*Dosen Jurusan Dharma Sastra STAHN-TP Palangka Raya. Satya Dharma Volume I No. 1 Oktober

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "*Dosen Jurusan Dharma Sastra STAHN-TP Palangka Raya. Satya Dharma Volume I No. 1 Oktober"

Transkripsi

1 BUDAYA BANTEN BAGI UMAT HINDU HARUS MENYESUAIKAN Oleh: Ni Made Ratini* Abstraks Budaya adalah kreasi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani. Sedangkan banten adalah salah satu sarana yang dipergunakan untuk mendekatkan diri pada Tuhan sesuai dengan sumber daya manusia yang melekat pada diri individu ataupun kelompok Berkaitan dengan budaya, masing-masing daerah punya dan dilestarikan keberadaanya, maka bagi Umat Hindu dimana tumbuh dan berkembang harus dapat menyesuaikan cara-cara beragama mereka, termasuk budaya penggunaan banten sebagai sarana dalam mendekatkan diri pada Tuhan. Bagi umat Hindu terutama di kota-kota besar susah untuk mendapatkan bahan-bahan upakara terutama janur dan sejenisnya. Untuk itu kalau diperlakukan secara jeneral, tidak menyesuaikan dengan situasi dan kondisi dilapangan (Desa Kala Patra) maka kedepan sangat sulit untuk memenuhi sesuai dengan kriteria-kriteria seperti layaknya umat Hindu di Bali misalnya. Harus dipahami bahwa Hindu bukan saja dianut di Bali, saja, melainkan umat Hindu sudah menyebar keseluruh Indonesia, bahkan penduduk asli pun diluar Bali bayak yang menganut Agama Hindu sepeti suku Bugis, Batak, Tator, Ambon, Dayak, Jawa, sasak dan masih banyak lagi suku-suku lainya. Budaya banten secara umum memang sangat memungkinkan dikembangkan di Bali karena daerah itu dikenal sebagai daerah tujuan utama wisata, sedangkan di luar Bali lebih-lebih di kota-kota besar, juga penduduk asli yang beragama Hindu budaya banten belum begitu memasyarakat. Mereka dalam menyambut Hari-hari besar keagamaan Hindu, menyesuaikan dengan tradisinya masing-masing. Dalam penyebutan nama Tuhan misalnya masing-masing daerah dimana Hindu tumbuh dan berkembang akan menyesuaikan dengan budayanya, salah satunya Suku asli Dayak yang beragama Hindu menyebut Tuhan dengan Ranying Hatalla. Itupun tidak ada keseragaman antara kabupaten satu dengan yang lainya dalam wilayah propinsi. Begitu juga dalam Upakara banten, nama banten, nama tempat suci berbeda-beda sebutanya. Dalam kehidupan social bagi umat Hindu adanya budaya banten memang ada kelebihan dan kekurangannya yang perlu disikapi secara bijaksana dari sudut mana akan dilihatnya. Kata Kunci : Budaya Banten, Upakara dan Yadnya *Dosen Jurusan Dharma Sastra STAHN-TP Palangka Raya Satya Dharma Volume I No. 1 Oktober

2 I. Pendahuluan Pelaksanaan upakara banten kini semakin meriah dan megah. Anggota masyarakat yang ingin beryadnya pada umumnya jarang mau mengambil tingkat upacara yang madya (menengah) apalagi tingkat nista atau kecil, pada hal keadaan ekonominya tidak begitu menggembirakan, namun tetap saja mereka melakukan Yadnya di luar kemampuan. Faktor-faktor yang melatar belakangi budaya tersebut antara lain faktor sosial, budaya malu, sampai kepada budaya jor-joran. Mereka belum memahami arti sesungguhnya tentang Yadnya apalagi memahami isi dari sastra-sastra Weda. Mereka lebih malu kepada lingkungan jika melakukan persembahan yang sederhana, pada hal sederhana itu juga utama jika didasari dengan hati yang tulus iklas. Belakangan ada indikasi di masyarakat kalau mereka menghaturkan banten ke Pura tanpa dengan persembahan buah-buahan impor, tempatnya banten itu memakai dulang yang diukir mereka akan bangga. Namun sebaliknya akan muncul rasa rendah diri dan malu kepada masyarakat bila tidak mampu mempersembahkan semacam itu. Begitu juga dengan upacara di krama Banjar, jika sate kawisan dan lawar yang disediakan sedikit, maka perasaan malu dan rendah diri mulai timbul dan menjadi-jadi. Kesemua tersebut di atas, kalau dipersembahkan/diperuntukkan dengan keadaan terpaksa, tidak didasari dengan hati yang tulus iklas, biayanya dari hasil berutang misalnya, tidak akan ada artinya. Kesemuanya itu beragama jadinya dalam keadaan terpaksa, padahal beragama seharusnya tidak menjadikan beban hidup. atau juga sebaliknya mereka punya biaya yang cukup namun mereka mengambil tingkatan yang sederhana misalnya, lalu sisa dari anggaran itu dialokasikan untuk kepentingan pendidikan misalnya dapat dibenarkan. Sekarang karena pengaruh perkembagan jaman dari budaya agraris menjadi budaya industri, bahkan sekarang sudah budaya teknologi, dan terakhir ini sudah berkembang budaya global. Maka tidak ada lagi kesempatan budaya beragama mengikuti seperti budaya agraris. Budaya agraris adalah budaya dalam hidup keseharian harus beramai-ramai, karena waktu banyak yang tersisa saat-saat musin tertentu. Saat itulah dalam melakukan budaya beragama mengunakan sarana banten harus beramai-ramai pula. Sekarang sudah memasuki jaman teknologi dan globalisasi dan kebutuhan hidup semakin komplek maka tidak ada waktu yang terbuang sia-sia. Siapa cepat ia dapat. Siapa lambat akan ketinggalan dilandasan, bukan tinggal landas. Itulah salah satu poin yang menyebabkan budaya beragama yang mepergunakan sarana banten harus menyesuaikan dengan tuntutan jaman. Bukankah Weda diturunkan oleh Tuhan melalui Para Rsi (saptarsi) untuk menuntun umatnya agar menjadi lebih baik, bukan saja umat di masa lampau namun Satya Dharma Volume I No. 1 Oktober

3 umat sekarang dan yang akan datang (Cudamani, 1989: 23). Dimasa lalu memang Upacara mempergunakan sarana banten diberlakukan secara besar-besaran karena masih didukung oleh alam lingkungan, sarana-prasarana masih berlimpah (janur, bunga dan sarana yang lainnya masih berlimpah), tapi kini lahan sudah mulai berubah ditanami tiang-tiang beton maka sarana upacara mau tidak mau harus diimpor dari daerah-daerah tertentu, maka secara otomatis menyulitkan masyarakat yang tidak mampu, tidak tahu, tinggal di kota-kota besar harus menyesuaikan (SinggihWikrama, 1989 : 34) Maka mulailah kita memahami budaya banten bagi umat Hindu sebaiknya dilakukan dengan keseimbangan, bijaksana dan selektif. Keseimbangan dimaksudkan mengikuti sesuai dengan perkembangan jaman. Bijaksana dimaksudkan adalah harus sesuai dengan kemampuan. Sedangkan selektif adalah memilih-milih di mana yang pokok atau inti dipersembahkan kepada Tuhan, salah satu contoh berdasarkan fakta di lapangan ketika persembahan salah satunya kepada Bhatara Wisnu maka semua berhubungan dengan air dipersembahkan banten seperti di sumur,di sungai, di gentong (tempat air di dapur) di ledeng dan sebagainya. Inilah yang belum dipahami oleh sebagian umat yang masih awam, mereka tidak mau mengambil yang intiintinya, sehingga setiap upacara yang mempergunakan banten harus banyak membuatnya karena setiap tempat yang dipandang suci, kramat harus diberi persembahan. Nenek moyang kita terutama para Mpu yang menciptakan bentuk banten itu bisa menggambarkan bukan saja bentuk Tuhan berserta sinar-sinarnya, juga bentuk keinginan dan pikiran yang bersangkutan. Itulah kelebihan mempergunakan budaya banten, merupakan bahasa penghubung dengan Tuhan yang bersifat niskala, dengan mewujudkan sesuatu yang tidak berwujud menjadi terwujud. Bayangkan bagaimana permintaan maaf bisa digambarkan dengan budaya banten guru piduka. Banten merupakan simbol santapan/makanan kepada Tuhan, bukan berati Beliau makan, ini adalah bahasa tubuh yang disampaikan oleh umat yang awan, karena ia beranggapan bahwa apa yang ada di alam sana, ada pada diri manusia (Bhuwana Agung identik dengan Bhuwana Alit). Yang dinikmati oleh Tuhan dalam ritual mempergunakan banten sebetulnya adalah ngayab sari yaitu menikmati sari-sari persembahan kita yaitu: (1), Ketulusan dan keiklasan hati melaksanakan yadnya dengan memakai sarana budaya banten. Meskipun yadnya besar (utama) tetapi hatinya tidak iklas, maka yadnya itu akan siasia. Atau sebaliknya sederhana diniati dengan hati yang tulus iklas akan diterima oleh Tuhan. Dalam Bhagawagita disebutkan kalau seseorang mempersembahkan daun, bunga, buah dan air, dengan cinta bakti, Aku akan menerimanya ( B.G.IX,26), (2), Usaha yang dilakukan oleh seseoraang, bila orang kaya membuat yadnya yang sederhana tidak banyak usaha yang dibuat, karena bahan mereka sudah berlebihan Satya Dharma Volume I No. 1 Oktober

4 punya, lain halnya orang tidak mampu. Untuk bisa beryaadnya mereka harus bekerja keras untuk mendapatkan bahanya, lalu berusaha mengerjakan sendiri, karena tidak punya biaya untuk mengupah orang. Inilah yang diketahui sama Tuhan karena beliau serba mentahui, (3), Bahan Upakara yadnya, walaupun Yadnya dibuat dengan megah (utama), namun bahan-bahan yang didapat bertentangan dengan ajaran Agama akan tidak ada faedahnya. Berdasarkan hal itu bukan besar kecilnya persembahan yang Tuhan pentingkan melainkan keiklasan hati, kesungguhan kerja dan kesucian pikiran termasuk kesucian bahan-bahan yang dipergunakan sebagai persembahan. Yadnya sesungguhnya dinilai dari segi bhakti dan ketulusiklasan yang mempersembahkan, meskipun besar dan megah dalam mempersembahkan kepada Tuhan jika dilakukan dengan keterpaksaan tanpa dilandasi dengan tattwa maka siasialah. Namun jika dipahami nilai tattwanya dan didasari dengan Bhakti yang tulus dan ikhlas maka akan diterima. Ini sesuai dengan isi kitab suci. Nilai-nilai pemahaman inilah yang semestinya dijadikan rujukan bagi umat Hindu dalam melakukan persembahan karena Tuhan tidak menilai besar atau kecilnya persembahan kepadanya, Namun hati sipemujalah yang dilihat oleh Tuhan. Di dalam Kitab Suci Bhagawadgita Bab III sloka 33 disebutkan: manakala orang bijaksana berbuat menurut sifat bijaksananya, semua makhluk menurut sifatnya pula, apakah dapat diselesaikan dengan paksa. Dasar analisa tersebut maka yadnya yang diselesaikan dengan keterpaksaan terlebih lagi karena nama dan jabatan hingga kemampuan kurang harus dipaksa, itu tidak akan sampai kepada tujuan. Jadi lakukanlah yadnya dengan ikhlas tanpa paksaan dan tidak usah malu katakan tidak mampu jika faktanya demikian. Tuhan serba mendengar, serba melihat, serba merasakan dan serba mengetahui keadaan kita. Lakukanlah persembahan sesuai kemampuan. II. Pembahasan Memaknai berarti mengetahui, memahami, mengkaji, mengupas sesuatu itu secara mendalam agar bisa dimengerti inti sesungguhnya. Sedangkan budaya adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar beserta keseluruhan hasil budi dan karyanya. Kebudayaan sedikitnya mempunyai tiga wujud: 1. Wujud kebudayaan sebagai kelompok dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, peraturan dan sebagainya. 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kelompok aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. 3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud pertama merupakan wujud yang Sifatnya abstrak, tidak dapat diraba ataupun dilihat, berada di alam pikiran masyarakat di mana kebudayaan itu hidup. Satya Dharma Volume I No. 1 Oktober

5 Kebudayaan Idiil terlihat dari tata kelakuan, berfungsi mengatur, pengendali dan memberi arah kepada tingkah laku warga masyarakat. Dengan demikian kebudayaan idiil merupakan sistem nilai, sistem norma, perangkat peraturan-peraturan dan adat istiadat.wujud ke dua Kebudayaan sering disebut sistem sosial yang mengatur interaksi antara aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Wujud ke tiga sifatnya nyata dapat diraba dari hasil benda yang kita kerjakan dan sifatnya riil. Untuk memahami lebih jauh lagi suatu kebudayaan harus dilihat dari unsurunsur yang terdiri dari 7 sistem: 1. Sistem Religi dan upacara keagamaan 2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan 3. Sistem ilmu pengetahuan 4. Bahasa 5. Kesenian 6. Sistem mata pencaharian hidup 7. Sistem teknologi dan peralatan. Berdasarkan analisa tersebut di atas maka memaknai budaya banten sebaiknya ditinjau dari pengertian budaya yang terdiri dari 7 sistem di mana perkembangan sekarang ini tidak lagi bisa menganut sistem budaya agraris namun sekarang sudah mengarah ke sistem teknologi dan peralatan. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin tidak terkendali mau tidak mau suka tidak suka kita harus kena imbasnya termasuk juga pembaharuan-pembaharuan dalam pembuatan banten yang memang tidak tepat sasaran sebaiknya ditinjau ulang berdasarkan sastra yang ada. Tidak dapat dipungkiri menurut pandangan Hindu harus mengikutinya sesuai dengan perkembangan jaman. Kegiatan beragama menurut pandangan Hindu sebaiknya untuk menyiapkan kesehatan Jasmani maupun rohani, bukan membuat banten besar-besaran jika bukan dilakukan sesuai kemampuan. Sembahyang adalah melaksanakan perayaan hari raya serta melaksanakan berbagai petunjuk ajaran Agama. Jadi sembahyang, bermeditasi, melakukan yoga asana, merayakan hari besar keagamaan dan berbagai kegiatan Agama lainnya bukanlah suatu deretan beban hidup yang memberatkan jika dilakukan berdasarkan kemampuan. Semua kegiatankegiatan ini justru agar kita dapat berperan dan berfungsi secara baik dalam hidup ini. Kita membuat banten untuk persembahan bukanlah untuk bersaing tetapi untuk menguatkan hidup kita lahir maupun batin agar dapat hidup lebih baik menunjang kehidupan kita sehari-hari. Tidak ada gunanya melakukan berbagai kegiatan Agama membuat banten besar-besaran kalau tidak bisa untuk menguatkan hidup secara mental, moral dan spiritual. Melakukan persembahyangan, merayakan hari-hari besar keagamaan Satya Dharma Volume I No. 1 Oktober

6 (Panca Yadnya) ibarat mobil mengisi bensin, nyetel mesin agar nantinya setelah kita tampil dalam berbagai kegiatan hidup terpancar nilai-nilai luhur keagamaan ( Wiana I Ketut, 2006:45) Jadi kegiatan beragama bukanlah semata-mata diukur dari segi kemeriahannya melainkan isi hati yang mempersembahkannya. Di samping itu pula nilai-nilai keagamaan yang kita tanamkan pada saat kita mengerjakan sehingga mampu memberikan pencerahan pada penampilan kehidupan kita sehari-hari sesuai dengan profesionalisme misalnya seorang pemimpin, PNS, mahasiswa, petani, buruh dan sejenisnya harus mampu mengerjakan tugas-tugas sesuai dengan tanggung jawab tanpa mencari keuntungan pribadi. Sari pati Agama adalah spiritualitas. Spiritualitas adalah jiwa dan semangat hidup yang bersumber kepada Tuhan. Tujuan kegiatan Agama justru meningkatkan spiritualitas agar dapat selalu menyala, menerangi kehidupan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada individu maupun dalam hidup bermasyarakat. Kegiatan bergama dengan membuat banten secara besar-besaran akan menjadi sia-sia apabila nilai-nilainya tidak digunakan untuk meningkatkan kualitas diri kelompok maupun masyarakat. Kalau angka statistik kejahatan misalnya penipuan, pencurian, pemerkosaan, melakukan kehendak dengan melanggar norma-norma Agama di setiap kantor desa atau lurah berarti Agama belum bisa memberikan sepirit secara individu kelompok maupun masyarakat karena mereka menganggap beragama sudah selesai kalau sudah melakukan upacara. Kegiatan beragama untuk meningkatkan moral tahap demi tahap dengan secara tekun menghilangkan kebiasaan-kebiasaan buruk misalnya berbohong, suka mengucapkan kata-kata pedas membicarakan kejelekan orang di depan umum, suka berpikir hal-hal yang buruk adalah bertentangan dengan ajaran Agama. Hidup di Dunia ini memang tidak terlepas dari hambatan, gangguan, tantangan. Kita sebagai umat beragama harus mampu mengatasi tantangan tersebut jangan mudah menyerah. Kekuasaan, kekayaan, kebangsawanan, kekuatan, kemudaan, keturunan (Sapta Timira) sering menyebabkan orang lupa diri dan melemahkan mental. Agama harus mampu untuk menangkalnya. Demikian juga orang miskin, tanpa kekuasaan lemah, Agama harus mampu menguatkannya. Dengan demikian Agama akan tampak daya gunanya dalam kehidupan sehari-hari. Agar dapat mengubah kehidupan ke arah yang lebih baik dan lebih berguna, maka kebenaran Agama harus ditradisikan menjadi adat dan bukan Agama ditradisikan menjadi adat. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas di mana sesuai dengan judul memaknai budaya banten sebaiknya dilakukan menyesuaikan dengan kemampuan haruslah dijadikan landasan. Banten yang berarti ingat, enten, eling bagi umat Hindu Satya Dharma Volume I No. 1 Oktober

7 bermakna untuk ingat, selalu eling selalu enten kepada Tuhan. Saran ingat, eling, enten wujudnya adalah banten. Banten selalu sangat menarik dibicarakan oleh umat Hindu karena ada yang mendefinisikan sebagai wujud bhakti sehingga tidak perlu besar dan mewah. Namun ada juga yang mempertahankan bahwa format banten sebaiknya jangan menghilangkan tradisi-tradisi lama, karena tradisi-tradisi lama lebih banyak mengandung nilai-nilai dibandingkan tradisi-tradisi modern. Agama fungsinya untuk menyejahterakan umatnya di masa lalu sekarang dan yang akan datang. Masa lalu kehidupan beragama disesuaikan dengan budaya agraris di mana budaya agraris ada waktu-waktu sibuk dan ada waktu-waktu yang senggang dalam waktu bersamaan dalam komunitas hidup bermasyarakat. Karena mempunyai waktu sibuk dan waktu senggang dalam waktu bersamaan dalam suatu kelompok kehidupan bermasyarakat maka kegiatan-kegiatan beragama sangat mudah dilakukan secara berkelompok seperti adanya upacara piodalan yang cukup lama membuat pajegan sampai satu setengah meter, upacara-upacara di rumah mempergunakan suara pengeras yang kedengaran sampai puluhan kilometer, melakukan kerja bhakti tanpa ada yang alpa, melakukan rapat-rapat adat setiap ada kesempatan, melakukan pesantian dan lain sebagainya. Sekarang karena perkembangan kurang bisa melakukan kegiatan-kegiatan beragama secara beramai-ramai, berhari-hari karena banyak menyita waktu. Bijaksana adalah melakukan sesuatu itu dengan perhitungan-perhitungan yang cermat tanpa mengurangi arti sesungguhnya dan jangan menjadikan orang tersinggung, semua yang terlibat di dalamnya merasa puas terhadap pekerjaan yang mereka lakukan. Sedangkan selektif adalah memilah-milah yang mana kira-kira sesuatu itu masih relevan dengan perkembangan saat ini yang mana tidak yang memerlukan perbaikan menyesuaikan dengan tuntutan jaman. Tri Kono jangan diartikan secara sempit kalau mengingin suatu perubahan yang berdasar, harus diartikan secara luas, jika akan melakukan perubahan tanpa menimbulkan suatu gejolak di lapangan. Untuk lebih jelasnya di bawah ini unsur-unsur positif dan unsur-unsur negatif dalam kehidupan sosial dan kehidupan beragama adanya budaya pembuatan banten oleh umat Hindu apakah masih relevan atau tidak dewasa ini. Tuhan tidak pernah mempersalahkan kepada umatnya dalam berhubungan kepada-nya memakai sara banten atau tidak, yang penting bagi-nya adalah ketulusiklasan, usaha yang dilakukan dan bahan upakara yang akan dipergunakan. Unsur-unsur positif budaya pembuatan banten dalam kehidupan sosial masyarakat dan kehidupan beragama : Satya Dharma Volume I No. 1 Oktober

8 a. Sebagai pengendalian diri. Berkaitan dengan budaya pembuatan banten untuk persembahan ada hal-hal tertentu yang sebaiknya tidak boleh dilakukan seperti berkata kasar, kurang ikhlas, angkuh, iri hati dan selalu sabar. b. Mengurangi rasa ego. Dalam pembuatan budaya banten karena merasa rumit yang hanya bisa dikerjakan oleh orang-orang tertentu saja maka kekayaan, kedudukan, tidak menyebabkan orang takabur takut saat seseorang melakukan upacara tidak bisa mereka lakukan itulah sebabnya budaya gotong-royong sampai hari ini masyarakat hindu masih nampak. c. Budaya banten secara tidak langsung menjadikan umat Hindu bisa bertahan utamanya di kampung-kampung karena mereka tidak berani beralih agama takut melanggar adat. d. Budaya banten menjadikan sebuah proyek padat karya karena seseorang menyelesaikan upacara Tiwah misalnya paling tidak puluhan ekor sapi, beras dan lain sebagainya digunakan dalam kegiatan tersebut. Artinya bagai pengambala sapi mereka berkesempatan untuk menjual ternaknya. e. Budaya banten menjadikan umat Hindu bekerja keras. Umumnya umat Hindu mempunya beban lebih dengan umat lain namun mereka belum pernah meninggalkan untuk meningkatkan SDM buktinya umat Hindu yang berada di Rantauan masih sangat diperhitungkan oleh pemda setempat. f. Budaya banten menjadikan umat Hindu secara tidak langsung akan paham kesehatan di mana setiap mempersembahkan banten kepada yang Maha Kuasa paling tidak unsur empat sehat empat sepurna sudah terkandung di dalamnya tinggal ditambah susunya saja seperti buah, ikan. Kacang-kacangan dan nasi. g. Budaya banten menyebabkan kemakmuran yang merata. Umat Hindu banyak melakukan upacara untuk perlengkapan itu memerlukan bahan seperti itik, babi, sapi (dalam upacara Tiwah) dan sebagainya. Berkaitan dengan itu yang memang profesinya seorang peternak punya peluang emas untuk menjajakan dagangannya. h. Budaya banten dapat melestarikan seni apakah itu seni tari, seni gambelan, seni ukir dan sebagainya. Semua ini berhubungan dengan kegiatan upacara, jadi secara tidak langsung sudah dapat melestarikan seni budaya. i. Budaya banten dapat mengurang keterikatan kepada benda-benda duniawi karena dengan menghaturkan banten kepada Tuhan terkandung nilai keikhlasan. j. Budaya banten menjadikan umat Hindu paham akan manajemen karena di dalamnya terkandung unsur-unsur membagi orang-orang yang tepat duduk di dalamnya sesuai profesinya. k. Budaya banten dapat meningkatkan kerukunan intern umat beragama. l. Budaya banten dapat meningkatkan persatuan dan kesatuan intern umat beragama. Satya Dharma Volume I No. 1 Oktober

9 m. Budaya banten dapat meningkatkan kerukunan terhadap lingkungan intern. n. Budaya banten dapat meningkatkan kerukunan profesi. o. Budaya banten dapat meningkatkan kerukunan universal yaitu tidak membedakan asal usul keluarga. p. Budaya banten dapat meningkatkan kreativitas perempuan. Ini dapat dilihat kesibukan-kesibukan yang dilakukan oleh perempuan sehingga jarang dapat memikirkan hal-hal yang tidak menguntungkan dirinya. Berdasarkan hal tersebut di bawah ini dikemukakan beberapa kekurangan dalam kehidupan sosial dan kehidupan beragama adanya budaya pembuatan banten sebagai sarana persembahan: 1. Budaya banten dapat menyebabkan munculnya usaha perdagangan banten. hal ini terjadi awalnya di kota-kota besar namun sekarang sudah merambah ke semua lapisan. Di pasar Badung Denpasar misalnya ditemui penjual canang yang bukan beragama Hindu. Ini berarti unsur-unsur kesuciannya belum bisa dipertanggung jawabkan. Griya misalnya kalau tidak boleh disebut pendeta banyak menjual banten secara borongan. 2. Budaya banten dapat menyebabkan permohonan ijin berlebihan karena alasan upacara. Kalau ini dipertahankan tanpa disadari cepat atau lambat SDM Umat Hindu akan ketinggalan. 3. Budaya banten dapat menyebabkan pemaksaan kehendak. Ini diketahui bahwa umat Hindu sekarang ini bukan saja dipeluk olah etnis Bali Tetapi nonbalipun banyak yang bergama Hindu seperti Tator, Batak, Ambon, Bugis,Dayak memeluk agama Hindu. Mereka tidak bisa membuat banten seperti budaya Bali, mereka tidak bisa di Balikan. Namun rujukan dari beberapa Sastra menyebutkan bahwa tanpa bantenpun didasari hati yang tulus dan iklas diterima oleh Tuhan. 4. Budaya banten dapat menyebabkan penyalah gunaan tabuh rah kaitannya dengan judi. Ini tren terjadi di mana-mana, seolah-olah agama membenarkan adanya Tabuh rah kaitannya dengan judi. 5. Budaya Banten dapat menyebabkan pretima-pretima dicuri orang dijadikan barang antik oleh yang tidak paham tentang isi di balik pretima itu terutama di Bali. Kalau diproses dan dibawa ke pengadilan paling tinggi hukuman 5 bulan karena yang menjatuhkan bukan Hakim Hindu. Kalau dicermati proses pembuatan pratima dari awal sampai akhir menjadikan pretima itu berisi tidak sedikit memerlukan, tenaga, waktu dan biaya. 6. Budaya banten menyebabkan kesucian pura tidak bisa terkontrol utamanya di Bali. Bali sebagi daerah pariwisata tentu tamu-tamu manca negara berlombalomba ingin menyaksikan perayaan upacara utamanya Dewa yadnya yang pelaksanaannya di tempat suci. Tamu-tamu wisatawan sangat berambisi Satya Dharma Volume I No. 1 Oktober

10 menyaksikan dari dekat bahkan sampai masuk ke areal pura atas seijinpecalang dengan memakai selendang. Apak ini sudah bisa dijamin mereka datang bulan atau tidak. Memperhatikan kebaikan dan kelemahan adanya budaya banten oleh umat Hindu, apakah ini dapat dipertahankan oleh umat Hindu mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan Teknologi seperti sekarang ini semakin tidak terkendali. Namun mengingat pengertian budaya salah satunya adalah hasil cipta rasa dan karsa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka hal ini tidak perlu dikhawatirkan karena agama mengajarkan Iksa, sakti, desa, kala, tatwa. Berdasarkan hal itu kita tidak perlu takutkan perubahan karena kita tidak ingin menjadi mesin hidup namun kita harus berusaha menjaga identitas spiritual dari budaya banten jangan sampai direndahkan kesuciannya. III. Mewujudkan Yadnya Yang Berkualitas. Yadnya adalah korban suci yang dilakukan secara tulus ikhlas tanpa mengharapkan hasil menjadi tujuan utama. Sedangkan berkualitas berasal dari kata kualitasyang berarti berbobot, bermanfaat dan tepat guna. Dengan demikian mewujudkan yadnya yang berkualitas berarti mengadakan, mewujudkan dan menampakkan korban suci yang di lakukan secara tulus ikhlas tanpa mengharapkan hasil menjadi tujuan utama. JikaYadnya yang dilakukan itu berbobot, maka akan bermanfaat dan tepat guna. (Suyasa I Made, 2004 : 3). Kitab Suci Bhagawadgita bab 17 ayat di sebutkan ada 3 macam yadnya yang berkualitas arti bebasnya sebagai berikut : 1. Tamasikayadnya yaitu yadnya yang di lakukan tidak sesuai dengan petunjuk kitab suci, tidak ada mantra yang di hafalkan, tidak ada Puna yang diberikan, dilakukan tapa dasar kepercayaan, tanpa kidung-kidung suci dan kealpaan (kebodohan). 2. Rajasikayadnya yaitu yadnya yang dilakukan dengan penuh harapan akan hasilnya, dilakukan dengan tujuan untuk pemer belaka, dilakukan dengan dorongan nafsu duniawi semata-mata dan dilakukan dengan keegoisannya. 3. Sadwikayadnya yaitu yadnya yang berkualitas tinggi karena berdasarkan keikhlasan, ketulusan, usaha yang tidak bertentangan dengan ajaran agama, atau sesuai dengan petunjuk kitab suci. Untuk lebih lengkapnya kutipan kitab suci Bhagawadgita Bab 17 ayat : sebagai berikut : Satya Dharma Volume I No. 1 Oktober

11 Ayat 11. Aphalakanksibhir Yajno Vidhi-Drsto Ya Ijayate, Yastavyam Eveti Manah Samadhaya Sa Sattvikah. Artinya : Yajna menurut petunjuk Kitab Suci, yang dilakukan oleh orang tanpa mengharap pahala dan percaya sepenuhnya bahwa upacara ini sebagai tugas kewajiban, adalah Sattvika. Ayat 12 Abhisandhayu Tu Phalam Dambhartham Api Caiva Yat, IjyateBharata-Srestha Tam Yajnam Viddhi Rajasa. Artinya : Tetapi yang dilakukan dengan mengharap ganjaran dan semata-mata untuk kemegahan belaka, ketahuilah, wahai Arjuna, Yajna itu adalah bersifat rajas. Ayat 13 Vidhi-Hinam Asrstanam Mantra-Hinam Adaksinam, Sraddha-Virahitam Yajnam Tamasam Paricaksate. Artinya : Dikatakan bahwa, Yajna yang dilakukan tanpa aturan (berbentangan), di mana makanan tidak dihidangkan, tanpa mantra dan sedekah serta tanpa keyakinan dinamakan tamas. Dari beberapa sumber ada disebutkan ada 7 syarat yadnya yang berkualitas tinggi yaitu sebagai berikut : 1. Sradha adalah suatu kepercayaan atau keyakinan karena dasar beraga harus percaya dan yakin. Dalam agama Hindu kepercayaan dan keyakinan ini disebut Panca Sradha. Tanpa ada keyakinan dan kepercayaan dalam gerak langkah kehidupan kita sehari-hari akan menjadi beban termasuk di dalamnya beryadnya. 2. Lascharya yaitu keikhlasan, ketulusan atau kesucian untuk mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, harta dalam melakukan yadnya. Dalam hubungan ini ketika Kerajaan Pandawa diserang wabah penyakit yang cukup ganas, Dewi Kunti sebagai ibu negara melakukan Tapa Brata di Pura Dalem memohon kepada Dewi Durga agar penyakit tersebut dimusnahkan. Karena tapa Dewi Kunti yang kusut, Dewi Durga pun menjanjikan akan melenyapkan semua penyakit itu dengan sarat Dewi Kunti mau menyerahkan salah seorang putranya kepada Dewi Durga. Dewi Durga dalam hatinya ragu-ragu, tidak ikhlas, walaupun dalam ucapannya ia berjanji. Satya Dharma Volume I No. 1 Oktober

12 Ketika salah satu pembantu Dewi Durga masuk ke dalam jiwa Dewi Kunti, kesadarannya pun berubah dari kesadaran manusia menjadi kesadaran raksasa. Lain halnya dengan Sahadewa ia dengan ikhlas mempersembahkan dirinya jika untuk kepentingan yang lebih luas yaitu menghapuskan wabah penyakit. Ketulusan Sahadewa itu menyebabkan Dewa Ciwa masuk ke dalam dirinya, sehingga akhirnya dapat menyelamatkan Dewi Kunti ibu tirinya dari pengaruh raksasa menjadi sifat-sifat yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. (Ibid : 46). Dari cerita ini dapat mengilustrasikan dalam mengambil suatu pekerjaan apapun bentuknya disarankan tidak boleh ragu-ragu. Jika ragu-ragu maka hasilnya tidak memuaskan bahkan gagal. Begitu juga dalam beryadnya, tidak boleh ragu-ragu dan didasarkan dengan keikhlasan, kesucian dan usaha untuk mendapatkan bahan-bahan yadnya itu tidak bertentangan dengan ajaran agama. 3. Widhi Drsta yaitu beryadnya berdasarkan petunjuk sastra kitab suci atau peraturan-peraturan yang telah ditradisikan baik secara Kula Drsta, Loka Drsta, Kuna Drsta dan Purwa Drsta. (Tim, 1996 : 48) 4. Mantra artinya beryadnya harus dilakukan dengan mengucapkan yadnya oleh Jajamana (pemilik upacara yadnya), Pandita, Pinandita atau yang dituakan, karena mantra mengandung arti sebagai alat untuk menyampaikan kehendak pikiran yang suci (Man berarti pikiran, Tra berarti alat). 5. Daksina. Dalam bahasa Sanskerta kata Daksina berarti memberikan dengan tangan kanan. (Tim, 2001 : 195) Maksudnya memberikan penghormatan yang tulus ikhlas, setiap yadnya yang baik harus ada Daksina untuk dipersembahkan kepada Pandita atau yang memimpin upacara. Daksina diidentikkan dengan semacam penghargaan berupa pendapatan yang diberikan kepada pemimpin upacara, maka itu dalam setiap upacara harus memakai Daksina karena Daksina adalah diibaratkan seperti kepala. Sehubungan dengan itu setelah perang Bratha Yudha selesai, Panca Pandawa melakukan upacara yang bermanaaswameda. Menurut Sri Krisna tanda-tanda dari upacara itu sukses jika ada turun hujan, bungan dan suara gentang dari angkasa. Setelah acara selesai tanda-tanda itu tidak kunjung datang, Sri Krisna segera mencari apa penyebabnya dan di ketahuinya ternyata upacara yadnya itu tidak ada vaksinannya. Maka itu Sri Krisna menugaskan agar segera mempersembahkan Daksina sesuai dengan aturan beryadnya. Setelah itu barulah tanda-tanda itu muncul. Di samping juga memang sempat terus terang Drupadi menertawakan Pandita dalam hatinya ketika Drupadi mempersembahkan makanan untuk Pandita itu. Karena Pandita itu berasal dari pegunungan maka makanan yang disuguhkan di atas meja oleh Drupadi dimakan dengan cara-cara Satya Dharma Volume I No. 1 Oktober

13 budaya Pandita itu sendiri. Ketika itulah Drupadi melihat dan langsung tertawa. Atas perbuatan Drupadi itu oleh Sri Krisna menasihatkan agar meminta maaf kepada Pandita itu, setelah memohon maaf barulah sura genta dengan gemuruhnya berbunyi kemudian hujan turun. Dari ilustrasi itu dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan yadnya harus ada Daksina karena Daksina adalah sebagai kepala, di samping juga dalam beryadnya tidak boleh mempunyai prasangka buruk terhadap siapa pun. (Cudamani, 1990 : 53) 6. Anna artinya yadnyasatwika harus ada acara membagikan makanan yaitu semacam memberikan doa restu oleh masyarakat sekitarnya apakah dalam lingkup keluarga, tetangga, lingkungan ataupun masyarakat tergantung tingkatan yadnya yang diambil ketika itulah menyuguhkan makanan atau membawakan makanan ke rumah disebut dengan Ngejot. (Wiana I Ketut, 2006 : 47). 7. Nasmitha artinya yadnya yang di maksudkan tidak untuk pamer kemewahan, kewibawaan, status sosial atau mencari popularitas dengan mengundang para pejabat penting demi tujuan bersifat kelobaan, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan. Upacara beryadnya seperti ini jelas tidak akan mendatangkan kesucian. VI. Beryadnya Sesuaikan Dengan Kemampuan Pengertian beryadnya berarti berkorban dalam arti luas bukan dalam arti sempit. Sedangkan kemampuan artinya disesuaikan dengan kondisi baik secara individu maupun kelompok. Jadi beryadnya disesuaikan dengan kemampuan berarti berkorban dalam arti luas tetapi disuaikan dengan kondisi masing-masing baik secara individu maupun kelompok. Dengan demikian beryadnya tidak ada unsur paksaan apakah itu tingkatan yang utama (besar), madya (menengah), nista (kecil) di mata Tuhan sama nilainya yang penting keikhlasan, ketulusan, kesucian dan usaha yang dilakukan apakah bertentangan dengan ajaran agama atau tidak. Agar yadnya itu dapat bernilai tinggi di mata Tuhan ada 6 pertimbangan untuk beryadnya yaitu sebagai berikut : 1. Satya artinya kebenaran dan kejujuran berdasarkan agama dalam melakukan yadnya. Kebenaran, kejujuran tidak boleh diperbincangkan dalam ceramahceramah atau pidato-pidato tetapi haruslah diwujudkan dalam bentuk kehidupan sehari-hari. Tidak ada gunanya beryadnya jika tidak memiliki sifat kejujuran, kebenaran karena tujuan yadnya bukan hanya itu sendiri melainkan untuk meningkatkan kualitas diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari seperti orang yang menyetrum aki, bukan untuk aki itu sendiri, melainkan supaya tidak redup dipakai dalam penerangan. Satya Dharma Volume I No. 1 Oktober

14 2. Rta artinya hukum alam yang tidak boleh di ganggu gugat yaitu ada siang malam, baik buruk, panas dingin, timur barat, dan seterusnya yang sifatnya bertentangan. Agar hukum alam ini bisa berjalan dengan seimbang maka kita melakukan yadnya secara seimbang dan adil kepada seluruh isi alam ini karena alam beserta isinya ciptaan Tuhan, jadi tidak melakukan yadnya secara seimbang dan adil sesuai profesionalismenya maka tidak menghormati ciptaan Tuhan itu sendiri. 3. Tapa artinya menahan diri, tidak setiap dorongan Indria diberikan bebas berkeliaran dan harus dibatasi walaupun ini adalah merupakan suatu kodrat namun tetap ada pengendaliannya (baca Catur Purusa Arta). Sekarang ini memang ada kecenderungan tidak bisa menahan diri akhirnya dalam kehidupan ini banyak yang tidak sabar termasuk ingin memiliki alat-alat kebutuhan rumah tangga. Karena banyak yang tidak sabar akhirnya ingin memiliki barang-barang rumah tangga dengan memaksakan dirinya untuk memilikinya dengan cara kredit. Dahulu kebiasaan hidup hanya ketenangan yang dicari, sekarang pengaruh teknologi yang semakin tidak bisa dibendung kecuali dengan iman yang kuat maka kesenangannyalah yang dikejar (baca Catur Yuga) 4. Diksa artinya menyucikan diri. Ni berarti bukan setiap orang harus melakukan Diksa dengan tujuan untuk menjadi Pandita lalu menyelesaikan yadnya, namun pada hakikatnya Diksa harus dilakukan setiap orang karena mempunyai implikasi menyucikan diri sendiri. Dalam Arjuna Wiwaha ada disebutkan: Sasiwimbahanenggatamesibanyundan asing suci nirmala mesiwulaniwamangkanarakwakitengkadadin. Ri Sang anggambeki Yoga Kiteng. Artinya : Di dalam tempayan yang berisi air, bila air itu bersih dan bening maka tampaklah bulan di dalamnya. Demikian konon yang berlaku pada dirimu. Bagi mereka yang melaksanakan Yoga, Tuhan akan nyata tampak di hatinya. Demikian beryadnya kita harus bisa mengendalikan diri. (Cudamani, 1990 : 6) 5. Brahma artinya selalu berdoa. Dalam kitab suci Werda sudah tersedia Dai Nika Mantram yaitu Mantram sehari-hari yang dilakukan oleh umat Hindu dalam melakukan yadnya (Wiana I Ketut, 2006 : 147). Pengucapan Dai NikaMantram tidak memiliki hari yang pantang dan bisa dilakukan setip hari karena dapat mengikis perbuatan-perbuatan yang terselubung pada diri kita agar menjadi kekuatan yang tidak bertentangan dengan agama. Satya Dharma Volume I No. 1 Oktober

15 Dalam ManawaDharmasastra Bab II ayat 106 disebutkan : Naityakenastyanadhayayobrahmasatramhitarsmrtam, brahmahutihutampunyamanadhyayawasatkrtam Artinya : Untuk penguncapanmantam setiap hari tidak ada hari pantangan karena dinyatakan sebagai Brahma sastra, upacara korban yang kekal yang dilkakukan untuk upacara Brahma, dalam hal ini weda menemapati kedudukan yang seperti yadnya yang dibakar dan bahkan merupakan kejadian yang berjasa dan kalau karena hal-hal lumbarah menyebabkan berhenti belajar weda, dilakukan dengan menyebut wasiat. Melakukan mantra setiap hari wajib dilakukan karen mantra dapat menyucikan diri. 6. Yadnya artinya berkorban. Kaitan dengan korban apabila kehidupan ini akan menjadi aman apabila kita berkorban secara adil dan seimbang kepada semua unsur-unsur ciptaan Tuhan berdasarkan profesionalismenya. a. Sesuaikan dengan kemampuan dalam melakukan persembahan yadnya kepadatuhan. b. Di mata Tuhan tidak ada bedanya persembahan itu besar, sedang atau kecil, namun yang penting adalah ketulusan, keikhlasan, kesucian dan cara mendapatkan bahan-bahan yadnya itu tidak bertentangan dengan normanorma agama. c. Agar terjadi keharmonisan di antara sesama ciptaan Tuhan sebaiknya melakukan yadnya secara adil dan seimbang berdasarkan profesionalisme (ingat Panca Yadnya, Tri Hita Karana, hukum Rta dan Tri Kaya Parisudha). d. Karena yadnya fungsinya untuk menjaga keseimbangan maka sangat kelirulah jika ada orang kaya raya dalam melakukan yadnya untuk orang tuanya yang meninggal dengan tingkatan Nista (kecil), namun jika sisanya itu dipakai untuk kegiatan sosial tidak menjadi masalah karena sama nilainya. Namun jika tidak maka menyalahi fungsi yadnya yaitu keseimbangan. IV. Kesimpulan Berdasarkan uraian tersebut di atas memaknai budaya banten sebaiknya di lakukan secara selektif dan bijaksana dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Budaya banten bagi umat Hindu utamanya di Bali memang mempunyai keunikan tersendiri sehingga tamu Manca Negara berduyun-duyun datang menyaksikan proses upacara. Satya Dharma Volume I No. 1 Oktober

16 2. Budaya banten menyebabkan umat Hindu tahu akan kesehatan mengurangi egois, bekerja keras meningkatkan seni budaya, tahu akan manajemen, tahu akan kerukunan, membuka lapangan kerja, menjadikan proyek padat karya, meningkatkan SDM, pemerataan ekonomi, dan jarang mau memikirkan hal-hal yang kurang menguntungkan dirinya. 3. Umat Hindu sekarang ini bukan saja dianut pada suatu daerah tertentu, bahkan sudah mendunia. Untukitu, dalam pembuatan budaya banten haruslah bijaksana dan selektif. 4. Sesuaikan dengan kemampuan dalam melakukan persembahan yadnya kepada Tuhan. 5. Di mata Tuhan tidak ada bedanya persembahan itu besar, sedang atau kecil, namun yang penting adalah ketulusan, keikhlasan, kesucian dan cara mendapatkan bahan-bahan yadnya itu tidak bertentangan dengan norma-norma agama. 6. Agar terjadi keharmonisan di antara sesama ciptaan Tuhan sebaiknya melakukan yadnya secara adil dan seimbang berdasarkan profesionalisme (ingat Panca Yadnya, Tri HitaKarana, hukum Rta dan Tri Kaya Parisudha). 7. Karena yadnya fungsinya untuk menjaga keseimbangan maka sangat kelirulah jika ada orang kaya raya dalam melakukan yadnya untuk orang tuanya yang meninggal dengan tingkatan Nista (kecil), namun jika sisanya itu dipakai untuk kegiatan sosial tidak menjadi masalah karena sama nilainya. Namun jika tidak maka menyalahi fungsi yadnya yaitu keseimbangan. Daftar Pustaka Cudamani Pengantar Agama Hindu.Jakarta :AnomanSakti Jakarta ApakahUpakaraBantenMasihPerlu. Jakarta :Yayasan Dharma Srati Jakarta. Kajeng, I Nyoman Sarascamuscaya. Jakarta :PustakaMitra Jaya. Netra, AA Gede Oka Dasar-dasar Agama Hindu. Jakarta ;Yayasan Dharma Srati Jakarta. PGA 6 TahunSingaraja NitiCastra. Jakarta :DitjenBimas Hindu danbudha. Puja, Gede, dkk Manawa Dharmasastra. Jakarta :PustakaMitra Jaya. Puja, Gede Bhagawad Gita. Surabaya :Paramitha. Sudarta, Tjok Slokantara. Surabaya :Paramitha Surabaya. Sura, Gede ArtikalSiwaratri. Denpasar ;KalanganSendiri IHD. Tim Acara Agama Hindu Penyetaraan D2 Guru Agama Hindu.Jakarta ;DitjenBimas Hindu danbudha. Titib, I Made PedomanPelaksanaanHari Raya Nyepi. Jakarta :PustakaMitra Jaya. Satya Dharma Volume I No. 1 Oktober

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA TUGAS AGAMA DEWA YADNYA NAMA ANGGOTA KELOMPOK 7 KETUT ALIT WIRA ADI KUSUMA (05) ( KETUA ) NI LUH LINA ANGGRENI (27) ( SEKETARIS ) NI LUH DIAH CITRA URMILA DEWI (14) I PUTU PARWATA (33) SMP N 2 RENDANG

Lebih terperinci

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan)

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan) Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar Kelas 1 Kompetensi Inti KD Lama KD Baru 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya Menunjukkan contoh-contoh ciptaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri dari beragam suku, ras, budaya, dan agama. Salah satu di antaranya adalah suku Bali yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach BAB IV ANALISIS DATA A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach Dalam teori Joachim wach dapat diamati dalam tiga bentuk ekspressi keagamaan atau pengalaman beragama baik individu

Lebih terperinci

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar henysari74@gmail.com ABSTRAK Dalam pengenalan ajaran agama tidak luput dari

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Sebagai salah satu pulau di Indonesia, Bali memiliki daya tarik yang luar biasa. Keindahan alam dan budayanya menjadikan pulau ini terkenal dan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tradisional yang tersimpan dalam naskah lontar banyak dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang penuh dengan keanekaragaman Suku Bangsa, Bahasa, Agama, dan Kebudayaan. Keberagaman budaya bangsa Indonesia bukan berarti untuk

Lebih terperinci

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar KAJIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM TRADISI NGAYAH DI TENGAH AKSI DAN INTERAKSI UMAT HINDU DI DESA ADAT ANGGUNGAN KELURAHAN LUKLUK KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut

Lebih terperinci

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNANETRA

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNANETRA - 446 - E. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNANETRA KELAS : I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah : SMP Kelas : IX/Sembilan Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Hindu Semester : I Standar : Sradha 1. Memahami Awatara, Dewata 1.1 Menguraikan pengertian Awatara, Dewa 1.2 Menguraikan

Lebih terperinci

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER Oleh : Drs. I Ketut Rindawan, SH.,MH. ketut.rindawan@gmail.com Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra Abstrak

Lebih terperinci

D. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA

D. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA - 1254 - D. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA KELAS : I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu)

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu) TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu) OLEH: KOMANG HERI YANTI email : heryan36@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Realisasi pelestarian nilai-nilai tradisi dalam berkesenian, bersinergi dengan

Lebih terperinci

-AKTIVITAS-AKTIVITAS

-AKTIVITAS-AKTIVITAS KEHIDUPAN BARU -AKTIVITAS-AKTIVITAS BARU Dalam Pelajaran Ini Saudara Akan Mempelajari Bagaimanakah Saudara Mempergunakan Waktumu? Bila Kegemaran-kegemaran Saudara Berubah Kegemaran-kegemaran Yang Baru

Lebih terperinci

Esensi Tradisi Upacara Dalam Konsep Yadnya Ni Putu Sudewi Budhawati 48

Esensi Tradisi Upacara Dalam Konsep Yadnya Ni Putu Sudewi Budhawati 48 ESENSI TRADISI UPACARA DALAM KONSEP YAJÑA NI PUTU SUDEWI BUDHAWATI STAHN. Gde Pudja Mataram ABSTRAK Tri Kerangka Dasar Agama Hindu, aspek upacara ( ritual ) merupakan aspek yang lebih ekspresif dibandingkan

Lebih terperinci

LANDASAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN YANG BERLANDASKAN CATUR PURUSA ARTHA DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK

LANDASAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN YANG BERLANDASKAN CATUR PURUSA ARTHA DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK LANDASAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN YANG BERLANDASKAN CATUR PURUSA ARTHA DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK Dosen : Dr. I Ketut Sudarsana, S.Ag., M.Pd.H OLEH: I PUTU CANDRA SATRYASTINA 15.1.2.5.2.0800 PRODI

Lebih terperinci

3. Pengertian Hukum Karmaphala dalam Ajaran Agama Hindu adalah

3. Pengertian Hukum Karmaphala dalam Ajaran Agama Hindu adalah 1. Pengertian Atman adalah. a. Percikan terkecil dari Sang Hyang Widhi Wasa b. Tidak terlukai oleh api c. Tidak terlukai oleh senjata d. Tidak bergerak e. Subha Karma Wasa 2. Fungsi Atman dalam mahluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Mustopo Habib berpendapat bahwa kesenian merupakan jawaban terhadap tuntutan dasar kemanusiaan yang bertujuan untuk menambah dan melengkapi kehidupan. Namun

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang

Lebih terperinci

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD 27. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan dirumuskan

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang BAB IV TINJAUAN KRITIS Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya kita dapat melihat bahwa manusia selalu menyatu dengan kebudayaannya dan budaya itu pun menyatu dalam diri manusia. Karena itu budaya menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I BALI, Menimbang : a. bahwa kepariwisataan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si Art Exhibition Indonesian Institute of the Arts Denpasar Okinawa Prefectural University of Art OPUA

Lebih terperinci

Soal Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila. 2) Bacalah dengan seksama setiap butir pertanyaan

Soal Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila. 2) Bacalah dengan seksama setiap butir pertanyaan 88 Lampiran 1. Instrumen Penelitian Soal Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila Nama : No Absen : Kelas : Petunjuk Soal 1) Isilah identitas nama anda dengan benar 2) Bacalah dengan seksama setiap butir pertanyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berbhineka, baik suku bangsa, ras, agama, dan budaya. Selain itu, kondisi geografis dimana bangsa Indonesia hidup juga

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Penelitian lapangan ini mengkaji tiga permasalahan pokok. tentang bunyi-bunyian pancagita yang disajikan dalam upacara

BAB V KESIMPULAN. Penelitian lapangan ini mengkaji tiga permasalahan pokok. tentang bunyi-bunyian pancagita yang disajikan dalam upacara BAB V KESIMPULAN 1. Kesimpulan Penelitian lapangan ini mengkaji tiga permasalahan pokok tentang bunyi-bunyian pancagita yang disajikan dalam upacara odalan di Kabupaten Karangasem yaitu beberapa faktor

Lebih terperinci

DISKRIPSI KARYA. Pameran Keragaman Seni Budaya Sebagai Pemersatu Bangsa Judul Karya: Keharmonisan

DISKRIPSI KARYA. Pameran Keragaman Seni Budaya Sebagai Pemersatu Bangsa Judul Karya: Keharmonisan Pameran Keragaman Seni Budaya Sebagai Pemersatu Bangsa 2009 Judul Karya: Keharmonisan Dalam kehidupan bermasyarakat kita harus saling berdampingan dan menghormati, memiliki rasa toleransi yang tinggi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap kebudayaan memiliki sistem religi atau sistem kepercayaan, termasuk dalam kebudayaan etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa selalu melestarikan kebudayaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Restu Rahayu Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung Timur. Wilayah Kecamatan Raman Utara memiliki

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Saparan di Kaliwungu Kabupaten Kendal Pelaksanaan tradisi Saparan

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV. BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP 4.1. PENDAHULUAN Bertolak dari uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang terdapat dalam Bab I, yang dilanjutkan dengan pembahasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. a. Upaya pemertahanan bahasa Bali dalam keluarga. Hal ini tampak dalam situasi

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. a. Upaya pemertahanan bahasa Bali dalam keluarga. Hal ini tampak dalam situasi 126 BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN 8.1 Simpulan Tulisan ini dapat disimpulkan sebagai berikut. 1). Upaya-upaya pemertahanan bahasa Bali dalam masyarakat multikultural di Kota Denpasar adalah sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali telah terkenal dengan kebudayaannya yang unik, khas, dan tumbuh dari jiwa Agama Hindu, yang tidak dapat dipisahkan dari keseniannya dalam masyarakat yang berciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi tidak akan pernah bisa lepas dari adanya visual dan verbal. Visual ditandai dengan gambar, verbal ditandai dengan lisan maupun tulisan. Antara visual dengan

Lebih terperinci

MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL.

MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL. MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL. H DISUSUN OLEH: I WAYAN AGUS PUJAYANA ORANG SUCI Orang suci adalah

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PANTAI KEDONGANAN SEBAGAI LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Badung dan merupakan wilayah (palemahan) Desa Adat Kedonganan.

BAB IV GAMBARAN UMUM PANTAI KEDONGANAN SEBAGAI LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Badung dan merupakan wilayah (palemahan) Desa Adat Kedonganan. BAB IV GAMBARAN UMUM PANTAI KEDONGANAN SEBAGAI LOKASI PENELITIAN 4.1 Aspek Geografis dan Kondisi Fisik Pantai Kedonganan terletak di Kelurahan Kedonganan, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung dan merupakan

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Silaturahim dg Paskibraka, di Jakarta, tgl.18 Agt 2014 Senin, 18 Agustus 2014

Sambutan Presiden RI pd Silaturahim dg Paskibraka, di Jakarta, tgl.18 Agt 2014 Senin, 18 Agustus 2014 Sambutan Presiden RI pd Silaturahim dg Paskibraka, di Jakarta, tgl.18 Agt 2014 Senin, 18 Agustus 2014 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA SILATURAHIM PRESIDEN RI DENGAN PASKIBRAKA, PASUKAN

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. merupakan suatu bentuk penghormatan kepada nenek moyang masyarakat Suku

BAB IV KESIMPULAN. merupakan suatu bentuk penghormatan kepada nenek moyang masyarakat Suku 74 BAB IV KESIMPULAN KESIMPULAN Dalam perkembangan dunia pariwisata di Indonesia, tradisi yang lakukan oleh masyarakat Suku Dayak Kenyah di Desa Budaya Pampang merupakan potensi besar yang dapat dikenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, seluruh umat beragama memiliki hari suci. Makna hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu memperingati suatu kejadian yang sangat

Lebih terperinci

Siapakah Yesus Kristus? (4/6)

Siapakah Yesus Kristus? (4/6) Siapakah Yesus Kristus? (4/6) Nama Kursus : SIAPAKAH YESUS KRISTUS? Nama Pelajaran : Yesus adalah Juru Selamat dan Tuhan Kode Pelajaran : SYK-P04 Pelajaran 04 - YESUS ADALAH JURU SELAMAT DAN TUHAN DAFTAR

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya 1 UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya Kelahiran Bodhisattva berikut menunjukkan bagaimana sebagai seorang pertapa, beliau mempraktikkan kemurahan hati dan pemberian secara terusmenerus,

Lebih terperinci

Revelation 11, Study No. 39 in Indonesian Language. Seri Kitab Wahyu pasal 11, Pembahasan No. 39, oleh Chris McCann

Revelation 11, Study No. 39 in Indonesian Language. Seri Kitab Wahyu pasal 11, Pembahasan No. 39, oleh Chris McCann Revelation 11, Study No. 39 in Indonesian Language Seri Kitab Wahyu pasal 11, Pembahasan No. 39, oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pemahaman Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agama Hindu meyakini bahwa Tuhan itu bersifat Monotheisme. Transendent, Monotheisme Imanent, dan Monisme. Monotheisme Transendent,

BAB I PENDAHULUAN. Agama Hindu meyakini bahwa Tuhan itu bersifat Monotheisme. Transendent, Monotheisme Imanent, dan Monisme. Monotheisme Transendent, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agama Hindu meyakini bahwa Tuhan itu bersifat Monotheisme Transendent, Monotheisme Imanent, dan Monisme. Monotheisme Transendent, yaitu Tuhan yang digambarkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) :

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) : SENI BUDAYA BALI Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali Oleh (Kelompok 3) : Dewa Made Tri Juniartha 201306011 Ni Wayan Eka Putri Suantari 201306012 I Gusti Nyoman Arya Sanjaya 201306013 Dicky Aditya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Bali selama ini dikenal dengan kebudayaannya yang khas. Beragam tradisi yang mencerminkan adat Bali menarik banyak orang luar untuk melihat lebih dekat keunikan

Lebih terperinci

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu) UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Luh Setiani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar niluhsetiani833@gmail.com

Lebih terperinci

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I EKSISTENSI PALINGGIH RATU AYU MAS SUBANDAR DI PURA DALEM BALINGKANG DESA PAKRAMAN PINGGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Teologi Hindu) OLEH : I NENGAH KADI NIM. 09.1.6.8.1.0150 Email

Lebih terperinci

Kapan Boleh Menikah? Koran TOKOH No. 514/Tahun X, November Usia Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali

Kapan Boleh Menikah? Koran TOKOH No. 514/Tahun X, November Usia Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali Kapan Boleh Menikah? Koran TOKOH No. 514/Tahun X, 16 22 November 2008. Kapan Boleh Menikah? Usia Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali DEWASA atau belumnya seseorang niscaya sudah ditentukan batasnya. Sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,

Lebih terperinci

Jadi keenam unsur kepercayaan (keimanan) tersebut di atas merupakan kerangka isi Dharma (kerangka isi Agama Hindu). Bab 4 Dasar Kepercayaan Hindu

Jadi keenam unsur kepercayaan (keimanan) tersebut di atas merupakan kerangka isi Dharma (kerangka isi Agama Hindu). Bab 4 Dasar Kepercayaan Hindu Bab 4 Dasar Kepercayaan Hindu 4.1 Dasar Kepercayaan Hindu Bersumber Pada Atharwa Weda Dasar kepercayaan (keimanan) dalam agama Hindu disebut Sraddha, yang dinyatakan di dalam ayat suci Atharwa Weda berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial Satuan Pendidikan : SDN Kebon Dalem Kelas / Semester : IV / 1 Alokasi Waktu : 2 X 35 Menit Standar Kompetensi 1. Memahami

Lebih terperinci

PERANAN GURU AGAMA HINDU DALAM MENANGGULANGI DEGRADASI MORAL PADA SISWA SMA NEGERI 2 TABANAN

PERANAN GURU AGAMA HINDU DALAM MENANGGULANGI DEGRADASI MORAL PADA SISWA SMA NEGERI 2 TABANAN 307 PERANAN GURU AGAMA HINDU DALAM MENANGGULANGI DEGRADASI MORAL PADA SISWA SMA NEGERI 2 TABANAN Oleh Kadek Dewi Setiawati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar dsetiawati445@gmail.com Abstrak Diera globalisasi

Lebih terperinci

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

Dhamma Inside. Bersikap Ramah. Standar. Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri. Vol Oktober 2015

Dhamma Inside. Bersikap Ramah. Standar. Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri. Vol Oktober 2015 Dhamma Inside Vol. 23 - Oktober 2015 Bersikap Ramah Standar Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri Bersikap Ramah Oleh : Bhikkhu Santacitto Pada umumnya, ramah dipahami sebagai sikap positif yang

Lebih terperinci

K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH

K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH Wagner-Modified Houts Questionnaire (WMHQ-Ed7) by C. Peter Wagner Charles E. Fuller Institute of Evangelism and Church Growth English offline version: http://bit.ly/spiritualgiftspdf

Lebih terperinci

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Sunda Ciamis mempunyai kesenian yang khas dalam segi tarian yaitu tarian Ronggeng Gunung. Ronggeng Gunung merupakan sebuah bentuk kesenian tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dengan ragam kebudayaan. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR

ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR Wahyuningtias (Mahasiswa Prodi PGSD Universitas Jember, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi yang cukup terkenal di Indonesia karena merupakan salah satu asset devisa Negara Indonesia yang cukup tinggi di bidang

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 Oleh: I Gede Oka Surya Negara, SST.,MSn JURUSAN SENI TARI

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. A. Studi Masyarakat Indonesia

PEMBAHASAN. A. Studi Masyarakat Indonesia PENDAHULUAN Bali terkenal sebagai pulau dewata adalah nama salah satu provinsi di indonesia dan juga merupakan nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Bali terletak diantara pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah provinsi kepulauan dengan ciri khas sekumpulan gugusan pulau-pulau kecil di bagian timur wilayah

Lebih terperinci

Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat

Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat "Terima kasih, ini uang kembalinya." "Tetapi Pak, uang kembalinya terlalu banyak. Ini kelebihannya." "Betul. Anda seorang yang jujur. Tidak banyak yang akan berbuat

Lebih terperinci

TRISATYA DASADARMA PRAMUKA

TRISATYA DASADARMA PRAMUKA PANCASILA 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratn/perwakilan 5. Keadilan social

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Pembukaan Pesta Kesenian Bali ke-32, 12 Juni 2010 Sabtu, 12 Juni 2010

Sambutan Presiden RI pada Pembukaan Pesta Kesenian Bali ke-32, 12 Juni 2010 Sabtu, 12 Juni 2010 Sambutan Presiden RI pada Pembukaan Pesta Kesenian Bali ke-32, 12 Juni 2010 Sabtu, 12 Juni 2010 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN PESTA KESENIAN BALI KE-32 DI DENPASAR, PROVINSI BALI

Lebih terperinci

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD)

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD) 21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika

1. PENDAHULUAN. berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasta merupakan suatu sistem pembagian atau pengelompokan masyarakat berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang tersebut bekerja

Lebih terperinci

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar UPACARA NILAPATI BAGI WARGA MAHA GOTRA PASEK SANAK SAPTA RSI DI BANJAR ROBAN DESA TULIKUP KECAMATAN GIANYAR KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning bangsa (kebudayaan itu menjadi cermin besar yang menggambarkan peradaban suatu bangsa). Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Hindu adalah agama yang telah menciptakan kebudayaan yang sangat kompleks di bidang astronomi, ilmu pengetahuan, filsafat dan lain-lain sehingga timbul

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah BAB V KESIMPULAN 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual Kuningan Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN. Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru)

BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN. Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru) BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru) Puja dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Makna Ritual Tilem di Pura Pasraman Saraswati Tiga

BAB IV ANALISIS DATA. A. Makna Ritual Tilem di Pura Pasraman Saraswati Tiga BAB IV ANALISIS DATA A. Makna Ritual Tilem di Pura Pasraman Saraswati Tiga Persembahyangan hari tiem ini bersifat wajib bagi umat Hindu karena merupakan hari suci.bulan tilem berasal dari dua suku kata

Lebih terperinci

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA - 1266 - E. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA KELAS : I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola perilaku masyarakat. Perilaku ini tercermin dari perilaku individu selaku anggota masyarakat. Indonesia

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: pendidikan, Pasraman, pengetahuan, agama Hindu

ABSTRAK. Kata Kunci: pendidikan, Pasraman, pengetahuan, agama Hindu ABSTRAK Perancangan Pasraman Hindu di Buleleng merupakan suatu upaya dalam memberikan pembinaan serta pendidikan secara mental dan fisik baik jasmani maupun rohani kepada seluruh masyarakat Hindu, khususnya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memperoleh nilai secara finansial masyarakatnya, namun lebih kepada penonjolan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memperoleh nilai secara finansial masyarakatnya, namun lebih kepada penonjolan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Upacara Pangurason dilaksanakan bukan semata ditampilkan untuk memperoleh nilai secara finansial masyarakatnya, namun lebih kepada penonjolan identitas masyarakat

Lebih terperinci

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB - E)

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB - E) 21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB - E) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi

Lebih terperinci

BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI. I Wayan Dirana

BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI. I Wayan Dirana BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI I Wayan Dirana Program Studi Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar diranawayan@yahoo.co.id

Lebih terperinci