Ibnu Subarkah 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Ibnu Subarkah 1"

Transkripsi

1 Ibnu Subarkah, Kebebasan Dalam Kekuasaan Peradilan Pidana 77 KEBEBASAN DALAM KEKUASAAN PERADILAN PIDANA Ibnu Subarkah 1 bn_spirit@yahoo.com Abstrak Persoalan kekuasaan peradilan pidana, didasarkan pada analisis teori keadilan, yang menekankan pada satu sisi pembatasan kekuasaan, dan pada sisi lain menekankan pada penggunaan kekuasaan. Kekuasaan yang ada selama ini telah diatur dalam peraturan perundang-undangan baik Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, Pasal 24 ayat 1, dan Pasal 28 D ayat 1 Undang-undangDasar Tahun Permasalahan yang muncul apakah sesuatu yang berlebihan penggunaan kekuasaan ataukah telah terjadi kebebasan dalam kekuasaan itu sendiri dengan mengutip beberapa kasus Jessica, penistaan agama. Oleh karena itu sebagai solusi dilakukan analisis, perubahan perundang-undangan kiranya perlu dilakukan, mengingat masih ada keterbatasan karena perkembangan nilai-nilai, asas-asas hukum dan perlu disusun suatu norma-norma untuk mengatasi ketidaklengkapan norma yang ada. Bila hal ini tidak sampai bisa diatasi, maka dimungkinkan akan terus terjadi abuse of freedom by criminal justice. Perundang-undangan yang disusun didasarkan pada kegiatan suatu analisis sistemik, karena sistem peradilan pidana berjalan sistemik dari mulai tingkat kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Kata kunci: kebebasan,kekuasaan, peradilan pidana,sistem peradilan pidana. PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah Negara Hukum, 2 yang memiliki ciri-ciri antara lain: adanya jaminan dan perlindungan hak asasi manusia, peradilan yang merdeka, dan legalitas dalam segala bentuk aktivitas kehidupan. Oleh karena itu hal tersebut telah menjadi perilaku bangsa dan negara Indonesia. Perilaku bangsa dan negara Indonesia, mengalami perubahan dan perkembangan yang begitu cepat dari masa kolonial hingga masa orde reformasi. Nilai-nilai yang ada dan terjadi serta perubahan dan perkembangannyapun layak untuk menyesuaikan dengan iklim serta keadaan sosiologis, budaya bangsa yang akan mempengaruhi keadaan negara. Nilai-nilai yang berubah diharapkan sesuai dengan bentuk kristalisasi keadaan substansial di Indonesia, tentunya berimbas pada penghormatan asas-asas dan penyusunan norma yang inheren dengan suasana kebangsaan dan kenegaraan. Hal ini disebabkan bahwa masalah perilaku bangsa dan negara Indonesia, memiliki perbedaan dengan suasana perilaku bangsa dan negara lain di dunia ini. Berdasarkan kenyataan (conditio sine quanon), kekuatan perilaku bangsa dan negara Indonesia, persoalan dengan kekuatan dan ketahanannya lebih rendah dan lemah dibanding dengan negara lain, yang dalam kalimat lain bahwa telah terkooptasi oleh suasana perilaku bangsa dan negara lain. 1 Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang, Jl. Borobudur 35 Malang 2 Lihat Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, (2010), Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, Tahun 1945, Bab I, Bentuk dan Kedaulatan, Mahkamah Konstitusi, hlm. 5

2 78 LAW ENFORCEMENT, Volume 4, No.1, Oktober 2016 Maret 2017, Halaman Berdasar hal tersebut di atas, pengaruhnya pada bidang hukum, seperti sesuatu yang diterima begitu saja tanpa disesuaikan dengan perilaku bangsa dan negara Indonesia yang memiliki suasana kebatinan sebagai variabel pembeda. Oleh karena itu, teori keadilan 3 perlu dicanangkan sebagai pisau analisis bekerjanya sistem peradilan pidana. Menurut Romli Atmasasmita, 4 dikatakan bahwa: penegakan hukum yang baik ialah apabila sistem peradilan pidana bekerja secara objektif dan tidak bersifat memihak serta memperhatikan dan mempertimbangkan secara seksama nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Sebaliknya menurut Rusli Muhammad, 5 dikemukakanbahwa, sorotan dan keresahahan dalam proses peradilan pidana nampaknya perlu mendapat perhatian dan dipecahkan oleh ilmu hukum pidana, sebab bila diabaikan berakibat masyarakat tidak sekedar ragu-ragu lagi terhadap lembaga peradilan melainkan timbul kebencian dan penolakan, sehingga pada gilirannya timbul tindakan main hakim sendiri yang berarti pula memperbanyak barisan penjahat dan kejahatan yang justru sangat bertentangan dengan tujuan penegakan hukum pidana yang mengurangi tingkat kejahatan. Berikutnya adalah persoalan penggunaan kekuasaan dalam sistem peradilan pidanamenekankan bahwa setiap orang yang terlibat (tersangka atau tertuduh) dalam criminal justice system ada kemungkinan bersalah, dan karenanya pelaksanaan penggunaan kekuasaan pada tangan aparat pemerintah (polisi, jaksa, dan hakim) harus semaksimal mungkin. 6 Penggunaan kekuasaan merupakan refleksi dari asas kemandirian peradilan. Bilamana penerapan kemandirian yang berlebihan, dimungkinkan akan terjadi penerapan kekuasaan yang berlebihan pula. Penegakan hukum yang mengedepankan hukum positip atau peraturan perundang-undangan, pada satu sisi yang dilihat pada kelemahan dalam hukum positip, sebagai contoh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak diatur sah/ tidaknya penyelidikan, karena imbas dari Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, hak tersangka untuk melakukan praperadilan(penetapan tersangka); dan dalam Penuntutan terjadi bolak-balik proses pra penuntutan, dan pada tingkat pengadilan, hakim karena keyakinan memutus karena hukum positip yang ada kurang akomodatif, yang kesemuanya berimplikasi pada masalah pembuktian.hukum dibuat, melalui proses pentahapan dan perencanaan yang matang. Hukum adalah keadilan, begitu konsep yang dikembangkan oleh hukum alam, maka hukum dibuat untuk masyarakat yang didalam atau isinya mengandung nilai-nilai keadilan, dan kesejahteraannya serta mempunyai kekuatan memaksa dan mengikat dengan daya berlakunya secara yuridis, sosilogis dan filosofis. Dalam suasana pelaksanaan hukum positip dengan terjadinya penggunaan kekuasaan sebagai implikasi dari kurang lengkapnya pengaturan (incompletely norm), pengaruh media, masyarakat dalam bekerjanya pengadilan, maka pengkajian kekuasaan kehakiman masih 3 Romli Atmasasmita, (1996), Sistem Peradilan Pidana, Perspektif Eksistensialisme dan Abolisianisme,Jakarta: Putra Bardin, hlm. 109, dijelaskan Herbert L. Packer telah mengetengahkan dua teori keadilan dalam lingkup the criminal justice system, pertama crime control model dan kedua due process model 4 Ibid, hlm Rusli Muhammad, (2009), Kemandirian Pengadilan Indonesia, Yogyakarta: FH UII Press, hlm Rusli, Loc.cit.,

3 Ibnu Subarkah, Kebebasan Dalam Kekuasaan Peradilan Pidana 79 tetap diharapkan terjaga. Sebagai suatu sistem, masing-masing kelembagaan penegak hukum saling mempengaruhi, tidak hanya horizontal, namun juga vertikal.oleh karena itu kesempatan dan peluang untuk terjadinya kekuasaan yang disalahgunakan akan menciptakan sistem peradilan pidana memproteksi dirinya semakin besar, dan semakin besar pula dalam mengekspresikan kekuasaan, dengan kata lain kebebasan menggunakan kekuasaan. Pembatasan kekuasaan yang terlibat dalam peradilan pidana merupakan wujud dari asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence. Asas ini diabstraksikan dalam suatu norma Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 8 ayat (1) yang disebutkan: Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 7 Dalam pelaksanaannya ujian dan daya berlakunya dari asas ini bilamana diperhatikan dalam prakteknya penuh dengan ketidaktaatan. Suatu kasus yang sulit pembuktian peluang untuk itu sungguh besar,teringat ketika persidangan Kasus Racun Sianida Jessica, berikut kasus Penistaan Agama. Peranan media dan masyarakat, turut menentukan dalam penggiringan isu yang akhirnya mengkristal dan mempengaruhi dalam hal putusan hakim dan penetapan tersangka. Oleh karena itu permasalahan dalam penelitian ini adalah: apakah ini sebagai dampak hukum ketidakharmonisan antara asas praduga tak bersalah dengan asas kemandirian peradilan. PEMBAHASAN Masalah yang muncul ketika dijalankan pemeriksaan dalam lingkup berjalannya sistem peradilan pidana, adalah implementasi norma yang berlaku, berikut konsistensi pada asasasas hukum, yang diserasikan dengan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Asas hukum, sama seperti hukum positip lainnya, dapat kehilangan keberlakuannya, yang disebabkan: ukuran nilai yang terkandung dalam asas hukum mengalami perubahan-perubahan, yang dicontohkan asas hukum yang ditiadakan pada tahun 1956, yakni asas bahwa wanita yang menikah wajib patuh pada suaminya, yang sebelum tahun itu tercantum dalam Pasal 161 BW. Asas hukum bila dijelaskan merupakan pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan dibelakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya ketentuanketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya. 8 Kekuasaan kehakiman yang ditopang oleh asas hukum, yakni asas kemandirian, sebagaimana telah diaktualisasikan dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menjelaskan bahwa: dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan 7 Lihat Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 8 JJ.H. Bruggink. (2011), Refleksi tentang Hukum, Pengertian-pengertian Dasar dalam Teori Hukum, Suatu terjemahan oleh Arief Sidharta, Bandung: PT Citra Adtya Bakti, hlm

4 80 LAW ENFORCEMENT, Volume 4, No.1, Oktober 2016 Maret 2017, Halaman merupakan tindak lanjut Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 28 D Undang-undang Dasar NRI Tahun Pasal 24 ayat (1) Bab IX Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa: kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 9 Sedangkan Pasal 28 D Bab X tentang Hak Asasi Manusia,menjelaskanbahwa: setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Peradilan pidana sebagai suatu sistem dalam bekerjanya mengikuti dan melaksanakan suatu mekanisme pengendali yang dapat berupa peraturan perundang-undangan. Batasan pemeriksaan di pengadilan negeri dalam hal menerapkan pembuktian Pasal 184 KUHAP, dimana normanya mengatur Alat Bukti, tidak ada batasan begitu pula pada tingkat Kejaksaan dan Kepolisian khususnya tindakan penahanan dilakukan bagi pelaku kejahatan. Akan tetapi dalam upaya menghargai asas pemeriksaan yang cepat, dan pembatasan penahanan secara normatif diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Kiranya terdapat sesuatu yang opponen atau a contrario, yang dipertegas bahwa antara pemeriksaan dengan model untuk menemukan hukum yang benar dan adil dengan upaya yang dimungkinkan dilakukan penggunaan kekuasaan. Keadaan ini tentunya dapat dimaklumi, bagian dari sistem yang telah rusak harus diperbaiki, bilamana hal tersebut menunjuk pada mechanisme control, maka perundang-undanganyalah yang dirubah, sebagaimana menarik yang disampaikan Satjipto Rahardjo 10 : suatu kenyataan untuk berburu kebenaran walaupun dalam masa tertentu harus mengakui kegagalan dan keterbatasannya karena kebenaran hasil karya manusia adalah relatif. Meskipun demikian negara hukum yang dicita-citakan selayaknya ditegakkan, dengan memperhatikan suatu konsep sebagaimana yang dijelaskanolehjimly Asshiddiqie, 11 bahwa: sebagai suatu negara hukum, maka hukum harus dipahami dan dikembangkan sebagai satu kesatuan sistem. Sebagai sebuah sistem, hukum terdiri dari elemen kelembagaan (institutional), kaidah aturan (instrumental), dan perilaku para subjek hukum yang menyandang hak dan kewajiban yang ditentukan oleh norma aturan itu (elemen subjektif dan kultural), dimana elemen-elemen tersebut mencakup kegiatan pembuatan hukum (law making),; kegiatan pelaksanaan hukum atau penerapan hukum (law administrating) 9 Undang-undang Dasar NRI Tahun Satjipto Rahardjo, dikutip oleh Ahmad Mujahidin, (2007), Peradilan Satu Atap di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, hlm.1, dikutip oleh Ibnu Subarkah, (2011), Dilematika Kekuasaan Lembaga Peradilan dan Keadilan dalam Frame Desentralisasi Pemerintahan,Jurnal Konstitusi, Malang: Puskasi Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang, Volume IV, No. 1 Juni 2011, ISSN ), hlm Jimly Asshiddiqie, dkk, (2007)Konstitusi dan Ketatanegaraan Indonesia Kontemporer, Jakarta: The Biography Institute, hlm. 14. (Lihat pula Marc Galanter, Hukum Hindu dan Perkembangan Sistem Hukum India Modern dalam AAG Peters dan Koesriani Siswosoebroto, (1988), Hukum dan Perkembangan Sosial, Buku Teks, Sosiologi Hukum, Buku II, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan), hlm , yang menjelaskan karakteristik sistem hukum modern memiliki ciri kas hukum uniform, hukum transaksional, hukum universial, hirarkis, birokrasi, rasionalitas, profesionalisme, perantara, dapat diralat, pengawasan politik, pembedaan

5 Ibnu Subarkah, Kebebasan Dalam Kekuasaan Peradilan Pidana 81 kegiatan peradilan atas pelanggaran hukum (law adjudicating) atau penegakan hukum dalam arti sempit (law enforcement); pemasyarakatan dan pendidikan hukum (law socialization and law aducation); pengelolaan informasi hukum (law information management). Lebih lanjut, beliau mengatakan, keseluruhan elemen, komponen, herarki dan aspek-aspek yang bersifat sistemik dan saling berkaitan satu sama lain itulah tercakup pengertian sistem hukum yang harus dikembangkan dalam kerangka Negara Hukum Indonesia berdasarkan UUD NRI Tahun Maka sebagaimana dikemukakan oleh Mohammad Kemal Dermawan dan Mohammad Irvan Oli i, pada peradilan pidana perlu juga dilakukan pendekatan analisis sistemik: yang dapatmengungkapkan kebijakan umum dan prinsip-prinsip yang berlaku pada tingkat atau tahapan proses yang sangat berbeda. Analisis sistem berguna untuk mengenali nilai-nilai berguna untuk mengenali nilai-nilai bersama yang mendasari aturan hukum, hukum pidana dan hukum acara pidana yang diterapkan. 12 Telah dijelaskan di atas meskipun dikatakan kebenaran manusia adalah relatif, faktor kehatihatian dan kecermatan, yang menyangkut asas-asas dalam penyusunan produk hukum yang baik, yang menyangkut juga keberlakuan yuridis, sosiologis dan filosofis, sudah sepantasnya diperhatikan, termasuk pentingnya partisipasi masyarakat. Saratnya penggunaan kekuasaan dengan ditopang oleh asas-asas serta norma yang ada, pada dasarnya untuk merealisasikan koridor amanah konstitusi Pasal 24 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, suatu peradilan yang merdeka. Nampaknya dalam suasana praktek hukum, mengalami situasi deregulasi yang dibatasi pada ketidaktaatan pada peraturan yang diembannya yakni Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Reformasi hukum pun diharapkan perlu dilakukan. Keadilan substansial, diantara keadilan dengan bentuk lain belum dapat ditemukan, bilamana penegak hukum tidak melakukan upaya-upaya berdasarkan keyakinan dan kebebasannya yang selama ini menurut hemat penulis telah nyata-senyatanya. Bisa jadi dapat dikatakan dengan abuse of freedom by criminal justice atau penyalahgunaan kebebasan oleh peradilan pidana.sebagai suatu contoh Pemikiran Upaya Reformasi Hukum dengan Menerapkan Restorative Justice merupakan konsep pemikiran dari Kementerian Menpolhukam. 12 Mohammad Kemal Dermawan dan Mohammad Irvan Oli i, (2015), Sosiologi Peradilan Pidana, Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI bekerjasama dengan Yayasan Pustaka Obor Indonesia

6 82 LAW ENFORCEMENT, Volume 4, No.1, Oktober 2016 Maret 2017, Halaman Dari paparan diatas dapatlah dibagankan dibawah ini. Maka kebebasan di atas mempunyai arti berbeda dengan kebebasan yang mengandung arti kemandirian atau merdeka. 13 Alternatif atau pilihan tindakan merupakan suatu bentuk kebebasan, diluar keyakinan yang telah didasarkan pada undang-undang. Hukum disini merupakan sistem jalinan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. 14 Nilai dianggap sebagai idee directive atau donne ideal yang merupakan sesuatu yang menjadi penggerak manusia kearah pemenuhan hasrat hidupnya. Di dalam hukum biasanya nilai-nilai dapatlah digambarkan sebagai berpasangan (dua-dua) tetapi selalu bertegangan. Suatu contoh konsepsi kebebasan, sebagaimana halnya dengan kepentingan umum, dikenal pula versi-versi fungsional, seperti antara lain kebebasan politik, kebebasan pers, dan kebebasan akademis, dan kebebasan dapat dipadatkan menjadi kebebasan rohaniah, kebebasan menyatakan pendapat (lisan atau tertulis) dan kebebasan berperikelakuan atau bersikap tindak. 15 Kekuasaan dengan asas-asasnya serta norma-normanya telah diterapkan oleh Hakim, suatu misal kasus Jessica. Akan tetapi sampai menjelang putusan, terdakwa Jessica tidak/ belum mengakui-pada waktu itu hakim majelis, berupaya dengan pertanyaan-pertanyaannya setelah serangkaian pembuktian, mengharapkan Jessica untuk menyampaikan pengakuan-dan akhirnya diputus dengan ancaman pidana 20 (duapuluh) tahun: Sanksi yang dievaluasi untuk keadilan dan ketidakadilan dievaluasi dalam hal konsekuensi untuk nilai-nilai lain, seperti kebebasan, ketertiban, kebahagiaan, kekayaan, atau kesejahteraan tetapi mereka adalah wujud keprihatinan terpisah Rusli Muhammad, (2004), Strategi dalam Membangun Kembali Kemandirian Pengadilan di Indonesia, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, No. 26 Vol 11, Perkembangan Lembaga Peradilan di Indonesia, Yogyakarta: FH UIIhlm. 20, kebebasan disini mempunyai makna yang sama dengan kemandirian..hilangnya kebebasan kekuasaan kehakiman dalam upaya penegakan hukum tidak semata-mata bersumber dari pelaku-pelaku dari para penyelenggara negara atau para penegak hukum tetapi kemungkinan besar justru berasal dari ketidakberesan UUD 1945 itu sendiri 14 Purnadi Purbacaraka, Sorjono Soekanto, (1978), Renungan tentang Filsafat Hukum, Jakarta: CV Rajawali, hlm. 14. Hukum juga diartikan dengan ilmu pengetahuan, disiplin, kaedah, tata hukum, petugas (hukum), keputusan penguasa, proses pemerintahan, perikelakuan yang ajeg atau sikap tindak yang teratur. 15 Ibid, hlm Mohammad Kemal Dermawan dan Mohammad Irvan Oli i, Op.cit., hlm. 242

7 Ibnu Subarkah, Kebebasan Dalam Kekuasaan Peradilan Pidana 83 KESIMPULAN Berdasarkan paparan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Bekerjanya sistem peradilan pidana, mengandung arti penggunaan kekuasaan dan pembatasan kekuasaan. Kekuasaan yang telah dinormatifkan dalam perundang-undangan yang ada, di luar hal tersebut peradilan pidana sebagai sistem dalam bertindak menerapkan kebebasan (abuse of freedom by criminal justice); dan 2) Pelaksanaan kebebasan tersebut berakibat pada pentingnya perubahan perundang-undangan, dimana nilai-nilai, asas-asas hukum dan normanya kurang sejalan dengan kondisi penerapan hukum pidana, maka dalam hal merubah menggunakan analisis sistemik bukan parsial, meskipun komponen-komponen atau subsistem bersifat otonom dalam pelaksanaanya. SARAN Rekomendasi dari paparan di atas sebagai berikut: 1) Harapan agar dilakukan perubahan perundang-undangan sistem peradilan pidana, dengan mengingat semakin krusial persoalan peradilan pidana;dan 2) Harapan agar kekuasaan yang telah dilakukan, yang sejalan nilainilai hukum yang hidup dalam masyarakat, untuk dipertahankan dengan menyusun asas hukum baru dan mengkonkretkan dalam norma yang abstraksinya lebih rendah. DAFTAR PUSTAKA Asshiddiqie, Jimly dkk, (2007), Konstitusi dan Ketatanegaraan Indonesia Kontemporer, Jakarta: The Biography Institute. Atmasasmita, Romli, (1996), Sistem Peradilan Pidana, Perspektif Eksistensialisme dan Abolisianisme, Jakarta: Putra Bardin. Bruggink, JJ.H, (2011), Refleksi tentang Hukum, Pengertian-pengertian Dasar dalam Teori Hukum, Suatu terjemahan oleh Arief Sidharta, Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Dermawan, Mohammad Kemal dan Mohammad Irvan Oli i, (2015), Sosiologi Peradilan Pidana, Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI bekerjasama dengan Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Muhammad, Rusli, (2004), Strategi dalam Membangun Kembali Kemandirian Pengadilan di Indonesia, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, No. 26 Vol 11, Perkembangan Lembaga Peradilan di Indonesia, Yogyakarta: FH UII. (2009), Kemandirian Pengadilan Indonesia, Yogyakarta: FH UII Press. Mujahidin, Ahmad, (2007), Peradilan Satu Atap di Indonesia, Bandung: Refika Aditama. Peters, AAG dan Koesriani Siswosoebroto, (1988), Hukum dan Perkembangan Sosial, Buku Teks, Sosiologi Hukum, Buku II, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Purbacaraka, Purnadi, Sorjono Soekanto, (1978), Renungan tentang Filsafat Hukum, Jakarta: CV Rajawali.

8 84 LAW ENFORCEMENT, Volume 4, No.1, Oktober 2016 Maret 2017, Halaman Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, (2010), Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, Tahun 1945, Bab I, Bentuk dan Kedaulatan, Mahkamah Konstitusi, Jakarta: MK. Subarkah, Ibnu, (2011), Dilematika Kekuasaan Lembaga Peradilan dan Keadilan dalam Frame Desentralisasi Pemerintahan, Jurnal Konstitusi, Volume IV, No. 1 Juni 2011, ISSN , Malang: Puskasi Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang kerjasama dengan MK. Undang-undang Dasar NRI Tahun Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Penahanan dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Penahanan dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP yang 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan dan Sekitar Penahanan 1. Pengertian Penahanan Pengertian Penahanan dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP yang menyatakan bahwa penahanan merupakan penempatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai kumpulan manusia, karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada sesudah meninggal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek pembaharuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana tersangka dari tingkat pendahulu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hukum di Indonesia mengalami suatu perubahan dan perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang direncanakan tersebut jelas

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006 I. PEMOHON : MAYOR JENDERAL (PURN) H. SUWARNA ABDUL FATAH bertindak selaku perorangan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian

Lebih terperinci

KEADILAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM: JOHN RAWL

KEADILAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM: JOHN RAWL KEADILAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM: JOHN RAWL SERI FILSAFAT ILMU - Bagaimana hukum memandang keadilan Oleh : Abdul Fickar Hadjar Untuk dapat melihat bagaimana hukum memandang keadilan, maka kita tidak dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas sesuatu atau objek, di mana sesuatu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, namun

Lebih terperinci

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas kekuasaan semata. Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan I. PEMOHON 1. Ricky Kurnia Margono, S.H., M.H. 2. David Surya, S.H., M.H. 3. H. Adidharma

Lebih terperinci

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni : I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) menentukan secara tegas, bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam

I. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbedaan pendapat merupakan suatu keniscayaan dalam kehidupan manusia sehingga diperlukan adanya jaminan kemandirian dan kemerdekaan seseorang dalam menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia Oleh : Iman Hidayat, SH.MH Abstrak Fungsi penegakan hukum dalam rangka menjamin keamanan, ketertiban dan HAM. Dalam rangka

Lebih terperinci

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA) KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA) Oleh : Ni Made Ira Sukmaningsih Tjok Istri Putra Astiti Bagian Hukum Acara Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. saling mempengaruhi satu sama lain. Hukum merupakan pelindung bagi

I. PENDAHULUAN. saling mempengaruhi satu sama lain. Hukum merupakan pelindung bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem hukum selalu terdiri dari sejumlah komponen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Hukum merupakan pelindung bagi kepentingan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) 1. Konsekuensi dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, peradilan mutlak diperlukan sebab dengan peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut paham nomokrasi bahkan semenjak negara Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Paham nomokrasi adalah sebuah paham yang menempatkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan I. PEMOHON Raja Bonaran Situmeang Kuasa Hukum Dr. Teguh Samudera, SH., MH.,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum pidana dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan

TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum pidana dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penegakan Hukum Pidana Penegakan hukum pidana dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Pengertian penegakan hukum. Mengenai pengertian dari penegakan hukum menunjuk pada batasan pengertian dari para sarjana. Identifikasi

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Yuridis Putusan Hakim Praperadilan Mengenai Penetapan Status Tersangka Menurut Pasal 77 Kuhap Jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VIII/2014 tentang Perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fakta hukum dalam suatu perkara tindak pidana adalah bagian proses penegakan hukum pidana yang tidak dapat diketegorikan mudah dan sederhana. Para penegak hukum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Usaha penanggulangan kejahatan, secara operasional dapat dilakukan melalui sarana penal maupun non penal. Menurut Muladi

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan ketiga. Hal ini berarti bahwa di dalam negara Republik

Lebih terperinci

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara, yakni: supremasi hukum (supremacy of law), kesetaraan di depan hukum. mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Negara, yakni: supremasi hukum (supremacy of law), kesetaraan di depan hukum. mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsekuensi Indonesia sebagai negara hukum, ada tiga prinsip dasar yang wajib dijunjung tinggi oleh aparat pemerintahan maupun oleh setiap warga Negara, yakni:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang populer dengan nama KUHAP sejak diundangkannya pada tanggal 31 Desember 1981,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan I. PEMOHON 1. Damian Agatha Yuvens 2. Rangga Sujud Widigda 3. Anbar Jayadi 4. Luthfi Sahputra 5. Ryand, selanjutnya disebut Para Pemohon.

Lebih terperinci

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 Abstrak: Nilai yang diperjuangkan oleh hukum, tidaklah semata-mata nilai kepastian hukum dan nilai kemanfaatan bagi masyarakat, tetapi juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam BAB V ANALISIS A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam Perkara No. 97/PID.PRAP/PN.JKT.SEL Setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, maka penetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

SISTEM PERADILAN PIDANA KODE MATA KULIAH : WHI 6258

SISTEM PERADILAN PIDANA KODE MATA KULIAH : WHI 6258 SISTEM PERADILAN PIDANA KODE MATA KULIAH : WHI 6258 BLOCK BOOK Planning group : I Ketut Keneng, SH,MH ( Kordinator) Bagian Hukum Acaraa FH UNUD, Telp. 431876, e mail: re_keneng@yahoo.com I Wayan Tangun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi penyeimbang dalam kehidupan bermasyarakat dipertanyakan. Bagaimana. hambatan dari hal-hal yang dapat menggangu kinerja hukum.

I. PENDAHULUAN. menjadi penyeimbang dalam kehidupan bermasyarakat dipertanyakan. Bagaimana. hambatan dari hal-hal yang dapat menggangu kinerja hukum. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini proses penegakan hukum di dalam masyarakat kembali menjadi topik yang sangat hangat untuk dibicarakan, keberadaan hukum yang seharusnya menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga. Menurut Penjelasan Umum Undang- Undang

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Hukum formal atau hukum acara adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Norma ini bermakna bahwa di dalam Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana 1. Penegakan hukum Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu unsur penegak hukum yang diberi tugas dan wewenang melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai Pasal 30 ayat 1(d)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang membedakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana 1. Hakim dan Kewajibannya Hakim dapat diartikan sebagai orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau mahkamah.

Lebih terperinci

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA JUNCTO UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi dan lembaga

Lebih terperinci

Presiden, DPR, dan BPK.

Presiden, DPR, dan BPK. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG KPK adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelaksanaannya diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

I. PENDAHULUAN. pelaksanaannya diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praperadilan merupakan lembaga yang lahir untuk mengadakan tindakan pengawasan terhadap aparat penegak hukum agar dalam melaksanakan kewenangannya tidak menyalahgunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di Indonesia saat ini semakin meningkat, melihat berbagai macam tindak pidana dengan modus tertentu dan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PUTUSAN MK No. 21/PUU-XII/2014 TENTANG PENETAPAN TERSANGKA DITINJAU DARI PERSPEKTIF KEADILAN

IMPLEMENTASI PUTUSAN MK No. 21/PUU-XII/2014 TENTANG PENETAPAN TERSANGKA DITINJAU DARI PERSPEKTIF KEADILAN IMPLEMENTASI PUTUSAN MK No. 21/PUU-XII/2014 TENTANG PENETAPAN TERSANGKA DITINJAU DARI PERSPEKTIF KEADILAN (Studi Kasus Perkara No. 04/Pid.Pra/2016/PN.Bwi) Dr. Y.A. Triana Ohoiwutun, S.H., M.H. Fakultas

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2 FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah utnuk mengetahui bagaimana prosedur pengajuan Peninjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan, 49 BAB III WEWENANG MAHKAMAH KOSTITUSI (MK) DAN PROSES UJIMATERI SERTA DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMPERBOLEHKAN PENINJAUAN KEMBALI DILAKUKAN LEBIH DARI SATU KALI. A. Kronologi pengajuan uji materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu usaha untuk mewujudkan tata tertib hukum didalamnya terkandung keadilan, kebenaran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan berpartisipasi

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus KAJIAN HUKUM TERHADAP PROSEDUR PENANGKAPAN OLEH PENYIDIK MENURUT UU NO. 8 TAHUN 1981 1 Oleh: Dormauli Lumban Gaol 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimanakah prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) Pasal 1 ayat (1) menyebutkan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

Lebih terperinci

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem peradilan pidana di Indonesia terdiri dari hukum pidana materil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materil di Indonesia secara umum diatur di dalam Kitab

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana Penegak hukum adalah petugas badan yang berwenang dan berhubungan dengan masalah peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kasus nenek Minah telah menciderai rasa keadilan di tengah masyarakat, sebab nenek Minah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kasus nenek Minah telah menciderai rasa keadilan di tengah masyarakat, sebab nenek Minah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pandangan Aliran Sosiologis terhadap Hukum Kasus nenek Minah telah menciderai rasa keadilan di tengah masyarakat, sebab nenek Minah yang tak tau apa-apa tersebut harus berurusan

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oleh : Wahab Ahmad, S.HI., SH (Hakim PA Tilamuta, Dosen Fakultas Hukum UG serta Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas

Lebih terperinci

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencurian dapat diproses melalui penegakan hukum. Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan Negara, Tindak pidana ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintahan pusat melainkan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara

I. PENDAHULUAN. Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara penegakan hukum pidana materiil, artinya apabila terjadi pelanggaran hukum pidana materiil,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan lembaga penegak hukum. Dalam hal ini pengembangan pendekatan terhadap

I. PENDAHULUAN. dan lembaga penegak hukum. Dalam hal ini pengembangan pendekatan terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap sistem hukum menunjukan empat unsur dasar, yaitu : pranata peraturan, proses penyelenggaraan hukum, prosedur pemberian keputusan oleh pengadilan dan lembaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ditinjau dari hal-hal yang baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

I. PENDAHULUAN. Ditinjau dari hal-hal yang baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ditinjau dari hal-hal yang baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tergambar jelas bahwa KUHAP sangat menjunjung tinggi hakhak asasi manusia terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi aktual yang belakangan ini telah menjadi perhatian bagi

I. PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi aktual yang belakangan ini telah menjadi perhatian bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kondisi aktual yang belakangan ini telah menjadi perhatian bagi masyarakat luas di tanah air, yaitu perihal Mafia Peradilan. Mafia Peradilan atau sebutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); tidak. berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat).

BAB I PENDAHULUAN. tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); tidak. berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesadaran akan hak dan kewajiban perlu ditingkatkan secara terusmenerus karena setiap kegiatan maupun setiap organisasi, tidak dapat disangkal bahwa peranan kesadaran

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Seiring dengan perkembangan jaman, berkembang pula modus kejahatan yang

BAB I PENGANTAR. Seiring dengan perkembangan jaman, berkembang pula modus kejahatan yang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, berkembang pula modus kejahatan yang terjadi di Indonesia sebagai dampak negatif dari kemajuan ilmu pengetahuan baik sosial, budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di dalam sistem hukum. Penegakan hukum pidana dilakukan melalui sistem peradilan pidana. Melalui

Lebih terperinci

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN Penegakan hukum tindak pidana pencabulan terhadap anak berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (studi di Pengadilan Negeri Sukoharjo) Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S310907004

Lebih terperinci