BAB II TEORI UMUM PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH. Sistem pembumian peralatan-peralatan pada gardu induk biasanya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TEORI UMUM PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH. Sistem pembumian peralatan-peralatan pada gardu induk biasanya"

Transkripsi

1 BAB II TEORI UMUM PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH 2.1 Umum Sistem pembumian peralatan-peralatan pada gardu induk biasanya menggunakan konduktor yang ditanam secara horisontal, dengan bentuk kisikisi (grid). Konduktor pengetanahan biasanya terbuat dari batang tembaga keras dan memiliki konduktivitar tinggi, terbuat dari kabel tembaga yang dipilin (bare stranded copper) dengan luas penampang 150 mm 2 dan mempunyai kemampuan arus hubung tanah sebesar 250 ka selama 1 detik. Konduktor itu ditanam sedalam kira-kira 30 cm 80 cm atau bila dibawah kepala pondasi sedalam kira-kira 25 cm. Sistem pembumian grid selama ini dianggap diletakkan pada tanah yang sejenis (uniform) padahal di lapangan menunjukkan bahwa tanah di sekitar pembumian grid adalah terdiri dua lapisan tanah yang berbeda tahanan jenisnya ( non-uniform). Struktur dua lapisan tanah pembumian grid kadangkadang berlapis horizontal dan kadang-kadang berlapis vertical. Pembumian grid merupakan bagian penting dalam sistim kelistrikan dari sudut pandang keselamatan manusia dan peralatan. Keselamatan, kehandalan, dan kontiniutas pelayanan listrik sangat tergantung pada desain pembumian grid. Tugas utama pembumian grid adalah:

2 1. Melindungi manusia terhadap bahaya listrik dengan membatasi tegangan lebih jika gangguan tanah terjadi pada pembangkit atau pada gardu induk. 2. Menjamin keselamatan dan kontiniutas peralatan listrik dengan membatasi tegangan lebih yang mungkin timbul akibat kecelakaan operasi. 3. Menjamin operasi yang tepat dari perangkat peralatan proteksi dengan dipastikanya gangguan tanah terdeteksi serta melakukan pemutusan terhadap area yang mengalami gangguan tanah. Untuk menjalankan fungsinya, pembumian grid harus memiliki tahanan yang kecil. Tabel 2.1 menunjukkan nilai maksimum tahanan pembumian pada pembangkit sesuai instalasi dari pembangkit tersebut yang dibuat oleh NEC (national electrical code).

3 Table 2.1 Ragam tahanan pembumian gardu induk untuk berbagai instalasi [17] Instalasi Tipe Nilai maksimum tahanan pembumian Komersial Gedung, rumah,dll 25 Ω Industri Utilitas -Fasilitas umum -Kimia -Komputer -Fasilitas khusus -Stasiun pembangkit -Gardu besar -Gardu pembantu -Gardu kecil 5 Ω 3 Ω < 1-3 Ω <1 Ω 1 Ω 1 Ω Ω 5 Ω 2.2 Faktor yang Mempengaruhi Tahanan Pembumian Grid Nilai tahanan suatu sistem pembumian diharapkan serendah mungkin. Elektroda pembumian yang ditanamkan ke dalam tanah diharapkan langsung memperoleh memiliki tahanan yang rendah, namun hal itu sangat jarang diperoleh. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap nilai tahanan pembumian. 1. Tahanan dari material elektroda yang digunakan 2. Tahanan kontak antara elektroda dengan tanah 3. Tahanan jenis tanah (resistivitas tanah) itu sendiri

4 2.3 Tahanan Jenis Tanah Tahanan jenis tanah (ohm-meter) merupakan nilai resistansi dari bumi yang menggambarkan nilai konduktivitas listrik bumi dan didefinisikan sebagai tahanan, dalam ohm, antara permukaan yang berlawanan dari suatu kubus satu meter kubik. Pentingnya tahanan jenis tanah ini untuk diketahui karena tahanan jenis tanah mempunyai beberapa manfaat yaitu : 1. Beberapa data yang diperoleh dari surveys geofisika dibawah permukaan tanah dapat membantu untuk identifikasi lokasi pertambangan, kedalaman batu-batuan dan phenomena-phenomena geologi lainnya. 2. Tahanan jenis tanah mempunyai pengaruh langsung terhadap korosi pipa-pipa bawah tanah. Apabila tahanan jenis tanah semakin meningkat maka aktivitas korosi akan semakin meningkat pula. 3. Tahanan jenis lapisan tanah mempunyai pengaruh langsung dalam sistem pembumian. Ketika merencanakan sistem pembumian, sebaiknya dicari lokasi yang mempunyai tahanan jenis tanah yang terkecil agar tercapai instalasi pembumian yang paling ekonomis. Faktor keseimbangan antara tahanan pembumian dan kapasitansi di sekelilingnya adalah tahanan jenis tanah yang direpresentasikan dengan ρ. Harga tahanan jenis tanah dalam kedalaman tertentu tergantung pada beberapa faktor yaitu : 1. Jenis tanah : liat, berpasir, berbatu dan lain-lain

5 2. Lapisan tanah : berlapis-lapis dengan tahanan jenis berlainan atau uniform 3. Komposisi kimia dari larutan garam dalam kandungan air 4. Kelembaban tanah 5. Temperatur 6. Kepadatan tanah Secara grafis pengaruh kandungan garam, kelembaban tanah dan temperatur terhadap tahanan jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 2.1.Jenis tanah, seperti berpasir, berbatu, tanah liat dan lain-lain mempengaruhi besar tahanan jenis. Berdasarkan Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) tahanan jenis tanah dari berbagai jenis tanah dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2.2 Tahanan Jenis Tanah Jenis Tanah Tahanan Jenis Tanah (Ω-m) Tanah Rawa 30 Tanah Liat dan Tanah Ladang 100 Pasir Basah 200 Kerikil Basah 500 Pasir dan Kerikil kering 1000 Tanah Berbatu 3000

6 Tahanan Jenis (Ω-m) Kandungan Garam dalam % (a) Tahanan Jenis (Ω-m) (b) Kelembaban tanah dalam % Tahanan Jenis (Ω-m) Temperatur dalam % (c) Gambar 2.1 Variasi Tahanan Jenis Tanah (a) Kandungan Garam ; (b) kelembaban tanah ; (c) Temperatur 2.4 Pengukuran Tahanan Jenis Dua Lapis Tanah Untuk melakukan pengukuran tahanan jenis tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : 1. Informasi Geologi dan Contoh Lapisan Tanah 2. Metode Elektroda Tunggal 3. Gabungan Metoda 4 titik dengan Grafik Sunde

7 2.4.1 Informasi Geologi dan Contoh Lapisan Tanah Biasanya pada tempat dimana sistem pembumian dipasang, perlu dilibatkan seorang ahli sipil. Tugasnya biasanya meliputi pencarian informasi geologi yang berisi tentang sejumlah informasi mengenai sifat dan bentuk dari lapisan tanah tersebut. Data ini sangat bermanfaat untuk membantu para ahli listrik yang membutuhkan informasi ini. Penentuan tahanan jenis tanah berdasarkan nilai terukur antara sisi yang berlawanan dari sampel tanah dengan ukuran yang diketahui tidak direkomendasikan, karena tahanan antar muka antara tanah dan elektroda yang nilainya tidak diketahui dimasukkan dalam hasil ukur. Penentuan yang lebih akurat didapat bila dilakukan pengukuran tahanan jenis 4 terminal dari tanah tersebut. Terminal-terminal tegangan harus berukuran lebih kecil daripada penampang sampel dan diletakkan jauh dari terminal arus untuk memastikan distribusi arus bersifat hampir uniform. Jarak sebesar penampang terbesar sampel biasanya cukup untuk pengukuran. Terkadang sulit, bahkan hampir mustahil untuk mendapatkan nilai tahanan jenis tanah yang cukup akurat berdasarkan pengukuran tahanan jenis pada sampel. Kesulitan ini disebabkan sulitnya memperoleh sampel tanah yang representatif, yaitu sampel tanah yang homogen, dan mempunyai kepadatan dan kandungan air yang sesuai dengan tanah aslinya.

8 Metoda Elektroda Tunggal Metoda ini merupakan pengujian tahanan jenis tanah dengan melakukan beberapa kali pengujian dimana pada setiap tingkat pengujian kedalaman ditingkatkan secara bertahap. Tujuannya adalah untuk memaksakan lebih banyak arus uji mengalir melalui tanah yang lebih dalam. Nilai tahanan jenis yang terukur akan menghasilkan tahanan jenis yang bervariasi pada setiap tingkat kedalaman. Elektroda yang digunakan untuk pengujian adalah elektroda batang (ground rod). Elektroda batang ini lebih baik dari tipe elektroda lain karena mempunyai keunggulan-keunggulan yaitu : 1. Nilai teoritis dari tahanan pembumian elektroda batang dapat dihitung dengan cara sederhana dan akurasi yang cukup, sehingga hasilnya dapat ditafsirkan dengan mudah. 2. Menanamkan elektroda batang ke dalam tanah relatif lebih mudah dibandingkan elektroda yang lain. Pada saat pengukuran, ada tiga kemungkinan posisi elektroda yang menyebabkan tahanan pembumian elektroda batang berbeda cara menghitungnya. a. Seluruh permukaan elektroda batang ditancapkan di lapisan tanah bagian atas, dan ρ 1 > ρ 2. : R = ρ 1 4l ln 2πl d 2.1 b. Seluruh permukaan elektroda batang ditancapkan di lapisan tanah bagian atas, dan ρ 1 < ρ 2. :

9 R = ρ 1 4l ln + ρ 1 ln ρ πl d 2πh ρ 1 c. Elektroda ditancapakan hingga kelapisan kedua. R = ρ 2 ln 4l e 2πl e d 2.3 dimana: Dimana l e = l 2 + ρ 2l 1 ρ R :Tahanan pembumian elektoda batang ( Ω ) ρ 1 dan ρ 2 :Tahanan jenis tanah lapisan atas dan lapisan bawah ( Ω-m ) l :Panjang elektroda batang dalam tanah ( m) d :Diameter elektroda batang ( m) l 2 :Panjang elektroda batang yang berada pada lapisan tanah bagian bawah Prosedur Pengukuran 1. Elektroda batang ditancapkan ke dalam tanah secara bertahap. Penambahan panjang elektroda disetiap tahap disimbolkan l, sehingga panjang elektroda pada pengukuran ke n adalah: l n = l n 1 + l Tahanan pembumian R n di ukur setiap penambahan panjang elektroda l, dan tahanan jenis tanah dari setiap pengukuran dihitung dengan rumus: 2πln ρ n a = R ln 4 d ln n 2.6

10 3. Untuk menghitung ketebalan tanah lapisan atas, indeks tahanan jenis tanah g n dihitung untuk setiap pengukuran ρ a n g n = ρn a Penentuan Tahanan Jenis Tanah Lapisan Atas dan Ketebalan Lapisan Tanah Lapisan Atas n Jika ρ 1 > ρ 2, tahanan jenis tanah dari pengukuran ρ a diperkirakan akan memiliki nilai yang sama ketika elektroda batang ditancapkan di lapisan tanah n bagian atas. Nilai ρ a diperkirakan akan sebanding dengan ρ 1. Indek tahanan jenis g n akan memiliki nilai yang mendekati satu ketika elektroda batang ditancapakan dilapisan tanah bagian atas. Setelah elektroda mencapai lapisan tanah bagian bawah, indek tahanan jenis tanah akan naik drastis. Asumsikan hal ini terjadai pada pengukuran ke n, maka kedalaman lapisan atas diperoleh: h = l (n 1) 2.8 n Jika ρ 1 < ρ 2, tahanan jenis tanah dari pengukuran ρ a akan naik sesuai n kedalam elektroda. Beberapa pengukuran pertama dimana l<<h, ρ a akan memiliki nilai yang mendekati nilai tahanan jenis tanah lapisan atas. Indek tahanan jenis g n akan menurun secara kontiniu sesuai dengan elektroda yang makin dalam ditancapakan. Meskipun elektroda batang telah ditancapkan dilapisan tanah bagian bawah, indek tahanan jenis akan tetap menurun. Jika hal ini terjadi pada pengukuran ke m, kedalaman lapisan tanah bagian atas diperoleh sesuai Persamaan 4.8.

11 Penentuan Tahanan Jenis Tanah Lapisan Bawah. Dari Persamaan 2.4, jika l 1 = h:, maka ρ 2 = l e l 2 h ρ Dengan mensubsitusikan ρ 2 sesuai Persamaan 2.9 kedalam Persamaan 2.3, maka diperoleh : Misalkan: Maka R = 1 l 2 l e ρ 1 2πh ln 4 d l e 2.10 r = 1 l 2 l e ln 4 d l e 2.11 r = 2πhR ρ Persamaan 2.11 menjadi dasar untuk menghitung tahanan jenis tanah lapisan bawah jika tahanan jenis lapisan atas dan ketebalan lapisan tanah bagian atas diketahui. Prosedur untuk mencari tahanan jenis tanah lapisan bawah adalah: a. Tahanan pembumian elektroda batang R di ukur setelah elektroda batang ditancapakan sampai kelapisan tanah bagian bawah, hal ini dilakukan untuk setiap pengukuran. b. Hitung r dengan Persamaan 2.12 untuk setiap pengukuran c. Hitung l e dengan Persamaan 2.11 untuk setiap pengukuran l2 = l n h 2.13 d. Hitung ρ2 dengan Persamaan 2.9 untuk setiap pengukuran

12 Contoh penggunaan Metoda Elektroda Tunggal Pengujian dilakukan oleh J.Nahman dan J.Salomon pada pusat Pembangkit Leroy Utara. Diameter elektroda yang mereka gunakan : m. Panjang elektroda pembumian : 1.52 m. Sesuai prosedur di atas maka pengukuran dilakukan. Pengukuran dilakukan sebanyak enam belas kali, elektroda pada pengukuran pertama mencapai kedalaman 1.5 m, kemudian pada setiap pengukuran kedua hingga pengukuran yang ke enam belas kedalaman elektroda dinaikkan secara bertahap masing-masing sebesar m. Hasil pengukuran yang mereka peroleh ditunjukkan Tabel Tahanan jenis tanah lapisan atas ( ρ 1 ) Tahanan jenis tanah lapisan atas diperoleh dari hasil pengukuran pertama, R 1 ρ1 = = πl1 ln 4 d l1 R 1 ρ 1 = 2x3.14x ln ( ) ρ = Ω.m 2. Ketebalan tanah lapisan atas. Pada pengukuran yang ke-lima, nilai indek tahanan jenis tanah naik drastis sehingga disimpulkan bahwa ketebalan tanah lapisan lapisan atas adalah : 2.74 m g 5 = ρ a 5 ρ a 6

13 g 5 = g 5 = Tahanan jenis tanah lapisan bawah ( ρ 2 ) Pengukuran yang ke-enam, elektroda pembumian telah sampai pada lapisan tanah bagian bawah, sehingga tahanan jenis tanah sudah dianggap sebagai tahanan jenis tanah lapisan bawah. a. Catat hasil pengukuran yang ke-enam (R6) R 6 = b. hitung r 6 c. Hitung l e 6 `r 6 = 2πhR 6 ρ 1 r 6 = 2x3.14x2.74x r 6 = Sesuai Persamaan 2.11, l e 6 = m d. Hitung ρ 2 6 Sesuai persamaan 2.9, ρ 2 6 = 84.2 Ω-m Prosedur yang sama dilakukan untuk hasil pengukuran yang lain. Setelah diperoleh nilai tahanan jenis tanah untuk pengukuran yang lain, maka diambil tahanan jenis tanah rata-rata sebagai tahanan jenis tanah lapisan bawah. Sehingga ρ 2 = Ω-m. Hasil pengukuran kemudian dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan mengunakan metode perkiraan statistik computerisasi (computerized statistical estimate ). Hasil pengukuran dengan metode

14 ini untuk tahanan jenis tanah lapisan atas, ketebalan tanah lapisan atas dan tahanan jenis tanah lapisan bawah berturut-turut adalah: Ω - m., 2.74 m dan Ω -m. Hasil dengan metoda perkiraan statistic computerisasi untuk tahanan jenis tanah lapisan atas, ketebalan tanah lapisan atas dan tahanan jenis tanah lapisan bawah berturut-turut adalah Ω-m, m dan Ω-m. Tabel 2.3 Hasil pengujian tahanan jenis tanah metode elektroda tunggal pada dua lapis tanah Step (k) ln Rn n ρ a gn Step (k) ln Rn rn n l e n ρ Step (k) ln Rn rn n l e n ρ

15 2.4.3 Gabungan Metoda 4 titik dengan Grafik Sunde Metoda yang paling sering digunakan dalam pelaksanaan pengukuran tahanan jenis tanah adalah dengan menggunakan metoda 4 titik. Elektroda kecil sebanyak 4 batang ditanam dalam 4 lobang pada kedalaman b dan diberi jarak (pada suatu garis lurus) sebesar a. Arus uji I dialirkan diantara dua elektroda terluar dan potensial V diantara 2 elektroda terdalam diukur dengan voltmeter dengan impedansi yang tinggi. Kemudian V/I memberi nilai tahanan R dalam Ω. Metode empat titik yang digunakan dalam pengukuran ini adalah untuk jarak elektroda yang sama atau metoda wenner.dengan metoda ini elektroda diatur dengan jarak yang sama (Gbr 2.2) bila a sebagai jarak antara dua n elektroda berdekatan, maka tahanan jenis tanah ρ a adalah: ρ a n = 1 + a 2 4πaR 2a 2 + 4b a 2 a + b 2 (2.14) Harus dicatat bahwa persamaan ini tidak berlaku untuk elektroda batang yang ditanam sedalam b; persamaan ini hanya berlaku untuk elektroda kecil yang ditanam pada kedalaman b, dengan kawat penghubung berisolasi. Bagaimanapun pada prakteknya, empat elektroda yang digunakan biasanya ditempatkan segaris sejauh a dengan kedalaman kurang dari 0,1 a. Dengan demikian kita dapat mengasumsikan b = 0 dan Persamaan (2.13) menjadi : n ρ a = 2πaR (2.15)

16 A V a a a b Gambar 2.2 Metoda Wenner dan memberikan nilai perkiraan tahanan jenis rata-rata dari tanah pada kedalaman a. Beberapa pengukuran dengan berbagai variasi probe memberikan beberapa nilai yang bila diplot terhadap jarak interval, mengindikasikan apakah terdapat lapisan yang berbeda dari tanah atau batu dan menunjukkan nilai tahanan jenis dan kedalaman masing-masing. Untuk memperoleh kedalaman lapisan tanah bagian atas, diperoleh dengan bantuan grafik Sunde. Nilai tahanan jenis tanah lapisan atas dan lapisan bawah diperoleh melalui pengamatan terhadap hasil pengukuran tahanan jenis tanah. Prosedur pengunaan grafik Sunde adalah: n 1. Buat grafik antara tahanan jenis tanah hasil pengukuran ρ a (sumbu Y) terhadap jarak probe ( sumbu X). 2. Perkirakan nilai ρ 1 dan ρ 2 dari grafik pada ( langkah pertama), ρ a dengan jarak probe paling kecil adalah ρ 1 dan ρ a dengan jarak probe paling besar adalah ρ 2. Perbesar nilai tahanan jenis tanah hasil pengukuran pada ujung kedua grafik untuk memperoleh nilai tahanan jenis tanah yang extrim jika data dilapangan tidak memenuhi. 3. Cari nilai ρ2/ρ 1, Pilih sebuah kurva pada grafik Sunde yang memiliki nilai paling dekat dengan ρ 2 /ρ 1, kemudian gambarkan sebuah kurva baru pada grafik sunde.

17 4. Pilih nilai pada sumbu Y (ρa/ρ 1 ) yang memiliki kemiringan slope Paling dekat dengan kurva yang baru di buat. 5. Tentukan nilai a/h pada sumbu X. 6. Hitung nilai ρa dengan mengalikan nilai ρa/ρ 1 (langkah 3) dengan ρ Cari nilai jarak probe (a) pada grafik yang dibuat (langkah 1) untuk nilai ρa yang diperoleh pada langkah (5). 8. Hitung h dengan rumus: h = a a h 2.16 Gambar 2.3 Grafik Sunde

18 Contoh Gabungan Metoda 4 titik dengan Grafik Sunde Pengukuran dilakukan oleh anggota IEEE, hasil pengukuran yang mereka peroleh dimuat dalam IEEE std Mereka melakukan pengukuran dengan menggunakan metoda empat titik. Hasil pengukuran yang mereka peroleh pada Tabel 2.4. Dari hasil pengukuran diasumsikan bahwa ρ 1 = 100 Ω -m, dan ρ 2 = 300 Ω -m. untuk memperoleh kedalaman lapisan tanah lapisan atas maka prosedur di atas dilakukan. Tabel 2.4 Hasil pengukuran tahanan tanah untuk tahanan jenis tanah dengan metode empat titik. Jarak Probe feet meter Tahanan tanah (Ω) Tanah Tahanan jenis tanah ρ a (Ω-m) Dari data pada Tabel 2.4 dan Gambar 2.3 diperoleh:

19 1. Tabel 2.4 diplot kedalam grafik (Gambar 2.4). 2. ρ 2 /ρ 1 = 3. Gambar sebuah kurva pada grafik Sunde ( Gambar 2.5). 3. ρa/ρ 1 = Dari Gambar 2.5 diperoleh a/h = 2.7 untuk ρa/ρ 5. ρa= 2ρ 1 = = Dari Gambar 2.4 diperoleh bahwa a=19 untuk nilai ρ 7. h=7.0 m atau 23 feet. a = 200. Tahanan Jenis Tanah Hasil Pengukuran (Ω-m) Jarak Probe (m) Gambar 2.4 Jarak probe vs tahanan jenis tanah hasil pengukuran

20 Gambar 2.5 Grafik Sunde dengan sebuah kurva yang baru 2.5 TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPISAN TANAH Dengan semakin bertambahnya jumlah ukuran dan kompleksitas suatu gardu induk tuntutan untuk mengembangkan prosedur perencanaan yang akurat untuk system pembumian yang ekonomis dan memberikan tingkat keamanan yang diharapkan menjadi penting. Untuk keperluan perencanaan tersebut telah dikembangkan berbagai teknik analitis mulai dari rumus-rumus sederhana yang dapat dikerjakan dengan tangan sampai dengan yang menggunakan komputer.

21 Setelah penelitian dilakukan, beberapa rumus yang dapat digunakan secara praktis untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah dipublikasikan oleh IEEE. Berikut adalah rumus yang telah dipublikasikan oleh IEEE. 1. Rumus IEEE std Rumus M. M. Salama, M. M. Elsherbiny, dan Y. L. Chow 3. Rumus untuk tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah horizontal 4. Rumus untuk tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah vertikal Rumus IEEE std Sampai tahun 1982, IEEE masih menggunakan analisis pada tanah homogen untuk menghitung tahanan pembumian pada tanah berlapis (nonhomogen). Dengan menggunakan tahanan jenis tanah rata-rata( apparent resistivity) sebagai pengganti untuk tahanan jenis tanah lapisan atas maupun untuk lapisan bawah. Melihat keterbatasan penggunaan konsep tahanan jenis tanah rata-rata untuk diaplikasikan pada dua lapis tanah atau lebih, penelitian dilakukan anggota IEEE J. Nahman dan D. Salomon. Dengan melakukan revisi terhadap persamaan Schwarz s ( persamaan Schwarz s digunakan untuk menghitung tahanan pembumian grid pada tanah yang homogen ), rumus yang mereka peroleh adalah: R 1 = ρ 1 ln 2l πl h + K 1 L K A Dimana :

22 ρ 1 L : resistivitas lapisan tanah paling atas (Ω.m) : panjang total konduktor (m) A : luas wilayah grid h = d 0 h untuk konduktor yang ditanam pada kedalaman h atau h = 0.5d 0 untuk h = 0 d 0 = diameter konduktor x = perbandingan panjang grid dengan lebar grid k 1 dan k 2 = konstanta sesuai dengan kedalaman grid, luas grid, dan perbandingan panjang grid dengan lebar grid. Nilai k 1 dan k 2 dapat dicari dengan Table 2.3 berikut. Tabel 2.5 Nilai K1 dan K 2 h K 1 K X X A 0.05X X A 0.05X X+4.40

23 2.5.2 Rumus M.M.A. Salama, M.M. Elsherbiny, dan Y.L. Chow M.M.A. Salama, M.M. Elsherbiny, dan Y.L. Chow merupakan anggota IEEE. Mereka bertiga melakukan penelitian untuk memperoleh rumus yang dapat digunakan untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah. Rumus yang mereka peroleh didasarkan pada teori manipulasi arus bayangan dan teknik asymtote ( theoritical manipulation current images and asymtotes tehcnic ). Rumus yang mereka kembangkan juga merupakan fungsi dari tahanan jenis ke dua lapisan tanah, ketebalan lapisan tanah bagian atas, ukuran konduktor, ukuran mesh, jumlah mesh kearah sumbu X dan sumbu Y serta kedalaman grid. Untuk menghitung tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah, M.M.A. Salama, M.M. Elsherbiny, dan Y.L. Chow terlebih dahulu menghitung tahanan dari grid yang digunakan. Grid dianggap diletakkan pada permukaan tanah yang homogen. R m 1 = ρ π l ln L 2π d 0 dimana: R m1/2 = Tahanan elektroda grid (Ω) ρ = Tahanan jenis tanah lapisan pertama (ρ) L = Total panjang elektroda ( meter) L = 2Δl N + N 2.19

24 N = jumlah mesh l = ( l x. l y ) 1/2 l x = lebar mesh ( meter) l y = panjang mesh (meter) d o = diameter konduktor ( meter) Setelah memperoleh nilai tahanan elektroda grid, nilai pengaruh penanaman elektroda grid ke tanah dan factor koreksi akibat adanya lapisan tanah bagian bawah dihitung dengan Persamaan (2.17) dan (2.18): C b = 1 2h A R p = ρ 1ln(1 k) 2π(h 1 +h c ) 2.21 dimana: h = kedalaman grid (meter) A = luas grid ( meter 2 ) h 1 = ketebalan tanah lapisan atas ( meter) k = koefisien refleksi k= ρ 2 ρ 1 ρ 2 +ρ ρ 1 = tahanan jenis tanah lapisan atas ( Ω-m)

25 ρ 2 = tahanan jenis tanah lapisan bawah ( Ω-m) h c = c f A 2π ln(1 k) C p 2.23 c f = factor bentuk ( c f ) C p = K 1 2K 2.24 Setelah mendapatkan ketiga parameter di atas ( nilai tahanan elektroda grid R m1/2, koefisien penanaman elektroda C b, dan factor koreksi R p ) nilai tahanan pembuimmian grid dihitung dengan persamaan: R=R m1/2 C b - R p 2.25 dimana: R = tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah ( Ω ) R m1/2 = Tahanan elektroda grid (Ω) C b = koefisien penanaman elektroda R p = factor koreksi Rumus untuk tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah vertikal Perhitungan tahanan pembumian grid pada tanah berlapis vertikal pertama kali dilakukan oleh anggota IEEE Xiaobin Cao, Guangning Wu, Shenglin Li, Weiming Zhou dan RuiFang Li. Mereka melakukan penelitian bersama-sama pada pembangkit listrik skala besar dengan luas pembumian

26 grid lebih dari m 2. Mereka menemukan bahwa grid pembumian dengan ukuran lebih dari m 2 biasanya berada pada lokasi dengan kondisi struktur tanah yang komplek. Untuk mempermudah analisis perhitungan tahanan pembumian grid pada kondisi seperti ini, mereka mengelompokkan struktur tanah kedalam dua jenis yaitu: tanah berlapis vertical dan tanah berlapis horizontal. Untuk memeproleh persamaan yang dapat dengan mudah digunkan menghitung tahanan pembummian grid pada dua lapis tanah vertical, Xiaobin Cao, Guangning Wu, Shenglin Li, Weiming Zhou dan RuiFang Li terlebih dulu melakukan simulasi pembumian dimana grid dimisalkan berada pada dua lapis tanah vertical. Simulasi dilakukan dengan software CDEGS dengan model grid yang disimulasikan sesuai Gambar 2.6 L 2 A 1 A1 A 2 A 2 L 2 ρ 1 ρ 2 ρ 1 ρ 2 L 1 (a)

27 h ρ 1 ρ 2 (b) Gambar 2.6 Bentuk grid dan Model tanah, (a) bentuk grid; (b) Model tanah Parameter simulasi yang digunakan: nilai ρ 2 ρ 1 dan nilai ρ 1 diubah mulai dari 100 Ω.m sampai 400Ω.m serta nilai ρ 2 diubah mulai dari 100 Ω.m sampai 1000 Ω.m, h = 0.7 m, L 1 =L 2 = 100m, A 1 =1000m 2, A 2 =900m 2. prosedur untuk memperoleh rumus yang dilakukan oleh: Xiaobin Cao, Guangning Wu, Shenglin Li, Weiming Zhou dan RuiFang Li setelah melakuan simulasi adalah sebagai berikut. 1. Hasil simulasi yaitu nilai tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah vertical diperoleh ( R ). Hasil simulasi yang mereka lakukan dapat dilihat pada Tabel Tahanan referensi R 1 dihitung dengan menggunkan Ieee std , ukuran grid yang digunakan pada perhitungan ini sama seperti pada data simulasi. R 1 = ρ 1 4 π A Untuk mempermudah analisis mereka menggunakan dua parameter baru X dan Y, dimana: X = ρ 2 ρ

28 Y = R R Tabel 2.6 Nilai R dari hasil simulasi CDEGS ρ 2 ρ 1 = 100 ρ 1 = 200 ρ 1 = 300 ρ 1 = Setelah nilai X dan Y diperoleh, hubungan X,Y dibuat dalam table Hubungan antara X dan Y pada Table 2.5 di buat kedalam grafik. 5. Dari grafik yang diperoleh Xiaobin Cao, Guangning Wu, Shenglin Li, Weiming Zhou dan RuiFang Li mencari persamaan matematis yang menggambarkan hubungan antara parameter Y dengan parameter X. Y = abx1 c 1+bX1 c Menentukan koefisien a,b,dan c pada persamaan Menentukan koefisisen c

29 Berdasarkan data dari grafik antara 1-c Vs A 1 /A 2 yang mereka buat, ternyata bahwa nilai 1-c tidak mengalami perubahan yang significan ketika nilai A 1 /A 2 dinaikkan dari 0.1 sampai 0.9 sehingga c dapat diabaikan. Persamaan 2.27 dapat ditulis menjadi: Y = abx 1+bx 2.30 Tabel 2.7 Hubungan antara X dan Y untuk nilai ρ 1 yang berbeda. ρ 1 = 100 ρ 1 = 200 ρ 1 = 300 ρ 1 = 400 X Y X Y X Y X Y

30 Gambar 2.7 Grafik X VS Y Gambar 2.8 Grafik A 1 /A 2 VS 1-c

31 6.2 Menentukan Koefisien a Jika X cenderung menuju tak hingga pada Persamaan 2.30 diperoleh bahwa: a = lim x Y 2.31 Untuk X = ρ 2 / ρ 1, jika ρ 1 tahanan jenis tanah referensi dan nilainya dijaga konstan, dapat ditulis bahwa: X ρ Dan untuk Y = R R 1, jika ρ 1 tidak dirubah maka R 1 tidak berubah, sehingga: a = lim ρ2 R R Jika ρ 2 tak hingga, maka tanah dengan tahanan jenis ρ 2 dapat dianggap sebagai isolasi, sehingga grid yang digunakan adalah seluas A 1 dan R adalah tahanan dari grid pembumian yang hanya mencakup luas A 1. jika dibuat suatu cermin pada garis putus-putus Gambar 2.9.a maka tahanan pembumian grid menjadi R 2. berdasarkan prinsip elektrostatis bahwa: lim ρ2 R = R R 2 adalah tahanan pembumian grid pada tanah homogen dengan tahanan jenis tanah ρ 1 dengan luas grid 2A 1. sehingga koefisien a adalah: a = 2R 2 R

32 Gambar 2.9 Bentuk Grid dan Lapisan Tanah (a) Grid pembumian dengan ρ 2 dianggap tak hingga; (b) ρ 1 Dianggap sebagai tahanan jenis ρ 1 dan ρ 2.

33 6.3 Menentukan Koefisien b Ketika X = 1 maka ρ 1 =ρ 2 dengan kata lain tanah adalah homogen sehingga R sebanding dengan R 1 dan Y = 1. Dari Persamaan 2.28 diperoleh bahwa: 1 = ab 1+b sehingga: b = 1 a Persamaan 2.35 disubsitusikan ke Persamaan 2.36, sehingga: b = R 1 2R 2 R Masing-masing koefisien disubsitusikan ke Persamaan R2 R1 R R1 2R2 R1 = X R 1 1+ R 1 2R2 R1 X R = 2R 2R 1 X 2R 2 R 1 +R 1 X 2.38 nilai X= ρ 2 / ρ 1 disubsitusikan ke Persamaan 2.38, sehingga diperoleh tahanan pembumian grid pada dua laspi tanah vertical. Dimana: R = 2R 2 R 1 ρ 2 (2R 2 R 1 )ρ 1 +R 1 ρ R = tahanan pembumian grid pada dua lapis tanah vertical (ohm) R 1 = tahanan refensi ( ohm)

34 R 2 = tahanan pembumian grid pada tanah homogen dengan tahanan jenis tanah ρ 1 dengan luas grid 2A 1 ( ohm ) ρ 1 = tahanan jenis tanah pertama ( ohm-meter ) ρ 2 = tahanan jenis tanah kedua ( ohm-meter )

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Pembumian Gardu Induk Menentukan sistem pembumian gardu induk yang berfungsi dengan baik dari keseluruhan pemasangan pembumian dan mempunyai arti untuk mengalirkan arus

Lebih terperinci

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG II.1. Umum (3) Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga untuk menjamin keamanan manusia yang menggunakan peralatan

Lebih terperinci

SIMULASI PENGARUH KEDALAMAN PENANAMAN DAN JARAK ELEKTRODA TAMBAHAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN. Mohamad Mukhsim, Fachrudin, Zeni Muzakki Fuad

SIMULASI PENGARUH KEDALAMAN PENANAMAN DAN JARAK ELEKTRODA TAMBAHAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN. Mohamad Mukhsim, Fachrudin, Zeni Muzakki Fuad SIMULASI PENGARUH KEDALAMAN PENANAMAN DAN JARAK ELEKTRODA TAMBAHAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN Mohamad Mukhsim, Fachrudin, Zeni Muzakki Fuad ABSTRAK Untuk mendapatkan hasil pembumian yang baik harus

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMBUMIAN GARDU INDUK BELAWAN

EVALUASI SISTEM PEMBUMIAN GARDU INDUK BELAWAN Laporan Penelitian EVALUASI SISTEM PEMBUMIAN GARDU INDUK BELAWAN Oleh : Ir. Leonardus Siregar, MT Dosen Tetap Fakultas Teknik LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS HKABP NOMMENSEN MEDAN 2012 1 EVALUASI SISTEM

Lebih terperinci

PENENTUAN RESISTIVITY TANAH DI DALAM MENETAPKAN AREA PEMASANGAN GROUNDING GARDU DISTRIBUSI

PENENTUAN RESISTIVITY TANAH DI DALAM MENETAPKAN AREA PEMASANGAN GROUNDING GARDU DISTRIBUSI PENENTUAN RESISTIVITY TANAH DI DALAM MENETAPKAN AREA PEMASANGAN GROUNDING GARDU DISTRIBUSI 20 kv MENGUNAKAN KOMBINASI GRID DAN ROD DI KAMPUS POLITEKNIK NEGERI PADANG Oleh Junaidi Asrul 1, Wiwik Wiharti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem pentanahan mulai dikenal pada tahun 1900. Sebelumnya sistemsistem tenaga listrik tidak diketanahkan karena ukurannya masih kecil dan tidak membahayakan.

Lebih terperinci

Pengaruh Umur Pada Beberapa Volume PENGARUH UMUR PADA BEBERAPA VOLUME ZAT ADITIF BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN

Pengaruh Umur Pada Beberapa Volume PENGARUH UMUR PADA BEBERAPA VOLUME ZAT ADITIF BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN PENGARUH UMUR PADA BEBERAPA VOUME ZAT ADITIF BENTONIT TERHADAP NIAI TAHANAN PENTANAHAN IGN Staf Pengajar Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran Bali ABSTRAK

Lebih terperinci

Kata Kunci Pentanahan, Gardu Induk, Arus Gangguan Ketanah, Tegangan Sentuh, Tegangan Langkah, Tahanan Pengetanahan. I. PENDAHULUAN

Kata Kunci Pentanahan, Gardu Induk, Arus Gangguan Ketanah, Tegangan Sentuh, Tegangan Langkah, Tahanan Pengetanahan. I. PENDAHULUAN PERANCANGAN SISTEM PENGETANAHAN PERALATAN DI GARDU INDUK PLTU IPP (INDEPENDENT POWER PRODUCER) KALTIM 3 Jovie Trias Agung N¹, Drs. Ir. Moch. Dhofir, MT.², Ir. Soemarwanto, M.T.³ ¹Mahasiswa Teknik Elektro,

Lebih terperinci

EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 11 No. 1 Januari 2015; 23 28

EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 11 No. 1 Januari 2015; 23 28 EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 11 No. 1 Januari 2015; 23 28 ANALISIS PENGARUH KEDALAMAN PENANAMAN ELEKTRODA PEMBUMIAN SECARA HORIZONTAL TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA TANAH LIAT DAN TANAH PASIR

Lebih terperinci

PENGUKURAN TAHANAN GRID PEMBUMIAN PADA MODEL LAPISAN TANAH YANG TIDAK UNIFORM

PENGUKURAN TAHANAN GRID PEMBUMIAN PADA MODEL LAPISAN TANAH YANG TIDAK UNIFORM PENGUKURAN TAHANAN GRID PEMBUMIAN PADA MODEL LAPISAN TANAH YANG TIDAK UNIFORM Zulkarnaen Pane 1) 1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro FT USU Abstrak Tulisan ini akan memaparkan penerapan pengujian model

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENAMBAHAN GARAM DENGAN PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN PADA SISTEM PENTANAHAN. IGN Janardana

PERBEDAAN PENAMBAHAN GARAM DENGAN PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN PADA SISTEM PENTANAHAN. IGN Janardana PERBEDAAN PENAMBAHAN GARAM DENGAN PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP NIAI TAHANAN PENTANAHAN PADA SISTEM PENTANAHAN Staf Pengajar Program Studi Teknik Elektro, Universitas Udayana ABSTRAK Tahanan pentanahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. adanya pengukuran, maka dapat diketahui seberapa besar nilai tahanan pembumian di

BAB II DASAR TEORI. adanya pengukuran, maka dapat diketahui seberapa besar nilai tahanan pembumian di BAB DASAR TEOR.1. Umum (1,) Pengukuran tahanan pembumian bertujuan untuk mendapatkan nilai tahanan pembumian yang diperlukan sebagai perlindungan pada instalasi listrik. Dengan adanya pengukuran, maka

Lebih terperinci

BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI

BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI 167 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI A. Pendahuluan Sistem pentanahan pada jaringan distribusi digunakan sebagai pengaman langsung terhadap peralatan dan

Lebih terperinci

KONDUKTOR ALUMUNIUM PADA SISTEM GROUNDING. Galuh Renggani Wilis Dosen Prodi Teknik Mesin Universitas Pancasakti Tegal

KONDUKTOR ALUMUNIUM PADA SISTEM GROUNDING. Galuh Renggani Wilis Dosen Prodi Teknik Mesin Universitas Pancasakti Tegal KONDUKTOR ALUMUNIUM PADA SISTEM GROUNDING Galuh Renggani Wilis Dosen Prodi Teknik Mesin Universitas Pancasakti Tegal Abstrak Grounding adalah sistem pengamanan terhadap perangkat-perangkat mempergunakan

Lebih terperinci

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH II. 1 TEORI GELOMBANG BERJALAN II.1.1 Pendahuluan Teori gelombang berjalan pada kawat transmisi telah mulai disusun secara intensif sejak tahun 1910, terlebih-lebih

Lebih terperinci

ANALISIS PENAMBAHAN LARUTAN BENTONIT DAN GARAM UNTUK MEMPERBAIKI TAHANAN PENTANAHAN ELEKTRODA PLAT BAJA DAN BATANG

ANALISIS PENAMBAHAN LARUTAN BENTONIT DAN GARAM UNTUK MEMPERBAIKI TAHANAN PENTANAHAN ELEKTRODA PLAT BAJA DAN BATANG JETri, Volume 13, Nomor 2, Februari 2016, Halaman 61-72, ISSN 1412-0372 ANALISIS PENAMBAHAN LARUTAN BENTONIT DAN GARAM UNTUK MEMPERBAIKI TAHANAN PENTANAHAN ELEKTRODA PLAT BAJA DAN BATANG Ishak Kasim, David

Lebih terperinci

PENGARUH PASIR - GARAM, AIR KENCING SAPI, BATU KAPUR HALUS DAN KOTORAN AYAM TERNAK TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA SAAT KONDISI TANAH BASAH

PENGARUH PASIR - GARAM, AIR KENCING SAPI, BATU KAPUR HALUS DAN KOTORAN AYAM TERNAK TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA SAAT KONDISI TANAH BASAH PENGARUH PASIR - GARAM, AIR KENCING SAPI, BATU KAPUR HALUS DAN KOTORAN AYAM TERNAK TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA SAAT KONDISI TANAH BASAH Oleh : Sugeng Santoso, Feri Yulianto Abstrak Sistem pembumian

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI EVALUASI KEAMANAN PADA SISTEM PENTANAHAN GARDU INDUK 150 KV JAJAR. Diajukan oleh: HANGGA KARUNA D JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

NASKAH PUBLIKASI EVALUASI KEAMANAN PADA SISTEM PENTANAHAN GARDU INDUK 150 KV JAJAR. Diajukan oleh: HANGGA KARUNA D JURUSAN TEKNIK ELEKTRO NASKAH PUBLIKASI EVALUASI KEAMANAN PADA SISTEM PENTANAHAN GARDU INDUK 150 KV JAJAR Diajukan oleh: HANGGA KARUNA D 400 100 002 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Nilai Tahanan Pembumian Pada Tanah Basah, Tanah Berpasir dan Tanah Ladang

Analisis Perbandingan Nilai Tahanan Pembumian Pada Tanah Basah, Tanah Berpasir dan Tanah Ladang Analisis Perbandingan Nilai Tahanan Pembumian Pada Tanah Basah, Tanah Berpasir dan Tanah Ladang Sudaryanto Fakultas Teknik, Universitas Islam Sumatera Utara Jl. SM. Raja Teladan, Medan Abstrak Sistem pembumian

Lebih terperinci

Penentuan Kedalaman Elektroda pada Tanah Pasir dan Kerikil Kering Untuk Memperoleh Nilai Tahanan Pentanahan yang Baik

Penentuan Kedalaman Elektroda pada Tanah Pasir dan Kerikil Kering Untuk Memperoleh Nilai Tahanan Pentanahan yang Baik Penentuan Kedalaman Elektroda pada Tanah Pasir dan Kerikil Kering Untuk Memperoleh Nilai Tahanan Pentanahan yang Baik (Depth Determination of Electrode at Sand and Gravel Dry for Get The Good Of Earth

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem pentanahan adalah sistem hubungan penghantar yang menghubungkan sistem, badan peralatan, dan instalasi dengan bumi atau tanah sehingga dapat mengamankan

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH KANDUNGAN AIR TANAH TERHADAP TAHANAN JENIS TANAH LEMPUNG (CLAY)

STUDI PENGARUH KANDUNGAN AIR TANAH TERHADAP TAHANAN JENIS TANAH LEMPUNG (CLAY) STUDI PENGARUH KANDUNGAN AIR TANAH TERHADAP TAHANAN JENIS TANAH LEMPUNG (CLAY) (Dwi Agus Setiono, Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura) ABSTRAK Nilai tahanan jenis sangat bergantung pada jenis tersebut.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem pentanahan mulai dikenal pada tahun 1900 sebelumnya sistem sistem tenaga listrik tidak diketanahkan karena ukurannya masih kecil dan tidak membahayakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada gardu induk harus memiliki sistem pembumian yang handal yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada gardu induk harus memiliki sistem pembumian yang handal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada gardu induk harus memiliki sistem pembumian yang handal yang memenuhi standard aman bagi manusia dan peralatan yang berada di area gardu induk. Sistem pembumian

Lebih terperinci

PERUBAHAN KONFIGURASI ELEKTRODE PENTANAHAN BATANG TUNGGAL UNTUK MEREDUKSI TAHANAN PENTANAHAN

PERUBAHAN KONFIGURASI ELEKTRODE PENTANAHAN BATANG TUNGGAL UNTUK MEREDUKSI TAHANAN PENTANAHAN PERUBAHAN KONFIGURASI ELEKTRODE PENTANAHAN BATANG TUNGGAL UNTUK MEREDUKSI TAHANAN PENTANAHAN Wiwik Purwati Widyaningsih Jurusan Teknik Mesin, Program Studi Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Semarang,

Lebih terperinci

Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan. Oleh Maryono

Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan. Oleh Maryono Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan Oleh Maryono Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan Elektroda Batang (Rod) Elektroda Pita Elektroda Pelat Elektroda Batang (Rod) ialah elektroda dari pipa atau besi baja profil

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH JENIS TANAH DAN KEDALAMAN PEMBUMIAN DRIVEN ROD TERHADAP RESISTANSI JENIS TANAH

STUDI PENGARUH JENIS TANAH DAN KEDALAMAN PEMBUMIAN DRIVEN ROD TERHADAP RESISTANSI JENIS TANAH STUDI PENGARUH JENIS TANAH DAN KEDALAMAN PEMBUMIAN DRIVEN ROD TERHADAP RESISTANSI JENIS TANAH Zulfikar Limolang Dosen Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Islam Makassar Jl.Perintis

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Jenis Tanah dan Kedalaman Pembumian Driven Rod terhadap Resistansi Jenis Tanah

Studi Pengaruh Jenis Tanah dan Kedalaman Pembumian Driven Rod terhadap Resistansi Jenis Tanah Vokasi Volume 8, Nomor 2, Juni 2012 ISSN 1693 9085 hal 121-132 Studi Pengaruh Jenis Tanah dan Kedalaman Pembumian Driven Rod terhadap Resistansi Jenis Tanah MANAGAM RAJAGUKGUK Jurusan Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

Perencanaan Sistem Pentanahan Tenaga Listrik Terintegrasi Pada Bangunan

Perencanaan Sistem Pentanahan Tenaga Listrik Terintegrasi Pada Bangunan Perencanaan Sistem Pentanahan Tenaga Listrik Terintegrasi Pada Bangunan Jamaaluddin 1) ; Sumarno 2) 1,2) Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Jamaaluddin.dmk@gmail.com Abstrak - Syarat kehandalan

Lebih terperinci

Kata kunci : gardu beton; grid; pentanahan; rod

Kata kunci : gardu beton; grid; pentanahan; rod EVALUASI INSTALASI SISTEM PENTANAHAN PADA GARDU DISTRIBUSI BETON TB 54 PT. PLN (PERSERO) AREA JATINEGARA Yasuko Maulina Shigeno, Amien Rahardjo Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Abstrak

Lebih terperinci

Departemen Teknik Elektro Universitas Indonesia

Departemen Teknik Elektro Universitas Indonesia Departemen Teknik Elektro Universitas Indonesia April, 2011 TUJUAN PENTANAHAN Keamanan Bagi Manusia Jalur Bagi Arus Gangguan Proteksi Peralatan Safety Bagi Manusia Melindungi Manusia dari Bahaya Kejutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai tahanan pembumian di suatu lokasi, yaitu sifat geologi tanah, kandungan zat kimia dalam tanah, kandungan air dalam

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM PENGETANAHAN PERALATAN UNTUK UNIT PEMBANGKIT BARU DI PT. INDONESIA POWER GRATI JURNAL

PERENCANAAN SISTEM PENGETANAHAN PERALATAN UNTUK UNIT PEMBANGKIT BARU DI PT. INDONESIA POWER GRATI JURNAL PERENCANAAN SISTEM PENGETANAHAN PERALATAN UNTUK UNIT PEMBANGKIT BARU DI PT. INDONESIA POWER GRATI JURNAL Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan Memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun oleh : IGNATIUS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan 1 Sistem pentanahan mulai dikenal pada tahun 1900 Sebelumnya sistemsistem tenaga listrik tidak diketanahkan karena ukurannya masih kecil dan tidak membahayakan.

Lebih terperinci

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON TRANSIEN PEMBUMIAN GRID

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON TRANSIEN PEMBUMIAN GRID FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON TRANSIEN PEMBUMIAN GRID Fransiscus M.S. Sagala, Zulkarnaen Pane Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini data yang diambil dari pengukuran

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini data yang diambil dari pengukuran BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Dalam penelitian ini data yang diambil dari pengukuran Hambatan pentanahan kaki tower SUTT 150 KV transmisi Bantul Wates. Data penelitian tersebut

Lebih terperinci

Pemanfaatan Bentonite sebagai Media Pembumian Elektroda Batang

Pemanfaatan Bentonite sebagai Media Pembumian Elektroda Batang JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-39 Pemanfaatan Bentonite sebagai Media Pembumian Elektroda Batang Winanda Riga Tamma, I Made Yulistya Negara, dan Daniar Fahmi

Lebih terperinci

by: Moh. Samsul Hadi

by: Moh. Samsul Hadi by: Moh. Samsul Hadi - 6507. 040. 008 - BAB I Latar Belakang PT. Unilever Indonesia (ULI) Rungkut difokuskan untuk produksi sabun batangan, deo dan pasta gigi PT. ULI Rungkut mempunyai 2 pabrik produksi,

Lebih terperinci

ADALAH PENGHANTAR YG DITANAM DALAM BUMI DAN MEMBUAT KONTAK LANGSUNG DGN BUMI

ADALAH PENGHANTAR YG DITANAM DALAM BUMI DAN MEMBUAT KONTAK LANGSUNG DGN BUMI HASBULLAH, MT ADALAH PENGHANTAR YG DITANAM DALAM BUMI DAN MEMBUAT KONTAK LANGSUNG DGN BUMI PENGHANTAR BUMI YG TIDAK BERISOLASI YG DITANAM DALM BUMI DIANGGAP SEBAGI BAGIAN DARI ELEKTRODA BUMI ELEKTODA PITA,

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH JARAK DAN KEDALAMAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN DENGAN 2 ELEKTRODA BATANG

ANALISA PENGARUH JARAK DAN KEDALAMAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN DENGAN 2 ELEKTRODA BATANG ANALISA PENGARUH JARAK DAN KEDALAMAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN DENGAN 2 ELEKTRODA BATANG Wahyono *, Budhi Prasetiyo Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof Sudarto, SH Tembalang Semarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pentanahan merupakan sistem pengamanan terhadap perangkatperangkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pentanahan merupakan sistem pengamanan terhadap perangkatperangkat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pentanahan Sistem pentanahan merupakan sistem pengamanan terhadap perangkatperangkat yang mempergunakan listrik sebagai sumber tenaga, dari lonjakan listrik

Lebih terperinci

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1) Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1) 1) Program Studi Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH JENIS TANAH TERHADAP BESARNYA NILAI TAHANAN PENTANAHAN

ANALISIS PENGARUH JENIS TANAH TERHADAP BESARNYA NILAI TAHANAN PENTANAHAN JURNAL LOGIC. VOL. 16. NO.1. MARET 2016 35 ANALISIS PENGARUH JENIS TANAH TERHADAP BESARNYA NILAI TAHANAN PENTANAHAN I Wayan Sudiartha, I Ketut TA, I Gede Nyoman Sangka Jurusan teknik Elektro Politeknik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Dari hasil data yang di peroleh saat melakukan penelitian di dapat seperti pada table berikut ini. Tabel 4.1 Hasil penelitian Tahanan (ohm) Titik A Titik

Lebih terperinci

Analisa Perbandingan Konfigurasi Vertikal Dengan Bujur Sangkar Elektroda Pentanahan Menggunakan Matlab

Analisa Perbandingan Konfigurasi Vertikal Dengan Bujur Sangkar Elektroda Pentanahan Menggunakan Matlab 107 JURNAL TEKNIK ELEKTRO ITP, Vol. 6, No. 1, JANUARI 2017 Analisa Perbandingan Konfigurasi Vertikal Dengan Bujur Sangkar Elektroda Pentanahan Menggunakan Matlab Ilyas*, Yessi Marniati Politeknik Negeri

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI RUMAH TANGGA. Instalasi listrik merupakan susunan perlengkapan-perlengkapan listrik yang

BAB II SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI RUMAH TANGGA. Instalasi listrik merupakan susunan perlengkapan-perlengkapan listrik yang BAB II SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI RUMAH TANGGA II.1 Umum 2 Instalasi listrik merupakan susunan perlengkapan-perlengkapan listrik yang saling berhubungan serta memiliki ciri terkoordinasi untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI. 4.1 Umum

BAB IV EVALUASI. 4.1 Umum BAB IV EVALUASI 4.1 Umum Resistansi pentanahan dari suatu sistem pentanahan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengatasi gangguan baik hubung singkat ataupun kegagalan isolasi. Karena nilai resistansi

Lebih terperinci

PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH

PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH TUGAS AKHIR PERHITUNGAN TAHANAN PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam Menyelesaikan pendidikan sarjana ( S-1) pada Departemen Teknik Elektro Oleh : SUPENSON

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN HASIL SURVEY

BAB III METODE DAN HASIL SURVEY BAB III METODE DAN HASIL SURVEY 3.1 SURVEY 3.1.1 Pengukuran Ketebalan Pipa Dan Coating. Pengukuran ketebalan pipa dan coating dilakukan untuk mengetahui ketebalan aktual pipa dan coating. Sebelum dilakukan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONDUKTOR TEMBAGA DAN ALUMINIUM UNTUK SISTEM PENTANAHAN

PENGGUNAAN KONDUKTOR TEMBAGA DAN ALUMINIUM UNTUK SISTEM PENTANAHAN PENGGUNAAN KONDUKTOR TEMBAGA DAN ALUMINIUM UNTUK SISTEM PENTANAHAN Galuh Renggani Wilis, Irfan Santosa Staf Pengajar Prodi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Pancasakti Tegal Jalan Halmahera KM.1

Lebih terperinci

SISTEM PENTANAHAN GRID PADA GARDU INDUK PLTU TELUK SIRIH. Oleh: ABSTRAK ABSTRACT

SISTEM PENTANAHAN GRID PADA GARDU INDUK PLTU TELUK SIRIH. Oleh: ABSTRAK ABSTRACT SISTEM PENTANAHAN GRID PADA GARDU INDUK PLTU TELUK SIRIH Oleh: AndiSyofian. ST. MT Dosen Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Padang ABSTRAK Sistem pentanahan bertujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. geolistrik dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Pada konfigurasi

BAB III METODE PENELITIAN. geolistrik dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Pada konfigurasi 3 BAB III METODE PENELITIAN 3. Pengambilan Data Lapangan Pada penelitian ini pengambilan data di lapangan menggunakan metode geolistrik dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Pada konfigurasi Schlumberger

Lebih terperinci

GEOFISIKA EKSPLORASI. [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata

GEOFISIKA EKSPLORASI. [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata GEOFISIKA EKSPLORASI [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata PENDAHULUAN Metoda geofisika merupakan salah satu metoda yang umum digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pembumian (Grounding System) Sistem pembumian adalah suatu rangkaian/jaringan mulai dari kutub pembumian /elektroda, hantaran penghubung/conductor sampai terminal pembumian

Lebih terperinci

Analisa Tahanan Pembumian Peralatan Gedung Laboratorium Teknik Universitas Borneo Tarakan Yang Menggunakan Elektrode Pasak Tunggal Panjang 2 Meter

Analisa Tahanan Pembumian Peralatan Gedung Laboratorium Teknik Universitas Borneo Tarakan Yang Menggunakan Elektrode Pasak Tunggal Panjang 2 Meter Analisa Tahanan Pembumian Peralatan Gedung Laboratorium Teknik Universitas Borneo Tarakan Yang Menggunakan Elektrode Pasak Tunggal Panjang 2 Meter Achmad Budiman* 1 1 Jurusan Teknik Elektro, Universitas

Lebih terperinci

3. Perhitungan tahanan pembumian satu elektroda batang. Untuk menghitung besarnya tahanan pembumian dengan memakai rumus :

3. Perhitungan tahanan pembumian satu elektroda batang. Untuk menghitung besarnya tahanan pembumian dengan memakai rumus : 3. Perhitungan tahanan pembumian satu elektroda batang. Untuk menghitung besarnya tahanan pembumian dengan memakai rumus : R = Dimana : = tahanan jenbis tanah ( ) L = Panjang elektroda batang (m) A = Jari-jari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum 1 Salah satu faktor kunci dalam setiap pengamanan atau perlindungan rangkaian listrik, baik keamanan bagi peralatan maupun keamanan bagi manusia.adalah dengan cara menghubungkan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV (APLIKASI PADA TOWER SUTT 150 KV TOWER 33)

IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV (APLIKASI PADA TOWER SUTT 150 KV TOWER 33) IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV (APLIKASI PADA TOWER SUTT 150 KV TOWER 33) Ija Darmana a, Dea Ofika Yudha b, Erliwati c a Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Universitas

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV

IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV ( Aplikasi Pada Tower Transmisi 150 kv Antara Gardu Induk Indarung Dengan Gardu Induk Bungus) Dea Ofika Yudha (1), Ir. Arnita, M. T (2),

Lebih terperinci

PENENTUAN RESISTIVITAS LISTRIK MORTAR MENGGUNAKAN METODE PROBE DUA ELEKTRODA

PENENTUAN RESISTIVITAS LISTRIK MORTAR MENGGUNAKAN METODE PROBE DUA ELEKTRODA PENENTUAN RESISTIVITAS ISTRIK MORTAR MENGGUNAKAN METODE PROBE DUA EEKTRODA Ardian Putra dan Pipi Deswita Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, FMIPA Universitas Andalas, Kampus

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya

Politeknik Negeri Sriwijaya 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Salah satu faktor kunci dalam setiap pengamanan atau perlindungan rangkaian listrik baik keamanan bagi peralatan maupun keamanan bagi manusia adalah dengan cara menghubungkan

Lebih terperinci

JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK

JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK I. Tujuan 1. Mahasiswa mengetahui tentang pengertian dan fungsi dari elektrode bumi. 2. Mahasiswa mengetahui bagaimana cara dan aturan-aturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gardu Distribusi Gardu distribusi merupakan salah satu komponen dari suatu sistem distribusi yang berfungsi untuk menghubungkan jaringan ke konsumen atau untuk membagikan/mendistribusikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gardu induk maka tenaga listrik tidak dapat disalurkan. Sehingga pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. gardu induk maka tenaga listrik tidak dapat disalurkan. Sehingga pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gardu Induk merupakan bagian vital dari sistem tenaga listrik, tanpa adanya gardu induk maka tenaga listrik tidak dapat disalurkan. Sehingga pembangunan suatu gardu

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya

Politeknik Negeri Sriwijaya Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Memperhatikan masalah keamanan baik terhadap peralatan dan pekerjaan, maka diperlukan usaha untuk membuat suatu sistem keamanan yang bisa melindungi

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIS PERANCANGAN PENTANAHAN SISTEM TENAGA LISTRIK

PETUNJUK PRAKTIS PERANCANGAN PENTANAHAN SISTEM TENAGA LISTRIK BAHAN AJAR : PETUNJUK PRAKTIS PERANCANGAN PENTANAHAN SISTEM TENAGA LISTRIK Oleh : Ir. Jamaaluddin, MM. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO SIDOARJO 2017 1 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb Dengan mengucapkan

Lebih terperinci

SISTEM PENTANAHAN SWITCHYARD DENGAN KISI-KISI (GRID) PADA GARDU INDUK 150 KV BANTUL

SISTEM PENTANAHAN SWITCHYARD DENGAN KISI-KISI (GRID) PADA GARDU INDUK 150 KV BANTUL JURNAL TKNOLOGI TCHNOSCINTIA Vol. 0 No. Agustus 07 ISSN: 979-845 SISTM PNTANAHAN SWITCHYARD DNGAN KISI-KISI (GRID) PADA GARDU INDUK 50 KV BANTUL Slamet Hani Jurusan Teknik lektro, Institut Sains & Teknologi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kupang, Oktober Penulis

KATA PENGANTAR. Kupang, Oktober Penulis KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat-nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terimakasih

Lebih terperinci

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 ( )

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 ( ) IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV (APLIKASI PADA TOWER SUTT 150 KV TOWER 33) Ija Darmana *, Dea Ofika Yudha, Erliwati Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektromedik Politeknik

Lebih terperinci

EVALUASI TEGANGAN SENTUH DAN TEGANGAN LANGKAH GARDU INDUK (GI) 150 kv KOTA BARU AKIBAT PERUBAHAN RESISTIVITAS TANAH

EVALUASI TEGANGAN SENTUH DAN TEGANGAN LANGKAH GARDU INDUK (GI) 150 kv KOTA BARU AKIBAT PERUBAHAN RESISTIVITAS TANAH EVALUASI TEGANGAN SENTUH DAN TEGANGAN LANGKAH GARDU INDUK (GI) 150 kv KOTA BARU AKIBAT PERUBAHAN RESISTIVITAS TANAH Yoga Septria Program Studi Teknik Elektro Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI KUANTITATIF ANOMALI SP MODEL LEMPENGAN. Bagian terpenting dalam eksplorasi yaitu pengidentifikasian atau

BAB IV INTERPRETASI KUANTITATIF ANOMALI SP MODEL LEMPENGAN. Bagian terpenting dalam eksplorasi yaitu pengidentifikasian atau BAB IV INTERPRETASI KUANTITATIF ANOMALI SP MODEL LEMPENGAN Bagian terpenting dalam eksplorasi yaitu pengidentifikasian atau pengasumsian bentuk dan kedalaman benda yang tertimbun. Berbagai macam metode

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR AIR DAN KEDALAMAN ELEKTRODA BATANG TUNGGAL TERHADAP TAHANAN PEMBUMIAN PADA TANAH LIAT

PENGARUH KADAR AIR DAN KEDALAMAN ELEKTRODA BATANG TUNGGAL TERHADAP TAHANAN PEMBUMIAN PADA TANAH LIAT PENGARUH KADAR AIR DAN KEDALAMAN ELEKTRODA BATANG TUNGGAL TERHADAP TAHANAN PEMBUMIAN PADA TANAH LIAT Wahyono Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Jalan: Prof. H. Sudarto, SH, Tembalang, Semarang

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem Pentanahan adalah suatu rangkaian atau jaringan mulai dari kutub pentanahan atau elektroda, hantaran penghubung sampai

Lebih terperinci

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saluran Transmisi Saluran transmisi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berperan menyalurkan daya listrik dari pusat-pusat pembangkit listrik ke gardu induk.

Lebih terperinci

Pengukuran RESISTIVITAS batuan.

Pengukuran RESISTIVITAS batuan. Pengukuran RESISTIVITAS batuan. Resistivitas adalah kemampuan suatu bahan atau medium menghambat arus listrik. Pengukuran resistivitas batuan merupakan metode AKTIF, yaitu pengukuran dengan memberikan

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT KONDUKTIVITAS LISTRIK PADA BEBERAPA JENIS MATERIAL DENGAN METODE POTENSIAL JATUH. Said, M.

ANALISIS SIFAT KONDUKTIVITAS LISTRIK PADA BEBERAPA JENIS MATERIAL DENGAN METODE POTENSIAL JATUH. Said, M. ANALISIS SIFAT KONDUKTIITAS LISTRIK PADA BBRAPA JNIS MATRIAL DNGAN MTOD POTNSIAL JATUH ISSN : 1858-330X Said, M. Jurusan Fisika Universitas Islam Negeri Makassar ABSTRAK Telah dilakukan pengukuran konduktivitas

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH KEDALAMAN ELEKTRODA PENTANAHAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN

ANALISA PENGARUH KEDALAMAN ELEKTRODA PENTANAHAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN ANALISA PENGARUH KEDALAMAN ELEKTRODA PENTANAHAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN TUGAS AKHIR Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya dari Politeknik Negeri Padang CICI AUGOESTIEN BP

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM GROUNDING UNTUK PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA UNNES SEMARANG

RANCANG BANGUN SISTEM GROUNDING UNTUK PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA UNNES SEMARANG RANCANG BANGUN SISTEM GROUNDING UNTUK PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA UNNES SEMARANG Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Universitas Negeri Semarang Abstrak. Hambatan tanah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Dari beberapa macam peralatan pengaman jaringan tenaga listrik salah satu pengaman yang paling baik terhadap peralatan listrik dari gangguan seperti ataupun hubung singkat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BATANG PENTANAHAN SISTEM ARANG-GARAM (SIGARANG) SEBAGAI UPAYA PERBAIKAN SISTEM PENTANAHAN

KARAKTERISTIK BATANG PENTANAHAN SISTEM ARANG-GARAM (SIGARANG) SEBAGAI UPAYA PERBAIKAN SISTEM PENTANAHAN KAAKTESTK BATANG PENTANAHAN SSTEM AANG-GAAM (SGAANG) SEBAGA UPAYA PEBAKAN SSTEM PENTANAHAN Zainal Abidin Program Studi Teknik Elektro Universitas slam Lamongan E-mail: inal9474@gmail.com ABSTACT The research

Lebih terperinci

Hasrul, Evaluasi Sistem Pembumian Instalasi Listrik Domestik di Kabupaten Barru

Hasrul, Evaluasi Sistem Pembumian Instalasi Listrik Domestik di Kabupaten Barru Hasrul, Evaluasi Sistem Pembumian Instalasi Listrik Domestik di Kabupaten Barru MEDIA ELEKTRIK, Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 EVALUASI SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI LISTRIK DOMESTIK DI KABUPATEN BARRU Hasrul

Lebih terperinci

LEMBAR VALIDASI SOAL

LEMBAR VALIDASI SOAL LEMBAR VALIDASI SOAL PENGARUH PENGGUNAAN STRATEGI PROBLEM POSING TIPE FREE-PROBLEM POSING DAN TIPE STRUCTURED-PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN SOAL LISTRIK DINAMIS SISWA KELAS X SMAN I NGAGLIK

Lebih terperinci

METODE PENURUNAN TAHANAN PEMBUMIAN PADA ELEKTRODA PLAT DENGAN SOIL TREATMENT GARAM

METODE PENURUNAN TAHANAN PEMBUMIAN PADA ELEKTRODA PLAT DENGAN SOIL TREATMENT GARAM EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 12 No. 3 September 2016; 85-90 METODE PENURUNAN TAHANAN PEMBUMIAN PADA ELEKTRODA PLAT DENGAN SOIL TREATMENT GARAM Wiwik Purwati Widyaningsih, Teguh Haryono Mulud Jurusan

Lebih terperinci

Panjang batang konduktor (m)

Panjang batang konduktor (m) 9 x 10-6 Karakteristik induktansi konduktor pentanahan horisontal 2.5 x 10-9 Karakteristik kapasitansi konduktor pentanahan horisontal 1.5 Karakteristik konduktansi konduktor pentanahan horisontal 8 7

Lebih terperinci

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI)

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI) Jurnal Fisika Vol. 3 No. 2, Nopember 2013 117 PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI) Munaji*, Syaiful Imam, Ismi Lutfinur

Lebih terperinci

Evaluasi dan Perancangan Sistem Proteksi Petir Internal dan Eksternal Divisi Fabrikasi Baja pada Perusahaan Manufaktur

Evaluasi dan Perancangan Sistem Proteksi Petir Internal dan Eksternal Divisi Fabrikasi Baja pada Perusahaan Manufaktur Evaluasi dan Perancangan Sistem Proteksi Petir Internal dan Eksternal Divisi Fabrikasi Baja pada Perusahaan Manufaktur Maulidatun Ni mah *, Annas Singgih Setiyoko 2, Rona Riantini 3 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

Vol.13 No.2. Agustus 2012 Jurnal Momentum ISSN : X

Vol.13 No.2. Agustus 2012 Jurnal Momentum ISSN : X Perancangan Instalasi Penangkal Petir Eksternal Gedung Bertingkat (Aplikasi Balai Kota Pariaman) Oleh: Sepannur Bandri Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Padang

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN ARANG TEMPURUNG KELAPA UNTUK PERBAIKAN RESISTANSI PEMBUMIAN JENIS ELEKTRODA BATANG. Publikasi Jurnal Skripsi

STUDI PEMANFAATAN ARANG TEMPURUNG KELAPA UNTUK PERBAIKAN RESISTANSI PEMBUMIAN JENIS ELEKTRODA BATANG. Publikasi Jurnal Skripsi STUDI PEMANFAATAN ARANG TEMPURUNG KELAPA UNTUK PERBAIKAN RESISTANSI PEMBUMIAN JENIS ELEKTRODA BATANG Publikasi Jurnal Skripsi Disusun Oleh : LUCKY DEDY PURWANTORO NIM : 061063009-63 KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN DAFTAR ISI Hal LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK... i ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tinjauan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem pentanahan adalah sistem hubungan penghantar yang menghubungkan sistem, badan peralatan dan instalasi dengan bumi/tanah sehingga dapat mengamankan manusia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Gardu Induk 150 KV Teluk Betung Tragi Tarahan, Bandar Lampung, Provinsi Lampung. B. Data Penelitian Untuk mendukung terlaksananya

Lebih terperinci

ANALISIS DESAIN SISTEM GRID PENTANAHAN PLTU BERAU KALIMANTAN TIMUR 2 X 7 MW

ANALISIS DESAIN SISTEM GRID PENTANAHAN PLTU BERAU KALIMANTAN TIMUR 2 X 7 MW ANALISIS DESAIN SISTEM GRID PENTANAHAN PLTU BERAU KALIMANTAN TIMUR 2 X 7 MW Syamsir Abduh & Mulia Sulistiani Jurusan Teknik Elektro Universitas Trisakti Jl. Kiai Tapa No 1, Grogol, Jakarta Barat 11410

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibangkitkan oleh pembangkit harus dinaikkan dengan trafo step up. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibangkitkan oleh pembangkit harus dinaikkan dengan trafo step up. Hal ini 2.1 Sistem Transmisi Tenaga Listrik BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem transmisi adalah sistem yang menghubungkan antara sistem pembangkitan dengan sistem distribusi untuk menyalurkan tenaga listrik yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB 6 KAWAT PENGHANTAR JARINGAN DISTRIBUSI

BAB 6 KAWAT PENGHANTAR JARINGAN DISTRIBUSI 83 KAWAT PENGHANTAR JARINGAN DISTRIBUSI BAB 6 KAWAT PENGHANTAR JARINGAN DISTRIBUSI A. Pendahuluan Kawat penghantar merupakan bahan yang digunakan untuk menghantarkan tenaga listrik pada sistem saluran

Lebih terperinci

PERANCANGAN GROUNDING UNTUK LABORATORIUM TEKNIK TEGANGAN TINGGI DI TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

PERANCANGAN GROUNDING UNTUK LABORATORIUM TEKNIK TEGANGAN TINGGI DI TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Perancangan Grounding untuk Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Di Teknik Elektro (Wahyudi Budi P dkk) PERANCANGAN GROUNDING UNTUK LABORATORIUM TEKNIK TEGANGAN TINGGI DI TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS ISLAM

Lebih terperinci

COMPARATIVE ANALYSIS OF GROUNDING RESISTANCE VALUE IN SOIL AND SEPTICTANK. Abdul Syakur, Juningtyastuti, Arif Dermawan *)

COMPARATIVE ANALYSIS OF GROUNDING RESISTANCE VALUE IN SOIL AND SEPTICTANK. Abdul Syakur, Juningtyastuti, Arif Dermawan *) COMPARATIVE ANALYSIS OF GROUNDING RESISTANCE VALUE IN SOIL AND SEPTICTANK Abdul Syakur, Juningtyastuti, Arif Dermawan *) Abstract The aim of grounding system to protect of electrical equipment and instrumentation

Lebih terperinci

Bab II Metoda Geolistrik Tahanan Jenis 2D

Bab II Metoda Geolistrik Tahanan Jenis 2D Bab II Metoda Geolistrik Tahanan Jenis D Metoda Geolistrik tahanan jenis merupakan salah satu metoda geolistrik yang sering digunakan dalam survei geofisika untuk eksplorasi yang relatif dangkal, diantaranya

Lebih terperinci

Satellite SISTEM PENTANAHAN MARYONO, MT

Satellite SISTEM PENTANAHAN MARYONO, MT Satellite SISTEM PENTANAHAN MARYONO, MT Sistem pentanahan Sistem pentanahan atau biasa disebut sebagai grounding system adalah sistem pengamanan terhadap perangkat - perangkat yang mempergunakan listrik

Lebih terperinci

ARUS LISTRIK. Tiga hal tentang arus listrik. Potensial tinggi

ARUS LISTRIK. Tiga hal tentang arus listrik. Potensial tinggi Arus dan Hambatan Arus Listrik Bila ada beda potensial antara dua buah benda (plat bermuatan) kemudian kedua benda dihubungkan dengan suatu bahan penghantar, maka akan terjadi aliran muatan dari plat dengan

Lebih terperinci

Arus listrik bergerak dari terminal positif (+) ke terminal negatif (-). Sedangkan aliran listrik dalam kawat logam terdiri dari aliran elektron yang

Arus listrik bergerak dari terminal positif (+) ke terminal negatif (-). Sedangkan aliran listrik dalam kawat logam terdiri dari aliran elektron yang Arus listrik Arus listrik bergerak dari terminal positif (+) ke terminal negatif (-). Sedangkan aliran listrik dalam kawat logam terdiri dari aliran elektron yang bergerak dari terminal negatif (-) ke

Lebih terperinci