JURUSAN TEKNIK MESIN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURUSAN TEKNIK MESIN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA"

Transkripsi

1 ANALISA PENGARUH PARAMETER TEKANAN DAN WAKTU PENEKANAN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN CACAT PENYUSUTAN DARI PRODUK INJECTION MOLDING BERBAHAN POLYETHYLENE (PE) Diajukan untuk melengkapi sebagian persyaratan dalam menyelesaikan program Strata- (S) pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa SKRIPSI Oleh Sendi Dwi Oktaviandi JURUSAN TEKNIK MESIN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 202

2 Pernyataan Keaslian Skripsi Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Sendi Dwi Oktaviandi NIM : Menyatakan bahwa Skripsi dengan judul ANALISA PENGARUH PARAMETER TEKANAN DAN WAKTU PENEKANAN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN CACAT PENYUSUTAN DARI PRODUK INJECTION MOLDING BERBAHAN POLYETHYLENE (PE) Adalah benar hasil karya sendiri dan tidak ada duplikat dari karya orang lain, kecuali untuk bagian yang telah disebutkan sumbernya. Cilegon, April 202 Sendi Dwi Oktaviandi NPM

3 ABSTRAK Injection molding adalah salah satu operasi yang paling umum dan serba guna untuk produksi massal pada komponen plastik yang komplek dengan toleransi dimensional yang sempurna. Pada proses injection molding, parameter waktu dan penekanan merupakan salah satu parameter penting yang harus diperhatikan untuk keberhasilan proses produksi melalui injection molding. Metode yang digunakan adalam menggunakan response surface methodology. metode ini merupakan suatu proses perencanaan percobaan untuk memperoleh data yang tepat sehingga dapat dianalisa dengan metode statistik serta kesimpulan yang diperoleh dapat bersifat objektif dan valid. Dari hasil penelitian didapat kesimpulan bahwa Parameter tekanan dan waktu penekanan hanya memberi pengaruh terhadap sifat mekanik flexural strength dan flexural modulus spesimen. Dari segi nilai properties yang dihasilkan spesimen no.4 yang memiliki nilai properties terbaik. Dan dari data output analisis shrinkage dengan menggunakan RSM didapat kesimpulan bahwa bahwa kedua parameter proses tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya shrinkage. Dari hasil optimasi menggunakan fitur response surface optimizer didapat hasil setting parameter optimal adalah waktu penekanan:,6898 (s), tekanan: 78,2290 (bar). Kata kunci: injection molding, shrinkage, pressure, injection time, response surface methodology

4 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahim Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia serta nikmat-nya sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik yang berjudul Analisa Pengaruh Parameter Tekanan dan Waktu Penekanan Terhadap Sifat Mekanik dan Cacat Dari Produk Injection Molding Berbahan Polyethilene (PE). Penulisan tugas akhir ini, merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Tersusunnya tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung, untuk itu ucapan terima kasih kepada :. Bapak Sunardi, ST., M.Eng selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2. Bapak Slamet Wiyono, ST., MT selaku dosen pembimbing I yang senantiasa memberikan koreksi dan bimbingannya. 3. Bapak Erwin, ST., MT. selaku koordinator tugas akhir dan sekaligus sebagai Pembimbing II. Terimakasih atas segala bimbingan dan masukannya. 4. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Teknik Mesin Universitas Sultan ageng Tirtayasa yang telah memberikan ilmu perkuliahan kepada penulis semasa kuliah. 5. Orang tua, serta keluarga yang telah memberikan dukungan baik moral maupun materil yang tidak akan pernah tergantikan. 6. Bapak Sinema Madrofa selaku pembimbing lapangan P.T Indragraha Nusa Plasindo. i

5 7. Mas Budi, selaku pembimbing pengujian dari Laboratorium Uji Polimer yang telah membantu dalam pengujian. 8. Tak lupa rekan-rekan seperjuangan Teknik Mesin angkatan 2007 yang telah memberikan dukungan serta bantuan dikala susah dan senang. 9. Dan terakhir kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan Tugas Akhir ini. Penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir ini masih sangat jauh dari sempurna, maka dari itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, agar penulis dapat mengetahui dimana saja kekurangan laporan ini. Semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat berguna serta bermanfaat khususnya bagi penulis, dan bagi para pembaca pada umumnya. Cilegon, April 202 Penulis ii

6 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... xi BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah....2 Rumusan Masalah Batasan Masalah Maksud dan Tujuan Penelitian Sistematika Penelitian... 3 BAB II LANDASAN TEORI 2. Pengertian Umum Tentang Polimer Polimer Termoplastik, Termoset dan Elastomer Polimer Termoplastik Polimer Termoset Polimer Elastomer Polietilen Sifat Mekanik Polimer Proses Pembentukan Polimer Injection Molding Blow Molding Extrusion Molding Blown Film Molding Sheet Forming Thermoforming Vacuum Forming.. 2 iii

7 2.5.8 Rotational Molding Transfer Molding Konstruksi Mesin Injection Molding Injection Unit Clamping Unit Mold Unit Cacat Produk Injection Molding Cacat Penyusutan (Shrinkage) Design of Experiment (DOE) Metode Response Surface Analysis of Variance (ANOVA) BAB III METODE PENELITIAN 3. Diagram Alir Penelitian Tahap Persiapan Design of Experiment Penentuan Nilai Parameter Proses Penentuan Desain Faktorial Prosedural Preparasi Spesimen Tahap Pelaksanaan Pengujian dan Pengambilan Data di Lapangan Bahan Baku Spesimen Yang Digunakan Pelaksanaa Pengujian Uji Tarik Uji Tekan Uji Lentur BAB IV HASIL DAN ANALISA PENELITIAN 4. Hasil Penelitian Dan Pengujian Sifat Mekanik Hasil Pengujian Tarik Hasil Pengujian Tekan Hasil Pengujian Lentur Pengolahan Data Hasil Setiap Pengujian iv

8 4.5. Uji Tarik Dengan ASTM D Uji Tekan Dengan ASTM D Uji Lentur Dengan ASTM D Analisa Shringkage Optimasi Setting Parameter... 0 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 2. Klasifikasi Material Polimer... 6 Gambar 2.2 Bijih Plastik Polietilen... 9 Gambar 2.3 Grafik Tegangan-Regangan Polimer... Gambar 2.4 Bagian Utama Mesin Injection Molding... 3 Gambar 2.5 Skematik Proses Injection Molding... 4 Gambar 2.6 Skematik dari Proses Extruksion Blow Molding... 5 Gambar 2.7 Skematik dari Proses Injection Blow Molding Gambar 2.8 Skematik dari Proses Stretch Blow Molding... 6 Gambar 2.9 Mesin Extrussion Molding Beserta Bagian-bagiannya... 7 Gambar 2.0 Skematik Proses Blown Film Molding... 8 Gambar 2. Skematis Proses Sheet Forming... 9 Gambar 2.2 Skematis Proses Thermoforming Gambar 2.3 Produk Hasil Thermoforming Gambar 2.4 Skematis Proses Vacum Forming... 2 Gambar 2.5 Skematis Proses Rational Molding Gambar 2.6 Produk Hasil Proses Rotational Molding Gambar 2.7 Skematis Proses Transfer Molding Gambar 2.8 Bagian-bagian Mesin Injection Molding Gambar 2.9 Bagian-bagian Injection Unit Gambar 2.20 Skematis dan Bagian-bagian dari Clamping Unit Gambar 2.2 Bagian Utama dari Mold Unit Gambar 2.22 Faktor yang Mempengaruhi Cacat Penyusunan... 3 Gambar 2.23 Ilustrasi Perkiraan Daerah Response Orde Pertama Gambar 3. Diagram Alir Penelitian Gambar 3.2 Tampilan Monitor Saat Penyetelan Variasi Tekanan... 4 Gambar 3.3 Tabung Hopper... 4 Gambar 3.4 Spesimen yang Digunakan Gambar 3.5 Bentuk Spesimen Pengujian Menurut ASTM D638 Type IV. 44 vi

10 Gambar 3.6 Universal Testing Machine Gambar 3.7 Dial Indikator Digital Gambar 3.8 Sistematika Pengujian Tekan Berdasarkan ASTM D Gambar 3.9 Metode Uji Lentur Satu Titik Gambar 3.0 Metode Uji Lentur Beban Dua Titik Gambar 3. Metode Uji Lentur Momen Murni Gambar 3.3 Skematik Uji Lentur berdasarkan ASTM D Gambar 4. (a) Spesimen No. dan (b) Spesimen No Gambar 4.2 Model Perpatahan yang Terjadi pada Spesimen Gambar 4.3 Kondisi Aktual Spesimen Setelah Pengujian Gambar 4.4 Contour Plot untuk Tensile Strength vs Parameter Gambar 4.5 Surfacr Plot untuk Tensile Strength vs Parameter... 6 Gambar 4.6 Residual Plots untuk Tensile Strength... 6 Gambar 4.7 Contour Plot untuk Tensile Elongation vs Parameter Gambar 4.8 Surface Plot untuk Tensile Elongation vs Parameter Gambar 4.9 Residual Plots untuk Elongation Gambar 4.0 Contour Plot untuk Tensile Strength 5kg vs Parameter Gambar 4. Surface Plot untuk Tensile Strength 5kg vs Parameter Gambar 4.2 Residual plots untuk tensile strength 5kg Gambar 4.3 Contour Plot untuk Modulus Young 5kg vs Parameter Gambar 4.4 Surface Plot untuk Modulus Young 5kg vs Parameter Gambar 4.5 Residual Plots Untuk Modulus Young 5kg... 7 Gambar 4.6 Contour Plot untuk Deflection 5kg vs Parameter Gambar 4.7 Surface Plot untuk Deflection 5kg vs Parameter Gambar 4.8 Residual Plots untuk Deflection 5kg Gambar 4.9 Contour Plot untuk Tensile Strength 0kg vs Parameter Gambar 4.20 Surface Plot untuk Tensile Strength 0kg vs Parameter Gambar 4.2 Residual Plots untuk Tensile Strength 0kg Gambar 4.22 Contour Plot untuk Modulus Young 0kg vs Parameter Gambar 4.23 Surface Plot untuk Modulus Young 0kg vs Parameter Gambar 4.24 Residual Plots untuk Modulus Young 0kg vii

11 Gambar 4.25 Contour Plot untuk Deflection 0kg vs Parameter Gambar 4.26 Surface Plot untuk Deflection 0kg vs Parameter Gambar 4.27 Residual Plots untuk Deflection 0kg Gambar 4.28 Contour Plot untuk Tensile Strength 5kg vs Parameter Gambar 4.29 Surface Plot untuk Tensile Strength 5kg vs Parameter Gambar 4.30 Residual Plots untuk Tensile Stength 5kg Gambar 4.3 Contour Plot untuk Modulus Young 5kg vs Parameter Gambar 4.32 Surface Plot untuk Modulus Young 5kg vs Parameter Gambar 4.33 Residual Plots untuk Modulus Young 5kg Gambar 4.34 Contour Plot untuk Deflection 5kg vs Parameter Gambar 4.35 Surface Plot untuk Deflection 5kg vs Parameter Gambar 4.36 Residual Plots untuk Deflection 5kg Gambar 4.37 Contour Plot untuk Flexural Strength vs Parameter Gambar 4.38 Surface Plot untuk Flexural Strength vs Parameter Gambar 4.39 Residual Plots untuk Flexural Strength Gambar 4.40 Contour Plot untuk Flexural Modulus vs Parameter Gambar 4.4 Surface Plot untuk Flexural Modulus vs Parameter Gambar 4.42 Residual Plots untuk Flexural Modulus Gambar 4.43 Grafik Respon Optimal viii

12 DAFTAR TABEL Tabel 2. Kekuatan Tarik, Tekan, Lentur Bahan Polimer Polietilen... 2 Tabel 3. Desain Faktorial Tabel 3.2 Kecepatan Penekanan dan Waktu Penginjeksian yang divariasikan Tabel 3.3 Sifat Mekanik Dasar Polietilen Jenis HDPE Tabel 3.4 Dimensi Spesimen Pengujian Menurut ASTM D638 type IV. 44 Tabel 4. Variabel Spesimen yang Mengalami Kegagalan Tabel 4.2 Nilai Tensile Properties dan Hasil Pengujian Tarik Tabel 4.3 Hasil Pengujian Tekan dengan Beban 5kg Tabel 4.4 Hasil Pengujian Tekan dengan Beban 0kg Tabel 4.5 Hasil Pengujian Tekan dengan Beban 5kg Tabel 4.6 Hasil Pengujian Lentur Tabel 4.7 ANOVA untuk Tensile Strength Tabel 4.8 Koefisien Regresi untuk Tensile Strength Tabel 4.9 ANOVA untuk Elongation Tabel 4.0 Koefisien Regresi untuk Elongation Tabel 4. ANOVA untuk Tensile Strength 5kg Tabel 4.2 Koefisien Regresi untuk Tensile Strength 5kg Tabel 4.3 ANOVA untuk Modulus Young 5kg Tabel 4.4 Koefisien Regresi untuk Modulus Young 5kg Tabel 4.5 ANOVA untuk Deflection 5kg... 7 Tabel 4.6 Koefisien Regresi untuk Deflection 5kg Tabel 4.7 ANOVA untuk Tensile Strength 0kg Tabel 4.8 Koefisien Regresi untuk Tensile Strength 0kg Tabel 4.9 ANOVA untuk Modulus Young 0kg Tabel 4.20 Koefisien Regresi untuk Modulus Young 0kg Tabel 4.2 ANOVA untuk Deflection 0kg... 8 Tabel 4.22 Koefisien Regresi untuk Deflection 0kg... 8 ix

13 Tabel 4.23 ANOVA untuk Tensile Strength 5kg Tabel 4.24 Koefisien Regresi untuk Tensile Strength 5kg Tabel 4.25 ANOVA untuk Modulus Young 5kg Tabel 4.26 Koefisien Regresi untuk Modulus Young 5kg Tabel 4.27 ANOVA untuk Deflection 5kg Tabel 4.28 Koefisien Regresi untuk Deflection 5kg... 9 Tabel 4.29 ANOVA untuk Flexural Strength Tabel 4.30 Koefisien Regresi untuk Flexural Strength Tabel 4.3 ANOVA untuk Flexural Modulus Tabel 4.32 Koefisien Regresi untuk Flexural Modulus Tabel 4.33 Parameter yang Mengalami Shrinkage Tabel 4.34 ANOVA untuk Shrinkage Tabel 4.35 Koefisien Regresi untuk Shrinkage... 0 Tabel 5. Parameter yang Mengalami Shrinkage x

14 BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat sekarang ini memberi dampak yang baik serta manfaat yang besar bagi manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya peralatan yang telah diciptakan oleh manusia dengan berbagai model bentuk serta kemampuan pakai yang relatif unggul dibandingkan dengan peralatan-peralatan konvensional. Keunggulan tersebut tidak lepas dari hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli sains, yang selalu mencari terobosan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. sehingga memudahkan manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Diantara banyaknya peralatan dan produk yang cukup banyak diminati masyarakat adalah plastik. Hal ini selain disebabkan faktor kebutuhan yang makin menuntut efisiensi dimana-mana, juga adanya kemajuan teknologi, baik kemajuan teknologi dalam bidang rekayasa material maupun teknologi manufaktur dari material itu sendiri. Dalam konteks ini, kekurangan sifat plastik yang ada sekarang sudah dapat dieliminir sehingga secara perlahan-lahan plastik mulai menggantikan peranan besi atau baja yang selama ini mendominasi proporsi dalam suatu mesin/peralatan. Sifat plastik yang paling menonjol saat ini adalah sifat mampu bentuknya (formability) yang lebih baik dibanding baja. Selain itu daya redam plastik juga lebih baik selain beratnya yang lebih ringan. Injection molding adalah salah satu operasi yang paling umum dan serba guna untuk produksi massal pada komponen plastik yang komplek dengan toleransi dimensional yang sempurna. Hal ini dikarenakan pada proses ini hanya memerlukan operasi minimal tanpa finishing. Injection molding merupakan suatu daur proses pembentukan plastik kedalam bentuk yang diinginkan dengan cara

15 menekan plastik cair kedalam sebuah ruang (cavity). Proses injection molding secara luas digunakan pada industri untuk memproduksi produk geometris rumit yang dibentuk dengan produktivitas dan ketelitian tinggi tetapi dengan biaya yang relatif rendah. Salah satu pengaplikasian dari hasil injection molding adalah untuk produk eksterior. Karena itu tampilan permukaan eksterior merupakan hal yang paling utama. Bagian eksterior yang cacat atau rusak adalah tantangan utama dalam injection molding (Moerbani, 999). Pada proses injection molding, dengan pengaturan parameter penekanan yang tepat dapat meningkatkan kualitas produk dan menghemat biaya produksi. Hal ini dikarenakan parameter proses tekanan dan waktu penekanan yang pada umumnya dilakukan oleh sistem hidrolik merupakan salah satu parameter penting yang harus diperhatikan untuk keberhasilan proses produksi melalui injection molding (Manas Chanda and Shalil Roy, 2006)..2 Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut diatas, maka dapat penulis rumuskan permasalahannya adalah membuktikan dan mengidentifikasi bahwa kualitas produk akhir dan sifat mekanik dari produk injection molding berbahan polietilen sangat terpengaruh oleh setting tekanan dan waktu penekanannya..3 Batasan Masalah Agar pembahasan masalah tidak terlalu luas maka batasan masalah yang diambil adalah:. Waktu penekanan yang digunakan adalah,25s,75s sedangkan untuk tekanan adalah 60bar 80bar. 2. Bahan polimer pengisi adalah polietilen (PE). 3. Pengujian yang dilakukan ialah : - Uji tarik (tensile test) - Uji tekan (compressive test) 2

16 - Uji lentur (bending/flexural test) 4. Mold yang digunakan adalah jenis single mold dan Mold temperature yang digunakan adalah 5 C dan temperatur di dalam barrel yang digunakan adalah 50 C. 5. Mesin injection molding yang digunakan adalah Hwa Chin tipe HC- 450 SE..4 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan tujuan penelitian ini adalah:. Mengidentifikasi pengaruh tekanan dan waktu penekanan terhadap sifat mekanik dari setiap spesimen. 2. Menyelidiki dan meneliti kemungkinan cacat yang terjadi akibat variasi tekanan dan waktu penekanan terhadap spesimen. 3. Meneliti apakah setting variabel yang biasa dipakai adalah setting variabel terbaik. 4. Meneliti bagaimana model hubungan parameter injection molding terhadap variable respon dengan menggunakan response surface methodology..5 Sistematika Penulisan Agar lebih mudah untuk dipahami dan ditelusuri maka sistematika penulisan laporan tugas akhir ini disusun dalam lima bab, yaitu: BAB I: PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, maksud dan tujuan penelitian dan sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori dasar dan ulasan yang mendukung penelitian BAB III: METODOLOGI PENELITIAN 3

17 Bab ini berisikan tentang rancangan dan prosedur penelitian yang dilakukan. BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisikan tentang penganalisaan variabel-variabel yang diperoleh untuk mendapatkan kesimpulan yang tepat terhadap penelitian. BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisikan kesimpulan menyeluruh dari hasil pengolahan data dan beberapa saran untuk kesempurnaan hasil penelitian. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 4

18 BAB II LANDASAN TEORI 2. Pengertian Umum Tentang Polimer Polimer adalah material yang terdiri dari atas banyak molekul kecil (yang disebut mer), yang dapat disambung satu sama lainnya untuk membentuk rantai yang panjang. Dengan demikian, polimer sering disebut sebagai molekul makro. Dan umumnya polimer terdiri atas puluhan monomer. Monomer-monomer bereaksi dengan menghasilkan polimerisasi drimer (dua bagian) kemudian menjadi trimer, tetramer dan akhirnya setelah sederetan tahap reaksi akan menghasilkan molekul polimer. Peradaban manusia telah memanfaatkan berbagai jenis polimer selama berabad-abad, dalam bentuk minyak, resin dan karet. Akan tetapi, industri modern polimer baru dimulai setelah revolusi industri. Pada akhir periode 830-an, Charles Goodyear berhasil memproduksi salah satu bentuk karet melalui proses vukanisasi. Kurang lebih 40 tahun kemudian, selulosa (plastik keras terbuat dari nitroselulosa) berhasil diciptakan dan diproduksi secara komersial. Namun demikian, perkembangan polimer melambat hingga periode 930-an, ketika material vinil, neopren, polistiren dan nilon mulai dikembangkan. Sejak itu, perkembangan penelitian di bidang polimer terus melaju dan berkembang hingga saat ini. Beragam material polimer sekarang ini banyak tersedia di pasaran dan siap menggantikan peranan logam, kayu, kulit dan bahan alami lainnya dengan harga yang jauh lebih murah dan memiliki sifat mekanis yang beragam. Polimer dapat diklasifikasikan berdasarkan aplikasinya, seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut: 5

19 Material Polimer Plastik Elastomer Adesif Pelapis Serat Polimer Alam Sistem Bio Termoplastik Ethenis Poliamida Poliester Selulosa Asetal Polikarbonat Polimida Termoset Fenolik Poliester Tak Jenuh Uretan Silikon Urea Melamin Epoksida Poliester Gambar 2. Klasifikasi material polimer 2.2 Polimer Termoplastik, Termoset dan Elastomer Salah satu klasifikasi polimer berdasarkan kriteria material rekayasa adalah polimer termoplastik, termoset dan elastomer. Termoplastik dan termoset biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari yang dikenal sebagai plastik, sedangkan elastomer lebih dikenal sebagai karet. 6

20 2.2. Polimer Termoplastik Termoplastik merupakan material yang melunak jika dipanaskan (dan akhirnya akan mencair) dan mengeras jika didinginkan, dan reaksinya pun dapat berbalik. Pada suhu beberapa ratus derajat, termoplastik dapat berubah menjadi cairan kental. Oleh karena itu, termoplastik mudah dan ekonomis untuk difabrikasi menjadi berbagai bentuk. Contoh termoplastik diantaranya adalah polietilen (PE), polivinil Klorida (PVC), poliprpilen (PP), polistiren (PS), dan nilon. Terdapat dua jenis termoplastik. Jenis termoplastik yang pertama adalah termoplastik yang berstruktur gelas (amorf). Jenis termoplastik ini sangat berguna pada lingkungan yang bersuhu dibawah suhu transisi gelasnya. Suhu transisi gelas (Tᵍ) merupakan respon rantai polimer terhadap panas sebagai salah satu bentuk energi kinetik. Pada suhu dibawah Tᵍ polimer bersifat getas, sedangkan diatas Tᵍ polimer bersifat ulet bahkan menyerupai karet. Termoplastik yang berstruktur gelas dapat direkayasa menjadi produk yang memiliki tingkat kejernihan tertentu. Termoplastik yang berstruktur gelas ketahanan kimianya kurang dan dapat mengalami retak tegang. Jenis yang kedua ialah termoplastik berstruktur semi kristalin. Terminologi semi-kristalin digunakan karena rantai-rantai polimer termoplastik dapat tersusun teratur dalam tingkatan tertentu, dimana menyerupai struktur kristal pada logam. Polimer jenis ini lebih tahan terhadap senyawa-senyawa kimia. Apabila tingkat kristalinitasnya lebih besar dari panjang gelombang cahaya, maka polimer tersebut memiliki kekeruhan yang tinggi atau tidak tembus cahaya Polimer Termoset Faktor yang membedakan termoset dan termoplastik adalah termoset akan menjadi keras secara permanen jika dibakar dan tidak akan melunak jika dipanaskan. Jika dipanaskan secara berulang, termoset tidak mampu melunak kembali, melainkan akan terdegradasi menjadi arang. Pada saat pemrosesan awal, 7

21 ikatan crosslink (rantai) terbentuk diantara rantai molekul yang berdekatan sehingga pada suhu tinggi tidak terjadi gerakan, rotasi ataupun vibrasi. Termoset lebih keras dan lebih kuat daripada termoplastik dan memiliki stabilitas dimensi yang lebih baik. Aplikasi termoset biasanya pada komponen-komponen yang digunakan pada suhu tinggi. Contoh dari termoset adalah epoksi, fenolik dan beberapa resin poliester Polimer Elastomer Elastomer merupakan material yang mampu memanjang secara elastis ketika dkenakan tegangan mekanis yang relatif rendah. Dalam kehidupan seharihari, elastomer lebih umum dikenal sebagai karet (rubber). Beberapa elastomer dapat diregangkan hingga 0 kali lipat dan masih mampu kembali sempurna ke ukuran asal. Walaupun sifatnya cukup berbeda dengan termoset, elastomer memiliki struktur yang lebih mirip dengan termoset daripada termoplastik. Contoh dari elastomer adalah karet alam dan karet sintesis, seperti stiren-butadien (SBR). Nitrile butadiene rubber (NBR), dan silicone rubber. 2.3 Polietilen Polimerisasi etilen yang memberikan hasil polimer bermassa molekul besar, pertama kali dilakukan oleh Fawlet dan Gibson dari ICI Ltd. di Inggris pada tahun 933 dengan menggunakan teknik tekanan tinggi. Penelitian ini kemudian dilanjutkan oleh Zeigler dan Natta tahun 953, yang menemukan kemungkinan proses bertekanan rendah. Produk Polietilen sendiri yang sering disebut polietena atau politena, berdasarkan density dan berat molekul penyusunnya dikelompokkan menjadi 3 yaitu:. Low Density Polyethylene (LDPE) Density : gr/cm³ BM : gr/mol 8

22 2. Medium Density Polyethylene (MDPE) Density : gr/ cm³ BM : gr/mol 3. High Density Polyethylene (HDPE) Density : gr/ cm³ BM : gr/mol Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik serta memiliki kelebihan diantaranya adalah praktis, ringan, harganya murah dan dapat diwarnai sehingga tampak menarik. Dengan pemanasan akan menjadi lunak dan mencair pada suhu 0 C. Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang baik, polietilen mempunyai ketebalan 0.00 sampai 0.0inchi, yang banyak digunakan sebagai pengemas makanan, karena sifatnya yang thermoplastik, polietilen mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Sacharow, 970). Gambar 2.2 Bijih plastik polietilen 9

23 2.4 Sifat Mekanik Polimer Sifat mekanik bahan polimer mencerminkan hubungan antara beban atau gaya yang diberikan terhadap respons atau deformasinya. Berikut adalah bentuk beban.. Statik, adalah beban yang berubah secara lambat terhadap waktu dan diberikan secara seragam di seluruh penampang. Pembebanan statik dapat ditemukan pada pengujian tarik, tekan, geser, tekuk. 2. Impak, adalah beban yang diberikan secara cepat dan mendadak untuk dikenakan pada penampang. 3. Dinamik, adalah beban yang berfluktuasi pada suatu periode waktu. Polimer apabila diregangkan secara cepat ia akan patah dengan permukaan patah yang rata seperti halnya patahan getas. Kelakuan ini sangat tergantung pada laju deformasi. Dan apabila polimer didinginkan akan menjadi kaku dan sukar untuk diregangkan, dalam hal ini waktu deformasi dan temperatur memberikan pengaruh banyak terhadap sifat-sifat mekanik polimer. Kekuatan bahan polimer diantaranya adalah kekuatan tarik, tekan, dan lentur. Kekuatan tarik adalah suatu sifat dasar dari polimer. Beban tekan bekerja terhadap kebalikan beban tarik. Karena bahan polimer mempunyai cacat yang kecil atau mengandung zat pengisi tertentu, maka bahan polimer dapat memiliki deformasi yang besar, umumnya kekuatan tekan lebih besar dari kekuatan tarik dan modulus elastik untuk kekuatan tekan juga lebih besar daripada kekuatan tarik (Yunauwar, 2008). Berikut adalah sifat mekanik yang umum ditemui pada polimer.. Kekuatan : tarik, tekan, geser, fleksural (lentur) dan tekuk 2. Impak 3. Fatik/kelelahan 4. Kekerasan Sifat mekanik polimer dinyatakan dalam parameter yang sama dengan logam, seperti modulus elastisitas, kekuatan tarik dan kekuatan luluh. Tiga jenis 0

24 grafik tegangan-regangan ditampilkan pada gambar 2.3 grafik A mengilustrasikan polimer rapuh, dimana polimer ini akan patah ketika berdeformasi elastis. Grafik B mengilustrasikan polimer plastis, dimana deformasi awal adalah elastis yang kemudian diikuti peluluhan daerah plastis. Sementara grafik C mengilustrasikan perilaku elastis total, dimana regangan elastis yang besar dapat dihasilkan dengan pemberian tegangan yang rendah, karakteristik ini hanya dimiliki oleh material elastomer. Gambar 2.3 Grafik tegangan-regangan polimer Modulus elastisitas dan keuletan untuk polimer ditentukan dengan cara yang sama dengan cara menentukan modulus elastisitas dan keuletan untuk logam. Untuk polimer plastis, grafik B titik luluh diambil pada titik maksimum, titik ini disebut dengan tegangan luluh. Tegangan maksimum diambil pada saat spesimen patah. Tegangan maksimum bisa lebih rendah atau lebih tinggi dari tegangan luluh. Sifat mekanik dari polietilen dapat dilihat pada tabel 2..

25 Tabel 2. kekuatan tarik, tekan, lentur bahan polimer polietilen Polietilen Kekuatan Per- Modulus Kekuatan Kekuatan Tarik panjangan elastik tekan lentur (MPa) (%) (Gpa) (MPa) (MPa) HDPE ,4-, LDPE ,4-2, Proses Pembentukan Polimer Ada beberapa teknik pembentukan polimer. Banyak kesamaan antara proses pembentukan logam dengan proses pembentukan polimer. Penentuan teknik pembentukan polimer bergantung pada beberapa faktor, diantaranya:. Apakah polimernya termoplastik atau termoset 2. Jika termoplastik, pada suhu berapakah material ini melunak 3. Kestabilan material ketika dibentuk, serta 4. Bentuk dan ukuran produk akhir Fabrikasi material polimer umumnya dilakukan pada suhu tinggi dan dengan aplikasi tekanan. Tekanan harus diberikan ketika produk didingan agar bentuknya dapat dipertahankan. Untuk fabrikasi dengan bahan termoplastik salah satu faktor ekonomis adalah kemampuannya untuk didaur ulang. Fabrikasi dengan bahan termoset biasanya dapat dikeluarkan dari cetakan saat masih panas karena dimensinya sudah stabil. Polimer termoset tidak dapat didaur ulang, tidak dapat mencair, selain lebih tahan secara kimiawi dan terhadap suhu yang tinggi Injection molding Injection molding pada polimer identik dengan pengecoran bertekanan pada logam dan merupakan salah satu teknik pembentukan polimer yang paling banyak digunakan. Untuk termoplastik, waktu satu siklus proses injection molding singkat (sekitar 0-30 detik) karena produk langsung membeku setelah diinjeksikan ke dalam cetakan. Sementara, untuk termoset waktu yang dibutuhkan 2

26 agak lama karena pemanasan terjadi selama material berada dalam tekanan didalam cetakan yang bersuhu tinggi. Parameter yang harus diperhatikan dalam proses injection molding adalah tekanan dan suhu apabila tekanan dan suhu terlalu tinggi, maka cacat flashes akan terjadi pada produk injection molding, yaitu sirip yang melebar keluar pada garis pemisah dua cetakan. Namun demikian, apabila tekanan dan suu rendah, maka cacat shortshot akan terjadi pada produk injection molding, yaitu rongga cetak tidak terisi sepenuhnya sehingga terdapat kekurangan pada bentuk produk. Produk-produk yang dihasilkan melalui proses injection molding meliputi produk yang berukuran besar hingga berukuran cukup kecil demikian juga produk yang sederhana hingga sangat rumit. Contoh produk yang dihasilkan melalui proses injection molding diantaranya printer, keyboard, casing handphone, packaging makanan dan minuman, pesawat telepon, dashboard mobil, body motor, helm, peralatan rumah tangga dan lain-lain. Gambar 2.4 Bagian utama mesin injection molding 3

27 Gambar 2.5 Skematik proses injection molding Blow Molding Blow molding banyak dipakai untuk memproduksi botol plastik. Mulamula bakalan (preform) dibuat dahulu dengan proses injection molding kemudian bakalan kemudian ditekan ke dalam mesin blow molding menggunakan batangan logam dan dipanaskan diatas suhu transisi gelasnya. Kemudian udara bertekanan tinggi (5-25bar) ditiupkan melalui batangan logam sehingga bakalan berubah bentuk menyentuh dasar cetakan. Tekanan udara kemudian dinaikan hingga 40 bar, sehingga bakalan menggelembung mengikuti bentuk cetakan. Secara umum blow molding digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu extrusion blow molding, injection blow molding dan stretch blow molding. Pada proses extrusion blow molding tabung berongga terlebih dahulu dibuat dengan mesin extruder kemudian peniupan dilakukan terhadap bakalan yang sebelumnya sudah di tempatkan di tengah cetakan. Injection blow molding menggunakan 4

28 proses injection molding untuk menghasilkan bakalan berupa tabung yang kemudian dipndahkan ke mesin blow molding melalui core rod. Proses ini lebih cocok digunakan untuk menghasilkan produk blow molding dalam jumlah yang banyak. Stretch blow molding melibatkan penekanan dua arah (biaksial) untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang tinggi. Bakalan yang digunakan pada proses ini merupakan hasil proses injection molding dan memiliki bagian yang sudah jadi. Sebagai contoh dalam pembuatan botol minuman, bakalannya sudah memiliki leher dan ulir yang sama seperti produk jadinya. Gambar 2.6 Skematik dari proses extruksion blow molding Gambar 2.7 Skematik dari proses injection blow molding 5

29 Gambar 2.8 Skematik dari proses stretch blow molding Extrusion Molding Extrusion molding adalah proses pembentukan polimer untuk menghasilkan produk seperti, pipa, selang, sedotan, dan produk batangan lainnya yang memiliki bentuk penampang khusus. Mesin yang digunakan dalam proses ini sangat menyerupai mesin pada injection molding. Pada proses extrusion molding terdapat sebuah motor yang berfungsi untuk memutar ulir pendorong sehingga mendorong polimer granular melewati pemanas. Polimer granular kemudian meleleh, serta ditekan dan di dorong melewati cetakan yang memiliki profil atau bentuk tertentu. Proses ekstrusi tersebut dapat dianalogikan seperti menekan dan mengeluarkan pasta gigi dari tempatnya. Polimer yang panjang dan memiliki penampang khusus tersebut kemudian didinginkan kemudian dipotong menjadi sebuah produk. Hasil ekstrusi tidak selalu dipotong, melainkan dapat digulung menjadi gulungan yang besar. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah bentuk dari cetakan yang menentukan bentuk akhir produk. Mesin untuk proses extrusion molding dapat dilihat pada gambar

30 Gambar 2.9 Mesin extrussion molding beserta bagian-bagiannya Blown Film Molding Blown film molding adalah sebuah proses pembentukan produk polimer dengan cara menekan lelehan plastik melalui sebuah cetakan berbentuk cincin sehingga membentuk tabung plastik. Tabung tersebut kemudian secara bertahap ditiupkan udara hingga membesar dan membentuk sebuah gelembung plastik besar. Selanjutnya, gelembung didinginkan hingga menjadi gelembung plastik yang padat. Sebuah rol di sisi mesin akan memipihkan gelembung tersebut menjadi suatu lembaran plastik dengan dua sisi. Kemudian, plastik digulung menjadi gulungan yang besar dan proses masih terus berlanjut. Terkadang, proses 7

31 tersebut dilanjutkan dengan proses pemotongan, pencetakan label (merek), dan penyegelan. Penipisan pada polimer terjadi pada arah radial dan longitudinal. Hal yang harus diperhatikan dalam proses ini adalah volume udara yang diberikan dan banyaknya plastik cair yang dipasok. Semakin besar jumlah udara yang diinjeksikan, semakin tipis produk yang diperoleh. Sebaliknya, semakin banyak polimer yang dipasok, semakin tebal produk yang diperoleh. Akan tetapi, parameter tersebut biasanya dijaga tetap konstan dalam suatu siklus produksi, sesuai karakteristik produk yang diinginkan. Material yang biasanya sering digunakan dalam proses blown film molding adalah material kelompok polietilen, seperti HDPE, LDPE, dan LLDPE. Namun demikian, polimer lain seperti PP (polipropilen) juga dapat digunakan sebagai campuran polietilen. Aplikasi polimer yang diproduksi dengan proses ini biasanya berupa kantung dan media pembungkus lainnya. Gambar 2.0 Skematik proses blown film molding 8

32 2.5.5 Sheet Forming Sheet forming merupakan proses pengolahan polimer menjadi bentuk lembaran dan biasanya digunakan untuk menghasilkan produk setengah jadi, kecuali untuk beberapa jenis pembungkus makanan. Pada proses ini, bahan baku polimer dilewatkan melalui beberapa rol hingga terbentuk produk lembaran yang memiliki ketebalan tertentu. Ketebalan yang yang diinginkan dapat diatur dengan mengatur susunan rol pada tingkat tertentu. Hasil dari proses sheet forming ini adalah bahan baku material untuk diproses lebih lanjut pada proses thermoforming. Proses sheet forming juga sering disebut disebut dengan calendering. Ilustrasi skematis dari proses sheet forming dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Skematis proses sheet forming Thermoforming Thermoforming merupakan proses yang sangat umum digunakan untuk menghasilkan produk plastik berbentuk cekung seperti wadah. Contoh produk yang diproses secara thermoforming adalah gelas plastik air mineral dan nampan. Material yang digunakan untuk proses ini haruslah termoplastik yang sudah dibentuk menjadi lembaran melalui proses sheet forming. Lembaran plastik pada awalnya dipanaskan secara kontinyu melalui sebuah pemanas, kemudian dimasukkan ke bagian pencetakan dan dipotong menjadi produk yang diinginkan. Ilustrasi skematis proses tersebut diperlihatkan pada gambar 2.2 9

33 Pada umumnya, pabrik-pabrik yang memproduksi produknya melalui proses thermoforming memanfaatkan sisa plastik yang tidak terpakai pada proses sebelumnya untuk dijadikan bahan baku. Sisa plastik dibentuk kembali menjadi lembaran melalui proses sheet forming. Ketebalan produk pada proses thermoforming bergantung pada ketebalan material awal hasil proses sheet forming, biasanya berkisar antara,5mm hingga 3mm. Contoh produk hasil thermoforming dapat dilihat pada gambar 2.3. Gambar 2.2 Skematis proses thermoforming Gambar 2.3 Produk hasil thermoforming 20

34 2.5.7 Vacuum Forming Vacuum Forming adalah suatu teknik yang digunakan untuk membentuk berbagai plastik. Pada umumnya vacuum forming digunakan untuk membentuk plastik tipis seperti polietilen dan poliester, serta digunakan apabila suatu bentuk tidak biasa seperti piring atau suatu bentuk-bentuk yang menyerupai kotak. Material plastik dimasukkan dalam ruang cetakan di atas cetakan bendanya. Kemudian ruangan cetakan dipanaskan sehingga material plastik menjadi lunak. Pada saat material plastik melunak, cetakan bergerak ke atas sehingga material plastik mengenai cetakan. Kemudian bagian bawah cetakan dihisap dengan udara sehingga material plastik akan membentuk benda sesuai dengan cetakan, bisa dilihat pada gambar 2.4. Gambar 2.4 Skematis proses vacuum forming Rotational Molding Rotational molding (biasa disingkat rotomolding) merupakan suatu proses yang bisa digunakan untuk memproduksi produk plastik berongga. Rotomolding 2

35 merupakan proses yang paling efektif dan efisien dalam pembuatan produk plastik berongga dengan ukuran besar. Dalam proses ini, resin polimer dimasukkan ke dalam cetakan dan dipanaskan dengan cara diputar-putar. Pemutaran yang dilakukan terjadi pada arah vertikal dan horizontal. Pemanasan dan pemutaran yang konstan mampu mendistribusikan material ke bagian-bagian yang sulit dicetak sehingga terjadi pemerataan. Ilustrasi produk rotomolding dapat dilihat pada gambar 2.5. Rotomolding terdiri dari empat tahapan proses, yaitu pemuatan, pemanasan, pendinginan, dan pelepasan. Pada proses pemuatan, polimer resin yang sudah diukur jumlahnya dimasukkan ke dalam cetakan. Beberapa cetakan mungkin dapat dipasang pada satu mesin dalam satu siklus. Tahap kedua dimulai ketika cetakan yang telah penuh ditutup dan dipindahkan ke dalam oven, kemudian keduanya diputar pada sumbu vertikal dan horizontal secara perlahan. Oleh karena ada panas yang masuk ke cetakan dan gerakan berputar, lelehan resin akan melekat ke bagian cetakan dan terjadi pemerataan. Selanjutnya proses pendinginan polimer dilakukan. Selama tahapan ini cetakan akan terus dipertahankan dalam keadaan berputar, sementara udara, semburan air, atau gabungan keduanya secara bertahap akan mendinginkan produk. Tujuan dipertahankannya cetakan agar tetap berputar adalah untuk mempertahankan bentuk produk dengan ketebalan merata. Produk rotational molding biasanya produk berukuran besar yang berongga baik yang berbentuk bulat ataupun menyerupai kubus misalnya tangki air, portal, drum besar, pembatas jalan, ember dan tempat sampah. Produk-produk hasil rotational molding dapat dilihat pada gambar

36 Gambar 2.5 Skematis proses rotational molding Gambar 2.6 Produk hasil proses rotational molding Transfer Molding Transfer molding adalah pembentukan artikel (benda kerja) kedalam sebuah mold yang tertutup dari material termoseting yang disiapkan ke dalam 23

37 reservoir dan memaksanya masuk melalui runner / kanal ke dalam cavity dengan menggunakan panas dan tekanan. Gambar 2.7 Skematis proses transfer molding Dalam transfer molding dibutuhkan toleransi yang kecil pada semua bagian mold, sehingga sangat perlu dalam pembuatan mold berkonsultasi secara baik dengan product designer, mold designer dan molder / operator untuk menentukan toleransi tersebut. Proses transfer molding dapat ditunjukkan pada gambar Konstruksi Mesin Injection Molding Secara umum konstruksi mesin injection molding terdiri dari tiga unit pokok yang penting yaitu injection unit, clamping unit dan mold unit Injection Unit Injection unit merupakan unit yang berfungsi untuk melelehkan plastik dengan suhu yang disesuaikan dengan material plastik hingga mendorong cairan ke dalam cavity dengan waktu, tekanan,temperatur, dan kepekatan tertentu. 24

38 Gambar 2.8 Bagian-bagian mesin injection molding Gambar 2.9 Bagian-bagian injection unit Bagian-bagian injection unit beserta fungsinya :. Cylinder Screw Ram Cylinder screw ram berfungsi untuk mempermudah gerakan screw dengan menggunakan momen inersia sekaligus menjaga putaran screw tetap konstan, sehingga didapatkan tekanan dan kecepatan yang konstan saat dilakukan proses injeksi. 2. Hopper Hopper adalah tempat untuk meletakkan bahan baku (bijih plastik) sebelum masuk ke barrel. 25

39 3. Barrel Barrel adalah tempat screw dan selubung yang menjaga aliran plastik ketika dipanasi oleh heater, pada bagian ini jugaterdapat heater untuk memanaskan plastik. 4. Screw Screw berfungsi untuk mengalirkan plastik dari hopper ke nozzle Clamping Unit Clamping unit berfungsi membuka dan menutup mold dan menjaganya dengan memberikan tekanan penahan (clamping pressure) terhadap mold agar material yang diinjeksikan pada mold tidak meresap keluar pada saat proses berlangsung. Gambar 2.20 menunjukkan skematis proses dari clamping unit. Gambar 2.20 Skematis dan bagian-bagian dari clamping unit 26

40 2.6.3 Mold Unit Mold unit adalah bagian terpenting pada mesin injection molding, yang mempunyai fungsi utama yaitu untuk membentuk benda yang akan dicetak. Bagian-bagian utama dari mold unit dapat dilihat pada gambar 2.2. Gambar 2.2 Bagian utama dari mold unit. Sprue dan Runner System Sprue adalah bagian yang menerima plastik dari nozzle lalu oleh runner akan dimasukkan ke dalam cavity mold. Biasanya berbentuk taper (kerucut) karena dikeluarkan dari sprue bushing. Bentuk kerucut ini dibuat dengan tujuan agar pada saat pembukaan cetakan, sisa material dapat terbawa oleh benda sehingga tidak menghambat proses injeksi berikutnya. Sprue bukan merupakan bagian dari produk molding dan akan dibuang pada finishing produk. 2. Cavity Side/ Mold Cavity Cavity side atau mold cavity yaitu bagian yang membentuk plastik yang dicetak, cavity side terletak pada stationary plate, yaitu plate yang tidak bergerak saat dilakukan ejecting. 27

41 3. Core Side Core side merupakan bagian yang ikut memberikan bentuk plastik yang dicetak. Core side terletak pada moving plate yang dihubungkan dengan ejector sehingga ikut bergerak saat dilakukan ejecting. 4. Ejector System cavity mold. Ejector adalah bagian yang berfungsi untuk melepas produk dari 5. Gate Gate yaitu bagian yang langsung berhubungan dengan benda kerja, sebagai tempat mulainya penyemprotan / injeksi atau masuknya material ke dalam cavity. 6. Insert Insert yaitu bagian lubang tempat masuknya material plastik ke dalam rongga cetakan (cavity). 7. Coolant Channel Coolant channel yaitu bagian yang berfungsi sebagai pendingin cetakan untuk mempercepat proses pengerasan material plastik. 2.7 Cacat Produk Injection Molding Kualitas akhir permukaan dari produk plastik hasil injection molding merupakan kriteria utama dari standar kualitas produk. Namun keadaan ini tidak dapat mutlak dipenuhi sehingga seringkali terjadi gangguan/cacat produk yang dapat merusak penampilan produk. Cacat produk dapat ditimbulkan oleh berbagai faktor, baik yang bersumber pada faktor parameter proses maupun faktor desain. Untuk mengatasi masalah cacat tersebut tentunya harus disesuaikan dengan 28

42 bentuk dan jenis gangguan atau cacat yang timbul serta pengaruhnya terhadap produk. Macam-macam cacat pada proses injection molding ini ialah sink mark, weld line, streaks, jetting, burns, flashes, gloss difference, stress whitening, incompletely filled parts, air trapped, dll. Adapun parameter-parameter yang berpengaruh terhadap proses produksi plastik melalui metode injection molding adalah:. Temperatur leleh (melt temperature) Adalah batas temperatur dimana bahan plastik mulai meleleh jikalau diberikan enegi panas. 2. Batas tekanan (pressure limit) Adalah batas tekanan udara yang perlu diberikan untuk menggerakkan piston guna menekan bahan plastik yang telah dilelehkan. Terlalu rendah tekanan, maka bahan plastik kemungkinan tidak akan keluar atau terinjeksi ke dalam mold. Akan tetapi jika tekanan udara terlalu tinggi dapat mengakibatkan tersemburnya bahan plastik dari dalam mold dan hal ini akan berakibat proses produksi menjadi tidak efisien. 3. Waktu tahan (holding time) Adalah waktu yang diukur dari saat temperatur leleh yang di-set telah tercapai hingga keseluruhan bahan plastik yang ada dalam tabung pemanas benar-benar telah meleleh semuanya. Hal ini dikarenakan sifat rambatan panas yang memerlukan waktu untuk merambat ke seluruh bagian yang ingin dipanaskan. Dikhawatirkan jika waktu tahan ini terlalu cepat maka sebagian bahan plastik dalam tabung pemanas belum meleleh semuanya, sehingga akan mempersulit jalannya aliran bahan plastik dari dalam nozzle. 4. Waktu penekanan (holding pressure) Adalah durasi atau lamanya waktu yang diperlukan untuk memberikan tekanan pada piston yang mendorong plastik yang telah leleh. 29

43 Pengaturan waktu penekanan bertujuan untuk meyakinkan bahwa bahan plastik telah benar-benar mengisi ke seluruh rongga cetak. Oleh karenanya waktu penekanan ini sangat tergantung dengan besar kecilnya dimensi mold. Makin besar ukuran cetakan makin lama waktu penekan yang diperlukan. 6. Temperatur cetakan (mold temperature) Yaitu temperatur pemanasan awal cetakan sebelum dituangi bahan plastik yang meleleh. 7. Kecepatan injeksi (injection rate) Yaitu kecepatan lajunya bahan plastik yang telah meleleh keluar dari nozzle untuk mengisi rongga cetak. Untuk mesin-mesin injeksi tertentu kecepatan ini dapat terukur, tetapi untuk mesin-mesin injeksi sederhana kadang-kadang tidak dilengkapi dengan pengukur kecepatan ini. 8. Ketebalan dinding cetakan (wall thickness) Menyangkut desain secara keseluruhan dari cetakan (mold). Semakin tebal dinding cetakan, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya cacat Cacat penyusutan (shrinkage) Teknologi plastic injection molding sudah demikian maju, berbagai bentuk dapat dibuat dengan baik. Tetapi dibalik itu semua ternyata terdapat masalah yang sangat rumit berkaitan dengan pembuatan mold dan hasil produk yang diinginkan, yaitu masalah shrinkage (penyusutan). Tiap material mempunyai tipe shrinkage yang berbeda, secara umum penyusatan pada proses injeksi plastik dibagi dalam tiga jenis yaitu In mold shrinkage adalah penyusutan yang terjadi selama proses injeksi berlangsung sebelum plastik mengalami solidifikasi, as mold shrinkage adalah penyusutan yang terjadi sesaat setelah plastik dikeluarkan dari cetakan, post shrinkage adalah penyusutan yang terjadi setelah plastik disimpan serta telah 30

44 mengalami physical aging dan rekristalisasi. Dalam proses injektion molding ada empat faktor yang harus diperhatikan, yaitu temperatur mold, temperatur lelehan (melt temperature), tingkatan injeksi dan tekanan pemegang (hold pressure). Gambar 2.22 Faktor yang mempengaruhi cacat penyusutan 2.8 Design of experiment (DOE) Design of experiment adalah suatu rancangan percobaan (dengan tiap langkah tindakan yang betul-betul terdefinisikan) sedemikian sehingga informasi yang berhubungan dengan atau diperlukan untuk persoalan yang sedang diteliti dapat dikumpulkan. Dengan kata lain, desain eksperimen merupakan langkahlangkah lengkap yang perlu diambil lebih jauh sebelum eksperimen dilakukan agar data yang semestinya diperlukan dapat diperoleh sehingga akan membawa kepada analisa objektif dan kesimpulan yang berlaku untuk persoalan yang sedang dibahas. Tujuan dari desain percobaan adalah untuk memperoleh atau mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang diperlukan dan berguna dalam melakukan penelitian suatu persoalan. Desain percobaan terdiri dari beberapa jenis antara lain:. Desain praeksperimental 3

45 Adalah desain percobaan yang tidak mencukupi syarat-syarat dari suatu desain percobaan yang sebenarnya. 2. Desain eksperimental semu Adalah desain percobaan yang belum sepenuhnya mempunyai sifat-sifat suatu percobaan sebenarnya. Desain percobaan ini mempunyai banyak kekurangan baik dalam masalah randomisasi, replikasi ataupun masalah kontrol internal. Karena kekurangan-kekurangan ini penelitian harus mempunyai cukup syarat untuk disebut percobaan yang sebenarnya. 3. Desain percobaan sebenarnya. Adalah desain dimana aturan untuk menempatkan perlakuan pada unit percobaan dibuat sedemikian rupa, sehingga memungkinkan membuat perbandingan antar kelompok dengan validilitas tinggi dan dapat mengontrol sumber-sumber variasi pada percobaan tersebut. Bergantung dari jenis percobaan, apakah percobaan dengan menggunakan faktor tunggal atau percobaan dengan menggunakan faktor ganda. Rancangan percobaan dilakukan dengan menggunakan metode response surface. Metode ini digunakan untuk mengetahui hasil pengujian untuk kombinasi kecepatan dan waktu penekanan terhadap benda uji. Metode response surface ini menggunakan bantuan software Minitab Metode Response Surface Perancangan percobaan statistika merupakan suatu proses perencanaan percobaan untuk memperoleh data yang tepat sehingga dapat dianalisa dengan metode statistik serta kesimpulan yang diperoleh dapat bersifat obyektif dan valid. Salah satu metode perancangan percobaan yang digunakan untuk mengetahui kondisi optimal adalah metode response surface. Metode ini menggabungkan teknik matematika dengan teknik statistika yang digunakan untuk membuat dan menganalisa suatu respon Y yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas atau faktor X guna mengoptimalkan respon tersebut. Hubungan antara respon Y dan variabel bebas dapat dirumuskan sebagai: Y = f (X,X2,X3,...,Xk) + å (2.) 32

46 dimana: Y = variabel respon X = variabel bebas/faktor ( i =,2,3,,k ) å = error Hubungan antara Y dan Xi dapat dicari menggunakan orde pertama dan orde kedua, dimana model orde pertama digunakan untuk mencari daerah optimal dan model orde kedua digunakan untuk mencari titik optimal. Hubungan antara Y dan X untuk model orde pertama dapat ditulis sebagai: Y = b0 + bx + b2x bixi (2.2) Dimana: Y = respon Xi = prediktor bi = koefisien prediktor Tujuan dari pembuatan model orde pertama adalah sebagai pendekatan untuk mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen. Untuk membangun model orde pertamater lebih dahulu dilakukan pengumpulan data desain eksperimen. Adapun langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan model orde pertama antara lain:. Menentukan terlebih dahulu desain percobaan yang akan digunakan untuk kemudian dilakukan percobaan. 2. Model desain percobaan dan hasil percobaan kemudian dihitung dengan melakukan pendekatan matriks agar diperoleh koefisien model pertama. Interval yang terlalu kecil diantara level dapat disimpulkan bahwa faktor yang dipilih tidak penting dan mengabaikannya dalam pertimbangan. Pada estimasi awal dari kondisi optimal sering terjadi tidak menjadi titik optimal yang sebenarnya bahkan jauh dari kenyataannya, untuk itu dilakukan pencarian titik optimal yang mendekati kenyataan dengan suatu metode steepest descent. Gambar 2.22 menunjukkan suatu daerah perkiraan response surface orde pertama yang belum merupakan titik optimal sebenarnya dan akan bergerak menuju titik 33

47 optimal yang sebenarnya dengan mengikuti alur dari steepest descent yang pada akhirnya didapatkan titik optimal yang sebenarnya. Gambar 2.23 ilustrasi perkiraan daerah response orde pertama Sementara, untuk model orde kedua dapat ditulis sebagai berikut: Y = b0x0 + bx + b2x2 + bx² + b22x2² + b2xx2 (2.3) Dimana: Y = respon X = prediktor bi = koefisien prediktor Tujuan dari pembuatan orde kedua adalah untuk menentukan titik yang memberikan respon yang optimum. Alasan pembuatan model orde kedua dibangun karena percobaan pertama yang dilakukan sebelumya bertujuan untuk mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen berikutnya sehingga wilayah optimum yang diperkirakan dan dieksplorasi lebih lanjut dapat diperkirakan dengan model yang lebih kompleks. Adapun langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan model orde kedua antara lain:. Melakukan eksperimen dengan Central Composite Design. 2. Model desain eksperimen dan hasil percobaan kemudian dihitung dengan melakukan pendekatan matriks agar diperoleh koefisien model orde kedua. 34

48 Untuk membangun model orde kedua, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data dengan desain eksperimen. Untuk menentukan koefisien regresi pada model orde kedua tiap variabel xi harus memiliki sekurang-kurangnya 3 level berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa desain faktorial 3ᵏ dapat digunakan dimana 3 level dikodekan sebagai -, 0 dan. Akan tetapi ada kerugian dari penggunaan desain faktorial 3ᵏ yaitu dengan lebih dari 3 x-variabel percobaan akan menjadi besar. Response surface methodology memiliki kegunaan antara lain:. Menunjukan bagaimana variabel respon y dipengaruhi oleh variabel bebas x di wilayah yang secara tertentu diperhatikan. 2. Menentukan pengaruh variabel bebas yang paling tepat dimana akan memberikan hasil yang memenuhi spesifikasi dari respon yang berupa hasil, pengaruh, perbandingan dan sebagainya. 3. Mengeksplorasi ruang dari variabel bebas x untuk mendapatkan hasil maksimum dan menentukan sifat dasar dari nilai maksimum. Untuk melaksanakan response surface methodology ada tahap-tahap perencanaan yang dilakukan dimana definisi perencanaan adalah proses, cara atau kegiatan merencanakan, menyusun dan menguraikan langkah-langkah pelaksanaan suatu penelitian. Adapun tahap-tahap perencanaan untuk memulai pelaksaan response surface methodology (RSM) antara lain:. Menentukan model orde pertama, dimana suatu desain eksperimen dilakukan untuk pengumpulan data dan arah penelitian selanjutnya ditentukan dengan metode stepest descent. 2. Setelah arah penelitian selanjutnya telah diperoleh kemudian ditentukan level faktor untuk pengumpulan data selanjutnya. 3. Menentukan model persamaan orde kedua, penentuan model dilakukan dengan melakukan desain eksperimen dengan level yang telah ditetapkan setelah metode stepest descent dilakukan. 4. Menentukan titik optimum dari faktor-faktor yang diteliti. Salah satu pertimbangan penting yang muncul dalam response surface methodology adalah bagaimana menentukan faktor dan level yang dapat cocok 35

49 dengan model yang akan dikembangkan. Jika faktor dan level yang dipilih dalam suatu eksperimen tidak tepat maka kemungkinan terjadinya ketidakcocokan model akan sangat besar dan jika itu terjadi maka penelitian yang dilakukan bersifat bias Analysis of Variance (ANOVA) Adalah suatu metode analisis statistika yang termasuk ke dalam cabang statistika inferensi. Dalam literatur Indonesia metode ini dikenal dengan berbagai nama lain, seperti analisis ragam, sidik ragam, dan analisis variansi. Analisis varian pertama kali diperkenalkan oleh Sir Ronald Fisher, bapak statistika modern. Dalam praktik, analisis varian dapat merupakan uji hipotesis (lebih sering dipakai) maupun pendugaan, khususnya di bidang genetika terapan). Secara umum, analisis varian menguji dua varian berdasarkan hipotesis nol bahwa kedua varian itu sama. Varian pertama adalah varian antar contoh (among samples) dan varian kedua adalah varian di dalam masing-masing contoh (within samples). Analisis varian relatif mudah dimodifikasi dan dapat dikembangkan untuk berbagai bentuk percobaan yang lebih rumit. Selain itu, analisis ini juga masih memiliki keterkaitan dengan analisis regresi. Akibatnya, penggunaannya sangat luas di berbagai bidang, mulai dari eksperimen laboratorium hingga eksperimen periklanan, psikologi, dan kemasyarakatan. 36

50 BAB III METODE PENELITIAN 3. Diagram Alir Penelitian Mulai Tahap Persiapan Design of experiment (DOE) Preparasi pembuatan spesimen Pengambilan data dan Melakukan Pengujian Pengolahan Data Analisa Kesimpulan Selesai Gambar 3. Diagram alir penelitian 37

51 3.2 Tahap Persiapan Pada saat melakukan penelitian ada beberapa tahap. Tahap yang pertama adalah melakukan persiapan ekseperimen diantaranya adalah studi pustaka dan survey lapangan. Studi pustaka menggunakan literatur dari buku dan jurnal sedangkan survey lapangan dengan mengamati langsung proses pembuatan produk injection molding langsung di pabrik pembuatan produk injection molding. 3.3 Design Of Experiment 3.3. Penentuan Nilai Parameter Proses a. Waktu Penekanan Pada parameter ini level yang digunakan untuk penelitian ini adalah: Level Low :,25s Level Medium :,50s Level High :,75s b. Tekanan Tekanan yang digunakan adalah Tekanan yang relatif tinggi untuk kategori micro molding process. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa level dari tekanann yaitu sebagai berikut: Level Low : 60bar Level Medium : 70bar Level High : 80bar Penetapan Desain Faktorial Desain faktorial (factorial design) yang digunakan dalam penelitian ini adalah suatu desain dengan tiga level dan dua faktor dengan model full factorial, sehingga didapat runs 9. Faktor dalam hal ini adalah suatu variabel pengamatan, jadi pengamatan dengan dua faktor adalah pengamatan dengan menggunakan dua variabel. Kedua faktor inilah yang nantinya akan digunakan sebagai penggambaran dua sumbu dasar plot tiga dimensinya. Tiga level artinya adalah bahwa dalam setiap faktor didesain dalam dua nilai perubahan. Untuk memudahkan, digunakan 38

52 istilah nilai rendah (-), nilai medium (0) dan nilai tinggi (+). Sehingga diperlukan pengkodean dari data skala pengamatan ke data kode nilai rendah, medium dan tinggi. Penetapan desain faktorial dari masing-masing faktor adalah dapat dilihat pada tabel 3.. Tabel 3. Desain faktorial Spesimen Faktor Waktu Tenekanan penekanan Prosedural Preparasi Spesimen Proses preparasi spesimen dilaksanakan di PT. Indragraha Nusa Plasindo di Tangerang. Pada penelitian ini material yang digunakan untuk pembuatan spesimen adalah polimer jenis Polietilen jenis High Density Polyethylene (HDPE). Mesin injection molding yang digunakan adalah Hwa Chin type HC-450 SE. Berikut adalah tahapan pembuatan spesimen.. Sambung semua sumber energi yang dibutuhkan untuk menghidupkan mesin injection molding, kemudian hidupkan mesin dengan menekan tombol power. 2. Pasang mold dan cavity pada mesin. 39

53 3. Nyalakan pemanas mold dan silinder barrel dan periksa temperatur permukaan mold dengan bantuan pirometer. Biasanya proses pemanasan dimulai dengan temperatur cetakan 20 C - 25 C dan temperatur silinder barrel 30 C - 37 C. Selanjutnya adalah pengaturan setiap parameter mesin. Atur temperatur mold pada 5 C dan temperatur silinder pemanas pada 50 C. Temperatur harus relatif dijaga seragam di seluruh permukaan mold. 4. Dengan melihat temperatur silinder barrel dan mold pada pirometer, periksa jalur jalur "in" dan "out dari setiap daerah pemanas untuk mengetahui bahwa kondisi temperatur sudah mendekati suhu yang sudah disetel dan usahakan jalur in dan out tadi temperaturnya seragam, karena dapat menimbulkan penyumbatan aliran dalam water jacket. 5. Atur nilai panjang langkah cetakan dan jarak nozzle terhadap cetakan. 6. Langkah selanjutnya adalah mengatur nilai tekanan dan injection time (waktu penginjeksian). Untuk proses pembuatan spesimen ini, nilai tekanan dan waktu penekanan yang divariasikan adalah sebagai berikut: Tabel 3. Tekanan dan waktu penginjeksian yang divariasikan Spesimen no. Pressure (bars) Injection Time (s) ,25,50,75,75,25,50,50,75,25 40

54 Gambar 3.2 Tampilan monitor saat penyetelan variasi tekanan 7. Setelah langkah penyetelan sudah dilakukan, langkah berikutnya adalah mencampur bijih plastik kedalam tabung pengisi (hooper). Gambar 3.3 Tabung hooper 4

55 8. Selajutnya tekan tombol start pada operation panel untuk memulai langkah proses penginjeksian pertama. 9. Lakukan penginjeksian sesuai dengan nilai variabel yang telah ditentukan. 0. Pada saat melakukan penginjeksian, pantau slalu temperatur cetakan dan silinder serta variabel yang bekerja lainnya pada monitor. Karena apabila ada salah satu variabel yang tidak stabil akan sangat mempengaruhi kondisi akhir spesimen tersebut.. Langkah terakhir adalah pembukaan mold (mold opening) untuk selanjutnya proses ejecting atau melepas spesimen yang sudah mengering dari mold. 2. Produk akhir selesai diproduksi. 3.5 Tahap Pelaksanaan Pengujian dan Pengambilan Data di Lapangan Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai sifat mekanik dari spesimen. Pada setiap pengujian sifat mekanik metode yang digunakan mengacu pada ASTM (American Society for Testing and Materials) Bahan baku spesimen yang digunakan Bahan spesimen yang digunakan pada pengujian ini adalah polimer jenis High Density Polyethylene (HDPE). Spesimen ini diproduksi untuk kebutuhan ice cream pack. Spesimen tersebut dapat dilihat pada gambar

56 Gambar 3.4 Spesimen yang digunakan Dan data sifat mekanik dasar dari bahan baku spesimen Polietilen jenis HDPE yang didapat dari katalog distibutor dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.2 Sifat mekanik dasar polietilen jenis HDPE Sifat Meaknik Nilai Satuan Specific gravity 0,952-0,965 g/cm³ Young's modulus MPa Tensile strength MPa Elongation at break % Flexural strength MPa Bending strength MPa Impact strength J/cm 3.6 Pelaksanaan pengujian 3.6. Uji tarik Uji tarik digunakan untuk mengetahui sifat dan karakeristik yang dimiliki oleh spesimen. Prinsip pengujian tarik ini adalah spesimen ditarik dengan beban 43

57 kontinyu dibarengi dengan mengukur pertambahan panjangnya. Hasil dari pengujian ini adalah didapat nilai tensile properties. Pada pengujian ini dimensi dan bentuk spesimen harus berdasarkan standarisasi metode ASTM D638 type IV. Dimana bentuk dan dimensi spesimen adalah sebagai berikut: Gambar 3.5 Bentuk spesimen pengujian menurut ASTM D638 type IV Tabel 3.3 Dimensi spesimen Pengujian menurut ASTM D638 type IV Type A (mm) l3 50 l l 80 ± 2 b2 20 ± 0,2 b 0 ± 0,2 h 4,0 ± 2 L0 50,0 ± 0,5 L 5,0 ± r Pengujian ini menggunakan mesin Universal Testing Machine merk Shimadzu type UMH kapasitas Ton. 44

58 Gambar 3.6 Universal Testing Machine Uji tekan Pengujian tekan atau compression testing bertujuan untuk mengetahui sifat & respon spesimen terhadap pembebanan tekan, hasil dari pengujian ini hampir sama dengan pengujian tarik. Yang membedakan diantara keduanya adalah pada pengujian tekan dibutuhkan hasil lendutan yang terjadi pada permukaan spesimen.pengukuran lendutan menggunakan dial indikator digital. Pengujian ini menggunakan mesin yang sama dengan pengujian tarik yaitu Universal Testing Machine merk Shimadzu type UMH kapasitas Ton dengan standard test yang mengacu pada ASTM D695. Gambar 3.7 Dial indikator digital 45

59 Gambar 3.8 Sistematika pengujian tekan berdasarkan ASTM D Uji Lentur Pengujian lenturatau flexural testing merupakan suatu pengujian untuk mengetahui sifat lenturterutama keelastisan spesimen. Hasil yang diperoleh pada pengujian ini adalah flexural Strength (S), Flexural Modulus (EB) dan bending strength. Pengujian ini masih menggunakan mesin uji universal testing machine. Pada pengujian lentur dikenal 3 metode pengujian, diantaranya adalah: a. Metode Uji lentur beban satu titik Adalah metode uji lentur yang menggunakan satu titik beban yang berada di tengah bentang. 46

60 Gambar 3.9 Metode uji lentur satu titik b. Metode Uji lentur beban dua titik Adalah metode uji lentur dua titik beban yang diletakan pada jarak ¼ bentang dari tumpuan reaksi. Gambar 3.0 Metode uji lentur beban dua titik c. Metode Uji lentur momen murni Adalah metode uji lentur yang tanpa dipengaruhi oleh gaya geser. Gambar 3. Metode uji lentur momen murni 47

61 Pada pengujian ini digunakan metode uji lentur beban satu titik dengan standard test yang digunakan adalah ASTM D6272. Berikut adalah skema pengujian berdasarkan ASTM D6272. Gambar 3.2 Skematik uji lentur berdasarkan ASTM D6272 Dimana l : Panjang spesimen (mm) h : Tebal spesimen (mm) F : Gaya (N) L : Jarak antar kedua support (mm) R: Sudut permukaan loader (5.0 mm ± 0. mm) R2: Sudut support (2.0 mm ± 0.2 mm) 48

62 BAB IV HASIL DAN ANALISA PENELITIAN 4. Hasil penelitian dan pengujian sifat mekanik spesimen Pada proses persiapan spesimen, terjadi masalah pada variabel spesimen no. dan no.5. Tabel 4. Variabel spesimen yang mengalami kegagalan Specimen no. Pressure (bars) Injection Time (s) 60, , , , , , , , ,25 Masalah yang terjadi adalah cacat pada hasil akhir spesimen. Cacat yang terjadi adalah shrinkage. Menurut (Firdaus dan Soejono Tjitro. 2002) dalam jurnalnya mendefinisikan shrinkage sebagai perbedaan antara dimensi produk cetakan dengan dimensi cetakan diukur pada temperatur kamar. Untuk kecacatan shrinkage yang terjadi pada spesimen no. dan no.5 dapat dilihat pada gambar

63 (a) (b) Gambar 4. (a) spesimen no. dan (b) spesimen no.5 Dari gambar 4. dapat dilihat bahwa untuk variabel spesimen no shrinkage terjadi di sisi atas bagian depan dan belakang. Sedangkan untuk spesimen no.5 shrinkage hanya terjadi pada bagian depan spesimen. Penyusutan material (shrinkage) dinyatakan dalam prosen, sehingga jika dirumuskan: Shrinkage %...[4.] 50

64 dimana : L = besarnya penyusutan L = ukuran sebenarnya Jikalau spesimen yang mengalami shrinkage diaplikasikan pada rumus diatas maka perhitungannya sebagai berikut: - Spesimen no. Shrinkage % 5,95% - Spesimen no.5 Shrinkage % 0,96% Cacat penyusutan yang terjadi pada spesimen no. dan no.5 yang mengenai sebagian permukaan spesimen yang digunakan, mengindikasikan bahwa telah terjadi kegagalan pengeringan pada permukaan spesimen. Dilihat dari segi faktor variabel tekanan dan waktu penekanan, variabel untuk pembuatan spesimen no. dan no.5 terhitung yang terlalu rendah sehingga cairan pengisi tidak bisa mengisi seluruh bagian spesimen. 4.2 Hasil pengujian tarik Standar yang dipakai untuk pengujian tarik ini, ASTM D 638. Besar tensile properties dari masing masing spesimen dapat dilihat dari tabel berikut: 5

65 Tabel 4.2 Nilai tensile properties dari hasil pengujian tarik Test / Specimen No. Tensile Strength, (MPa) Elongation at break, ε % Modulus Young, E (Mpa) 25,03 45,6 726, ,2 47,22 727, 3 25,5 50,2 727, ,48 50,48 727, ,9 43,9 726, ,4 49,98 727,2 7 25,35 49,88 727, ,27 49,78 726, ,3 49,67 726,8 Average 227,94 48, , Min 24,9 43,9 726,68 Max 26,48 50,48 727,49 Pada pengujian yang telah dilakukan diperoleh hasil dimana spesimen no. 4 memiliki rata-rata tensile properties yang tinggi. Sedangkan untuk spesimen no. 5 rata-rata nilai tensile properties yang dimiliki paling rendah diantara spesimen lainnya. Menurut (bondan. 200) kekuatan tarik pada polimer sangat dipengaruhi oleh kerapatan media pengisi terhadap benda jadinya dan juga bisa sangat ditentukan oleh ikatan antara filler atom yang terdapat pada permukaannya. Hal ini yang sangat memungkinkan mempengaruhi hasil akhir dari pengujian tarik ini. Pengujian ini juga diteliti mode perpatahan spesimen, ilustrasi dan kondisi aktual perpatahan yang terjadi pada spesimen dapat ditunjukkan pada gambar berikut. 52

66 Gambar 4.2 Model perpatahan yang terjadi pada spesimen Dari gambar diketahui bahwa mode perpatahan yang terjadi pada setiap spesimen adalah mode perpatahan ulet. Menurut (Soejono.200). Perpatahan ulet memberikan karakteristk berserabut, perpatahan ulet umumnya lebih disukai karena bahan ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan. Pengamatan kedua tampilan perpatahan itu dapat dilakukan baik dengan mata telanjang maupun dengan bantuan stereoscan macroscope. Pengamatan lebih detil dimungkinkan dengan penggunaan SEM (Scanning Electron Microscope). 4.3 Hasil pengujian tekan Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan 3 beban berbeda yaitu 5kg, 0kg, 5kg. Dari pengujian tekan yang telah dilakukan didapat hasil dimana spesimen no.4 memiliki tensile strength dan modulus young terbesar pada setiap beban yang dikenakan. Berikut adalah tabel hasil pengujian tekan berdasarkan beban yg dikenakan. 53

67 Tabel 4.3 Hasil pengujian tekan dengan beban 5kg Test / Specimen No. Tensile Strength, (MPa) Modulus Young, E (Mpa) Deflection (mm) 24,8 724,4 4,7 2 25,2 727, 3,4 3 25,28 726,9 3, ,59 727,27 3,6 5 24,95 725, 3, ,4 726,8 3,4 7 25,35 726,7 3, ,3 726,62 3,6 9 25,2 726,52 3,78 Average 25, ,38 3, Min 24,8 724,4 3,6 Max 25,59 727,27 4,7 Tabel 4.4 Hasil pengujian tekan dengan beban 0kg Test / Specimen No. Tensile Strength, (MPa) Modulus Young, E (Mpa) Deflection (mm) 23,6 723,7 5,4 2 24,28 725,7 4, ,03 725,6 4, ,09 727,03 4,2 5 23,72 726,8 5,2 6 25,8 726,89 4,4 7 25,67 726,7 4, ,55 726,6 4, , 726,29 4,9 Average 24, , , Min 23,6 723,7 4,2 Max 26,09 727,03 5,4 54

68 Tabel 4.5 Hasil pengujian tekan dengan beban 5kg Test / Spesimen No. Tensile Strength, (MPa) Modulus Young, E (Mpa) Deflection (mm) 22,85 723,6 6, ,3 725,9 5, ,8 724,8 5, ,35 727,28 5, ,28 6, ,05 727,05 5, ,95 726,87 5, ,7 726,45 5, ,45 726,6 5,93 Average 24, , , Min 22,85 723,6 5,3 Max 25,35 727,28 6,68 Selain melalui tabel, hasil dari pengujian tekan ini juga dapat diamati dari kondisi fisik setelah dikenakan beban. Pada gambar 4.3 dapat dilihat secara langsung yang memperlihatkan perlakuan berat beban yang berbeda dan pengaruh terhadap kondisi fisiknya. (a) 55

69 (b) (c) (d) Gambar 4.3 Kondisi aktual spesimen setelah pengujian 56

70 Hasil tes aktual dapat disimpulkan bahwa pada saat beban yang dikenakan adalah 5kg setiap spesimen hanya mengalami sedikit lendutan pada sisi luar bagian kanan (gambar 4.3a). Spesimen yang mengalami lendutan paling besar adalah spesimen no.5 yaitu 3,96mm. Untuk pembebanan 0kg rata-rata setiap spesimen masih mengalami lendutan, saat ini lendutan tidak hanya terjadi pada sisi kanan tetapi sisi kiri juga terjadi lendutan (gambar 4.3 b). Untuk spesimen no.5 terjadi crack atau retak sepanjang 2,3cm di bagian permukaan (gambar 4.3 c). Dan yang terakhir untuk pembebanan 5kg setiap spesimen mengalami lendutan yang cukup signifikan, lendutan terbesar terjadi pada spesimen no.. Crack juga muncul pada spesimen no.5, kali ini crack yang muncul lebih besar daripada crack yang terjadi pada pembebanan 0kg. Panjang crack yang terjadi adalah 4,9cm, dan crack juga diikuti munculnya garis putih pekat bekas lekukan akibat penekanan yang dilakukan (gambar 4.3 d). Dari hasil pengamatan secara aktual dapat disimpulkan bahwa lendutan terjadi apabila suatu bahan/material menerima beban tekan dengan besaran tertentu. Dan lendutan yang terjadi pada spesimen berbanding lurus dengan gaya yang diberikan artinya semakin besar gaya yang diberikan maka semakin besar pula lendutan yang terjadi. Dan dari hasil pengamatan, bagian sisi spesimen yang rusak atau mengalami crack disebabkan oleh pada saat pengujian ada ketidak simetrisan peletakan beban terhadap permukaan spesimen satu dengan lainnya. Ketidakseimbangan beban ini yang menyebabkan terjadinya momen pada sisi yang diberi beban dan berakibat terjadinya crack. 4.4 Hasil pengujian lentur Dari hasil pengujian bending terhadap setiap spesimen didapatkan data sebagai berikut: 57

71 Tabel 4.6 Hasil pengujian lentur Test / Specimen No Average Min Max Flexural Strength (S) (MPa) 8,7 8,42 8,82 9,43 8,24 9,34 9,2 9,2 8,93 8, ,7 9,43 Flexural Modulus(EB) (MPa) 5,89 79,43 90,83 278,88 20,02 227,67 97,53 8,73 7,78 88, ,02 278,88 Pada pengujian lentur ini spesimen no.4 masih lebih baik kualitas lenturnya dibanding dengan spesimen lainnya. Pada setiap spesimen deformasi menjadi permanen dan tidak dapat balik, dimana jika beban dilepas spesimen tidak kembali ke bentuk awalnya. Terdapat cacat penyusutan pada spesimen no. dan no.5 yang mengenai sebagian permukaan spesimen yang digunakan adanya cacat ini mengindikasikan bahwa telah terjadi kegagalan pengeringan pada permukaan spesimen yang berarti ikatan antar atom pada material telah mengalami perubahan. Hal ini mengakibatkan adanya perubahan energi ikat antar atom yang tentu saja mempengaruhi flexural strength dari material tersebut. Energi ikat menjadi lebih kecil sehingga modulusnya pun semakin kecil. 58

72 4.5 Pengolahan data hasil setiap pengujian 4.5. Uji tarik dengan ASTM D638 Tensile Strength a. Tabel ANOVA Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua menggunakan data yang telah dikode : Tabel 4.7 ANOVA untuk tensile strength Analysis of Variance for tensile_strength Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 4 0, , , ,9 0,535 Linear 2 0,5053 0, ,252563,5 0,404 Square 0,953 0,9532 0,9532 0,89 0,400 Interaction 0,035 0,0352 0,0352 0,47 0,53 Residual Error 4 0, , ,22053 Pure Error 4 0, , ,22052 Total 8,68600 Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data uji tarik ASTM D638. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji tarik ASTM D638. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari sebesar 0,05. Oleh karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan data pada uji tarik ASTM D638. b. Uji Partial Tabel 4.8 Koefisien regresi untuk tensile strength Estimated Regression Coefficients for tensile_strength Term Coef SE Coef T P Constant 24,900 0, ,047 0,000 waktu 0,538 0,660 0,926 0,407 tekanan 0,988 0,660,97 0,297 59

73 waktu*waktu 0,4687 0,498 0,94 0,400 waktu*tekanan 0,37 0,660 0,685 0,53 S = 0,4696 R-Sq = 47,7% R-Sq(adj) = 0,0% Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari tingkat signifikansi, Hal ini berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari tingkat signifikansi. Sedangkan model orde kedua untuk tensile strength yang dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut: c. Analisa Grafik Gambar 4.4 Contour plot untuk tensile strength vs parameter Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apa bila berada antara level 0 dan -0.5 untuk parameter waktu dan tekanan. Nilai optimum akan berada antara

74 Frequency Residual Percent Residual Gambar 4.5 Surface plot untuk tensile strength vs parameter Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan tekanan yang mengoptimalkan respon berada pada level yang mendekati 0. Residual Plots for Tensile Strength Normal Probability Plot of the Residuals 99 90,0 0,5 Residuals Versus the Fitted Values 50 0, Residual 2-0,5 -,0 23,5 24,0 24,5 25,0 Fitted Value 25,5 3 Histogram of the Residuals,0 Residuals Versus the Order of the Data 2 0,5 0,0-0,5 0 -,0-0,5 0,0 Residual 0,5,0 -, Observation Order 8 9 Gambar 4.6 Residual plots untuk tensile strength Elongation a. Tabel ANOVA 6

75 Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua menggunakan data yang telah dikode : Tabel 4.9 ANOVA untuk elongation Analysis of Variance for Elongation Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 4 30, ,4628 7,657,79 0,294 Linear 2 6,996 6,996 3,0998 0,73 0,538 Square 23, , ,3586 5,48 0,079 Interaction 0,9045 0,9045 0,9045 0,2 0,669 Residual Error 4 7,0363 7,0363 4,259 Pure Error 4 7,0362 7,0362 4,259 Total 8 47,4990 Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data uji tarik ASTM D638. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji tarik ASTM D638. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari tingkat signifikansi (alpha) sebesar 0,05. Oleh karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan data pada uji tarik ASTM D638. b. Uji Partial Tabel 4.0 Koefisien regresi untuk elongation Estimated Regression Coefficients for Elongation Term Coef SE Coef T P Constant 43,900 2,0637 2,277 0,000 waktu -0,8263 0,7296 -,32 0,32 tekanan 0,3038 0,7296 0,46 0,699 waktu*waktu 5,263 2,889 2,342 0,079 waktu*tekanan 0,3362 0,7296 0,46 0,669 S = 2,064 R-Sq = 64,% R-Sq(adj) = 28,3% Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value 62

76 pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar nilai, Hal ini berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari tingkat signifikansi. Sedangkan model orde kedua untuk elongation yang dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut: c. Analisa Grafik Gambar 4.7 Contour plot untuk elongation vs parameter Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apabila berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan. Nilai optimum elongation akan berada pada daerah kurang dari

77 Frequency Standardized Residual Percent Standardized Residual Gambar 4.8 Surface plot untuk elongation vs parameter Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan tekanan yang mengoptimalkan respon berada pada level yang mendekati 0. Residual Plots for Elongation Normal Probability Plot of the Residuals 99 2 Residuals Versus the Fitted Values Standardized Residual Fitted Value 50 4 Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data ,5 -,0-0,5 0,0 0,5,0 Standardized Residual, Observation Order 8 9 Gambar 4.9 Residual plots untuk elongation Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik 64

78 normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0 dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi homogenitas Uji tekan dengan ASTM D695 Tensile Strength 5 kg a. Tabel ANOVA Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua menggunakan data yang telah dikode : Tabel 4. ANOVA untuk tensile strength 5kg Analysis of Variance for tensile strength Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 4 0, , , ,69 0,634 Linear 2 0, , , ,65 0,568 Square 0, , ,083368,26 0,324 Interaction 0,0363 0,0363 0,0363 0,2 0,673 Residual Error 4 0, , , Pure Error 4 0, , , Total 8 0, Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data uji tekan ASTM D695. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji tarik ASTM D695. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Oleh karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan data pada uji tekan ASTM D695. b. Uji Partial 65

79 Tabel 4.2 Koefisien regresi untuk tensile strength 5kg Estimated Regression Coefficients for tensile strength Term Coef SE Coef T P Constant 24,9500 0, ,090 0,000 waktu -0,0063 0, ,069 0,948 tekanan 0,038 0,09086,42 0,37 waktu*waktu 0,3063 0,27257,24 0,324 waktu*tekanan 0,043 0, ,454 0,673 S = 0,2570 R-Sq = 4,0% R-Sq(adj) = 0,0% Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari nilai, Hal ini berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari nilai. Sedangkan model orde kedua untuk tensile strength yang dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut: c. Analisa Grafik Gambar 4.0 Contour plot untuk tensile strength 5kg vs parameter 66

80 Frequency Standardized Residual Percent Standardized Residual Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apabila berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan. Nilai optimum tensile strength akan berada pada daerah Gambar 4. Surface plot untuk tensile strength 5kg vs parameter Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan tekanan yang mengoptimalkan respon berada pada level yang mendekati 0. Residual Plots for tensile strength Normal Probability Plot of the Residuals 99 2 Residuals Versus the Fitted Values Standardized Residual , 25,2 25,3 Fitted Value 25,4 2,0 Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data 2,5,0 0 0,5-0,0 -,5 -,0-0,5 0,0 0,5,0 Standardized Residual, Observation Order 8 9 Gambar 4.2 Residual plots untuk tensile strength 5kg 67

81 Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0 dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi homogenitas. Modulus Young 5 kg a. Tabel ANOVA Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua menggunakan data yang telah dikode : Tabel 4.3 ANOVA untuk modulus young 5kg Analysis of Variance for Modulus Young Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 4 4, ,54764,369,53 0,345 Linear 2,36463, ,6823 0,92 0,469 Square,84640,84640, ,49 0,90 Interaction,3366,3366,3366,80 0,25 Residual Error 4 2, , ,74226 Pure Error 4 2, , ,74226 Total 8 7,5669 Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data uji tekan ASTM D695. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji tarik ASTM D695. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Oleh karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan data pada uji tekan ASTM D

82 b. Uji Partial Tabel 4.4 Koefisien regresi untuk modulus young 5kg Estimated Regression Coefficients for Modulus Young Term Coef SE Coef T P Constant 725,00 0,865 84,626 0,000 waktu -0,46 0,3046-0,480 0,656 tekanan 0,386 0,3046,268 0,274 waktu*waktu,44 0,938,577 0,90 waktu*tekanan 0,409 0,3046,342 0,25 S = 0,865 R-Sq = 60,5% R-Sq(adj) = 2,0% Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari nilai, Hal ini berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari nilai. Sedangkan model orde kedua untuk modulus young 5kg yang dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut: c. Analisa Grafik 69

83 Gambar 4.3 Contour plot untuk modulus young 5kg vs parameter Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apa bila berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan. Nilai optimum modulus young akan berada pada daerah kurang dari 725. Gambar 4.4 Surface plot untuk modulus young 5kg vs parameter Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan tekanan yang mengoptimalkan respon berada pada level yang mendekati 0. 70

84 Frequency Standardized Residual Percent Standardized Residual Residual Plots for Modulus Young Normal Probability Plot of the Residuals 99 2 Residuals Versus the Fitted Values Standardized Residual ,5 726,0 726,5 Fitted Value 727,0 4 Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data Standardized Residual Observation Order 8 9 Gambar 4.5 Residual plots untuk modulus young 5kg Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0 dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki varian yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi homogenitas. Defelection 5 kg a. Tabel ANOVA Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua menggunakan data yang telah dikode : Tabel 4.5 ANOVA untuk deflection 5kg Analysis of Variance for Deflection Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 4 0, , , ,78 0,59 Linear 2 0, , , ,66 0,566 Square 0, , , ,78 0,426 Interaction 0,0450 0,0450 0,0450,03 0,367 Residual Error 4 0, , ,0750 Pure Error 4 0, , ,0750 Total 8 0,

85 Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data uji tekan ASTM D695. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji tarik ASTM D695. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Oleh karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan data pada uji tekan ASTM D695. b. Uji Partial Tabel 4.6 Koefisien regresi untuk deflection 5kg Estimated Regression Coefficients for Deflection Term Coef SE Coef T P Constant 3, ,3273,762 0,000 waktu -0, ,57-0,065 0,95 tekanan -0,3250 0,57 -,45 0,36 waktu*waktu -0, ,3472-0,886 0,426 waktu*tekanan -0,750 0,57 -,05 0,367 S = 0,3273 R-Sq = 43,9% R-Sq(adj) = 0,0% Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hamper semua nilai p_value pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari tingkat signifikansi, Hal ini berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari nilai. Sedangkan model orde kedua untuk deflection 5kg yang dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut: c. Analisa Grafik 72

86 Gambar 4.6 Contour plot untuk deflection 5kg vs parameter Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apa bila berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan. Nilai optimum Deflection akan berada pada daerah Gambar 4.7 Surface plot untuk deflection 5kg vs parameter Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan tekanan yang mengoptimalkan respon yang mendekati level 0. 73

87 Frequency Standardized Residual Percent Standardized Residual Residual Plots for Deflection Normal Probability Plot of the Residuals 99 2 Residuals Versus the Fitted Values Standardized Residual 2-2 3,4 3,6 Fitted Value 3,8 2,0 Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data 2,5,0 0 0,5-0,0 -,5 -,0-0,5 0,0 0,5,0 Standardized Residual, Observation Order 8 9 Gambar 4.8 Residual plots untuk defletion 5kg Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0 dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi homogenitas. Tensile Strength 0 kg a. Tabel ANOVA Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua menggunakan data yang telah dikode: Tabel 4.7 ANOVA untuk tensile strength 0kg Analysis of Variance for Tensile Strength Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 4 2,8539 2,8539 0,7348 0,64 0,664 Linear 2,20633, ,6036 0,54 0,62 Square,49357,49357,49357,33 0,33 Interaction 0,540 0,540 0,540 0,4 0,730 74

88 Residual Error 4 4, ,48845,22 Pure Error 4 4, ,48845,22 Total 8 7,34236 Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data uji tekan ASTM D695. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji tarik ASTM D695. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Oleh karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan data pada uji tekan ASTM D695. b. Uji Partial Tabel 4.8 Koefisien regresi untuk tensile strength 0kg Estimated Regression Coefficients for Tensile Strength Term Coef SE Coef T P Constant 23,7200, ,392 0,000 waktu -0,0737 0,3745-0,97 0,853 tekanan 0,383 0,3745,08 0,366 waktu*waktu,2963,236,54 0,33 waktu*tekanan -0,388 0,3745-0,370 0,730 S =,059 R-Sq = 38,9% R-Sq(adj) = 0,0% Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari tingkat signifikansi, Hal ini berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari nilai. Sedangkan model orde kedua untuk tensile strength 0kg yang dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut: 75

89 c. Analisa Grafik Gambar 4.9 Contour plot untuk tensile strength 0kg vs parameter Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apa bila berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan. Nilai optimum tensile strength akan berada pada daerah Gambar 4.20 Surface plot untuk tensile strength 0kg vs parameter 76

90 Frequency Residual Percent Residual Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan tekanan yang mengoptimalkan respon pada daerah mendekati 0. Residual Plots for Tensile Strength Normal Probability Plot of the Residuals 99 90,0 0,5 Residuals Versus the Fitted Values 50 0, Residual 2-0,5 -,0 23,5 24,0 24,5 25,0 Fitted Value 25,5 3 Histogram of the Residuals,0 Residuals Versus the Order of the Data 2 0,5 0,0-0,5 0 -,0-0,5 0,0 Residual 0,5,0 -, Observation Order 8 9 Gambar 4.2 Residual plots untuk tensile strength 0kg Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0 dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi homogenitas. Modulus Young 0 kg a. Tabel ANOVA Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua menggunakan data yang telah dikode : 77

91 Tabel 4.9 ANOVA untuk modulus young 0kg Analysis of Variance for Modulus Young Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 4 2,0905 2,0905 0, ,34 0,842 Linear 2 2,0243 2,0243,0062 0,65 0,57 Square 0,020 0,020 0,020 0,0 0,934 Interaction 0,0666 0,0666 0,0666 0,04 0,846 Residual Error 4 6,2555 6,2555,55389 Pure Error 4 6,2555 6,2555,55389 Total 8 8,30660 Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data uji tekan ASTM D695. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji tarik ASTM D695. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Oleh karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan data pada uji tekan ASTM D695. b. Uji Partial Tabel 4.20 Koefisien regresi untuk modulus young 0kg Estimated Regression Coefficients for Modulus Young Term Coef SE Coef T P Constant 726,80, ,552 0,000 waktu -0,234 0,4407-0,530 0,624 tekanan 0,444 0,4407,007 0,37 waktu*waktu -0,6,3222-0,088 0,934 waktu*tekanan 0,09 0,4407 0,207 0,846 S =,247 R-Sq = 25,2% R-Sq(adj) = 0,0% Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari nilai, Hal ini berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon 78

92 adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari nilai. Sedangkan model orde kedua untuk modulus young 0kg yang dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut: c. Analisa Grafik Gambar 4.22 Contour plot untuk modulus young 0kg vs parameter Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apa bila berada pada level 0 dan -0.5 untuk parameter waktu dan level 0 dan -0.5 untuk parameter tekanan. Nilai optimum modulus young akan berada pada daerah 726. Gambar 4.23 Surface plot untuk modulus young 0kg vs parameter 79

93 Frequency Residual Percent Residual Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan tekanan yang mengoptimalkan respon pada daerah mendekati 0. Residual Plots for Modulus Young 99 Normal Probability Plot of the Residuals 2 Residuals Versus the Fitted Values Residual ,2 725,6 726,0 Fitted Value 726,4 726,8 3 Histogram of the Residuals 2 Residuals Versus the Order of the Data ,5 -,0-0,5 0,0 0,5 Residual,0, Observation Order 8 9 Gambar 4.24 Residual plots untuk modulus young 0kg Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0 dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi homogenitas. Deflection 0 kg a. Tabel ANOVA Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua menggunakan data yang telah dikode: 80

94 Tabel 4.2 ANOVA untuk deflection 0kg Analysis of Variance for Deflection Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 4 0,6478 0, ,695,07 0,474 Linear 2 0,2403 0, , ,79 0,53 Square 0, , ,290068,92 0,238 Interaction 0,76 0,763 0,763 0,78 0,428 Residual Error 4 0,6055 0, ,5287 Pure Error 4 0,6055 0, ,5287 Total 8,25296 Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data uji tekan ASTM D695. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji tarik ASTM D695. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Oleh karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan data pada uji tekan ASTM D695. b. Uji Partial Tabel 4.22 Koefisien regresi untuk deflection 0kg Estimated Regression Coefficients for Deflection Term Coef SE Coef T P Constant 5,2000 0,3890 3,395 0,000 waktu -0, ,375-0,9 0,858 tekanan -0,725 0,375 -,245 0,28 waktu*waktu -0,5725 0,426 -,385 0,238 waktu*tekanan -0,225 0,375-0,882 0,428 S = 0,3890 R-Sq = 5,7% R-Sq(adj) = 3,4% Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari nilai, Hal ini berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon 8

95 adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari nilai. Sedangkan model orde kedua untuk deflection 0kg yang dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut: c. Analisa Grafik Gambar 4.25 Contour plot untuk deflection 0kg vs parameter Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apa bila berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan. Nilai optimum deflection akan berada pada daerah

96 Frequency Residual Percent Residual Gambar 4.26 Surface plot untuk deflection 0kg vs parameter Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan tekanan yang mengoptimalkan respon pada daerah mendekati 0. Residual Plots for Deflection Normal Probability Plot of the Residuals 99 0,50 Residuals Versus the Fitted Values 90 0, ,00 0-0,25-0,50-0,25 0,00 Residual 0,25 0,50-0,50 4,4 4,6 4,8 Fitted Value 5,0 5,2 3 Histogram of the Residuals 0,50 Residuals Versus the Order of the Data 2 0,25 0,00-0,25 0-0,6-0,4-0,2 0,0 0,2 Residual 0,4 0,6-0, Observation Order 8 9 Gambar 4.27 Residual plots untuk deflection 0kg Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan 83

97 demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik normal probability plot di atas juga menynjukkan data menyebar disekitar garis 0 dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi homogenitas. Tensile Strength 5 kg a. Tabel ANOVA Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua menggunakan data yang telah dikode: Tabel 4.23 ANOVA untuk tensile strength 5kg Analysis of Variance for Tensile Strength Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 4,46966, , ,45 0,770 Linear 2 0, , , ,47 0,656 Square 0, , , ,40 0,562 Interaction 0, , , ,46 0,533 Residual Error 4 3, , ,84625 Pure Error 4 3, , ,84625 Total 8 4,7286 Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data uji tekan ASTM D695. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji tarik ASTM D695. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Oleh karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan data pada uji tekan ASTM D695. b. Uji Partial 84

98 waktu Tabel 4.24 Koefisien regresi untuk tensile strength 5kg Estimated Regression Coefficients for Tensile Strength Term Coef SE Coef T P Constant 24,0000 0, ,59 0,000 waktu -0,250 0,39-0,674 0,537 tekanan 0,2225 0,39 0,697 0,524 waktu*waktu 0,6050 0,9573 0,632 0,562 waktu*tekanan 0,275 0,39 0,682 0,533 S = 0,9026 R-Sq = 3,% R-Sq(adj) = 0,0% Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari tingkat signifikansi, Hal ini berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari nilai. Sedangkan model orde kedua untuk tensile strength 5kg yang dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut: c. Analisa Grafik Contour Plot of Tensile Strength vs waktu; tekanan,0 0,5 0,0 Tensile Strength < 23,8 23,8-24,0 24,0-24,2 24,2-24,4 24,4-24,6 24,6-24,8 > 24,8-0,5 -,0 -,0-0,5 0,0 tekanan 0,5,0 Gambar 4.28 Contour plot untuk tensile strength 5kg vs parameter 85

99 Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apabila berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanana. Nilai optimum tensile strength akan berada pada daerah Surface Plot of Tensile Strength vs tekanan; waktu 24,8 Tensile Strength 24,4 24,0-0 0 waktu tekanan - Gambar 4.29 Surface plot untuk tensile strength 5kg vs parameter Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan tekanan yang mengoptimalkan respon pada daerah mendekati 0. Residual Plots for Tensile Strength Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values 99,0 Residual Percent ,0-0,5 -,0-0 Residual 24,0 Histogram of the Residuals,0,5 0,5,0 0,5 0,0 24,2 24,4 24,6 Fitted Value 24,8 Residuals Versus the Order of the Data 2,0 Residual Frequency 0,5 0,0-0,5 -,0 -,0-0,5 0,0 Residual 0,5, Observation Order Gambar 4.30 Residual plots untuk tensile strength 5kg

100 Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0 dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi homogenitas. Modulus Young 5 kg a. Tabel ANOVA Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua menggunakan data yang telah dikode : Tabel 4.25 ANOVA untuk modulus young 5kg Analysis of Variance for Modulus Young Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 4 3,080 3, , ,39 0,809 Linear 2 3,043 3,0433,5076 0,76 0,525 Square 0,0630 0,0630 0,0630 0,03 0,867 Interaction 0,0036 0,0036 0,0036 0,00 0,968 Residual Error 4 7,964 7,9645,979 Pure Error 4 7,964 7,9645,979 Total 8 0,9974 Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data uji tekan ASTM D695. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji tarik ASTM D695. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 5%. Oleh karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan data pada uji tekan ASTM D

101 b. Uji Partial Tabel 4.26 Koefisien regresi untuk modulus young 5kg Estimated Regression Coefficients for Modulus Young Term Coef SE Coef T P Constant 726,280, ,260 0,000 waktu -0,056 0,4974-0,3 0,95 tekanan 0,6 0,4974,229 0,286 waktu*waktu -0,266,492-0,78 0,867 waktu*tekanan 0,02 0,4974 0,043 0,968 S =,407 R-Sq = 28,0% R-Sq(adj) = 0,0% Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari nilai, Hal ini berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari nilai. Sedangkan model orde kedua untuk modulus young 5kg yang dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut: c. Analisa Grafik 88

102 Contour Plot of Modulus Young vs waktu; tekanan,0 Modulus Young < 725,50 725,75 726,00 726,25 726,50 726,75 725,50 725,75 726,00 726,25 726,50 0,5 waktu > 726,75 0,0-0,5 -,0 -,0-0,5 0,0 tekanan 0,5,0 Gambar 4.3 Contour plot untuk modulus young 5kg vs parameter Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apabila berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan. Nilai optimum modulus young akan berada pada daerah Surface Plot of Modulus Young vs tekanan; waktu 727,0 726,5 Modulus Young 726,0 725,5-0 0 waktu tekanan - Gambar 4.32 Surface plot untuk modulus young 5kg vs parameter Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan tekanan yang mengoptimalkan respon pada daerah mendekati 0. 89

103 Frequency Residual Percent Residual Residual Plots for Modulus Young 99 Normal Probability Plot of the Residuals 2 Residuals Versus the Fitted Values Residual ,2 725,6 726,0 Fitted Value 726,4 726,8 3 Histogram of the Residuals 2 Residuals Versus the Order of the Data ,5 -,0-0,5 0,0 0,5 Residual,0, Observation Order 8 9 Gambar 4.33 Residual plots untuk modulus young 5kg Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0 dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi homogenitas. Deflection 5 kg a. Tabel ANOVA Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua menggunakan data yang telah dikode : Tabel 4.27 ANOVA untuk deflection 5kg Analysis of Variance for Deflection Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 4 0,8507 0, , ,99 0,504 Linear 2 0,3593 0, , ,73 0,535 Square 0, , ,385735,79 0,25 Interaction 0,485 0,4852 0,4852 0,69 0,453 90

104 Residual Error 4 0, , ,24962 Pure Error 4 0, , ,24962 Total 8,7002 Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data uji tekan ASTM D695. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji tarik ASTM D695.Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Oleh karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan data pada uji tekan ASTM D695. b. Uji Partial Tabel 4.28 Koefisien regresi untuk deflection 5kg Estimated Regression Coefficients for Deflection Term Coef SE Coef T P Constant 6, ,4636 3,78 0,000 waktu 0,0325 0,639 0,9 0,858 tekanan -0,9625 0,639 -,97 0,297 waktu*waktu -0, ,498 -,340 0,25 waktu*tekanan -0,3625 0,639-0,83 0,453 S = 0,4636 R-Sq = 49,7% R-Sq(adj) = 0,0% Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari nilai, Hal ini berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari nilai. Sedangkan model orde kedua untuk deflection 5kg yang dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut: 9

105 c. Analisa Grafik Contour Plot of Deflection vs waktu; tekanan,0 Deflection < 5,50 5,50-5,75 5,75-6,00 6,00-6,25 6,25-6,50 > 6,50 waktu 0,5 0,0-0,5 -,0 -,0-0,5 0,0 tekanan 0,5,0 Gambar 4.34 Contour plot untuk deflection 5kg vs parameter Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apabila berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan. Nilai optimum deflection akan berada pada daerah Surface Plot of Deflection vs tekanan; waktu 6,5 Deflection 6,0 5,5-0 0 waktu tekanan - Gambar 4.35 Surface plot untuk deflection 5kg vs parameter 92

106 Frequency Residual Percent Residual Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan kecepatan yang mengoptimalkan respon pada daerah mendekati 0. Residual Plots for Deflection Normal Probability Plot of the Residuals ,8-0,4 0,0 0,4 0,8 Residual 0,50 0,25 0,00-0,25-0,50 Residuals Versus the Fitted Values 5,50 5,75 6,00 6,25 6,50 Fitted Value Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data 4,8 0,50 3,6 0,25 2,4,2 0,0-0,50-0,25 0,00 Residual 0,25 0,50 0,00-0,25-0, Observation Order 8 9 Gambar 4.36 Residual plots untuk deflection 5kg Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0 dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi homogenitas Uji Lentur dengan ASTM D6272 Flextural Strength a. Tabel ANOVA Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua menggunakan data yang telah dikode : 93

107 Tabel 4.29 ANOVA untuk flexural strength Analysis of Variance for Flexural Strength Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 4 0,6000 0,6000 0, ,50 0,037 Linear 2 0,7060 0,7060 0, ,28 0,076 Square 0, , ,423200,4 0,030 Interaction 0, , , ,02 0,038 Residual Error 4,20460, ,3050 Pure Error 4,20460, ,3050 Total 8,80560 Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data uji lentur ASTM D6272. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk linear, kuadratik, interaksi dan serentak sesuai atau signifikan pada data uji lentur ASTM D6272. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masing-masing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan model tersebut sesuai untuk menggambarkan data pada uji lentur ASTM D6272. b. Uji Partial Tabel 4.30 Koefisien regresi untuk flexural strength Estimated Regression Coefficients for Flexural Strength Term Coef SE Coef T P Constant 8, ,5488 5,05 0,000 waktu -0, ,940-0,464 0,036 tekanan 0,500 0,940 0,593 0,048 waktu*waktu 0, ,582,85 0,030 waktu*tekanan -0, ,940-0,55 0,038 S = 0,5488 R-Sq = 95,3% R-Sq(adj) = 0,0% Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih kecil dari tingkat, Hal ini 94

108 waktu berarti bahwa masing-masing parameter signifikan berpengaruh pada variabel proses. Dari tabel pendugaan model orde kedua untuk flexural strength terhadap variabel proses dapat diketahui bahwa besarnya variasi respon yang dapat dijelaskan oleh pendugaan model ini mencapai 95.6% lebih besar dari taraf signifikansi 95% dan dapat dinyatakan bahwa model orde dua tersebut telah sesuai. Sedangkan model orde kedua untuk flexural strength yang dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut: c. Analisa Grafik Contour Plot of Flexural Strength vs waktu; tekanan,0 0,5 Flexural Strength < 8,2 8,2-8,4 8,4-8,6 8,6-8,8 8,8-9,0 > 9,0 0,0-0,5 -,0 -,0-0,5 0,0 tekanan 0,5,0 Gambar 4.37 Contour plot untuk flexural strength vs parameter Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apa bila berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan. Nilai optimum flextural strength akan berada pada daerah

109 Surface Plot of Flexural Strength vs tekanan; waktu 9,2 Flexural Strength 8,8 8,4 8,0-0 0 waktu tekanan - Gambar 4.38 Surface plot untuk flexural strength vs parameter Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan tekanan yang mengoptimalkan respon pada daerah mendekati 0. Residual Plots for Flexural Strength Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values 99 0,50 Residual Percent ,00-0,25-0,50 -,0-0,5 0,0 Residual 0,5,0 8,4 Histogram of the Residuals 0,50 3,6 0,25 2,4 8,7 Fitted Value 9,0 9,3 Residuals Versus the Order of the Data 4,8 Residual Frequency 0,25,2 0,00-0,25-0,50 0,0-0,50-0,25 0,00 Residual 0,25 0, Observation Order 8 9 Gambar 4.39 Residual plots untuk flexural strength Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0 96

110 dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi homogenitas. Flextural Modulus a. Tabel ANOVA Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua menggunakan data yang telah dikode: Tabel 4.3 ANOVA untuk flexural modulus Analysis of Variance for Flexural Modulus Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 4 803,4 803, ,84,00 0,050 Linear ,6 2289,65 44,82 0,56 0,046 Square 533,7 533,66 533,66 2,63 0,08 Interaction 482, 482,05 482,05 0,24 0,042 Residual Error 4 822,7 822, ,68 Pure Error 4 822,7 822, ,68 Total , Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data Uji lentur ASTM D6272. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk linear, kuadratik, interaksi dan serentak sesuai atau signifikan pada data uji lentur ASTM D6272. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masing-masing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan model tersebut sesuai untuk menggambarkan data pada uji lentur ASTM D6272. b. Uji Partial 97

111 Tabel 4.32 Koefisien regresi untuk flexural modulus Estimated Regression Coefficients for Flexural Modulus Term Coef SE Coef T P Constant 20,02 45,06 24,854 0,000 waktu 2,00 5,93 0,753 0,049 tekanan,93 5,93 0,748 0,049 waktu*waktu 77,45 47,80,620 0,08 waktu*tekanan 7,76 5,93 0,487 0,045 S = 45,06 R-Sq = 96,9% R-Sq(adj) = 0,0% Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih kecil dari tingkat (0,05), Hal ini berarti bahwa masing-masing parameter signifikan berpengaruh pada variabel proses. Dari tabel pendugaan model orde kedua untuk flexural modulus terhadap variabel proses dapat diketahui bahwa besarnya variasi respon yang dapat dijelaskan oleh pendugaan model ini mencapai 96,9% lebih besar dari taraf signifikansi 95% dan dapat dinyatakan bahwa model orde dua tersebut telah sesuai. Sedangkan model orde kedua untuk flexural modulus yang dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut: c. Analisa Grafik 98

112 Contour Plot of Flexural Modulus vs waktu; tekanan,0 Flexural Modulus < > 220 waktu 0,5 0,0-0,5 -,0 -,0-0,5 0,0 tekanan 0,5,0 Gambar 4.40 Contour plot untuk flexural modulus vs parameter Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apa bila berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan. Nilai optimum flextural modulus akan berada pada daerah kurang dari 20. Surface Plot of Flexural Modulus vs tekanan; waktu 200 Flexural Modulus waktu tekanan - Gambar 4.4 Surface plot untuk flexural modulus vs parameter Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan kecepatan yang mengoptimalkan respon pada daerah mendekati 0. 99

113 Frequency Residual Percent Residual Residual Plots for Flexural Modulus Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values Residual Fitted Value ,8 3,6 2,4,2 Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data , Residual Observation Order 8 9 Gambar 4.42 Residual plots untuk flexural modulus Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0 dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi homogenitas Analisa shrinkage Analisa ini bertujuan untuk mengetahui hubungan parameter waktu dan kecepatan penekanan terhadap shrinkage. Berikut adalah variabel parameter yang mengalami shrinkage serta presentase besarnya Tabel 4.33 Parameter yang mengalami shrinkage Spesimen Tekanan (bar) Waktu Shringkage no. penekanan (s) (%) 60,25 5,95% 5 70,25 0,96% 00

114 Pengujian dilakukan dengan pendugaan model yang mana dengan menggunakan bentuk orde kedua. Analisa hasil pendugaan orde kedua dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.34 ANOVA untuk shrinkage Analysis of Variance for shrinkage Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 5 0, , , ,82 0,089 Linear 2 0, , , ,05 0,049 Square 2 0, , , ,4 0,028 Interaction 0, , , ,9 0,042 Residual Error 3 0,02 0,02 0, Pure Error 4 0, , ,00306 Lack-of-fit 3,6572 2,6572 0,088579,45 0,044 Total , Tabel 4.35 Koefisien regresi untuk shrinkage Estimated Regression Coefficients for shrinkage Term Coef SE Coef T P Constant 6,02 0, ,854 0,000 waktu 0,0358 0,593 0,753 0,03 tekanan 0,7348 0,032 0,748 0,059 waktu*waktu 0,8436 0,0478,620 0,08 waktu*tekanan 0,8745,593 0,487 0,045 S = 45,06 R-Sq = 97,% R-Sq(adj) = 0,0% Dari Tabel ANOVA dapat disimpulkan bahwa kedua parameter proses yakni waktu dan kecepatan penekanan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya shrinkage. Dari untuk pengujian lack of fit nilai p_value yang dihasilkan adalah 0,044 lebih kecil nilai p-value (0,05) yang berarti model orde kedua telah sesuai. Selain itu juga didapat nilai R untuk shrinkage adalah 97,%, menunjukkan bahwa 97,% variasi dari respon tersebut dapat dijelaskan oleh model regresi yang dihasilkan. Sedangkan model orde kedua untuk shrinkage yang dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut: 0

115 4.7 Optimasi Setting Parameter Untuk mencari kombinasi seting parameter proses yang dapat menghasilkan respon yang optimal, maka digunakan metode response surface dengan pendekatan fungsi desirability. Pendekatan fungsi desirability ini digunakan untuk mencari nilai kombinasi seting parameter tekanan dan waktu penekanan agar dihasilkan respon yang memiliki presentase shrinkage terkecil. Berikut adalah hasil pengolahan data dengan menggunakan fitur response surface optimizer. Gambar 4.43 Grafik respon optimal Optimasi hasil pengolahan data respon menghasilkan output kombinasi parameter optimum sebagai berikut: Waktu Penekanan :,6898 (s) Tekanan : 78,2290 (bar) Prediksi Shrinkage : 0,20 (%) 02

116 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diperoleh beberapa hasil yang merupakan jawaban dari tujuan penelitian ini. 5. Kesimpulan. Parameter tekanan dan waktu penekanan hanya memberi pengaruh terhadap sifat mekanik flexural strength dan flexural modulus spesimen. Hal ini diketahui dengan menggunakan response surface methodology output yang dihasilkan menunjukan nilai signifikansi > 95% yaitu 95,3% dan 96,9%, 2. Seting variabel yang biasa dipakai untuk proses produksi ice cream cup (spesimen no.2) ternyata dari sisi nilai properties bukan merupakan seting variabel terbaik dikarenakan dari hasil pengujian-pengujian yang dilakukan, spesimen no.2 belum mendapat nilai properties yang terbaik. Dan untuk seting variabel yang terbaik adalah pada spesimen no.4, itu dikarenakan spesimen ini selalu menunjukan hasil terbaik setiap pengujian. 3. Cacat shrinkage yang terjadi adalah jenis post shrinkage hal ini dikarenakan penyusutan terjadi setelah plastik disimpan dan mengalami physical aging dan rekristalisasi. Presentase shrinkage yang terjadi adalah sebagai berikut: Tabel 5. Parameter yang mengalami shrinkage Spesimen Tekanan (bar) Waktu Shringkage no. penekanan (s) (%) 60,25 5,95% 5 70,25 0,96% Dari data output analisis shrinkage dengan menggunakan RSM didapat kesimpulan bahwa bahwa kedua parameter proses yakni tekanan dan waktu penekanan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya shrinkage. 03

117 5.2. Saran. Untuk setiap pengujian atau penelitian yang menggunakan Response Surface Methodology, kombinasi seting parameter yang digunakan harus diperhatikan ini dikarenakan kombinasi seting parameter sangat berpengaruh terhadap output nilai signifikansi. 2. Untuk membuktikan nilai properties optimal, alangkah baiknya juga menggunakan pengujian Scanning Electron Microscope untuk mengetahui bentuk struktur atom dari spesimen. 3. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya menggunakan material plastik yang berbeda, sehingga dapat diketahui perbedaan hasil sifat mekanik yang akhirnya dapat disimpulkan bahan plastik yang paling baik untuk produk ice cream cup. 04

118 DAFTAR PUSTAKA. Roger Brown, Hanbook of Polymer Testing, Rapra technology, Shawburry UK, Bondan T. Sofyan, Pengantar Material Teknik, Penerbit Salemba Teknika, Jakarta, Donald E. Hudgin, Manas Chanda dan Salil K. Roy, Plastic Technology Handbook, CRC Press, New York, Tim A. Osswald dan Juan P. Hernández-Ortiz, Polymer Processing - Modeling and Simulation, Hanser Publisher, Munich, George E. P. Box dan Norman R. Draper, Response Surfaces, Mixtures, and Ridge Analyses. Wiley, Wiconsin, Firdaus dan Soehono Tjitro, Studi Eksperimental Pengaruh Paramater Proses Pencetakan Bahan Plastik Terhadap Cacat Penyusutan (Shrinkage) Pada Benda Cetak Pneumatics Holder, Jurnal Teknik Mesin Vol.4 No.2. Surabaya, Toto Rusianto, Ellyawan, S.A. dan Arif Rahmanto, Shrinkage pada Plastik Bushing dengan Variabel Temperatur Injeksi Plastik, Jurnal Kompetensi Teknik, Yogyakarta, 200.

119 LAMPIRAN

120 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Data Pribadi Nama : Sendi Dwi Oktaviandi Alamat : Komp. Kota Harapan Indah jl. Nusa Indah XI blok MK no. 4 Kec. Medan Satria Kota Bekasi, Jawa Barat Kode Post : 73 Jenis Kelamin : Laki-laki Tanggal Kelahiran : 04 Oktober 989 Status : Belum menikah Warga Negara : Indonesia Agama : Islam Nomor Telepon : sendidwioktaviandi@gmail.com Riwayat Pendidikan Periode Sekolah / Institusi / Universitas Jurusan Jenjang SDN Pejuang VII Kota Bekasi SMPN 9 Kota Bekasi SMKN Kota Bekasi Mekanik Otomotif Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Teknik Mesin S

121 . Pendahuluan. Injection molding adalah salah satu operasi yang paling umum dan serba guna untuk produksi massal pada komponen plastik yang komplek dengan toleransi dimensional yang sempurna. Hal ini dikarenakan pada proses ini hanya memerlukan operasi minimal tanpa finishing. Injection molding merupakan suatu daur proses pembentukan plastik kedalam bentuk yang diinginkan dengan cara menekan plastik cair kedalam sebuah ruang (cavity). Pada proses injection molding, dengan pengaturan parameter penekanan yang tepat dapat meningkatkan kualitas produk dan menghemat biaya produksi. Hal ini dikarenakan parameter proses penekanan (tekanan dan waktu penekanan) yang pada umumnya dilakukan oleh sistem hidrolik merupakan salah satu parameter penting yang harus diperhatikan untuk keberhasilan proses produksi melalui injection molding. rumusan permasalahannya adalah membuktikan dan mengidentifikasi bahwa kualitas produk akhir dan sifat mekanik dari produk injection molding berbahan polietilen sangat terpengaruh oleh setting tekanan dan waktu penekanannya. Maksud dan tujuan penelitian ini adalah: Mengidentifikasi pengaruh tekanan dan waktu penekanan terhadap sifat mekanik dari setiap spesimen. Menyelidiki dan meneliti kemungkinan cacat yang terjadi akibat variasi tekanan dan waktu penekanan terhadap spesimen. Meneliti apakah setting variabel yang biasa dipakai adalah setting variabel terbaik. Meneliti bagaimana model hubungan parameter injection molding terhadap variable respon dengan menggunakan metode response surface. 2. Landasan Teori Polimer adalah material yang terdiri dari atas banyak molekul kecil (yang disebut mer), yang dapat disambung satu sama lainnya untuk membentuk rantai yang panjang. Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik serta memiliki kelebihan diantaranya adalah praktis, ringan, harganya murah dan dapat diwarnai sehingga tampak menarik. Sifat mekanik bahan polimer mencerminkan hubungan antara beban atau gaya yang diberikan terhadap respons atau deformasinya. Injection molding pada polimer merupakan salah satu teknik pembentukan polimer yang paling banyak digunakan. Contoh produk yang dihasilkan melalui proses injection molding diantaranya printer, keyboard, casing handphone, packaging makanan dan minuman, pesawat telepon, dashboard mobil, body motor, helm, peralatan rumah tangga dan lain-lain.

122 Kualitas akhir permukaan dari produk plastik hasil injection molding merupakan kriteria utama dari standar kualitas produk. Cacat produk dapat ditimbulkan oleh berbagai faktor, baik yang bersumber pada faktor parameter proses maupun faktor desain. Macam-macam cacat pada proses injection molding ini ialah sink mark, weld line, streaks, jetting, burns, flashes, gloss difference, stress whitening, incompletely filled parts, air trapped, dll. masalah yang sangat rumit berkaitan dengan pembuatan mold dan hasil produk yang diinginkan, yaitu masalah shrinkage (penyusutan). Dalam proses injection molding ada empat faktor yang harus diperhatikan untuk menghindari shrinkage, yaitu temperatur mold, temperatur lelehan (melt temperature), tingkatan injeksi dan tekanan pemegang (hold pressure). 3. Metode Penelitian Pada parameter ini level yang digunakan untuk penelitian ini adalah: Level Low :,25s Level Medium :,50s Level High :,75s Tekanan Tekanan yang digunakan adalah tekanan yang relatif tinggi untuk kategori micro molding process. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa level dari tekanan yaitu sebagai berikut: Level Low : 60bar Level Medium : 70bar Level High : 80bar Spesimen Tabel 3. Desain faktorial Faktor Waktu Tekanan penekanan Tabel 3.2 Parameter yang divariasikan Gambar 3. Diagram alir penelitian Penentuan Nilai Parameter Proses Waktu Penekanan Spesimen no Pressure (bars) Injection Time (s),25,50,75,75,25,50,50,75,25

123 Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk linear, kuadratik, interaksi dan serentak sesuai atau signifikan pada data uji lentur ASTM D6272. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masing-masing bentuk model regresi Gambar 3.2 Spesimen yang digunakan Pengujian sifat mekanik yang dilakukan adalah: Uji Tarik (ASTM D638 type IV) Uji Tekan (ASTM D695) Uji Lentur (ASTM D Hasil dan Analisa Penelitian Shrinkage % Spesimen no. Shrinkage % Spesimen no.5 Shrinkage % 5,95% 0,96% Uji Lentur dengan ASTM D6272 Flextural Strength Tabel ANOVA Tabel 4. ANOVA untuk flexural strength Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data Uji lentur ASTM D ,05. Dengan demikian dapat disimpulkan model tersebut sesuai untuk menggambarkan data pada uji lentur ASTM D6272. Tabel 4.2 Koefisien regresi untuk flexural strength Estimated Regression Coefficients for Flexural Strength Term Coef SE Coef T P Constant 8, ,5488 5,05 0,000 waktu -0, ,940-0,464 0,036 tekanan 0,500 0,940 0,593 0,048 waktu*waktu 0, ,582,85 0,030 waktu*tekanan -0, ,940-0,55 0,038 S = 0,5488 R-Sq = 95,3% R-Sq(adj) = 0,0% Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih kecil dari tingkat, Hal ini berarti bahwa masing-masing parameter signifikan berpengaruh pada variabel proses. Dari tabel pendugaan model orde kedua untuk flexural strength terhadap variabel proses dapat diketahui bahwa besarnya variasi respon yang dapat dijelaskan oleh pendugaan model ini mencapai 95.6% lebih besar dari taraf signifikansi 95% dan dapat dinyatakan bahwa model orde dua tersebut telah sesuai. Sedangkan model orde kedua untuk flexural strength yang dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut:

124 Residual Plots for Flexural Strength Normal Probability Plot of the Residuals Contour Plot of Flexural Strength vs waktu; tekanan 0,5 > waktu Residuals Versus the Fitted Values 0,50 90 Residual Flexural Strength < 8,2 8,2-8,4 8,4-8,6 8,6-8,8 8,8-9,0 Percent, ,0-0,5 0,0 Residual 0,5,0 8,4 Histogram of the Residuals 9,0 9,3 0,50 3,6 Residual Frequency 8,7 Fitted Value Residuals Versus the Order of the Data 4,8-0,5 0,00-0,50 -,0 9,0 0,25-0,25 2,4,2 0,25 0,00-0,25-0,50 0,0 -,0 -,0-0,5 0,0 tekanan 0,5,0 Gambar 4. Contour plot untuk flexural strength vs parameter Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apa bila berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan. Nilai optimum flextural strength akan berada pada daerah Surface Plot of Flexural Strength vs tekanan; waktu 9,2 Flexural Strength 8,8 8,4 8,0-0 0 waktu -0,50-0,25 0,00 Residual 0,25 0, Observation Order 8 9 Gambar Residual plot untuk flexural strength Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0 dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi homogenitas. tekanan - Gambar 4.2 Surface plot untuk flexural strength vs parameter Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan tekanan yang mengoptimalkan respon pada daerah mendekati 0. Flextural Modulus Tabel ANOVA Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua menggunakan data yang telah dikode: Tabel 4.3 ANOVA untuk flexural modulus Analysis of Variance for Flexural Modulus Source Regression Linear Square Interaction Residual Error Pure Error Total DF Seq SS 803,4 2289,6 533,7 482, 822,7 822,7 6226, Adj SS 803, ,65 533,66 482,05 822,73 822,73 Adj MS 2025,84 44,82 533,66 482, , ,68 F,00 0,56 2,63 0,24 P 0,050 0,046 0,08 0,042 Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk linear, kuadratik, interaksi dan serentak sesuai atau signifikan pada data uji lentur ASTM D6272. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada

125 masing-masing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan model tersebut sesuai untuk menggambarkan data pada uji lentur ASTM D6272. Tabel 4.4 Koefisien regresi untuk flexural modulus Estimated Regression Coefficients for Flexural Modulus Term Coef SE Coef T P Constant 20,02 45,06 24,854 0,000 waktu 2,00 5,93 0,753 0,049 tekanan,93 5,93 0,748 0,049 waktu*waktu 77,45 47,80,620 0,08 waktu*tekanan 7,76 5,93 0,487 0,045 S = 45,06 R-Sq = 96,9% R-Sq(adj) = 0,0% Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih kecil dari tingkat (0,05), Hal ini berarti bahwa masingmasing parameter signifikan berpengaruh pada variabel proses. Dari tabel pendugaan model orde kedua untuk flexural modulus terhadap variabel proses dapat diketahui bahwa besarnya variasi respon yang dapat dijelaskan oleh pendugaan model ini mencapai 96,9% lebih besar dari taraf signifikansi 95% dan dapat dinyatakan bahwa model orde dua tersebut telah sesuai. Sedangkan model orde kedua untuk flexural modulus yang dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut: Gambar 4.4 Contour plot untuk flexural modulus vs parameter Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apa bila berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan. Nilai optimum flextural modulus akan berada pada daerah kurang dari 20. Gambar 4.5 Surface plot untuk flexural modulus vs parameter Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan kecepatan yang mengoptimalkan respon pada daerah mendekati 0.

126 Frequency Residual Percent Residual Residual Plots for Flexural Modulus Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values Tabel 4.6 Koefisien regresi untuk shrinkage Estimated Regression Coefficients for shrinkage ,8 3,6 2,4,2 0, Residual 0 Residual Histogram of the Residuals Fitted Value Observation Order Residuals Versus the Order of the Data Gambar 4.6 Residual plots untuk flexural modulus Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0 dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi homogenitas. 9 Term Coef SE Coef T P Constant 6,02 0, ,854 0,000 waktu 0,0358 0,593 0,753 0,03 tekanan 0,7348 0,032 0,748 0,059 waktu*waktu 0,8436 0,0478,620 0,08 waktu*tekanan 0,8745,593 0,487 0,045 S = 45,06 R-Sq = 97,% R-Sq(adj) = 0,0% Dari Tabel ANOVA dapat disimpulkan bahwa kedua parameter proses yakni waktu dan tekanan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya shrinkage. Dari untuk pengujian lack of fit nilai p_value yang dihasilkan adalah 0,044 lebih kecil nilai p-value (0,05) yang berarti model orde kedua telah sesuai. Selain itu juga didapat nilai R untuk shrinkage adalah 97,%, menunjukkan bahwa 97,% variasi dari respon tersebut dapat dijelaskan oleh model regresi yang dihasilkan. Sedangkan model orde kedua untuk shrinkage yang dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut: Analisa shrinkage Analisa ini bertujuan untuk mengetahui hubungan parameter waktu dan kecepatan penekanan terhadap shrinkage. Pengujian dilakukan dengan pendugaan model yang mana dengan menggunakan bentuk orde kedua. Analisa hasil pendugaan orde kedua dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.5 ANOVA untuk shrinkage Analysis of Variance for shrinkage Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression 5 0, , , ,82 0,089 Linear 2 0, , , ,05 0,049 Square 2 0, , , ,4 0,028 Interaction 0, , , ,9 0,042 Residual Error 3 0,02 0,02 0, Pure Error 4 0, , ,00306 Lack-of-fit 3,6572 2,6572 0,088579,45 0,044 Total , 5. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Parameter waktu dan kecepatan penekanan hanya memberi pengaruh terhadap sifat mekanik flexural strength dan flexural modulus spesimen. Hal ini diketahui dengan menggunakan response surface methodology output yang dihasilkan menunjukan nilai signifikansi > 95% yaitu 95,3% dan 96,9%, Seting variabel yang biasa dipakai untuk proses produksi ice cream cup (spesimen no.2) ternyata dari sisi nilai properties bukan merupakan seting variabel terbaik

127 dikarenakan dari hasil pengujianpengujian yang dilakukan, spesimen no.2 belum mendapat nilai properties yang terbaik. Dan untuk seting variabel yang terbaik adalah pada spesimen no.4, itu dikarenakan spesimen ini selalu menunjukan hasil terbaik setiap pengujian. Cacat shrinkage yang terjadi adalah jenis post shrinkage hal ini dikarenakan penyusutan terjadi setelah plastik disimpan dan mengalami physical aging dan rekristalisasi. Presentase shrinkage yang terjadi adalah sebagai berikut: Tabel 5. Parameter yang mengalami shrinkage Spesimen no. 5 Waktu penekanan (bar) Tekanan (s),25,25 Shringkage (%) 5,95% 0,96% Dari data output analisis shrinkage dengan menggunakan RSM didapat kesimpulan bahwa bahwa kedua parameter proses yakni waktu dan kecepatan penekanan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya shrinkage. Saran Pada setiap pengujian sifat mekanik harus mengikuti standarisasi pengujian seperti ASTM, JIS, dsb. Supaya hasil pengujian yang didapat valid. Untuk setiap pengujian atau penelitian yang menggunakan Response Surface Methodology, kombinasi seting parameter yang digunakan harus diperhatikan ini dikarenakan kombinasi seting parameter sangat berpengaruh terhadap output nilai signifikansi Untuk penelitian selanjutnya hendaknya menggunakan material plastik yang berbeda, sehingga dapat diketahui perbedaan hasil sifat mekanik yang akhirnya dapat disimpulkan bahan plastik yang paling baik untuk produk ice cream cup. Daftar Pustaka. Roger Brown, Hanbook of Polymer Testing, Rapra technology, Shawburry UK, Bondan T. Sofyan, Pengantar Material Teknik, Penerbit Salemba Teknika, Jakarta, Donald E. Hudgin, Manas Chanda dan Salil K. Roy, Plastic Technology Handbook, CRC Press, New York, Tim A. Osswald dan Juan P. Hernández-Ortiz, Polymer Processing - Modeling and Simulation, Hanser Publisher, Munich, George E. P. Box dan Norman R. Draper, Response Surfaces, Mixtures, and Ridge Analyses. Wiley, Wiconsin, Firdaus dan Soehono Tjitro, Studi Eksperimental Pengaruh Paramater Proses Pencetakan Bahan Plastik Terhadap Cacat Penyusutan (Shrinkage) Pada Benda Cetak Pneumatics Holder, Jurnal Teknik Mesin Vol.4 No.2. Surabaya, Toto Rusianto, Ellyawan, S.A. dan Arif Rahmanto, Shrinkage pada Plastik Bushing dengan Variabel Temperatur Injeksi Plastik, Jurnal Kompetensi Teknik, Yogyakarta, 200.

128 Spesifikasi Spesimen Nama produk : Plastic Ice Cream Cup CH-25 (660505) Material Berat Kapasitas Tebal permukaan : Polyethilene (HDPE) : 230g : 350ml :,mm Spesifikasi Mold No. Produk : M-93 Type Tightest Produk Tightest Tolerances Material : Single Mold :,mm : 0,508mm : Hi-Hard P-20 Steel Luas Dimensi Produk: 63cm²

129

MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA

MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA Proses Produksi I MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA by Asyari Daryus Universitas Darma Persada OBJECTIVES Mahasiswa dapat menerangkan sifat dan jenis bahan plastik Mahasiswa dapat menerangkan cara pengolahan

Lebih terperinci

OPTIMASI CACAT SHRINKAGE PRODUK CHAMOMILE 120 ML PADA PROSES INJECTION MOLDING DENGAN METODE RESPON SURFACE

OPTIMASI CACAT SHRINKAGE PRODUK CHAMOMILE 120 ML PADA PROSES INJECTION MOLDING DENGAN METODE RESPON SURFACE OPTIMASI CACAT SHRINKAGE PRODUK CHAMOMILE 120 ML PADA PROSES INJECTION MOLDING DENGAN METODE RESPON SURFACE Yuni Hermawan Jurusan Teknik Mesin -Fakultas Teknik - Universitas Jember Email: yunikaka@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Parameter Tekanan dan Waktu Penekanan Terhadap Sifat Mekanik dan Cacat Penyusutan dari Produk Injection Molding Berbahan Polyethylene (PE) Erwin 1)*, Slamet Wiyono 1) Sendi Dwi Oktaviandi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian digunakan untuk mempersempit permasalahan yang diteliti, sehingga dapat membahas dan menjelaskan permasalahan secara tepat. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Injection molding adalah proses pembentukan plastik dengan. cara melelehkan material plastik yang kemudian diinjeksikan ke

BAB I PENDAHULUAN. Injection molding adalah proses pembentukan plastik dengan. cara melelehkan material plastik yang kemudian diinjeksikan ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Injection molding adalah proses pembentukan plastik dengan cara melelehkan material plastik yang kemudian diinjeksikan ke dalam sebuah cetakan (mold). Dengan teknik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Injection Molding Injection molding dapat membuat part yang memiliki bentuk yang kompleks dengan permukaan yang cukup baik. Variasi bentuk yang sangat banyak yang dapat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjau Pustaka

BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjau Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjau Pustaka Sugondo (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh ketebalan pada kualitas produk plastik dan mampu bentuk dengan menggunakan simulasi pada proses injeksi. Penelitian

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN CAPS SUNSILK 60 ml MENGGUNAKAN INJECTION MOLDING PADA PT. DYNAPLAST.TBK : DWI CAHYO PRABOWO NPM :

PROSES PEMBUATAN CAPS SUNSILK 60 ml MENGGUNAKAN INJECTION MOLDING PADA PT. DYNAPLAST.TBK : DWI CAHYO PRABOWO NPM : NAMA PROSES PEMBUATAN CAPS SUNSILK 60 ml MENGGUNAKAN INJECTION MOLDING PADA PT. DYNAPLAST.TBK : DWI CAHYO PRABOWO NPM : 22410181 JURUSAN : TEKNIK MESIN PENDAHULUAN Dewasa ini, pemakaian barang-barang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang pesat, baik dalam dunia perekonomian, pendidikan, pembangunan, perindustrian, dan lain sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang pesat, baik dalam dunia perekonomian, pendidikan, pembangunan, perindustrian, dan lain sebagainya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan teknologi dalam segala aspek kehidupan saat ini semakin berkembang pesat, baik dalam dunia perekonomian, pendidikan, pembangunan, perindustrian, dan lain

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI CAMPURAN DAN TEMPERATUR POLYPROPYLENE, POLYETHYLENE, DAN POLYSTYRENE PADA PROSES PLASTIC MOLDING

PENGARUH VARIASI CAMPURAN DAN TEMPERATUR POLYPROPYLENE, POLYETHYLENE, DAN POLYSTYRENE PADA PROSES PLASTIC MOLDING PENGARUH VARIASI CAMPURAN DAN TEMPERATUR POLYPROPYLENE, POLYETHYLENE, DAN POLYSTYRENE PADA PROSES PLASTIC MOLDING SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ]

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Cahyadi (2010) penelitian yang berjudul Analisis Parameter Operasi pada Proses Plastik Injection Molding untuk Pengendalian Cacat Produk meneliti

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM REKAYASA BAHAN

MODUL PRAKTIKUM REKAYASA BAHAN MODUL PRAKTIKUM REKAYASA BAHAN Oleh : 1. Dyah Sawitri, ST.MT 2. Dr.-Ing. Doty Dewi Risanti, ST.MT 3. Lizda Johar Mawarani, ST.MT LABORATORIUM REKAYASA BAHAN JURUSAN TEKNIK FISIKA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENGERTIAN MOLD Mold (cetakan) adalah adalah rongga tempat material leleh (plastik atau logam) memperoleh bentuk. Mold terdiri dari dua bagian yaitu pelat bergerak (moveable

Lebih terperinci

PENGARUH CAMPURAN 50% POLYPROPYLENE, 30% POLYETHYLENE, 20% POLYSTYRENE TERHADAP VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES INJECTION MOLDING TIPE TEFORMA RN 350

PENGARUH CAMPURAN 50% POLYPROPYLENE, 30% POLYETHYLENE, 20% POLYSTYRENE TERHADAP VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES INJECTION MOLDING TIPE TEFORMA RN 350 PENGARUH CAMPURAN 50% POLYPROPYLENE, 30% POLYETHYLENE, 20% POLYSTYRENE TERHADAP VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES INJECTION MOLDING TIPE TEFORMA RN 350 SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN CaCO 3 TERHADAP KUAT TARIK POLYPROPYLENE

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN CaCO 3 TERHADAP KUAT TARIK POLYPROPYLENE PENGARUH VARIASI KANDUNGAN CaCO 3 TERHADAP KUAT TARIK POLYPROPYLENE Muhammad Luqman Saiful fikri 1, Iman Kurnia Sentosa 2, Harini Sosiati 3, Cahyo Budiyantoro 4 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN CUP PADA MACHINING THERMOFORMING MEAF KMS600 DI PT. PASIFIC ASIA PACKAGING.

PROSES PEMBUATAN CUP PADA MACHINING THERMOFORMING MEAF KMS600 DI PT. PASIFIC ASIA PACKAGING. PROSES PEMBUATAN CUP PADA MACHINING THERMOFORMING MEAF KMS600 DI PT. PASIFIC ASIA PACKAGING. Nama : Yonathan Yosep ST. NPM : 27411567 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Iwan Setyawan ST., MT. Latar Belakang

Lebih terperinci

PREDIKSI SHRINKAGE UNTUK MENGHINDARI CACAT PRODUK PADA PLASTIC INJECTION

PREDIKSI SHRINKAGE UNTUK MENGHINDARI CACAT PRODUK PADA PLASTIC INJECTION PREDIKSI SHRINKAGE UNTUK MENGHINDARI CACAT PRODUK PADA PLASTIC INJECTION Agus Dwi Anggono Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A.Yani Tromol Pos I Pabelan, Kartosura, 57102 E-mail : agusda@indosat-m3.net

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat thermosensitive di mana apabila suatu plastik mengalami perubahan kondisi thermal maka akan berpengaruh terhadap sifat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan Berdasarkan perhitungan, pengukuran arah longitudinal dan transversal dengan metode mean (rata-rata) diperoleh nilai minimum sink mark pada

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN PRODUK BERBAHAN PLASTIK DENGAN JENIS MATERIAL HDPE UNTUK TUTUP GALON AIR MINERAL DI PT. DYNAPLAST

PROSES PEMBUATAN PRODUK BERBAHAN PLASTIK DENGAN JENIS MATERIAL HDPE UNTUK TUTUP GALON AIR MINERAL DI PT. DYNAPLAST PROSES PEMBUATAN PRODUK BERBAHAN PLASTIK DENGAN JENIS MATERIAL HDPE UNTUK TUTUP GALON AIR MINERAL DI PT. DYNAPLAST PENULISAN ILMIAH Nama : Dede Kurniadi NPM : 21410739 Program Studi : Teknik Mesin Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

ANALISIS AKURASI DIMENSI HASIL PROSES VACUUM THERMOFORMING DENGAN VARIASI KETINGGIAN MOLD ALUMINUM

ANALISIS AKURASI DIMENSI HASIL PROSES VACUUM THERMOFORMING DENGAN VARIASI KETINGGIAN MOLD ALUMINUM TUGAS AKHIR ANALISIS AKURASI DIMENSI HASIL PROSES VACUUM THERMOFORMING DENGAN VARIASI KETINGGIAN MOLD ALUMINUM Disusun oleh : DARSONO ADHI SURYO D 200 040 037 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Shrinkage pada Plastik Bushing dengan Variabel Temperatur Injeksi Plastik

Shrinkage pada Plastik Bushing dengan Variabel Temperatur Injeksi Plastik Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No.1, Novemberi 2010 65 Shrinkage pada Plastik Bushing dengan Variabel Temperatur Injeksi Plastik Toto Rusianto, Ellyawan, S.A. & Arif Rahmanto Jurusan Teknik Mesin, Institut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pengertian metodologi penelitian secara umum adalah metode yang menjelaskan bagaimana urutan suatu penelitian yang dilakukan, yaitu dengan menggunakan alat ukur dan lanngkah

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENGARUH SISTEM PENDINGINAN LURUS DAN CONFORMAL TERHADAP PENYUSUTAN DIMENSI HASIL PADA MESIN INJEKSI PLASTIK

TUGAS AKHIR PENGARUH SISTEM PENDINGINAN LURUS DAN CONFORMAL TERHADAP PENYUSUTAN DIMENSI HASIL PADA MESIN INJEKSI PLASTIK TUGAS AKHIR PENGARUH SISTEM PENDINGINAN LURUS DAN CONFORMAL TERHADAP PENYUSUTAN DIMENSI HASIL PADA MESIN INJEKSI PLASTIK Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PARAMETER PROSES TERHADAP SHRINKAGE PADA GELAS PLASTIK DENGAN SOFTWARE MOLDFLOW PLASTIC INSIGHT 5

ANALISIS PENGARUH PARAMETER PROSES TERHADAP SHRINKAGE PADA GELAS PLASTIK DENGAN SOFTWARE MOLDFLOW PLASTIC INSIGHT 5 TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH PARAMETER PROSES TERHADAP SHRINKAGE PADA GELAS PLASTIK DENGAN SOFTWARE MOLDFLOW PLASTIC INSIGHT 5 Disusun : DWI KARDONO NIM : D 200 040 060 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Senyawa Polimer. 22 Maret 2013 Linda Windia Sundarti

Senyawa Polimer. 22 Maret 2013 Linda Windia Sundarti Senyawa Polimer 22 Maret 2013 Polimer (poly = banyak; mer = bagian) suatu molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk dari susunan ulang molekul kecil yang terikat melalui ikatan kimia Suatu polimer

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 28 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ALUR PROSES INJEKSI PLASTIK Gambar 4.1 Proses pencetakan pada mesin injeksi 29 Pada Proses Injeksi Plastik (Plastic Injection Molding Process) terdapat 2 bagian

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PARAMETER PROSES INJEKSI PADA HDPE RECYCLE MATERIAL UNTUK MEMPEROLEH MINIMUM SINK MARKS MENGGUNAKAN PENDEKATAN METODE TAGUCHI TUGAS AKHIR

OPTIMALISASI PARAMETER PROSES INJEKSI PADA HDPE RECYCLE MATERIAL UNTUK MEMPEROLEH MINIMUM SINK MARKS MENGGUNAKAN PENDEKATAN METODE TAGUCHI TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PARAMETER PROSES INJEKSI PADA HDPE RECYCLE MATERIAL UNTUK MEMPEROLEH MINIMUM SINK MARKS MENGGUNAKAN PENDEKATAN METODE TAGUCHI TUGAS AKHIR Dianjukan Guna Memenuhi Persyartan Untuk Mencapai

Lebih terperinci

BOTOL PLASTIK. Gisca Agustia Citara Gusti Riri Arnold Constantine

BOTOL PLASTIK. Gisca Agustia Citara Gusti Riri Arnold Constantine BOTOL PLASTIK Gisca Agustia Citara Gusti Riri Arnold Constantine Botol Plastik wadah untuk benda cair, yg berleher sempit dan terbuat dari plastik. Jenis-jenis botol plastik 1. PETE atau PET (polyethylene

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BOTOL OLI EVALUBE DENGAN EXTRUSION MOLDING DI PT.DYNAPLAST. NAMA : Ismul Hardiyansyah NPM : KELAS : 4IC04

PROSES PEMBUATAN BOTOL OLI EVALUBE DENGAN EXTRUSION MOLDING DI PT.DYNAPLAST. NAMA : Ismul Hardiyansyah NPM : KELAS : 4IC04 PROSES PEMBUATAN BOTOL OLI EVALUBE DENGAN EXTRUSION MOLDING DI PT.DYNAPLAST NAMA : Ismul Hardiyansyah NPM : 23410668 KELAS : 4IC04 ABSTRAKSI Salah satu pembuatan produk botol oli di PT. Dynaplast ini adalah

Lebih terperinci

Polimer terbentuk oleh satuan struktur secara berulang (terdiri dari susunan monomer) H H H H H

Polimer terbentuk oleh satuan struktur secara berulang (terdiri dari susunan monomer) H H H H H POLIMER BAHAN TEKNIK 1 PENGERTIAN Polimer terbentuk oleh satuan struktur secara berulang (terdiri dari susunan monomer) H H H H H C = C C C C H H H H H Etilen Monomer Polietilen Polimer Susunan molekul

Lebih terperinci

11.1 Pemrosesan Material Plastik

11.1 Pemrosesan Material Plastik 11.1 Pemrosesan Material Plastik Banyak proses yang digunakan untuk mengubah granula, pelet plastik menjadi bentuk produk seperti lembaran, batang, bagian terekstrusi, pipa atau bagian cetakan yang terselesaikan.

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Perancangan Cetakan Bagasi Sepeda Motor (Honda) Untuk Proses Injection Molding. Oleh : FIRMAN WAHYUDI

Tugas Akhir. Perancangan Cetakan Bagasi Sepeda Motor (Honda) Untuk Proses Injection Molding. Oleh : FIRMAN WAHYUDI Outline: JUDUL LATAR BELAKANG RUMUSAN MASALAH BATASAN MASALAH TUJUAN PERANCANGAN METODOLOGI PERANCANGAN SPESIFIKASI PRODUK DAN SPESIFIKASI MESIN PERENCANAAN JUMLAH CAVITY DIMENSI SISTEM SALURAN PERHITUNGAN

Lebih terperinci

Analisa Variasi Tekanan dan Temperatur Untuk Produk Fishing Lure

Analisa Variasi Tekanan dan Temperatur Untuk Produk Fishing Lure Analisa Variasi Tekanan dan Temperatur Untuk Produk Fishing Lure Mesin Injeksi Molding Sederhana Dengan Menggunakan Metode Simulasi Slamet Arief Hariadi 1. Budi Baharudin 1 S.T Tugas Akhir,Teknik Mesin,Politeknik

Lebih terperinci

STUDI TEMPERATUR OPTIMAL TERHADAP CAMPURAN BAHAN POLYPROPYLENE DAN POLYETHYLENE PADA PROSES MIXING UNTUK PEMAKAIAN PLASTIC INJECTION MOLDING SKRIPSI

STUDI TEMPERATUR OPTIMAL TERHADAP CAMPURAN BAHAN POLYPROPYLENE DAN POLYETHYLENE PADA PROSES MIXING UNTUK PEMAKAIAN PLASTIC INJECTION MOLDING SKRIPSI STUDI TEMPERATUR OPTIMAL TERHADAP CAMPURAN BAHAN POLYPROPYLENE DAN POLYETHYLENE PADA PROSES MIXING UNTUK PEMAKAIAN PLASTIC INJECTION MOLDING SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK Kertas Kasar Kertas Lunak Daya kedap terhadap air, gas, dan kelembaban rendah Dilapisi alufo Dilaminasi plastik Kemasan Primer Diresapi lilin,

Lebih terperinci

bahkan lebih bagus lagi jika kita dapat mendaur ulang plastik menjadi sesuatu yang lebih berguna (recycle). Bayangkan saja jika kita berbelanja

bahkan lebih bagus lagi jika kita dapat mendaur ulang plastik menjadi sesuatu yang lebih berguna (recycle). Bayangkan saja jika kita berbelanja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat. Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor Indonesia, terutama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1. Alat Penelitian Berikut adalah peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: A. Mesin Injeksi Gambar 3.1 Mesin Injection Molding

Lebih terperinci

LOGO PERENCANAAN DAN ESTIMASI BIAYA PRODUKSI CETAKAN LID

LOGO PERENCANAAN DAN ESTIMASI BIAYA PRODUKSI CETAKAN LID LOGO PERENCANAAN DAN ESTIMASI BIAYA PRODUKSI CETAKAN LID Latar Belakang Kebutuhan Produk Plastik Meningkatnya kebutuhan terhadap produk yang terbuat dari plastik Perencanaan Injection Molding yang baik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa.

TINJAUAN PUSTAKA. Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa. TINJAUAN PUSTAKA Plastik Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa. Polimer adalah suatu bahan yang terdiri atas unit molekul yang disebut monomer. Jika monomernya sejenis

Lebih terperinci

KOMPARASI SIFAT MEKANIS MATERIAL POLYPROPYLENE DENGAN VARIASI PERSENTASE KANDUNGAN FILLER CaCO3.

KOMPARASI SIFAT MEKANIS MATERIAL POLYPROPYLENE DENGAN VARIASI PERSENTASE KANDUNGAN FILLER CaCO3. KOMPARASI SIFAT MEKANIS MATERIAL POLYPROPYLENE DENGAN VARIASI PERSENTASE KANDUNGAN FILLER CaCO3. Muhammad Luqman Saiful fikri 1, Cahyo Budiyantoro 2, Harini Sosiati 3 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE

PENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE PENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE Harini Program Studi Teknik Mesin Universitas 17 agustus 1945 Jakarta yos.nofendri@uta45jakarta.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia industri saat ini diikuti oleh pembaruan penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia industri saat ini diikuti oleh pembaruan penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia industri saat ini diikuti oleh pembaruan penggunaan bahan dasar produksi. Logam yang dahulu banyak digunakan dalam proses industri kini mulai ditinggalkan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS IV-1 BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS Data hasil eksperimen yang di dapat akan dilakukan analisis terutama kemampuan daktilitas beton yang menggunakan 2 (dua) macam serat yaitu serat baja dan serat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Plastik Polyethylene Terephthalate (PET) Pada botol plastik yang transparan dan tembus pandang seperti botol air mineral, botol minuman sari buah, minyak goreng, kecap, sambal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi rekayasa material serta berkembangnya isu lingkungan hidup menuntut terobosan baru dalam menciptakan material yang berkualitas tinggi dan ramah lingkungan.

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN PO LIMER

BAB IV BAHAN PO LIMER BAB IV BAHAN PO LIMER Polimer (polymer) berasal dari bahasa Greek (Yunani) yaitu dari suku kata poly (banyak) dan meros (bagian). Polimer digunakan untuk nama suatu bahan yang tersusun dari satuan (unit)

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI WAKTU TERHADAP CACAT DAN KETEBALAN PRODUK PLASTIK PADA PROSES ROTATIONAL MOLDING

PENGARUH VARIASI WAKTU TERHADAP CACAT DAN KETEBALAN PRODUK PLASTIK PADA PROSES ROTATIONAL MOLDING TUGAS AKHIR PENGARUH VARIASI WAKTU TERHADAP CACAT DAN KETEBALAN PRODUK PLASTIK PADA PROSES ROTATIONAL MOLDING Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BOTOL MILKY DI PT. LURINA PLASTIK INDUSTRIES, CIKARANG

PROSES PEMBUATAN BOTOL MILKY DI PT. LURINA PLASTIK INDUSTRIES, CIKARANG PROSES PEMBUATAN BOTOL MILKY DI PT. LURINA PLASTIK INDUSTRIES, CIKARANG Nama : Mokhammad Roiful Anis NPM : 24411599 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Doddi Yuniardi, ST., MT. Latar Belakang Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plastik merupakan bahan baku yang berkembang saat ini. Penggunaan material plastik sebagai bahan dasar pembuatan

BAB I PENDAHULUAN. Plastik merupakan bahan baku yang berkembang saat ini. Penggunaan material plastik sebagai bahan dasar pembuatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Plastik merupakan bahan baku yang berkembang saat ini. Penggunaan material plastik sebagai bahan dasar pembuatan komponen kendaraan bermotor, peralatan listrik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya (seperti abu pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga sebelum

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES PENDINGINAN TERHADAP SHINKAGE DAN DIMENSI PRODUK TS PLUG 1 BERBAHAN PVC PADA INJECTION MOLDING

PENGARUH PROSES PENDINGINAN TERHADAP SHINKAGE DAN DIMENSI PRODUK TS PLUG 1 BERBAHAN PVC PADA INJECTION MOLDING PENGARUH PROSES PENDINGINAN TERHADAP SHINKAGE DAN DIMENSI PRODUK TS PLUG 1 BERBAHAN PVC PADA INJECTION MOLDING Edi Sunarto 1), Ir. Estu Prayogi M.KKK 2) 1), 2) Jurusan Teknik Mesin, Universitas Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Termoplastik Elastomer (TPE) adalah plastik yang dapat melunak apabila dipanaskan dan akan kembali kebentuk semula ketika dalam keadaan dingin juga dapat

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 19 Sesi NGAN Polimer Polimer adalah suatu senyawa raksasa yang tersusun dari molekul kecil yang dirangkai berulang yang disebut monomer. Polimer merupakan kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam proses pencetakan produk plastik dapat digambarkan adalah adanya sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam proses pencetakan produk plastik dapat digambarkan adalah adanya sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Didalam proses pencetakan produk plastik dapat digambarkan adalah adanya sejumlah material plastik dengan suhu tinggi dimasukkan kedalam mold, kemudian material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan material plastik sebagai bahan komponen kendaraan. bermotor, peralatan listrik, peralatan rumah tangga, dan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan material plastik sebagai bahan komponen kendaraan. bermotor, peralatan listrik, peralatan rumah tangga, dan berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan material plastik sebagai bahan komponen kendaraan bermotor, peralatan listrik, peralatan rumah tangga, dan berbagai keperluan seperti untuk medical, textiles,

Lebih terperinci

PENGARUH PARAMETER WAKTU TAHAN TERHADAP CACAT WARPAGE DARI PRODUK INJECTION MOLDING

PENGARUH PARAMETER WAKTU TAHAN TERHADAP CACAT WARPAGE DARI PRODUK INJECTION MOLDING PENGARUH PARAMETER WAKTU TAHAN TERHADAP CACAT WARPAGE DARI PRODUK INJECTION MOLDING PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata Satu pada Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Mold Review Mold lama yang digunakan dalam memproduksi Bobbin A K25G adalah jenis injection molding. Mold lama ini menggunakan system hot runner. Mold ini sendiri

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta TUGAS AKHIR PENGARUH PENDINGINAN TERHADAP WAKTU DAN SHRINKAGE PADA PEMBUATAN RUBBER ENGINE MOUNTING DENGAN BAHAN CAMPURAN KARET ALAM DAN STYRENE BUTADIENE RUBBER (SBR) Tugas Akhir ini disusun Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN BAB IV DATA HASIL PENELITIAN 4.1 PEMBUATAN SAMPEL 4.1.1 Perhitungan berat komposit secara teori pada setiap cetakan Pada Bagian ini akan diberikan perhitungan berat secara teori dari sampel komposit pada

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENGARUH PARAMETER WAKTU TAHAN TERHADAP CACAT WARPAGE DARI PRODUK INJECTION MOLDING

TUGAS AKHIR PENGARUH PARAMETER WAKTU TAHAN TERHADAP CACAT WARPAGE DARI PRODUK INJECTION MOLDING TUGAS AKHIR PENGARUH PARAMETER WAKTU TAHAN TERHADAP CACAT WARPAGE DARI PRODUK INJECTION MOLDING Disusun Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F 196 Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

Ilmu Bahan. Bahan Polimer

Ilmu Bahan. Bahan Polimer Ilmu Bahan Bahan Polimer Bahan Polimer Polimer disebut juga makromolekul merupakan molekul besar yang dibentuk dengan pengulangan molekul sederhana yang disebut monomer. Polimer berasal dari dua kata :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c) (d) Gambar 4.1 Tampak Visual Hasil Rheomix Formula : (a) 1, (b) 2, (c) 3, (d) 4

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c) (d) Gambar 4.1 Tampak Visual Hasil Rheomix Formula : (a) 1, (b) 2, (c) 3, (d) 4 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi Sampel Pada proses preparasi sampel terdapat tiga tahapan utama, yaitu proses rheomix, crushing, dan juga pembentukan spesimen. Dari hasil pencampuran dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN BAB III METODOLOGI PERANCANGAN Sebelum melakukan perancangan mould untuk Tutup Botol ini, penulis menetapkan beberapa tahapan kerja sesuai dengan literatur yang ada dan berdasarkan pengalaman para pembuat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Dikeringkan, Dipotong sesuai cetakan Mixing Persentase dengan Rami 15,20,25,30,35 %V f Sampel Uji Tekan Sampel Uji Flexural Sampel Uji Impak Uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tahapan Persiapan Sebelum melakukan penelitian ada beberapa tahapan yang harus dilakukan diantaranya: 1. Studi pustaka mengenai mesin injeksi, metode DoE, material plastik,

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PARAMETER TEKANAN TERHADAP CACAT WARPAGE DARI PRODUK INJECTION MOLDING BERBAHAN POLYPROPYLENE

ANALISA PENGARUH PARAMETER TEKANAN TERHADAP CACAT WARPAGE DARI PRODUK INJECTION MOLDING BERBAHAN POLYPROPYLENE NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH PARAMETER TEKANAN TERHADAP CACAT WARPAGE DARI PRODUK INJECTION MOLDING BERBAHAN POLYPROPYLENE Diajukan Sebagai Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata Satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Polimer adalah makromolekul (molekul raksasa) yang tersusun dari satuan-satuan kimia sederhana yang disebut monomer, Misalnya etilena, propilena, isobutilena dan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu (Askeland, 1985). Hasil

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PEMANASAN AWAL DAN MASSA SAMPEL TERHADAP HASIL UJI INDEKS ALIR LELEHAN POLIETILENA DENSITAS RENDAH LINIER SKRIPSI

PENGARUH WAKTU PEMANASAN AWAL DAN MASSA SAMPEL TERHADAP HASIL UJI INDEKS ALIR LELEHAN POLIETILENA DENSITAS RENDAH LINIER SKRIPSI PENGARUH WAKTU PEMANASAN AWAL DAN MASSA SAMPEL TERHADAP HASIL UJI INDEKS ALIR LELEHAN POLIETILENA DENSITAS RENDAH LINIER SKRIPSI Oleh FADHLI RIZQI 04 04 04 0275 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian adalah metode yang digunakan untuk mendekatkan permasalahan yang diteliti sehingga dapat menjelaskan dan membahas permasalahan

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Kemiringan Dinding Mangkok Terhadap Tekanan Injeksi dan Filling Clamp Force

Studi Pengaruh Kemiringan Dinding Mangkok Terhadap Tekanan Injeksi dan Filling Clamp Force Studi Pengaruh Kemiringan Dinding Mangkok Terhadap Tekanan Injeksi dan Filling Clamp Force Jurusan Teknik Mesin, Universitas Kristen Petra E-mail: amelia@petra.ac.id, ninukj@petra.ac.id T E K N O S I M

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Amorf Salah satu jenis material ini adalah gelas atau kaca. Berbeda dengan jenis atau ragam material seperti keramik, yang juga dikelompokan dalam satu definisi

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : ANALISIS SIMULASI PENGARUH SUDUT CETAKAN TERHADAP GAYA DAN TEGANGAN PADA PROSES PENARIKAN KAWAT TEMBAGA MENGGUNAKAN PROGRAM ANSYS 8.0 I Komang Astana Widi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan berkembangnya teknologi pembuatan komposit polimer yaitu dengan merekayasa material pada saat ini sudah berkembang pesat. Pembuatan komposit polimer tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Laporan Tugas Akhir 3.1 Diagram Alir Proses Gambar 3.1. Diagram alir penelitian 25 Penelitian ini ditunjang dengan simulasi komputer dari hasil penelitian komposit PE-serbuk

Lebih terperinci

Penentuan Berat Molekul (M n ) Polimer dengan Metode VIiskositas

Penentuan Berat Molekul (M n ) Polimer dengan Metode VIiskositas Penentuan Berat Molekul (M n ) Polimer dengan Metode VIiskositas 1 Ika Wahyuni, 2 Ahmad Barkati Rojul, 3 Erlin Nasocha, 4 Nindia Fauzia Rosyi, 5 Nurul Khusnia, 6 Oktaviana Retna Ningsih Abstrak Jurusan

Lebih terperinci

14.1 Proses Pembuatan Komposit Material Plastik yang Diperkuat Serat Proses Pencetakan Terbuka (Open-Mold Processes)

14.1 Proses Pembuatan Komposit Material Plastik yang Diperkuat Serat Proses Pencetakan Terbuka (Open-Mold Processes) 14.1 Proses Pembuatan Komposit Material Plastik yang Diperkuat Serat. 14.1.1 Proses Pencetakan Terbuka (Open-Mold Processes) Terdapat beberapa metode cetakan terbuka untuk membuat material komposit plastik

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR STUDI PENYUSUTAN DIMENSI HASIL PRES MOLD KARET ALAM UNTUK KOMPONEN SEPEDA MOTOR

TUGAS AKHIR STUDI PENYUSUTAN DIMENSI HASIL PRES MOLD KARET ALAM UNTUK KOMPONEN SEPEDA MOTOR TUGAS AKHIR STUDI PENYUSUTAN DIMENSI HASIL PRES MOLD KARET ALAM UNTUK KOMPONEN SEPEDA MOTOR TUGAS AKHIR INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR S-1 SARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Plastik merupakan salah satu bahan yang paling sering ditemukan dan digunakan. Bahan plastik secara perlahan-lahan mulai menggantikan gelas, kayu dan logam. Hal ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktifitas Air (Aw) Aktivitas air atau water activity (a w ) sering disebut juga air bebas, karena mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu rekayasa material menjadi suatu kajian yang sangat diminati akhir - akhir ini. Pemanfaatan material yang lebih dikembangkan saat ini adalah polimer. Polimer

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 ANALISA STRUKTUR PARKING BUMPER MATERIAL KOMPOSIT POLYMERIC FOAM DIPERKUAT SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT AKIBAT BEBAN TEKAN STATIK MENGGUNAKAN ANSYS REL. 5.4 SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

Disusun oleh : Adi Sudirman ( ) Ahmad Zainul Roziqin ( )

Disusun oleh : Adi Sudirman ( ) Ahmad Zainul Roziqin ( ) MODIFIKASI BUTT FUSION PLATE POLYETHYLENE DENGAN PENAMBAHAN SISTEM PNEUMATIK UNTUK MENGURANGI EFEK KERENGGANGAN PADA PENGEPRESAN Disusun oleh : Adi Sudirman ( 6307 030 050 ) Ahmad Zainul Roziqin ( 6307

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian ini dilakukan re-desain marka kerucut, oleh karena itu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian ini dilakukan re-desain marka kerucut, oleh karena itu BAB TINJAUAN PUSTAKA.. Tinjauan Umum Pada penelitian ini dilakukan re-desain marka kerucut, oleh karena itu perlu diketahui tentang dasar-dasar desain suatu produk. Desain produk merupakan proses pengembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Plastic Injection Molding Plastic Injection Molding ( PIM ) merupakan metode proses produksi yang cenderung menjadi pilihan untuk digunakan dalam menghasilkan atau

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Material, Laboratorium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Material, Laboratorium BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Material, Laboratorium Metrologi Industri Teknik Mesin serta Laboratoium Kimia Teknik Kimia Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KETEBALAN PADA KUALITAS DAN MAMPU BENTUK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI PADA PROSES INJECTION MOLDING (STUDI KASUS: MODEL GELAS)

KAJIAN PENGARUH KETEBALAN PADA KUALITAS DAN MAMPU BENTUK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI PADA PROSES INJECTION MOLDING (STUDI KASUS: MODEL GELAS) KAJIAN PENGARUH KETEBALAN PADA KUALITAS DAN MAMPU BENTUK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI PADA PROSES INJECTION MOLDING (STUDI KASUS: MODEL GELAS) Amelia Sugondo Jurusan Teknik Mesin Universitas Kristen Petra

Lebih terperinci

STUDI PENYUSUTAN PRODUK HASIL INJEKSI PLASTIK DENGAN SALURAN PENDINGIN LURUS DAN TANPA SALURAN PENDINGIN

STUDI PENYUSUTAN PRODUK HASIL INJEKSI PLASTIK DENGAN SALURAN PENDINGIN LURUS DAN TANPA SALURAN PENDINGIN TUGAS AKHIR STUDI PENYUSUTAN PRODUK HASIL INJEKSI PLASTIK DENGAN SALURAN PENDINGIN LURUS DAN TANPA SALURAN PENDINGIN Tugas Akhir ini disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan secara garis besar pengetahuan teori yang menunjang dalam penelitian yang akan dilakukan. A. Batu Marmer Marmer adalah batuan kristalin yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sambungan material komposit yang telah. banyak menggunakan jenis sambungan mekanik dan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sambungan material komposit yang telah. banyak menggunakan jenis sambungan mekanik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan sambungan material komposit yang telah dilakukan banyak menggunakan jenis sambungan mekanik dan sambungan ikat, tetapi pada zaman sekarang para rekayasawan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian dan Pengukuran Spesimen Pada metode DOE Taguchi yang dilakukan menggunakan analisis mean atau nilai rata rata disetiap percobaan, analisis mean pada data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang paling banyak digunakan. Sifat-sifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, kebutuhan akan material juga cenderung bertambah dari tahun ke tahun sehingga dibutuhkan material-material baru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Sistem pengolahan limbah botol diharapkan dapat dimanfaatkan kembali sebagai suatu bahan baru. Dengan suatu teknologi pembuatan, hasil pemanfaatan sampah secara

Lebih terperinci

Proses Lengkung (Bend Process)

Proses Lengkung (Bend Process) Proses Lengkung (Bend Process) Pelengkuan (bending) merupakan proses pembebanan terhadap suatu bahan pada suatu titik ditengah-tengah dari bahan yang ditahan diatas dua tumpuan. Dengan pembebanan ini bahan

Lebih terperinci