BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam menjalani kesehariannya akan selalu dihadapkan dengan berbagai macam pilihan. Hampir setiap hari, bahkan setiap waktu manusia dituntut untuk mengambil pilihan dari berbagai macam alternatif yang ada. Minimal ada dua alternatif atau lebih yang harus diambil oleh pengambil keputusan untuk memilih salah satu pilihan berdasarkan pertimbangan atau kriteria tertentu. Apapun kegiatan manusia, dia akan dihadapkan dengan beberapa pilihan, baik itu pilihan dalam membeli makanan, pakaian, memilih sekolah hingga memilih pekerjaan. Proses dalam mengambil keputusan terkadang rumit, dikarenakan setiap alternatif memiliki pertimbangan yang berbeda. Dalam hal pekerjaan individu akan dihadapkan dengan pilihan pekerjaan dari berbagai macam alternatif. Beberapa orang terkadang memilih pekerjaan yang tidak jauh dari lingkungan tempat tinggalnya, karena ketersediaan sumber daya alamnya. Keberadaan sumber daya alam dimanfaatkan oleh banyak orang untuk mengeruk keuntungan, salah satunya adalah pasir. Sumber daya alam seperti pasir, merupakan salah satu material yang dibutuhkan dalam pembangunan terutama industri konstruksi. Kebutuhan akan pasir terus ada dan bahkan meningkat apalagi daerah kota yang pembangunannya sangat pesat. Kegunaan pasir sangat banyak terutama dalam kontruksi bangunan, salah satunya dipakai untuk campuran beton, plesteran, pemasangan batako, pembuatan pondasi bangunan dan banyak lainnya. Kegiatan penambangan pasir salah satunya berada di Kabupaten Magelang, tepatnya di sungai-sungai yang berhulu ke Gunung Merapi. Banjir lahar dinginyang terjadi di bulan desember tahun 2010 secara umum terjadi di semua sungai yang berhulu di 1

2 2 puncak gunung merapi diantaranya kali krasak, kali bebeng, kali lamat dan kali senowo (Badan Geologi, 2010). Softdata yang diberikan dari DPU ESDM Kabupaten Magelang menunjukkan bahwa potensi material vulkanik di wilayah Magelang mencapai 30 juta meter kubik dengan cadangan material mencapai 261 juta kubik (DPU ESDM, 2010). Banyaknya material tersebut dijadikan lahan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.material berupa pasir dan batu menumpuk di sungai dan ditambang oleh masyarakat secara gratis. Sungai-sungai yang berhulu di puncak merapi dijadikan lokasi penambangan pasir.salah satu wilayah sungai yang dijadikan lokasi penambangan pasir adalah Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang.Cadangan material vulkanik di wilayah Srumbung terhitung paling banyak di Kabupaten Magelang, dengan total sekitar 62 juta meter kubik.material tersebut tersebat di 4 sungai, yaitu Sungai Bebeng, Putih, Blongkeng, dan Batang (DPU ESDM, 2013). Peneliti secara langsung melakukan terjun lapangan untuk mengetahui tentang pekerjaan bidang pertambangan pasir.observasi pertamapun dilakukan di lokasi penambangan pasir, tepatnya di alur Sungai Bebeng.Sungai ini terletak di Desa Kaliurang, Kecamatan Srumbung.Pengamatan langsung menunjukkan bahwasanya jenis pekerjaan yang ada dalam bidang pertambangan pasir yaitu penambang dan sopir (Observasi ke-1, 4 April 2014).

3 3 Gambar 1: Pekerjaan dalam pertambangan pasir di alur sungai Bebeng Observasi memperlihatkan bahwasanya pekerjaan penambang adalah menambang hingga mengangkutkan pasir, sedangkan sopir adalah melakukan proses pengangkutan. Pekerjaan yang mereka jalankan terlihat memberikan hasil secara langsung dan itu terlihat darisopir truk yang membayarkan sejumlah kepada kelompok penambang setelah truknya penuh.sopir trukpun juga mendapatkan uang secara langsung dengan menjual pasirnya ke konsumen.dalam hal ini, hasil langsung menjadi salah satu daya tarik pekerjaan.berdasarkan obrolan santai dengan sopir truk asal Karangawen, Demak menjelaskan bahwa hasilnya secara langsung merupakan salah satu alasannya menjadi sopir. Harganya jual pasir ke luar daerah bisa mencapai Rp ,- /rit (Observasi, 4 April 2014). Keleluasaan bekerjapun terlihat pada penambang, karena tidak perlu menggunakan modal yang banyak untuk bekerja.alat yang dibawa sekedar slenggrong, linggis, ayakan dan angkong.kondisi ini sangatlah berbeda dengan pekerjaan sopir truk.modal utama menjadi sopir adalah adanya alat transportasi berupa truk. Dari sini, maka akan mulai terlihat perbedaan yang mencolok antara penambang dan sopir dalam hal modal. Risiko yang ditanggung sopir truk jauh lebih banyak ketimbang pekerjaan menambang pasir.apabila alat penambang pasir rusak atau tidak bisa digunakan, maka untuk membeli /

4 4 membuatnya tidaklah mahal.berbeda jauh dengan alat transportasi yang bermasalah, maka risiko yang harus ditanggung juga lebih besar.mengingat modal yang dibutuhkan besar, maka risiko yang dipertaruhkanpun juga lebih besar. Serangkaian observasipun memperlihatkan bahwa tugas pekerjaan sopir jauh lebih kompleks dibanding penambang. Sopir harus membeli / mencari pasir, menjalani proses pengangkutan, dan menjual pasir. Melihat kenyataan itu, maka peneliti memilih untuk mengetahui lebih jauh tentang pekerjaan sopir truk. Menjadi sopir memang akan berhadapan dengan konsekuensi yang harus dihadapi, akibat pilihannya. Begitu pula keputusan individu untuk menjadi sopir truk.dalam buku The Psychology of Risk, risiko didefinisikansebagai kemungkinan terjadinya peristiwa atau kejadian merugikan yang terjadipada suatu waktu (Breakwell, 2007).Gambaran tentang risiko kerja sopir truk merupakan sebuah konsekuensi negatif akibat pilihan yang diambil oleh individu, yaitu bekerja sebagai sopir truk. Mereka berhadapan dengan lingkungan kerja yang harus dijalani sebagai seorang sopir, baik it lingkungan fisik ataupun sosial.dari observasi pertama ini ditemukan bahwasanya perjalanan untuk sampai di tempat tujuan tidaklah semudah yang dikira.kondisi yang berbatuan, berlubang, dan hanya terdapat 1 jalur saja membuat perjalanan terhitung berat.sopir truk terlihat harus berkonsentrasi penuh untuk menghadapi risiko lokasi.tangannya memutar balikkan kemudi dengan cepat untuk menghindari batu di depannya, matanya fokus dan ini menunjukkan bahwa untuk sampai di lokasi saja sudah harus menghadapi risiko lokasi yang sulit (observasi 1, tanggal 4 April 2014.). Selama proses observasi, pembicaraan mereka yang membahas tentang banjir beberapa hari sebelumnya. Sopir dan beberapa penambang tersebut terlihat asyik merokok dan duduk di tanah, dekat dengan bekas penggalian pasir.dari cerita tersebut, sopir menanggapi banjir beberapa hari sebelumnya. Terdengar sekali ketika ia berkata Wah

5 5 gede tenan to, toh nyowo tenan nggeh to (observasi 3, 20 November 2014). Respon dari sopir truk tersebut menunjukkan bahwa risiko kerja sopir truk terhitung berisiko tinggi.mereka bekerja di dalam lokasi penambangan yang bisa mengancam keselamatan kerja mereka sendiri.banjir menjadi salah 1 bencana alam yang akrab dalam kehidupan mereka. Media Kompas (2014) memberitakan bahwa pada bulan januari terjadi banjir lahar dingin yang menghanyutkan 4 truk. Truk tersebut baru akan mengantri pasir. Sopir truk tidak sempat menyelamatkan truk dikarenakan banjir datang dengan cepat. Lokasi sungai yang berbatuan tidak mungkin untuk mengemudikan truk dengan lancar. Pengamatan langsung menunjukkan bahwa truk hanya dapat berjalan dengan kecepatan 5-10km/jam. Lokasi sungai yang bertebing juga memberikan resiko terjadinya tanah longsor. Tebing longsor pernah terjadi di sungai pabelan yang berhulu di sungai senowo. Longsoran tersebut menimbun 6 truk dan mengakibatkan 1 orang tewas (Kompas, 2014). Berita dari salah satu media cetak tersebut, membenarkan tentang hasil observasi yang peneliti lakukan.dalam salah satu obervasi memperlihatkan secara langsung truk yang tertimbun tanah longsor. Total truk yang tertimbun tebing longsor berjumlah 5 buah truk (observasi ke-17, 20 Maret 2016). Gambar 2: Truk yang tertimbun tebing longsor

6 6 Truk yang tertimbun, menunjukkan bahwa risiko kerja mereka tidak hanya berhubungan dengan keselamatan kerja, akan tetapi juga pengeluaran mereka. Truk menjadi alat transportasi utama untuk mengangkut pasir. Ketiadaan truk mengakibatkan rutinitas mereka terganggu, bahkan bisa menghilangkan pekerjaan mereka.pengeluaran akibat adanya kecelakaan tidak hanya terjadi di lokasi penambangan, akan tetapi juga di ranah perjalanan sopir truk. Peneliti kembali secara langsung meninjau kecelakaan truk di Jalan Banyuadem-Jerukagung, Srumbung. Gambar 3 : Truk roboh di Jembatan Banyuadem-Jerukagung Selama proses penelitian, peneliti aktif dalam mencari informasi dengan berbagai macam cara. Dari grup facebook merapi, jaringan radio HT komunitas merapi (JME, Compac).Foto tersebut diambil pada saat peneliti mendapati informasi dari jaringan radio HT lintas merapi (Komunitas JME).Terjadi kecelakaan truk tepatnya di Jalan banyuademjerukagung, srumbung.truk roboh karena tidak kuat dalam menanjaki jembatan yang curam (keterangan dari salah 1 ibu-ibu di dalam observasi).kerugian yang harus ditanggung adalah kerusakan truk, kehilangan pasir, dan rutinitas jangka panjangnya terganggu.terlihat di foto, kerusakan terhitung parah, bak truk berlubang dan tidak tertata. Robohnya truk tidak hanya merugikan sopir secara pribadi, akan tetapi secara sosial. Dari

7 7 foto, Nampak jelas bagaimana jalan tersebut terputus karena truk roboh menutupi jalan.masyarakat, khususnya pengguna jalan ikut merasakan akibat dari robohnya truk.kelancaran menjadi terganggu dan berdasarkan jaringan informasi radio HT JME merapi, butuh 2 hari untuk menyingkirkan truk yang roboh tersebut. Temuan tersebut memberikan sedikit gambaran risiko kerja sopir truk.breakwell (2007) menyatakan bahwa risikomeliputi dua dimensi yaitu kemungkinan (probability) dan efek (effect).sedangkan Conchar, Zinkhan, Peters, dan Olavarrieta, (2004) serta Hillson danwebster (2004) menyebutkan dua elemen risiko yaitu ketidakpastian(uncertainty) dan konsekuensi (consequences). Risiko kerja sopir truk berisi tentang kedua elemen tersebut, baik itu kemungkinan akan terjadinya sesuatu dan efek dari terjadinya sesuatu. Seperti robohnya truk dalam menaiki jembatan.informasi dari warga yang melihat, robohnya truk dikarenakan tidak kuat menaiki jembatan karena muatan yang banyak.ini berarti, risiko terjadi akibat efek dari keputusan sopir truk dalam mengangkut muatan banyak. Meskipun itu juga tidak berarti sopir lain pasti mengalami kejadian yang sama jika muatan samasama penuh. Data tersebut hanya sekelumit dari risiko kerja sopir truk, maka peneliti akan berusaha untuk lebih jauh mengungkap risiko apa saja yang dihadapi oleh sopir truk. Proses mengungkap risiko kerja sopir truk, tidak cukup dengan adanya wawancara dalam penelitian, maka peneliti akan melakukan berbagai macam observasi yang intensif dalam rangka menemukan lebih jauh lagi risiko kerja sopir. Apabila dilihat dari sudut pandang masyarakat sekitar, kegiatan pengangkutan sopir truk mengakibatkan kerugian yang dirasakan oleh banyak pihak.kerugian ini terutama dalam hal kerusakan jalan, akibat muatan berat pasir. Masyarakat juga memperlihatkan adanya protes kepada pemerintah akibat adanya proses pengangkutan sopir truk. Ini menunjukkan bahwa kegiatan sopir truk juga berisiko

8 8 memberikan dampak sosial bagi masyarakat sekitar.observasi menunjukkan adanya aksi protes dalam bentuk spanduk di Jalan Soropadan-Salamsari, Srumbung (Observasi ke- 11,30 Mei 2015).Terlihat jelas adanya kerusakan jalan di ruas jalan yang sebenarnya tidak layak untuk dilewati truk bermuatan material. Gambar 4: Spanduk Protes Warga Kepada Pemerintah Akibat Kerusakan jalan Peneliti tertarik untuk mengungkap lebih dalam dan lebih jauh tentang risiko kerja yang ada di dalam keseharian sopir truk. Tidak berhenti sampai disitu, risiko kerja sopir truk juga diakibatkan karena adanya proses dan mekanisme internal yang pada diri sopir truk itu sendiri. Seperti keputusan sopir truk yang mengangkut pasir dengan muatan banyak, memberikan risiko yang ternyata memberikan dampak buruk baginya. Faktor internal seperti emosi, kepribadian, sifat, sejarah emosional, danfaktor eksternal seperti keluarga, teman sebaya, media, lingkungan ikut berperan di dalamnya (Robertson & Collinson, 2010). Adanya faktor internal membuat peneliti juga tertarik untuk mendalami tentang dinamika risiko kerja sopir truk. Salah 1 dari rangkaian observasi menunjukkan bahwasanya, diantara sekian banyak sopir truk, ada beberapa dari mereka yang berpindah pekerjaan karena merasakan beratnya risiko yang harus ditanggung oleh sopir truk :

9 9 Keringat bercucuran di tubuhku, kaos yang aku pakai kebasahan keringat, terutama dibagian punggung dan dada. Cuaca panas, matahari serasa di atasku. Sedikit aku teringat dengan misiku sebagai seorang pelajar, aku berpikir tentang diriku sendiri. Apakah ada teman-temanku, demi sebuah data, rela seperti aku apakah seperti ini yang namanya penelitian? Demi data, aku merelakan diriku berada di tempat seperti ini. Aku berada diantara orang-orang yang baru, dan lingkungan yang asing bagi mahasiswa sepertiku. Aku haus lapar mataku berkaca-kaca, tapi apa daya, aku tak bawa uang sepeserpun. Demi data, apapun aku lakukan!!ya itu prinsipku. Aku kemudian istirahat dan meminta air minum kepada tenaga disebelahku. Disela-sela aku istirahat karena capek nylenggrong salah seorang sopir di dekat lokasiku ngeduk pasir bercerita dengan para tenaga penambangnya. Nampak terlihat asyik sopir tersebut, duduk di atas batu dan menawarkan rokok kepada beberapa penambangnya. Dia menceritakan tentang tentang 3 orang temannya sopir yang berpindah pekerjaan. aku tidak sempat merekam pembiacaraan mereka, kebetulan hp ku masih di dalam truk. Aku bersyukur bisa menangkap sedikit obrolan mereka. Sopir tersebut dengan jelas berkata sopir ki abot sembari memberikan fakta dimana temannya keluar dari sopir karena terbengkalai masalah setoran dengan juragannya, temannya yang 1 nya keluar dari pekerjaan menjadi sopir karena tidak memiliki jaringan penjualan dan tidak mendapatkan hasil, dan temannya yang 1 nya lagi karena truk rusak terendam banjir. Rusaknya truk membuat ia tak mampu membayar angsuran, karena tidak bisa memenuhi permintaan. Belum lagi tenaga penambangnya berpindah dengan sopir lainnya. (sumber data : observasi ke-3, Sungai Bebeng, 20 November 2014) Pembicaraan mereka membuat peneliti semakin tertarik untuk mendalami lebih jauh tentang risiko pekerjaan sopir truk. Lebih dari itu, data alami yang peneliti dapatkan membuat semakin penasaran tentang keputusan mereka untuk bertahan di dalam risiko kerja. Dari data tersebut terdengar jelas tentang beberapa sopir yang tidak mampu bertahan di dalam risiko kerja. Sekilas, tergambar bahwa penyebabnya karena faktor hubungan kerja mereka dan faktor lingkungan alam. Sopir itu sendiripun menilai behwa menghadapi pekerjaannya sebagai sopir, dengan berbagai risiko yang ada dianggapnya abot atau berat. Sesuai dengan penilaian tersebut, peneliti juga melakukan studi pendahuluan terhadap salah seorangsopir truk lokal beserta Kepala Dusun yang wilayahnya, tepatnya Dsn. Salamsari, Ds. Mranggen, Kec. Srumbung.

10 10 Kadus/Dukuh tersebut mengetahui banyak tentang penambangan pasir karena di dusunnya menjadi jalan terakhir di portal penambangan. Lebih jauh ia juga merupakan mantan penambang pasir, dan memahami berbagai kondisi di lokasi penambangan. Dalam sebuah pembicaraan tersebut, didapati bahwasanya sopir truk untuk mendapatkan pasir di lokasi penambangan tidaklah mudah. Sopir tersebut tidak memiliki kelompok penambang tetap, sehingga kadang tidak mendapatkan pasir. Kondisi tersebut juga dibenarkan oleh Kadus, para penambang seringkali memilih untuk mencarikan pasir untuk sopir yang mau membeli pasir dengan harga lebih mahal. Terlihat dalam pembicaraan tersebut, sopir truk mengeluhkan dimana banyak buruh yang mengisi pasir untuk sopir truk luar daerah (non lokal). Mereka berani membeli pasir dari penambang dengan harga yang lebih mahal dari harga beli sopir lokal. Sopir truk yang tidak mendapatkan pasir, maka tidak akan mendaptkan hasil pada hari itu pula (Wawancara awal, 10 Oktober 2014). Terkait dengan risiko, terdapat dua sikap seseorang ketika menghadapi risiko, risk averse danrisk seeking, hal ini berhubungan dengan trade off antara risiko dan hasil yangdiharapkan. Pada dasarnya manusia adalah penghindar risiko dan menyukaisesuatu yang lebih pasti (March & Shapira, 1987). Namun masing-masingindividu memiliki sikap yang berbeda terhadap suatu risiko. Perbedaan sikap diakibatkan oleh nilai-nilai antar indvidu yang berbeda-beda. Teori nilai telah banyak digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi perbedaan sikap dan perilaku baik pada level individual maupun kolektif. Pada level individual, variasi nilai antar individu memunculkan perbedaan sikap terhadap objek dan situasi tertentu, sehingga persepsi seseorang dalam mengambil keputusan juga berbeda (Schwartz, 1992). Konsekuensi selanjutnya adalah munculnya variasi perilaku antar individu (Rokeach & Kliejunas, 1972). Berdasarkan keterangan tersebut, sikap seseorang terhadap risiko kerja akan berbeda-beda 1 dengan yang lainnya. Sopir truk yang memilih untuk bertahan dan memilih

11 11 untuk keluar dari pekerjaannya, juga memiliki sikap dan persepsi yang berbeda terhadap risiko. Perbedaan itu menurut (schwarts, 1992) dikarenakan mereka memiliki nilai-nilai yang membuatnya bertahan atau tidak berahan. Peneliti lebih tertarik untuk mendalami nilai sopir truk yang memilih untuk bertahan di dalam menjalani pekerjaannya. Keintensifan peneliti dalam memahami risiko kerja sopir truk, mengakibatkan peneliti semakin yakin, bahwa risiko kerja yang dialami sopir truk tidaklah ringan. Itu didasarkan atas pengalaman data reflective peneliti dalam observasi, beserta informasi pembicaraan diantara mereka. Dalam memahami nilai tersebut, peneliti masuk di lingkungan kerja sopir truk, sekaligus merasakan risiko pekerjaan mereka. Masuknya peneliti, berarti ikut berada di dalam budaya yang ada di kalangan para sopir truk. Hofstede (1991) mengatakan bahwa nilai merupakan cerminan dari budaya, dimana terjadi interaksi antara nilai, sikap, dan perilaku di dalam anggota komunitas tersebut. Ini menandakan bahwa pemahaman tentang nilai sopir truk juga tidak bisa lepas dari pemahaman tentang budaya mereka dalam konteks kesehariannya dalam bekerja. Merujuk dari teori tersebut, beserta serangakaian observasi yang dilakukan, maka peneliti akan mengungkap secara mendalam juga tentang nilai budaya sopir truk untuk bertahan di dalam pekerjaannya. Apabila dikaitkan dengan risiko secara lebih rinci, ini berarti termasuk bertahan dalam menghadapi segala macam risiko yang ada di dalam pekerjaannya. Berdasarkan dari latar belakang tersebut, peneliti merumuskan permasalahan utama, yaitu bagaimanakah dinamika risiko kerja sopir truk dan nilai-nilai kearifan lokal apa sajakah yang dimiliki sopir untuk bisa bertahan dalam pekerjaannya? B. Tujuan Penelitian

12 12 Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dinamika risiko kerja sopir truk, keterkaitan antar risiko dan memahami nilai-nilai kearifan sopir truk untuk bertahan di dalam bekerjaa.. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi secara empiris dan aktual tentang risiko kerja dan nilai-nilai budaya di dalam bekerjasehingga dapat memperkaya ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan psikologi sosial, sehingga dapat menjadi saran bagi penelitian yang akan datang. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk mengembangkan pengetahuan-pengetahuan lokal, khususnya jawa dalam suatu kerangka keilmuan sistematis. 2. Manfaat Praktis a. Menjadi pedoman bagi sopir truk dalam memilah strategi yang cocok untuk menghadapi risiko kerja b. Memberikan informasi kepada Pemkab Magelang dan Pemerintah Kec. Srumbung tentang kondisi nyata pekerjaan sopir truk di alur sungai yang berhulu di merapi. Diharapkan pula sebagai rujukan kepada pemerintah dalam membuat kebijakan tentang proses pertambangan, khususnya pengangkutan yang dilakukan oleh sopir truk c. Tambahan pengetahuan bagi masyarakat srumbung khususnya sopir truk tentang keberdaan nilai kearifan lokal untuk tetap survive di dalam bekerja

13 13

BAB VII PENUTUP A. KESIMPULAN. ganda, yaitu mencari pasir, mengangkut dan memasarkannya. Pada masing-masing tugas

BAB VII PENUTUP A. KESIMPULAN. ganda, yaitu mencari pasir, mengangkut dan memasarkannya. Pada masing-masing tugas BAB VII PENUTUP A. KESIMPULAN Sopir truk bekerja dengan risiko yang kompleks karena menjalani tugas kerja ganda, yaitu mencari pasir, mengangkut dan memasarkannya. Pada masing-masing tugas pekerjaan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and Trans Asiatic Volcanic Belt dengan jajaran pegunungan yang cukup banyak dimana 129 gunungapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang lalu adalah letusan terbesar jika dibandingkan dengan erupsi terbesar Gunung Merapi yang pernah ada dalam sejarah yaitu tahun 1872.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah menenggelamkan 19 kampung, memutus 11 jembatan, menghancurkan lima dam atau bendungan penahan banjir, serta lebih

Lebih terperinci

PENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works

PENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works PENGENDALIAN SEDIMEN Aliran debris Banjir lahar Sabo works 29-May-13 Pengendalian Sedimen 2 Aliran Lahar (Kawasan G. Merapi) G. Merapi in action G. Merapi: bencana atau berkah? G. Merapi: sabo works 6-Jun-13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara periodik setiap tiga tahun, empat tahun atau lima tahun. Krisis Merapi yang berlangsung lebih dari

Lebih terperinci

Desa Tlogolele tak Lagi Terisolir Ambrolnya Dam Kali Apu oleh hantaman banjir lahar hujan pasca erupsi Merapi 2010, menyebabkan Desa

Desa Tlogolele tak Lagi Terisolir Ambrolnya Dam Kali Apu oleh hantaman banjir lahar hujan pasca erupsi Merapi 2010, menyebabkan Desa Lampiran 7 Seri Tlogolele Dam Kali Apu, simbol persahabatan manusia dengan Gunung Merapi Posted on September 20, 2013 http://suprihati.wordpress.com/2013/09/20/dam-kali-apu-simbol-persahabatandengan-gunung-merapi/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk mengendalikan aliran sedimen akibat erupsi gunung api. Daerah aliran sungai bagian hulu di sekitar gunung api aktif

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang merupakan daerah katulistiwa mempunyai letak geografis pada 80 LU dan 110 LS, dimana hanya mempunyai dua musim saja yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Merapi yang terjadi pada bulan Oktober 2010 telah memberikan banyak pelajaran dan meninggalkan berbagai bentuk permasalahan baik sosial maupun ekonomi yang masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilintasi oleh jalur api (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Australia. Letak wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang di bawahnya dari bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahun 2000 sekitar 500 juta jiwa penduduk dunia bermukim pada jarak kurang dari 100 m dari gunungapi dan diperkirakan akan terus bertambah (Chester dkk., 2000). Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Tanah longsor (landslide) merupakan salah satu bentuk bencana alam geologis yang sering terjadi di Indonesia.Hardiyatmo (2006), menyatakan bahwa longsoran adalah gerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Menurut Sujarwo (2012:3), pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Menurut Sujarwo (2012:3), pembelajaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan suatu proses perubahan perilaku sebagai hasil interaksi antara diri dan lingkungan secara utuh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Sujarwo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat untuk bertani sayur guna memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat untuk bertani sayur guna memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Sengi yang terletak di lereng Gunung Merapi memiliki banyak potensi sumber daya alam. Kesuburan tanah dan ketersediaan debit air yang melimpah dimanfaatkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Potensi Sumber Daya Alam di Indonesia yang sangat melimpah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Potensi Sumber Daya Alam di Indonesia yang sangat melimpah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Potensi Sumber Daya Alam di Indonesia yang sangat melimpah merupakan modal dasar pembangunan nasional dalam hal pengembangan wisata alam dan devisa Negara dari sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampungan dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia yang merupakan daerah katulistiwa mempunyai letak geografis pada 8 0 LU dan 11 0 LS, dimana hanya mempunyai dua musim saja yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Bencana banjir bandang dan longsor yang melanda di daerah batu busuk kelurahan lambuang bukit kecamatan pauh kota padang pada hari selasa, 24 Juli 2012 tepatnya pada

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371

Lebih terperinci

kerugian yang bisa dihitung secara nominal misalnya rusaknya lahan pertanian milik warga. Akibat bencana tersebut warga tidak dapat lagi melakukan pek

kerugian yang bisa dihitung secara nominal misalnya rusaknya lahan pertanian milik warga. Akibat bencana tersebut warga tidak dapat lagi melakukan pek EVALUASI PENDAPATAN MASYARAKAT UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PASCA BENCANA BANJIR LAHAR DI KALI PUTIH KABUPATEN MAGELANG Rosalina Kumalawati 1, Ahmad Syukron Prasaja 2 1 Dosen Program Studi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang. Setiap orang memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna memenuhi kepuasan dalam kehidupannya. Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di. yang lalu Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus,

BAB 1 PENDAHULUAN. Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di. yang lalu Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di sepanjang sungai yang dilalui material vulkanik hasil erupsi gunung berapi. Beberapa waktu yang lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gunung Merapi yang berada di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi memiliki interval waktu erupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. batas-batas administratif sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. batas-batas administratif sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Geografis a. Letak, Luas dan Batas Wilayah Desa Jumoyo merupakan salah satu desa di Jawa Tengah yang terletak di wilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soewarno (1991), proses sedimentasi meliputi proses erosi, transportasi (angkutan), pengendapan (deposition) dan pemadatan (compaction) dari sedimentasi itu sendiri. Proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa erupsi gunung Merapi pada tahun 2010 telah menimbulkan banjir aliran lahar dingin dari puncak gunung Merapi yang membawa banyak sedimen padat mengalir melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawat bronjong merupakan salah satu material yang saat ini banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan konstruksi terutama untuk konstruksi perkuatan, misalnya untuk perkuatan

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Disusun oleh: Anita Megawati 3307 100 082 Dosen Pembimbing: Ir. Eddy S. Soedjono.,Dipl.SE.,MSc.,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai keadaan umum perusahaan sebagai tempat penelitian dan sumber data, yang meliputi gambaran umum perusahaan, potensi bahan galian, visi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran lahar atau banjir lahar dalam masyarakat Indonesia dipahami sebagai aliran material vulkanik yang biasanya berupa batuan, pasir dan kerikil akibat adanya aliran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kelompok maupun perorangan. Landasan hukum tersebut ialah

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kelompok maupun perorangan. Landasan hukum tersebut ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang saat ini sedang berkembang dan juga merupakan negara yang berlandasan hukum yang mana hukum tersebut berguna sebagai mewujudkan

Lebih terperinci

PENDEKATAN BIOTIK DALAM PENGUATAN LERENG

PENDEKATAN BIOTIK DALAM PENGUATAN LERENG PENDEKATAN BIOTIK DALAM PENGUATAN LERENG Firmansam Bastaman, IALI. Rully Wijayakusuma, IALI Pendahuluan Sebuah berita yang sungguh menghenyakkan, ketika telivisi menayangkan berita memilukan sebuah danau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara dengan jumlah dan variasi bencana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara dengan jumlah dan variasi bencana 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan jumlah dan variasi bencana terbanyak di dunia. Dari mulai gempa bumi, tsunami, gunung berapi, puting beliung, banjir, tanah longsor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Indonesia terletak diantara 2 benua yaitu benua asia dan benua australia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai letak sangat strategis, karena terletak di antara dua benua yaitu Asia dan Australia dan juga terletak

Lebih terperinci

EVALUASI JEMBATAN DI SUNGAI BOYONG YOGYAKARTA PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI 2010

EVALUASI JEMBATAN DI SUNGAI BOYONG YOGYAKARTA PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI 2010 Vol 1 Nomor 1 - Agustus 2015 ISSN 2460-7878 EVALUASI JEMBATAN DI SUNGAI BOYONG YOGYAKARTA PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI 2010 Mega Ayundya Widiastuti Fakultas Sains dan Teknologi UINSA Surabaya m_ayundya@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PT. Kereta Api Indonesia adalah sebuah perusahaan yang dikelola oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PT. Kereta Api Indonesia adalah sebuah perusahaan yang dikelola oleh 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PT. Kereta Api Indonesia adalah sebuah perusahaan yang dikelola oleh negara yang bergerak di bidang transportasi, khususnya kereta api. Yang disebut kereta

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada sifat-sifat arus tetapi juga pada sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sifat-sifat di dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Beberapa bentuk

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Beberapa bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik kerugian harta benda maupun korban jiwa. Hal ini mendorong masyarakat disekitar bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG Banjir yang sering terjadi di beberapa daerah merupakan peristiwa alam yang tidak dapat dicegah. Peristiwa banjir merupakan akibat misalnya curah hujan yang tinggi dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 6 BAB III LANDASAN TEORI A. Prasarana Sungai Prasarana adalah prasarana yang dibangun untuk keperluan pengelolaan. Prasarana yang ada terdiri dari : 1. Bendung Bendung adalah pembatas yang dibangun melintasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN USAHA HOME INDUSTRY BATAKO KORBAN ERUPSI MERAPI DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PENGEMBANGAN USAHA HOME INDUSTRY BATAKO KORBAN ERUPSI MERAPI DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PENGEMBANGAN USAHA HOME INDUSTRY BATAKO KORBAN ERUPSI MERAPI DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Ida Nugroho Saputro Pusat Studi Bencana Lembaga Penelitian Dan Pengabdian (LPPM) UNS Surakarta ABSTRAK Batako

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam banjir bandang yang terjadi di daerah Batu Busuk Kelurahan Lambuang Bukit Kecamatan Pauh Kota Padang pada Bulan Ramadhan tanggal Selasa, 24 Juli 2012

Lebih terperinci

Tindakan Persiapan Menghadapi Badai Topan

Tindakan Persiapan Menghadapi Badai Topan Tindakan Persiapan Menghadapi Badai Topan Sebelum badai melanda Pastikan arah dan waktu tiba badai melalui siaran radio atai TV. Periksa saluran pembuangan air di rumah atau disekitarnya dan bersihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Akibat meletusnya gunung Merapi di perbatasan propinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Akibat meletusnya gunung Merapi di perbatasan propinsi Jawa Tengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akibat meletusnya gunung Merapi di perbatasan propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2010, menimbulkan kerusakan yang luar biasa. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang ekonomi ini membutuhkan adanya sarana dan prasarana yang baik

BAB I PENDAHULUAN. di bidang ekonomi ini membutuhkan adanya sarana dan prasarana yang baik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang banyak melakukan kegiatankegiatan dalam pembangunan khususnya kegiatan di bidang ekonomi. Pergerakan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Menurut Gema Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2011:14), Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang paling aktif di dunia. Erupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan informasi yang terjadi setiap harinya, sudah menjadi kebutuhan penting di setiap harinya. Media massa merupakan wadah bagi semua informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bendungan adalah sebuah struktur konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air sungai sehingga terbentuk tampungan air yang disebut waduk. Bendungan pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lalu lintas menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang memberikan pelayanan rawat inap,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang Tahun 1989, Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena Geosfer dengan sudut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai kekayaan berupa sumber daya alam maupun sumber

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai kekayaan berupa sumber daya alam maupun sumber BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan berupa sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang berlimpah untuk mencapai pembangunan nasional, namun permasalahan yang dihadapi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Gunungpati merupakan daerah berbukit di sisi utara Gunung Ungaran dengan kemiringan dan panjang yang bervariasi. Sungai utama yang melintas dan mengalir melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam yang kompleks sehingga menjadikan Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Progo adalah salah satu sungai vulkanik dengan jalur aliran yang akan dilewati oleh aliran lahar yang berasal dari G. Merapi yang berlokasi di Kabupaten Dati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai Ibukota Negara dan pusat pemerintahan Provinsi Daerah. Khusus Ibukota Jakarta menjadi titik sentral aktivitas pembangunan di

I. PENDAHULUAN. Sebagai Ibukota Negara dan pusat pemerintahan Provinsi Daerah. Khusus Ibukota Jakarta menjadi titik sentral aktivitas pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai Ibukota Negara dan pusat pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta menjadi titik sentral aktivitas pembangunan di Negara Indonesia dimana semua kebijakan-kebijakan

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

B1 AB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

B1 AB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai sejumlah gunung berapi yang tersebar hampir di semua pulau yang membentuk suatu rangkaian yang disebut ring of fire, seperti ditunjukkan pada

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Gunungapi, Banjir Lahar, Kerusakan Permukiman

ABSTRAK. Kata kunci : Gunungapi, Banjir Lahar, Kerusakan Permukiman ABSTRAK Banjir lahar adalah bahaya sekunder dari erupsi gunungapi. Banjir lahar yang berasal dari erupsi Gunungapi Merapi 2010 telah mengakibatkan kerusakan permukiman di beberapa desa yang berada di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan raya Cibarusah Cikarang, Kabupaten Bekasi merupakan jalan kolektor

BAB I PENDAHULUAN. Jalan raya Cibarusah Cikarang, Kabupaten Bekasi merupakan jalan kolektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan raya Cibarusah Cikarang, Kabupaten Bekasi merupakan jalan kolektor primer yang menghubungkan antar Kecamatan di Bekasi sering diberitakan kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 1. Usaha mengurangi resiko bencana, baik pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

Lebih terperinci

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA Urgensi Rehabilitasi Groundsill Istiarto 1 PENGANTAR Pada 25 Juni 2007, groundsill pengaman Jembatan Kretek yang melintasi S. Opak di Kabupaten Bantul mengalami

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian

BAB V PENUTUP. Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian Bandung Berkebun di usia pergerakannya yang masih relatif singkat tidak terlepas dari kemampuannya dalam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK i UCAPAN TERIMA KASIH ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 2010 tercatat sebagai bencana terbesar selama periode 100 tahun terakhir siklus gunung berapi teraktif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah. dengan batas-batas administratif sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah. dengan batas-batas administratif sebagai berikut: 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah Desa Argomulyo merupakan salah satu desa di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan MIPA Pancasakti

Jurnal Pendidikan MIPA Pancasakti JPMP Volume 2 Nomor 1, Januari 2018, (Hal. 67-74 ) Jurnal Pendidikan MIPA Pancasakti http://e-journal.ups.ac.id/index.php/jpmp email: adminjpmp@upstegal.ac.id Kajian Aktivitas Penambangan Batu dan Pasir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan mereka, termasuk pengetahuan bencana longsor lahan.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan mereka, termasuk pengetahuan bencana longsor lahan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya setiap manusia itu memiliki akal pikiran untuk mempertahankan kehidupannya. Manusia belajar mengenali lingkungan agar dapat memenuhi kebutuhan serta dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Sigar Bencah merupakan daerah perbukitan yang terletak di Kelurahan Bulusan Kecamatan Tembalang Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah. Pada daerah ini terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV.49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424 021-5228371

Lebih terperinci

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN SISTEM DRAINASE PERMUKAAN Tujuan pekerjaan drainase permukaan jalan raya adalah : a. Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b. Mengalirkan air permukaan yang terhambat

Lebih terperinci