Pasal 1 ayat (31) undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun tentang Penataan Ruang, menyebut ruang terbuka hijau adalah adalah area

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pasal 1 ayat (31) undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun tentang Penataan Ruang, menyebut ruang terbuka hijau adalah adalah area"

Transkripsi

1 PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN TERHADAP KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA SAMARINDA (STUDI KANTOR SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA SAMARINDA) ABSTRAK Arief Mulia Inal Zairi Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Lingkungan, Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima Di Ruang Terbuka Hijau Kota Samarinda. Di bawah bimbingan Ibu Siti Kotijah SH., M.H., dan Bapak K.Wisnu Wardana, S.H., Jumlah pedagang kaki lima di Kota Samarinda yang relatif banyak memang mendatangkan segi positif bagi masyarkat yang tidak memiliki pekerjaan di sektor formal dan beralih ke sektor informal, namun disisi lain kegiatan pedagang kaki lima yang sebagian besar beraktivitas di kawasan Ruang Terbuka Hijau, juga dapat berdampak negatif terhadap kawasan ruang ruang terbuka hijau yang Secara umum Ruang Terbuka Hijau mempunyai atau memiliki fungsi utama (intrinsik) yakni fungsi ekologis dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui penegakan hukum lingkungan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda terhadap keberadaan pedagang kaki lima, di Jl. PM. Noor, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda serta untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda, sebagai Organisasi Pemerintah Daerah yang memiliki fungsi sebagai penegak Peraturan Daerah. Jenis Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris yaitu pendekatan studi pada peristiwa hukum yang dalam keadaan berlangsung atau belum berakhir. Pada tipe pendekatan ini, peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap proses berlakunya hukum pada peristiwa tertentu. Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan, serta penelitian lapangan dengan cara wawancara mendalam dan observasi dengan analisis deskriptif kualitatif. Keberadaan pedagang kaki lima yang beraktifitas di kawasan Ruang Terbuka Hijau Kota Samarinda selain memberikan dampak positif bagi masyarakat juga memiliki dampak negatif langsung terhadap lingkungan, dimana dibutuhkanya pengawasan terhadap kegiatan ini, sebab bila tidak dikelola dan diawasi dengan baik akan menimbulkan masalah terhadap lingkungan itu sendiri. Penegakan hukum lingkungan terhadap keberadaan pedagang kaki lima di ruang terbuka hijau kota Samarinda tidak sepenuhnya dapat terlaksana dengan baik karna dalam penataannya, seringkali berbenturan dengan faktor social, ekonomi dan budaya dimana berdagang merupakan mata pencaharian satu-satunya dari para pedagang kaki lima. 1

2 PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (31) undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menyebut ruang terbuka hijau adalah adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. 1 Tujuan dari disediakannya kawasan ruang terbuka hijau adalah sebagai sarana bagi peningkatan mutu lingkungan hidup dan sebagai pengaman sarana lingkungan perkotaan serta menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan manusia. Pasal (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, memiliki fungsi : a. Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan; b. Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara; c. Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati; d. Pengendali tata air; dan e. Sarana estetika kota. 2 Kota Samarinda merupakan wilayah perkotaan dengan fungsi dan perkembangan yang lengkap. Pada kota ini terdapat pengembangan pusat pemerintahan dan perdagangan seperti sektor jasa, perdagangan, permukiman, industri, pendidikan, pariwisata, kesehatan dan pelayanan umum. Hal tersebut 1 Pasal 1 ayat (31) undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tantang Penataan Ruang. 2 diakses tanggal 22 Juli

3 mempengaruhi pola penggunaan lahan dengan semakin luasnya intensitas lahan terbangun pada areal perkotaan. Pengembangan lahan terbangun yang cepat sekali, merambat pada ruang terbuka hijau, mengakibatkan banyaknya lahanlahan yang seharusnya tetap dapat dipertahankan sebagai ruang terbuka hijau kota telah berubah fungsinya sebagai daerah yang disalahgunakan peruntukannya. Pedagang Kaki Lima atau disingkat (PKL) adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya. Sebab itu kehadirannya selalu diawasi dan ditindak oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda apabila benar ada ketentuan hukum yang dilanggar, seperti pada Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 19 Tahun 2001 tentang pengaturan dan pembinaan pedagang Kaki Lima dalam wilayah hukum Kota Samarinda. yang Menjelaskan : a. Lokasi yang diizinkan untuk berjualan. b. Lokasi yang tidak diizinkan untuk berjualan. c. Hari dan jam berjualan serta jenis dagangan. 3 3 Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Kota Samarinda. 3

4 Selanjutnya di dalam Pasal 4 Ayat (1) Peratuaran Daerah Kota Samarinda Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Kota Samarinda, yang menyebutkan dimana setiap pedagang yang memakai lokasi dimaksud dalam pasal 3 huruf a peraturan ini, harus bertanggung jawab terhadap ketertiban, kebersihan, dan kesehatan lingkungan serta keindahan, disekitar tempat berdagang atau berusaha. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana penegakan hukum lingkungan terhadap keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Ruang Terbuka Hijau di Jl. PM. Noor, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda? 2. Bagaimana kendala dan upaya Satuan Polisi Pamong Praja dalam mengawasi dan menindak Pedagang Kaki Lima (PKL) yang beraktivitas di Ruang Terbuka Hijau Kota Samarinda? METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis dari penelitian yang Penulis akan lakukan adalah penelitian yuridis empiris. Karena penelitian ini selain mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, juga mengkaji hukum dari aspek terapan atau implementasinya, atau sering disebut dengan penelitian yuridis empiris. Jenis penelitian yuridis empiris mengungkapkan 4

5 hukum yang hidup (living law) dalam masyarakat melalui perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat dan melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4 Waktu dan Jenis Penelitian Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah kurang lebih 3 bulan. Penelitian dilakukan pada bulan juni tahun 2012, agar data yang diperoleh dari penelitian ini dapat memberikan gambaran-gambaran dari masalah yang dikemukakan dalam kegiatan penelitian ini. Lokasi penelitian Berdasarkan judul penelitian ini, penulis melakukan penelitian di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Samarinda dengan dengan penelitian di wilayah kecamatan Samarinda Utara, yakni Jl. PM Nor lokasi penelitian tersebut dipilih dikarnakan terdapat banyak Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan/beraktivitas di Ruang Terbuka Hijau Pada tempat tersebut. Jenis Dan Sumber Data Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum skunder. 5 Sumber data yang sebagaimana disampaikan di atas, penulis menerapkan sebagai berikut: 4 Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, halaman Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta. halaman

6 a. Data Primer Data hukum Primer adalah bahan-bahan yang mengikat. 6 dari hasil penelitian lapangan dan berupa hasil observasi dan wawancara terhadap pihak terkait, yakni Kantor satuan Polisi Pamong Praja kota Samarinda. a. Data Sekunder Data hukum sekunder bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Data yang dimaksud adalah data yang diperoleh dari hasil studi pustaka terdiri dari Perundang-Undang, hasil penelitian hukum, dan hasil karya ilmiah dari kalangan hukum, 7 yang berkaitan erat dengan permasalahan yang ada, yaitu: 1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen ke Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 3. Undang-Undang Republik Indoneesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. 4. Undang- Undang Republik Indoneesia Nomor 32 Tahun 3004 tentang Pemerintah daerah. 5. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja. 6 Bambang Sunggono, 2006, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. halaman Ibid. 6

7 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2011 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja. 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 tentang Standar Operasional Prosedur Satuan Polisi Pamong Praja. 9. Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 12 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda. 10. Peraturan daerah Kota Samarinda Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda. 11. Peratuaran Daerah Kota Samarinda Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Kota Samarinda. 12. Buku-buku, penelusuran internet, jurnal serta literatur-literatur yang relevan, dan mendukung penelitian ini. Teknik Penggumpulan Data Teknik pengumpulan data yang diperoleh oleh penulis adalah sebagai berikut : a. Data Primer Dengan cara melakukan observasi langsung pada tempat penelitian serta melakukan interview atau wawancara terhadap pihak terkait, yaitu, Kantor satuan Polisi Pamong Praja kota Samarinda. b. Data sekunder 7

8 1. Studi Dokumentasi (Study document), yaitu dengan mengkaji berbagai dokumen resmi yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti, yakni mengenai penegakan hukum lingkungan terhadap keberadaan Pedagang Kaki Lima di Ruang Terbuka Hijau Kota Samarinda. 2. Studi Kepustakaan (Bibliography Study), yaitu dengan mengumpulkan data-data yang diperoleh dari literatur-literatur, dimana data tersebut dianggap relevan terhadap permasalahan yang ada. Metode Pengolahan Data Data yang dikumpulkan kemudian diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Pemeriksaan data (editing), yaitu mengoreksi data yang terkumpul sudah lengkap, sudah benar, serta sudah relevan dengan permasalahan yang diteliti. b. Rekontruksi data (reconstructing), yaitu menyusun data ulang secara teratur, berurutan, logis, sehingga mudah dipahami. c. Sistematisasi data (sistematizing), yaitu menempatkan data menurut kerangka sistematis pembahasan berdasarkan urutan masalah dalam skripsi. 8

9 Analisis Data Sebagai langkah selanjutnya dalam menindak lanjuti teknik pengelolaan data, maka intinya ada didalam menganalisa data. Analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Deskriptif Kualitatif. Pengertian Deskriptif yaitu merupakan suatu metode yang banyak dipergunakan dan dikembangkan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial, karna memang kebanyakan penelitian sosial bersifat deskriptif. Deskriptif dalam kajiannya akan banyak dipengaruhi oleh pemikiran yang berkembang dalam ilmu sosial atau diangkat dalam kaitannya dengan persoalan tujuan penelitian. Pengertian kualitatif yaitu hasil-hasil penelitian kualitatif memberi sumbangan kepada ilmu pengetahuan, tahapan penelitian kualitatif melampaui berbagai kritis ilmiah, yang mana seorang peneliti memulai berfikir secara induktif, yaitu menangkap berbagai fakta atau fenomena-fenomena sosial, melalui pengamatan di lapangan, kemudian menganalisanya dan kemudian berupaya melakukan teorisasi berdasarkan apa yang diamati itu. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Deskriptif Kualitatif, maksudnya data yang diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder, serta permasalahan penegakan hukum lingkungan terhadap keberadaan pedagang kaki lima di ruang terbuka hijau kota samarinda disajikan secara deskriptif dalam bentuk kalimat yang benar, lengkap, sistematis, sehingga tidak menimbulkan 9

10 penafsiran yang beragam, dan kemudian disajikan sebagai dasar dalam menarik suatu kesimpulan. 8 PEMBAHASAN 1. Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima Di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Samarinda. Diberikannya kewenangan pada Satuan Polisi Pamong Praja untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat bukanlah tanpa alasan. Namun, didukung oleh dasar pijakan yuridis yang jelas, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 13 dan Pasal 14 pada huruf c, yang menyebutkan, urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah meliputi penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Demikian pula dalam Pasal 148 dan Pasal 149 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengamanatkan, dibentuknya Satuan Polisi Pamong Praja untuk membantu Kepala Daerah dalam menegakkan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum serta katentraman masyarakat. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasall 109 Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat diakses tanggal 29 Juli

11 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp ,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (tiga miliar rupiah). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 69 ayat (1), Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 3 Ayat (1), peraturan daerah Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Kota Samarinda. Pelanggaran pada Pasal ini dapat dikenai sanksi Administratif sebesar Rp ,- (seratus ribu rupiah) dan dapat menahan barang dagangannya sampai batas waktu yang bersangkutan memenuhi denda tersebut, adapun ketentuan pidana pelanggaran atau tidak dipatuhinya ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini disebut pelanggaran pidana dan dikenakan sanksi pencabutan ijin dan diancam pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp ,- (lima juta rupiah). 2. Kendala Dan Upaya Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Mengawasi Dan Menindak Pedagang Kaki Lima (PKL) Yang Beraktivitas Di Ruang Terbuka Hijau Kota Samarinda 11

12 A. Kendala Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Mengawasi Dan menindak Pedagang Kaki Lima (PKL) Yang Beraktivitas Di Ruang Terbuka Hijau Kota Samarinda Melihat pada kewenangan yang diberikan kepada Satuan Polisi Pamong Praja, tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan Satuan polisi Pamong Praja sangat penting dan strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan lingkup tugasnya yakni pada fungsi yang mencakup fungsi operasi, fungsi koordinasi dan fungsi pengawasan, menunjukkan betapa penting dan strategisnya peran Polisi Pamong Praja dalam menyangga kewibawaan pemerintah daerah serta penciptaan situasi kondusif dalam kehidupan pembangunan daerah. Karena itu, eksistensi Polisi Pamong Praja, baik sebagai personil maupun institusi yang menangani bidang ketenteraman dan ketertiban umum, akan mengalami perkembangan sejalan dengan luasnya cakupan tugas dan kewajiban kepala daerah dalam menyelenggarakan bidang pemerintahan, sebagaimana diamanatkan oleh Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Saat ini Mengingat kemampuan dari Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda yang juga terbatas, dengan sarana dan prasarana dan jumlah personil yang minim, Selain itu jumlah pedagang kaki lima yang melakukan aktivitas baik itu yang berdagang kawasan Ruang Terbuka Hijau di Jl. PM. Noor ataupun diseluruh kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Samarinda, cukup banyak sehingga penertiban para pedagang ini tidak dapat selesai dalam waktu yang singkat, sebab kemampuan dari Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda yang juga terbatas, di samping mengingat tugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda mencakup 12

13 seluruh wilayah Kota Samarinda dengan cukup banyak Peraturan Daerah yang harus ditegakan. B. Upaya Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Mengawasi Dan menindak Pedagang Kaki Lima (PKL) Yang Beraktivitas Di Ruang Terbuka Hijau Kota Samarinda Saat ini terjaganya fungsi utama dari Ruang Terbuka Hijau (RTH), yakni fungsi ekologis, di Kota Samarinda tergantung kepada kemampuan aparatur pemerintah Kota Samarinda dalam melindungi dan mengelola lingkungan hidup diwilayahnya, sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang ada, dan Pemerintah kota samarinda berwenang memberikan hukuman Administrasi, Perdata, maupun Pidana terhadap orang atau badan hukum yang melanggar ketentuan hukum lingkungan sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu dalam melaksanakan kewenangannya guna menegakan hukum Lingkungan ini Pemerintah Kota Samarinda melalui Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perpanjangan tangan dari Pemerintah Kota Samarinda juga turut serta untuk membantu Kepala Daerah dan instansi Pemerintah lainya yang membidangi pengelolaan lingkungan, sebagai alat pengawasan terhadap kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan, mengingat sebagian peraturan daerah Kota Samarinda juga mengatur mengenai pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. 13

14 Saat ini pedagang kaki lima merupakan masalah tersendiri bagi Pemerintah Kota Samarinda kehadirannya yang tak dapat diprediksi dan dapat muncul dimanapun, sering sekali para Pedagang kaki lima berkegiatan di wilayah ruang terbuka hijau yang tidak diperuntukan bagi kegiatan illegal ini, dan tentu saja selalu melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah, baik itu Peraturan Perundang- Undangan ataupun Peraturan daerah serta menimbulkan masalah masalah lingkungan yang bisa terjadi apabila keberadaannya tidak memperhatikan unsur lingkungan. Sebab itu kehadirannya selalu diawasi dan ditindak oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda apabila benar ada ketentuan hukum yang dilanggar, seperti pada Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 19 Tahun 2001 tentang pengaturan dan pembinaan pedagang Kaki Lima dalam wilayah hukum Kota Samarinda. yang Menjelaskan : a. Lokasi yang diizinkan untuk berjualan. b. Lokasi yang tidak diizinkan untuk berjualan. c. Hari dan jam berjualan serta jenis dagangan. 9 Selanjutnya di dalam Pasal 4 Ayat (1) Peratuaran Daerah Kota Samarinda Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Kota Samarinda, yang menyebutkan dimana setiap pedagang yang memakai lokasi dimaksud dalam pasal 3 huruf a peraturan ini, harus bertanggung jawab terhadap ketertiban, kebersihan, dan kesehatan lingkungan serta keindahan, 9 Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Kota Samarinda. 14

15 disekitar tempat berdagang atau berusaha. Namun dalam aktivitasnya sering sekali ditemui pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, ini dikarnakan para pedagang kaki lima ingin menghemat waktu dan tenaga, jadi masalah lingkungan terabaikan sebagai contoh pedagang kaki lima yang berdagang di area jalur hijau di Jl. PM. Noor Kecamatan Samarinda Utara, para pedagang berjualan di atas parit dan jalur pejalan kaki, yang mengakibatkan berbagai masalah seperti tersumbatnya aliran drainase, sampah yang berserakan., seperti usaha kuliner yang menggunakan ditergen untuk mencuci peralatan makan dan minum serta membuangnya langsung ke parit atau aliran drainase, limbah makanan seperti plastik makanan ringan, dan limbah botol miniman juga banyak ditemui. Setidaknya dalam setiap tahun operasi Penegakan Peraturan Daerah Kota Samarinda yang di lakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja berhasil menjaring antara 600 sampai dengan 800 pedagang kaki lima di seluruh wilayah kota samarinda, sementara untuk tahun ini saja tercatat terhitung dari awal tahun sampai dengan bulan juni setidaknya satuan Polisi Pamong Praja telah menangkap sampai 458 orang pedagang kaki lima yang beraktivitas di wilayah Ruang Terbuka Hijau Kota Samarinda. Tentunya peran Satuan Polisi Pamong Praja tidak dapat diabaikan begitu saja, sebaliknya mempunyai tingkat profesionalisme yang tinggi dan selalu bersinergi dengan instansi pemerintah seperti Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Samarinda, aparat Polri, serta bermitra dengan masyarakat, yang dapat diwujudkan melalui 15

16 berbagai tindakan preventif, seperti kegiatan penyuluhan, pembinaan dan penggalangan masyarakat. Khusus berkaitan dengan eksistensi Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan hukum (represif), sebagai perangkat pemerintah daerah, kontribusi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda sangat diperlukan guna mendukung suksesnya pelaksanaan Otonomi Daerah. Dengan demikian aparat Polisi Pamong Praja diharapkan menjadi motivator dalam menjamin kepastian pelaksanaan peraturan daerah dan upaya menegakannya ditengah-tengah masyarakat, sekaligus membantu dalam menindak segala bentuk penyelewengan dan penegakkan hukum. 16

17 DAFTAR PUSTAKA A. Literatur Buku N. H. T. Siahaan, 2004, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, PT. Glora Aksara Pratama, Jakarta Supriadi, 2005, Hukum Lingkungan Di Indonesia, Penerbit Sinar Grafik, Jakarta. A. Hamzah, 1995 Penegakan Hukum Lingkungan, Arikha Media Cipta, Jakarta. Siti Sundari Rangkuti, 2005, Hukum Lingkungan Dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Edisi ke 3, Airlangga University Press, Surabaya. Sukanda Husin, 2009, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Cetakan 1, Sinar Grafika, Jakarta. Mas Ahmad Santosa, 2001, Good Governance, Icel, Jakarta Junarsio Ridwan & Ahmad Sodik Sudrajat, 2007, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah, Cetakan 1, Nuansa, Bandung. Siswanto Sunarno, 2005, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta. Bambang Sunggono, 2006, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Herman Hermit, 2008, Pembahasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Mandar Maju, bandung. Muchsin, et. al, 2008, Aspek Kebijaksanaan Hukum Penatagunaan Tanah & Penataan Ruang, Sinar Grafika, Jakarta. 17

18 Eko Budihardjo, 1997, Tata Ruang Perkotaan, Penerbit Alumni, Bandung. B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen ke 4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang Republik Indoneesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang Republik Indoneesia Nomor 32 Tahun 3004 tentang Pemerintah daerah. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2011 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja. Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 tentang Standar Operasional Prosedur Satuan Polisi Pamong Praja. Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 12 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda. Peraturan daerah Kota Samarinda Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda. Peratuaran Daerah Kota Samarinda Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Kota Samarinda. 18

19 C. Artikel Internet html. Diakses tanggal 10 Mei diakses tanggal 10 mei Diakses tanggal 12 mei diakses tanggal 12 Mei pdf, diakses tanggal 15 Juni Makalah. diakses tanggal 20 Juni unsrat. ac. id/index.php/lexcrimen/article/download/347/272, diakses tanggal 28 Juli aldoranuary 26. blog. fisip. uns. ac. id/2012/02/29/deskriptifkualitatif/ diakses tanggal 29 Juli satpolppkoja.shtml, diakses tanggal 25 Juli

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014)  Copyright 2014 JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN YURIDIS PENGAWASAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA SAMARINDA TERHADAP USAHA

Lebih terperinci

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 4 (2014) Copyright 2014

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 4 (2014)  Copyright 2014 JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 4 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA TERHADAP PENGAWASAN HEWAN TERNAK DI TEMPAT

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI NOMOR 8 2007 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SUKABUMI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang Mengingat : : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

B A L A N G A N B U P A T I KABUPATEN BALANGAN YANG MAHA ESA BUPATI. budayaa. perlu. mampu. terhadap

B A L A N G A N B U P A T I KABUPATEN BALANGAN YANG MAHA ESA BUPATI. budayaa. perlu. mampu. terhadap 1 B U P A T I B A L A N G A N PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang : a. b. bahwaa kegiatan usaha

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2007

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2007 BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa peningkatan jumlah

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGELOLAAN SAMPAH ANTARA PEMERINTAH DENGAN SWADAYA MASYARAKAT TERHADAP PASAR TRADISIONAL DI KOTA BALIKPAPAN SKRIPSI

PERBANDINGAN PENGELOLAAN SAMPAH ANTARA PEMERINTAH DENGAN SWADAYA MASYARAKAT TERHADAP PASAR TRADISIONAL DI KOTA BALIKPAPAN SKRIPSI PERBANDINGAN PENGELOLAAN SAMPAH ANTARA PEMERINTAH DENGAN SWADAYA MASYARAKAT TERHADAP PASAR TRADISIONAL DI KOTA BALIKPAPAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat memperoleh gelar kesarjanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN DAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin tidak ada habisnya, mengenai masalah ini dapat dilihat dari pemberitaan media masa seperti

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN RUANG BAGI PEDAGANG KAKI LIMA DI PUSAT PERBELANJAAN DAN PUSAT PERKANTORAN DI KOTA SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

Penegakan Hukum Administrasi Terhadap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan(AMDAL) Berdasarkan Undang-Undang 32 Tahun 2009 Di Kota Jambi

Penegakan Hukum Administrasi Terhadap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan(AMDAL) Berdasarkan Undang-Undang 32 Tahun 2009 Di Kota Jambi Penegakan Hukum Administrasi Terhadap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan(AMDAL) Berdasarkan Undang-Undang 32 Tahun 2009 Di Kota Jambi Oleh : Fitria 1 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk:1. Untuk mengetahui

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 3 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau badan penegakan hukum untuk menyidik serta menyelesaikan segala kasus pelanggaran hukum yang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa guna menciptakan kesinambungan dan keserasian lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI SIAK, a. bahwa peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta ribuan pulau oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang mana salah satunya adalah hutan. Hutan merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara yang sudah berdiri dan merdeka dengan syarat dan ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya. Begitu juga dengan negara Indonesia

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN NN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON SALINAN NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KREATIF LAPANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 22 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 21 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang

Lebih terperinci

PENGATURAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN

PENGATURAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 1 PENGATURAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2000 Oleh Desak Nyoman Oxsi Selina Ibrahim R I Ketut Suardita Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang kemudian disingkat dengan UUD 1945 bahwa Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

BAB I PENDAHULUAN. yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk di bahas. Perilaku pelajar yang anarkis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan negara yang berdasarkan hukum dan bukan berdasarkan kekuasaan, negara Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF PELANGGARAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2014

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 9 TAHUN 211 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444). LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuntut hak dan mengajukan gugatan pelanggaran hak-hak manusia (human

BAB I PENDAHULUAN. menuntut hak dan mengajukan gugatan pelanggaran hak-hak manusia (human 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penghormatan hak-hak manusia (human rights) tampaknya sudah diterima sebagai bagian dari pikiran bangsa Indonesia. Banyak kalangan masyarakat menjalankan berbagai

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : dapat dilaksanakan secara maksimal.

BAB III PENUTUP. maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : dapat dilaksanakan secara maksimal. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah penulisan dan analisis penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Penegakan hukum terhadap perusakan lingkungan sebagai akibat penambangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah di amandemen menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Prof.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara berkembang saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara berkembang saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara berkembang saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat, demikian juga dengan negara Indonesia.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa pedagang

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PENGATURAN MINUMAN BERALKOHOL,

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan sampah memerlukan suatu

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TERKAIT BANGUNAN DI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA DENPASAR

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TERKAIT BANGUNAN DI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA DENPASAR PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TERKAIT BANGUNAN DI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA DENPASAR Oleh : Ni Putu Putrika Widhi Susmitha I Ketut Sudiarta Kadek Sarna Program Kekhususan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN POHON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pohon

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENINDAKAN TERHADAP PELANGGARAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN BUPATI OLEH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN PENYIDIK PEGAWAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS 83 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS KAB. CIAMIS TAHUN : 2004 NOMOR : 10 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa dengan semakin banyaknya

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN.. BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PENDUDUK Pasal 2 Setiap Penduduk mempunyai hak untuk memperoleh : a. Dokumen Kependudukan; b. pelayanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung jawab

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. normatif empiris (applied normative law) adalah perilaku nyata (in action) setiap

I. METODE PENELITIAN. normatif empiris (applied normative law) adalah perilaku nyata (in action) setiap 32 I. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris (applied normative law) adalah perilaku nyata (in action) setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alat transportasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alat transportasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat transportasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia untuk menunjang berbagai kegiatan sehari-hari. Alat transportasi dalam pengelompokannya dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal atau perumahan semakin banyak. 2. penduduk akan menuntut penambahan lahan pemukiman, jaringan jalan,

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal atau perumahan semakin banyak. 2. penduduk akan menuntut penambahan lahan pemukiman, jaringan jalan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk kota dengan Urbanisasi dan migrasi menjadi semakin meningkat pesat, karena itu dapat dikemukakan bahwa kota-kota besar yang jumlah penduduknya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24 III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu penelitian hukum dengan mengkaji bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. kesimpulan dari rumusan permasalahan Efektivitas Undang-Undang Nomor 14

BAB III PENUTUP. kesimpulan dari rumusan permasalahan Efektivitas Undang-Undang Nomor 14 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dalam penulisan hukum ini, maka diperoleh kesimpulan dari rumusan permasalahan Efektivitas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Dalam Menanggulangi Penggunaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR : 16 TAHUN 2002 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR : 16 TAHUN 2002 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR : 16 TAHUN 2002 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode, III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, dengan jalan menganalisanya. Selain itu juga, diadakan pemeriksaan yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau III. METODE PENELITIAN 1. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN PEDAGANG KAKI LIMA DAN PEDAGANG KAKI LIMA MUSIMAN

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN PEDAGANG KAKI LIMA DAN PEDAGANG KAKI LIMA MUSIMAN PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN PEDAGANG KAKI LIMA DAN PEDAGANG KAKI LIMA MUSIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa pedagang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 37 III. METODE PENELITIAN Metode artinya cara melakukan sesuatu dengan teratur (sistematis). Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan

Lebih terperinci

Peran Dinas Tata Kota Bandar Lampung Dalam Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang. Ati Yuniati. Abstrak

Peran Dinas Tata Kota Bandar Lampung Dalam Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang. Ati Yuniati. Abstrak Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 6 No. 1 Januari-April 2012, ISSN 1978-5186 Peran Dinas Tata Kota Bandar Lampung Dalam Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang Ati Yuniati Bagian Hukum Administrasi Negara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa untuk melakukan suatu kegiatan

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELARANGAN MINUMAN BERALKOHOL, PENYALAHGUNAAN ALKOHOL, MINUMAN DAN OBAT OPLOSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sumber daya, merupakan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah mencermati dan mengkaji tentang peranan Badan Satuan Polisi Pamong

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah mencermati dan mengkaji tentang peranan Badan Satuan Polisi Pamong V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah mencermati dan mengkaji tentang peranan Badan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung dalam menyelenggarakan ketertiban umum khususnya dalam menangani

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu.

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian dan penegakan hukum yang tepat dapat mencegah dan menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu. Terjadinya peredaran rokok ilegal

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM UPAYA PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT KEGIATAN PEMATANGAN LAHAN (Studi Perumahan Villa Tamara)

TINJAUAN HUKUM UPAYA PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT KEGIATAN PEMATANGAN LAHAN (Studi Perumahan Villa Tamara) JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN HUKUM UPAYA PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT KEGIATAN PEMATANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 19 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGHIJAUAN KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang : a. bahwa daerah aliran sungai

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN JALUR HIJAU

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN JALUR HIJAU PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN JALUR HIJAU Oleh : Gede Agung Sutrisna I Ketut Suardita Cokorda Dalem Dhana Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 KAJIAN YURIDIS KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI UTARA ATAS PEMBERIAN IZIN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 1 oleh : Muhammad Iqbal 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. VISI DAN MISI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA 1. Pernyataan Visi Visi merupakan pandangan jauh ke depan, kemana dan bagaimana suatu organisasi harus dibawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal research), dan pendekatan yuridis empiris (empirical legal research). Disebut demikian

Lebih terperinci

P E R A T U R A N D A E R A H

P E R A T U R A N D A E R A H LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN TAHUN 2005 NOMOR 9 SERI D NOMOR SERI 1 P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG

Lebih terperinci

PERATURAN DESA.. KECAMATAN. KABUPATEN... NOMOR :... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DESA.. KECAMATAN. KABUPATEN... NOMOR :... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DESA.. KECAMATAN. KABUPATEN... NOMOR :... TAHUN 20... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER AIR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA Menimbang : a. bahwa sumber air sebagai

Lebih terperinci

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015 SALINAN BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum yang diterapkan di Indonesia saat ini kurang memperhatikan kepentingan korban yang sangat membutuhkan perlindungan hukum. Bisa dilihat dari banyaknya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa hak untuk hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan suatu norma/kaidah yang memuat aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang menjamin hak dan kewajiban perorangan maupun masyarakat. Dengan adanya hukum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 19 Jenis penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 19 Jenis penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari suatu atau

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

Lebih terperinci

WALIKOTA SORONG PEMERINTAH KOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA SORONG PEMERINTAH KOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN WALIKOTA SORONG PEMERINTAH KOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG, Menimbang

Lebih terperinci