BAB II BAHAN RUJUKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II BAHAN RUJUKAN"

Transkripsi

1 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Untuk lebih jelasnya, berikut akan dikemukakan beberapa pengertian yang berhubungan dengan pajak yang didapat dari berbagai sumber : 1. Andriani dalam Thomas Sumarsan (2013: 3) pengertian pajak adalah : Pajak adalah iuran wajib kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak membayarnya menurut peratutan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. 2. Djajadiningrat dalam Siti Resmi (2013: 2) pengertian pajak adalah : Pajak adalah suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian kekayaan negara karena suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu. Pungutan tersebut bukan hukuman, tetapi menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan. Untuk itu, tidak ada jasa balik dari negara secara langsung, misalnya untuk memelihara kesejahteraan umum. 6

2 7 3. Diana Sari (2013: 33) pengertian pajak adalah : Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara dipungut berdasarkan Undang-Undang yang sifatnya dapat dipaksakan tanpa mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukan secara langsung dan diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dan dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian dan perbuatan. Pajak Daerah menurut Early Suandy (2011: 229) adalah : Pajak Daerah adalah iuran yang wajib dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan prundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan Pembangunan Daerah. Menurut Mardiasmo (2011: 1) dapat disimpulkan bahwa pajak memiki unsur-unsur : 1. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2. Berdasarkan Undang-Undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjuk adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara yakni pengeluaranpengeluaran pemerintah, yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak adalah iuran wajib rakyat kepada Negara (pemerintah) yang bersifat memaksa berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan (undang-undang) tanpa adanya

3 8 kontraprestasi secara langsung yang dapat dirasakan oleh rakyat dan digunakan untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum Jenis-jenis Pajak Jenis-jenis pajak sangat beragam, dapat dibedakan menurut golongannya, sifatnya, ataupun menurut lembaga pemungutannya. Mardiasmo (2011: 5) menyatakan bahwa jenis-jenis pajak dibagi ke dalam beberapa kelompok, antara lain : 1. Menurut Golongannya 1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sediri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain, contohnya Pajak Penghasilan. 2) Pajak tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain, contohnya Pajak Pertambahan Nilai. 2. Menurut Sifatnya 1) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya Pajak Penghasilan. 2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan pada diri wajib pajak, contohnya Pajak Pertambahan Nilai. 3. Menurut Lembaga Pemungutannya 1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, contohnya Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai. 2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, contohnya Pajak kendaraan, dan bea balik nama kendaraan bermotor, Pajak hotel dan

4 9 restoran (pengganti pajak pembangunan), pajak hiburan, dan pajak penerangan jalan Tata Cara Pemungutan Pajak Tata cara pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel. Mardiasmo (2011: 6) menyatakan bahwa tata cara pemungutan pajak terdiri dari: 1. Stelsel Nyata/Rill (riel stelsel) Yaitu pengenaan pajak didasarkan pada (objek penghasilan nyata) sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Kelebihan : pajak dikenakan lebih realistis. Kelemahan : pajak baru dikenakan akhir periode. 2. Stelsel Anggapan (fictieve stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undangundang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. 3. Stelsel Campuran Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan anggapan, kemudian pada akhir tahun pembayaran didasarkan dan disesuaikan dengan keadaan sebenarnya.

5 Sistem Pemungutan Pajak Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu : 1. Official Assesment System Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 2. Self Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk : 1) Menghitung sendiri pajak yang terutang. 2) Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang. 3) Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang. 4) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. 5) Mempertanggung jawabkan pajak yang terutang 3. With Holding System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang diajukan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor, dan mempertanggung jawabkan melalui cara perpajakan yang tersedia.

6 Fungsi Pajak Menurut Siti Resmi (2003: 3) terdapat dua fungsi pajak, yaitu : 1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Pajak merupakan salah satu sumber keuangan penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. 2. Fungsi Regularend (Pengatur) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Beberapa contoh perpajakan sebagai fungsi pengatur adalah : 1) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengkonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah). 2) Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga pemerataan pendapatan. 3) Tarif pajak ekspor sebesar 0% agar para pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga dapat memperbesar devisa Negara Tarif Pajak Menurut Siti Resmi (2013 : 14) untuk menghitung pajak yang terutang diperlukan dua unsur, yaitu tarif pajak dan dasar pengenaan pajak. Tarif pajak dapat berupa angka atau presentase tertentu. Terdapat 4 jenis tarif pajak, yaitu : 1. Tarif Pajak Tarif pajak adalah tarif berupa jumlah angka yang tetap, berapa pun besarnya dasar pengenaan pajak.

7 12 2. Tarif Proporsional (sebanding) Tarif Proporsional adalah tarif berupa presentase tertentu yang sifatnya tetap terhadap berapa pun dasar pengenaan pajaknya. Makin besar dasar pengenaan pajak maka makin besar pula jumlah pajak yang terutang dengan kenaikan secara proporsional atau sebanding. 3. Tarif Progresif (meningkat) Tarif Progresif adalah tarif berupa presentase tertentu yang makin meningkat dengan makin meningkatnya dasar pengenaan pajak. Tarif progresif dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1) Tarif progresif-proporsional. Tarif berupa presentase tertentu yang makin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, dan kenaikan presentase tersebut adalah tetap. 2) Tarif progresif- progresif. Tarif berupa presentase tertentu yang makin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, dan kenaikan presentase tersebut juga makin meningkat. 3) Tarif progresif-degresif. Tarif berupa presentase tertentu yang makin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, tetapi kenaikan presentase tersebut semakin menurun. 4. Tarif Degresif (menurun) Tarif berupa presentase tertentu yang makin menurun dengan makin meningkatnya dasar pengenaan pajak. 2.2 Pajak Bumi dan Bangunan Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Menurut Diana Sari (2013: 119) Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang bersifat objektif yang artinya bahwa besarnya pajak yang terutang ditentukan oleh keadaan objeknya yaitu bumi (tanah) dan atau/ bangunan. Kondisi dan keadaan

8 13 dari subjek pajaknya (siapa yang menjadi penanggung atau pembayar PBB) tidak ikut dalam menentukan besarnya pajak terutang Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Menurut Marihot Pahala Siahan (2010: 553) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pedesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan pedalaman dan atau laut. PBB Pedesaan dan Perkotaan merupakan jenis pajak kabupaten/kota yang baru ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan Dasar hukum pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 perubahan tersebut menyangkut terhadap pelaksanaannya, yang ini berupa Keputusan Menteri Keuangan No.1007/KMK/04/1985, keputusan bersama Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Ekonomi Daerah No.Kep.30/PJ.7/1986, No yang isinya pelaksanaan pelimpahan kewenangan Menteri Keuangan dalam hal penagihan Pajak Bumi dan Bangunan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota.

9 Asas Pajak Bumi dan Bangunan Menurut Mardiasmo (2011: 311) asas Pajak Bumi dan Bangunan telah ditentukan oleh Undang-Undang, yaitu : 1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan. 2. Adanya kepastian hukum. 3. Mudah dimengerti. 4. Menghindari pajak berganda Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Objek Pajak Bumi dan Bangunan Yang dimaksud dengan objek pajak bumi dan bangunan yang dikemukakan oleh Oyok Abunyamin (2010: 336) Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan, pedalaman, serta laut wilayah Indonesia. Dan tubuh bumi yang berada di bawahnya seperti : sawah, ladang, kebun, pekarangan dan tambang. Dalam menentukan klarifikasi bumi atau tanah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : 1. Letak. 2. Peruntukan. 3. Kondisi dan lingkungan. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakan secara tetap pada tanah dan/atau bangunan. Dalam hal ini menentukan klasifikasi bangunan harus diperhatikan faktor-faktor : 1. Bahan yang digunakan. 2. Rekayasa. 3. Letak. 4. Kondisi lingkungan.

10 15 Termasuk dalam bangunan adalah : 1. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, dan lain-lain yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut. 2. Jalan tol. 3. Kolam renang. 4. Pagar mewah. 5. Tempat olahraga. 6. Galangan kapal, dermaga. 7. Taman mewah. 8. Tempat penampungan/kilang minyak, air, dan gas, pipa minyak. 9. Fasilitas lain yang memberikan manfaat. Sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dikecualikan dari pengenaan PBB adalah : 1. Tanah atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan nasional, yang dimaksud untuk tidak memperoleh keuntungan. Contoh objek yang dikecualikan atau tidak dikenai PBB itu seperti : pesantren atau sejenisnya, sekolah/madrasah, tanah wakaf, rumah sakit, pemerintah dan lainlain. 2. Tanah atau bangunan yang digunakan untuk kuburan umum, peninggalan purbakala, atau sejenis dengan itu seperti museum. 3. Tanah atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik atau konsultan berdasarkan asas perlakuan timbal balik.

11 16 4. Tanah yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, taman nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak. 5. Bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan. 6. Digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintah (UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 77). Berdasarkan objeknya PBB dibagi menjadi beberapa sektor yang penanganannya masuk pemerintah pusat atau daerah, yaitu : 1. PBB masuk Pajak Pusat yaitu : 1) PBB sektor perkebunan 2) PBB sektor perhutanan 3) PBB sektor pertambangan 2. PBB masuk Pajak Daerah yaitu : 1) PBB sektor perkotaan 2) PBB sektor pedesaan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) adalah batasan Nilai Jual Objek Pajak atas Bumi/atau Bangunan yang tidak kena pajak. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah pasal 51 ayat (4) besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp ,- (dua puluh lima juta rupiah) untuk setiap wajib pajak. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) merupakan suatu batas NJOP dimana wajib pajak tidak terutang pajak. Maksudnya adalah apabila seorang wajib pajak memiliki objek pajak yang nilainya di bawah NJOPTKP, maka wajib pajak tersebut dibebaskan dari pembayaran pajak. Selain itu, bagi setiap wajib pajak yang memiliki objek pajak yang nilainya melebihi NJOPTKP, maka perhitungan

12 17 NJOP sebagai dasar perhitungan pajak terutang dilakukan terlebih dahulu mengurangkan NJOP dengan NJOPTKP Objek Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Objek pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan yang dikemukakan oleh Marihot Pahala Siahaan (2010: 555) adalah bumi dan bangunan. Objek PBB Pedesaan dan Perkotaan adalah bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Yang dimaksud dengan kawasan adalah semua tanah dan bangunan yang digunakan oleh perusahaan perkebunan, perhutanan, dan pertambangan di tanah yang diberi hak guna usaha perkebunan, tanah yang diberi hak pengusahaan hutan, dan tanah yang menjadi wilayah usaha pertambangan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Menurut pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No.12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.12 Tahun 1994 dan pasal 78 ayat (1) Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bahwa subjek pajak Bumi dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.

13 Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Menurut pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No.12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli. NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis atau nilai perolehan baru atau NJOP pengganti. Yang dimaksud dengan : 1. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenisnya adalah objek pajak yang letaknya berdekatan dan telah diketahui harga jualnya. 2. Nilai perolehan baru adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dilakukan dengan penyusutan berdasarkan kondisi objek pajak. 3. Nilai jual pengganti adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan hasil produksi objek pajak tersebut. Berdasarkan NJOP ditetapkan setiap tiga tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap satu tahun dengan perkembangan wilayahnya. Pada dasarnya penetapan NJOP adalah tiga tahun sekali, hanya saja untuk daerah tertentu perkembangan pembangunannya mengakibatkan kenaikan NJOP yang cukup besar, penetapan NJOP dapat ditetapkan setahun sekali. Penetapan besarnya NJOP dilakukan bupati/walikota. Sedangkan menurut Undang-Undang No.12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.12 Tahun 1994 tentang PBB bahwa dasar penghitungan adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang ditetapkan serendahrendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari NJOP. Nilai Jual Kena Pajak (Assesment Value) adalah nilai jual yang dipergunakan

14 19 sebagai dasar perhitungan pajak, yaitu suatu presentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. Besarnya presentase Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional. Sedangkan dalam peraturan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restibusi Daerah bahwa Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) sudah tidak dipergunakan lagi Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Menurut pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restibusi Daerah (PDRD), tarif PBB Pedesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi 0,3% (nol koma tiga persen) dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksud untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menentukan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan tidak lebih dari 0,3% (nol koma tiga persen) Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Faktor-faktor dalam penghitungan PBB adalah sebagai berikut : 1. Tarif Berdasarkan dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restibusi Daerah pasal 80 ayat (1) menyatakan bahwa tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak (bumi dan bangunan) adalah paling tinggi 0,3%. Yang menjadi basis Pajak Bumi dan Bangunan adalah NJOP setelah NJOPTKP, tarif Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan

15 20 ditetapkan dengan Peraturan Daerah No.29 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Pasal 55 : 1) Sebesar 0,1% (nol koma satu persen) untuk objek pajak dengan NJOP sampai dengan Rp ,- (satu milyar rupiah) 2) Sebesar 0,2% (nol koma satu persen) untuk objek pajak dengan NJOP di atas Rp ,- (satu milyar rupiah) 2. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Menurut Mardiasmo (2011: 312) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Apabila tidak terjadi transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain/atau bangunan yang tidak kena pajak. Berdasarkan peraturan yang sejenisnya atau dengan nilai perolehan baru. Yang dimaksud dengan perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkan dengan objek pajak lain sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama serta telah diketahui harga jualnya. Sedangkan nilai perolehan baru adalah suatu pendekatan/metode penentuan Nilai Jual Objek Pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek pajak tersebut pada saat penilaian dilakukan yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut. 3. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) Menurut Diana Sari (2013: 133) Nilai Jual Kena Pajak adalah nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan pajak, yaitu suatu presentase tertentu dari NJOP. Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggitingginya 100% (seratus persen) dari Nilai Jual Objek Pajak yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional. Sedangkan dalam peraturan Undang-Undang No.28 Tahun 2009

16 21 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bahwa Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) sudah tidak dipergunakan lagi. 4. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak adalah batasan Nilai Jual Objek Pajak atas Bumi/atau Bangunan yang tidak kena pajak. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah pasal 51 ayat (4) besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp ,- (dua puluh lima juta rupiah) untuk setiap wajib pajak. Setelah diketahui faktor-faktor sebagaimana disebutkan di atas, maka penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terutang dengan formula sebagai berikut : NJOP Tanah = luas x nilai jual/m2 = Rp. NJOP Bangunan = luas x nilai jual/m2 = Rp. + NJOP Dasar Pengenaan = Rp. NJOPTKP = Rp. - NJOP Untuk penghitungan PBB = Rp. Tarif Pajak = % x Pajak Terutang = Rp Tahun, Saat, dan Tempat Pajak Terutang 1. Tahun Pajak Menurut pasal 8 Undang-Undang No.12 Tahun 1985 sebagaimana telah di ubah terakhir dengan Undang-Undang No.12 Tahun 1994 tentang PBB dan pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwin, yaitu jangka waktu 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun berjalan.

17 22 2. Saat Pajak Menurut pasal 8 ayat (2) No.12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.12 Tahun 1994 tentang PBB dan pasal 82 ayat (2) Undang-Undang PDRD, saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan objek pajak pada saat tanggal 1 Januari, maka keadaan objek pajak pada tanggal tersebut merupakan saat yang menentukan pajak yang terutang. Contoh : 1) Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2011 berupa tanah dan bangunan. Pada tanggal 10 Januari 2011 bangunan terbakar, maka pajak yang terutang tetap berdasarkan keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari 2011 yaitu keadaan sebelum bangunan tersebut terbakar. 2) Objek pajak yaitu pada tanggal 1 Januari 2011 pada tanggal tersebut sebidang tanah tanpa bangunan di atasnya. Pada tanggal 10 Januari 2011 dilakukan pendataan, ternyata di atas tanah tersebut telah berdiri satu bangunan, maka pajak yang terutang untuk tahun 2011 tetap dikenakan pajak berdasarkan keadaan pada tanggal 1 Januari 2011, sedangkan bangunannya baru akan dikenakan pada tahun Tempat Pajak Terutang Menurut pasal 8 ayat (3) No.12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No.12 Tahun 1994 tentang PBB dan pasal 82 ayat (3) Undang-Undang PDRD, tempat pajak terutang adalah sebagai berikut : 1) Untuk daerah Jakarta, di wilayah Jakarta khusus Ibu Kota Jakarta. 2) Untuk daerah lainnya, di wilayah kabupaten daerah tingkat II atau kotamadya daerah tingkat II yang meliputi tempat objek pajak.

18 Pendaftaran, Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan Surat Ketetapan Pajak (SKP) 1. Pendaftaran Menurut pasal 9 dan pasal 10 UU PBB dan pasal 83 ayat (1) UU PDRD, pendaftaran diatur sebagai berikut : 1) Dalam rangka pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek pajaknya dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak. 2) Surat Pemberitahuan Objek Pajak harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada Dirjen Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Objek Pajak. 3) Berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak Ditjen Pajak menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang. 2. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Menurut Diana Sari (2013: 135) Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah sarana bagi wajib pajak untuk mendaftarkan objek pajak yang akan dipakai sebagai dasar untuk menghitung PBB terutang, sedangkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan untuk memberitahukannya besarnya PBB yang terutang kepada wajib pajak. 3. Surat Ketetapan Pajak (SKP) Menurut Diana Sari (2013: 143) Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat keputusan kepala kantor pajak yang memberitahukan besarnya pajak yang terutang termasuk denda administrasi kepada Wajib Pajak (WP). SKP diterbitkan apabila :

19 24 1) Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) : (1) Tidak diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh WP (2) Tidak disampaikan kembali dalam jangka waktu 30 hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran 2) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan (SPOP) yang disampaikan oleh WP : (1) Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang disebarkan SPOP tidak diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta tidak ditandatangani oleh WP atau pengembalian SPOP lewat 30 hari setelah diterima WP, adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% dihitung oleh pokok pajak. (2) Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang didasarkan atas pemeriksaan atau keterangan lain adalah selisih pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang dihitung berdasarkan SPOP ditambah dengan administrasi sebesar 25% dari selisih pajak yang terutang. (3) SKP disampaikan kepada WP melalui : a. Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak b. Kantor Pos c. Pemerintah Daerah (4) SKP harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sejak SKP diterima oleh WP (5) Atas SKP dapat diajukan keberatan/pengurangan

20 Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Pengertian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pemberian keringanan pajak yang terutang atas objek pajak dalam hal : 1 Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya : 1) Objek Pajak berupa lahan pertanian, perkebunan, perikanan dan pertenakan yang hasilnya sangat terbatas yang dimiliki, dikuasai dan/ dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi. 2) Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan/ dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat akibat adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan. 3) Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan/ dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi. 4) Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan/ dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi. 5) Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan/ dimanfaatkan oleh Wajib Pajak veteran pembela kemerdekaan. 6) Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan/ dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan. 2 Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus dan

21 26 sebagainya atau sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit, dan hama tanaman) Pengajuan Permohonan Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan 1 Permohonan pengurangan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama atau Kepala Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP). 2 Isi surat permohonan menyebutkan prosentase pengurangan yang dimohonkan. 3 Pengajuan permohonan dilakukan dengan ketentuan : 1) Untuk ketetapan PBB sampai dengan Rp , 00 (seratus ribu rupiah) dapat diajukan secara perseorangan atau kolektif melalui Kepala Desa atau Lurah yang bersangkutan dengan formulir yang telah ditentukan. 2) Untuk ketetapan PBB di atas Rp , 00 (seratus ribu rupiah) harus diajukan oleh WP yang bersangkutan dengan melampirkan fotokopi SPPT/SKP PBB Tahun Pajak yang dimohonkan. 3) Untuk WP Badan melampirkan fotokopi : (1) SPPT/SKP PBB Tahun yang dimohonkan. (2) SPPT PPh Tahun terakhir beserta lampirannya. (3) STTS tahun pajak terakhir atau struk ATM/ Counter Teller pembayaran PBB. (4) Laporan keuangan perusahaan. 4) Untuk Objek Pajak yang terkena bencana alam, hama tanaman dan sebab lain yang luar biasa dan bersifat kolektif diajukan oleh Kepala Desa/Lurah dengan diketahui Camat dengan mencantumkan nama-nama Wajib Pajak

22 27 yang dimohonkan pengurangannya dengan mempergunakan formulir yang telah ditentukan. 4 Permohonan diajukan selambat-lambatnya 3 bulan sejak SPPT/SKP diterima WP atau sejak terjadinya bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa. 5 Pengurangan secara kolektif diajukan sebelum SPPT diterbitkan selambatlambatnya tanggal 10 Januari untuk tahun pajak yang bersangkutan. 6 Apabila batas waktu pengajuan tersebut tidak dipenuhi, maka permohonanya tidak diperoses, dan Kepala Kantor Pelayanan PBB yang bersangkutan harus memberitahukan secara tertulis kepada WP/Kepala Desa/Lurah disertai penjelasan seperlunya Bentuk Keputusan Keputusan atas permohonan pengurangan besarnya PBB yang diajukan WP dapat berupa : 1 Mengabulkan seluruh permohonan. 2 Mengabulkan sebagian atau menolak. 2.5 Tata Cara Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 167/PMK.03/2007. diatur tempat dan tata cara pembayaran PBB sebagai berikut : 1 Pembayaran PBB terutang untuk objek pajak : 1) Pedesaan dan Perkotaan dilakukan di : (1) Tempat Pembayaran (TP), yaitu Bank Umum/Kantor Pos ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima pembayaran PBB dan memindah bukukan ke Bank Presepsi/Pos Presepsi.

23 28 (2) Tempat Pembayaran Elektronik, yaitu Bank Umum/Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima pembayaran PBB secara elektronik dan memindah bukukan ke Bank Presepsi Elektronik/Pos Presepsi Elektronik. Perkebunan, Kehutanan, dan Pertambangan Non Migas di Bank/Pos Presepsi. 2) Pertambangan Migas dan Energi Panas Bumi dilakukan di Bank/Pos Presepsi yang merangkap sebagai Bank Operasional (BO) III, yaitu Bank Umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima pelimpahan hasil penerimaan PBB dari Bank/Pos Presepsi Elektronik, melakukan pembagian hasil penerimaan PBB dan membayar pengembalian kelebihan pembayaran PBB.. 2 Dalam hal PBB dipungut oleh petugas pemungut, setiap hari kerja petugas pemungut wajib menyetorkan hasil pemungutan PBB tersebut ke TP, kecuali untuk daerah paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pemungutan. 1) Pembayaran harus dilakukan sekaligus (tidak diperkenankan mencicil). 2) Jatuh tempo pembayaran PBB adalah sebagai berikut : 1) SPPT (Surat Pemberitahuan pajak Terutang) Jatuh Tempo 6 bulan sejak diterima 2) SKP (Surat Ketetapan Pajak) Jatuh Tempo 1 bulan sejak diterima 3) STP (Surat Tagihan Pajak) Jatuh Tempo 1 bulan sejak diterima 2.6 Sanksi Sanksi Administrasi Menurut Mardiasmo (2011: 333), sanksi administrasi dikenakan terhadap : 1. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran, ditagih dalam SKP. Jumlah pajak yang terutang dalam Surat

24 29 Keterangan Pajak (SKP) adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dihitung dari pokok pajak. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lainnya ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak, ditagih dengan SKP. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP adalah selisih pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang terutang yang dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari selisih pajak yang terutang. 2. Pajak yang terutang saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar/pembayaran kurang, maka akan dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. 3. Karena kealpaannya sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dalam hal : 1) Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jendral Pajak. 2) Menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar. 4. Karena kesengajaannya sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dalam hal : 1) Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jendral Pajak. 2) Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar. 3) Tidak memperhatikan data atau meminjamkan surat atau dokumen lainnya. 4) Tidak menunjukan atau tidak meminjamkan keterangan yang diperlukan.

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Pengertian Pajak BAB II BAHAN RUJUKAN Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak Pajak secara umum adalah iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan undang undang tanpa mendapatkan jasa timbal balik langsung.

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak secara umum adalah iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang tanpa mendapatkan jasa timbal balik

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Secara Umum 2.1.1. Pengertian Pajak BAB II BAHAN RUJUKAN Pajak secara umum adalah iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan undang undang tanpa mendapatkan jasa timbal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain : a. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi Bangunan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi Bangunan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Pajak Bumi Bangunan Ada beberapa macam pengertian atau definisi mengenai pajak bumi bangunan yang diungkapkan oleh beberapa ahli, tetapi pada intinya

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Pajak BAB II BAHAN RUJUKAN Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara, dengan demikian setiap orang sebagai anggota masyarakat suatu negara harus mengetahui segala

Lebih terperinci

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN Dasar Hukum Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-undang No. 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12 tahun 1994. Asas Pajak Bumi dan

Lebih terperinci

DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB

DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB I. Dasar Hukum Pemungutan PBB 1. UU No. 6 Tahun 1983 diperbaharui dengan UU No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan 2. UU No. 12 tahun 1985 diperbaharui dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan dibutuhkan dana dalam jumlah yang besar, dana yang

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan dibutuhkan dana dalam jumlah yang besar, dana yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak secara Umum Pengertian pajak menurut Undang-Undang No. 16 tahun 2009 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang (dapat dipaksakan)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang (dapat dipaksakan) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

Lebih terperinci

Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut:

Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) A. Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut: a) Bahwa pajak merupakan sumber penerimaan negara yang penting

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak secara umum adalah iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang tanpa mendapatkan jasa timbal balik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH,

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH, PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

DASAR HUKUM. ASAS PBB 1.Memberikan kemudahan dan kesederhanaan 2.Adanya kepastian hukum 3.Mudah dimengerti dan adil 4.Menghindari pajak berganda

DASAR HUKUM. ASAS PBB 1.Memberikan kemudahan dan kesederhanaan 2.Adanya kepastian hukum 3.Mudah dimengerti dan adil 4.Menghindari pajak berganda DEFINISI Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) OLEH RULY WILIANDRI, SE., MM BUMI permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Perpajakan 1. Pengertian Pajak Tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari para ahli, antara lain: Definisi pajak UU KUP No.28 tahun 2007: Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang :

Lebih terperinci

DEFINISI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

DEFINISI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DEFINISI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PEDESAAN DAN PERKOTAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN: Undang Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Bumi dan Bangunan

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Pajak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN 1 Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak memiliki definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain :

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak memiliki definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain : BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori dan Literatur II.1.1 Pengertian Pajak Pajak memiliki definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain : 1. Pajak menurut Undang-undang No. 28 tahun 2007

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

-1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

-1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN -1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi

Lebih terperinci

WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. bahwa Pajak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi dan Bangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA,

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Pajak merupakan gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada dalam masyarakat. Masyarakat terdiri dari individu-individu yang mempunyai hidup sendiri dan kepentingan sendiri.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PAJAK

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PAJAK 15 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PAJAK A. Definisi Pajak Menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2007, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan usaha yang bersifat

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA OLEH: Yulazri M.Ak. CPA Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Dasar Hukum : No. Tahun Undang2 12 1985 Perubahan 12 1994 OBJEK PAJAK Pasal 2 ayat (1) BUMI BANGUNAN Adalah: Permukaan bumi yang meliputi tanah dan

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS RANCANGAN BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI LAMPUNG TIMUR, : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH } PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat WALIKOTA

Lebih terperinci

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN 22 HLM, LD No 15 ABSTRAK : - bahwa untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI ESA HILANG DUA TERBILANG PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI PERATURAN DAERAH KOTA TEBING TINGGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa Pajak Bumi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1985 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1985 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1985 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pajak merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Seiring dengan perkembangan perekonomian indonesia akan diikuti pula dengan kebijakan kebijakan di bidang pajak. Oleh karena itu, pajak merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Menurut S.I.Djajadiningrat (Resmi,2009:1) Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN. A. Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN. A. Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan 39 BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN A. Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan di Kabupaten Langkat Berdasarkan Peraturan Daerah

Lebih terperinci

Perpajakan Elearning # 11

Perpajakan Elearning # 11 (PBB) Pengertian (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12 Tahun

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 12 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 12 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 12 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN A. UMUM Pajak Daerah dipungut berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) KABUPATEN BANYUWANGI.

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) KABUPATEN BANYUWANGI. BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pajak daerah

Lebih terperinci

BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN SALINAN BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PULANG PISAU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOJONEGORO,

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG

WALIKOTA PANGKALPINANG WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada beberapa pendapat pakar tentang definisi pajak yang beberapa. diantaranya akan penulis kutip sebagai berikut:

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada beberapa pendapat pakar tentang definisi pajak yang beberapa. diantaranya akan penulis kutip sebagai berikut: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1. Pajak Secara Umum 2.1.1.1 Definisi Pajak Ada beberapa pendapat pakar tentang definisi pajak yang beberapa diantaranya akan penulis kutip sebagai

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN SALINAN WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANA TORAJA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POLEWALI MANDAR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara adil dan merata. Pembangunan yang baik harus memiliki sasaran dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. secara adil dan merata. Pembangunan yang baik harus memiliki sasaran dan tujuan Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di Benua Asia, oleh karena itu Indonesia melakukan berbagai pembangunan nasional pada semua aspek

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGGAMUS, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANGGARAI BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan.

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan. 6 BAB II TINJAUAN PUSATAKA A. PROSEDUR Menurut Mulyadi (2001:5) prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN Undang-Undang No 28 Tahun 2009 Oleh Iwan Sidharta, SE., MM. Sifat PBB Pajak Daerah Pajak Objektif (bersifat kebendaan) Official Assesment System (menggunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berikut ini merupakan definisi mengenai pajak menurut beberapa ahli, yaitu :

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berikut ini merupakan definisi mengenai pajak menurut beberapa ahli, yaitu : BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Berikut ini merupakan definisi mengenai pajak menurut beberapa ahli, yaitu : 1. Rochmat Soemitro, dalam Sukrisno Agoes, mendefinisikan bahwa : Pajak adalah iuran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK 1 PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

BUPATI MALUKU TENGGARA

BUPATI MALUKU TENGGARA SALINAN BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALUKU TENGGARA,

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT

MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT Budi Lazarusli* ABSTRAK Pada tanggal 15 September 29 diundangkan undang-undang baru yakni UU No. 28 Tahun 29 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB III MEKANISME PENDATAAN OBJEK PAJAK BARU DISERTAI PERHITUNGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA POS PELAYANAN PBB CABANG BAPENDA KOTA SEMARANG

BAB III MEKANISME PENDATAAN OBJEK PAJAK BARU DISERTAI PERHITUNGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA POS PELAYANAN PBB CABANG BAPENDA KOTA SEMARANG BAB III MEKANISME PENDATAAN OBJEK PAJAK BARU DISERTAI PERHITUNGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA POS PELAYANAN PBB CABANG BAPENDA KOTA SEMARANG 3.1 Pengertian Mekanisme Mekanisme adalah interaksi bagian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2012 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2012 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2012 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA PERATURAN DAERAH KONAWE UTARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KONAWE UTARA Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BO M BA N A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BO M BA N A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BO M BA N A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR : 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR : 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR : 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 5 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pajak merupakan sarana yang digunakan pemerintah untuk memperoleh dana dari rakyat. Hasil penerimaan pajak tersebut untuk mengisi anggaran Negara sekaligus membiayai keperluan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1985 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1985 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1985 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pajak merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa Pajak

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan oleh hampir seluruh negara di dunia. Masalah pajak merupakan masalah negara dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PEMERINTAH KABUPATEN MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PEMERINTAH KABUPATEN MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAMASA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REJANG LEBONG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pelaksanaan praktek kerja lapangan mandiri ( PKLM ) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pelaksanaan praktek kerja lapangan mandiri ( PKLM ) merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pelaksanaan praktek kerja lapangan mandiri ( PKLM ) merupakan salah satu syarat dalam rangka penyusunan Tugas Akhir dan metode untuk mempraktikan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PERDESAAN DAN PERKOTAAN

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PERDESAAN DAN PERKOTAAN QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PERDESAAN DAN PERKOTAAN BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAJENE dan BUPATI MAJENE MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAJENE dan BUPATI MAJENE MEMUTUSKAN: BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53,Tambahan Lembaran Negara No

8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53,Tambahan Lembaran Negara No PEMERINTAH KOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci