pengawet. (d) Gangguan sistem pencernaan seperti kurangnya enzim sekretin diketahui berhubungan dengan munculnya gejala autisme. (e) Kekacauan interpretasi dari sensori: yang menyebabkan stimulus dipersepsi secara berlebihan oleh anak sehingga menimbulkan kebingungan juga menjadi salah satu penyebab autisme. (f) Jamur yang muncul di usus anak: akibat pemakaian antbiotik yang berlebihan dapat memicu ganguan pada otak. Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor penyebab anak autis, diantaranya yaitu kelainan anatomis otak, faktor peicu saat hamil, dsb. Hal tersebut stimulus dipersepsi secara berlebihan oleh anak sehingga menimbulkan kebingungan. 2. METODE Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti menggunakan pendekatan fenomenologis. Informan dalam penelitian ini diambil secara purposive sampling yaitu informan diambil berkaitan dengan ciri-ciri atau karakter tertentu. Informan dalam penelitian ini yaitu orang tua yang memiliki anak autis dan melakukan terapi di PLA (Pusat Layanan Autis) Sragen. Disana terdapat 10 anak autis yang melakukan terapi, peneliti melakukan penelitian pada 3 orang tua anak autis, yaitu 2 orang tua dari anak autis, seorang ayah dari anak autis, seorang ibu dari anak autis, serta salah satu terapi dari anak autis, jadi terdapat 5 informan dalam penelitian tersebut. Tempat penelitiannya yaitu di PLA yang berada di Sidomulyo, Sragen. Peneliti memilih tempat tersebut karena disana disediakan ruang untuk melakukan wawancara kepada orang tua anak autis, selain kedap suara juga dapat menjaga kerahasiaan dan menggali data lebih dalam lagi, sehingga tidak akan ada pengaruh dari lingkungan sekitar. Sedangkan cara pengambilan informan yaitu menentukan informan, menyampaikan maksud dan tujuan kepada informan, melakukan pendekatan-pendekatan supaya lebih akrab, dan melakukan wawancara. 7
12 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan di Pusat Layanan Autis (PLA), Sidomulyo, Sragen. PLA didirikan di Sragen yaitu pada tahun Penelitian ini menggunakan wawancata terstruktur, yaitu wawancara yang diserti dengan panduan. Penelitian dilakukan di Pusat Layanan Autis (PLA), Sidomulyo, Sragen. PLA didirikan di Sragen yaitu pada tahun Sedangkan PLA sendiri memiliki pegawai berjumlah 15 orang diantaranya seorang kepala PLA, 9 orang terapis, 2 orang recepsionis, 2 orang satpam, serta seorang offical boy. Disana terdapat 5 ruang untuk terapi serta 1 ruang untuk konsultasi. setiap ruang untuk satu anak terapi, karena setiap anak memiliki tingkat keparahan tersendiri. Awal mulanya sebelum banyak diketahui oleh orang, PLA melayani setiap anak yang ingin terapi, atau belum terjadwal. Namun, sekarang karena banyak pasien, setiap anak yang ingin terapi, maka diberikan jadwal 2 atau 3 kali dalam seminggu dengan durasi waktu 45 menit. Peneliti melakukan wawancara kepada informan dengan karkteristik tertentu, yaitu infroman yang mempunyai anak autis. Serta dengan bagaimana peran orang tua dalam mengajarkan interaksi sosial kepada anak autis dan strategi orang tua dalam mendampingi anak autis saat melakukan interaksi sosial. Wawancara dilaksanakan di ruang konsultasi Pusat Layanan Autis, Sragen dengan ukuran ruang 3X4 m. Informan pertama berinisial R.W.S. berjenis kelamin laki-laki. Wawancara kepada informan pertama kurang lebih selama 40 menit dengan dua kali pertemuan. Informan kedua berinisial R berjenis kelamin perempuan. Wawancara kepada informan kedua dilaksanakan dengan durasi kurang lebih 60 menit dengan dua kali pertemuan. Informan ketiga yang berinisial S berjenis kelamin laki-laki. Wawancara dilakukan kurang lebih selama 50 menit dengan sekali pertemuan. Informan keempat berinisial S.M. berjenis kelamin perempuan. Wawancara kepada informan kedua selama kurang lebih 70 menit dengan dua kali pertemuan. Sedangkan informan pendukung berinisial W.N.H. berjenis kelamin laki-laki. Wawancara kepada informan kelima dilakukan selama kurang lebih 50 menit dengan sekali pertemuan. 8
13 3.1 Hasil Penelitian Informan (1) awal mulanya anak informan belum bisa berbicara sama sekali, padahal usianya sudah lima tahun. Dia sudah dibawa terapi ke kota lain, namun karena antrian banyak dan kurang efektif maka terapi tersebut jarang dilakukan. Anak informan hiperaktif, oleh karenanya susah dalam mengajarkan interaks sosial kepadanya. Namun, lama-kelamaan anak tersebut dapat berbicara dan berinteraksi dengan orang lain. Orang tua selalu mengajarkan anaknya setelah apa yang diajarkan di tempat terapi. Informan (2) Awal mulanya, anaknya hiperaktif sehingga jika diberi tahu akan sesuatu pasti tidak fokus. Anak tersebut hanya fokus jika ada mainan yang dia suka. Namun setelah mengikuti terapi di PLA, anak tersebut sudah mau berbicara dan berinteraksi dengan orang lain, walaupun harus difokuskan pada hal yang dituju. Informan (3) awalnya anak informan sudah dapat berbicara dan sudah dapat berjalan. Namun, lama-kelamaan perkembangannya mulai menurun karena lama menunggu saat mengikuti terapi di luar kota. Setelah itu, infoman memindahkan tempat terapis anaknya yaitu di PLA. Setelah di PLA, sudah mulai bisa berbicara kembali walaupun baru sepatah kata. Selain itu, untuk berinteraksi dengan orang lain, anak tersebut belum mau dikarenakan dahulu pernah dinakali oleh teman sebayanya. Informan (4) awal mulanya anak informan hanya bisa menunjuk saat meminta barang, serta belum dapat berbicara sama sekali. Namun setelah mengikuti terapi di PLA, kurang lebih 7 bulan, lama-kelamaan anak tersebut dapat berkomunikasi dengan baik walaupun baru sepatah kata. Selain itu, untuk berinteraksi dengan lingkungan dan dengan orang lain, anak tersebut dapat berinteraksi dengan baik misalnya saat melihat kambing, sudah dapat mengatakan bahwa itu kambing. Dalam hal tersebut, informan selalu mengajarkan apa yang diajarkan saat terapi, jadi dapat berkesinambungan antara di rumah dan di tempat terapi. Informan pendukung, terapis mengajarkan strategi interaksi sosial kepada anak autis dengan metode yang sama namun cara yang berbeda sesuai dengan tingkat keparahan anak tersebut. Biasanya, terapis mengajarkan cara menirukan, melihat, serta bermain bersama teman-teman yang lain. Cara yang dilakukan oleh terapis misalnya menirukan apa yang diucapkan olehnya, mengajarkan untuk membuang sampah 9
14 setelah selesai terapi, serta bermain kelompok dengan anak lain pada satu minggu sekali. Hal tersebut efektif dilakukan oleh terapis, namun untuk hal bermain kelompok, lama-kelamaan yang mengikuti tidak banyak dikarenakan rumah pasien yang terlalu jauh. 3.2 Pembahasan Orang tua pastinya menghendaki bahwa anaknya tidak berbeda dengan anak yang lainnya, namun ternyata berbeda dengan anak lainnya. Orang tua dalam penelitian ini menghendaki bahwa anaknya dapat sembuh total, namun harus rutin dalam melakukan terapi. Strategi yang dilakukan oleh orang tua hampir sama, yaitu mendampingi anak saat terapi, memfokuskan anak akan hal-hal tertentu, serta melakukan apa yang disarankan oleh terapis. Selain itu mereka juga akan selalu mengawasi mereka dari kejauhan, misalnya saat bermain dengan teman sebayanya. Orang tua merasa khawatir jika anaknya suatu saat akan berbuat apa yang tidak diinginkan olehnya, maka dari itu sesekali orang tua menasehati anaknya dengan pelan-pelan, satu atau dua kata. Salah satu yang diinginkan oleh orang tua kepada anaknya yaitu dapat berinteraksi sosial dengan baik. Interaksi sosial sendiri dapat memudahkan anak dalam memahami lingkungan sekitar. Menurut Walgito, 2003 interaksi sosial ialah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Penulis memaparkan bahwa terdapat beberapa tipe strategi interaksi sosial yang dilakukan oleh beberapa informan. Penulis memaparkan bahwa terdapat beberapa tipe strategi interaksi sosial yang dilakukan oleh beberapa informan. Informan 1 (R.W.S.) pada aspek bahasa dan komunikasi, informan mengajarkan untuk menirukan apa yang diucapkan oleh informan. Pada aspek hubungan dengan orang lain, informan menggunakan strategi mengenalkan ataupun mengajak bermain dengan teman di sekitar rumah saat anak tersebut bermain dengan temantemannya. Pada aspek hubungan dengan lingkungan, informan menggunakan strategi menirukan apa yang dilakukan oleh informan, misalnya dengan membuag sampah pada tempatnya. Pada aspek respon terhadap rangsang indera, informan menggunakan strategi menirukan apa yang diucapkan oleh informan. Pada aspek 10
15 kesenjangan perilaku, informan menggunakan strategi melatih anaknya untuk tetap fokus serta disiplin dalam berbagai hal misalnya dalam belajar. Hal tersebut dilakukan oelh informan karena informan menginginkan bahwa anak tersebut dapat fokus jika diajak berbicara dengan orang lain, selain itu informan berharap bahwa anaknya tidak berbeda lagi dengan anak yang lainnya. Informan 2 (R) pada aspek bahasa dan komunikasi, informan menggunakan strategi mengajarkan serta menempelkan tulisan pada meja belajar anaknya. Pada aspek hubungan dengan orang lain, informan menggunakan strategi mengenalkan anak dengan lingkungan bermain di sekitar rumah dengan cara mengajarkan berbicara dengan orang lain. Pada aspek hubungan dengan lingkungan, informan menggunakan strategi menirukan apa yang dilakukan olehnya misalkan membuang sampah pada tempatnya. Pada aspek respon terhadap rangsang indera, informan menggunakan strategi menirukan apa yang diucapkan oleh informan. Pada aspek kesenjangan perilaku, informan menggunakan strategi melatih anak tersebut agar tetap fokus seta disiplin dalam belajar maupun kegiatan sehari-hari. Hal tersebut dilakukan oelh informan karena informan menginginkan bahwa anak tersebut dapat fokus jika diajak berbicara dengan orang lain, selain itu informan berharap bahwa anaknya tidak berbeda lagi dengan anak yang lainnya. Informan 3 (S) pada aspek bahasa dan komunikasi, informan menggunakan strategi menirukan apa yang diucapkan oleh informan serta menempelkan huruf pada dinding yang sering dilihat oleh anaknya. Pada aspek hubungan dengan orang lain, informan menggunakan strategi mengenalkan anaknya dengan teman informan saat berkunjung ke rumah. Pada aspek hubungan dengan lingkungan, informan menggunakan strategi mengajak anaknya untuk bermain di halam rumah, walaupun anak tersebut belum mau untuk bermain dengan teman-temannya, setidaknya dia sudah mau melihat dari dalam rumah. Pada aspek respon terhadap rangsang indera, informan mengajarkan untuk bertanya kepada anaknya yang kemudian anak tersebut menjawab pertanyaan informan. Pada aspek kesenjangan perilaku, informan menggunakan strategi mengulang-ulang apa yang dia ajarkan. Hal tersebut dilakukan oleh informan karena informan menghendaki bahwa besok anak tersebut dapat mandiri serta sembuh, tidak bergantung pada orang lain jika ia 11
16 sudah dewasa nanti. Informan 4 (S.M) strategi yang digunakan pada aspek bahasa dan komunikasi yaitu dengan menempelkan huruf pada meja belajarnya anak serta mengajarkan untuk berbicara kepada anak tersebut. Pada aspek hubungan dengan orang lain, informan menggunakan strategi mencoba untuk menitipkan anak tersebut kepada neneknya jika informan keluar, supaya anak tersebut mau dengan orang lain. Pada aspek hubungan dengan lingkungan, informan menggunakan strategi mengajak jalan-jalan anaknya di alam bebas seperti di sawah dan jalan. Pada aspek respon terhadap rangsang indera, informan menggunakan strategi bertanya kepada anaknya dan anak tersebut kemudian menjawab pertanyaan informan. Pada aspek kesenjangan perilaku, informan menggunakan strategi mengulang-ulang apa yang diajarkan oleh informan misalnya berbicara. Hal diatas dipaparkan oleh informan karena menurut infroman efektif, karena dilakukan setiap hari dan lama-kelamaan terdapat berubahan pada anaknya. Informan juga menginginkan bahwa anaknya sembuh dan dapat melebihi anak-anak yang lain dalam hal tertentu, misalkan di pendidikan.pada informan pendukung, di aspek bahasa dan komunikasi, informan menggunakan strategi mengenalkan huruf dan angka pada buku yang disediakan oleh PLA dan mengajarkan membaca huruf tersebut. Pada aspek hubungan dengan orang lain, informan menggunakan strategi bermain kelompok dengan anak autis lainnya yang diadakan setiap satu minggu sekali di PLA. Pada aspek hubungan dengan lingkungan, informan menggunakan strategi menirukan apa yang dilakukan olehnya misalkan membuang sampah setelah selesai melakukan terapi. Pada aspek respon terhadap rangsang indera, informan menggunakan strategi tanya jawab antar informan dan anak autis, namun pertanyaan yang diajukan sesuai keparahan autism yang dialami anak tersebut. Pada aspek kesenjangan perilaku, informan menggunakan strategi mengulang-ulang apa yang diajarkan olehnya supaya anak tersebut tidak memiliki kesenjangan perilaku dengan teman-teman yang lainnya. Hal tersebut dilakukan oleh terapis karena beliau menginginkan bahwa anak yang beliau ajar bisa sembuh walaupun tidak sembuh total. Serta beliau berharap apa yang diajarkan di PLA dapat juga diajarkan di rumah, sehingga pada pertemuan berikutnya beliau hanya sedikit mengulas pelajaran yang kemarin serta dapat berkesinambungan 12
17 antara pengajaran terapis di PLA dan pengajaran oleh orang tuanya di rumah. Saat semua strategi dilakukan oleh iforman, ternyata anak mereka mengalami perubahan. Perubahan yang dialami anak tersebut berbeda-beda. Pada informan satu dan dua, anaknya sudah dapat berbicara dan menanggapi perkataan orang lain, selain itu saat berinteraksi dengan orang yang belum dia kenal, anak tersebut sudah mau berbicara. Pada informan ketiga, anaknya sudah bisa berbicara namun baru dengan keluarganya, jika ada teman yang bermain di rumahnya, anak tersebut belum mau untuk melakukan interaksi sosial. Pada informan keempat, anaknya sudah mau berkomunikasi namun baru sepatah atau dua patah kata, sedangkan jika bertemu dengan orang yang belum dia kenal, anak tersebut belum mau untuk berbicara dengannya.salah satu bentuk dalam melakukan interaksi yang baik yaitu membangun atensi bersama. Atensi bersama adalah kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain secara verbal maupun tidak, di sekitar pengalaman, objek atau kejadian yang dimiliki bersama. Orang tua dapat membangun atensi bersama dan memampukan anak berinteraksi dengan baik misalnya dengan cara membuat kelompok teman sebaya yang mendukung dalam berinteraksi (Sastry & Aguirre, 2014). 4. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian, analisis, serta pembahasan yang telah diuraikan penulis terdapat beberapa strategi pendampingan orang tua dalam mengajarkan interaksi sosial kepada anak autis yaitu strategi yang dilakukan oleh orang tua pada aspek bahasa dan komunikasi yaitu menggunakan strategi menirukan apa yang diucapkan oleh informan serta menempelkan tulisan di atas meja belajar. Strategi yang dilakukan oleh orang tua pada aspek hubungan dengan orang lain menggunakan strategi mengajak anak untuk bermain di luar rumah, mengenalkan anak kepada teman orang tua jika bertamu di rumah, serta menggunakan strategi mencoba untuk menitipkan anak pada neneknya jika informan ke luar rumah. Strategi yang dilakukan oleh orang tua pada aspek hubungan dengan lingkungan yaitu menggunakan strategi menirukan apa yang dia lihat misalnya membuang sampah di tempatnya, mengajak anak untuk bermain di 13
18 halaman rumah, serta mengajak jalan-jalan anaknya di alam bebas misalnya di sawah ataupun di kebun. Strategi yang dilakukan oleh orang tua pada aspek respon terhadap rangsang indera yaitu, pada menggunkan strategi tanya jawab antara informan dengan anak. Strategi yang dilakukan oleh orang tua pada aspek kesenjangan sosial yaitu, pada menggunakan strategi melatih untuk tetap fokus pada apa yang diperintahkan oleh informan mengulang-ulang apa yang diajarkan oleh informan, serta mengulang-ulang apa yang diajarkan oleh informan serta melatih disiplin dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Strategi tersebut dilakukan oleh orang tua supaya anak mereka mau berinteraksi dengan orang lain. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, A. (2007). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta Boham, S. E. (2013). Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Autis (Studi pada orang tua dari anak autis di Sekolah Luar Biasa AGCA Center Pumorow Kelurahan Banjer Manado). 2(4), Diunduh dari Gerungan. (2004). Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama Hidayah, N. (2013). Kebermaknaan Hidup Orang Tua Yang Memiliki Anak Autis (Skripsi, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta). Diunduh dari Karningtyas, M. A., Wiendijarti, I., Prabowo, A. (2009). Pola Komunikasi Interpersonal Anak Autis Di Sekolah Autisme Fajar Nugraha Yogyakarta. Jurnal Ilmu Komunikasi, 7(120), Diunduh dari Mawardah, N. V., Ainin, I. K. (2014). Interaksi Sosial Anak Autis Dengan Metode Bermain Peran Di SLB. 4(1). Diunduh dari khusus/article/view/6338 Muzaqi, M. (2005). Pengaruh Pendampingan Tutor Terhadap Motivasi Belajar Warga Belajar PKBM Taman Belajar Kecamatan Kenjeran Surabaya (Tesis, Universitas Airlangga, Surabaya). Diunduh dari 14
19 Puspitaningrum, D. (2004). Peran keluarga pada penanganan individu autistic spectrum disorder. Diunduh darihttp://puterakembara.org/ rm/peran_ortu.htm Santosa, S. (2010). Teori-teori Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama Sastry, A. & Aguirre, B. (2014). Parenting Anak Dengan Autisme: Solusi, Strategi, dan Saran Praktis Untuk Membantu Keluarga Anda. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sunu, C. (2012). Unlocking Autism. Jakarta: Griya Taman Asri Tarmudji, T. (2002). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Agresivitas Remaja. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 8(37), Walgito, B. (2003). Psikologi Sosial Suatu Pengantra. Yogyakarta: Andi Yuwono, J. (2009). Memahami Anak Autis: Kajian Teoritis dan Empirik. Bandung: Alfabeta Yuwono, J. (2012). Memahami Anak Autis: Kajian Teoritis dan Empirik. Bandung: Alfabeta 15
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat menggembirakan bagi pasangan suami istri. Kehadirannya bukan saja mempererat tali cinta pasangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Setiap orang tua menginginkan anaknya lahir secara sehat sesuai dengan pertumbuhannya. Akan tetapi pola asuh orang tua yang menjadikan pertumbuhan anak tersebut dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak autis di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai 35 juta jiwa
Lebih terperinciAUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme
AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme mrpk kelainan seumur hidup. Fakta baru: autisme masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada umatnya. Setiap orang yang telah terikat dalam sebuah institusi perkawinan pasti ingin dianugerahi seorang anak.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah autisme sudah cukup familiar di kalangan masyarakat saat ini, karena media baik media elektronik maupun media massa memberikan informasi secara lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial (Sintowati, 2007). Autis merupakan gangguan perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis adalah suatu gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan perkembangan fungsi psikologis yang meliputi gangguan dan keterlambatan dalam bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan suatu kumpulan gejala (sindrom) yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang
Lebih terperinciAdriatik Ivanti, M.Psi, Psi
Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Autism aritnya hidup sendiri Karakteristik tingkah laku, adanya defisit pada area: 1. Interaksi sosial 2. Komunikasi 3. Tingkah laku berulang dan terbatas A. Adanya gangguan
Lebih terperinciKEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi
i KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh: RONA MARISCA TANJUNG F 100 060 062 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deteksi dini untuk mengetahui masalah atau keterlambatan tumbuh kembang sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian pertumbuhan
Lebih terperinciPOLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1
POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Psikologi Disusun Oleh : YULI TRI ASTUTI F 100 030
Lebih terperinciBABI PENDAHULUAN. Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia
BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia dan perhiasan dunia bagi para orangtua. Banyak pasangan muda yang baru
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun. Gangguan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Autisme dipandang sebagai kelainan perkembangan sosial dan mental yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak akibat kerusakan selama pertumbuhan fetus, atau saat
Lebih terperinciSandu Siyoto* *Progam Studi Pendidikan Ners STIKES Surya Mitra Husada Kediri Jl. Manila Sumberece No. 37 Kediri
VISUAL SCHEDULE TERHADAP PENURUNAN BEHAVIOR PROBLEM SAAT AKTIVITAS MAKAN DAN BUANG AIR PADA ANAK AUTIS (Visual Schedule towards the Decline of Behavioral Problems in Feeding Activities and Defecation in
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata orang tua. Karena anak merupakan buah cinta yang senantiasa ditunggu oleh pasangan yang telah menikah.
Lebih terperinciApakah Autisme Itu? Author: Stanley Bratawira
Apakah Autisme Itu? A U T I S M E Gangguan Perkembangan Neurobiologis yg Kompleks, yang terjadinya atau gejalanya sudah muncul pada anak sebelum berusia Tiga tahun. Gangguan perkembangan yg terjadi mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan
13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugrah yang Tuhan berikan untuk dijaga dan dirawat. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam masa tumbuh kembang. Memahami
Lebih terperinciTIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER)
TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh
Lebih terperinciSKRIPSI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK MENENTUKAN ANAK PENDERITA AUTIS BERBASIS EXPERT SYSTEM DENGAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW)
SKRIPSI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK MENENTUKAN ANAK PENDERITA AUTIS BERBASIS EXPERT SYSTEM DENGAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) Oleh: JOHAN SUPRIYANTO 2010-51-162 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis adalah suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan. Bahkan di dalam Undang-Undang Dasar Negara di sebutkan bahwa setiap warga Negara berhak dan wajib mendapat pendidikan.
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci : Anak-anak, Autisme, Menggambar. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Menurut WHO, diperkirakan terdapat sekitar 7 10 % anak berkebutuhan khusus dari total populasi anak. Di Indonesia, belum ada data akurat tentang jumlah dan kondisi anak berkebutuhan khusus, namun
Lebih terperinciABSTRAK Program Magister Psikologi Universitas Kristen Marnatha
ABSTRAK Penelitian ini berjudul Peningkatan Komunikasi Ekspresif melalui PECS (Picture Exchange Communication System) pada Anak dengan Autisme di SLB X Bandung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB II IBU DAN ANAK. Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah,
BAB II IBU DAN ANAK 2.1 Arti Ibu Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah dan ibu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua dan mampu memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh selama perkembangan sejak dilahirkan dan sesuai keadaan dan tingkatan tahapan perkembangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, seperti yang tercantum dalam Undang Undang
Lebih terperinciFenomena-fenomena Anak-anak anak tuna grahita merupakan individu yang utuh dan unik yang pada umumnya juga memiliki potensi atau kekuatan dalam mengim
TANGGUNG JAWAB MORAL ORANG TUA ANAK ABK DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN PENDIDIKAN DAN SOLUSINYA Oleh: Rahayu Ginintasasi JURUSAN PSIKOLOGI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2009 Fenomena-fenomena
Lebih terperinciHUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK AUTIS DI YAYASAN INSAN MANDIRI JL. PISANG KIPAS NO. 34 A KELURAHAN JATIMULYO MALANG
Hubungan pola asuh orang tua terhadap interaksi sosial pada anak autis di yayasan insan mandiri jl. pisang kipas no. 34 A Kelurahan Jatimulyo HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP INTERAKSI SOSIAL PADA
Lebih terperinciPengaruh Perceraian Pada Anak SERI BACAAN ORANG TUA
35 SERI BACAAN ORANG TUA Pengaruh Perceraian Pada Anak Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional
Lebih terperinciHayyan Ahmad Ulul Albab
PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI SISWA AUTIS (STUDI KASUS DI SMA GALUH HANDAYANI SURABAYA) Hayyan Ahmad Ulul Albab I Pendidikan mempunyai tanggung jawab besar untuk mencerdaskan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar anak berkembang dengan kondisi fisik atau mental yang normal. Akan tetapi, sebagian kecil anak mengalami hambatan dalam perkembangannya atau memiliki
Lebih terperinci2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis bukan sesuatu hal yang baru lagi bagi dunia, pun di Indonesia, melainkan suatu permasalahan gangguan perkembangan yang mendalam di seluruh dunia termasuk
Lebih terperinciGANGGUAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK AUTIS DI SEKOLAH LUAR BIASA SEMESTA MOJOKERTO ATNAN MUSYAROFA NIM
GANGGUAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK AUTIS DI SEKOLAH LUAR BIASA SEMESTA MOJOKERTO ATNAN MUSYAROFA NIM. 121202005 Subject: Gangguan interaksi, autis, anak autis Description: Anak autis termasuk salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang telah menikah pastilah mendambakan hadirnya buah hati di tengah-tengah kehidupan mereka, yaitu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis adalah gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak sebelum anak berusia 3 tahun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk kesejahteraan dan kesembuhan orang lain. Maka haruslah tergerak motifmotif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan merupakan pengabdian atau pekerjaan sosial yang dilakukan untuk kesejahteraan dan kesembuhan orang lain. Maka haruslah tergerak motifmotif dimana
Lebih terperinciHUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK AUTIS DI YAYASAN INSAN MANDIRI JL. PISANG KIPAS NO. 34 A KELURAHAN JATIMULYO MALANG
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK AUTIS DI YAYASAN INSAN MANDIRI JL. PISANG KIPAS NO. 34 A KELURAHAN JATIMULYO MALANG Suharni 1), Ni Luh Putu Eka 2), Neni Maemunah 3) 1)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gangguan autistik muncul sekitar tahun 1990-an. Autistik mulai dikenal secara luas sekitar tahun 2000-an (Yuwono, 2009: 1). Berbicara adalah salah satu aspek yang sangat
Lebih terperinciPENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK
PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK Nelly Oktaviyani (nellyokta31@yahoo.com) 1 Yusmansyah 2 Ranni Rahmayanthi Z 3 ABSTRACT The purpose of this study
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN DENGAN PERILAKU HIPERAKTIF ANAK AUTIS
HUBUNGAN ANTARA DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN DENGAN PERILAKU HIPERAKTIF ANAK AUTIS Dita Fiskasila Putri Hapsari, Agung Kurniawan Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Lebih terperinciBab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER
Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER I.1. Latar Belakang Anak-anak adalah anugerah dan titipan Tuhan Yang Maha Esa yang paling berharga. Anak yang sehat jasmani rohani merupakan idaman setiap keluarga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu fungsi manusia selain sebagai makhluk individu adalah sebagai makhluk sosial. Dengan fungsi tersebut, antara satu individu dengan individu lain
Lebih terperinciMemahami Pengalaman Komunikasi Guru dalam Pembelajaran Perilaku Anak Autis pada Jenjang Taman Kanak Kanak di SLB Widya Bhakti Semarang SUMMARY SKRIPSI
Memahami Pengalaman Komunikasi Guru dalam Pembelajaran Perilaku Anak Autis pada Jenjang Taman Kanak Kanak di SLB Widya Bhakti Semarang SUMMARY SKRIPSI Penyusun : Nama NIM : Mutia Rahmi Pratiwi : D2C006058
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semangat untuk menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi dan belajar adalah dua hal yang saling berkaitan. Motivasi belajar merupakan hal yang pokok dalam melakukan kegiatan belajar, sehingga tanpa motivasi seseorang
Lebih terperinciPENERAPAN BAHASA JAWA PADA PENGASUHAN DALAM KELUARGA
PENERAPAN BAHASA JAWA PADA PENGASUHAN DALAM KELUARGA TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Psikologi Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan saat yang menggembirakan dan ditunggutunggu oleh setiap pasangan suami istri untuk melengkapi sebuah keluarga. Memiliki anak adalah suatu anugerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian Pusat Pendidikan dan Terapi Anak Autis di Sukoharjo dengan Pendekatan Behaviour Architecture, perlu diketahui tentang:
Lebih terperinciTernyata Dimas Autis. Berawal dari Kontak Mata 1
Ternyata Dimas Autis Berawal dari Kontak Mata 1 Kenali Autisme Menghadapi kenyaataan Dimas autis, saya banyak belajar tentang autisme. Tak kenal maka tak sayang, demikian kata pepatah. Tak kenal maka ta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang
Lebih terperinciE-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)
PERSEPSI GURU TERHADAP ANAK YANG MENGALAMI GANGGUAN PERILAKU DALAM KEGIATAN SEKOLAH Oleh: Yuda Pramita Amelia Abstract This research background of differences in perception or perspective teachers of children
Lebih terperinciInteraksi Teman Sebaya pada Anak Autis INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK AUTIS
INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK AUTIS Futri Zakiyah Darojat Prodi Psikologi, FIP, Unesa, zakiyah.rahmad@gmail.com Hermien Laksmiwati Prodi Psikologi, FIP, Unesa, hlaksmiwati@yahoo.com ABSTRAK Masa kanak-
Lebih terperinciSalsabila Khairani 1 ABSTRAK
KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI ORANG TUA ANAK PENDERITA AUTIS DENGAN TERAPIS DALAM MASA TERAPI SERTA EFEKNYA TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK (Studi Pada Orang Tua Dan Terapis Siswa Autis Di SLB Dharma Bhakti Dharma
Lebih terperinciKONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN
KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ADHD merupakan istilah berbahasa Inggris kependekan dari Attention Deficit Hiperactivity Disorder (Attention = perhatian, Deficit = kekurangan, Hiperactivity
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu. di karuniai anak seperti yang diharapkan tersebut.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan suatu karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu menginginkan anaknya berkembang menjadi
Lebih terperinci1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama dengan keluargamu?
Lampiran 1 Kerangka Wawancara Anamnesa Dimensi Cohesion Separateness/Togetherness 1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama
Lebih terperinciINTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DENGAN METODE BERMAIN PERAN DI SLB ABSTRACT
INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DENGAN METODE BERMAIN PERAN DI SLB Nuri Vina Mawardah 091044249 dan Imma Kurrotun Ainin ABSTRACT Social interaction was social relation which correlated to interaction among
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial, tidak bisa mengamati dan mengolah informasi. Orang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autisme merupakan gangguan dalam perkembangan komunikasi, interaksi sosial, tidak bisa mengamati dan mengolah informasi. Orang dengan Autisme Spectrum Disorder (ASD)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang tuanya. Kehadiran anak diharapkan dan ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan yang terikat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menggambarkan tentang latar belakang masalah, perumusan penelitian, tujuan umum dan tujuan khusus penelitian serta manfaat yang diperoleh dari penelitian ini. 1.1 Latar Belakang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Melisa, Fenny. 09 April Republika Online Anak Indonesia Diperkirakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah kasus autisme mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Menurut penelitian selama 50 tahun terakhir tercatat prevalensi autis mengalami
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Disusun oleh : CAHYO FIRMAN TRISNO. S J 200 090
Lebih terperinciPOLA KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP ANAK PENDERITA AUTISME
POLA KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP ANAK PENDERITA AUTISME (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Antarpribadi Orangtua Terhadap Anak Penderita Autisme di SDLB Bangunharjo, Pulisen, Boyolali) NASKAH
Lebih terperinciOleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH
Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Pendahuluan Tidak ada anak manusia yang diciptakan sama satu dengan lainnya Tidak ada satupun manusia tidak memiliki
Lebih terperinciFAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH
GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi, sementara berbahasa adalah proses penyampaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai macam gangguan perkembangan yang diderita oleh anak-anak antara
BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Anak merupakan anugerah terindah yang dimiliki oleh orang tua. Namun anugerah tersebut kadang-kadang memiliki kekurangan atau banyak dari mereka yang mengalami gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, jumlah kasus autisme mengalami peningkatan yang signifikan di seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah suatu titipan Tuhan yang sangat berharga. Saat diberikan kepercayaan untuk mempunyai anak, maka para calon orang tua akan menjaga sebaik-baiknya dari mulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) sering digambarkan sebagai anak yang hidup dalam dunianya sendiri. Banyak dijumpai anak autis menunjukkan perilaku
Lebih terperinciHUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU SOSIAL ANAK KELOMPOK B DI TK DHARMA WANITA GENENGSARI KEMUSU BOYOLALI TAHUN AJARAN 2015/2016
Artikel Publikasi: HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU SOSIAL ANAK KELOMPOK B DI TK DHARMA WANITA GENENGSARI KEMUSU BOYOLALI TAHUN AJARAN 2015/2016 Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA. A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng
BAB IV ANALISIS DATA A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng Klingsingan Surabaya Faktor penyebab klien terkena epilepsi terjadi karena faktor eksternal. Yaitu faktor yang terjadi bukan
Lebih terperinciAnalisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik)
Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik) Oleh Kartika Panggabean Drs. T.R. Pangaribuan, M.Pd. ABSTRAK Anak Autisme merupakan salah satu
Lebih terperinciStudi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung
Prosiding Psikologi ISSN: 246-6448 Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung 1 Rahmadina Haturahim, 2 Lilim Halimah 1,2
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang kompleks dan ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku terbatas, berulang-ulang dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan dambaan setiap keluarga yang tidak ternilai harganya. Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan, yang harus dijaga, dirawat, dan diberi bekal
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode Action Research. Action Research merupakan sebuah kegiatan kombinasi antara kajian dan tindakan (Alwasilah,
Lebih terperinciBab 5. Ringkasan. Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan
Bab 5 Ringkasan 5.1 Ringkasan Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan tentang teori psikologi penyakit skizofrenia yang akan saya gunakan untuk membuat analisis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan, diskusi dan saran. Kesimpulan dalam penelitian ini berisi gambaran sibling rivalry pada anak ADHD dan saudara kandungnya
Lebih terperinciBABl PENDAHULUAN. Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai
BABl PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai dari masa pra lahir, masa bayi, masa awal anak-anak, pertengahan masa anakanak dan akhir
Lebih terperinciPERSEPSI REMAJA TENTANG PERAN AYAH DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MEMILIH JURUSAN DI PERGURUAN TINGGI NASKAH PUBLIKASI
PERSEPSI REMAJA TENTANG PERAN AYAH DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MEMILIH JURUSAN DI PERGURUAN TINGGI NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat mempunyai kelompok-kelompok sosial maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya mengadakan hubungan kerjasama yaitu melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di mana-mana. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan autisme semakin lama semakin meningkat. Namun,
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
STUDI KASUS ANAK HIPERAKTIF DAN USAHA GURU DALAM MEMUSATKAN PERHATIAN BELAJAR SISWA DI MI MUHAMMADIYAH CEPORAN KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan individu yang berbeda dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Memiliki anak adalah suatu kebahagiaan
Lebih terperincimenyebabkan perkembangan otaknya terhambat, sehingga anak mengalami kurang dapat mengendalikan emosinya.
2 tersebut dapat disimpulkan bahwa autisme yang terjadi pada anak dapat menyebabkan perkembangan otaknya terhambat, sehingga anak mengalami kesulitan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain
Lebih terperinci[SEKOLAH KHUSUS AUTIS DI YOGYAKARTA]
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Autisme Dalam Masyarakat Autis bukanlah penyakit menular tetapi merupakan kumpulan gejala klinis atau sindrom kelainan pertumbuhan anak ( pervasive
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membutuhkan tahapan-tahapan stimulasi yang perlu dilalui dan proses
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembentukan kepribadian bukanlah sesuatu yang langsung jadi, namun membutuhkan tahapan-tahapan stimulasi yang perlu dilalui dan proses intemalisasi yang akan menguatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang menyangkut masalah komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imajinasi. Istilah autis hingga kini masih
Lebih terperinciPENANGANAN LAYANAN PENDIDIKAN ANAK AUTISTIK. Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS
PENANGANAN LAYANAN PENDIDIKAN ANAK AUTISTIK Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS PROGRAM INTERVENSI DINI Discrete Trial Training (DTT) dari Lovaas (Metode Lovaas) ABA (Applied Behaviour Analysis) TEACCH (Treatment
Lebih terperinciPENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS. Mohamad Sugiarmin
PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS Mohamad Sugiarmin Pengantar Perhatian pemerintah dan masyarakat Upaya bantuan Sumber dukungan Tantangan dan Peluang Konsep Anak Autis dan Prevalensi Autism = autisme yaitu nama
Lebih terperinci