BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN"

Transkripsi

1 Pengaruh metode hermeneutik dan penguasaan bahasa figuratif terhadap kemampuan mengapresiasi puisi (eksperimen pada siswa kelas 10 SMA N 1 Karanganom, Klaten tahun 2008/2009) Oleh : Arief Rahmawan NIM K BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Kemampuan Mengapresiasi Puisi a. Apresiasi sastra Apresiasi sastra meliputi seluruh aktivitas seseorang ketika terlibat kontak dengan karya sastra. Kegiatan mengapresiasi dimulai sejak penikmat sastra melakukan pemaknaan terhadap satuan bunyi, pemahaman diksi, pemahaman kalimat, bangunan wacana yang utuh hingga pengungkapan respons atau teks sastra yang telah ia nikmati. Kata apresiasi umumnya sudah sering dipakai untuk menyatakan sikap atau tanggapan terhadap sesuatu misalnya, terhadap seni musik, seni tari, seni sastra sehingga muncullah istilah apresiasi musik, apresiasi tari maupun apresiasi sastra dan sebagainya. Amir Fuady dan Marwoto (1983:1) menyatakan bahwa secara harafiah kata apresiasi berarti pengertian, pengetahuan, atau penghargaan terhadap sesuatu, misalnya karya seni. Dengan demikian, yang dimaksud apresiasi sastra adalah pengetahuan, pengertian atau penghargaan terhadap cipta karya sastra. Apresiasi sastra adalah bentuk pengenalan, perhatian, pemahaman, penikmatan dan penilaian pada karya sastra (Aminuddin, 1995: 69). Hal ini hampir senada dengan pendapat Effendi. Effendi (dalam Suminto A. Sayuti, 1996:2) berpendapat bahwa

2 apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. Apresiasi sastra adalah penaksiran kualitas karya sastra serta pemberian nilai yang wajar berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang jelas, sadar, serta kritis. Apresiasi sastra sangat dekat kaitannya dengan kritik sastra, yang merupakan penelitian dari hasil pengamatan (Henry Guntur Tarigan, 1993: 233) Apresiasi berhubungan dengan sikap dan nilai. Wardani (dalam Jabrohim, 1994:16) menyatakan bahwa proses apresiasi dalam kaitannya dengan tujuan pengajaran dapat dibagi (secara sederhana dan global) menjadi empat yaitu tingkat menggemari, tingkat menikmati, tingkat mereaksi, dan tingkat menghasilkan. Secara ringkas dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) tingkat menggemari, ditandai dengan adanya rasa tertarik terhadap karya sastra serta berkeinginan untuk membacanya, 2) tingkat menikmati, yaitu mulai dapat menikmati cipta sastra karena mulai tumbuh penelitian, 3) tingkat mereaksi, mulai adanya keinginan untuk menyatakan pendapat tentang cipta sastra yang dinikmati, 4) tingkat produktif yaitu mulai menghasilkan karya sastra. Dalam mempelajari sastra, seseorang haruslah memiliki minat dari dalam dirinya. Minat ini dapat timbul apabila sesuai dengan kemauan dan bukan karena paksaan dari siapapun. Jika minat sudah ada, tentunya dapat membentuk sikap seseorang untuk lebih apresiatif terhadap sastra. Dengan demikian, apresiasi sastra bermula dari individu pembaca itu sendiri. Semakin ia tertarik terhadap karya sastra, tingkat apresiasinya pun semakin meningkat pula. Henry Guntur Tarigan (1993: 60) memberikan batasan indikator yang lebih konkret bahwa seseorang dapat dikatakan menikmati sesuatu pada prinsipnya telah dapat memberi penilaian baik-buruknya, indah tidaknya sesuatu itu dan lebih jauh lagi menjadi kritik. Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa apresiasi sastra adalah penikmatan, pemuasan rasa, dan penghargaan terhadap hasil cipta karya sastra yang didasarkan pada pemahaman. Apresiasi memiliki tingkatan dari tahap menggemari, menikmati, mereaksi, dan akhirnya dapat berproduksi.

3 b. Puisi 1) Pengertian Puisi Puisi merupakan karya sastra paling tua dan pertama kali ditulis oleh manusia. Menurut Herman J. Waluyo (2002: 1) puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan katakata kias (imajinatif). Kata-kata dalam puisi benar-benar padat dan terpilih sehingga sangat indah bila dibaca. Namun demikian, setiap kata maupun visualisasi dalam puisi sangat sarat akan makna dan mewakili maksud penulis. Pendapat lain yang mengungkapkan pengertian puisi adalah yang dikemukakan oleh Rakhmat Djoko Pradopo (1997: 7), yaitu puisi merupakan pengekspresian pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi pancaindra dalam susunan yang berirama. Beliau menyimpulkan bahwa ada tiga unsur yang pokok dalam puisi yaitu pertama, hal yang meliputi pemikiran, ide, dan emosi. Kedua, bentuknya dan ketiga kesannya. Semua itu terungkap dengan media bahasa. Puisi menurut Ghazali (2002: 118) berasal dari bahasa Latin, potein yang berarti mencipta. Bahkan Hurt, masih dalam kutipan yang sama, menunjuk sifat hakiki bahasa puisi sebagai bahasa yang tidak lazim. Menurut Ghazali puisi memiliki bahasa yang khas sehingga bahasan puisi juga bersifat khusus. Puisi merupakan wacana penggunaaaan bahasa yang bersifat khusus. Selanggam dengan Ghazali, James Smith dalam Furman (2007: 1) mengatakan bahwa: Poetry is the distillation of the essence of being. At its best, poetry honours the subjective experience of the individual, and presents it in a manner that is metaphorically generalizable. Bertolak pernyataan tersebut, dapat diartikan bahwa puisi adalah sebuah penyaringan atau intisari dari sesuatu. Puisi merupakan sebuah pengalaman subjektif dari seorang individu dan mempersembahkannya ke dalam sebuah cara penggeneralan

4 metafor. Dengan kata lain, puisi merupakan sebuah karya subjektif berdasarkan pengalaman seorang individu yang disajikan dengan bahasa kiasan/metafora) Kosasih (2008: 206) membatasi puisi sebagai bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna. Keindahan puisi disebabkan oleh diksi, majas, rima, dan irama yang terkandung di dalam karya tersebut. Kosasih juga memberikan ciri sebuah puisi sebagai bentuk batasan definisinya sebagai berikut: a) adanya pemadatan segala unsur kekuatan bahasa, b) penyusunan unsur puisi itu dirapikan, diperbagus dan diatur sebaik-baiknya dengan memperhatikan irama dan bunyi, c) puisi berisikan ungkapan penyair dan perasaannya yang didasarkan pengalaman, d) puisi bersifat imajinatif dan bahasanya bersifat konotatif, e) puisi terbentuk oleh struktur fisik (tipografi, diksi, majas, rima dan irama) dan struktur batin (tema, amanat, perasaan, nada dan suasana puisi). Zulfahnur dkk. (1996:6) memberikan pengertian puisi, yaitu salah satu karya sastra yang berbeda dengan bentuk karya sastra lainnya, prosa maupun drama. Perbedaannya terletak pada daya intensifikasi dan konsentrasi yang lebih tinggi di antara ketiganya. Daya intensifikasi terlihat pada pilihan kata yang menimbulkan imajinasi yang berkembang dan konsentrasi terlihat pada kepadatan bahasa yang dipergunakannya. Sejumlah pengertian puisi yang dikemukakan oleh para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian puisi sangat beragam dan berbeda-beda antarpakar, bergantung pada sudut mana puisi itu dipandang. Namun demikian, dapat diperikan secara singkat bahwa puisi adalah karya sastra yang memiliki ciri khas mempergunakan bahasa yang dipadatkan, penuh makna dan memiliki unsur-unsur keindahan. 2) Unsur-Unsur Intrinsik Puisi Unsur-unsur intrinsik puisi adalah unsur yang membangun puisi dari dalam bentuk fisik puisi. Unsur-unsur intrinsik puisi berupa hal-hal yang diungkapkan oleh penyair. Menurut Herman J. Waluyo (2002: 17) unsur intrinsik puisi terbagi menjadi dua golongan, yakni struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik adalah struktur yang dapat terlihat secara eksplisit. Struktur fisik puisi tersebut meliputi diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, rima dan tipografi. Hal- hal yang diungkapkan oleh penyair di

5 dalam puisinya disebut sebagai struktur batin puisi. Struktur batin ini adalah tema, nada dan suasana, perasaan, dan amanat dari puisi. Secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Struktur fisik puisi (1) Diksi Diksi adalah pilihan kata. Puisi memang sangat memperhatikan kata-kata yang digunakannya. Kata-kata yang dipilih penyair dipertimbangkan benar-benar dari berbagai aspek dan efek pengucapannya. Kata-kata yang digunakan sangat khas dan bukan katakata keseharian atau yang dipakai dalam prosa. Seluruh kata mengandung makna dan terasa gelap. Akan tetapi, kata tersebut penuh makna yang bersifat ambigu (2) Pengimajian Pengimajian atau daya bayang dapat diartikan sebagai kata atau susunan kata yang dapat mengungkapkan pengalaman imajinasi. Dengan pengimajian yang kuat, sebuah puisi akan dapat dipahami seolah-olah sebagai suatu karya yang dapat dilihat, dirasakan dan didengar. (3) Kata konkret Kata konkret merupakan penyebab dari pengimajian. Kata konkret akan menimbulkan suatu efek imajinasi yang kuat. Menurut Jabrohim dkk. (2001: 41) kata konkret adalah kata-kata yang digunakan untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud membangkitkan imaji pembaca. (4) Bahasa figuratif Bahasa figuratif atau majas merupakan bahasa yang digunakan untuk mengiaskan ungkapan yang ingin disampaikan oleh penyair. Sebagaimana sifat puisi yang kabur makna, penggunaan majas oleh penyair akan sangat berperan di dalam menciptakan efek multitafsir puisi tersebut. Bahasa figuratif akan lebih dijabarkan lebih mendalam dalam subbab tersendiri. (5) Rima Rima adalah pengulangan bunyi pada puisi untuk memberikan unsur keindahan pada puisi. Dengan rima ini, puisi akan lebih hidup dan enak untuk dibaca. Puisi tidak hanya kental makna tetapi juga mempertimbangkan unsur keindahan bahasa.

6 (6) Tata wajah/tipografi Tata wajah atau tipografi merupakan unsur pembeda penting dengan genre sastra yang lain. Tipografi puisi merupakan cara penyajian penyair di dalam mengungkapkan perasaannya pada sebuah puisi. b) Struktur batin puisi (1) Tema Tema adalah gagasan pokok yang mendasari seluruh isi yang dikemukakan penyair dalam puisinya. Tema bersifat khusus yaitu mengacu pada penyair, objektif, dan lugas. Tema yang biasanya dipakai adalah ketuhanan, demokrasi, kritik sosial, perjuangan, keadilan, keindahan alam, dan lain-lain. (2) Nada dan Suasana Nada adalah pengungkapan sikap penyair terhadap pembaca. Sikap itu akan memunculkan suasana puisi. Suasana puisi merupakan konteks dan latar yang menjiwai isi. Nada yang biasa digunakan adalah sinis, takut, gurauan, mencemooh, khusuk, filosofis dan lain-lain seperti halnya suasana batin seseorang. (3) Perasaan Puisi merupakan pengungkapan perasaan dan pikiran penyairnya. Segala yang tertulis dalam puisi mewakili suasana dan perasaan penyairnya saat itu. Perasaan yang dipancarkan dalam puisi akan dapat ditangkap kalau puisi tersebut dibaca apalagi dengan deklamasi. Hal tersebut akan sangat membantu dalam menemukan latar belakang perasaan puisi tersebut. (4) Amanat Amanat adalah pesan atau nasihat merupakan kesan yang ditangkap oleh pembaca. Amanat menjadi sesuatu yang dapat dipetik hikmahnya dari isi puisi tersebut. Amanat ini biasanya merupakan hal yang ingin disampaikan atau yang dikehendaki oleh penyairnya. Latar belakang dan pengalaman pembaca sangat menentukan di dalam menemukan amanat yang ada dalam puisi. 3) Ciri-ciri Kebahasaan Puisi

7 Puisi memiliki beberapa ciri yang membedakan dengan karya sastra yang lain. Ciri-ciri puisi itu disebut sebagai struktur fisik puisi. Menurut Herman J. Waluyo (2002: 2) struktur fisik puisi adalah sebagai berikut: a) bahasa yang dipadatkan, b) pemilihan kata yang khas dan penuh makna, c) kata-katanya konkret, d) memiliki pengimajian atau pencitraan yang cukup kuat, e) memiliki irama atau ritme bunyi di dalam diksinya, f) memiliki tata wajah yang khas. Sekian pendapat berbagai pakar di atas dapat disintesiskan teori tentang kemampuan mengapresiasi sastra dalam hal ini adalah apresiasi puisi. Kemampuan mengapresiasi puisi adalah kemampuan seseorang di dalam usaha untuk mengenal, memahami, menikmati, menafsirkan, mereaksi dan memproduksi puisi sebagai bentuk penghargaan terhadap puisi tersebut yang didasarkan pada pemahaman. Kemampuan mengapresiasai puisi memiliki empat tingkatan, yaitu tahap menggemari, tahap menikmati, tahap mereaksi dan akhirnya tahap memproduksi. 2. Hakikat Metode Pembelajaran Berbicara tentang metode tentu tidak lepas dari pengertian pendekatan dan teknik. Ketiga hal tersebut saling berhubungan dan terkait antarpengertiannya. Pendekatan merupakan cara dalam mendekati sebuah objek kajian. Sebagaimana Sangidu (2004: 12-14) pendekatan merupakan proses, perbuatan atau cara mendekati. Lebih jelasnya lagi dapat diperikan bahwa pendekatan merupakan proses melakukan langkah konkret dalam usaha untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh peneliti. Lebih spesifik lagi adalah metode yang berasal dari kata methodos dalam bahasa Yunani yang berarti cara atau jalan. Sangidu (2004: 12-14) memberikan batasan bahwa metode merupakan cara kerja yang bersistem untuk memulai pelaksanaan suatu kegiatan penelitian guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Metode berkaitan erat dengan teknik. Adapun teknik merupakan cara melakukan sesuatu berhubungan dengan objek penelitian. Dengan kata yang sederhana, metode merupakan cara yang harus dikerjakan sedangkan teknik merupakan cara melaksanakan metode tersebut (Sudaryanto dalam

8 Sangidu, 2004: 14). Keduanya digunakan untuk meunjukkan konsep yang berbeda tetapi berhubungan langsung dalam operasionalnya. Simpulan akhirnya adalah metode pembelajaran merupakan cara kerja yang bersistem untuk memulai pelaksanaan proses membelajarkan siswa terhadap suatu objek. Metode pembelajaran pada dasarnya merupakan turunan dari sebuah pendekatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran sastra ada empat menurut Abrams dalam Ghazali (2002: 120). Keempat pendekatan pembelajaran sastra itu adalah pendekatan objektif, pendekatan ekspresif, pendekatan mimetik dan pendekatan pragmatik. Selanjutnya, pendekatan ini dapat dijabarkan menjadi beberapa metode. Metode yang dimaksud bervariasi bergantung pada jenis pendekatannya. Dalam penelitian ini, metode yang akan diuraikan terbatas pada metode yang akan dieksperimen dan metode kontrolnya. a. Hakikat Metode Hermeneutik 1) Pengertian Metode Hermeneutik Metode Hermeneutik pada hakikatnya merupakan turunan dari pendekatan sastra pragmatik yang diuraikan oleh Abrams (dalam Tirto Suwondo, 2001: 53). Dalam tulisannya, Tirto Suwondo menjelaskan bahwa Abrams menguraikan empat pendekatan penelitian sastra, yaitu pendekatan ekspresif yang menitikberatkan pada peranan pengarang dalam mencipta karya sastra, pendekatan pragmatik yang menitikberatkan pada peranan pembaca di dalam menghayati karya sastra, pendekatan mimetik yang menekankan pada kemiripan dengan dunia nyata, dan terakhir pendekatan objektif yang menekankan pada strukturalis atau unsur intrinsik karya sastra. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa metode hermeneutik merupakan salah satu langkah operasional dari pendekatan pragmatik yang berusaha mendekati sastra dari aspek peranan pembaca yang menerima puisi. Selanjutnya, metode ini akan dijabarkan dengan beberapa teknik. Secara sederhana, hermeneutik berarti tafsir. Dalam kamus Webster`s Third New International Dictionary dijelaskan definisi hermeneutik sebagai studi tentang prinsip-prinsip metodologis interpretasi dan eksplanasi, khususnya studi tentang prinsip umum interpretasi Bibel (Palmer, 2005:4). Namun demikian, makna tersebut akan memuaskan bagi para penerjemah Bibel. Berbeda dengan pendapat tersebut, Abulad

9 (2007:22) justru menyatakan bahwa hermeneutik sebagai sebuah seni, yaitu seni di dalam menginterpretasikan sebuah teks. Secara lebih lanjut, ia menyimpulkan bahwa hermeneutik bukan usaha mengkontruksi cara berpikir kaku untuk sebuah interpretasi teks yang sahih melainkan keluwesan yang menjadi filosofi utamanya. Untuk kajian yang lebih luas, perlu definisi yang lebih luas pula. Pada hakikatnya, akar kata hermeneutika berasal dari istilah Yunani dari kata kerja hermeneuein yang berarti menafsirkan dan kata benda hermeneia yang berarti interpretasi (Palmer, 2005: 14-15). Palmer mendefinisikan hermeneutik sebagai proses membawa sesuatu untuk dipahami terutama seperti proses ini melibatkan bahasa. Selajutnya, Palmer juga memberikan batasan lebih konkret bahwa hermeneutik memiliki tiga bentuk tahapan makna, yaitu mengungkapkan (to say), menjelaskan (to explain) dan menerjemahkan (to translate). Ketiga tahapan tersebut akan membentuk sebuah makna independen dan signifikan bagi interpretasi atau penafsiran. Dengan demikian, hermeneutik dapat mengacu pada tiga persoalan yang berbeda tersebut. Hal ini didukung oleh Riris K. Toha Sarumpaet (2002: 90) yang mengatakan bahwa hermeneutika lebih banyak menginterpretasikan dan menjelaskan. Sejalan dengan pendapat Palmer tersebut, Newton (1990: 51) menjelaskan bahwa hermeneutik merupakan ilmu atau teori penafsiran yang dilatarbelakangi karena teks sastra yang akan terus ada dan dibaca ada setiap zaman butuh penafsiran padahal penulisnya tentu sudah tidak ada. Suyitno (1999: 185) pun tidak jauh berbeda dalam memberikan pemerian. Hermeneutik berkait erat dengan pencarian makna (significance) yang dalam setiap karya sastra berkemungkinan banyak. Lain halnya dengan pendapat yang disampaikan oleh Iswanto (2001: 81-82) yang membatasi hermeneutik sebagai wujud pembacaan tingkat kedua dengan istilah retroaktif. Sangidu (2004: 19) mendukung pendapat ini bahwa hermeneutik merupakan retroaktif yang prinsip kerjanya dilakukan dengan cara membaca terus menerus teks sastra secara bolak-balik dari awal hingga akhir. Pada dasarnya ia pun sependapat bahwa hermeneutik merupakan ilmu tafsir teks, namun ia menambahkan bahwa hermeneutik merupakan tingkat lanjut dari pembacaan heuristik. Dalam hal ini terbatas hanya pada teks puisi. Abdul Hadi W. M. (2004: 71) memberikan pula batasan bahwa hermeneutik adalah cara menjelaskan makna tersurat dari sebuah teks. Walaupun luas pengertiannya, secara implisit pendapat ini mendukung pendapat ahli di atas.

10 Pendapat yang lebih mudah dipahami dan diterima dikemukakan oleh Suwardi Endraswara (2003: 42) bahwa hermeneutik pada hakikatnya sebuah paradigma yang berusaha menafsirkan teks atas dasar logika linguistik. Logika lingistik ini akan menjelaskan teks sastra dan pemahaman makna dalam menggunakan makna kata dan selanjutnya makna bahasa. Makna kata berhubungan dengan konsep semantik teks sastra dan makna bahasa lebih bersifat kultural. Oleh karena itu, kata-kata tersebut tercermin makna kultural teks sastra. Sekian pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa hermeneutik adalah ilmu penafsiran teks sastra dengan mendasarkan pada makna kata dan makna bahasa. Poespoprodjo (1987: 45) membatasi hermeneutik sebagai proses kejiwaan, suatu seni menentukan atau merekontruksi suatu proses batin. Frederich Ast (dalam Poespoprodjo, 1987: 42) mengajukan tiga buah bentuk pemahaman (verstehen) yaitu pemahaman isi karya, pemahaman bahasa dan pemahaman jiwa penyair. Sejalan dengan pendapat Ast tersebut, Wolf masih dalam Poepoprodjo (1987:42), hermeneutik memiliki dua aspek yakni memahami dan menjelaskan. Pendapat Wolf ini disempurnakan oleh Palmer sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Pendapat terakhir yang dapat disajikan adalah pendapat Sumaryono dan Nyoman Kutha Ratna. Sumaryono (1993: 24) membatasi hermeneutik sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti. Batasan umum ini selalu diangap benar, baik hermeneutik dalam pandangan klasik maupun pandangan modern (Palmer). Nyoman Kutha Ratna (2005: 90) membatasi hermeneutik hampir mirip dengan pendapat Iswanto, yaitu hermeneutik memiliki makna hampir sama dengan interpretasi, pemahaman atau retroaktif. Nyoman berpendapat bahwa sebuah kata sastra memang sangat tepat apabila dianalisis dengan metode hermeneutika. Sejauh ini metode hermeneutika yang menjadi bagian dari pendekatan sastra yaitu pendekatan pragmatik merupakan tindak lanjut dari ketidakpuasan terhadap pendekatan strukturalis yang tidak dapat menjelaskan makna karya sastra secara mendalam (Tirto Suwondo, 2001: 57). Sekian pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa metode hermeneutik merupakan cara memahami dan manafsirkan sebuah teks dengan merekontruksi proses kreatif teks tersebut. Di dalam hermeneutika proses pemahaman berlangsung dengan tahapan mengungkapkan kata-kata kunci, menjelaskan kata tersebut kemudian

11 menerjemahkannya ke dalam makna yang lebih jelas. Di dalam hermeneutika hendaknya usaha pemahaman tersebut dilakukan dengan cara yang secukupnya dan tidak memonopoli makna dengan unsur subjektivitas (Suwardi Endraswara, 2003: 46) 2) Langkah Kerja dan Aspek Kajian Langkah kerja dalam metode hermeneutik ini, didasarkan pada pendapat Palmer (2005) dan Suwardi Endraswara (2003). Tahapan yang dilakukan hampir sama dan sependapat. Secara ringkas dapat dirumuskan langkah kerja metode hermeneutik adalah sebagai berikut: a) menentukan dan mengungkapkan kata kunci-kata kunci yang sarat makna, b) menentukan arti langsung yang primer dari kata kunci yang telah ditentukan, c) jika dirasa perlu, dijelaskan pula arti-arti implisit, d) menentukan tema, e) memperjelas arti simbolik dalam teks, Upaya pemahaman hermeneutik pada dasarnya mengenal sistem bolak-balik (Suwardi Endraswara, 2003: 45). Dalam hal ini hermeneuin harus melakukan dekontekstualisasi (pembebasan teks) dan rekontekstualisasi. Dekontekstualisasi adalah langkah menjaga otonomi teks ketika penafsir melakukan pemaknaan sedangkan rekontekstualisasi adalah langkah yang kembali ke konteks untuk melihat latar belakang terjadi teks dan sebagainya. b. Hakikat Metode Konvensional (Metode Struktural) 1) Pengertian Metode Struktural Metode struktural merupakan salah satu langkah dari operasional dari pendekatan objektif yang menekankan ada aspek unsur intrinsiknya (Abrams dalam Tirto Suwondo, 2001: 53). Selanjutnya secara lebih tegas, Tirto Suwondo memberikan batasan bahwa metode Struktural adalah cara memahami karya sastra dengan memahami unsurunsur atau anasir yang membangun struktur. Adapun tujuannya adalah untuk membongkar dan memaparkan dengan cermat keterikatan semua anasir karya sastra yang bersama sama menghasilkan makna menyeluruh. Hal ini didasarkan pada pendapat Jeans Peaget yang disimpulkan oleh Tirto Suwondo (2001: 53) bahwa dalam pengertian

12 struktur terkandung tiga hal yakni gagasan keseluruhan dalam arti bahwa bagianbagiannya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik, gagasan transformasi, yaitu struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang memungkinkan pembentukan bahan baru, dan terakhir gagasan mandiri, yaitu tidak memerlukan hal-hal dari luar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya. Pada akhir pembahasan, Tirto Suwondo menegaskan bahwa metode struktural memang tidak dapat dihindari namun risiko gagal akan tetap lebih besar apalagi jika objek yang dihadapi adalah karya-karya yang absurd. Suyitno secara sederhana (1999: 185) memerikan kajian struktural menelaah struktur diskursif ke-teks-an puisi untuk menentukan arti konteks. Dalam hal ini telaah tetap mendasarkan pada aspek unsur intrinsiknya. Pendapat selanjutnya adalah pendapat Wiyatmi (2006: 89-91). Wiyatmi menjelaskan bahwa pendekatan Struktural adalah upaya memahami karya sastra secara Close Reading (membaca karya sastra secara tertutup tanpa melihat pengarangnya, hubungannya dengan dengan realitas maupun pembaca). Secara lebih lanjut, dijelaskan bahwa analisisnya difokuskan tetap pada unsur intrinsiknya. Hal ini berarti sejalan dengan pendapat sebelumya. Sebagaimana dengan Tirto Suwondo di atas, Wiyatmi juga menutup kajiannya tentang kajian Struktural dengan simpulan bahwa pendekatan atau metode struktural memang mampu menganalisis dan memaknai karya sastra, tetapi memiliki kelemahan. Kelemahan ini dijelaskan lebih spesifik, yaitu pada kebuntuan analisisnya jika harus memahami karya sastra yang isi dan bahasanya memiliki aspek sosial yang kental. Sangidu (2004: 16) memerikan teori struktural sebagai suatu disiplin ilmu yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam bukunya, dijelaskan bahwa istilah struktur dekat dengan Bapak Strukturalis Bahasa Ferdinand de Sausure. Selanjutnya, dijelaskan pula bahwa struktural menekankan pada unsur-unsur intrinsik karya sastra. Pendapat yang sama diungkapkan oleh Rakhmat Joko Pradopo (2005: ). Pendapat Abrams yang membagi empat pendekatan sastra menjadi dasar dalam pendapat Rakhmat Joko Pradopo ini. Struktural sebagai pendekatan objektif dirumuskan dengan menganggap karya sastra sebagai sesuatu yang otonom dan terlepas dari dunia

13 luar, pengarang maupun pembaca. Dalam metode struktural, hal yang terpenting adalah karya sastra itu sendiri dan khusus yang dianalisis adalah unsur intrinsiknya. Pendapat terakhir adalah pendapat Suwardi Endraswara (2003: 49), struktural merupakan cara berpikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur. Struktur tersebut memiliki konsep yang kompleks sehingga pemaknaan harus diarahkan ke dalam hubungan antarunsur secara keseluruhan. Dalam pengertian yang sama, metode struktural juga dijelaskan mendasarkan pada unsur intrinsik karya sastra. Selanjutnya, Sangidu (2004: 16) juga menjelaskan bahwa metode struktural memiliki beberapa kelemahan yaitu kesubjektivitasan peneliti, analisisnya juga tergoda hanya pada karya ternama saja, karya terasa diasingkan dari relevansi sosialnya. Berdasarkan sekian pendapat, kiranya sudah cukup untuk merumuskan definisi metode struktural. Hal ini diasumsikan banyak pendapat yang tidak jauh berbeda dalam hal pembatasan pengertian metode ini. Pada prinsipnya metode ini mendasarkan aspek unsur intrinsik karya sastra sebagai pisau analisisnya. Simpulan akhirnya, metode struktural adalah sebuah langkah operasional dari pendekatan objektif yang menganalisis karya sastra berdasarkan struktur-struktur pembangun karya sastra tersebut (unsur intrinsik). 2) Langkah Kerja dalam Metode Struktural Metode struktural mengedepankan aspek bentuk dan isi karya sastra. Dalam hal ini unsur intrinsik karya sastra menjadi sorotan utama. Terkait dengan penelitian ini, karya sastra yang dimaksud adalah puisi sehingga unsur intrinsiknya pun adalah unsur intrinsik puisi. Berikut simpulan langkah kerja dari metode struktural yang didasarkan pada pendapat Suwardi Endraswara (2003: 52-53): a) membangun teori struktur sastra sesuai dengan genre yang diteliti. Dalam penelitan ini teori yang dimaksud adalah teori puisi, b) melakukan pembacaan puisi secara cermat, mencatat unsur-unsur struktur yang terkandung dalam puisi tersebut, c) unsur tema sebaiknya didahulukan dalam pembedahan isi tersebut. Tema inilah yang secara komprehensif terkait dengan unsur yang lain,

14 d) menganalisis unsur intrinsik puisi yang lain, struktur fisik (tipografi, diksi, majas, rima, dan irama) dan struktur batin (amanat, perasaan, nada dan suasana puisi), e) menghubungkan penafsiran antarunsur intrinsik yang telah diperoleh menjadi makna struktur yang padu, f) menyimpulkan hasil analisis, Simpulan teori adalah metode pembelajaran puisi merupakan suatu langkah kerja untuk membelajarkan puisi. Pendekatan pembelajaran sastra memang ada empat yang selanjutnya dapat diturunkan menjadi langkah kerja secara teknis yang disebut sebagai metode. Metode yang ditawarkan memiliki keunggulan di dalam membelajarkan puisi adalah metode hermeneutik yang menekankan pada ekspresi pembaca. Berikut disajikan perbedaan metode hermeneutik dan metode konvensional (metode struktural). Tabel 1. Perbedaan Metode Hermeneutik dan Metode Struktural No. Metode Hermeneutik Metode Struktural 1 Berawal dari Pendekatan pragmatik Berawal dari pendekatan objektif 2 Menitikberatkan pada pembaca dalam memahami puisi Menitikberatkan pada struktur atau unsur-unsur intrinsik puisi 3 Puisi dikaitkan dengan dunia lain Puisi dipandang otonom dan terlepas dari dunia lain 4 Objektivitas dijaga oleh hermeneuia Subjektivitas sering muncul di dalam proses mengapresiasi 5 Pengkajian puisi lintas bentuk dan beragam Sulit mengkaji pada puisi-puisi absurd dan kontemporer 6 Objek kajian dapat bervariasi Objek kajian biasanya terbatas pada karya yang pioner 7 Pemahaman makna mendalam Pemahaman makna hanya sebatas struktur atau kulitnya saja 8. Menghargai puisi secara utuh Menghargai puisi secara terpenggalpenggal 9 Apresiasi dapat mencapai pada taraf tertinggi atau berproduksi Apresiasi hanya terbatas penikmatan dan pemahaman masih terbatas Berdasarkan tabel perbedaan antara metode hermeneutik dan metode struktural di atas dapat dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran ini semestinya mengacu pada karakteristik setiap metode. Perbedaan yang tampak pada proses pembelajaran dan kegiatan siswa dalam pembelajaran dapat di lihat pada tabel berikut.

15 Tabel 2. Perbedaan Metode dalam Pembelajaran No. Metode Hermeneutik Metode Struktural 1 Siswa menentukan kata-kata kunci yang berpotensi mengandung makna konotatif pada awal pembelajaran. Siswa menentukan unsur-unsur intrinsik puisi pada awal pembelajaran. 2 Siswa memaknai dan mengapresiasi sebuah puisi dengan mendasarkan pada kata-kata kunci yang ditemukan. 3 Siswa menentukan tema setelah kegiatan penafsiran atau pemaknaan secara utuh. 4 Siswa cukup memahami isi dari makna simbolik yang telah ditentukan. 5 Siswa dapat menentukan unsurunsur intrinsik secara implisit. 6 Siswa dapat berpikir kritis dengan mengaitkan puisi dengan dunia lain puisi. 7 Siswa dapat menganalisis dan mengapresiasi puisi pada bentuki yang beragam dan bervariasi. 8 Siswa menahami puisi secara utuh dan mendalam, bahkan dapat menggali hal yang lebih dari puisi yang dikaji. Siswa memaknai dan mengapresiasi sebuah puisi dengan mendasarkan pada unsur-unsur intrinsik yang ditemukan. Siswa menentukam tema terlebih dahulu sebelum menentukan unsurunsur intrinsik yang lain. Tema ini menjadi pijakan di dalam penafsiran dan pengapresiasian selanjutnya. Siswa harus menetukan dan menganalisis struktur bangun puisi untuk mendapatkan makna struktur. Siswa wajib menentukan unsur-unsur intrinsik secara eksplisit. Siswa memaknai puisi dengan bertolak dari dalam puisi tersebut. Siswa akan mengalami kesulitan mengapresiasi jika dihadapkan pada puisi-puisi kontemporer dan struktur bangunnya bervariasi. Siswa memahami puisi terpenggalpenggal dan terbatas pada kulir luarnya saja. Secara umum, perbedaan di atas sangat mencolok. Metode hermeneutik memahami puisi secara utuh dan tanpa harus menentukan terlebih dahulu unsur-insur intrinsiknya. Metode struktural memang menggauli sastra pada titik unsur bangun puisi itu sendiri. Jika hermeneutik secara tidak langsung telah mampu menganalisis dari dalam puisi, struktural justru masih terbatas pada hal itu. Beberapa hal tersebut memang menunjukkan bahwa hermeneutik lebih maju satu langkah daripada struktural. Memang pada hakikatnya struktural tidak bisa lepas dari kajian sastra namun kegagalan dalam pemahaman menjadi kendala dalam menerapkan metode ini.

16 3 Hakikat Penguasaan Bahasa Figuratif a. Pengertian Bahasa Figuratif Bahasa figuratif menurut Rakhmat Joko Pradopo (1997: 61-62) dipersamakan dengan bahasa kiasan. Bahasa figuratif dirumuskan sebagai bahasa yang menyebabkan sajak menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup dan menimbulkan kejelasan gambaran angan. Selanjutnya pendapat Jabrohim, dkk. (2001: 42-43) yang juga berkiblat pada pendapat Rakhmat Joko Pradopo ini memerikan bahasa figuratif sebagai salah satu unsur intrinsik puisi. Jabrohim mendefinisikan bahasa figuratif pada dasarnya merupakan bentuk penyimpangan dari bahasa normatif, baik dari segi makna maupun rangkaian katanya, dan bertujuan untuk mencapai arti dan efek tertentu. Herman J. Waluyo dalam Jabrohim (2001: 42) menyebut bahasa figuratif sebagai majas. Hal ini juga berarti sebagai bahasa kiasan. Bahasa figuratif ini dapat memancarkan banyak makna dan membuat puisi menjadi prismatis. Sementara itu, Panuti Sujiman dalam Jabrohim (2001:42-43) mendefinisikan kiasan dalam bukunya Kamus Istilah Sastra, yaitu majas yang mengandung perbandingan yang tersirat sebagai pengganti kata atau ungkapan lain untuk melukiskan kesamaan atau kesejajaran makna. Kenney (1966: 64) menyebut bahasa Figuratif sebagai figurative Images atau kiasan figuratif. Simpulan pengertian bahasa figuratif adalah bahasa yang mempergunakan katakata yang susunan dan artinya sengaja disimpangkan dari susunan dan artinya, yang biasa dengan maksud untuk mendapatkan kekuatan ekspresi. Hal ini selaras dengan pendapat Kosasih (2008: 208) yang menyebutkan bahwa bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara pengiasan yakni pengungkapan makna secara tidak langsung. Hal ini dilatarbelakangi agar terhindar dari keterbatasan kata-kata denotatif. b. Jenis-jenis bahasa Figuratif Bahasa kiasan atau bahasa figuratif pada dasarnya memiliki banyak jenis, meski demikian bahasa figuratif memiliki sifat yang umum, yaitu bahasa figuratif tersebut mempertalikan sesuatu dengan menghubungkannya dengan hal yang lain (Alternbernd dalam Rakhmat Joko Pradopo, 1997: 62). Dengan kata lain, bahasa figuratif memperbandingkan sesuatu dengan yang lain. Jenis-jenis bahasa figuratif menurut

17 Rakhmat Joko Pradopo adalah perbandingan (simile), metafora, perumpamaan epos (epic simille), personifikasi, metonimi, sinekdok, dan alegori. Berikutnya, Gorys Keraf (2004: ) membagi bahasa kiasan menjadi 16, yaitu: simile, metafora, alegori/parabel/fabel, personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdok, metonimia, antonomasia, ironi/sinisme/sarkasme, satire, inuendo, antifrasis, pun atau paronomasia. Pendapat yang lebih lengkap adalah pendapat yang disampaikan oleh Gorys Keraf. Untuk itu dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Persamaan (simile) Simile adalah perbandingan yang bersifat langsung atau eksplisit. Dalam majas ini digunakan kata-kata perbandingan seperti, bak, bagaikan, seumpama, serupa dan lainlain. Sebagai contoh: Engkau pelik menarik ingin Serupa dara dibalik tirai (Amir Hamzah) Apabila simile ini diteruskan atau diperpanjang secara bertutur-turut oleh Rakhmat Joko pradopo disebut sebagai perumpamaan epos (epic simille) 2) Metafora Metafora adalah analogi yang membandingkan dua hal secara langsung namun tanpa menggunakan kata-kata pembanding. Sebagai contoh: Bumi ini perempuan jalang (Subagio Sastro Wardoyo) 3) Alegori, parabel, fabel Alegori adalah cerita kiasan. Nama-nama pelaku bersifat abstrak dan tujuannya selalu jelas. Alegori biasanya sering dijumpai pada karya-karya angkatan Pujangga Baru, misal Menuju ke Laut karya Sutan Takdir Alisjahbana. Parabel adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia yang selalu mengandung tema moral. Fabel adalah suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang yang dapat berperilaku selayaknya manusia. 4) Personifikasi Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati seolah-olah memiliki sifat insani. Sebagai contoh: Angin yang meraung di tengah yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami.

18 5) Alusi Alusi adalah acuan yang berusaha menyugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Sebagai contoh, Bandung adalah Paris Jawa. 6) Eponim Eponim adalah gaya yang nama seseorang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Sebagai contoh: Herculles untuk menyatakan kekuatan 7) Epitet Epitet adalah acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Sebagai contoh; lonceng pagi untuk ayam jantan, puteri malam untuk bulan. 1) Sinekdoke Sinekdoke adalah bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto), atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totem pro parte). Sebagai contoh: Setiap kepala dikenakan iuran kematian (pars pro toto) Indonesia telah berhasil merebut juara tinju dunia. (totem pro parte) 9) Metonimia Metonimia adalah bahasa figuratif yang menggunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Sebagai contoh; pena lebih berbahaya dari pedang, ia membeli sebungkus Gudang Garam. 10) Antonomasia Antonomasia adalah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud sebuah epiteta, menggunakan nama diri, gelar, atau jabatan untuk menggantikan nama diri. Sebagai contoh; Yang Mulia tak berkenan menghadiri perhelatan itu. 11) Hipalase Hipalase adalah bahasa figuratif yang menggunakan sebuah kata tertentu untuk menerangkan sebuah kata yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata lain. Sebagai contoh; Ia berbaring di atas bantal yang gelisah.

19 12) Ironi, Sinisme, Sarkasme Ironi adalah sindiran atau suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna yang berlainan dari kata yang digunakan, misal: Tulisanmu bagus sekali sehingga sulit kubaca. Sinisme adalah sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap ketulusan hati, misal Memang Anda adalah orang yang tercantik sehingga mampu menghancurkan bangunan ini. Sarkasme adalah suatu acuan yang lebih kasar dari ironi maupun sarkasme, misal: Mulutmu harimaumu, Aku muak melihat mukamu. 13) Satire Satire adalah uraian yang harus ditafsirkan lain dari makna permukaannya, bentuk ini tidak perlu ditafsirkan sebagai ironi, misal Negara kita memang negara yang sejak dulu memuja kesenangan. 14) Inuendo Inuendo adalah sindiran untuk mengecilkan kenyataan yang sebenarnya, misal Ia menjadi jutawan karena sedikit melakukan KKN. 15) Antifrasis Antifrasis adalah ironi yang menggunakan sebuah kata dengan makna kebalikannya, misal: Lihatlah sang Raksasa telah tiba. (Cebol). 16) Pun atau paronomasia Paronomasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi, misal Engkau kaya, ya kaya monyet, Tanggal dua gigiku tanggal dua. Beberapa definisi ini dapat disimpulkan bahasa figuratif hampir sama dengan majas namun tatarannya lebih luas dari majas. Bahasa figuratif dapat dikatakan sebagai unsur yang menghidupkan puisi dan menjadi daya beda puisi dengan karya sastra yang lain. Puisi menjadi menarik dikaji juga akibat dari adanya bahasa figuratif ini. Jadi, bahasa figuratif adalah bahasa kiasan atau bahasa yang disimpangkan dari kaidah lazim untuk menciptakan efek tertentu dan mengaburkan makna.

20 B. Penelitian yang Relevan Sejauh usaha peneliti mencari penelitian yang relevan dengan penelitian ini, ternyata penelitian yang pernah dilakukan dan dapat dijadikan pembanding jarang ditemukan. Namun demikian, telah ditemukan sebuah penelitian yang hampir sesuai oleh peneliti. Penelitian ini dilakukan oleh Gati Setiti tahun 2001 dengan judul Kemampuan Resepsi Puisi Siswa SLTP Negeri Kodya Salatiga Ditinjau dari Frekuensi Bacaan dan Kemampuan Menguasai Bahasa Figuratif. Simpulan penelitian tersebut adalah terdapatnya hubungan positif antara penguasaan bahasa figuratif dan kemampuan resepsi puisi, terdapat hubungan posisif antara frekuensi bacaaan dan kemampuan resepsi puisi, dan terdapat interaksi yang positif antara siswa yang memiliki penguasaan bahasa figuratif dan frekuensi bacaan terhadap kemampuan resepsi puisi siswa. C. Kerangka Berpikir 1. Perbedaan Kemampuan Mengapresiasi Puisi antara Siswa yang Diajar dengan Metode Hermeneutik dan Siswa yang Diajar dengan Metode Konvensional (Metode Struktural). Pembelajaran apresiasi puisi saat ini cenderung rendah dari segi kualitas. Berbagai faktor kendala selalu melingkupi kegiatan pembelajaran apresiasi ini. Salah satunya adalah kurangnya variasi metode atau lebih tepatnya kesalahan dalam memilih metode yang sesuai (Suwardi Endraswara, 2002: 59). Metode yang umumnya digunakan adalah metode struktural karena metode ini sulit dihindarkan walaupun sebenarnya risiko gagal lebih besar (Tirto Suwondo, 2001: 53). Metode ini hanya menekankan aspek unsur pembangun puisi dari dalam saja atau dapat dikatakan dengan istilah unsur-unsur intrinsik puisi. Siswa hanya diperkenalkan dengan berbagai unsur pembangun puisi yang selanjutnya merekonstruksi puisi tersebut berdasarkan unsur yang telah ditemukan. Pada metode ini, siswa hanya tahu puisi dari kulitnya saja tanpa tahu hakikat atau isi puisi yang hendak disampaikan oleh penyairnya. Siswa cenderung pasif dalam aktivitas pembelajaran. Dengan demikian inti dari kegiatan mengapresiasi belum dapat dijangkau oleh siswa. Siswa masih sekadar menikmati dan hanya mencapai tingkat apresiasi paling rendah.

21 Salah satu metode yang dapat diterapkan di dalam membelajarkan puisi adalah metode hermeneutik. Metode ini merupakan bagian dari pendekatan pembelajaran sastra pragmatik. Metode ini lebih menekan pada aspek penikmatan dan respons pembaca terhadap puisi tersebut. Penikmat atau apresiator bebas mengemukakan berbagai pendapatnya tentang karya sastra yang sedang digauli. Puisi yang menjadi milik penyairnya sudah lepas dan terbang ketika sudah berada di tangan pembaca. Penyair tidak berhak lagi menghakimi pembaca dengan tafsiran yang dikehendakinya. Hal inilah yang mendasari pendekatan pragmatik yang selanjutnya dapat ditindaklanjuti dengan metode hermeneutik. Pada pembelajaran puisi dengan metode ini, siswa sudah tampak aktif di dalam kegiatan mengapresiasi puisi. Target apresiasi pada taraf tertinggi pun dapat dijangkau oleh siswa. Berdasarkan kajian teori, dapat ditarik simpulan bahwa siswa yang diajar dengan metode hermeneutik memiliki kemampuan mengapresiasi puisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan metode struktural. Siswa yang diajar dengan metode hermeneutik dapat mencapai tingkat apresiasi tertinggi. Siswa sudah aktif di dalam kegiatan menggauli puisi. Pada siswa yang diajar dengan metode struktural hanya pasif sehingga aktivitas pembelajaran rendah. Hal ini masih didukung dengan inti kegiatan mengapresiasi yang belum dicapai siswa. 2. Perbedaan Kemampuan Mengapresiasi Puisi antara Siswa yang Memiliki Penguasaan Bahasa Figuratif tinggi dan Siswa yang Memiliki Penguasaan Bahasa Figuratif Rendah. Faktor lain yang berpengaruh terhadap kegiatan pembelajaran apresiasi puisi adalah penguasaan bahasa figuratif siswa. Kemampuan ini selalu melekat pada diri siswa. Penguasaan bahasa figuratif adalah penguasaan bahasa kias yang ada di dalam puisi. Penguasaan bahasa figuratif ini akan berpengaruh terhadap upaya siswa di dalam menerjemahkan bahasa puisi ke dalam bahasa yang lugas sehingga ia dapat dengan mudah memahami isi puisi tersebut. Dengan pemahaman tentang isi puisi ini, siswa akan memiliki kemampuan mengapresiasi yang baik. Siswa dapat merespons puisi tersebut dalam bentuk upaya penikmatan bahkan hingga berproduksi.

22 Penguasaan bahasa figuratif menjadi modal seseorang untuk dapat memahami dan mengapresiasi puisi. Hal ini didasarkan bahwa kedua hal tersebut saling terkait dan memiliki hubungan berbanding lurus. Jika siswa memiliki penguasaan bahasa figuratif yang tinggi, dapat diasumsikan bahwa ia akan memiliki kemampuan mengapresiasi puisi yang tinggi pula. Sebaliknya, siswa yang memiliki penguasaan bahasa figuratif rendah tentu kemampuan mengapresiasi puisinya juga rendah. 3. Interaksi antara Metode Pembelajaran dan Penguasaan Bahasa Figuratif terhadap Kemampuan Mengapresiasi Puisi. Kemampuan mengapresiasi puisi siswa dipengaruhi oleh metode pembelajaran dan penguasaan bahasa figuratif. Pada kelompok eksperimen, proses pembelajaran puisi diberi perlakuan dengan metode pembelajaran hermeneutik. Di dalam kelas ini terdapat dua kelompok siswa, yaitu siswa yang memiliki penguasaan bahasa figuratif tinggi dan rendah. Siswa yang memiliki penguasaan bahasa figuratif tinggi akan memiliki kemampuan mengapresiasi puisi yang tinggi pula. Demikian sebaliknya, siswa dengan penguasaan bahasa figuratif rendah tentu akan memiliki kemampuan mengapresiasi puisi yang rendah. Selanjutnya pada kelas kontrol, yaitu kelas yang menggunakan metode pembelajaran konvensional atau metode struktural, juga terdapat dua kelompok. Siswa yang memiliki penguasaan bahasa figuratif tinggi, kemampuan mengapresiasinya akan tinggi. Selanjutnya, pada siswa yang mempunyai penguasaan bahasa figuratif rendah akan memiliki kemampuan mengapresiasi puisi yang rendah pula. Simpulan alur berpikir ini adalah terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan penguasaan bahasa figuratif terhadap kemampuan mengapresiasi puisi. Kelas dengan perlakuan metode hermeneutik dan siswa memiliki penguasaan bahasa figuratif tinggi, memiliki kemampuan mengapresiasi puisi paling tinggi. Untuk mempermudah pemahaman alur berpikir ini, perhatikan bagan berikut. Tinggi Hermeneutik Tinggi 2a 1a

23 Penguasaan Bahasa Figuratif 3 Proses Pembelajaran Puisi dengan Metode Pembelajaran Kemampuan Mengapresiasi Puisi 2b 1b Rendah Konvensional (Struktural) Rendah Gambar 1. Kerangka Berpikir Keterangan: 1a. Siswa yang diajar dengan metode hermeneutik, kemampuan mengapresiasi puisinya tinggi. 1b. Siswa yang diajar dengan metode konvensional (struktural), kemampuan mengapresiasi puisinya rendah. 2a. ada tidaknya mempunyai penguasaan bahasa figuratif tinggi, kemampuan mengapresiasi puisinya tinggi. 2b. Siswa yang mempunyai penguasaan bahasa figuratif rendah, kemampuan mengapresiasi puisinya rendah. 3 Interaksi antara metode pembelajaran dan penguasaan bahasa figuratif terhadap kemampuan mengapresiasi puisi. D. Hipotesis Penelitian Berlandaskan dekripsi teori dan kerangka berpikir yang telah dijabarkan di atas, dapat diajukan hipotesis, sebagai berikut: 1. Ada perbedaan kemampuan mengapresiasi puisi siswa yang diajar dengan metode hermeneutik dengan siswa yang diajar dengan metode konvensional (struktural). 2. Ada perbedaan kemampuan mengapresiasi puisi siswa yang memiliki penguasaan bahasa figuratif tinggi dengan siswa yang memiliki penguasaan bahasa figuratif rendah. 3. Ada interaksi antara metode pembelajaran dan penguasaan bahasa figuratif terhadap kemampuan mengapresiasi puisi.

24

bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna.

bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna. PUISI bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna. Keindahan sebuah puisi disebabkan oleh: diksi, majas, rima dan irama yang terkandung dalam karya sastra tersebut. Adapun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan

I. PENDAHULUAN. Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan 1 I. PENDAHULUAN Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan mengenai latar belakang penelitian mengenai gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Untuk mengetahui penelitian tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara pengungkapannya. Puisi merupakan karya sastra yang disajikan secara

BAB I PENDAHULUAN. cara pengungkapannya. Puisi merupakan karya sastra yang disajikan secara 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Secara umum karya sastra terbagi atas tiga jenis yaitu puisi, prosa dan drama. Menurut Kosasih (2012:1), ketiga jenis karya sastra tersebut dibedakan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan sastra memiliki hubungan yang erat. Kekuatan sastra berada pada kekuatan dan cara pengarang menggunakan bahasa. Melalui bahasa, seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk karya sastra yang memiliki keindahan dalam bahasanya yaitu puisi. Waluyo (1991:3) mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang paling tua.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang bersifat imajinatif yang lahir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang bersifat imajinatif yang lahir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puisi Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang bersifat imajinatif yang lahir dari perasaan penyair dan diungkapkan secara berbeda-beda oleh masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) menjadi sebuah proses belajar bahasa yang berada pada fase paling penting bagi penguasaan bahasa siswa, karena siswa

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Setelah terkumpul landasan teoretis dan kerangka berpikir pada bab sebelumnya, maka langkah selanjutnya adalah metode. Metode digunakan untuk menyederhanakan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENGGUNAKAN GAYA BAHASA DALAM MENULIS PUISI SISWA KELAS VIII SMPN 3 LAMASI KABUPATEN LUWU

KEMAMPUAN MENGGUNAKAN GAYA BAHASA DALAM MENULIS PUISI SISWA KELAS VIII SMPN 3 LAMASI KABUPATEN LUWU KEMAMPUAN MENGGUNAKAN GAYA BAHASA DALAM MENULIS PUISI SISWA KELAS VIII SMPN 3 LAMASI KABUPATEN LUWU Nirwana Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNCP nirwana@gmail.com Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (3) ling gambaran

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (3) ling gambaran BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Konsep adalah (1) rancangan atau buram surat dan sebagainya; (2) ide atau pengertian yang diabstrakkan dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam penulisan penelitian ini tidak terlepas dari buku-buku dan skripsi pendukung yang relevan dengan judul penelitian ini. Sesuai dengan judul penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hasil Penelitian yang Relevan. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah Pengaruh

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hasil Penelitian yang Relevan. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah Pengaruh 5 BAB II KAJIAN TEORI A. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah Pengaruh Media Pembelajaran Film Dokumenter terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan oleh : EMA WIDIYAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra. Bahasa sudah menjadi sistem

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA Oleh: Supriyadi Wibowo Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK BRAINWRITING PADA PESERTA DIDIK SD/MI KELAS V

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK BRAINWRITING PADA PESERTA DIDIK SD/MI KELAS V PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK BRAINWRITING PADA PESERTA DIDIK SD/MI KELAS V Oleh: Aida Azizah Universitas Islam Sultan Agung Semarang ABSTRAK Peserta didik Sekolah Dasar/Madrasah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah karya imajinatif yang menggunakan media bahasa yang khas (konotatif) dengan menonjolkan unsur estetika yang tujuan utamanya berguna dan menghibur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puisi merupakan ungkapan perasaan yang dihayati oleh penyairnya ke dalam suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang terhadap

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIAPEMBELAJARAN LAGU

PENGARUH MEDIAPEMBELAJARAN LAGU PENGARUH MEDIAPEMBELAJARAN LAGU TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS PUISI DITINJAU DARI PEMAHAMAN BAHASA FIGURATIF (Eksperimen pada Siswa Kelas 10 SMA N 1 Gemolong, Sragen Tahun 2010/2011) oleh RATIH KANTHI HANDAYANI

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MEMPROSAKAN PUISI KEPADA ADIK-ADIKKU KARYA ARIFIN C. NOOR SISWA SMA. Oleh

KEMAMPUAN MEMPROSAKAN PUISI KEPADA ADIK-ADIKKU KARYA ARIFIN C. NOOR SISWA SMA. Oleh KEMAMPUAN MEMPROSAKAN PUISI KEPADA ADIK-ADIKKU KARYA ARIFIN C. NOOR SISWA SMA Oleh Icha Meyrinda Ni Nyoman Wetty S. Mulyanto Widodo Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan e-mail : ichameyrinda@yahoo.com

Lebih terperinci

2015 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN (EXPERIENTIAL LEARNING)

2015 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN (EXPERIENTIAL LEARNING) BAB III Metodologi Penelitian A. Metodologi Penelitian Dalam penelitian diperlukan suatu metode dan teknik penelitian yang sesuai dengan masalah yang diteliti sehingga hasil penelitian bisa dipertanggungjawabkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, memberikan saran atau pendapat, dan lain sebagainya. Semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, memberikan saran atau pendapat, dan lain sebagainya. Semakin tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki peranan yang sangat signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa adanya bahasa, manusia tidak dapat mengungkapkan perasaan, menyampaikan keinginan,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. tertentu, menekankan penuturan atau emosi, menghidupkan gambaran, menunjukkan bahwa bahasa kias mempunyai peranan yang penting dalam

BAB V PENUTUP. tertentu, menekankan penuturan atau emosi, menghidupkan gambaran, menunjukkan bahwa bahasa kias mempunyai peranan yang penting dalam BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam novel AW karya Any Asmara ditemukan enam jenis penggunaan bahasa kias, yaitu simile, metafora, personifikasi, metonimia, sinekdoke dan hiperbola. Fungsi bahasa kias yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang pengarang karya sastra tentu mempunyai berbagai ciri khas dalam

BAB I PENDAHULUAN. Seorang pengarang karya sastra tentu mempunyai berbagai ciri khas dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengetahui dan mengerti maksud sebuah tulisan merupakan tujuan utama dalam membaca karya sastra. Karya sastra dibuat oleh pengarang karena adanya maksud atau

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan

Bab 2. Landasan Teori. Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan Bab 2 Landasan Teori Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian kali ini. Teori tersebut mencangkup teori semantik dan teori pengkajian puisi. Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan terutama pada

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan terutama pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan terutama pada pembelajaran apresiasi sastra khususnya apresiasi puisi perlu dibuat sebuah bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebuah karya sastra itu diciptakan pengarang untuk dibaca, dinikmati, ataupun dimaknai. Dalam memaknai karya sastra, di samping diperlukan analisis unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Bahasa Karya Sastra

BAB I PENDAHULUAN  A. Bahasa Karya Sastra BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan itu beraneka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan keterampilan dasar terpenting pada manusia, yaitu berbahasa. Menurut Tarigan (1986:3), menulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi yang diciptakan oleh sastrawan melalui kontemplasi dan suatu refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi atau cerminan kondisi sosial masyarakat yang terjadi di dunia sehingga karya itu menggugah perasaan orang untuk berpikir tentang

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan maksud tertentu oleh seseorang kepada orang lain. Dengan kata lain, untuk berkomunikasi. Menurut Keraf

Lebih terperinci

ANALISIS MAKNA KIAS DALAM LIRIK LAGU IWAN FALS SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS X

ANALISIS MAKNA KIAS DALAM LIRIK LAGU IWAN FALS SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS X ANALISIS MAKNA KIAS DALAM LIRIK LAGU IWAN FALS SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS X Oleh: Supriyanto Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA Oleh: Ulin Niswah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Adi_Jaddati@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 Tinjauan aspek sosiokultural puisi-puisi pada harian Solopos dan relevansinya sebagai materi ajar alternatif bahasa Indonesia di SMA (harian Solopos edisi oktober-desember 2008) Oleh: Erwan Kustriyono

Lebih terperinci

GAYA BAHASA KIAS DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI ARTIKEL OLEH VERRI YULIYANTO ( )

GAYA BAHASA KIAS DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI ARTIKEL OLEH VERRI YULIYANTO ( ) 1 GAYA BAHASA KIAS DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI ARTIKEL OLEH VERRI YULIYANTO (906212403156) UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA JURUSAN SASTRA INDONESIA JULI 2012 GAYA BAHASA KIAS DALAM NOVEL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Puisi merupakan karya sastra tertua (Waluyo, 1987: 1). Waluyo juga

BAB I PENDAHULUAN. Puisi merupakan karya sastra tertua (Waluyo, 1987: 1). Waluyo juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Puisi merupakan karya sastra tertua (Waluyo, 1987: 1). Waluyo juga menambahkan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang selain dikenal sebagai negara maju dalam bidang industri di Asia, Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra prosa,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yaitu tentang hakikat menulis puisi, hakikat puisi, hakikat metode pembelajaran. Selain itu,

BAB II KAJIAN TEORI. yaitu tentang hakikat menulis puisi, hakikat puisi, hakikat metode pembelajaran. Selain itu, BAB II KAJIAN TEORI Dalam kajian teori di bawah ini diuraikan beberapa hal sebagai landasan penelitian, yaitu tentang hakikat menulis puisi, hakikat puisi, hakikat metode pembelajaran. Selain itu, dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS. menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu

BAB 2 LANDASAN TEORETIS. menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1. Puisi Pengertian puisi Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poites, yang berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sebagai hasil seni,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sebagai hasil seni, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sebagai hasil seni, sastra merupakan hasil cipta manusia yang mengekspresikan pikiran, gagasan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003:

BAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003: 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Lirik Lagu Sebagai Genre Sastra Lirik mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. estetik dan keindahan di dalamnya. Sastra dan tata nilai kehidupan adalah dua fenomena

BAB I PENDAHULUAN. estetik dan keindahan di dalamnya. Sastra dan tata nilai kehidupan adalah dua fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan karya seni, sebagai karya seni yang mengandung unsur estetik dan keindahan di dalamnya. Sastra dan tata nilai kehidupan adalah dua fenomena sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk skripsi di

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk skripsi di 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk skripsi di perpustakaan Universitas Muhammadiyah Purwokerto ada dua yaitu skripsi Muput

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang lagu sehingga lirik-lirik lagunya menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang lagu sehingga lirik-lirik lagunya menarik untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gaya bahasa menimbulkan efek keindahan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Efek keindahan gaya bahasa berkaitan dengan selera pribadi pengarang dan kepekaannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karya sastra penggunaan bahasa dihadapkan pada usaha sepenuhnya untuk

I. PENDAHULUAN. karya sastra penggunaan bahasa dihadapkan pada usaha sepenuhnya untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada karya sastra, bahasa yang dipergunakan berbeda dengan karya ilmiah. Dalam karya sastra penggunaan bahasa dihadapkan pada usaha sepenuhnya untuk pengungkapan

Lebih terperinci

BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA

BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA 8 BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA Resensi atas karya sastra berkaitan erat dengan resepsi sastra. Resensi-resensi karya sastra di surat kabar dapat dijadikan sasaran penelitian resepsi sastra. Dalam bab

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 55 BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Dalam metode penelitian ini akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian, yakni metode penelitian, teknik pengumpulan data, data dan sumber data

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK SKRIPSI Usulan Penelitian untuk Skripsi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran menjadi salah satu kegiatan yang bernilai edukatif, hal ini terjadi karena adanya interaksi antara guru dan siswa. Interaksi yang dilakukan mengharapkan

Lebih terperinci

Dr. WAHYU WIBOWO Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional 2012

Dr. WAHYU WIBOWO Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional 2012 Dr. WAHYU WIBOWO Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional 2012 Untuk memahami Penulisan Kreatif, sebelumnya cobalah pahami perihal manajemen bahasa berikut ini Manajemen bahasa adalah SENI dan ILMU

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah banyak dilakukan salah satunya, penelitian pengajaran sastra dapat peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) merupakan bagian penting dalam kerangka pengembangan pendidikan nasional yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN 1 DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 289 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian sebagaimana perumusan masalah yang telah diajukan di bagian pendahuluan, maka peneliti menyimpulkan berikut ini. 1. Aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEKNIK PANGGIL PENGALAMAN DALAM UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI SISWA KELAS X SMA N 5 PURWOREJO

PENGGUNAAN TEKNIK PANGGIL PENGALAMAN DALAM UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI SISWA KELAS X SMA N 5 PURWOREJO PENGGUNAAN TEKNIK PANGGIL PENGALAMAN DALAM UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI SISWA KELAS X SMA N 5 PURWOREJO Oleh: Farida Tuzzaman Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan lembaga untuk peserta didik. Kurikulum pendidikan sudah beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Melalui karya sastra, seseorang

I. PENDAHULUAN. membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Melalui karya sastra, seseorang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat keyakinan dalam suatu bentuk konkret yang membangkitkan pesona

Lebih terperinci

banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam

banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam 12 Telepon Genggam terdapat banyak gaya bahasa yang khas dan unik serta belum banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa. Dari zaman ke zaman sudah banyak orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi penting pendidikan dalam membangun kualitas bangsa menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Posisi penting pendidikan dalam membangun kualitas bangsa menuntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Posisi penting pendidikan dalam membangun kualitas bangsa menuntut penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara profesional dan terpadu. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap hari media massa dapat memberikan aneka sajian yang dapat dinikmati para pembaca setianya. Dalam satu edisi para pembaca mendapatkan berbagai informasi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1).

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Empat keterampilan berbahasa yang harus dimiliki siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat

Lebih terperinci

ANALISIS LAPIS UNSUR PUISI KUCARI JAWAB KARYA J.E. TATENGKENG

ANALISIS LAPIS UNSUR PUISI KUCARI JAWAB KARYA J.E. TATENGKENG ANALISIS LAPIS UNSUR PUISI KUCARI JAWAB KARYA J.E. TATENGKENG Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA KELAS VII DENGAN MENERAPKAN METODE BELANJA KATA DI SMPN SATU ATAP PENGAMPON

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA KELAS VII DENGAN MENERAPKAN METODE BELANJA KATA DI SMPN SATU ATAP PENGAMPON PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA KELAS VII DENGAN MENERAPKAN METODE BELANJA KATA DI SMPN SATU ATAP PENGAMPON Dwi Novita Ariyaningtyas 1 Heri Suwignyo 2 Karkono 3 Universitas Negeri Malang, Jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. Ungkapan tersebut berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, semangat, dan keyakinan dalam suatu kehidupan, sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Analisis Gaya Bahasa pada Lirik Lagu Grup Band Noah dalam Album Seperti Seharusnya (Edi Yulianto, 2015)

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Analisis Gaya Bahasa pada Lirik Lagu Grup Band Noah dalam Album Seperti Seharusnya (Edi Yulianto, 2015) 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan memberikan pemaparan mengenai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk

Lebih terperinci

MEDIA VIDEO EMOTIF SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN PUISI

MEDIA VIDEO EMOTIF SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN PUISI Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Konteks Global MEDIA VIDEO EMOTIF SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN PUISI M. Syirojudin A malina Wijaya S2 Pendidikan Bahasa Indonesia, Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap kumpulan puisi Puisi Mbeling karya Remy Sylado, didapatkan tiga simpulan yang menjawab persoalanpersoalan dalam

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERMAINAN BAHASA (LANGUAGE GAMES) Tutin Mulyati NIM : 08210086 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Siliwangi Bandung ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar penggunaan bahasa dalam sastra bukan sekedar paham, tetapi yang penting adalah keberdayaan kata untuk meninggalkan kesan kepada pembaca atau pendengarnya. Dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan beberapa hal sebagai berikut: (1)

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan beberapa hal sebagai berikut: (1) BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan beberapa hal sebagai berikut: (1) latar belakang penelitian, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, dan (4) manfaat penelitian. Keempat hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan bahasa ringkas, pilihan kata yang konotatif, banyak penafsiran, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan bahasa ringkas, pilihan kata yang konotatif, banyak penafsiran, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Puisi merupakan bentuk karya sastra yang tersaji menggunakan kata-kata yang indah dan kaya bahasa yang penuh makna (Kosasih, 2008: 31). Keindahan puisi ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian. 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai

BAB I PENDAHULUAN. yang berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang

Lebih terperinci

GAYA BAHASA PUISI TANPA SYARAT PADA AKUN SEBAGAI MEDIA AJAR PEMAKNAAN PUISI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

GAYA BAHASA PUISI TANPA SYARAT PADA AKUN SEBAGAI MEDIA AJAR PEMAKNAAN PUISI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS GAYA BAHASA PUISI TANPA SYARAT PADA AKUN INSTAGRAM @PuisiLangit SEBAGAI MEDIA AJAR PEMAKNAAN PUISI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS Theresia Pinaka Ratna Ning Hapsari, Veronica Melinda Nurhidayati Universitas

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS V SDN SAWOJAJAR V KOTA MALANG

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS V SDN SAWOJAJAR V KOTA MALANG PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS V SDN SAWOJAJAR V KOTA MALANG Dwi Sulistyorini Abstrak: Dalam kegiatan pembelajaran menulis, siswa masih banyak mengalami kesulitan

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR

ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR P ISSN 2614-624X E ISSN 2614-6231 DOI: http://dx.doi.org/10.22460/p.v1i2p%25p.193 ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR Risma Despryanti 1, Riska Desyana 2, Amalia Siddiqa Rahayu 3, Yeni

Lebih terperinci

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang 1 PENDAHULUAN Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan berbagai masalah yang dihadapinya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 27 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah menulis puisi yang dilaksanakan di kelas VIII-D SMP Negeri 44 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 yang berjumlah 28 orang, yaitu

Lebih terperinci