yang ada dengan penguasaan Bahasa Asing. Berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia antara lain mengajarkan Bahasa Inggris sejak jenjang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "yang ada dengan penguasaan Bahasa Asing. Berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia antara lain mengajarkan Bahasa Inggris sejak jenjang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Perkembangan jaman yang dikenal sebagai era globalisasi saat ini menuntut setiap individu untuk berkomunikasi dengan individu dari berbagai kalangan dan belahan dunia. Bahasa yang paling sering digunakan untuk berkomunikasi di era ini dan dianggap sebagai bahasa Internasional adalah Bahasa Inggris. Demikian juga halnya di Indonesia, melalui pendidikan di jenjang perguruan tinggi, diupayakan memfasilitasi mahasiswa dengan mengajarkan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi. Salah satunya adalah dengan pengajaran Public Speaking. Melalui matakuliah tersebut, diharapkan dapat membekali para mahasiswa untuk dapat menggunakan Bahasa Inggris dengan baik dan berkomunikasi dihadapan publik dengan lancar. Namun, selama perkuliahan berlangsung, banyak mahasiswa apabila diminta untuk berbicara di depan kelas merasa cemas dan gugup. Untuk itu dalam bab ini penulis akan menjelaskan latar belakang Communication Apprehension pada mahasiswa di kelas Public Speaking di FBS UKSW. 1

2 1.1 Latar Belakang Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan, yang didukung dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa dunia pendidikan juga merupakan salah satu bidang yang terkena dampak dari globalisasi, yang berarti terintegrasinya pendidikan nasional ke dalam pendidikan dunia (Admadi & Setyaningsih, 2005). Oleh sebab itu diperlukan proses pendidikan yang bermutu agar menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, salah satunya melalui pendidikan tinggi di perguruan tinggi. Perguruan tinggi merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. Menurut Peraturan Pemerintah Pasal 2 Nomor 60 Tahun 1999, tujuan umum pendidikan di perguruan tinggi adalah untuk meningkatkan taraf pendidikan masyarakat sehingga tercipta masyarakat sejahtera, adil dan makmur. Secara khusus, pendidikan di perguruan tinggi sangat berperan dalam pembentukan, peningkatan skill dan kualitas sumber daya manusia yang nantinya akan terjun di dunia kerja, yang salah satunya adalah meningkatkan keterampilan dalam berkomunikasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara penguasaan bahasa asing sebagai alat komunikasi global, karena globalisasi yang memasuki ranah pendidikan adalah bahasa. Menanggapi fenomena globalisasi tersebut, berbagai upaya dilakukan Pemerintah Indonesia untuk memperlengkapi SDM 2

3 yang ada dengan penguasaan Bahasa Asing. Berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia antara lain mengajarkan Bahasa Inggris sejak jenjang pendidikan dasar, bahkan di Taman Kanak- Kanak dan Kelompok Bermain. Sementara itu, di sekolahsekolah unggulan, Bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa pengantar di sebagian atau keseluruhan proses belajar mengajar (Harian Kompas 14 Juli 2009, Anonim). Oleh sebab itu, sangat penting bagi perguruan tinggi untuk memfasilitasi para mahasiswa dengan matakuliah Bahasa Inggris. Salah satu kemampuan dasar yang harus dikuasai dalam mempelajari Bahasa Inggris adalah Speaking, karena siswa diharapkan mampu berkomunikasi dengan baik dengan menggunakan bahasa tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Florez (1999), Speaking merupakan hal yang penting bagi seseorang yang belajar Bahasa Inggris agar dapat berpartisipasi secara total dalam percakapan Bahasa Inggris. Selain itu, dengan adanya pembelajaran Speaking, individu diharapkan dapat berinteraksi dan mampu bersaing di era globalisasi. Selanjutnya, Djigunovic (2006) menambahkan bahwa Speaking, terutama dengan bahasa asing dianggap sebagai suatu skill yang kompleks dan multilevel. Selebihnya, tujuan disediakannya matakuliah Speaking adalah agar mahasiswa termotivasi untuk berbicara menggunakan bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris. Salah satu kegiatan yang paling sering dilakukan dalam matakuliah Speaking adalah presentasi, yang diawali dari mata kuliah Speaking level pertama sampai dengan level terakhir. Melalui kegiatan presentasi, mahasiswa 3

4 dituntut untuk mampu berbicara dengan baik di hadapan temantemannya dan juga dosen pengampu mata kuliah tersebut (Wahyuni, 2014). Di kelas Speaking, mahasiswa dituntut untuk melakukan 3 sampai 4 kali individual presentation dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Dengan adanya tugas tersebut, tampak bahwa mahasiswa merasa cemas dan takut untuk menyampaikan ide atau gagasan mereka. Hal tersebut sejalan dengan pendapat MacInnis (2006) yang menyatakan bahwa sebagian besar individu lebih memilih mati daripada harus melakukan presentasi di hadapan orang banyak. Hal ini dipertegas oleh Tilton (2002) dengan temuan bahwa masyarakat Amerika menggolongkan berbicara di depan umum sebagai ketakutan terbesar mereka. Tilton (2002) menambahkan, dalam kenyataannya, banyak individu yang menyatakan lebih takut untuk berbicara di depan umum dibanding ketakutan lainnya seperti kesulitan ekonomi, menderita suatu penyakit, bahkan ketakutan terhadap kematian. Ketakutan dan kecemasan yang terjadi dalam fenomena tersebut lebih dikenal sebagai Communication Apprehension. Communication Apprehension merupakan kecemasan yang dialami oleh berbagai kalangan. McCroskey (1977) menyatakan bahwa 15-20% pelajar Amerika mengalami Communication Apprehension. Ternyata, fenomena yang terjadi di Amerika tersebut juga terjadi di Indonesia. Apollo (2007) melakukan penelitian terhadap siswa SMF Bina Darma Madiun, dengan hasil temuan bahwa 65% remaja kelas II SMF Bina Farma Madiun mengalami CA. 4

5 Selain itu, kecemasan berbicara yang berkaitan dengan bahasa asing juga biasa disebut dengan Foreign Language Anxiety. Walaupun berkaitan dengan Foreign Language Learning, penulis tidak menggunakan istilah Foreign Language Anxiety, melainkan tetap menggunakan istilah Communication Apprehension (CA). Hal ini dikarenakan CA merupakan istilah khusus yang dipakai untuk menggambarkan perasaan cemas yang berbeda-beda dan ketakutan pelajar dalam setiap pengalaman berbicara menggunakan bahasa asing (Lahtinen, 2013). Demikian pula halnya dengan MacIntyre & Gardner (1991) yang mengatakan bahwa kecemasan pada seseorang saat berkomunikasi dengan orang lain disebut sebagai Communication Apprehension (CA). Opt & Loffredo (2000) juga menggunakan istilah CA sebagai bentuk dari perasaan takut atau cemas secara nyata ketika berbicara di depan orang orang sebagai hasil dari proses belajar sosial. Dengan demikian, belum ada istilah yang sepadan untuk CA dalam Bahasa Indonesia. Penulis memilih CA sebagai variabel dalam penelitian ini karena adanya fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan seperti yang telah disebutkan di atas. Ada beberapa fenomena yang menarik terkait dengan Communication Apprehension. Salah satunya adalah yang dialami oleh para mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), yang merasa kuatir dan cemas ketika harus berbicara di depan orang banyak atau saat melakukan presentasi dalam Bahasa Inggris. Berdasarkan fenomena yang terjadi di FBS UKSW tersebut, penulis tertarik 5

6 untuk melakukan penelitian di kelas Public Speaking. Beberapa alasan diantaranya adalah, mahasiswa yang mengambil mata kuliah ini telah berada di tahun kedua atau semester empat dalam jenjang perkuliahan dan sudah melewati dua level matakuliah Speaking sebelumnya, yaitu Interpersonal Speaking, dan Transactional Speaking. Dalam matakuliah Public Speaking, mahasiswa dituntut untuk dapat berkomunikasi secara aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, di FBS UKSW, para mahasiswa dituntut untuk berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Inggris dalam berinteraksi dengan lingkungan perkuliahan sehari-hari. Dengan demikian, seharusnya dapat dipastikan bahwa mahasiswa telah terbiasa berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Inggris. Selanjutnya, dalam matakuliah Public Speaking, mahasiswa sering mendapatkan tugas untuk melakukan presentasi individu. Selain itu, dalam matakuliah Public Speaking, siswa akan dihadapkan pada situasi-situasi riil yang mungkin akan mereka temui didalam lingkungan sosial dan pekerjaan mereka nantinya. Pada dasarnya, melakukan presentasi dalam Bahasa Inggris atau berbicara di depan kelas seharusnya merupakan hal yang sangat mudah dilakukan oleh mahasiswa FBS UKSW karena mereka memang mempelajari Bahasa Inggris secara intensif. Namun pada kenyataannya, mereka merasa frustasi, kuatir, cemas, dan tertekan ketika harus melakukan presentasi, khususnya oral presentation. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Prastiwi (2011) terhadap mahasiswa kelas Speaking FBS UKSW, dengan hasil 6

7 81,25 % responden merasa kuatir, cemas, dan tertekan ketika mereka harus melakukan presentasi atau menyampaikan ide atau gagasan mereka. Selain itu, pada tahun 2012, saat penulis mengajar matakuliah Public Speaking, penulis mengamati bahwa ada mahasiswa yang merasa cemas ketika diminta untuk melakukan presentasi. Pernyataan tersebut juga didukung oleh data laporan penilaian, dari 54 orang mahasiswa yang diamati oleh penulis pada saat itu, 46 orang diantaranya, atau 85% dari mahasiswa di kelas Public Speaking, mendapat nilai rendah pada aspek confidence. Selain itu, pada bulan Oktober 2014, penulis juga melakukan observasi di kelas Public Speaking. Pada kesempatan itu, selain melakukan wawancara dengan beberapa mahasiswa, penulis juga melakukan penyebaran angket kepada 48 mahasiswa yang mengambil matakuliah Public Speaking. Dari hasil penyebaran angket dan wawancara, diketemukan bahwa 80% mahasiswa merasa cemas ketika harus berpresentasi di depan kelas. (Tabel 1.1) Tabel 1.1 Tingkat CA Mahasiswa FBS UKSW di Kelas Public Speaking Tahun Mahasiswa Prosentase Referensi KT KR , 25% Prastiwi , 10% Observasi Not available , 25% Observasi Keterangan : KT : Kecemasan Tinggi KR: Kecemasan Rendah Atas dasar data empirik pada Tabel 1.1 yang menunjukkan tingginya eksistensi Communication Apprehension, 7

8 maka dapat disimpulkan bahwa ada masalah yang terkait dengan CA yang dimiliki mahasiswa dalam berkomunikasi. Oleh sebab itu, Communication Apprehension merupakan isu penting yang perlu dikaji lebih lanjut. Di kelas Public Speaking mahasiswa harus mampu berpresentasi dengan baik dan lancar guna mendapatkan nilai maksimal. Namun, mahasiswa di tengah-tengah presentasi sering kehilangan ide yang hendak disampaikan, sehingga ada yang meminta kepada dosen agar diijinkan untuk mengulang presentasi dari awal. Ada pula yang ketika perasaan gugup dan cemas timbul, mereka selalu mengulang-ulang ide yang hendak disampaikan. Aksi yang sering dilakukan antara lain adalah memainkan tangan, menggoyangkan kaki, bahkan mengucapkan kata ehmmm atau er er..er.. secara berulang-ulang walaupun telah dipahami bahwa hal tersebut tidak penting. Hal-hal tersebut diatas sejalan dengan Nevid et al.(1997) yang menyatakan bahwa kecemasan berbicara di depan umum biasanya ditandai dengan gejala fisik seperti tangan berkeringat, jantung berdetak lebih cepat, dan kaki gemetaran. Penulis menduga terdapat rasa kuatir dan kurang percaya diri yang berlebihan dalam diri mahasiswa yang menyebabkan perilaku tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa CA terjadi dan dialami oleh individu ketika individu harus berkomunikasi ataupun melakukan presentasi di depan umum. Walaupun demikian, Communication Apprehension bukanlah suatu penyakit komunikasi yang tidak wajar dan setiap individu memiliki peluang untuk mengalami CA. Communication 8

9 Apprehension akan menjadi tidak wajar apabila terjadi secara berlebihan, karena akan berdampak atau berpengaruh dalam performa individu. Hal tersebut dipertegas dengan beberapa penelitian mengenai CA dalam beberapa tahun terakhir ini, antara lain yaitu penelitian yang dilakukan oleh MacIntyre & Gardner (1991), Kurtus (2001), Thaher (2005), dan Horwitz et al. (2001) dalam Lahtinen (2013). CA memiliki peran yang sangat besar dalam konsep Language Learning Anxiety sebagaimana diungkapkan oleh Horwitz et al. (2001) dalam Lahtinen (2013). Skill yang ada kaitannya dengan pembelajaran Bahasa Inggris yang diteliti dalam penelitian ini adalah Speaking, karena memiliki kaitan yang sangat erat dengan CA. Skala CA yang digunakan dalam penelitian ini adalah Personal Report of Communication Apprehension 24 (PRCA-24), yang diciptakan oleh McCroskey (1984). Penulis menggunakan PRCA-24 karena alat ukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur keseluruhan aspek yang hendak diteliti oleh penulis. Berkaitan dengan fenomena Communication Apprehension yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk meneliti mengapa mahasiswa cenderung mengalami kecemasan ketika melakukan presentasi menggunakan Bahasa Inggris di depan kelas, sedangkan para mahasiswa tersebut sudah sangat terbiasa berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Inggris. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Communication Apprehension merupakan fenomena yang bisa terjadi dimana saja, dan salah satunya di FBS UKSW. 9

10 Selanjutnya, dalam dunia akademik atau pendidikan, Communication Apprehension memiliki dampak yang negatif, terutama dalam partisipasi kelas, kesuksesan akademis, dalam prestasi dan daya ingat tiap-tiap individu. Siswa dengan CA tinggi cenderung menjadi pasif di kelas, dan sering lupa akan apa yang hendak disampaikan pada saat berbicara di hadapan orang banyak. Erickson & Gardner (1992) menyatakan bahwa siswa menengah atas yang memiliki tingkat Communication Apprehension yang tinggi memilih untuk tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki tingkat CA yang rendah. Elliot, et al (2000) menyatakan bahwa mahasiswa sering mengalami kecemasan saat akan menghadapi ujian ataupun saat harus berbicara di depan orang banyak, dan kecemasan tersebut akan memengaruhi performansinya. McCroskey (1984) dalam Byers & Weber (1995) juga mengatakan bahwa CA menghasilkan pengaruh negatif terhadap kehidupan ekonomi, akademis, politik, dan sosial individu Namun sebaliknya, terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa CA tidak serta-merta berdampak negatif tetapi juga dapat memberikan kontribusi positif. Hal positif bagi mahasiswa yang menyadari memiliki CA tinggi adalah mahasiswa tampak lebih mempersiapkan diri dengan baik sebelum melakukan presentasi. Communication Apprehension dapat memotivasi individu dalam menghadapi hal baru dan memberikan rangsangan dalam aspek emosional dalam diri 10

11 individu yang mengarahkan perilaku. Hal tersebut dinyatakan oleh Scovel (1991, p.18) sebagai berikut: ----facilitating anxiety motivates the learner to fight the new learning task; it gears the learner emotionally for approach behavior. Debilitating anxiety, in contrast, motivates the learner to flee the new learning task; it stimulates the individual emotionally to adopt avoidance behavior. Smith (2003) menambahkan bahwa CA tidak semata-mata berdampak negatif tetapi juga berdampak positif. Individu yang menyadari bahwa dirinya memiliki CA dapat juga termotivasi untuk melakukan persiapan dengan lebih baik sebelum melakukan presentasi di depan kelas seperti berlatih dengan lebih giat, mempersiapkan diri jauh hari, dan membuat catatan ketika melakukan presentasi. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis selama bulan Oktober 2014 menunjukkan bahwa ada mahasiswa dengan CA tinggi yang tampak berusaha keras mengatasi kecemasan saat berpresentasi dengan membuat catatan. Namun sayangnya, hal ini membuat mahasiswa menjadi sangat bergantung pada catatan saja atau hanya membaca, sehingga tujuan pembelajaran Speaking tidak tercapai. Ada pula mahasiswa yang mengatakan telah berlatih dengan keras sejak beberapa hari sebelum berpresentasi, tetapi pada kenyataanya masih saja terlihat gugup. Fenomena yang terjadi di kelas Public Speaking di FBS UKSW 11

12 menunjukkan bahwa dampak negatif lebih dominan dibandingkan dampak positif CA. Pada umumnya, fokus penelitian dalam Pembelajaran Bahasa Asing (Second Language Acquisition) adalah pada hal-hal yang berkaitan dengan pengajaran bahasa. Akibatnya, banyak penelitian yang berkaitan dengan hal tersebut dibatasi pada pembelajaran dan pengajaran bahasa saja, atau dapat dikatakan pembelajaran yang berpusat pada aspek kognitif, dan tidak begitu memberikan perhatian pada aspek afektif. Hal tersebut juga menjadi salah satu penyebab tingginya tingkat CA individu, karena ketika individu berbicara atau berkomunikasi dengan menggunakan bahasa asing, mereka harus benar-benar menggunakan tata bahasa yang baku dan benar. Barulah pada akhir abad keduapuluh, SLA mulai mempelajari peran penting antara sikap dan motivasi yang dimiliki individu seperti yang dinyatakan oleh Shamas (2006). Shamas (2006) menambahkan, bahwa dalam rangka mendapatkan proses pemahaman holistik dalam pembelajaran bahasa asing, selain kompetensi linguistik yang perlu dikembangkan, maka aspek afektif seperti gaya belajar, motivasi, dan kepribadian perlu diperhatikan untuk meningkatkan performa individu, mendukung kompetensi komunikatifnya, sehingga dapat berbicara dalam bahasa asing secara spontan di berbagai konteks sosial, dan mengurangi tingkat kemungkinan munculnya Communication Aprehension. Selanjutnya dalam konteks pembelajaran Bahasa Inggris, Djigunovic (2006) menjelaskan bahwa Speaking merupakan skill 12

13 yang multilevel dan kompleks, maka diperlukan faktor-faktor pendukung untuk dapat berbicara dengan baik. Faktor tersebut mencakup pengetahuan mengenai bahasa yang digunakan beserta topik yang akan disampaikan, dan kemampuan berbicara dalam berbagai situasi yang nyata. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa Speaking tidak hanya memerlukan proses kognitif melainkan juga mencakup faktor-faktor afektif. Communication Apprehension (CA) yang dialami oleh mahasiswa dapat muncul disebabkan oleh beberapa hal seperti kurangnya persiapan mahasiswa, keterbatasan kemampuan komunikasi, kurangnya pengalaman berkomunikasi di depan umum, kepribadian yang introvert, dan juga situasi yang berbeda atau baru seperti yang dinyatakan oleh McCroskey (1984) dan Miller (2002). Pada suatu kesempatan McCroskey (1977) menunjukkan bahwa terdapat dua faktor psikologi dalam Communication Apprehension yaitu emosi dan motivasi. Thaher (2005) menambahkan bahwa tidak hanya emosi dan motivasi saja yang memengaruhi CA dalam konteks Foreign Language Learning, tetapi ada beberapa faktor yaitu psychological factors, instructional factors, dan sosiocultural factors. Berkaitan dengan hal tersebut, Khodadady & Khajavy (2013) menyatakan bahwa emosi memiliki kaitan yang erat dengan afeksi, dan salah satu faktor afeksi dalam CA adalah Self Efficacy. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Self Efficacy merupakan salah satu faktor yang berkaitan dengan Communication Apprehension. 13

14 Pada suatu kesempatan, Feist & Feist (2002) juga menyatakan bahwa ketika seseorang mengalami ketakutan yang tinggi, kecemasan yang akut atau tingkat stress yang tinggi, maka biasanya mempunyai Self Efficacy yang rendah. Sementara individu yang memiliki Self Efficay yang tinggi merasa mampu dan yakin terhadap kesuksesan dalam mengatasi rintangan dan menganggap ancaman sebagai suatu tantangan yang tidak perlu dihindari. Ketika menghadapi tugas yang menekan, dalam hal ini berbicara di depan umum, keyakinan individu terhadap kemampuan mereka (Self Efficacy) akan memengaruhi cara individu dalam bereaksi terhadap situasi yang menekan (Bandura,1997). Hal ini mencakup perasaan mengetahui apa yang dilakukan dan juga secara emosional mampu untuk melakukannya. Oleh sebab itu, penelitian mengenai Self Efficacy penting untuk dilakukan, dengan alasan bahwa Self Efficacy merupakan faktor yang sangat memengaruhi keberhasilan seseorang untuk berbicara di depan umum atau berpresentasi di depan kelas (Speaking). Hal ini penting karena kelancaran mahasiswa dalam Speaking akan memengaruhi kelulusannya dalam matakuliah Public Speaking. Self Efficacy yang akan didiskusikan di dalam penelitian ini adalah Foreign Language Learner Self Efficacy, dimana FLL Self Efficacy merupakan bagian dari Academic Self Efficacy. Sebagaimana diungkapkan oleh Akomolafe (2013), bahwa Academic Self Efficacy merupakan penilaian pribadi mengenai kemampuan yang dimiliki individu untuk mengolah dan 14

15 melaksanakan suatu tindakan dalam serangkaian pelajaran atau mata pelajaran untuk mencapai berbagai macam performance dalam pendidikan. FLL Self Efficacy juga menjadi salah satu faktor penting dari CA dan juga menjadi alat untuk mengukur kemampuan individu guna menyelesaikan tugas atau tujuan seperti yang diungkapkan oleh Ormrod (2006) dalam Azar (2013). Dalam penelitian ini, yang menjadi subyek penelitian adalah mahasiswa FBS UKSW. Apabila dilihat dari segi pembelajaran Bahasa Inggris, mahasiswa FBS UKSW merupakan Foreign Language Learner. Oleh sebab itu, penulis menggunakan istilah Foreign Language Learner Self Efficacy. Ada beberapa penelitian berkaitan dengan hubungan antara FLL Self Efficacy dengan Communication Apprehension. Temuan dari beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara Self Efficacy dengan CA (Respati, et al, 2008 dan Indi, 2009). Maksudnya semakin tinggi Self Efficacy mahasiswa, maka akan semakin rendah tingkat CA. Sebaliknya, semakin rendah Self Efficacy mahasiswa, maka tingkat CA akan semakin tinggi. Namun, hal tersebut berbeda dengan penelitian Cubukcu (2008), yang meneliti korelasi antara Self Efficacy dengan CA pada 100 siswa dalam program pelatihan guru Bahasa Inggris di salah satu universitas di Turki. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara Self Efficacy dengan Communication Apprehension. Sehubungan dengan adanya perbedaan hasil penelitian pada beberapa penelitian sebelumnya mengenai Self Efficacy dan CA, 15

16 penulis tertarik untuk menguji kembali hasil-hasil dari penelitian sebelumnya. Selain FLL Self Efficacy, motivasi juga merupakan faktor yang memberikan kontribusi penting dalam berkomunikasi (Thaher, 2005). Motivasi menurut Longman Dictionary of Contemporary English, mengacu pada alasan mengapa seseorang ingin melakukan sesuatu. Schunk, et al. (2010) melihat motivasi sebagai sebuah dorongan dan dukungan dalam melakukan sebuah aktivitas untuk mencapai tujuan. Motivasi yang dimiliki seseorang akan menentukan tindakan yang akan dilakukannya. Dalam konteks pembelajaran Bahasa Inggris, motivasi yang dimiliki seseorang untuk belajar Bahasa Inggris akan mendorong orang tersebut untuk mempelajarinya lebih lanjut. Asnawi (2002) menyatakan bahwa motivasi adalah kondisi yang berpengaruh dalam membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku tiap-tiap individu terhadap suatu aktivitas. Sementara itu, menurut Putra (2010), motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan dengan kata lain sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dalam penelitian ini, penulis memilih Motivasi Berprestasi sebagai salah satu faktor yang dapat memengaruhi CA, karena Motivasi Berprestasi berkaitan erat dengan outcome atau performance individu. Seperti yang dinyatakan oleh Thaher (2005) bahwa Motivasi Beprestasi merupakan faktor yang sangat berperan dalam pembelajaran bahasa asing ataupun bahasa kedua. 16

17 Selain itu, Khalek (1994) menyatakan bahwa terdapat kemungkinan besar bahwa Motivasi Berprestasi memengaruhi kecemasan. Apabila Motivasi Berprestasi individu rendah, maka individu tersebut diprediksi memiliki tingkat kecemasan yang tinggi. Selanjutnya, Azar (2013) menambahkan bahwa Motivasi berprestasi merupakan motivasi yang memiliki andil besar dalam pencapaian academic performance mahasiswa. Hal ini sejalan dengan kriteria penilaian yang dilakukan dalam matakuliah Public Speaking, yaitu untuk mengukur keberhasilan siswa dalam berbicara menggunakan Bahasa Inggris, dinilai dari keberhasilan dalam berpresentasi atau hasil performance mahasiswa. Ada sebagian besar penulis yang menyatakan Motivasi Berprestasi dengan pandangan yang berbeda-beda. Atkinson (1964) dalam Singh (2011) menjelaskan bahwa Motivasi Berprestasi merupakan perbandingan performance tiap individu dan juga perlawanan terhadap standar tertentu dalam sebuah aktivitas. Dalam penelitian ini, penulis tidak menggunakan teori motivasi dari Atkinson (1964) dalam Singh (2011), melainkan dari McClelland (1985). Dalam kegiatan belajar, Motivasi Berprestasi merupakan salah satu faktor pendorong yang bersifat internal yang perlu ditingkatkan untuk kemajuan belajar. McClelland (1985), menyatakan bahwa Motivasi Berprestasi sebagai kecenderungan individu untuk berupaya mengarahkan tingkah laku dalam pencapaian prestasi. Selain itu, McClelland (1985) mengembangkan teorinya berdasarkan teori kebutuhan Maslow, yang dikelompokkan menjadi tiga kebutuhan yaitu 17

18 kebutuhan akan pencapaian, kebutuhan akan afiliasi, dan kebutuhan akan kekuasaan. Selanjutnya, ada berbagai penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya mengenai hubungan antara Motivasi Berprestasi dengan Communication Apprehension. Beberapa penelitian menemukan bahwa Motivasi Berprestasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan performance dalam pembelajaran bahasa asing. Hal tersebut didukung oleh beberapa penelitian yang antara lain dilakukan oleh Putra (2010) dengan, Budiawan (2008), Yusuf (2011), dan Azar (2013), yang menyatakan bahwa Motivasi Berprestasi berkorelasi positif dan signifikan dengan keberhasilan berpresentasi atau performance dalam pembelajaran bahasa asing. Sebaliknya, hasil temuan berbeda ditemukan oleh Baharudin (2013) dan Ray (1990), yang menyatakan bahwa Motivasi Berprestasi tidak memiliki hubungan dengan Communication Apprehension (CA). Temuan ini mengindikasikan bahwa Motivasi Berprestasi tidak memiliki korelasi dengan CA. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya tersebut, penting bagi penulis untuk meneliti motivasi terutama Motivasi Berprestasi mahasiswa kelas Speaking FBS UKSW, karena motivasi merupakan salah satu fondasi dari kemampuan berkomunikasi baik dalam komunikasi interpersonal, group, ataupun komunikasi massa. Selain itu, dalam kaitannya dengan Foreign Language Learning, motivasi berfungsi sebagai kendali dan pengurang CA dalam diri individu seperti yang dinyatakan 18

19 oleh Schunk (1995). Selain itu, Khodadady & Khajavy (2013) menyatakan bahwa motivasi merupakan salah satu faktor afektif yang penting yang memengaruhi pembelajaran bahasa. Dalam penelitian ini, penulis mengaitkan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menggunakan istilah performance. Hal ini disebabkan karena CA memiliki kaitan dengan performance. Keberhasilan seseorang dalam penguasaan Speaking di hadapan orang banyak (berpresentasi) dalam konteks pembelajaran Bahasa Inggris dapat dinilai dalam bentuk performance. Performance merupakan skill atau kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki individu yang seharusnya dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan sosial. Performance berarti tampil di depan umum, yang mana dalam konteks pembelajaran Bahasa Inggris di kelas Public Speaking berarti melakukan presentasi di depan kelas, dihadapan dosen pengampu dan mahasiswa lainnya (Thaher, 2005). Dari kondisi atau fenomena dan juga penelitian sebelumnya, penulis tertarik untuk memilih Motivasi Berprestasi sebagai variabel dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan Motivasi Berprestasi merupakan salah satu aspek penting yang harus dimiliki seseorang apabila mereka ingin memiliki kompetensi berbicara yang baik. Selain itu, dalam kaitannya dengan Foreign Language Learning, motivasi berfungsi sebagai kendali dan pengurang CA dalam diri individu seperti yang dinyatakan oleh Schunk (1995). Selain itu, Khodadady & Khajavy (2013) menyatakan bahwa motivasi merupakan salah 19

20 satu faktor afektif yang penting yang memengaruhi pembelajaran bahasa. Selain faktor-faktor yang telah diuraikan, perbedaan jenis kelamin juga telah menjadi fokus dalam beberapa penelitian mengenai Communication Apprehension. Elliot & Chong (2004) menyebutkan bahwa perbedaan jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi CA, dimana wanita memiliki CA yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Temuan Elliot & Chong (2004) sejalan dengan penelitian Johnson dan Faunce (1973). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Johnson & Faunce (1973) menunjukkan bahwa mahasiswa perempuan memiliki tingkat Communication Apprehension yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki. Temuan ini mengindikasikan bahwa ada perbedaan tingkat CA apabila ditinjau dari jenis kelamin. Artinya, tingkat CA laki-laki bisa lebih tinggi maupun lebih rendah dari perempuan. Sebaliknya, dalam penelitian yang dilakukan oleh Thaher (2005) ditemukan bahwa tidak ada perbedaan tingkat Communication Apprehension antara laki-laki dan perempuan [(0,731 > 0,05), t-hitung < t-tabel (0,344 < 1,96)]. Dengan kata lain, tingkat CA laki-laki dan perempuan adalah sama. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti Self Efficacy dan juga Motivasi Berprestasi mahasiswa terutama dalam kaitannya dengan pembelajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Penulis ingin meneliti adakah hubungan antara FLL Self Efficacy dan Motivasi Berprestasi yang dimiliki siswa dengan CA dalam berpresentasi. Penelitian mengenai FLL 20

21 Self Efficacy, Motivasi Berprestasi dan Communication Apprehension juga pernah dilakukan oleh Mettasari (2013). Penelitian yang dilakukan oleh Mettasari (2013) menemukan bahwa hasil koefisien korelasi berganda diperoleh sebesar R= 0,772 dengan nilai signifikansi 0,000 (p< 0,05), yang artinya ada hubungan antara SE, MB dengan CA. Tidak lepas dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, penulis ingin menguji kembali adakah hubungan antara Self Efficacy dan Motivasi Berprestasi dengan CA dalam Foreign Language Learning. Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk menyadari tingkatan Self Efficacy dan Motivasi Berprestasi yang mereka miliki. Dengan demikian, siswa yang memiliki tingkat FLL Self Efficacy dan Motivasi Berprestasi yang rendah dapat menaikkan tingkat FLL Self Efficacy dan Motivasi Berprestasi mereka. Hal ini diharapkan dapat menurunkan tingkat Communication Apprehension yang mereka miliki dan meningkatkan performance mereka di kelas Speaking. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah: 1. Adakah hubungan signifikan antara FLL Self Efficacy dan Motivasi Berprestasi dengan Communication Apprehension mahasiswa di kelas Public Speaking FBS UKSW? 21

22 2. Adakah interaksi antara Foreign Language Self Efficacy dan jenis kelamin terhadap Communication Apprehension mahasiswa di kelas Public Speaking FBS UKSW? 3. Adakah interaksi antara Motivasi Berprestasi dan jenis kelamin terhadap Communication Apprehension mahasiswa di kelas Public Speaking di FBS UKSW? 4. Adakah perbedaan signifikan Communication Apprehension mahasiswa di kelas Public Speaking FBS UKSW ditinjau dari jenis kelamin? 1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Menentukan hubungan antara FLL Self Efficacy dan Motivasi Berprestasi dengan Communication Apprehension mahasiswa di kelas Public Speaking FBS UKSW. 2. Menentukan interaksi FLL Self Efficacy dan jenis kelamin dengan Communication Apprehension mahasiswa di kelas Public Speaking FBS UKSW. 3. Menentukan interaksi Motivasi Berprestasi dan jenis kelamin dengan Communication Apprehension mahasiswa di kelas Public Speaking FBS UKSW. 4. Menentukan perbedaan Communication Apprehension mahasiswa di kelas Public Speaking FBS UKSW ditinjau dari jenis kelamin. 22

23 1.4 Manfaat penelitian Merujuk pada tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: Manfaat Teoritis: Dapat memperkaya konsep serta pola pikir individu tentang hubungan FLL Self Efficacy dan Motivasi Berprestasi dengan Communication Apprehension. Selain itu, kiranya penelitian ini dapat memberikan kontribusi pikir khususnya dalam bidang psikologi pendidikan, serta menguji kembali beberapa teori yang berhubungan dengan FLL Self Efficacy, Motivasi Berprestasi, dan Communication Apprehension Manfaat Praktis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis antara lain: a. Sebagai kontribusi positif bagi lembaga-lembaga pendidikan dimana pun, secara khusus FBS UKSW. b. Memberikan informasi dan masukan positif bagi FBS UKSW untuk dapat mengembangkan materi yang dapat meningkatkan kualitas mahasiswa agar lebih meningkatkan kemampuan dalam hal public speaking. c. Memberikan kontribusi pikir kepada FBS UKSW mengenai pentingnya FLL Self Efficacy dan Motivasi Berprestasi di kelas Public Speaking d. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman atau referensi untuk penelitian berikutnya yang sejenis. 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam sebuah penelitian akademik atau ilmiah, tinjuan pustaka merupakan hal yang sangat penting untuk diuraikan sebagai dasar dalam membangun hubungan antar variabel dan juga kerangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adaperilaku pendidikan yang tidak dilahirkan oleh proses komunikasi, baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adaperilaku pendidikan yang tidak dilahirkan oleh proses komunikasi, baik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat erat kaitannya dengan komunikasi. Tidak adaperilaku pendidikan yang tidak dilahirkan oleh proses komunikasi, baik komunikasi verbal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk mencetak lulusan yang tidak saja

Lebih terperinci

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat, individu tidak dapat terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat, individu tidak dapat terlepas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat, individu tidak dapat terlepas dari interaksi sosial. Interaksi dapat berlangsung baik antara individu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa mengalami kecemasan komunikasi dapat terjadi didalam kelas, forum

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa mengalami kecemasan komunikasi dapat terjadi didalam kelas, forum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mahasiswa sama halnya dengan peserta didik yang lain, mereka juga samasama memiliki permasalahan. Mulai dari masalah akademik, masalah dengan orang tua,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan adalah reaksi normal terhadap stressor yang membantu seorang individu untuk menghadapi situasi yang menuntut motivasi untuk mengatasinya, tetapi ketika

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Admadi, A., & Setiyaningsih, Y. (2005). Transformasi Pendidikan Memasuki Milenium Ketiga. Yogyakarta: Kanisius.

Daftar Pustaka. Admadi, A., & Setiyaningsih, Y. (2005). Transformasi Pendidikan Memasuki Milenium Ketiga. Yogyakarta: Kanisius. Daftar Pustaka Abdullahi. (1999). Relationship Among Achievement Motivation, Self- Esteem, Locus of Control and Academic Performance of Nigerian University Student. Department of Education al Foundations

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah komunikasi dalam konteks pedagogi adalah hal yang penting karena ketika proses pembelajaran berlangsung didalamnya terdapat interaksi antara guru dengan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dengan pendekatan kuantitatif, dimana dalam bab ini akan diuraikan menjadi dua bagian. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan kualitas sumber

Lebih terperinci

HUBUNGAN FOREIGN LANGUAGE LEARNER (FLL) SELF EFFICACY DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN COMMUNICATION APPREHENSION DI KELAS PUBLIC SPEAKING FBS UKSW

HUBUNGAN FOREIGN LANGUAGE LEARNER (FLL) SELF EFFICACY DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN COMMUNICATION APPREHENSION DI KELAS PUBLIC SPEAKING FBS UKSW HUBUNGAN FOREIGN LANGUAGE LEARNER (FLL) SELF EFFICACY DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN COMMUNICATION APPREHENSION DI KELAS PUBLIC SPEAKING FBS UKSW Tesis Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman. Saat ini pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25

BAB I PENDAHULUAN. muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu individu yang telah memasuki masa dewasa muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25 tahun (Hurlock

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perguruan tinggi merupakan satuan pendidikan yang menyelenggrakan pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk meningkat taraf pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pendidikan tinggi yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa erat hubungannya dengan tugas perkuliahan. Menurut pandangan Kusuma

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa erat hubungannya dengan tugas perkuliahan. Menurut pandangan Kusuma 1 Bab I Pendahuluan Latar Belakang Mahasiswa erat hubungannya dengan tugas perkuliahan. Menurut pandangan Kusuma (2015), mengerjakan tugas merupakan sebuah bentuk tanggung jawab yang harus dipikul oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu bangsa, termasuk di Indonesia. Pendidikan kejuruan, atau yang sering disebut dengan Sekolah Menengah Kejuruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi yang semakin berkembang, perlu dipersiapkan sumber daya manusia yang semakin kompeten dan berkualitas yang mampu menghadapi tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan presentasi maupun diskusi biasanya melibatkan guru dan siswa maupun siswa dengan siswa dalam suatu proses belajar mengajar, di dalam kegiatan presentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 2 Lembang. Lembaga formal dalam pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada umumnya berada pada rentang usia antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merasakan tentang dirinya (sense of self) serta bagaimana cara individu

BAB I PENDAHULUAN. merasakan tentang dirinya (sense of self) serta bagaimana cara individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat erat kaitannya dengan komunikasi. Begitu juga dengan prilaku, tidak ada prilaku yang tidak membutuhkan komunikasi, baik komunikasi verbal,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta cakupan dan batasan masalah.

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta cakupan dan batasan masalah. BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini berisi mengenai gambaran dari penelitian secara keseluruhan. Isi dalam bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prasarana, fisik sekolah, kualitas guru, pemutakhiran kurikulum,dan juga tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prasarana, fisik sekolah, kualitas guru, pemutakhiran kurikulum,dan juga tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini Pemerintah Republik Indonesia tengah gencar melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, baik peningkatan sarana prasarana,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dimana awal kehidupan sebagai mahasiswa di perguruan tinggi, individu (remaja)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dimana awal kehidupan sebagai mahasiswa di perguruan tinggi, individu (remaja) BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kemahasiswaan merupakan wilayah kehidupan baru bagi remaja usia antara 18 hingga 21 tahun, terutama bagi siswa yang baru lulus dari pendidikan SMA dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..).

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa asing sejak dini, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa asing sejak dini, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menanggapi perkembangan zaman yang semakin maju, penguasaan lebih dari satu bahasa telah menjadi aspek yang sangat krusial. Tuntutan untuk menguasai bahasa asing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti saat ini, pendidikan menjadi salah satu aspek penting, baik untuk mengembangkan potensi dalam diri maupun untuk mencapai impian masa

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak

Bab I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh berbagai perubahan yang secara terus menerus berlangsung. Kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipahami orang lain, seseorang perlu memiliki kosakata ( vocabulary ) dan

BAB I PENDAHULUAN. dipahami orang lain, seseorang perlu memiliki kosakata ( vocabulary ) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum Bahasa digunakan sebagai alat untuk komunikasi. Tentu saja proses komunikasi akan berjalan dengan baik. Kalau kedua pihak yang berkomunikasi dibekali

Lebih terperinci

PERILAKU MENYONTEK DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

PERILAKU MENYONTEK DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI 1 PERILAKU MENYONTEK DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : ANUGRAHENING KUSHARTANTI F 100050256 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini berbagai lembaga pendidikan tinggi berkompetisi untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kualitas yang baik agar bisa terserap di dunia kerja. Saat ini biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang berbeda-beda. Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah usaha yang di lakukan secara sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah usaha yang di lakukan secara sadar dan terencana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah : Salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia dewasa ini adalah pendidikan. Pendidikan adalah usaha yang di lakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi yang semakin kompetitif seperti saat ini diperlukan sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara sangat bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (SDM) yang berkualitas. Manusia harus dapat menyesuaikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (SDM) yang berkualitas. Manusia harus dapat menyesuaikan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini semakin pesat yang menuntut setiap manusia mengembangkan dan membentuk sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan Indonesia bisa lebih tumbuh dan berkembang dengan baik disegala

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan Indonesia bisa lebih tumbuh dan berkembang dengan baik disegala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode saat ini merupakan zaman modern, Negara Indonesia dituntut untuk mampu menjadi sebuah negara yang hebat dan mampu bersaing di era globalisasi dan diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju serta terbukanya pasar global akan menstimulus kita untuk selalu meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menciptakan berbagai hal seperti konsep, teori, perangkat teknologi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menciptakan berbagai hal seperti konsep, teori, perangkat teknologi yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kreativitas merupakan kemampuan intelektual yang sangat penting karena dengan kreativitas manusia mampu memecahkan berbagai masalah dan menciptakan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh semua orang atau anggota masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kecerdasan..., Leila, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kecerdasan..., Leila, Fakultas Psikologi 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan individu yang sedang menuju kematangan pribadi dan mempunyai berbagai macam potensi, dengan potensi itu menjadikan mahasiswa dapat membuat

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Hasil dari penelitian menunjukkan Ho ditolak sehingga ada hubungan

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Hasil dari penelitian menunjukkan Ho ditolak sehingga ada hubungan BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain: 1. Uji Korelasi Hasil dari penelitian menunjukkan Ho ditolak sehingga ada hubungan antara self-efficacy

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian UKSW adalah salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Salatiga. Terletak di jalan Diponegoro No. 52 60 Salatiga yang terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah pengangguran lulusan pendidikan tinggi di Indonesia semakin hari semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai 626.600 orang.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENGANTAR 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENGANTAR Dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan usaha

Lebih terperinci

SELF CONFIDENCE (KEPERCAYAAN DIRI) CALON GURU MATEMATIKA DI KABUPATEN KARAWANG DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA

SELF CONFIDENCE (KEPERCAYAAN DIRI) CALON GURU MATEMATIKA DI KABUPATEN KARAWANG DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika (SESIOMADIKA) 2017 ISBN: 978-602-60550-1-9 Pembelajaran, hal. 83-88 SELF CONFIDENCE (KEPERCAYAAN DIRI) CALON GURU MATEMATIKA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kaum perempuan di sektor publik. Tampak tidak ada sektor publik yang belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kaum perempuan di sektor publik. Tampak tidak ada sektor publik yang belum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di era globalisasi sekarang ini menimbulkan berbagai macam perubahan, salah satu dari perubahan tersebut ditandai dengan meningkatnya peran kaum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada jaman sekarang ini, semakin banyak individu yang menempuh pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi (PT) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja, dalam hal ini pelajar dipandang sebagai generasi muda yang memegang peranan penting sebagai generasi penerus dalam pembangunan masyarakat, bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S Winkel 1987 dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pengajaran salah satu kemampuan pokok

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Data Univariat Usia responden merupakan salah satu karakteristik responden yang berkaitan dengan pengalaman dan daya berpikir seseorang, Semakin bertambah umur seseorang cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan melalui pelaksanaan Ujian Nasional. Salah satu yang menjalani ujian nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan melalui pelaksanaan Ujian Nasional. Salah satu yang menjalani ujian nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan unsur terpenting dalam pembangunan. Sejalan dengan hal tersebut, proses pembangunan memerlukan adanya peningkatan mutu pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, seseorang tidak hanya dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, seseorang tidak hanya dituntut untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman, seseorang tidak hanya dituntut untuk mempunyai kepandaian atau kecerdasan otak saja agar dapat memperoleh pekerjaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kompetensi lulusan pendidikan ilmu kesehatan termasuk pendidikan ilmu kedokteran gigi meliputi kognitif, skill, dan afektif. Kompetensi kognitif, skill dan afektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diantaranya adalah ilmu bersosialisasi, ilmu kepemimpinan dan cara berbicara dimuka umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diantaranya adalah ilmu bersosialisasi, ilmu kepemimpinan dan cara berbicara dimuka umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kampus adalah tempat menimba ilmu pengetahuan sekaligus tempatsosialisasi bagi mahasiswa.banyak hal yang dapat ditawarkan oleh sebuah perguruan tinggi kepada mahasiswa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Akhir belajar di Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan awal untuk studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan sarana utama untuk mempersiapkan diri dengan keterampilan dan pengetahuan dasar. Sekolah merupakan sarana yang diharapkan mampu menolong individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan era globalisasi, setiap orang diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia untuk meningkatkan taraf hidup ke arah yang lebih sempurna. Pendidikan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah membutuhkan kasih sayang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Andina Pernatawaty,2014 PEMBELAJARAN BERBICARA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Andina Pernatawaty,2014 PEMBELAJARAN BERBICARA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peminat bahasa Jepang semakin meningkat dari tahun ke tahun, berdasarkan survey sementara Lembaga Pendidikan Bahasa Jepang Tahun 2012, jumlah pembelajar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk menggunakan cara-cara baru dan strategi yang matang sejak awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian meningkat. Pertumbuhan pesat ini menciptakan persaingan yang ketat antara berbagai pihak. Dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Mahasiswa yang Bekerja 2.1.1 Definisi Mahasiswa Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997), bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PENELITIAN. Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang hasil pengambilan data

BAB 4 HASIL DAN PENELITIAN. Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang hasil pengambilan data BAB 4 HASIL DAN PENELITIAN 4.1 Hasil Pengolahan Data Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang hasil pengambilan data dilapangan yang dibagi dalam dua bagian yaitu bagian deskripstif data profil responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu dihadapkan pada pemikiran-pemikiran tentang seberapa besar pencapaian yang akan diraih selama

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh : AFIFAH MIFTACHUL JANNAH F100110087 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015 HUBUNGAN

Lebih terperinci

Universitas Kristen Maranatha

Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan atau proses pembelajaran mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan Bangsa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan perkembangan seseorang, semakin meningkatnya usia

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan perkembangan seseorang, semakin meningkatnya usia BABI PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berdasarkan perkembangan seseorang, semakin meningkatnya usia seseorang maka kondisi seseorang itu secara fisik maupun secara psikologis akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembar identik pun masih dapat dibedakan melalui sifat-sifat non-fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. kembar identik pun masih dapat dibedakan melalui sifat-sifat non-fisik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia memunculkan perbedaan karakter antara satu dengan yang lainnya. Tidak hanya seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan mahasiswa. Perilaku menyontek merupakan fenomena yang sudah lama ada dalam dunia pendidikan. Masalah menyontek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, pendidikan banyak menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup menarik adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Motivasi (motivation) melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia, baik pada jenjang pendidikan dasar maupun menengah, lebih menekankan pada aspek pengetahuan bahasa, pemahaman isi wacana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, baik dari segi spiritual, intelegensi, dan skill. Menteri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk

I. PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing serta mempertahankan diri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Setiap manusia berinteraksi membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktifitasnya karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi akan mendapatkan bekal berupa teori yang telah diterima selama perkuliahan, yang nantinya setelah lulus dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci