BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori Pengertian pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2009:1). Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan pajak memiliki unsur-unsur, yaitu: 1) Iuran dari rakyat kepada negara. 2) Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3) Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. 4) Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. 5) Pajak digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 10

2 2.1.2 Fungsi pajak Sebagaimana telah diketahui unsur-unsur pajak yang melekat pada pengertian pajak dari definisi beberapa definisi, maka terdapat dua fungsi pajak menurut Mardiasmo (2009:1), yaitu: 1) Fungsi anggaran (budgetair). Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya. 2) Fungsi mengatur (regulerend). Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi Pengelompokan pajak Pada dasarnya pajak dikelompokkan karena setiap pajak yang dipungut memiliki kriteria sifat dan kegunaan yang berbeda-beda. Adapun menurut Mardiasmo (2009:5) pajak dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu menurut golongannya, sifatnya, dan lembaga pemungutannya. 1) Menurut golongannya a) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain, misalnya Pajak Penghasilan. b) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain, misalnya Pajak Pertambahan Nilai. 11

3 2) Menurut sifatnya a) Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak, misalnya Pajak Penghasilan. b) Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan dari wajib pajak, misalnya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3) Menurut lembaga pemungutannya a) Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Misalnya, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai. b) Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah Syarat pemungutan pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut (Mardiasmo, 2009:2): 1) Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni 12

4 dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. 2) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat (2). Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. 3) Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis) Pemungutan tidak boleh menggangu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. 4) Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. 5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru. 13

5 2.1.5 Tata cara pemungutan pajak Mardiasmo (2009:6) menyatakan bahwa tata cara pemungutan pajak dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 1) Stelsel Pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan tiga stelsel yaitu: a) Stelsel Nyata (Riil Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan atas objek pajak (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya dapat diketahui. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). b) Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan atas suatu anggapan yang diatur oleh Undang- Undang, misalnya penghasilan satu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya. c) Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian 14

6 pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali. 2) Asas Pemungutan Pajak Ada tiga asas yang digunakan untuk memungut pajak, yaitu: a) Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. b) Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. c) Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Luar Negeri. 3) Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi tiga yaitu: a) Official Assessment System 15

7 adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri official assessment system: 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus. 2) Wajib pajak bersifat pasif. 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiskus. b) Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri self assessment system: 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri. 2) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak terutang. 3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. c) With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri with holding system: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak. 16

8 2.1.6 Wajib pajak Wajib Pajak menurut pasal 1 ayat 2 UU KUP No.28 tahun 2007 adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan pengertian tersebut terdapat tiga jenis Wajib Pajak yaitu: 1) Wajib Pajak Badan 2) Wajib Pajak Orang Pribadi dan 3) Wajib Pajak Pemotong/Pemungut Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 tahun Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terhutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi atau tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak ( Menurut Mardiasmo (2009:311), pengertian Pajak Bumi dan Bangunan adalah Pajak Bumi dan Bangunan terdiri atas pajak terhadap bumi dan bangunan. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya, meliputi tanah dan perairan, serta laut wilayah Republik Indonesia. Bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. 17

9 Berdasarkan definisi tersebut Pajak Bumi dan Bangunan adalah penerimaan negara yang berasal dari rakyat atas kebendaan objek atau bumi, tanah dan atau bangunan yang sebagian besar hasilnya diserahkan kepada daerah masing-masing untuk meningkatkan pendapatan daerah tersebut (Artaningsih, 2010:27) Subjek dan objek Pajak Bumi dan Bangunan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan menurut Undang-undang No. 12 Tahun 1994 adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi atau memperoleh manfaat atas bumi atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Subjek pajak tersebut yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak menurut Undang-undang tersebut. Mardiasmo (2009:313) menyatakan bahwa yang menjadi objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan atau bangunan. Bumi adalah permukaan bumi atau tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia. Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah: 1) Jalan lingkungan dalam satu kesatuan komplek bangunan. 2) Jalan tol 3) Kolam renang 4) Pagar mewah 5) Tempat olahraga 18

10 6) Galangan kapal, dermaga 7) Taman mewah 8) Tempat penampungan atau kilang minyak, air dan gas, pipa minyak. 9) Fasilitas lain yang memberikan manfaat. Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang: 1) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan lain. 2) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu. 3) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh Desa dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak. 4) Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan atas asas timbal balik. 5) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional ditentukan oleh Menteri Keuangan Dasar hukum dan peraturan pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan Pemungutan pajak harus didasarkan pada Undang-Undang dan peraturan lain yang telah disahkan oleh pemerintah. Pajak Bumi dan Bangunan juga mempunyai dasar hukum di dalam pengenaannya yaitu Undang-Undang No.12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.12 tahun

11 Selain dasar hukum tersebut, ada dasar hukum dan peraturan lainnya yang mengatur pengenaan pajak tersebut yaitu ( 1) PP RI No. 25 tahun 2002 tentang penetapan besarnya nilai jual kena pajak untuk penghitungan pajak bumi dan bangunan. 2) PP RI No. 16 tahun 2000 tentang pembagian hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 3) Kep Men Keu RI No. 19/KMK.04/1986 tentang tata cara pendaftaran objek pajak bumi dan bangunan. 4) Kep Men Keu RI No. 1005/KMK.04/1985 tentang penyetoran pajak bumi dan bangunan. 5) Kep Men Keu RI No. 1007/KMK.04/1985 tentang pelimpahan wewenang penagihan pajak bumi dan bangunan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan/atau/bupati/wali Kotamadya Kepala Daerah Tingkat II. 6) Kep Men Keu RI No. 1008/KMK.04/1985 tentang tata cara penyampaian laporan dan memberikan keterangan dari pejabat yang dalam jabatannya berkaitan langsung/ada hubungannya dengan objek pajak bumi dan bangunan. 7) Kep Men Keu RI No. 1009/KMK.04/1985 tentang pelaksanaan pembagian hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan. 8) Kep Men Keu RI No. 523/KMK.04/1998 tentang penentuan klasifikasi dan besarnya nilai jual objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan. 20

12 9) Kep Men Keu RI No. 268/KMK.04/1995 tentang tata cara penagihan pajak bumi dan bangunan dan penunjukan pejabat yang berwenang mengeluarkan surat paksa. 10) Kep Men Keu RI No. 362/KMK.04/1999 tentang pemberian pengurangan pajak bumi dan bangunan. 11) Kep Men Keu RI No. 83/KMK.04/2000 tentang pembagian biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan. 12) Kep Men Keu RI No. 83/KMK.04/2000 tentang pembagian dan penggunaan biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan. 13) Kep Men Keu RI No. 555/KMK.03/2002 tentang pelimpahan wewenang penerbitan surat kuasa umum kepada kepala kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan. 14) Kep Men Keu RI No. 112/KMK.04/2000 tentang bentuk formulir keputusan penetapan pembagian hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan (KP-PHP-PBB) dan surat perintah membayar biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan (SPM-BP-PBB). 15) Kep Men Keu RI No. 201/KMK.04/2000 tentang penyesuaian besarnya nilai objek pajak tidak kena pajak sebagai dasar perhitungan pajak bumi dan bangunan Tarif dan dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Tarif dan dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan menurut Undangundang No.12 tahun 1994 pasal 5 disebutkan bahwa tarif yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5% (lima persepuluh persen). Menurut Undang- 21

13 undang No.12 tahun 1994 pasal 6 dinyatakan bahwa dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya NJOP ditetatpkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya. Dasar penghitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari NJOP. Besarnya NJKP ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional. Penetapan besarnya tarif NJKP mengalami beberapa perubahan peraturan seperti peraturan pemerintah No. 46 tahun 1985, peraturan pemerintah No. 48 tahun 1997, peraturan pemerintah No. 46 tahun 2000, peraturan pemerintah No. 25 tahun Pada peraturan pemerintah No. 25 tahun 2002 ditetapkan bersarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) adalah 1) Sebesar 40% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) 1) Objek pajak perkebunan. 2) Objek pajak kehutanan. 3) Objek pajak pertambangan. 4) Objek pajak lainnya, yang wajib pajaknya perorangan dengan NJOP atas bumi dan bangunan Rp ,- atau lebih. 2) Sebesar 20% dari Nilai Jual Objek pajak (NJOP) a) Objek pajak lainnya yang NJOP-nya kurang dari Rp ,- jadi besarnya pajak terhutang dihitung sebagai berikut: NJKP = persentase x (NJOP-NJOPTKP) 22

14 Besarnya pajak terhutang = tarif pajak x NJKP = 0,5% x persentase NJKP x (NJOP-NJOPTKP) Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No: 201/KMK.04/2000 tanggal 6 Juni 2000 ditetapkan batas Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) maksimum sebesar Rp ,- per wajib pajak dan ditetapkan secara regional. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan menetapkan NJOPTKP dengan mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/Walikota (Pemerintah Daerah) setempat (Mardiasmo, 2009:315) Sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan terdiri dari: 1) Official Assessment System, diterapkan dalam hal pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan juga diterapkan dalam penentuan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan, dimana Kantor Pelayanan Pajak (KPP) akan mengeluarkan surat ketetapan pajak mengenai besarnya Pajak Bumi dan Bangunan yang terhutang setiap tahun. Jadi wajib pajak tidak perlu menghitung sendiri, tetapi cukup membayar PBB berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana tempat objek pajak tersebut terdaftar. 2) Selft Assessment System, contohnya diterapkan dalam kegiatan menyerahkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan dalam hal pengisian SPOP ( -indonesia). 23

15 Sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan melibatkan 3 (tiga) instansi yang terkait yaitu: 1) Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan di wilayah Kabupaten/Kotamadya bertugas melaksanakan pendataan objek pajak, menetapkan pajak terhutang, menerbitkan formulir-formulir yang digunakan dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan dan melimpahkan pembagian formulir tersebut kepada tiap-tiap Pemerintah Daerah Tingkat II/Kotamadya. 2) Pemerintah Daerah Tingkat II/Kotamadya Melalui dinas pendapatan daerah atau badan pengelola keuangan Kabupaten yaitu melaksanakan tugas menerima formulir sebagai dasar melaksanakan kegiatan pungutan Pajak Bumi dan Bangunan dan mendistribusikan formulir tersebut kepada wajib pajak dan petugas pemungut pada masing-masing kecamatan di wilayah yang bersangkutan. 3) Tempat Pembayaran/Bank Bank sebagai tempat pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan yaitu menerima pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan dari wajib pajak maupun petugas pemungut dimana hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dilimpahkan kembali kepada Kantor Pelayanan Pajak di wilayah Kabupaten/Kotamadya. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, bahwa pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan diserahkan kepada daerah, sebagaimana disebutkan pada pasal 14 Undang-Undang tersebut, yaitu Menteri Keuangan dapat melimpahkan 24

16 kewenangan penagihan pajak kepada Gubernur dan atau Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. Sedangkan dalam pelaksanaan selanjutnya dapat dilimpahkan kepada Camat dan Lurah selaku perangkat daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan hal tersebut Pemerintah Daerah Tingkat II merupakan salah satu instansi yang diberikan wewenang untuk melaksanakan penagihan Pajak Bumi dan Bangunan. Pelimpahan penagihan ini maksudnya adalah bahwa Pemerintah Daerah Tingkat II hanya sebagai pemungut pajak, sedangkan pendataan objek pajak dan penetapan pajak terhutang tetap menjadi wewenang Menteri Keuangan (Mangunsong, 2002:32). Hal tersebut berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 1007/KMK.04/1985 tentang pelimpahan wewenang penagihan Pajak Bumi dan Bangunan, maka Daerah Tingkat II/Kotamadya melalui Dinas Pendapatan Daerah diharapkan dapat melaksanakan sistem pemungutan secara efektif dan efisien Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Tata cara pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan diatur dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan, adalah sebagai berikut: 1) Pajak yang terhutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat 1 harus dilunasi selambat-lambatnya enam bulan sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) oleh wajib pajak. 25

17 2) Pajak yang terhutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (3) dan Ayat (4) harus dilunasi selambatlambatnya 1 bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh wajib pajak. 3) Pajak yang terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayarannya tidak dibayar atau kurang dibayar dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. 4) Denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3) ditambah dengan hutang pajak yang belum atau kurang ditagih dengan Surat Tagihan Pajak (STP) yang harus dilunasi selambat-lambatnya satu bulan sejak tanggal dikirimkannya STP oleh wajib pajak. 5) Pajak yang terhutang dibayar di Bank, Kantor Pos, dan Giro dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 6) Tata cara pembayaran dan penagihan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), (2), (3), (4), (5) diatur oleh Menteri Keuangan Sistem pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Untuk memudahkan pelaksanaannya, administrasi Pajak Bumi dan Bangunan mengelompokkan objek pajak berasarkan karakteristiknya dalam beberapa sektor yaitu sektor pedesaan, perkotaan, perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. 1) Sektor Pedesaan, yaitu objek Pajak Bumi dan Bangunan dalam suatu wilayah yang memiliki ciri-ciri pedesaan, seperti: sawah, ladang, empang, dan lain-lain. 26

18 2) Sektor Perkotaan, yaitu objek Pajak Bumi dan Bangunan dalam suatu wilayah yang memiliki ciri-ciri suatu daerah perkotaan, seperti: pemukiman elit, real estate, komplek, pertokoan industri, perdagangan, dan jasa. 3) Sektor Perkebunan, yaitu objek Pajak Bumi dan Bangunan yang diusahakan oleh badan usaha milik Negara atau daerah maupun swasta. 4) Sektor Perhutanan, yaitu objek Pajak Bumi dan Bangunan dibidang usaha yang menghasilkan komoditas hasil hutan, seperti: kayu tebangan, rotan, dammar, dan lain-lain. 5) Sektor Pertambangan, yaitu objek Pajak Bumi dan Bangunan dibidang usaha yang menghasilkan komoditas hasil tambang, seperti: emas, batubara, minyak, gas bumi, dan lain-lain Tahun pajak, saat dan tempat yang menentukan pajak terhutang Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1994 pasal 8 dinyatakan bahwa tahun pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan adalah sama dengan tahun takwim atau tahun kalender yaitu keadaan tanggal 1 Januari sampai 31 Desember. Jadi saat menentukan pajak terhutang adalah pada tanggal 1 Januari. Tempat menentukan pajak terhutang adalah: 1) Untuk wilayah Jakarta, Pajak Bumi dan Bangunan terhutang di wilayah daerah khusus Ibu Kota Jakarta. 2) Untuk daerah lain, di wilayah Kabupaten Tingkat II atau Kota Madya Daerah Tingkat II tempat objek pajak berada. 27

19 Pendaftaran, pendataan dan penetapan pajak terhutang Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan pendataan objek pajak maka subjek yang memiliki atau yang mempunyai hak atas objek, menguasai atau memperoleh manfaat dari Pajak Bumi Dan Bangunan, wajib mendaftarkan objek pajak dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan menyerahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak. SPOP harus diisi dengan jelas, benar, lengkap dan tepat waktu serta di tandatangani dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak selambat-lambatnya 30 hari setelah diterimanya SPOP oleh subjek pajak. Dirjen Pajak akan Menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) berdasarkan SPOP yang diterimanya. Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dalam hal sebagai berikut: 1) Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran. 2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak yang terhitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak Pembagian hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan merupakan penerimaan Negara yang dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan imbangan sekurang-kurangnya 90% untuk Pemerintah Daerah Tingkat II dan Pemerintah Daerah Tingkat I sebagai pendapatan daerah yang bersangkutan 28

20 sedangkan sisanya 10% merupakan bagian dari pemerintah pusat. Menurut peraturan pemerintah No.16 tahun 2000 tentang perimbangan Pajak Bumi Dan Bangunan untuk pemerintah daerah bahwa 20% penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan untuk Pemerintah Daerah Tingkat I dan 80% penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan untuk Pemerintah Daerah Tingkat II dengan perincian sebagai berikut: Pemerintah Pusat = 10% Biaya Pungutan = 9% (10% x 90%) Pemerintah Daerah Tingkat I = 16,2% (20% x 81%) Pemerintah Daerah Tingkat II = 64,8% (80% x 81%) Hak dan kewajiban dalam bidang Pajak Bumi dan Bangunan 1) Fiskus Sesuai ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tentang hak dan kewajiban fiskus dalam bidang Pajak Bumi dan Bangunan dapat dirinci antara lain sebagai berikut: a) Meminta data atau keterangan pendukung dalam memberikan informasi perpajakan khususnya Pajak Bumi dan Bangunan, serta wajib memberikan kepada wajib pajak berupa informasi yang dibutuhkan wajib pajak baik secara lisan maupun tertulis. b) Pelayanan pendaftaran objek pajak baru berhak meminta kelengkapan yang dipersyaratkan dan wajib memberikan pelayanan pendaftaran objek pajak baru dan memberikan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT). 29

21 c) Pelayanan mutasi objek pajak atau subjek Pajak Bumi dan Bangunan berhak meminta kelengkapan yang dipersyaratkan dan wajib memberikan dan memproses pelayanan permohonan mutasi memberikan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT). d) Memberikan dan memproses pelayanan pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT). e) Hal pelayanan permohonan keberatan Pajak Bumi dan Bangunan, banding, pengurangan, pengembalian kelebihan pembayaran berhak meminta kelengkapan yang dipersyaratkan dan wajib menerimanya serta memberikan jawaban atas permohonan tersebut di atas. 2) Wajib Pajak Sesuai ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tentang hak dan kewajiban fiskus dalam bidang Pajak Bumi dan Bangunan dapat dirinci antara lain sebagai berikut: a) Mendapatkan informasi di bidang perpajakan khususnya Pajak Bumi dan Bangunan serta wajib memberikan keterangan atau data pendukung yang diperlukan untuk mendapatkan informasi yang dimaksud. b) Memperoleh pelayanan pendaftaran objek Pajak Bumi dan Bangunan baru serta memperoleh dan menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT). c) Mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani. 30

22 d) Mendapatkan pelayanan mutasi objek atau subjek pajak dan wajib mengajukan permohonan tertulis. e) Memperoleh pelayanan pembetulan, menerima Surat Keputusan Penyelesaian Pembetulan dan wajib mengajukan permohonan tertulis. f) Berhak mengajukan permohonan keberatan Pajak Bumi dan Bangunan dan mendapat jawaban atas pengajuan keberatan serta wajib mengajukan permohonan tertulis dalam bahasa indonesia dengan alasan-alasan yang jelas. g) Berhak mengajukan permohonan banding Pajak Bumi dan Bangunan paling lambat 3 bulan setelah diterimanya Keputusan Surat Keberatan dan menerima jawaban atas permohonan banding serta wajib mengajukan permohonan tertulis dalam bahasa indonesia kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat 3 bulan setelah diterimanya Surat Keputusan Keberatan. h) Berhak mengajukan permohonan pengurangan dan mendapat jawaban atas pengajuan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta wajib mengajukan permohonan tertulis paling lambat 3 bulan sejak diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT). i) Memperoleh jawaban atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan Administrasi yang terkait dalam prosedur pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan yaitu: 31

23 1) Pendataan. Pendataan adalah keinginan untuk memperoleh, mengumpulkan, melengkapi, dan menata usahakan data objek dan subjek sebagai salah satu bahan untuk menetapkan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan terhutang. 2) Penilaian. Penilaian adalah kegiatan menghitung nilai jual bumi dan bangunan secara merata dan seadil mungkin berdasarkan karakteristik objek pajak dan sesuai dengan nilai jualnya. 3) Pengenaan. Pengenaan adalah kegiatan perhitungan, penetapan, dan pembebanan pajak terutang dengan unsur pokok didalamnya yaitu tarif, Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP), dan tata cara perhitungannya. 4) Penerimaan dan Penagihan. Penerimaan adalah kegiatan administrasi Pajak Bumi dan Bangunan yang berkaitan dengan pembayaran, pemungutan, penyetoran, penagihan, pelimpahan, dan pembagian hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan. Sedangkan penagihan adalah serangkaian tindakan agar wajib pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita. 5) Keberatan dan Pengurangan. Keberatan terjadi karena: a) Wajib pajak merasa Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) atau Surat Ketetapa Pajak (SKP) tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, 32

24 mengenai luas objek Pajak Bumi dan atau Bangunan; klasifikasi objek Pajak Bumi dan atau Bangunan; penetapan atau pengenaan. b) Perbedaan penafsiran Undang-Undang antara wajib pajak dan fiskus, antara lain penetapan subjek pajak sebagai wajib pajak; objek pajak yang seharusnya tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan; penerapan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP); penetapan saat pajak terutang tanggal jatuh tempo. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan adalah pemberian keringanan pajak yang terutang atas objek pajak dalam hal: a) Wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, yaitu objek pajak berupa lahan pertanian, perkebunan, perikanan atau peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat akibat adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan; objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi; objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi; objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela 33

25 kemerdekaan; objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan dimanfaatkan oleh wajib pajak badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin. b) Wajib pajak orang pribadi dan atau badan dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam (gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan sebagainya) atau sebab-sebab lain yang luar biasa (kebakaran, kekeringan, wabah penyakit dan hama tanaman) ( Kesadaran wajib pajak Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kesadaran adalah keadaan tahu, mengerti dan merasa. Bila seseorang hanya mengetahui berarti kesadaran hukumnya masih rendah. Idealnya untuk mewujudkan sadar dan peduli pajak, masyarakat harus terus diajak untuk mengetahui, mengakui, menghargai dan mentaati ketentuan perpajakan yang berlaku. Kesadaran untuk mematuhi ketentuan (hukum pajak) yang berlaku tentu menyangkut faktor-faktor apakah ketentuan tersebut telah diketahui, diakui, dihargai dan ditaati. Sholichah dan Istiqomah (2005) mengatakan bahwa kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis untuk wajib pajak agar mereka rela memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan dengan cara membayar pajak secara tepat waktu dan tepat jumlah. Dapat disimpulkan pengertian dari kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi dimana wajib pajak mengetahui, mengakui, menghargai dan mentaati 34

26 ketentuan perpajakan yang berlaku serta memiliki kesungguhan dan keinginan untuk memenuhi kewajiban pajaknya dengan cara membayar pajak secara tepat waktu dan tepat jumlah. Meningkatnya pengetahuan perpajakan masyarakat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak (Hardiningsih dan Nila Yulianawati, 2011:130). Kesadaran wajib pajak atas perpajakan amatlah diperlukan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Secara empiris juga telah dibuktikan bahwa makin tinggi kesadaran perpajakan wajib pajak maka makin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak (Suyatmin, 2004) Sanksi perpajakan Menurut Mardiasmo (2009:47), sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Dalam Undang-Undang perpajakan dikenal dua macam sanksi perpajakan, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana (Burton, 2002). Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian negara, khususnya yang berupa denda, bunga, dan kenaikan. Sanksi pidana merupakan sanksi berupa siksaan atau penderitaan (Ilyas, 2011:538). Merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Hutagaol, dkk (2007:189) mengatakan bahwa, sanksi perpajakan dikenakan kepada Wajib Pajak yang tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Penerapan sanksi perpajakan baik sanksi 35

27 administrasi (denda, bunga dan kenaikan) maupun sanksi pidana (kurungan atau penjara) mendorong kepatuhan wajib pajak. Namun penerapan sanksi harus konsisten dan berlaku terhadap semua wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan. Sanksi PBB dimulai dari yang teringan, yaitu berupa peringatan dan teguran, sampai yang terberat yaitu kurungan dan sita. Sanksi PBB yang banyak diterapkan adalah dengan denda, yaitu sebesar 2% (dua persen) dari pokok ketetapan pajak terhutangnya pada tahun yang bersangkutan. Denda PBB diberlakukan jika wajib pajak tidak melaksanakan pembayaran PBB-nya dalam batas waktu yang telah ditetapkan (Kahono, 2003:42). Penelitian yang dilakukan oleh Yadnyana (2010) menemukan bahwa sikap Wajib Pajak terhadap kewajiban perpajakan yang berupa sanksi pajak berpengaruh pada kepatuhan Wajib Pajak Kepatuhan wajib pajak Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia patuh berarti suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan, berdisiplin. Sedangkan kepatuhan berati bersifat patuh, ketaatan, tunduk, atau patuh pada ajaran atau aturan. Jadi kepatuhan wajib pajak yaitu suatu ketaatan wajib pajak untuk melakukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan (Pramushinta dan Baldric Siregar, 2011). Menurut Santoso (2008:88) kepatuhan perpajakan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Menurut Chau dan Patrick 36

28 Leung (2009), kepatuhan yang tidak meningkat akan mengancam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraaan masyarakat. Ada dua macam kepatuhan (Supadmi, 2009:216), yaitu : 1) Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. 2) Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif/hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal Wajib pajak patuh Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007, Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak patuh yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak apabila memenuhi semua syarat sebagai berikut. 1) Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan. 2) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau meunda pembayaran pajak. 37

29 3) Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut. 4) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir Hubungan antara kesadaran wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi dimana wajib pajak mengetahui, memahami dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela. Meningkatnya pengetahuan perpajakan masyarakat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak (Hardiningsih dan Nila Yulianawati, 2011:130). Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak maka pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pelaporan wajib pajak. Penelitian Wuri (2009) menemukan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak maka pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan Hubungan antara sanksi perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Undang-undang perpajakan dan peraturan secara garis besar berisikan hak dan kewajiban, tindakan yang diperkenanakan dan yang tidak diperkenankan 38

30 masyarakat. Supaya undang-undang dan peraturan tersebut dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi pelanggarnya, demikian juga untuk hukum pajak (Nugroho, 2006:32). Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya. Semakin banyak pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak maka semakin berat sanksi yang diterima. Pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan yang berlaku juga sangatlah penting guna dapat melaksanakan dan memenuhi kewajiban di perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan ( Ratna Sari dan Afriyanti, 2012:75). Penelitian yang dilakukan oleh Indrayani (2011) dan Frederica (2008:278) mengemukakan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Jika persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan meningkat maka kepatuhan wajib pajak pun meningkat. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dilakukan oleh Wuri (2009), variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitas pelayanan, biaya kepatuhan pajak, kesadaran wajib pajak dan kepatuhan wajib pajak badan. Teknik analisis yang digunakan yaitu regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan dan kesadaran wajib pajak berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Badan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Denpasar, sedangkan biaya kepatuhan pajak berpengaruh negatif. Persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan variabel kesadaran wajib pajak sebagai variabel bebas dan variabel kepatuhan 39

31 pajak sebagai variabel terikat. Sedangkan perbedaan penelitian ini terletak pada variabel bebas biaya kepatuhan dan kualitas pelayanan serta pada tahun penelitiannya. Karena dalam penelitian ini menggunakan dua variabel bebas yaitu kesadaran wajib pajak dan sanksi perpajakan. Penelitian Harry (2011) menggunakan variabel kewajiban moral dan sanksi perpajakan dan kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Teknik analisis yang digunakan yaitu regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewajiban moral dan sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara. Persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan variabel sanksi perpajakan sebagai variabel bebas dan variabel kepatuhan pajak sebagai variabel terikat. Sedangkan perbedaan penelitian ini terletak pada lokasi penelitian, variabel bebas kewajiban moral serta pada tahun penelitiannya. Karena dalam penelitian ini menggunakan dua variabel bebas yaitu kesadaran wajib pajak dan sanksi perpajakan. Penelitian Arthaningsih (2010) memiliki persamaan dengan penilitian ini dalam hal lokasi penelitian di KPP Pratama Denpasar Timur dan objek penelitian yaitu Pajak Bumi dan Bangunan. Perbedaannya terletak pada teknik anilisis yang digunakan, dalam penelitian ini teknik analisis yang digunakan adalah teknik regresi linear berganda. Penelitian Nugroho (2006) memiliki persamaan dengan penelitian ini pada variabel bebas yang digunakan yaitu sikap wajib pajak pada pelaksanaan sanksi denda dan kesadaran perpajakan serta variabel terikat yaitu kepatuhan wajib 40

32 pajak. Sedangkan perbedaannya terletak pada variabel bebas pelayanan fiskus dan lokasi penelitiannya. Tabel 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Sebelumnya No Nama. Peneliti 1. Ni Ketut Wuri Manik Asri (2009) 2. I Putu K. Harry Setiawan (2011) 3. Luh Arthanin gsih (2009) Lokasi Penelitian KPP Madya Denpasar KPP Pratama Badung Utara KPP Pratama Denpasar Timur Variabel 1. Kualitas pelayanan (X1) 2. Biaya Kepatuhan Pajak (X2) 3. Kesadaran Wajib Pajak (X3) 4. Kepatuhan wajib pajak badan (Y) 1. Kewajiban Moral (X1) 2. Sanksi Perpajakan (X2) 3. Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Y) Mengetahui tingkat kesesuaian Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Denpasar Teknik Analisis Regresi Linear Berganda Regresi Linear Berganda Teknik Analisis Kualitatif bersifat Deskriptif Komparati f Hasil Penelitian Adanya hubungan yang positif antara kualitas pelayanan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan, sedangkan biaya kepatuhan wajib pajak berpengaruh negatif. Kewajiban moral dan sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Pelaksanaan sistem pemungutan PBB yang dilakukan oleh fiskus atau aparatur perpajakan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Denpasar Timur telah 41

33 Timur dalam memenuhi pelaksanaan sistem pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan berdasarkan UU No. 12 tahun 1994 sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku yaitu UU No. 12 Tahun No Nama. Peneliti 4. Agus Nugroho Jatmiko (2006) Lokasi Penelitian Studi Empiris terhadap WP OP di Kota Semarang Variabel 1. Sikap WP pada pelaksnaan sanksi denda (X1) 2. Pelayanan Fiskus (X2) 3. Kesadaran Perpajakan (X3) 4. Kepatuhan Wajib Pajak (Y) Teknik Analisis Regresi Linear Berganda Hasil Penelitian Sikap wajib pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Sumber: Hasil penelitian sebelumnya, 2012 (data diolah) 2.3 Rumusan Hipotesis Berdasarkan pada teori yang ada serta hasil-hasil penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang akan dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Pengaruh kesadaran wajib pajak pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. Kesadaran Wajib Pajak adalah suatu kondisi dimana wajib pajak mengetahui, memahami dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela. 42

34 Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak maka pengetahuan, pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Wuri (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan wajib pajak. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut. H1 : Kesadaran wajib pajak berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. 2) Pengaruh sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Denpasar Timur. Undang-undang perpajakan dan peraturan pelaksanaannya tidak memuat jenis penghargaan bagi wajib pajak yang patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Walaupun tidak mendapatkan penghargaan atas kepatuhannya dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, wajib pajak akan dikenakan sanksi apabila sengaja tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya. Semakin banyak pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak maka semakin berat sanksi yang diterima. Berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Muliari dan Ery Setiawan (2011) mengemukakan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan perpajakan. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: 43

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak secara umum adalah iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang tanpa mendapatkan jasa timbal balik

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Secara Umum 2.1.1. Pengertian Pajak BAB II BAHAN RUJUKAN Pajak secara umum adalah iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan undang undang tanpa mendapatkan jasa timbal

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak Pajak secara umum adalah iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan undang undang tanpa mendapatkan jasa timbal balik langsung.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain : a. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang (dapat dipaksakan)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang (dapat dipaksakan) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Pajak menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Pengertian Pajak BAB II BAHAN RUJUKAN Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Pajak merupakan gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada dalam masyarakat. Masyarakat terdiri dari individu-individu yang mempunyai hidup sendiri dan kepentingan sendiri.

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Pajak

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Pajak BAB II BAHAN RUJUKAN Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara, dengan demikian setiap orang sebagai anggota masyarakat suatu negara harus mengetahui segala

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi Bangunan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi Bangunan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Pajak Bumi Bangunan Ada beberapa macam pengertian atau definisi mengenai pajak bumi bangunan yang diungkapkan oleh beberapa ahli, tetapi pada intinya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH,

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH, PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan dibutuhkan dana dalam jumlah yang besar, dana yang

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan dibutuhkan dana dalam jumlah yang besar, dana yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN Dasar Hukum Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-undang No. 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12 tahun 1994. Asas Pajak Bumi dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Perpajakan 1. Pengertian Pajak Tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari para ahli, antara lain: Definisi pajak UU KUP No.28 tahun 2007: Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut:

Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) A. Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut: a) Bahwa pajak merupakan sumber penerimaan negara yang penting

Lebih terperinci

WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB

DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB I. Dasar Hukum Pemungutan PBB 1. UU No. 6 Tahun 1983 diperbaharui dengan UU No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan 2. UU No. 12 tahun 1985 diperbaharui dengan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Teori Atribusi Teori atribusi yaitu ketika perilaku seseorang diamati oleh individu-individu dan mencoba untuk menilai apakah perilaku tersebut disebabkan secara

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Menurut S.I.Djajadiningrat (Resmi,2009:1) Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANGGARAI BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PAJAK

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PAJAK 15 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PAJAK A. Definisi Pajak Menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2007, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan usaha yang bersifat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi dan Bangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI LAMPUNG TIMUR, : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

Lebih terperinci

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN 22 HLM, LD No 15 ABSTRAK : - bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak memiliki definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain :

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak memiliki definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain : BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori dan Literatur II.1.1 Pengertian Pajak Pajak memiliki definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain : 1. Pajak menurut Undang-undang No. 28 tahun 2007

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PERDESAAN DAN PERKOTAAN

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PERDESAAN DAN PERKOTAAN QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PERDESAAN DAN PERKOTAAN BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN 1 Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

-1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

-1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN -1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Perpajakan 1. Pengertian Pajak Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak memiliki definisi yang dikemukakan oleh para ahli antara lain : 1. Pajak menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2007 adalah : Pajak adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN. A. Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN. A. Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan 39 BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN A. Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan di Kabupaten Langkat Berdasarkan Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berikut ini merupakan definisi mengenai pajak menurut beberapa ahli, yaitu :

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berikut ini merupakan definisi mengenai pajak menurut beberapa ahli, yaitu : BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Berikut ini merupakan definisi mengenai pajak menurut beberapa ahli, yaitu : 1. Rochmat Soemitro, dalam Sukrisno Agoes, mendefinisikan bahwa : Pajak adalah iuran

Lebih terperinci

BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN SALINAN BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS RANCANGAN BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI ESA HILANG DUA TERBILANG PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI PERATURAN DAERAH KOTA TEBING TINGGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANA TORAJA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGGAMUS, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH } PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA PERATURAN DAERAH KONAWE UTARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KONAWE UTARA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

ANALISIS KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM PEMBAYARAN PBB UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN DAERAH STUDI KASUS PADA KPP PRATAMA JAKARTA DUREN SAWIT

ANALISIS KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM PEMBAYARAN PBB UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN DAERAH STUDI KASUS PADA KPP PRATAMA JAKARTA DUREN SAWIT ANALISIS KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM PEMBAYARAN PBB UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN DAERAH STUDI KASUS PADA KPP PRATAMA JAKARTA DUREN SAWIT Lia Atmasari Sipayung Muindro Renywijoyo Dwidjaja Agus Susanto

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN SALINAN WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PULANG PISAU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 12 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 12 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 12 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BUPATI MALUKU TENGGARA

BUPATI MALUKU TENGGARA SALINAN BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALUKU TENGGARA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 08 TAHUN 2012 TLD NO : 08

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 08 TAHUN 2012 TLD NO : 08 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 08 TAHUN 2012 TLD NO : 08 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) KABUPATEN BANYUWANGI.

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) KABUPATEN BANYUWANGI. BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Perpajakan Elearning # 11

Perpajakan Elearning # 11 (PBB) Pengertian (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12 Tahun

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. bahwa Pajak

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2012 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2012 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2012 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara adil dan merata. Pembangunan yang baik harus memiliki sasaran dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. secara adil dan merata. Pembangunan yang baik harus memiliki sasaran dan tujuan Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di Benua Asia, oleh karena itu Indonesia melakukan berbagai pembangunan nasional pada semua aspek

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAJENE dan BUPATI MAJENE MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAJENE dan BUPATI MAJENE MEMUTUSKAN: BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG

WALIKOTA PANGKALPINANG WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN. A. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN. A. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN A. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POLEWALI MANDAR, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR : 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR : 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR : 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOJONEGORO,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa Pajak Bumi

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak secara Umum Pengertian pajak menurut Undang-Undang No. 16 tahun 2009 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain sebagainnya. Dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain sebagainnya. Dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Perpajakan Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela dalam memelihara kepentingan negara, seperti menyediakan

Lebih terperinci

BUPATI BO M BA N A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BO M BA N A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BO M BA N A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 5 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pajak merupakan sarana yang digunakan pemerintah untuk memperoleh dana dari rakyat. Hasil penerimaan pajak tersebut untuk mengisi anggaran Negara sekaligus membiayai keperluan

Lebih terperinci

TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR,

TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK 1 PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1985 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1985 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1985 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pajak merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, Menimbang a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI NGAWI BUPATI NGAWI,

BUPATI NGAWI BUPATI NGAWI, BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR : 10 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR : 10 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR : 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pajak daerah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HULU

PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HULU PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH PRAKTIK KERJA LAPANGAN. Dalam situasi Negara Republik Indonesia yang sedang melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH PRAKTIK KERJA LAPANGAN. Dalam situasi Negara Republik Indonesia yang sedang melaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI Dalam situasi Negara Republik Indonesia yang sedang melaksanakan pembangunan sangat diperlukan sumber keuangan atau penerimaan.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan Pasal 2

Lebih terperinci