ANALISIS STRUKTUR EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS STRUKTUR EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN"

Transkripsi

1 ANALISIS STRUKTUR EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN SKRIPSI Disusun untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : DIMAS ARYO SUGANDI F FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA JANUARI 2012

2 ii

3 iii

4 MOTTO Aku cinta negeri ini, tapi aku benci dengan sistem yang ada, hanya ada satu kata...lawan. (Jeruji) Pikiran yang besar membicarakan ide-ide. Pikiran yang rata-rata membicarakan kejadian-kejadian. Dan pikiran yang kerdil membicarakan orang-orang. PERSEMBAHAN Penulis persembahan kepada: Abah dan Mama yang telah memberikan do a, kasih sayang, moral, spiritual, dan material yang takkan pernah ternilai. Kakak dan adikku yang telah mendorong dan memotivasi aku untuk terus berjuang. Taurista Mega S.P. yang selalu memberikan semangat dalam hidupku. Semua mahkluk Allah yang telah menyayangi dan mencintaiku. iv

5 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr.Wb Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Struktur Ekonomi Provinsi Di Indonesia Tahun Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Strata (S-1) pada program studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Wisnu M.S selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta 2. Drs. Supriyono selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta 3. Malik Cahyadin, SE, M.Si selaku Pembimbing Skripsi yang telah memberi bimbingan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Nurul Istiqomah, SE, M.Si selaku Tim Penguji Skripsi yang memberi masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 5. Sumardi, SE, MESP selaku Dosen Penguji Skripsi. 6. Mugi Rahardjo, Drs, M.Si selaku Tim Penguji Skripsi yang memberi masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 7. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staff Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta atas segala bantuan selama masa perkulihan penulis. v

6 8. Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orangtua saya Drs. Djainudin Suryo Bono dan Halimah Purba yang telah mendidik, merawat dan menyekolahkan saya sehingga saya dapat lulus menjadi Sarjana (S1). Terima kasih Abah dan Mama atas segala ketulusanmu untuk selalu mendukung, menyemangati dan mendoakanku sampai skripsi ini dapat terselesaikan. 9. Kakakku yang telah menemani dalam segala hal serta memberikan dukungan dan doa sampai skripsi ini selesai. 10. Taurista Mega S.P. yang senantiasa memberikan doa, dukungan, semangat, bantuan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 11. Buat seluruh teman ku yang telah menemaniku selama aku kuliah disolo. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Surakarta, Januari 2012 Penulis vi

7 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv HALAMAN MOTTO... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xxi ABSTRAK... xxii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 7 C. Tujuan Penelitian... 7 D. Manfaat Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Perubahan Struktural Perencanaan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan Ekonomi Pembangunan Ekonomi Daerah Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) B. Penelitian Terdahulu C. Kerangka Pemikiran vii

8 III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian B. Jenis dan Sumber Penelitian C. Definisi Operasional Variabel Struktur Ekonomi Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) D. Teknik Analisis Data Kontribusi Sektoral Analisis Shift Share (SS) Tipologi Klassen Model Rasio Pertumbuhan (MRP) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Pendahuluan B. Hasil Analisis dan Pembahasan Kontribusi Sektoral Analisis Shift Share (SS) Tipologi Klassen Model Rasio Pertumbuhan (MRP) V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

9 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Harga Konstan 2000 Menurut lapangan usaha, (Miliar Rupiah)... 3 Tabel 1.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Harga Konstan 2000 Menurut lapangan usaha, (Miliar Rupiah)... 5 Tabel 3.1 Klasifikasi wilayah menurut Tipologi Klassen Tabel 4.1 Kontribusi Sektoral Provinsi Aceh Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.2 Kontribusi Sektoral Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.3 Kontribusi Sektoral Provinsi Sumatera Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.4 Kontribusi Sektoral Provinsi Riau Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.5 Kontribusi Sektoral Provinsi Jambi Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.6 Kontribusi Sektoral Provinsi Sumatera Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.7 Kontribusi Sektoral Provinsi Begkulu Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.8 Kontribusi Sektoral Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.9 Kontribusi Sektoral Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.10 Kontribusi Sektoral Provinsi Kepulauan Riau Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun ix

10 Tabel 4.11 Kontribusi Sektoral Provinsi DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.12 Kontribusi Sektoral Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.13 Kontribusi Sektoral Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.14 Kontribusi Sektoral Provinsi DI Yogyakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.15 Kontribusi Sektoral Provinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.16 Kontribusi Sektoral Provinsi Banten Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.17 Kontribusi Sektoral Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.18 Kontribusi Sektoral Provinsi Kalimantan Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.19 Kontribusi Sektoral Provinsi Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.20 Kontribusi Sektoral Provinsi Kalimantan Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.21 Kontribusi Sektoral Provinsi Kalimantan Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.22 Kontribusi Sektoral Provinsi Sulawesi Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.23 Kontribusi Sektoral Provinsi Sulawesi Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun x

11 Tabel 4.24 Kontribusi Sektoral Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.25 Kontribusi Sektoral Provinsi Sulawesi Tenggara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.26 Kontribusi Sektoral Provinsi Gorontalo Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.27 Kontribusi Sektoral Provinsi Sulawesi Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.28 Kontribusi Sektoral Provinsi Nusa Tenggara Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.29 Kontribusi Sektoral Provinsi Nusa Tenggara Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.30 Kontribusi Sektoral Provinsi Maluku Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.31 Kontribusi Sektoral Provinsi Maluku Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.32 Kontribusi Sektoral Provinsi Papua Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.33 Kontribusi Sektoral Provinsi Papua Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.34 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Aceh Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.35 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun xi

12 Tabel 4.36 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Sumatera Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.37 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Riau Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.38 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Jambi Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.39 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Sumatera Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.40 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Begkulu Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.41 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.42 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.43 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Kepulauan Riau Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.44 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.45 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun xii

13 Tabel 4.46 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.47 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi DI Yogyakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.48 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.49 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Banten Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.50 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.51 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Kalimantan Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.52 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.53 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Kalimantan Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.54 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Kalimantan Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.55 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Sulawesi Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.56 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Sulawesi Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun xiii

14 Tabel 4.57 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.58 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Sulawesi Tenggara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.59 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Gorontalo Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.60 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Sulawesi Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.61 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Nusa Tenggara Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.62 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Nusa Tenggara Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.63 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Maluku Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.64 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Maluku Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.65 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Papua Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.66 Hasil Analisis Shift Share (SS) Provinsi Papua Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.67 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Aceh Atas Dasar Harga Konstan 2000 commit Menurut to user Lapangan Usaha, Tahun xiv

15 Tabel 4.68 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.69 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Sumatera Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.70 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Riau Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.71 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Jambi Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.72 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Sumatera Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.73 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Begkulu Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.74 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.75 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.76 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Kepulauan Riau Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun xv

16 Tabel 4.77 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.78 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.79 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.80 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi DI Yogyakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.81 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.82 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Banten Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.83 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.84 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Kalimantan Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.85 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.86 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Kalimantan Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun xvi

17 Tabel 4.87 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Kalimantan Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.88 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Sulawesi Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.89 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Sulawesi Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.90 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.91 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Sulawesi Tenggara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.92 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Gorontalo Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.93 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Sulawesi Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.94 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Nusa Tenggara Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.95 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Nusa Tenggara Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.96 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Maluku Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun xvii

18 Tabel 4.97 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Maluku Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.98 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Papua Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel 4.99 Hasil Analisis Tipologi Klassen Provinsi Papua Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Aceh Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Sumatera Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Riau Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Jambi Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Sumatera Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Begkulu Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun commit... to user 150 xviii

19 Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Kepulauan Riau Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi DI Yogyakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Banten Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun xix

20 Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Kalimantan Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Kalimantan Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Kalimantan Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Sulawesi Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Sulawesi Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Sulawesi Tenggara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Gorontalo Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Sulawesi Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun xx

21 Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Nusa Tenggara Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Nusa Tenggara Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Maluku Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Maluku Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Papua Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Tabel Hasil Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Provinsi Papua Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun xxi

22 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Gambar 4.1 Rata-rata Pertumbuhan PDRB Provinsi di Indonesia Tahun xxii

23 ANALISIS STRUKTUR EKONOMI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN DIMAS ARYO SUGANDI F ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah: a) menganalisis struktur ekonomi provinsi di Indonesia berdasarkan analisis Kontribusi sektoral dan Shift Share (SS) tahun , dan b) menganalisis kondisi ekonomi provinsi di Indonesia berdasarkan pendekatan Tipologi Klassen dan Model Rasio Pertumbuhan (MRP) tahun Data yang digunakan adalah PDRB provinsi dan PDB Indonesia pada tahun Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur perekonomian Provinsi di Indonesia cenderung mengarah ke sektor sekunder (yaitu sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor konstruksi) dan sektor tersier (yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan dan sektor jasajasa). Berdasarkan temuan-temuan tersebut dapat direkomendasikan bahwa Pemerintah Daerah perlu memacu pertumbuhan perekonomian pada sektor sekunder dan tersier dengan cara peningkatan output, peningkatan pendapatan dan lapangan kerja serta dampaknya terhadap sektor-sektor lain. Kata-kata kunci : Struktur ekonomi provinsi di Indonesia, Shift Share (SS), Klassen dan Model Rasio Pertumbuhan (MRP) xxii

24 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah sebagaimana di jelaskan dalam UU No. 34 tahun 2004, penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah. Pemberian kewenangan yang luas kepada daerah memerlukan koordinasi dan pengaturan untuk lebih mengharmoniskan dan menyelaraskan pembangunan, baik pembangunan Nasional, Pembangunan Daerah maupun pembangunan antardaerah. Secara umum dapat dikatakan bahwa kegiatan ekonomi berhubungan erat dengan pola perkembangan, jenis ekonomi dan perubahan peranan berbagai kegiatan ekonomi. Berkaitan hal tersebut, maka analisis pembangunan ekonomi daerah perlu dilakukan secara lebih konperhensif dengan melibatkan berbagai faktor baik ekonomi mikro maupun ekonomi makro. Keberhasilan pembangunan dalam suatu daerah terkait dengan keadaan sumber daya yang dimilikinya, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Keunggulan akan sumber daya yang dimilikinya akan membuat suatu daerah lebih berkembang. Keunggulan ekonomi daerah dapat diamati berdasarkan sektor - sektor ekonomi yang dikembangkan oleh daerah tersebut. Sektor sektor ekonomi yang ada di Indonesia adalah : 1. Sektor pertanian 1

25 2. Sektor pertambangan dan penggalian 3. Sektor industri pengolahan 4. Sektor listrik, gas dan air bersih 5. Sektor bangunan 6. Sektor perdagangan, hotel dan restoran 7. Sektor pengangkutan dan komunikasi 8. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9. Sektor jasa-jasa 8

26 3 Tabel 1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, (Miliar Rupiah) Lapangan Usaha Rata-rata Nilai Pertumbuhan 258, , , , , , ,009 4% 2. Pertambangan & Penggalian 150, , , , , , ,570 2% 3. Industri Pengolahan 412, , , , , , ,528 5% 4. Listrik, Gas & Air Bersih 18,269 19,475 19,857 21,270 21,282 22,842 20,499 5% 5. Konstruksi 84,022 89,899 96, , , , ,364 8% 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 305, , , , , , ,128 7% 7. Pengangkutan & Komunikasi 95, , , , , , ,249 10% 8. Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 138, , , , , , ,079 6% 9. Jasa-jasa 141, , , , , , ,366 6% Total 1,603,984 1,690,229 1,777,950 1,878,725 1,999,545 2,094,320 1,840,792 5,75% Sumber : BPS (diolah) Tabel 1.1 menjelaskan perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan 2000 tahun sebesar Rp 1,840,8 triliun. Nilai sektor tertinggi terjadi pada sektor industri pengolahan sebesara Rp 466,528 miliar, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp 363,128 miliar, sektor pertanian sebesar Rp 284,009 miliar, sektor jasa-jasa sebesar Rp 165,366 miliar, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan sebesar Rp 160,079 miliar, sektor pertambangan dan penggalian sebesar Rp 157,570 miliar, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp 122,249 miliar, sektor konstruksi sebesar Rp 101,364 miliar dan yang paling rendah yaitu sektor sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 20,499 miliar. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 10%, diikuti oleh sektor konstruksi 8%, sektor perdagangan, hotel dan restoran 7%, sektor keuangan, real estate, jasa perusahaan dan jasa-jasa 6%, sektor industri,

27 listrik, gas dan air bersih 5%, sektor pertanian 4%, dan yang paling rendah adalah sektor pertambangan dan penggalian 2%. Sehubungan dengan keinginan untuk mewujudkan pembangunan seperti apa yang diharapkan, ada dua kondisi yang perlu diperhatikan karena dapat berpengaruh terhadap proses perencanaan pembangunan daerah, yaitu: (1) tekanan yang berasal dari lingkungan dalam negeri maupun luar negeri yang mempengaruhi kebutuhan daerah dalam proses pembangunan perekonomiannya; (2) kenyataannya bahwa perekonoiam daerah dalam suatu negara dipengaruhi oleh setiap sektor secara berbeda-beda, misalkan beberapa daerah mengalami pertumbuhan pada sektor industrinya sedangkan daerah lain mengalami penurunan. Inilah yang menjelaskan perbedaan perspektif masyarakat daerah mengenai arah dan makna pembangunan daerah. (Kuncoro, 2005 : 47). 8

28 5 Tabel 1.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi, (Miliar Rupiah) Provinsi Rata-rata Nilai Pertumbuhan 1 Aceh 40,374 36,287 36,853 35,983 34,097 32,220 35, % 2 Sumatera Utara 83,328 87,897 93,347 99, , ,559 97, % 3 Sumatera Barat 27,578 29,159 30,949 32,912 35,176 36,683 32, % 4 Riau 75,216 79,287 83,370 86,213 91,085 93,786 84, % 5 Jambi 11,953 12,619 13,363 14,275 15,297 16,272 13, % 6 Sumatera Selatan 47,344 49,633 52,214 55,262 58,065 60,452 53, % 7 Bengkulu 5,896 6,239 6,610 7,037 7,444 7,923 6, % 8 Lampung 28,262 29,397 30,86 32,694 34,443 36,221 31, % 9 Kepulauan Bangka Belitung 8,414 8,707 9,053 9,464 9,899 10,266 9, % 10 Kepulauan Riau 28,509 30,381 32,441 34,713 37,014 38,318 33, % Sumatera 356, , , , , , , % 11 DKI Jakarta 278, , , , , , , % 12 Jawa Barat 230, , , , , , , % 13 Jawa Tengah 135, , , , , , , % 14 DI. Yogyakarta 16,146 16,910 17,535 18,291 19,212 20,064 18, % 15 Jawa Timur 242, , , , , , , % 16 Banten 54,880 58,106 61,341 65,046 79,699 83,440 67, % Jawa 957,573 1,012,666 1,071,135 1,137,414 1,217,414 1,275,913 1,112, % 17 Bali 19,963 21,072 22,184 23,497 25,910 27,290 23, % 18 Kalimantan Barat 22,483 23,538 24,768 26,260 27,438 28,754 25, % 19 Kalimantan Tengah 13,253 14,034 14,853 15,754 16,726 17,647 15, % 20 Kalimantan Selatan 22,171 23,292 24,452 25,922 27,593 29,051 25, % 21 Kalimantan Timur 91,050 93,938 96,612 98,386, 103, ,368 98, % Kalimantan 148, , , , ,965, 180, , % 22 Sulawesi Utara 12,149 12,744 13,473 14,344 15,902 17,149 14, % 23 Sulawesi Tengah 10,925 11,752 12,671 13,683 15,047 16,177 13, % 24 Sulawesi Selatan 34,345 36,421 38,867 41,332 44,549 47,326 40, % 25 Sulawesi Tenggara 7,480 8,026 8,643 9,331 10,506 11,301 9, % 26 Gorontalo 1,891 2,027 2,175 2,339 2,520 2,710 2, % 27 Sulawesi Barat 2,922 3,120 3,321 3,567 3,998 4,239, 3, % Sulawesi 69,714 74,093 79,152 84,599 92,524 98,904 83, % 28 Nusa Tenggara Barat 14,928 15,183 15,603 16,369 16,831 18,869 16, % 29 Nusa Tenggara Timur 9,537 9,867 10,368 10,902 11,429 11,920 10, % 30 Maluku 3,101 3,259 3,440 3,633 3,787 3,993 3, % 31 Maluku Utara 2,128 2,236 2,359 2,501 2,651 2,811 2, % 32 Papua Barat 4,969 5,307 5,548 5,934 6,399 6,848 5, % 33 Papua 16,282 22,209 18,402 19,200 18,931 23,237 19, % Nusa Tenggara, Maluku & Papua 50,947 58,063 55,722 58,540 60,031 67,679 58, % Jumlah 33 Provinsi 1,603,984 1,690,229 1,777,950 1,878,725 1,999,545 2,094,320 1,840, % Sumber : BPS (diolah)

29 Berdasarkan Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa perekonomian Indonesia tahun mengalami rata-rata pertumbuhan PDRB sebesar 5,75%. Pertumbuhan ekonomi setiap wilayah berada di bawah rata-rata nasional dengan disparitas antar wilayah yang cukup tajam. Pertumbuhan Provinsi Aceh -4,33%, Sumatera Utara 6,01%, Sumatera Barat 5,88%, Riau 4,52%, Jambi 6,36%, Sumsel 5,01%, Bengkulu 6,09%, Lampung 5,09%, Kep. Bangka Belitung 4,06%, Kepulauan Riau 6,10%, DKI Jakarta 5,93%, Jawa Barat 5,70%, Jawa Tengah 5,41%, DI Yogyakarta 4,44%, Jawa Timur 5,78%, Banten 8,94%, Bali 6,47%, Kalimantan Barat 5,05%, Kalimantan Tengah 5,89%, Kalimantan Selatan 5,56%, Kalimantan Timur 2,97%, Sulawesi Utara 7,16%, Sulawesi Tengah 8,17%, Sulawesi Selatan 6,62%, Sulawesi Tenggara 8,62%, Gorontalo 7,46%, Sulawesi Barat 7,75%, Nusa Tenggara Barat 4,86%, Nusa Tenggara Timur 4,56%, Maluku 5,18%, Maluku Utara 5,73%, Papua Barat 6,63% dan terakhhir Papua 8,99%. Perkembangan ekonomi daerah provinsi, sebagaimana dijelaskan pada Tabel 1.2 diatas menarik untuk dikaji lebih lanjut. Kemenarikan ini didasarkan pada variasi perkembangan PDRB setiap tahunnya. Dengan demikian judul penelitian ini adalah Analisis Struktur Ekonomi Provinsi Di Indonesia Tahun

30 7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana struktur ekonomi provinsi di Indonesia berdasarkan analisis Kontribusi Sektoral dan Shift Share (SS) tahun ? 2. Bagaimana kondisi ekonomi provinsi di Indonesia berdasarkan pendekatan Tipologi Klassen dan Model Rasio Pertumbuhan (MRP) tahun ? C. Tujuan dan Kegunaan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis struktur ekonomi provinsi di Indonesia berdasarkan analisis Kontribusi Sektoral dan Shift Share (SS) tahun Untuk menganalisis kondisi ekonomi provinsi di Indonesia berdasarkan pendekatan Tipologi Klassen dan Model Rasio Pertumbuhan (MRP) tahun D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Sebagai salah satu penjelasan dan pendalaman teori/ pendekatan ekonomi daerah. b. Sebagai wacana dan sumber informasi bagi penelitian ekonomi. 2. Manfaat Praktisi Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk perumusan/ perencanaan dan pengembangan ekonomi daerah di Indonesia.

31 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Perubahan Struktural Perubahan struktural menitikberatkan pada mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh negara sedang berkembang yang semula lebih bersifat subsisten dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern dan sangat di dominasi oleh sektor industri dan jasa (Todaro, 1999). 2. Perencanaan Ekonomi (Lincolin, 1999) menyebutkan bahwa perencanaan adalah suatu proses yang berkesinambungan dari waktu ke waktu dengan melibatkan kebijaksanaan dari pembuat keputusan berdasarkan sumber daya yang tersedia dan disusun secara sistematis. Pelaksanaan perancangan pembuatan perencanaan itu pada dasarnya adalah mengambil suatu kebijaksanaan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a. Perencanaan berarti memilih berbagai alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. b. Perencanaan berarti pula alikasi sumber daya yang tersedia baik. c. Sumber daya alam maupun sumber daya manusia. d. Perencanaan mengandung arti rumusan yang sistematis yang didasarkan pada kepentingan masyarakat banyak. e. Perencanaan juga menyangkut commit tujuan to atau user sasaran yang harus dicapai. 8

32 9 Menurut Jhingan (2003) perumusan dan kunci keberhasilan suatu perencanaan biasanya memerlukan hal-hal sebagai berikut : a. Prasyarat pertama bagi suatu perencanaan adalah pembentukan suatu komisi perencanaan yang harus diorganisir dengan cara tepat. b. Perencanaan yang baik membutuhkan adanya analisis yang menyeluruh tentang potensi sumber daya yang dimiliki suatu negara beserta segala kekurangannya. Oleh karena itu, pembentukan suatu kantor jaringan statistik dari pusat hingga daerah yang bertugas mengumpulkan informasi dan data-data statistik menjadi suatu kebutuhan utama. c. Penetapan berbagai sarana dan tujuan yang ingin dicapai hendaknya realistis dan disesuaikan dengan kondisi di negara tersebut. d. Penetapan sasaran dan prioritas untuk pencapaian suatu tujuan perencanaan dibuat secara makro dan sektoral. e. Dalam perencanaan ditetapkan adanya pembiayaan oleh pemerintah sebagai dasar sumber daya yang tersedia. f. Suatu perencanaan hendaknya mampu menjamin keseimbangan perekonomian. g. Administrasi yang baik, efisien, dan tidak korup adalah syarat mutlak keberhasilan suatu perencanaan. h. Pemerintah harus menetapkan kebijakan pembangunan yang tepat demi berhasilnya rencana pembangunan dan menghindari kesulitan yang mungkin timbul dalam proses pelaksanaannya.

33 i. Setiap usaha harus dibuat berdampak ekonomis dalam administrasi, khususnya dalam pengembangan bagian-bagian departemen dan pemerintahan. j. Administrasi harus bersih dan efisien memerlukan dasar pendidikan yang kuat, perencanaan yang berhasil harus memperhatikan standart moral dan etika masyarakat. k. Dukungan masyarakat merupakan faktor penting bagi keberhasilan suatu perencanaan didalam suatu negara yang demokratis, tanpa dukungan masyarakat tak ada perencanaan yang dapat berhasil. 3. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi sering diartikan sama dengan pembangunan ekonomi oleh pakar ekonomi, yaitu sebagai kenaikan PDB/PNB saja. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi berbeda dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Lincolin, 1999). Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat. Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan jika seluruh balas jasa riil terhadap penggunaan faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada 8

34 11 tahun sebelumnya (pendapatan riil masyarakat pada tahun tertentu lebih besar dari pendapatan masyarakat pada tahun sebelumnya). 4. Pembangunan Ekonomi Pembangunan diartikan sebagai suatu proses perbaikan yang dinamis dan terus-menerus atas suatu masyarakat atau sistem sosial yang membawa perubahan dan peningkatan keadaan dari yang mempunyai corak sederhana ke tingkatan yang lebih maju. Sementara itu, pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang disertai oleh perbaikan kelembagaan (Lincolin, 1999:6). Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita (Irawan dan Suparmoko, 1993 : 1994). Menurut Todaro (2000:23), proses pembangunan harus memiliki 3 (tiga) tujuan inti, yaitu : a. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan pokok (pangan, sandang, papan, kesehatan, perlindungan keamanan). b. Peningkatan standar kehidupan yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan namun juga meliputi penambahan penyediaan lapangan pekerjaan, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, di mana semuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil melainkan juga untuk menumbuhkan jati diri pribadi bangsa yang bersangkutan.

35 c. Perluasan pilihan-pilihan ekonomi dan sosial bagi tiap individu dan bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari sikap ketergantungan. Permasalahan yang timbul akibat kesalahan upaya pembangunan yang dilakukan adalah (Widodo, 2006 :7) : a. Kemiskinan Permasalahan kemiskinan dalam pembangunan sangat sering dijumpai di hampir seluruh negara di dunia. Permasalahan yang terjadi pun memiliki karakteristik yang hampir sama di mana kemiskinan yang tinggi terjadi di sebuah wilayah pedesaan atau sebuah wilayah yang memiliki tingkat kepadatan yang sangat tinggi. Secara sederhana kemiskinan (absolut) dapat didefenisikan sebagai ketidakmampuan sejumlah penduduk untuk hidup di atas garis kemiskinan atau batas kemiskinan yang ditetapkan berdasar kategori tertentu. Untuk menggambarkan tingkat kemiskinan yang terjadi di sebuah negara atau wilayah tertentu, para ekonom sering menggunakan indikator tingkat kemiskinan. Indikator ini mengukur total pendapatan yang dibutuhkan oleh penduduk miskin agar dapat hidup di atas garis kemiskinan. b. Pemerataan Permasalahan kedua yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan adalah tidak meratanya distribusi pendapatan yang diterima oleh penduduk. Ketimpangan ini terjadi karena rata-rata pendapatan per kapita masyarakat di daerah pedesaan lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pendapatan per kapita yang diterima oleh penduduk di kawasan perkotaan. 8

36 13 Ketimpangan pendapatan yang terjadi di daerah pedesaan jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan ketimpangan yang terjadi dalam distribusi pendapatan di kawasan perkotaan. Perbedaan kedalaman ketimpangan antara yang terjadi di daerah pedesaan dengan ketimpangan yang terjadi di kawasan perkotaan disebabkan karena variasi tipe pekerjaan yang terdapat di kedua wilayah tersebut. c. Pertumbuhan Proses pembangunan yang dilakukan di setiap negara tidak dapat dilepaskan dari permasalahan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan. Profesor Kuznets mengajukan sebuah teori mengenai perkembangan ketimpangan distribusi pendapatan dimana ketimpangan yang dialami oleh negara yang sedang membangun akan tinggi ketika pembangunan sedang berada dalam tahap awal pembangunan. Tingkat ketimpangan ini akan terus naik seiring dengan pembangunan yang dilakukan hingga pada titik tertentu tingkat ketimpangan ini akan turun. Dalam pembahasan mengenai teori pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi terdapat teori-teori pembangunan yang ada yaitu Teori pertumbuhan linear dan Teori pertumbuhan struktural (Kuncoro, 2000): 1. Teori Pertumbuhan Linear a. Teori Pertumbuhan Adam Smith Adam Smith membagi tahapan pertumbuhan menjadi 5 tahap yang berurutan yaitu dimulai dari masa perburuan, masa beternak, masa bercocok tanam, perdagangan dan yang terakhir adalah tahap

37 perindustrian. Menurut teori ini, masyarakat akan bergerak dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern yang kapitalis. Dalam prosesnya, pertumbuhan ekonomi akan semakin terpacu dengan adanya sistem pembagian kerja antar pelaku ekonomi. Adam Smith memandang pekerja sebagai salah satu input bagi proses produksi. Menurut teori ini, akumulasi modal akan menentukan cepat atau lambatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Proses pertumbuhan akan terjadi secara simultan dan memiliki hubungan keterkaitan satu sama lainnya. Timbulnya peningkatan kinerja pada suatu sektor akan meningkatkan daya tarik bagi pemupukan modal, mendorong kemajuan teknologi, meningkatkan spesialisasi dan memperluas pasar. Hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat. Proses pertumbuhan ekonomi sebagai suatu fungsi tujuan pada akhirnya harus tunduk pada fungsi kendala yaitu keterbatasan sumber daya ekonomi (Kuncoro, 2000 : 38-41). b. Teori Pembangunan Karl Marx Karl max dalam bukunya Das Kapital membagi evolusi perkembangan masyarakat menjadi tiga yaitu dimulai dari feodalisme, kapitalisme dan kemudian yang terakhir adalah sosialisme. Evolusi perkembangan masyarakat akan sejalan dengan proses pembangunan yang dilaksanakan. Masyarakat feodalisme mencerminkan kondisi dimana perekonomian yang ada masih bersifat tradisional. Dalam tahap ini tuan tanah merupakan pelaku ekonomi yang memiliki 8

38 15 posisi tawar-menawar relatif tinggi terhadap pelaku ekonomi lain. Perkembangan teknologi yang ada menyebabkan terjadinya pergeseran di sektor ekonomi, dimana masyarakat yang semula agraris-feodal kemudian beralih menjadi masyarakat industri yang kapitalis. Pada masa kapitalis ini para pengusaha merupakan pihak yang memiliki tingkat posisi tawar menawar tertinggi terhadap pihak lain khususnya kaum buruh. Artinya kaum buruh tidak memiliki posisi tawar-menawar sama sekali terhadap majikannya yang merupakan kaum kapitalis. Eksploitasi terhadap kaum buruh dan peningkatan pengangguran yang terjadi akibat substitusi tenaga manusia dengan input modal yang padat kapital pada akhirnya akan menyebabkan revolusi sosial yang dilakukan kaum buruh. Fase ini merupakan tonggak baru bagi munculnya suatu tatanan sosial alternatif di samping tata masyarakat kapitalis, yaitu tata masyarakat sosialis (Kuncoro, 2000 : 41-42) c. Teori Pertumbuhan Rostow Rostow membagi proses pembangunan ekonomi suatu negara menjadi lima tahap yaitu : 1) Perekonomian Tradisional Perekonomian pada masyarakat tradisional cenderung bersifat subsisten. Pemanfaatan teknologi dalam sistem produksi masih sangat terbatas. Perekonomian semacam ini sektor pertanian memegang peranan penting (Kuncoro, 2000 :45)

39 2) Pra-kondisi Tinggal Landas Tahap kedua dari proses pertumbuhan Rostow ini pada dasarnya merupakan proses transisi dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri. Sektor industri mulai berkembang di samping sektor pertanian yang masih memegang peranan penting dalam perekonomian (Kuncoro, 2000 :45) 3) Tinggal Landas Tinggal landas didefinisikan sebagai tiga kondisi yang saling berkaitan sebagai berikut (Kuncoro, 2000 :46): a) Kenaikan laju investasi produktif antara 5-10 persen dari pendapatan nasional. b) Perkembangan salah satu atau beberapa sektor manufaktur penting dengan laju pertumbuhan tinggi. c) Hadirnya secara cepat kerangka politik, sosial dan institusional yang menimbulkan hasrat ekspansi di sektor modern dan dampak eksternalnya akan memberikan daya dorong pada pertumbuhan ekonomi. 4. Tahap Menuju Kedewasaan Tahap ini ditandai dengan penerapan secara efektif teknologi modern terhadap sumber daya yang dimiliki. Tahapan ini merupakan tahapan jangka panjang dimana produksi dilakukan secara swadaya. Tahapan ini juga ditandai denga munculnya beberapa sektor penting yang baru (Kuncoro, 2000 :47) 5. Tahap Konsumsi Masa Tinggi 8

40 17 Tahap konsumsi masa tinggi merupakan akhir dari tahapan pembangunan yang dikemukakan oleh Rostow. Pada tahap ini akan ditandai dengan terjadinya migrasi besar-besaran dari masyarakat pusat perkotaan ke pinggiran kota, akibat pembangunan pusat kota sebagai sentral bagi tempat bekerja. Pada fase ini terjadi perubahan orientasi dari pendekatan penawaran menuju pendekatan permintaan dalam sistem produksi yang dianut. Sementara itu terjadi pula pergeseran perilaku ekonomi yang semula lebih banyak menitikberatkan pada sisi produksi kini beralih ke sisi konsumsi (Kuncoro, 2000 :47) 2. Teori Perubahan Struktural a. Teori Pembangunan Arthur Lewis Teori pembangunan Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan yang terjadi antara daerah kota dan desa yang mengikutsertakan proses urbanisasi yang terjadi diantara diantara kedua tempat tersebut. Teori ini juga membahas pola investasi yang terjadi di sektor modern dan juga sistem penetapan upah yang berlaku di sektor modern, yang pada akhirnya akan berpengaruh besar terhadap arus urbanisasi yang ada. Mengawali teorinya, Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya akan terbagi menjadi dua yaitu (Kuncoro, 2000 : 51-52) :

41 1) Perekonomian Tradisional Dalam teorinya Lewis mengasumsikan bahwa di daerah pedesaan, dengan perekonomian tradisionalnya mengalami surplus tenaga kerja. Surplus tersebut erat kaitannya dengan basis utama perekonomian yang diasumsikan berada pada perekonomian tradisional adalah bahwa tingkat hidup masyarakat berada pada kondisi subsisten pula. Hal ini ditandai dengan nilai produk marginal dari tenaga kerja yang bernilai nol. 2) Perekonomian Industri Perkotaan tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer dari sektor subsisten. Model ini diarahkan pada terjadinya proses pengalihan tenaga kerja, pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern. Keadaan ini ditentukan oleh peningkatan investasi dan akumulasi modal secara kesuluruhan di sektor modern. Peningkatan investasi terjadi karena adanya kelebihan keuntungan sektor modern dari selisih upah dengan asumsi bahwa para kapitalis bersedia menanamkan kembali seluruh keuntungan. Rangkaian proses pertumbuhan berkesinambungan atas sektor modern dan perluasan kesempatan kerja diatas diasumsikan akan terus berlangsung sampai dengan semua surplus tenaga kerja pedesaan diserap habis oleh sektor industri. b. Teori Pola Pembangunan Chenery 8

42 19 Teori ini memfokuskan terhadap perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi, industri dan struktur institusi dari perekonomian negara sedang berkembang, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional beralih ke sektor industri sebagai mesin utama pertumbuhan ekonominya. Penelitian Hollis Chenery tentang transformasi struktur perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian menuju ke sektor industri. Chenery menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dan peranan suatu sektor dalam menciptakan produksi nasional tergantung pada tingkat pendapatan dan jumlah penduduk negara tersebut. Makin besar pertumbuhan pendapatan suatu daerah dibanding dengan pertumbuhan penduduk daerah tersebut maka dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi meningkat (Kuncoro, 2000 : 57-58). 5. Pembangunan Ekonomi Daerah Menurut Arsyad (1999:108), Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) di dalam wilayah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah secara umum adalah : 1. Mendorong terciptanya pekerjaan yang berkualitas bagi penduduk, yaitu dengan mengupayakan peningkatan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari 2001. Dalam UU No 22 tahun 1999 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah upaya multidimensional yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan ekonomi nasional adalah sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai teori pembangunan ekonomi, mulai dari teori ekonomi klasik (Adam Smith, Robert Malthus dan David Ricardo) sampai dengan teori ekonomi modern (W.W. Rostow dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dam masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk kerja sama antara pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTORAL DAERAH PERKOTAAN DI PROVINSI JAWA TIMUR (STUDI TAHUN ) Skripsi

ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTORAL DAERAH PERKOTAAN DI PROVINSI JAWA TIMUR (STUDI TAHUN ) Skripsi 1 ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTORAL DAERAH PERKOTAAN DI PROVINSI JAWA TIMUR (STUDI TAHUN 1996-2007) Skripsi Diajukan Guna Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 12/02/Th. XIII, 10 Februari 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2009 MENCAPAI 4,5 PERSEN Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2009 meningkat sebesar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai serangkaian usaha dalam perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonomi sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIII, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 TUMBUH MENINGKAT 5,7 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 13/02/Th. XV, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2011 MENCAPAI 6,5 PERSEN Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5 persen dibandingkan

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah bersama dengan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang Berkembang (NSB) pada awalnya identik dengan strategi pertumbuhan ekonomi, yaitu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 55/08/Th. XVI, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013 TUMBUH 5,81 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 50/08/Th.XII, 10 Agustus 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2009 Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian menjadi salah satu indikator kemajuan suatu daerah. Pembangunan ekonomi daerah tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Pembangunan Ekonomi Pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan satu dari banyak permasalahan yang terjadi di seluruh negara di dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini terjadi karena

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI DAN STRUKTUR EKONOMI DI KABUPATEN KUDUS TAHUN

ANALISIS POTENSI DAN STRUKTUR EKONOMI DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANALISIS POTENSI DAN STRUKTUR EKONOMI DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2001-2009 Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 16/02/Th. XVII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2013 MENCAPAI 5,78 PERSEN Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara berkembang hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi yang mengakibatkan lambatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2015 No. 10/02/14/Th. XVII, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN EKONOMI RIAU TAHUN TUMBUH 0,22 PERSEN MELAMBAT SEJAK LIMA TAHUN TERAKHIR Perekonomian Riau tahun yang diukur berdasarkan Produk Domestik

Lebih terperinci

ANALISIS PERGESERAN STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN TABANAN PROVINSI BALI SKRIPSI. Oleh: I WAYAN MARDIANA NIM.

ANALISIS PERGESERAN STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN TABANAN PROVINSI BALI SKRIPSI. Oleh: I WAYAN MARDIANA NIM. ANALISIS PERGESERAN STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN TABANAN PROVINSI BALI SKRIPSI Oleh: I WAYAN MARDIANA NIM. 1306105035 Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa

KATA PENGANTAR. skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahnya yang telah dilimpahkan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 12/02/Th. XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2010 MENCAPAI 6,1 PERSEN Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2010 meningkat sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan ekonomi tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan terlebih dahulu memerlukan berbagai usaha yang konsisten dan terus menerus dari seluruh stakeholders

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional pada suatu wilayah yang telah disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 HALAMAN SAMPUL DEPAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIV, 5 Mei 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 TUMBUH 6,5 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014 No. 63/08/Th. XVII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014 TUMBUH 5,12 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dalam suatu negara sangat penting, karena pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal dan mandiri. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 2 BPS PROVINSI DI YOGYAKARTA No 46/08/34/ThXIX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2017 TUMBUH 5,17 PERSEN LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Struktur Ekonomi dan Pola Perubahan Struktur Ekonomi Struktur ekonomi dapat diartikan sebagai komposisi peranan masingmasing sektor dalam perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010).

I. PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri pengolahan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Industri menurut BPS (Badan Pusat Statistik) adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu menunjukkan ketidak berhasilan dan adanya disparitas maupun terjadinya kesenjangan pendapatan

Lebih terperinci

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) Konsep Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) merujuk pada mobilitas pekerja antar wilayah administrasi dengan syarat pekerja melakukan pulang pergi seminggu sekali atau sebulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Historis. (4) rumah tangga dunia. dalam lima tahap yaitu (Irawan dan Suparmoko, 1992):

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Historis. (4) rumah tangga dunia. dalam lima tahap yaitu (Irawan dan Suparmoko, 1992): BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pertumbuhan Ekonomi a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Historis 1) Karl Butcher Menurut Karl Butcher, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat dibedakan menjadi empat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008 BADAN PUSAT STATISTIK No.43/08/Th. XI, 14 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II- Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II-

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/08/34/Th.XVII, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2015 MENGALAMI KONTRAKSI 0,09 PERSEN,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia MODUL PERKULIAHAN Perekonomian Indonesia Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia Fakultas Program Studi Pertemuan Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 08 84041 Abstraksi Modul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang pada umumnya termasuk di Indonesia masih memunculkan adanya dualisme yang mengakibatkan adanya gap atau kesenjangan antara daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci