BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Melasma Definisi Melasma adalah hipermelanosis yang terjadi pada daerah wajah yang terkena sinar matahari. Melasma muncul sebagai makula hiperpigmentasi simetris yang dapat konfluen atau belang-belang. Pipi, bibir atas, dagu, dan dahi adalah lokasi yang paling umum tapi kadang-kadang melasma dapat terjadi pada lokasi yang terkena sinar matahari lainnya (Montemarano, 2012). Chloasma adalah istilah sinonim kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan terjadinya melasma selama kehamilan (Montemarano, 2012) Epidemiologi a. Ras Orang dari setiap ras dapat dipengaruhi oleh melasma. Namun, melasma jauh lebih sering terjadi pada jenis kulit gelap daripada jenis kulit cerah dan mungkin lebih sering terjadi pada jenis kulit coklat muda, terutama Hispanik dan Asia, dari wilayah di dunia dengan paparan sinar matahari yang intens (Soepardiman, 2007). b. Jenis Kelamin Melasma jauh lebih umum terjadi pada wanita dibandingkan pada pria. Wanita yang terpengaruh adalah 90% dari kasus. Ketika laki-laki yang terkena, gambaran klinis dan histologis akan identik (Montemarano, 2012). Pada pria, melasma dijumpai pada 10% kasus. Di Indonesia, perbandingan kasus wanita dan pria yaitu 24 : 1 (Soepardiman, 2007).

2 c. Usia Melasma jarang terjadi sebelum pubertas dan paling sering terjadi pada wanita selama masa reproduksi mereka (Montemarano, 2012). Melasma tampak pada wanita usia subur dengan riwayat terpapar pajanan sinar matahari dengan intensitas yang lama. Usia tahun merupakan insidens terbanyak (Soepardiman, 2007) Etiopatogenesis Pada melasma, terjadi hiperpigmentasi akibat peningkatan produksi melanin atau peningkatan proliferasi melanosit yang aktif. Peningkatan produksi melanin ini terjadi tanpa perubahan jumlah melanosit. Mekanisme timbulnya melasma yang terjadi dalam proses pembentukan melanin dapat berupa peningkatan produksi melanosom, peningkatan melanisasi melanosom, pembentukan melanosom yang lebih besar, peningkatan pemindahan melanosom dari melanosit ke keratinosit, serta peningkatan ketahanan melanosom dalam keratinosit (Laperee, 2008). Belum ada teori yang dapat menjelaskan secara pasti bagaimana patogenesis dari penyakit melasma. Beberapa hal yang sering dikaitkan dengan penyakit melasma antara lain adalah pengaruh sinar matahari, kehamilan, penggunaan hormon kontrasepsi, dan kosmetik. Peningkatan produksi melanosom disebabkan karena hormon maupun karena sinar UV. Kenaikan melanosom ini juga dapat disebabkan karena bahan farmakologik seperti perak dan psoralen. Penghambatan dalam malphigian cell turnover juga dapat terjadi karena pemakaian obat sitostatik (Laperee, 2008) Faktor Resiko a. Faktor Endokrin Hormon yang dikenal dapat meningkatkan melanogenesis antara lain Melanin Stimulating Hormone (MSH), ACTH, lipotropin, estrogen, dan progesterone (Damayanti, 2004).

3 b. Predisposisi Genetik Faktor genetik dan ras mempunyai kontribusi bermakna terhadap patogenesis melasma seperti yang diduga pada kejadian melasma familial. Penyakit ini jauh lebih sering ditemukan pada ras Hispanik, Latin, Oriental, dan Indo-Cina. Faktor predisposisi genetik pada melasma sering dijumpai pada penderita dengan tipe kulit III-VI (Jimbow, 2001). c. Faktor Paparan Sinar Matahari Paparan sinar matahari adalah faktor yang sangat berpengaruh dan ini berlaku untuk semua pasien yang mengalami perbaikan atau perburukan apabila terpapar sinar matahari. Eksaserbasi melasma hampir pasti dijumpai setelah terpapar sinar matahari yang berlebihan dan kondisi melasma akan membaik selama musim dingin. Lipid dan jaringan tubuh (kulit) yang terpapar dengan sinar terutama sinar UV dapat menyebabkan terbentuknya singlet oksigen dan radikal bebas yang merusak lipid dan jaringan tersebut. Radikal bebas ini akan menstimulasi melanosit untuk memproduksi melanin yang berlebihan (Montemarano, 2012). d. Faktor Kosmetik Bahan kosmetik yang menimbulkan hiperpigmentasi/melasma yaitu yang berasal dari bahan yang bersifat iritatif atau photosensitizer misalnya minyak bergamot, tar, beberapa asam lemak, minyak mineral, petrolatum, lilin tawon, bahan pewarna seperti Sudan III, para-fenilen diamin, pewangi, dan pengawet kosmetik. Melasma yang terjadi biasanya difus dengan batas tidak jelas dan akan lebih jelas bila terkena sinar matahari (Kariosentono, 2002). e. Faktor Obat-obatan Beberapa obat yang dapat merangsang aktivitas melanosit dan meningkatkan pigmentasi kulit terutama pada daerah wajah yang sering terpapar sinar matahari yaitu obat-obat psikotropik seperti fenotiazin

4 (klorpromazin), amiodaron, tetrasiklin, minosiklin, klorokuin, sitostatika, logam berat, arsen inorganik dan obat antikonvulsan seperti hidantoin, dilantin, fenitoin dan barbiturat (Soepardiman, 2007) Klasifikasi Melasma dapat dikategorikan sebagai tipe epidermal, tipe dermal, atau tipe dermal-epidermal (campuran). Melasma tipe epidermal berarti pigmen (melanin) berada di lapisan kulit yang lebih superfisial yang disebut epidermis. Melasma tipe dermal berarti bahwa pigmen berada dalam lapisan kulit yang lebih dalam. Perbedaan ini penting karena melasma epidermal bereaksi lebih cepat terhadap pengobatan (Rigopoulos, 2007) Gambaran Klinis Lesi melasma tampak sebagai makula coklat terang sampai gelap dengan pinggir iregular. Distribusi dari melasma biasanya simetris pada wajah dan menyatu dengan pola retikular. Terdapat tiga pola utama dari distribusi lesi tersebut yaitu sentrofasial (63%) yang mengenai daerah pipi, dahi, hidung, di atas bibir, dan dagu dan merupakan bentuk yang paling sering ditemukan, malar (21%) yang mengenai pipi dan hidung, serta mandibular (16%) yang mengenai ramus mandibular. Melasma tidak mengenai membran mukosa. Jumlah makula hiperpigmentasi berkisar antara satu lesi sampai multipel dengan distribusi simetris (Rigopoulos, 2007) Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium pada melasma tidak diindikasikan, namun dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan fungsi endokrin, tiroid dan hepatik.

5 b. Pemeriksaan histopatologis Lesi kulit melasma terlihat jelas berbeda dibanding dengan kulit normal. Terdapat tiga gambaran histopatologis dari pigmentasi yaitu epidermal, dermal, dan dermal-epidermal (campuran). Pada melasma tipe epidermal, yang terlihat berwarna kecoklatan, terdapat peningkatan melanin di lapisan basal dan suprabasal. Peningkatan jumlah dan aktivitas melanosit dapat diamati seiring dengan meningkatnya transfer melanosom ke keratinosit. Tipe epidermal lebih responsif terhadap pengobatan. Pada melasma tipe dermal, yang terlihat berwarna abu-abu kebiruan, pigmen melanin yang diproduksi oleh melanosit epidermal memasuki papilla dermis dan diambil oleh makrofag (melanofag) yang sering berkumpul di sekitar pembuluh darah kecil dan berdilatasi. Pada melasma tipe dermal-epidermal (campuran), ditandai dengan adanya deposisi pada lapisan dermal maupun epidermal (Rigopoulos, 2007). c. Pemeriksaan lampu Wood Berdasarkan lokasi pigmen, melasma terbagi dalam tiga tipe. Klasifikasi sebelum pengobatan sangat penting oleh karena lokasi pigmen dapat menentukan pengobatan yang akan dipilih. Untuk membantu dalam menentukan lokasi pigmen, maka pasien harus diperiksa dengan menggunakan lampu Wood sebelum diterapi (Rigopoulos, 2007). Lawrens berpendapat bahwa pemeriksaan dengan lampu Wood tidak dapat membantu meramalkan respon klinis terhadap pengelupasan kulit pada melasma. Hal ini dikarenakan, sebagian besar pasien-pasien melasma memiliki tipe melasma campuran dermal-epidermal. Pemeriksaan dengan lampu Wood tetap berguna untuk menentukan prognosis dari pengobatan melasma. Apabila lesi-lesi terlihat lebih jelas dengan pemeriksaan lampu Wood, maka terdapat kesempatan yang lebih baik untuk terjadinya perbaikan klinis (Rigopoulos, 2007).

6 Pada pemeriksaan dibawah lampu Wood, secara klasik melasma dapat diklasifikasikan menjadi : i. Tipe Epidermal Hiperpigmentasi biasanya berwarna coklat terang apabila dilihat di bawah lampu biasa dan penilaian dengan lampu Wood menunjukkan warna yang kontras antara daerah yang hiperpigmentasi dibanding kulit normal. Sebagian besar pasien melasma termasuk ke dalam kategori ini. Pasien dengan hiperpigmentasi tipe epidermal memiliki respon yang lebih baik terhadap bahan-bahan depigmentasi (Rigopoulos, 2007). ii. Tipe Dermal Hiperpigmentasi biasanya berwarna abu-abu atau abu-abu kebiruan apabila dilihat dibawah lampu biasa dan dengan lampu Wood tidak memberikan warna kontras pada lesi. Pada tipe ini, eliminasi pigmen bergantung pada transport melalui makrofag dan keadaan ini tidak mampu dicapai oleh bahan-bahan depigmentasi (Rigopoulos, 2007). iii. Tipe Dermal-Epidermal (Campuran) Hiperpigmentasi biasanya berwarna coklat gelap apabila dilihat dengan lampu biasa. Apabila dilihat dengan lampu Wood, akan terlihat warna yang kontras pada beberapa daerah lesi sedangkan pada daerah yang lain tidak (Rigopoulos, 2007) Diagnosis Banding a. Riehl s melanosis Riehl s melanosis pertama kali diamati pada tahun Penyakit ini merupakan hiperpigmentasi pada wajah terutama di dahi dan di daerah zygomatic dan / atau di daerah temporal dan saat ini hampir identik dengan dermatitis kontak berpigmen pada wajah (Bleehen, 2004).

7 b. Hori s nevus Hori s nevus, juga dikenal sebagai acquired bilateral nevus of Ota-like macules (ABNOM) atau acquired dermal melanocytosis (ADM), timbul sebagai makula wajah abu-abu kebiruan bilateral. Hori s nevus terlihat pada 0,8% dari populasi Asia dan biasanya mempengaruhi daerah malar tapi lateral temples, alae nasi, kelopak mata, dan dahi juga dapat terlibat. Tidak seperti nevus Ota, pigmentasi dalam nevus Hori bersifat didapat dan tidak melibatkan mukosa. Melasma dan nevus Hori dapat timbul secara bersamaan (Lin, 2006). c. Post-inflammatory hyperpigmentation (PIH) Post-inflammatory hyperpigmentation (PIH) adalah masalah yang sering dihadapi dan merupakan gejala sisa dari berbagai gangguan kulit serta intervensi terapeutik. Hiperpigmentasi ini dapat dikaitkan dengan berbagai proses penyakit sebelumnya yang mempengaruhi kulit seperti infeksi, reaksi alergi, luka mekanik, reaksi terhadap obat, letusan fototoksik, trauma seperti luka bakar, dan penyakit inflamasi misalnya lichen planus, lupus eritematosus, dan dermatitis atopik (Davis, 2010). d. Erythema dyschromicum perstans (ashy dermatosis) Erythema dyschromicum perstans disebut juga dermatosis ceniciento yang berarti ashy dermatosis karena warna abu-abu kebiruannya. Erythema dyschromicum perstans (ashy dermatosis) adalah erupsi kulit yang berbeda dan agak kontroversial yang mungkin lebih baik dianggap sebagai bentuk lichen planus atau lichen planus actinicus (Schwartz, 2013). e. Minocycline pigmentation Minocycline adalah antibiotik yang umum digunakan untuk pengobatan jangka panjang acne vulgaris. Efek samping minocycline yang terdokumentasi dengan baik adalah pigmentasi kulit. Terdapat tiga jenis tipe

8 yang berbeda yaitu: Tipe I, pigmen blue-black/abu-abu di muka di daerah jaringan parut atau peradangan yang terkait dengan jerawat; tipe II, pigmen abu-abu kebiruan pada kulit tungkai bawah dan lengan; tipe III, tersebar warna muddy-brown di daerah paparan sinar matahari. Tipe I dan II berwarna seperti besi dan melanin terletak di ekstrasel dan dalam makrofag di dermis. Tipe III menunjukkan peningkatan melanin spesifik dalam keratinosit basal dan dermal melanophages berwarna hanya untuk melanin (Geria, 2009). f. Senile lentigo Senile lentigo atau age spots merupakan makula hiperpigmentasi kulit yang terjadi dalam bentuk tidak teratur yang muncul paling sering di daerah kulit terkena sinar matahari seperti pada wajah dan punggung tangan. Senile lentigo adalah komponen umum dari kulit yang menua terlihat paling sering setelah usia 50 tahun (Situm, 2010). g. Ephelid Ephelid sering juga disebut freckles yang biasanya diturunkan secara autosomal dominan. Pada ephelid, makula hiperpigmentasi berwarna coklat terang dan timbul pada kulit yang sering terkena sinar matahari. Pada musim panas, jumlahnya akan bertambah, ukurannya menjadi lebih besar dan lebih gelap sedangkan pada musim dingin akan berkurang (Bleehen, 2004) Penatalaksanaan Hasil pengobatan sangat bervariasi antara individu. Pengobatan yang dianjurkan akan sangat tergantung pada jenis melasma, dermal atau epidermal. Pada beberapa orang dengan epidermal melasma, perbaikan yang cepat dialami dalam waktu 4-8 minggu setelah memulai pengobatan, sementara yang lain mungkin memakan waktu berbulan-bulan untuk mendapatkan perbaikan. Ini

9 mungkin memerlukan waktu untuk merespon terhahap pengobatan (Montemarano, 2012). Obat-obat yang diresepkan untuk melasma disebut bleaching atau "depigmentasi" yaitu agen yang menyebabkan kulit untuk berhenti membuat melanin. a. Agen Depigmentasi Agen ini menghambat enzim kunci yang terlibat dalam sintesis melanin. b. Agen Antibiotik Agen ini menghambat sintesis DNA dan enzim mitokondria untuk mengganggu melanosit hiperaktif. Biasanya melanosit yang berfungsi tidak terhambat. c. Retinoid Agen ini mengatur pertumbuhan dan proliferasi sel Pencegahan Penghindaran sinar matahari adalah langkah yang paling penting dalam mengobati melasma dan mencegah kembalinya melasma. Sinar matahari merupakan pemicu yang kuat dari pembentukan pigmen pada orang yang rentan terhadap melasma. Hal ini cukup kuat untuk melawan efek dari obat-obatan, bahkan melalui jendela mobil atau pada hari berawan (Montemarano, 2012). Jika penderita akan terkena sinar matahari, maka penderita harus mengambil langkah-langkah berikut untuk mencegah sinar matahari terkena pada daerah wajah : a. Memakai topi dengan pinggiran untuk menaungi wajah. b. Menggunakan payung matahari. c. Oleskan tabir surya setiap hari.

10 Ketika memilih tabir surya, harus dipertimbangkan hal-hal berikut : a. Gunakan tabir surya dengan zinc oxide atau titanium dioxide. Formulasi yang "micronized" dapat berbaur lebih baik dengan kulit yang lebih gelap. b. Gunakan tabir surya yang melindungi terhadap sinar UV. c. Gunakan tabir surya yang terdaftar sebagai SPF 30 atau lebih Evaluasi Pengobatan Evaluasi hasil pengobatan penelitian uji klinis pada melasma dapat dibagi menjadi teknik evaluasi subjektif dan objektif (Lawrence, 1997). a. Teknik evaluasi subjektif Meskipun mutunya lebih rendah dibanding teknik evaluasi objektif, evaluasi subjektif terutama The Physician s Global Assessment (PGA) merupakan the primary efficacy endpoint untuk mengevaluasi pengobatan terbaru. PGA adalah the primary efficacy endpoint pada uji klinis melasma. Secara klinis, PGA merupakan pengukuran subjektif yang relevan dari perubahan keparahan pigmentasi selama pengobatan dibandingkan dengan awal pengobatan (Lawrence, 1997). Sistem pengukuran yang paling sering digunakan adalah Melasma Area and Severity Index (MASI) score dan pertama kali dipakai oleh Kimbrough- Green et al untuk penilaian melasma. MASI adalah suatu cara untuk mengukur secara teliti keparahan melasma dan perubahan selama terapi. Skor MASI dihitung pertama sekali dengan menilai area hiperpigmentasi di wajah. Empat area yang dievaluasi yaitu dahi (F), pipi kanan (MR), pipi kiri (ML), dan dagu (C), yang disesuaikan secara berurutan dengan 30%, 30%, 30%, dan 10% dari seluruh wajah (Lawrence, 1997). Selain itu, Melasma Severity Scale (MSS) merupakan sistem skoring empat tingkat (skala kategorik) yang menilai keparahan melasma (Lawrence, 1997).

11 b. Teknik evaluasi objektif Berbagai teknik evaluasi objektif telah digunakan pada penelitian uji klinis melasma, seperti reflectance spectroscopy, fotografi, fluorescent video recording dan corneomelametry, dan histologi (Lawrence, 1997) Prognosis Dermal pigmen mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk menyembuh daripada epidermis pigmen karena tidak ada terapi yang efektif mampu menghilangkan pigmen kulit. Namun, pengobatan tidak harus ditahan hanya karena dominan dermal pigmen. Sumber pigmen kulit adalah epidermis, dan jika epidermal melanogenesis dapat dihambat untuk waktu yang lama, pigmen kulit tidak akan mengisi dan perlahan-lahan akan menyembuh (Montemarano, 2012). Kasus resisten atau rekuren melasma sering terjadi jika penghindaran terhadap sinar matahari tidak diperhatikan (Montemarano, 2012). 2.2 Kualitas Hidup Definisi Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika dihadapi dengan positif, maka akan baik pula kualitas hidupnya. Tetapi, lain halnya jika dihadapi dengan negative, maka akan buruk pula kualitas hidupnya. Menurut WHO (1994), kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan yang terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan social, dan hubungan spiritual kepada karakteristik lingkungan mereka.

12 2.2.2 Komponen Kualitas Hidup Melasma dapat memiliki efek emosional dan psikologis yang signifikan pada mereka yang terkena dampak dengan kondisi tersebut. Pada masa lalu, dampak melasma pada health-related quality of life (HRQoL) telah dinilai dengan menggunakan ukuran umum penyakit kulit yang sama-sama mempertimbangkan secara fisik dan tekanan psikososial yang timbul dari adanya suatu kelainan dermatologis (Cestari, 2006). Terdapat beberapa instrumen untuk mengukur tingkat kualitas hidup seseorang pasien yang menderita penyakit kulit dan yang paling umum digunakan adalah World Health Organization Quality of Life (WHOQoL), SKINDEX-16, dan Dermatology Life Quality Index (DLQI). Namun, instrumen yang paling tepat digunakan untuk mengukur tingkat kualitas hidup penderita melasma adalah MelasQoL. Pertanyaan yang terdapat dalam MelasQoL lebih sesuai untuk mengevaluasi secara obyektif efek melasma pada tingkat kualitas hidup penderitanya daripada instrumen-instrumen lain. Skor MelasQoL dapat membantu panduan metode pengobatan serta melacak peningkatan HRQoL pada pasien (Cestari, 2006). Balkrishnan et al melaporkan bahwa aspek yang paling terpengaruh oleh melasma adalah kehidupan sosial, rekreasi, waktu luang, dan kesejahteraan emosional. Selanjutnya, Dominguez et al mengadaptasi MelasQoL berbahasa Spanyol (Sp- MelasQoL) untuk secara khusus menargetkan perempuan Latin. Pertanyaan MelasQoL diadaptasi, diterjemahkan, dan secara internal divalidasi untuk digunakan dalam masyarakat berbahasa Spanyol. Para penulis melaporkan kesehatan fisik, kesejahteraan, kehidupan sosial, dan uang sebagai domain yang paling terpengaruh oleh melasma. Skala MelasQoL telah diadaptasi dan divalidasi untuk etnis dan kebangsaan lainnya, termasuk Brazil Portuguese (MelasQoL-BP), Perancis (MelasQoL-F), dan Turki (MelasQoL-TR), yang menunjukkan bagaimana melasma dapat berdampak pada kualitas hidup dan keprihatinan kosmetik untuk semua pasien tanpa memandang ras atau phototype (Rossi, 2011).

13 2.2.3 Kualitas Hidup Penderita Melasma Hiperpigmentasi pada muka penderita melasma menimbulkan rasa kurang percaya diri akan penampilan wajah. Hal ini menyebabkan terjadinya masalah emosi yaitu masalah psikologis pada kalangan penderita melasma. Penampilan yang kurang nyaman menimbulkan lingkungan yang kurang erat dengan orang lain. Hal ini menyebabkan penderita melasma menjauhkan dirinya dari keramaian orang dan mengurangi kegiatan di luar rumah dan kegiatan yang membutuhkan tenaga orang ramai. Selain dari masalah psikologis, melasma juga dapat menimbulkan masalah sosial. Dengan menghindari orang, penderita melasma menjalin hubungan sosial yang kurang erat. Hal ini bukan hanya mempunyai efek pada penderita tetapi juga pada negara (Cestari, 2006). Seperti diketahui MelasQoL diadaptasi, diterjemahkan dan divalidasi dalam berbagai bahasa. Sp- MelasQoL yang digunakan oleh Dominguez untuk penelitian pada perempuan Latin menunjukkan hasil bahwa peserta yang kurang berpendidikan, yang menerima perawatan sebelumnya, dan peserta yang menderita melasma untuk jangka waktu yang panjang menunjukkan tingkat kualitas hidup yang rendah. Pada MelasQoL-F yang digunakan dalam penelitian pada perempuan di negara Perancis menunjukkan hasil bahwa tingkat kualitas hidup banyak dipengaruhi oleh melasma pada hubungan kekeluargaan dan kehidupan sosial. MelasQoL-BP yang telah digunakan untuk penelitian yang dilakukan di Brazil oleh Cestari menunjukkan hasil bahwa domain tingkat kualitas hidup yang paling terpengaruh oleh melasma adalah penampilan, frustrasi, malu, depresi, hubungan dengan orang lain, dan merasa tidak menarik. Pada MelasQoL- TR yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Dogramaci di Turki menunjukkan hasil bahwa penderita melasma paling terpengaruh oleh penampilan kulit, frustrasi, merasa tidak menarik bagi orang lain, dan memiliki rasa terbatas kebebasan (Chen, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa

BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma (juga dikenal sebagai chloasma atau topeng kehamilan) berasal dari bahasa Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma adalah hipermelanosis yang didapat yang umumnya simetris berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) mendefinisikan

I. PENDAHULUAN. World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) mendefinisikan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) mendefinisikan kesehatan sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan kesejahteraan sosial yang baik, bukan sekedar tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melasma adalah kelainan pigmentasi didapat dengan gambaran klinis berupa makula cokelat muda hingga cokelat tua pada daerah terpajan matahari, contohnya wajah dan leher

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwarna coklat muda sampai coklat tua, dan mengenai daerah yang sering terpajan

BAB I PENDAHULUAN. berwarna coklat muda sampai coklat tua, dan mengenai daerah yang sering terpajan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Melasma adalah hipermelanosis didapat, berupa bercak yang tidak teratur, berwarna coklat muda sampai coklat tua, dan mengenai daerah yang sering terpajan sinar ultraviolet.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melasma merupakan kelainan yang ditandai lesi makula hiperpigmentasi pada kulit yang sering terpapar sinar matahari seperti wajah, leher, atau lengan. Melasma masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan wrinkle/kerutan kulit, kulit yang kasar, kulit kering,

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan wrinkle/kerutan kulit, kulit yang kasar, kulit kering, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan dini (PD) adalah proses degeneratif yang melibatkan kulit dan sistem penyokong kulit, 1 berupa perubahan stuktural dan elastilitas kulit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komponen warna kulit manusia termasuk di dalamnya adalah melanin,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komponen warna kulit manusia termasuk di dalamnya adalah melanin, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Melasma 2.1.1 Pendahuluan Komponen warna kulit manusia termasuk di dalamnya adalah melanin, darah dalam pembuluh kapiler superfisial, kolagen, dan bahan kimia lainnya yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan tingkat ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan tingkat ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan tingkat ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi menengah ke atas. Hingga nilai beli terhadap sesuatu yang sekunder

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa, bersifat kronis residif dengan lesi yang khas berupa plak eritema berbatas

Lebih terperinci

KRIM I M P EMU M TI T H I Bleaching Cream Dra. a N. az a liln i i n w i at a y t,m,. M S. i S. i,. A, p A t p

KRIM I M P EMU M TI T H I Bleaching Cream Dra. a N. az a liln i i n w i at a y t,m,. M S. i S. i,. A, p A t p KRIM PEMUTIH Bleaching Cream Dra.Nazliniwaty,M.Si.,Apt Sediaan kosmetika memutihkan kulit Masalah Hiperpigmentasi Warna Hitam Berupa Bercak Bercak Setempat Pada Kulit Warna kulit Jumlah pigmen terbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan secara kosmetik tapi juga dapat menyebabkan menurunnya kepercayaan diri seseorang. Vitiligo

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO PENDERITA MELASMA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

FAKTOR RISIKO PENDERITA MELASMA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH 1 FAKTOR RISIKO PENDERITA MELASMA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa Program Strata-1 Kedokteran Umum PRANANINGRUM DWI OKTARINA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 35 III. METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin 3.2 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris (AV) adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmaja, 2015). Akne

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Melasma merupakan kelainan kulit yang perkembangannya dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Melasma merupakan kelainan kulit yang perkembangannya dipengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melasma merupakan kelainan kulit yang perkembangannya dipengaruhi oleh interaksi lingkungan dan hormonal pada individu yang memiliki suseptibilitas secara genetik (Handel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu peradangan kronik dari folikel pilosebasea yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas (Siregar, 2013). Gambaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jerawat, atau dalam bahasa medisnya disebut akne, merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai secara global pada remaja dan dewasa muda (Yuindartanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1% dari

BAB I PENDAHULUAN. hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Vitiligo adalah kelainan pigmentasi kulit yang didapat, ditandai dengan adanya makula hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1%

Lebih terperinci

Nama : Fitria Intan Beladina NIM: FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2012

Nama : Fitria Intan Beladina NIM: FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2012 Nama : Fitria Intan Beladina NIM: 092010101034 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2012 Ingin tampil cantik tanpa operasi? Tidak menyebabkan perubahan sel atau jaringan sekitar yang tidak bermasalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema batas tegas ditutupi

Lebih terperinci

TESIS ALMOND WIBOWO NIM:

TESIS ALMOND WIBOWO NIM: TESIS TRANEXAMIC ACID LEBIH MENURUNKAN SKOR MELASMA DARIPADA TRIPLE COMBINATION (hidrokuinon 4%, tretinoin 0,05%, fluosinolon asetonid 0,01%) PADA PROSES ANTI AGING KULIT ALMOND WIBOWO NIM: 1090761001

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Vitiligo merupakan suatu gangguan pigmentasi, ditandai dengan adanya depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya fungsi melanosit epidermis

Lebih terperinci

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta Hubungan Lamanya Paparan Kosmetik dengan Timbulnya Acne Vulgaris pada Mahasiswi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Melasma 2.1.1 Pendahuluan Melasma merupakan kelainan hipermelanosis yang sangat sering dijumpai, bersifat didapat, dengan distribusi simetris pada daerah yang sering terpapar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena beberapa penyakit sistemik dapat bermanifestasi ke rongga mulut (Mays dkk., 2012). Stomatitis aftosa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dermatitis Atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit kronik, berulang. serta predileksi yang khas (Patrick, 2008).

I. PENDAHULUAN. Dermatitis Atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit kronik, berulang. serta predileksi yang khas (Patrick, 2008). 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit kronik, berulang yang berhubungan dengan simptom atopik lain seperti rhinitis alergi, konjungtivitis alergi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat adalah kondisi yang paling umum dilakukan oleh dokter di seluruh dunia (Ghosh dkk, 2014). Penyakit akne ini merupakan penyakit peradangan pada unit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris adalah suatu penyakit peradangan menahun dari folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris merupakan kelainan folikuler umum yang mengenai folikel sebasea (folikel rambut) yang rentan dan paling sering ditemukan di daerah muka, leher serta badan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI LAPORAN PRAKTIKUM Oral Infection by Staphylococcus Aureus in Patients Affected by White Sponge Nevus: A Description of Two Cases Occurred in the Same Family Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J 52010

Lebih terperinci

KORELASI KLINIKOPATOLOGIS PADA KELAINAN KULIT HIPERPIGMENTASI

KORELASI KLINIKOPATOLOGIS PADA KELAINAN KULIT HIPERPIGMENTASI Tinjauan Pustaka KORELASI KLINIKOPATOLOGIS PADA KELAINAN KULIT HIPERPIGMENTASI Melyawati, Hanny Nilasari, Sondang P. Sirait, Rahadi Rihatmadja, Retno Widowati Soebaryo Departemen Ilmu Kesehatan Kulit &

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analitik dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian yang hanya dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. analitik dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian yang hanya dilakukan digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian yang hanya dilakukan

Lebih terperinci

MEKANISME KERJA WHITENING AGENT MAKALAH

MEKANISME KERJA WHITENING AGENT MAKALAH MEKANISME KERJA WHITENING AGENT MAKALAH Disusun Oleh : Apriana Rohman S 07023232 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2011 A. LATAR BELAKANG Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa setiap wanita

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENUSUKAN TITIK ZUSANLI (ST 36) DAN TAICHONG (LR 3) PADA KASUS MELASMA IBU GURU SMPN III COLOMADU, KARANGANYAR

EFEKTIFITAS PENUSUKAN TITIK ZUSANLI (ST 36) DAN TAICHONG (LR 3) PADA KASUS MELASMA IBU GURU SMPN III COLOMADU, KARANGANYAR EFEKTIFITAS PENUSUKAN TITIK ZUSANLI (ST 36) DAN TAICHONG (LR 3) PADA KASUS MELASMA IBU GURU SMPN III COLOMADU, KARANGANYAR Joko Tri Haryanto, Abhiseka Kristiyana Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan

Lebih terperinci

Quality of Life of Melasma Patients at Dr. H. Abdul Moeloek Hospital in Lampung

Quality of Life of Melasma Patients at Dr. H. Abdul Moeloek Hospital in Lampung Quality of Life of Melasma Patients at Dr. H. Abdul Moeloek Hospital in Lampung Hadiyati PU, Sibero HT, Apriliana E Medical Faculty, Lampung University Abstract Hypermelanosis which is found such as melasma,

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang akne. 2 Selain dari keluhan kosmetik, akne mempengaruhi setiap aspek kehidupan BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang kesehatan psikodermatologi atau psikokutan berfokus pada interaksi antara pemikiran,

Lebih terperinci

Hidrokinon dalam Kosmetik

Hidrokinon dalam Kosmetik Hidrokinon dalam Kosmetik Kita ketahui bahwa kosmetik sangat beragam jenisnya, mulai dari kosmetik untuk wajah, kulit, rambut, hingga kuku. Namun diantara ragam jenis kosmetik tersebut, yang sering menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif dengan patogenesis yang masih belum dapat dijelaskan dengan pasti hingga saat ini. Pasien dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemfigus merupakan kelompok penyakit bula autoimun yang menyerang kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan terjadinya bula intraepidermal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit sehat merupakan idaman semua orang terutama bagi kaum perempuan oleh karena itu mayoritas masyarakat menggunakan produk kosmetik pemutih yang beredar di pasaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor penunjang, terutama wajah yang bersih tanpa akne merupakan modal penting dalam pergaulan dan karier.

Lebih terperinci

ABSTRAK PROFIL PIODERMA PADA ANAK USIA 0-14 TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI JUNI 2016

ABSTRAK PROFIL PIODERMA PADA ANAK USIA 0-14 TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI JUNI 2016 ABSTRAK PROFIL PIODERMA PADA ANAK USIA 0-14 TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI 2015- JUNI 2016 Pioderma merupakan infeksi kulit yang disebabkan oleh kuman staphylococcus, streptococcus,

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis

BAB l PENDAHULUAN. disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamatif kronis, disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis diseminata (Leung et al, 2003). Manifestasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris atau jerawat adalah penyakit peradangan menahun folikel polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmadja, 2007).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat proses tersebut maka tampak skuama, eritema dan indurasi. 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat proses tersebut maka tampak skuama, eritema dan indurasi. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.I Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis ditandai dengan adanya hiperkeratosis dan penebalan lapisan epidermis yang diikuti dengan peningkatan vaskularisasi dan infiltrasi sel radang

Lebih terperinci

BAB II. Penuaan Dini pada Wanita Jepang

BAB II. Penuaan Dini pada Wanita Jepang BAB II Penuaan Dini pada Wanita Jepang 2.1 Penuan Dini Banyak orang berfikir bahwa penuaan merupakan hal yang sangat biasa, bahkan bagi sebagian orang penuaan dianggap tidak terlalu penting untuk kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan gambaran klinis polimorfi, yang terdiri atas wujud kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul,

Lebih terperinci

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan. Giant Condyloma Acuminatum

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan. Giant Condyloma Acuminatum : : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan Giant Condyloma Acuminatum Tanggal kegiatan : 23 Maret 2010 : GCA merupakan proliferasi jinak berukuran besar pada kulit dan mukosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana seseorang mengalami perubahan sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke arah bentuk tubuh orang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Metode Baumann Metode Baumann adalah sebuah metode untuk menentukan tipe wajah berdasarkan kadar kandungan minyak pada wajah. Beberapa studi telah menunjukkan jika banyak pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan baik fisik maupun psikis. Salah satu bercak putih pada kulit adalah vitiligo,

BAB I PENDAHULUAN. gangguan baik fisik maupun psikis. Salah satu bercak putih pada kulit adalah vitiligo, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Munculnya bercak berwarna putih pada kulit seseorang sering menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis. Salah satu bercak putih pada kulit adalah vitiligo, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan di dunia. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan epilepsi menyerang 70 juta dari penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Akne Vulgaris merupakan permasalahan yang sangat akrab diperbincangkan baik di kalangan dewasa muda maupun remaja. Saat ini tidak begitu banyak sumber yang memuat tulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah bekas lesi infeksi sekunder skabies yang sering terjadi dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah bekas lesi infeksi sekunder skabies yang sering terjadi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekas lesi bisa mengganggu bagi banyak orang karena menurunkan rasa percaya diri. Sebuah bekas lesi dapat menghabiskan waktu lama untuk memudarkannya atau bahkan bisa

Lebih terperinci

PROFIL MELASMA PADA PEREMPUAN USIA TAHUN MENGGUNAKAN LAMPU WOOD DI REJUVA SKIN & BEAUTY SURABAYA

PROFIL MELASMA PADA PEREMPUAN USIA TAHUN MENGGUNAKAN LAMPU WOOD DI REJUVA SKIN & BEAUTY SURABAYA PROFIL MELASMA PADA PEREMPUAN USIA 16-65 TAHUN MENGGUNAKAN LAMPU WOOD DI REJUVA SKIN & BEAUTY SURABAYA SKRIPSI Oleh: Nama : Kenneth Martino Djajapranata NRP : 1523013065 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis seboroik merupakan suatu kelainan kulit papuloskuamosa kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang banyak mengandung kelenjar

Lebih terperinci

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Dermoskopi Sebagai Teknik Pemeriksaan Diagnosis dan Evaluasi Lesi

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Dermoskopi Sebagai Teknik Pemeriksaan Diagnosis dan Evaluasi Lesi : : Dermoskopi Sebagai Teknik Pemeriksaan Diagnosis dan Evaluasi Lesi Pigmentasi : penggunaan dermoskopi telah membuka dimensi baru mengenai lesi pigmentasi. Dermoskopi merupakan metode non-invasif yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan kronik unit pilosebasea (Zaenglein dkk., 2008). Penyakit ini dianggap sebagai kelainan kulit

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis atopik atau gatal-gatal masih menjadi masalah kesehatan terutama pada anak-anak karena sifatnya yang kronik residif sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja. 1 BAB I A. Latar Belakang Penelitian Akne merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan komedo, papul, pustul, nodul dan kista pada wajah, leher,

Lebih terperinci

KUALITAS HIDUP PENDERITA MELASMA PADA IBU-IBU PENGUNJUNG POS PELAYANAN TERPADU (POSYANDU) DI KELURAHAN TANJUNG REJO KARYA TULIS ILMIAH

KUALITAS HIDUP PENDERITA MELASMA PADA IBU-IBU PENGUNJUNG POS PELAYANAN TERPADU (POSYANDU) DI KELURAHAN TANJUNG REJO KARYA TULIS ILMIAH KUALITAS HIDUP PENDERITA MELASMA PADA IBU-IBU PENGUNJUNG POS PELAYANAN TERPADU (POSYANDU) DI KELURAHAN TANJUNG REJO KARYA TULIS ILMIAH Oleh : SARAVANAN NAIR A/L PATHMANABAN 110100467 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

Kanker Kulit. Skin Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Kulit. Skin Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Kulit Kanker kulit merupakan kanker yang umum terjadi. Tingkat insidensi kanker kulit di seluruh dunia telah meningkat pesat. Meskipun tingkat insidensi di Hong Kong jauh lebih rendah daripada negara-negara

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ruang lingkup disiplin ilmu kesehatan kulit. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian - Tempat penelitian : Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan kulit (Weedon et. al., 2010). Karsinoma sel basal terutama terdapat

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYESUAIAN DIRI PADA PENDERITA VITILIGO

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYESUAIAN DIRI PADA PENDERITA VITILIGO FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYESUAIAN DIRI PADA PENDERITA VITILIGO Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laki-laki. Keagungan dan kekuasaan laki-laki dapat jatuh dan bertekuk lutut di

BAB I PENDAHULUAN. laki-laki. Keagungan dan kekuasaan laki-laki dapat jatuh dan bertekuk lutut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecantikan adalah anugerah terindah bagi wanita. Kecantikan memiliki kemampuan magnetik luar biasa yang mampu meruntuhkan dunia laki-laki. Keagungan dan kekuasaan laki-laki

Lebih terperinci

: Satu Kasus Tersangka Dermatomiositis Yang Menunjukan

: Satu Kasus Tersangka Dermatomiositis Yang Menunjukan : Satu Kasus Tersangka Dermatomiositis Yang Menunjukan Perbaikan Dengan Terapi Metilprednisolon Abstrak : Dermatomiositis adalah kasus jarang ditemukan, ditandai berupa miopatia inflamatorik idiopatik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, kista, dan pustula.(tahir, 2010). Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat (Akne Vulgaris) merupakan penyakit kulit peradangan kronik folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dengan gambaran klinis berupa komedo, papul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan suatu organ yang berada pada seluruh permukaan luar

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan suatu organ yang berada pada seluruh permukaan luar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kulit merupakan suatu organ yang berada pada seluruh permukaan luar tubuh manusia. Kulit memiliki fungsi yang sangat penting untuk perlindungan organ tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Katarak adalah kekeruhan lensa mata yang dapat menghambat cahaya masuk ke mata. Menurut WHO, kebanyakan katarak terkait dengan masalah penuaan, meskipun kadang-kadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akne vulgaris merupakan kelainan yang sering dijumpai pada struktur kelenjar sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit atau jaringan akibat adanya kontak dengan listrik, api, pajanan suhu yang tinggi dari matahari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin. Lesi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan. Penyakit ini terjadi akibat adanya kelainan pada fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki I. PENDAHULUAN Epilepsi adalah terganggunya aktivitas listrik di otak yang disebabkan oleh beberapa etiologi diantaranya cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, dan tumor otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi gangguan fungsi sawar kulit dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit di bidang Dermatologi. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh adanya disfungsi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN TABIR SURYA DENGAN DERAJAT KEPARAHAN MELASMA (Skor MASI) PADA WANITA DI KEC. GROGOL-SUKOHARJO

HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN TABIR SURYA DENGAN DERAJAT KEPARAHAN MELASMA (Skor MASI) PADA WANITA DI KEC. GROGOL-SUKOHARJO HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN TABIR SURYA DENGAN DERAJAT KEPARAHAN MELASMA (Skor MASI) PADA WANITA DI KEC. GROGOL-SUKOHARJO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dan kosmetik adalah dua hal yang saling berkaitan. Kosmetik

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dan kosmetik adalah dua hal yang saling berkaitan. Kosmetik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wanita dan kosmetik adalah dua hal yang saling berkaitan. Kosmetik diproduksi agar wanita bisa tampil cantik dan percaya diri. Seiring dengan perkembangan jaman, modernisasi,

Lebih terperinci

Pada anak anak yang menggunakan dot, menghisap ibu jari atau yang menggunakan dot mainan, keadaan semua ini juga bisa menimbulkan angular cheilitis.

Pada anak anak yang menggunakan dot, menghisap ibu jari atau yang menggunakan dot mainan, keadaan semua ini juga bisa menimbulkan angular cheilitis. Cheilitis adalah istilah yang luas yang menggambarkan peradangan permukaan yang mempunyai ciri-ciri bibir kering dan pecah-pecah. Sedangkan angular cheilitis merupakan cheilitis yang terjadi pada sudut

Lebih terperinci

TEAM BASED LEARNING MODUL BINTIL PADA KULIT

TEAM BASED LEARNING MODUL BINTIL PADA KULIT TEAM BASED LEARNING MODUL BINTIL PADA KULIT Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas Disusun Oleh: dr. Idrianti Idrus, Sp.KK, M.Kes Dr. dr. Khairuddin Djawad, Sp.KK(K), FINSDV SISTEM

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam mengupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah. Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan produk kosmetik saat ini sudah merupakan bagian dari kebutuhan sehari-hari yang tidak terpisahkan dari gaya hidup modern. Menurut BPOM Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV merupakan suatu virus yang dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh pada manusia. Virus ini akan memasuki tubuh manusia dan

Lebih terperinci

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan secara bio,psiko,sosial dan spiritual dengan tetap harus memperhatikan pasien dengan kebutuhan khusus dengan melakukan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor HK. 00.06.42.0255 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN ALPHA HYDROXY ACID (AHA) DALAM KOSMETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papula, vesikel, skuama) dan

BAB I PENDAHULUAN. klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papula, vesikel, skuama) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis adalah peradangan kulit pada epidermis dan dermis sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen atau endogen yang menimbulkan gejala klinis berupa efloresensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa lima besar karsinoma di dunia adalah karsinoma paru-paru, karsinoma mamae, karsinoma usus besar dan karsinoma lambung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan

BAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan pada unit pilosebasea. Akne sering membuat resah dan menghilangkan rasa percaya diri, apalagi jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit yang sering dijumpai pada remaja dan dewasa muda adalah jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu kelainan yang dapat sembuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan proliferasi berlebihan di epidermis. Normalnya seseorang mengalami pergantian kulit setiap 3-4

Lebih terperinci