PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL"

Transkripsi

1 PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL dr. Tjok G A Suwardewa, Sp.OG(K) BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH DENPASAR 2014

2 Abstrak Latar Belakang :Ketuban Pecah Dini preterm masih merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun janin di Indonesia. Hal ini terkait dengan terjadinya persalinan preterm, sepsis neonatorum serta kematian perinatal. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi ketuban pecah dini preterm melalui studi faktor risiko. Infeksi merupakan faktor risiko terbesar dimana sumber utama adalah infeksi ascenden vagina.tujuan penelitian iniuntuk mengetahui perbedaan kadar IL-6 dan PGE2 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm yang normal.metode Penelitian: Merupakan studi menggunakan rancangan cross-sectional analitik di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar yang dilakukan pada tanggal 1 Januari 2014 sampai 15 Juli 2014.Sampel penelitian adalah ibu hamil minggu yang datang berkunjung ke Kamar Bersalin IRD dan Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar, consecutive sampling dari populasi terjangkau setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pada sampel dilakukan pengambilan sampel darah untuk diperiksa kadar serum IL-6 dan PGE2 dengan teknik ELISA di laboratorium RSUP Sanglah. Dilakukan uji normalitas dengan Shapiro Wilk, uji homogenitas dengan Levene test dan uji komparatif dengan T-Independent menggunakan bantuan SPSS 17 for windows version.hasil Penelitian: Rerata umur ibu, usia kehamilan, dan paritas pada kedua kelompok adalah homogen. Rerata kadar IL-6 pada kelompok Ketuban Pecah DiniPreterm adalah 23,49 24,61 dan rerata Kelompok Hamil Normal adalah 4,50 6,59 (nilai p = 0,002). Rerata kadar IL-6 pada ke dua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05). Rerata kadar PGE2 Kelompok Ketuban Pecah DiniPreterm adalah 24,84 19,21 dan rerata Kelompok Hamil Normal adalah 9,19 4,33 (p = 0,001) Rerata kadar PGE2 pada ke dua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05).Simpulan: Terdapat perbedaan kadar IL-6 dan kadar PGE2 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini lebih dengan kehamilan preterm yang normal. Kata Kunci : IL-6, PGE2, ketuban pecah dini preterm, kehamilan preterm. ii

3 Abstract Background: Preterm premature rupture of membrane is still the most common cause of maternal as well as fetal morbidity and mortality in Indonesia. This associated with preterm delivery, neonatal sepsis and perinatal death. Various efforts were undertaken to circumvent preterm premature rupture of membranes through studies in risk factors. Infection is the biggest risk factors, the most common of which were ascending vaginal infection. The study aimto know the difference of IL-6 and PGE2 serum level in pregnancy with preterm premature rupture of membrane and normal preterm pregnancy.methods: Cross-Sectional analytic study at the Obstetrics and Gynaecology Department of Sanglah Hospital was conducted on January 1, 2014 until July 15, Research samples were obtained from pregnant women who were weeks GA and attended the Maternity Emergency Room and Obstetrics Gynecology Outpatient clinic of Sanglah Hospital, Denpasar. Samples were selected based on the consecutive sampling of the reachable population after fulfilled the inclusion and exclusion criteria. Peripheral blood sampling of serum IL-6 and PGE2 level conducted by ELISA technique at Sanglah laboratory. Data was statistically analyzed with Shapiro Wilk test for normality, homogeneity test with the Levene test and comparative test with the T-Independent, by using the SPSS 17 for windows version.results: The average age of the mother, gestational age and parity on both groups were homogeneous. The average level of IL-6 in the PPROM group was 23,49 24,61 and the average group of the normal pregnancy group was 4,50 6,59 (p = 0.002). The average level of IL-6 on the two groups was significantly different (p < 0,05). The average level of PGE2 in the PPROM Group was 24,84 19,21 and the pregnant normal group rate was 9,19 4,33 (p= 0,001). The average level of PGE2 on both groups was significantly different (p < 0,05).Conclusion : There was difference between IL-6 and PGE2 serum level in pregnancy with preterm pemature rupture of membrane and normal preterm pregnancy. Key : IL-6, PGE2, PPROM, Preterm pregnancy. iii

4 BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi preterm / prematur masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ pada bayi lahir seperti paru, otak dan gastrointestinal. Di negara barat sampai 80 % dari kematian neonatus adalah akibat prematuritas, dan pada bayi yang selamat, 10 % mengalami permasalahan dalam jangka panjang. Penyebab persalinan preterm tidak dapat diketahui. Telah banyak penelitian yang telah dikerjakan pada persalinan prematur yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan penyebab pasti tersebut. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan antara 20 sampai sebelum 37 minggu dihitung sejak hari pertama haid terakhir (HPHT). Tanda-tanda klinis persalinan preterm yaitu adanya kontraksi uterus minimal dua kali dalam 10 menit, dengan durasi detik, dan dilatasi serviks 0-3 cm (Cunningham, 2010). Pada penelitian yang ada didapatkan bahwa infeksi merupakan penyebab 25 40% dari seluruh persalinan preterm. Invasi mikroorganisme ke dalam cairan amnion terjadi 12,8 % pada persalinan preterm dan 51 % terjadi pada pasien dengan insufisiensi servik (Creasy & Resnik, 2009). 1

5 2 Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Menurut Eastman, insiden ketuban pecah dini ini kira-kira 12 % dari semua kehamilan normal. Sedangkan insidensi ketuban pecah dini preterm terdapat sekitar 2-5 % dari seluruh kehamilan (Getahun,2010). Meskipun beberapa kemajuan dalam memperpanjang periode laten setelah terjadinya ketuban pecah dini preterm dan pencegahan kemungkinan terulangnya, akan tetapi ketuban pecah dini preterm tetap menjadi kontributor utama bagi keseluruhan masalah lahir prematur (Mochtar, 2012). Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra seluler amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas Matrix Degrading System (Soewarto, 2010). Ketuban Pecah Dini Preterm masih merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun janin di Indonesia. Hal ini terkait dengan terjadinya persalinan preterm, sepsis neonatorum serta kematian perinatal. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi ketuban pecah dini preterm melalui studi faktor risiko. Infeksi merupakan faktor risiko terbesar dimana sumber utama adalah infeksi ascenden vagina.kelahiran prematur merupakan masalah yang cukup besar mengingat besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Sebagian besar ketuban pecah dini menyebabkan terjadinya persalinan prematur (Cunningham, 2010).

6 3 Mekanisme pecah ketuban yang terjadi sebelum aterm terjadi oleh karenaberbagai faktor yang akhirnya mempercepat lemahnya membran ketuban. Hal ini peningkatan sitokin-sitokin lokal dan ketidakseimbangan dalam interaksi antara matrix metalloproteinase (MMP) dan tissue inhibitor matrixmetyalloproteinase (TiMP),peningkatan aktivitas-aktivitas kolagenase dan protease, peningkatan tekanan intrauterin (misalnya : Polyhydramnios). Selanjutnya faktor risiko klinis, termasuk gangguan jaringan ikat (misalnya pada sindrom Ehlers-Danlos). Asendinginfeksi melalui kolonisasi bakteri juga dapat menyebabkan lokal respon inflamasi termasuk memproduksi sitokin-sitokin, prostalglandin, dan MMP yang dapat menyebabkan melemahnya dan terjadi degradasinya dari membran ketuban (Goldsmith, et al., 2005). Infeksi intrauterin disebabkan oleh bakteri yang dianggap menjadi penyebab utama infeksi terkait persalinan prematur. Sehingga hal ini mendorong kami untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Terdapat banyak pertentangan mengenai penatalaksanaan ketuban pecah dini preterm yang bervariasi dari yang tidak memberikan tindakan sampai pada tingkat yang berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi yang ditimbulkan makin besar. Diperlukan suatu penelitian preventif dibidang penekanan terhadap infeksi. Dalam dasawarsa terakhir ini para pakar kedokteran Obstetri Fetomaternal memusatkan perhatian pada proses inflamasi yang terjadi pada ketuban pecah dini dan ekspresi dari Prostaglandin E2 dan mediator-inflamasi seperti Interleukin-6 yang ditemukan dalam darah dan cairan amnion.

7 4 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah terdapat perbedaan kadar Interleukin-6 (IL-6)serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal? 2. Apakah terdapat perbedaan kadar Prostaglandin E2 (PGE2)serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum Untuk mengetahui perbedaan kadar Interleukin-6 dan Prostaglandin E2 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal Tujuan khusus Untuk membuktikan bahwa terdapat perbedaan kadar Interleukin-6 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal. Untuk membuktikan bahwa terdapat perbedaan kadar Prostaglandin E2serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal.

8 Manfaat Penelitian Manfaat bagi pengetahuan Manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu untuk mengetahui peran IL-6 dan kaitannya dengan PGE2 pada terjadinya ketuban pecah dini pada kehamilan pretem Manfaat bagi pelayanan Manfaat pada pelayanan, yaitu dapat sebagai masukan dalam pengembangan upaya pengelolaan termasuk pencegahan terjadinya ketuban pecah dini pada kehamilan preterm melalui deteksi dini sehingga dapat menurunkan kejadian ketuban pecah dini dengan pemberian anti prostaglandin pada kehamilan preterm.

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ketuban Pecah Dini Definisi ketuban pecah dini preterm Ketuban Pecah Dini Preterm adalah pecahnya ketuban secara spontan sebelum saatnya persalinan dan terjadi saat usia kehamilan belum mencapai aterm atau 37 minggu. Faktor risiko terjadinya ketuban pecah dini pada kehamilan preterm adalah : Riwayat persalinan preterm, infeksi, kehamilan kembar dan solusio plasenta. Saat dirawat di Rumah sakit, 75% menjadi inpartu, 5% lahir dengan komplikasi, 10% bersalin dalam waktu 48 jam, 7% terjadi persalinan lebih dari 48 jam (Cunningham, 2010) Insiden ketuban pecah dini preterm Menurut Eastman, insiden ketuban pecah dini ini kira-kira 12 % dari semua kehamilan normal. Sedangkan insidensi ketuban pecah dini preterm terdapat sekitar 2-5 % dari seluruh kehamilan (Getahun,2010). Sekitar 70% kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan di aterm, tetapi di pusat rujukan, lebih dari 50% kasus dapat terjadi pada kehamilan prematur. Meskipun beberapa kemajuan dalam memperpanjang periode laten setelah terjadinya ketuban pecah dini preterm dan pencegahan kemungkinan terulangnya, tetapi ketuban pecah dini preterm tetap menjadi kontributor utama bagi keseluruhan masalah lahir prematur (Mochtar, 2012). 6

10 7 Kelahiran prematur merupakan masalah yang cukup besar mengingat besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Pada penelitian yang ada didapatkan 75-90% dari morbiditas dan mortalitas neonatal dikarenakan akibat prematuritas.ketuban pecah dini preterm dikaitkan dengan 30-40% kelahiran prematur dan diidentifikasikan penyebab utama kelahiran prematur, dan terjadi pada sekitar kehamilan setiap tahun di Amerika Serikat. Ketika ketuban pecah dini preterm terjadi, risiko yang signifikan terjadi baik untuk janin dan ibu. (Amy, et al., 2003). Di Negara berkembang angka kejadian persalinan preterm bervariasi, di India sekitar 30%, Afrika selatan sekitar 15%, Sudan 31% dan Malaysia 10%. Di Indonesia angka kejadian prematuritas nasional belum ada, namun angka kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dapat mencerminkan angka kejadian prematuritas secara kasar. Angka kejadian BBLR Nasional Rumah Sakit adalah 27,9 %. Di RSUP Sanglah Denpasar tahun , persalinan preterm sekitar 8,3% dari seluruh persalinan. Sedangkan pada periode Januari 2008 sampai dengan Oktober 2011 sebesar 9,33% dari seluruh persalinan Patogenesis ketuban pecah dini Ketuban pecah dini atau premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan, bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan. Bila pecahnya selaput ketuban terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm rupture of the membrane (PPROM)(Cunningham, 2010). Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di

11 8 Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan minggu (Binarso, 2010). Ketuban pecah dini terjadi pada 12%kehamilan(Mochtar, 2012) dan dapat terjadi komplikasi seperti korioamnionitis sampai 30% dari kasus ketuban pecah dini. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus ketuban pecah dinipreterm akan terjadi proses persalinan kurang dari 7 hari dengan risiko infeksi yang akan meningkat baik pada ibu maupun bayinya. Reaksi radang yang hebat ditempat pecahnya selaput ketuban sudah ditemukan sejak 1950, dan hal ini diketahui sebagai infeksi. Pajanan invitro terhadap protease bakteri meningkatkan kemungkinan selaput ketuban ketuban untuk pecah. Jadi, mikroorganisme yang memperoleh akses ke selaput janin mungkin dapat menyebabkan pecah ketuban, persalinan pretem atau keduanya (Cunningham, 2010). Mekanisme pecah ketuban yang terjadi sebelum aterm terjadi oleh karenaberbagai faktor yang akhirnya mempercepat lemahnya membran ketuban. Hal ini peningkatan sitokin-sitokin lokal dan ketidakseimbangan dalam interaksi antara matrix metalloproteinase (MMP) dan tissue inhibitor matrixmetyalloproteinase (TiMP),peningkatan aktivitas-aktivitas kolagenase dan protease, peningkatan tekanan intrauterin (misalnya : Polyhydramnios). Selanjutnya faktor risiko klinis, termasuk gangguan jaringan ikat (misalnya pada sindrom Ehlers-Danlos). Asendinginfeksi melalui kolonisasi bakteri juga dapat menyebabkan lokal respon inflamasi termasuk memproduksi sitokin-sitokin, prostaglandin, dan MMP yang dapat menyebabkan melemahnya dan terjadi degradasinya dari membran ketuban (Goldsmith,et al., 2005).

12 Faktor infeksi Infeksi intrauterin disebabkan oleh bakteri yang dianggap menjadi penyebab utama infeksi terkait persalinan prematur. Rongga ketuban biasanya steril dan atau dibawah 1% pada persalinan aterm terdapat bakteri dalam cairan ketuban. Isolasi bakteri dalam cairan ketuban adalah temuan patologis yang dikenal sebagai invasi mikroba dari rongga amnion. Kebanyakan kolonisasi tersebut subklinis dan tidak terdeteksi tanpa analisis cairan ketuban. Frekuensi tergantung pada presentasi klinis dan usia kehamilan. Pada pasien dengan persalinan prematur dengan membran utuh, didapatkan kultur bakteri pada cairan ketuban adalah 12,8%. Kemudian dilakukan pengukuran pada pasien tersebut pada saat dimulai proses pengeluaran janin, frekuensi menjadi hampir dua kali lipat (22%). Pada ketuban pecah dini preterm didapatkan kultur bakteri pada cairan ketuban adalah 32,4%, dan kemudian dilakukan pengukuran kembali pada saat dimulai proses pengeluaran janin menjadi 75% (Agrawal, et al., 2011). Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini sebesar 10-30% melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora-flora vagina seperti Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, Trichomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran pada selaput ketuban dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi terjadinya reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag.il-1,il6,tnf-α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion (Dudley, 1997).

13 10 Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan irritabilitas pada uterus dan terjadi degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostaglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim Siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas matriksmmp-1dan MMP-3(Ulug,2001). Infeksi sistemik bisa berasal dari penyakit periodontal, pneumonia, sepsis, prankreatis, pielonefritis, infeksi traktus genitalis, korioamnionitis dan infeksi amnion semuanya berhubungan dengan terjadinya pecahnya ketuban. Infeksi bakteri juga merangsang produksi prostaglandin, dimana dapat meningkatkan risiko pecahnya selaput ketuban preterm yang diakibatkan oleh degradasi dari selaput ketuban. Beberapa bakteri vaginal menghasilkan fosfolipase A2, dimana fosfolipase A2ini akan melepaskan asam arakhidonat. Lebih lanjut, respon imun tubuh terhadap infeksi bakteri akan meningkatkan produksi sitokin yang akan meningkatkan produksi dari prostaglandin. Dimana sitokin ini juga akan meningkatkan kadar MMPyang akan mengakibatkan degradasi kolagen dan akan mengakibatkan pecahnya selaput ketuban (Goldenberg, et al., 2003).

14 11 Gambar 2.1 Jalur Yang Berpotensial Terjadinya Infeksi Intra Uterine (Goldenberg, et al, 2008) Faktor nutrisi Gangguan nutrisi seperti mikronutrien merupakan faktor predisposisi adanya gangguan pada struktur kolagen. Asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur kolagen tripel heliks berhubungan dengan pecahnya selaput ketuban. Zat tersebut kadarnya lebih rendah pada kasus ketuban pecah dini (Chalis,2005). Asupan nutrisi ibu sebelum dan selama kehamilan dapat mempengaruhi kondisi janin dan berpengaruh pada kejadian persalinan prematur. Beberapa faktor yang berpotensi sebagai penyumbang risiko persalinan prematur spontan antara lain rendahnya berat badan ibu sebelum kehamilan, indeks massa tubuh, dan kenaikan berat badan semasa kehamilan(sabarudin,et al., 2011).

15 Faktor hormon Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ektraseluler pada jaringan reprodruktif. Kedua hormon ini dapat menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TiMP pada fibroblast serviks. Tingginya konsentrasi progesteron menyebabkan penurunan produksi kolagenase. Hormon relaxin diproduksi oleh sel desidua dan plasenta berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat, dan mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesterone dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban saat aterm (Goldsmith, et al.,2005) Faktor apoptosis Apoptosis adalah istilah yang digunakan sebagai sinonim dari proses kematian sel. Proses apoptosis sangat dipengaruhi oleh sinyal yang berasal dari protein ekstraseluler dan intraseluler. Faktor ekstraseluler sangat dipengaruhi oleh infeksi yang telah lama dikenal sebagai pencetus ketuban pecah dini, sedangkan faktor intraseluler diperankan oleh p53 yang merupakan suatu protein yang berperan dalam apoptosis intraseluler melalui pengaktifan protein bax yang memacu pelepasan sitokrom c. Fungsi normal p53 adalah sebagai penjaga proteinom. Pada keadaan dimana jumlah p53 rendah maka p53 akan berperan sebagai penjaga sel, sedangkan dalam jumlah banyak akan menyebabkan pengaktifan apoptosis ( Suhaimi, 2012).

16 13 Kadar p53 pada selaput amnion lebih tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini dibandingkan dengan kehamilan normal. Kadar p53 > 0,97 U/ml berisiko lebih dari 30 kali menyebabkan ketuban pecah dini ( Suhaimi, 2012) Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan kimia yang menyebabkan selaput ketuban rapuh pada bagian tertentu saja,bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel terprogram (apaptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan pada selaput ketuban. Pada kasus koriomnionitis terlihat sel-sel yang mengalami apaptosis akan melekat dengan granulosit, kemudian menunjukkan terjadinya respon-respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel terprogram terjadi setelah proses degradasi matriks ektraseluler dimulai (Soewarto,2010). Proses apoptosis dipercepat pada terjadinya robekan selaput ketuban pada kehamilan dengan ketuban pecah dini baik melalui jalur caspase-dependent dan caspase independent, dapat dilihat untuk jalur caspase-dependent dengan memeriksa eksekutor utama apoptosis yaitu caspase-3 dan jalur caspase independent dengan parameter endonuclease-g, hal ini disebabkan faktor endonuclease-g ini muncul paling awal dan dominan sebagai bentuk respons adanya apoptosis melalui caspase-independent(prabantoro,et al., 2011).

17 Faktor mekanis Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor diselaput ketuban seperti MMP-1 pada membran. IL-6 yang diproduksi dari sel amnion dan korion bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktivitas kolagenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban (Heaps, et al.,2005). Degradasi kolagen dimediasi oleh MMP yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban. Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah jaringan kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh MMP (Heaps, et al.,2005). MMP ini merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponenkomponen matriks ekstraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan tripel heliks dari kolagen fibrin (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat MMP / TIMP. TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1 (Heaps, et al.,2005)

18 15 Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat penghambat MMP-1. Sel mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga menjadi lentur dan kuat. Disamping itu, selaput amnion menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP- 1(Monocyte Chemoattractant Protein-1), zat ini bermanfaat untuk melawan bakteri. Disamping itu, selaput amnion menghasilkan zat vasoaktif seperti Endothelin-1 (Vasokonstriktor), dan PHRP (Parathyroid Hormone Related Protein) suatu vasorelaxan. Dengan demikian, selaput amnion mengatur peredaran darah dan tonus pembuluh lokal (Cunningham, 2010). Upaya yang dilakukan ketika terjadi ketuban pecah dini preterm ada dua yaitu: 1. Penatalaksanaan non intervensi yaitu menunggu terjadinya persalinan spontan. 2. Intervensi yang meliputi kortikosteroid dimana diberikan bersama atau tanpa tokolitik untuk mencegah terjadinya persalinan preterm, sehingga janin mempunyai waktu yang cukup untuk proses pematangan paru janin. Ditahun 1998, American Congress Obsteticians and Gynecologics membuat tinjauan tentang pecah ketuban dini preterm. Faktor risiko yang diketahui untuk pecah ketuban preterm adalah riwayat persalinan preterm sebelumnya, infeksi cairan amnion tersembunyi, janin ganda dan solusio plasenta (Cunningham, 2010). Meskipun kompilkasi ini ditemukan hanya 1,7% dari kehamilan, kondisi ini merupakan penyebab 20% kematian perinatal selama periode waktu ini. Pecah ketuban preterm ternyata berkaitan dengan komplikasi obstetri lain yang mempengaruhi hasil perinatal, antara lain kehamilan multijanin, presentasi

19 16 bokong, korioamnionitis dan gawat janin intrapartum. Sebagai konsekuensi komplikasi-komplikasi ini, seksio sesaria dilakukan pada 40% wanita. Pada saat masuk, 75% wanita sudah inpartu, 5% melahirkan karena penyulit lain, dan 10% lainnya melahirkan setelah persalinan spontan dalam 48 jam. Hanya terdapat 7% wanita yang proses kelahirannya tertunda 48 jam atau lebih setelah pecah ketuban. Periode waktu dari ketuban pecah preterm sampai proses kelahiran berbanding terbalik dengan usia gestasi saat ketuban pecah. Jika ketuban pecah pada trimester III, hanya diperlukan beberapa hari saja hingga kelahiran terjadi dibandingkan dengan trimester II (Cunningham, 2010). Gambar 2.2 Skema Gambar Membran Janin Manusia Dan Protein Komponen (Heaps, et al., 2005).

20 Peran Sitokin Dan Prostaglandin Pada Ketuban Pecah Dini Preterm Definisi sitokin Sitokin (Bahasa Yunani : Cyto : Sel ; dan Kinos : Gerakan) adalah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh sel-sel spesifik sistem kekebalan tubuh yang membawa sinyal lokal antara sel dan memiliki efek pada sel-sel lain. Sitokin adalah kategori isyarat molekul yang digunakan secara ekstensif dalam komunikasi selular terdiri protein, peptida, atau glikoprotein. Istilah sitokin meliputi keluarga besar dan beragam regulator polipeptida yang diproduksi secara luas diseluruh tubuh oleh beragam sel embriologis.il 6 adalah salah satu tipe dari sitokin yang ada (Kishimoto, 2003) IL-6 Interleukin-6 (IL-6) adalah sitokin Pleiotropic dengan berbagai aktivitas biologis, diproduksi oleh baik limfoid dan non-limfoid sel dan mengatur reaktivitas imun, respon fase akut, peradangan, dan hematopoiesis onkogenesis. IL-6 pada awalnya dikenal dengan berbagai nama, sepertiinterferon-b2 (IFNb2), T-cell Replacing Factor (TRF)-Like Factor, B-Cell Differentiation Factor, 26- kda protein, B-Cell Stimulatory Factor-2 (BSF2), Hybridoma Plasmacytoma Growth Factor (HPGF or IL-HP1), Hepatocyte- Stimulating Factor (HSF), dan Monocyte Granulocyte Inducer type 2 (MGI-2).Namun, kloning molekuler IFNb2, 26-kDa protein dan BSF-2dilakukan penelitian dan terungkap bahwa semua molekul adalah identik.kemudian hal tersebut diusulkan pada akhir 1988 bahwa molekul ini disebut IL-6. Dalam bagian berikutnya, struktur dan fungsi IL- 6 dan reseptor pada mekanisme ketuban pecah dini preterm akan dijelaskan (Kishimoto, 2003).

21 Pengaruh IL-6 dalam pecah ketuban Persalinan spontan berkaitkan dengan aktivasi reaksi inflamasi dalam jaringan kehamilan. Sitokin menyebabkan perekrutan sel inflamasi ke dalam membran koriodesidual. Meskipun kehamilan cukup bulan atau aterm berhubungan dengan respon inflamasi, infeksi intra uterin yang dimediasi dengan pelepasan sitokin, diduga menjadi faktor penyebab dalam terjadinya kehamilan dengan ketuban pecah dini preterm. Pada penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa kehamilan prematur berkaitkan dengan peningkatan konsentrasi sitokin sepertiinterleukin (IL): IL-1b, IL-6, IL-8, IL-10 dan Tumor Necrotic Factor -α (TNF-α). Secara khusus, peningkatan konsentrasi IL-6 tampaknya menjadi penanda infeksi intrauterin yang akan berdampak terjadinya untuk kelahiran prematur(matthew, et al., 2001). Bukti yang telah disajikan bahwa janin merespon proses inflamasi mungkin juga berkontribusi terhadap peningkatan konsentrasi sitokin intrauterin yang berakibat terjadinya persalinan prematur. Hal ini akan memungkinkan perawatan lebih obyektif dan akan menghindari pengobatan yang tidak seperlunya. Sehingga terjadinya persalinan prematur dapat dicegah (Matthew, et al., 2001). Penelitian lebih lanjut menyatakan bahwa sitokin berpartisipasi secara aktif dalam patofisiologi normal dan abnormal pada masa kehamilan dan masa nifas. Colony Stimulating Factor-l (CSF-1) terlibat dalam proses untuk implantasi, dan Granulocyte-Makrofag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) telah menunjukkan berperan dalam merangsang pertumbuhan plasenta. IL-l dan

22 19 Tumor NecroticFactor(TNF)terlibat pada inisiasi nifas dalam pengaturan infeksi pada intra uterin. Penelitian menyatakan bahwa IL-l dan TNF telah terdeteksi pada cairan amniotik pada wanita yang hamil dengan ketuban pecah dini preterm.sitokin tersebut diproduksi oleh desidua dalam menanggapi adanya paparan endotoksin.dan kedua sitokin tersebut dapat merangsang amnion dan desidua untuk memproduksi prostaglandin. Pengamatan ini mendorong kami untuk menyelidiki partisipasi IL-6. IL-6 dikenal seperti sitokin lainnya sebagai mediator utama dalam menanggapi infeksi dan jaringan yang cedera. IL-6 dihasilkan oleh sel-sel jaringan stroma endometrium untuk meresponadanya IL-l dan Interferon-γ (IFN-γ). IL-6 juga dihasilkan oleh desidual dalam merespon adanya endotoksin. Selain itu, pada penelitian sebelumnya melaporkan IL-6 akan meningkat pada wanita yang hamil dengan ketuban pecah dini preterm. (Romero, et al., 1991). Peningkatan kadar IL-6 akan memacu pembentukan MMP-9 (Yoneda, et al., 2009), Peningkatan kadar Metalloproteinaseini menyebabkan melemahnya khorioamnion sehingga memudahkan terjadi ruptur melalui degradasi kolagen (Goldenberg, et al., 2003).

23 20 IL IL MMP Gambar 2.3 Mekanisme Terjadinya Persalinan Preterm (Goldenberg, et al., 2003) PGE2 Prostaglandin E2 (PGE2) disintesis oleh jaringan intrauterin (desidua dan selaput janin) (Kniss,etal., 1993).MekanismePGE2dalam inisiasi persalinan telah menjadi salah satu paradigma utama dalam proses kelahiran manusia. Meskipun bukti kuat mendukung peran prostaglandin dalam timbulnya persalinan cukup bulan, ada data mengenai peran mereka dalam persalinan prematur. Klarifikasi masalah ini sangat penting untuk memahami diagnosis dan patofisiologi

24 21 persalinan prematur dan untuk pengembangan bentuk yang lebih efektif dalam upaya pengobatan (Mitchel, et al., 2003). Kadar Prostaglandinakan meningkat secara drastis pada cairan ketuban pada saat proses persalinan dimulai.sebuah perbedaan yang signifikan untuk prostaglandin pada arteriovenosa dalam plasma tali pusat menunjukkan bahwa plasenta juga merupakan sumber penting bagi PGE2 dalam sirkulasi janin selama akhir kehamilan akhir (Grigsby, et al., 2006) Pengaruh PGE2 dalam pecah ketuban Prostaglandin dianggap sebagai mediator sentral dalam proses kelahiran, produksi prostaglandin oleh jaringan intrauterin meningkat sebelum dan selama tahap awal proses persalinan. Hal ini dapat diketahui dari penelitian yang ada, yaitu terjadi peningkatan dalam cairan ketuban danserum plasma ibu dan urin. PGE2 dan PGF2α dikenal sebagai stimulator kuat kontraktilitas miometrium dan dapat menginduksi persalinan pada semua umur kehamilan, sedangkan inhibitor prostaglandin dapat memperpanjang proses kehamilan (Kayem, et al., 2002). Kelahiran adalah suatu proses fisiologis yang kompleks yang terjadi karena faktor janin, plasenta dan ibu. PGE2 yang terlibat dalam onset dan kemajuan persalinan, dan peningkatan sintesis prostaglandin oleh Cyclooxygenase (COX) dalam jaringan intrauterin (plasenta dan selaput janin) merupakan faktor yang berperan penting dalam memicu terjadinya proses ketuban pecah dini. Membran selaput ketuban utuh serta sel-sel diisolasi dari amnion, korion dan desidua menghasilkan PGE2 dalam menanggapi rangsangan sitokin seperti IL-6 dan IL-1 (Farina, et al.,2006).

25 22 Permulaan waktunya pembentukan prostaglandin mungkin berhubungan dengan persalinan prematur yang dapat terjadi sebagai akibat dari infeksi intrauterin. Ada bukti bahwa sel-sel dari membran amnion merupakan sumber utama PGE2 dalam intrauterin, karena jaringan amnion kaya mengandung Fosfolipid Arachidonyl dan berisi fosfolipase A2 yang mengkatalisis pelepasan Asam Arakidonat untuk biosintesis prostaglandin, dan amnion sel yang disebabkan oleh Epidermal Growth Factor (EGF) (Kniss, et al., 2003). Ada bukti bahwa EGF berasal dari janin setidaknya bertanggung jawab untuk memicu timbulnya sintesis prostaglandin oleh sel amnion. Epidermal Growth Factor menyebabkan peningkatan cairan ketuban saat kehamilan. Sel-sel amnion dan baris sel amnion mengandung reseptor afinitas tinggi untuk Epidermal Growth Factor. Kemudian Epidermal Growth Factor merangsang pembentukan PGE2dalam sel-sel amnion (Kniss, et al., 2003). Pada kehamilan tanpa komplikasi, proses penurunan posisis janin yang disebabkan Epidermal Growth Factor yang terakumulasi dalam cairan ketuban sebagai janin matang, dan setelah mencapai konsentrasi ambang batas, merangsang PGE2 yang di biosintesis oleh sel amnion. Dalam kasus persalinan prematur (<37 minggu kehamilan), sistem sinyal normal diaktifkan proses prematur. Salah satu penyebab yang mungkin untuk ini adalah produksi sinyal tambahan dari ibu. Aktivasi dari sistem kekebalan tubuh ibu yang menjadi pemicu penting bagi timbulnya persalinan prematur dalam pengaturan infeksi bakteri intrauterin. Telah dikemukakan bahwa agen imuno regulatori seperti Interleukin- L1β(IL-1β) dan TumorNecrotic Factor-α (TNF-α) merangsang sintesis PGE2,

26 23 yang mengarah kepada terjadinya aktivitas dini pada uterus dan dilatasi pada serviks (Kniss, et al., 2003). PGE2 juga meningkatkan MMP-9. Selain itu juga dapat meningkatkan MMP-1 dan MMP-3. Peningkatan MMP akan berakibat pada mudahnya terjadi ruptur pada membran selaput ketuban. (Mc.Laren, 2000). Selain itu, PGE2 juga menyebabkan penurunan TiMP-1danberperan mestimulasi pembentukan MMP- 2(Ulug, et al., 2001)..

27 BABIII KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Persalinan preterm dengan ketuban pecah dini mungkin lebih menunjukkan sebagai suatu sindrom dibandingkan suatu diagnosa yang spesifik karena penyebabnya yang bervariasi, melibatkan faktor maternal, janin dan plasenta. Salah satu proses patogenesisnya adalah infeksi dimana host (ibu dan janin) yang terekspos produk-produk bakteri seperti endotoksin akan mengaktifkan sel-sel desidua dan leukosit (monosit dan makrofag) yang selanjutnya akan melepaskan sitokin, sepertiil-6. Sitokin ini kemudian akan menstimulasi pembentukan PGE2 yang kemudian akan membentuk MMP. MMP menyebabkan degradasi selaput membran sehingga mudah terjadi ruptur. Sampai saat ini masih banyak pertentangan mengenai penatalaksanaan ketuban pecah dini preterm yang tidak memberikan tindakan sampai pada tingkat yang berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi yang ditimbulkan makin besar. Diperlukan suatu penelitian preventif dibidang penekanan terhadap infeksi. Dalam dasawarsa terakhir ini para pakar kedokteran Obstetri Fetomaternal memusatkan perhatian pada proses inflamasi yang terjadi pada ketuban pecah dini dan ekspresi dari PGE2 dan mediator-mediator inflamasi seperti IL-6 yang bisa ditemukan dalam darah. 24

28 Konsep Penelitian Kehamilan Infeks Interleuki Ketuban Pecah Dini Prostaglandin 1. Tekanan darah 140/ Polihidra mnion. 3. Pernah Dirawat Gambar 3.1 Konsep Terjadinya Pecah Ketuban DiniPreterm 3.3 Hipotesis Penelitian 1. Terdapat perbedaan kadar IL-6 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal. 2. Terdapat perbedaan kadar PGE2 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal.

29 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan Cross-Sectional analitik. Membandingkan proporsi pasien yang mengalami ketuban pecah dini preterm dengan proporsi pasiendengan kehamilan preterm normal. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dikerjakan di Poliklinik dan IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Sanglah Denpasar, dilakukan pada tanggal 1 Januari 2014 sampai 15 Juli Sampel kemudian diolah di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah. 4.3 Populasi Penelitian Populasi target pada penelitian ini adalah ibu hamil di atas 20 minggu sampai 37 minggu. Populasi terjangkau adalah ibu hamil di atas 20 minggu sampai 37 minggu yang datang ke Kamar Bersalin Instalasi Rawat Darurat (IRD) atau Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar. 26

30 Sampel Penelitian Sampel penelitian (intended sample) adalah ibu hamil minggu yang datang berkunjung ke Kamar Bersalin IRD dan Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar, yang dipilih secara berurutan (consecutive sampling) dari populasi terjangkau setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subjek yang benar-benar diteliti (actual study subject) adalah sampel yang benar-benar mau ikut serta menjadi subyek penelitian dan sudah menandatangani informed consent Kriteria inklusi Kriteria Inklusi dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Usia kehamilan diatas 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu 2. Kehamilan Tunggal Hidup 3. Bersedia ikut penelitian ini Kriteria eksklusi Kriteria Eksklusi dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Tekanan darah 140/90 mmhg. 2. Pernah dirawat dengan ketuban pecah dini preterm pada kehamilan ini dan telah diambil sampelnya. 3. Polihidramnion. 4. Melakukan coitus dalam 24 jam terakhir. 4.5 Besar Sampel Penelitian Besar kasus dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

31 28 Rumus Araoye (2003) Zα 2 PQ n= d 2 Keterangan : n = Besar sampel Zα = 1,96 ( α = 0,05) P = 5% ( Prevalensi) Q = 95% ( 1-P ) d = 10% (Penyimpangan Absolut Penelitian) Sehingga apabila dimasukkan rumus didapatkan : 1,96 2 x 5 x 95 n= (10) 2 n = 18,24 Sebagai antisipasi drop out 10 % maka jumlah sampel ditambahkan menjadi 20 sampel perkelompok. Sehingga total 40 sampel. Sebagai pembanding, pengambilan sampel akan di matching menurut usia kehamilan, paritas dan usia ibu. 4.6 Variabel Penelitian Identifikasi variable penelitian adalah sebagai berikut : 1. Variabel bebas : Kadar Serum Maternal IL-6 dan Kadar PGE2 2. Variabel tergantung : Ketuban Pecah Dini Preterm. 3. Variabel kendali : Umur Ibu, Umur Kehamilan, Paritas. 4.7 Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Kadar Serum IL-6 adalah sel sitokin Pleiotropic dengan berbagai aktivitas biologis, diproduksi oleh baik limfoid dan non-limfoid sel dan mengatur

32 29 reaktivitas imun, respon fase akut, peradangan, dan hematopoiesis onkogenesis yang diukur level IL-6 spesimen serum darah tepi yang diambil di Vena Cubiti kemudian diperiksa dengan metode ELISA di Laboratorium Patologi Klinik Sanglah dan dinyatakan dengan nilai ng/ml. 2. Kadar Serum PG E2adalah hormon yang dihasilkan jaringan intrauterin (desidua dan selaput janin) yang diukur level PGE2 spesimen serum darah tepi yang diambil di Vena Cubiti kemudian diperiksa dengan metode ELISA di Laboratorium Patologi Klinik Sanglah dan dinyatakan dengan nilai ng/ml. 3. Kehamilan preterm adalah kehamilan di atas 20 minggu sampai sebelum 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) dengan menggunakan Rumus Naegele. 4. Ketuban Pecah Dini Preterm adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada usia kehamilan 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu yang satu jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda persalinan. 5. Kehamilan Preterm Normal adalah kehamilan yang berlangsung tanpa disertai komplikasi pada ibu dan anak dan belum inpartu pada umur kehamilan 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu. 6. Kehamilan kembar adalah kehamilan di mana jumlah janin dua atau lebih yang diketahui oleh pemeriksaan USG oleh Spesialis Obstetri dan Ginekologi di RSUP Sanglah. 7. Preeklampsia adalah kehamilan dengan tekanan darah sistolik minimal 140 mmhg dan/atau diastolik minimal 90 mmhg dengan proteinuria, pada kehamilan setelah 20 minggu.

33 30 8. Eklampsia adalah kejang atau koma pada preeklampsia. 9. Riwayat KPD Preterm sebelumnya adalah ibu hamil yang pada kehamilan ini pernah dirawat dengan KPD pada usia kehamilan 20 minggu sampai kurang 37 minggu di Rumah Sakit Umum Sanglah dan telah diambil sampelnya 10. Polihidramnion adalah jumlah indek cairan amnion (ICA) atau amniotic fluid index (AFI) lebih besar atau sama dengan 25 cm atau ukuran kedalam sebuah kantong amnion terdalam (deep single pocket) lebih dari 8 cm, yang diukur dengan USG oleh Spesialis Obstetri dan Ginekologi Di RSUP Sanglah. 11. Melakukan intercourse dalam 24 jam terakhir yaitu melakukan coitus pada 24 jam terakhir. 12. Umur kehamilan adalah umur kehamilan yang dihitung menggunakan rumus Naegele. 13. Umur ibu dihitung berdasarkan Kartu Tanda Penduduk. 14. Paritas adalah jumlah anak lahir hidup yang diketahui berdasarkan anamnesa kepada peserta penelitian. 4.8 Bahan Dan Materi Penelitian Materi sampel berupa darah tepi wanita yang diambil menggunakan spuit 5 cc dan kemudian dilakukan analisis IL 6 dan PGE Alat Dan Instrument Penelitian 1. Spuit 5 cc. 2. Tabung penampung darah yang mengandung EDTA. 3. Kapas alkohol dan Sarung tangan semisteril.

34 Prosedur Penelitian 1. Wanita yang terpilih menjadi sampel akan diberikan penjelasan tentang penelitian ini, begitu juga dengan keluarganya. Setelah mengerti dan bersedia menjadi sampel, penderita diminta menandatangani informed consent. 2. Identitas dan hasil pemeriksaan klinis dicatat pada formulir pengumpulan data. 3. Langkah-langkah: Anamnesis untuk melengkapi identitas pasien, umur kehamilaan, paritas, keluhan, HPHT. Pemeriksaan fisik umum untuk menentukan status kesehatan pasien. Pemeriksaan fisik obstetrik. Pemeriksaan laboratorium standar untuk ante natal care (ANC). 4. Pengambilan darah tepi: Penderita berbaring di meja periksa. Kenakan sarung tangan steril dan lakukan asepsis di vena cubiti. Dengan spuit 5 cc, diambil darah vena sebanyak 5 cc. Masukkan sediaan darah ke tabung darah tepi. Sediaan dikirim ke Laboratorium RSUP Sanglah.

35 32 Semua kehamilan preterm dikelola sesuai dengan pedoman diagnosis dan terapi (protap) yang sudah ada. Sampel darah akan diambil dengan menggunakan spuit 5 cc, kemudian diberi label nomor sampel dan selanjutnya dibawa ke laboratorium RSUP Sanglah untuk diperiksa kadar serum IL-6 dan PGE2. Ibu hamil dengan ketuban pecah dini preterm yang akan mendapat terapi deksametason, sampel darahnya diambil terlebih dahulu sebelum pemberian terapi. Hasilnya kemudian dikumpulkan dalam lembar pengumpulan data. Data dikumpulkan kemudian ditabulasikan dan dianalisis.

36 Alur Penelitian Ibu Hamil Preterm dengan Ketuban Pecah Dini dan hamil Preterm yang normal ANC Kriteria Inklusi Populasi Consecutive Sampe Ibu Hamil Preterm dengan Ketuban Pecah Ibu Hamil Preterm Yang Normal Serum IL 6 Serum PGE2 Serum IL 6 Serum PGE2 ANALISIS DATA Gambar 4.1 Alur Penelitian

37 Analisis Data Data dikumpulkan diolah dengan menggunakan program komputer SPSS for windows versi Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis sebagai berikut : 1. Uji normalitas dengan Shapiro- Wilk. 2. Uji homogenitas dengan Levene s. 3. Uji komparatif IL-6dengan T-Independent. 4. Uji komparatif PGE2 dengan T-Independent.

38 BAB V HASIL PENELITIAN Selama periode bulan Januari Juli 2014, dilakukan penelitian dengan rancangan cross-sectional, yang dilakukan di Poliklinik dan IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar. 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian Selama penelitian, 40 ibu hamil minggu dijadikan sampel dalam penelitian setelah memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Data karakteristik subjek antar kelompok perlakuan disajikan pada Tabel 5.1. Table 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian antar Kelompok Ketuban Pecah DiniPreterm dan Kelompok Hamil Normal Umur (th) Variabel KPDPreterm n = 20 26,50±7,58 Kelompok Hamil Normal n = 20 27,20±6,42 P 0,754 Gravida 2,30±1,69 2,05±0,89 0,561 Umur Kehamilan (mg) 32,95±2,82 31,90±2,71 0,237 HB 12,02±1,07 10,98±1,19 0,006 Leukosit 13,47±4,66 9,96±2,98 0,007 Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai p > 0,05 pada umur, gravida, dan umur kehamilan. Hal ini berarti bahwa umur ibu, gravida, dan umur kehamilan homogen antara kelompok ketuban pecah dinipreterm dengan kelompok hamil normal. Sedangkan Hb dan Leukosit tidak 35

39 homogen antara kelompok ketuban pecah dinipreterm dengan kelompok hamil normal. 5.2 Perbandingan Kadar IL-6 Untuk mengetahui perbedaan kadar IL-6 antara Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm dengan Kelompok Hamil Normal digunakan uji t-independent. Hasil analisis kemaknaan disajikan pada Tabel 5.2 berikut. Tabel 5.2 Perbedaan Kadar IL-6 antara Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm dengan Kelompok Hamil Normal. 36 Kelompok Subjek KPDPreterm n = 20 Kelompok Hamil Normal n = 20 p Kadar IL-6 23,49 24,61 4,50 6,59 0,002 Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa p = 0,002. Hal ini berarti bahwa rerata kadar IL-6 pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05).

40 Perbandingan Kadar PGE2 Untuk mengetahui perbedaan kadar PGE2 antara Kelompok Ketuban Pecah DiniPreterm dengan Kelompok Hamil Normal digunakan uji t-independent. Hasil analisis kemaknaan disajikan pada Tabel 5.3 berikut. Tabel 5.3 Perbedaan Kadar IL-6 antara Kelompok Ketuban Pecah DiniPreterm dengan Kelompok Hamil Normal Kelompok Subjek KPDPreterm n = 20 Kelompok Hamil Normal n = 20 p Kadar PGE2 24,84 19,21 9,19 4,33 0,001 Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata kadar PGE2 pada ke dua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05).

41 BAB VI PEMBAHASAN Selama periode bulan Januari Juli 2014, dilakukan penelitian dengan rancangan cross-sectional, yang dilakukan di Poliklinik dan IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar. 6.1 Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rerata umur ibu Kelompok Ketuban Pecah Dini Pretermadalah 26,50±7,58 tahun, rerata Kelompok Hamil Normal adalah 27,20±6,42 tahun. Rerata umur Kehamilan Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm adalah 32,95±2,82 minggu, rerata Kelompok Hamil Normal adalah 31,90±2,71 minggu, rerata gravida Kelompok Ketuban Pecah Dini Pretermdalah 2,30±1,69, rerata gravida Kelompok Hamil Normal adalah 2,05±0,89. Dari analisis terhadap profil darah, rerata Hb Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm adalah 12,02±1,07, rerata Kelompok Hamil Normal adalah 10,98±1,19. Rerata Leukosit Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm adalah 13,47±4,66, rerata Kelompok Hamil Normal adalah 9,96±2,98. Untuk variabel umur, gravida, dan umur kehamilan masing-masing dengan nilai p > 0,05. Hal ini berarti bahwa umur ibu, gravida, dan umur kehamilan tidak berbeda antara Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm dengan Kelompok Hamil Normal. Sedangkan Hb dan Leukosit terjadi perbedaan yang bermakna antara 38

42 39 Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm dengan Kelompok Hamil Normal (p<0,05) Umur ibu Dari hasil penelitian didapatkan rerata umur ibu Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm adalah 26,50±7,58 tahun dan rerata Kelompok Kehamilan Preterm Normal adalah27,20±6,42 tahun, dengan nilai p = 0,754. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan umur antara kelompok kasus dan kontrol. Tidak adanya perbedaan distribusi umur ibu antara kedua kelompok diharapkan dapat mengurangi faktor perancu yang mempengaruhi hasil penelitian. Pada penelitian yang sama yang dilakukan oleh Kilpatrck (2006) mendapatkan rerata umur ibu hamil Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm 26,21+5,84 tahun dan Kelompuk Kehamilan Preterm Normal 24,55+6,16 tahun (p = 0,5). Pada Penelitian, Nerissa juga mendapatkan rerata umur ibu hamil pada Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm 26,26+6,05 tahun dan Kelompok Kehamilan Preterm Normal 27,04+5,91 tahun (p = 0,766). Umur ibu yang semakin tua berpengaruh pada bakteriuria asimptomatik. Ini diakibatkan oleh meningkatnya kejadian neurogenic bladder dan peningkatan volume residu urin dan refluks urin. Selain itu perubahan epitel transisional pada uretra bagian atas menjadi epitel skuamus menyebabkan proses infeksi ascenden lebih mudah terjadi (Nerissa, et al., 2003) Jumlah paritas Pada penelitian ini rerata paritas ibu hamil Kelompok Ketuban Pecah Dini adalah 2,30±1,69 dan rerata Kelompok Kehamilan Preterm Normal adalah

43 40 2,05±0,89, dengan nilai p = 0,561. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan paritas antara kedua kelompok. Tidak terdapatnya perbedaan distribusi jumlah paritas dapat mengurangi bias pada penelitian. Multiparitas mempunyai risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini preterm 31,3 kali dengan p=.001. Fatima (2006) mendapatkan rerata paritas 3,99+2,73 pada kelompok ketuban pecah dini dan 3,35+2,74 pada kelompok preterm normal (p=0,398) Umur kehamilan Rerata umur kehamilan ibu Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm adalah 32,95±2,82 minggu dan rerata Kelompok Kehamilan Preterm Normal adalah 31,90±2,71 minggu, dengan nilai p = 0,507. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan umur kehamilan antara kelompok kasus dengan kontrol. Lin dan Fajardo (2008) mendapatkan rerata umur kehamilan pada Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm 31,83±3,22 minggu dan Kelompok Kehamilan Preterm Normal 33,28±2,16 minggu, dengan nilai p = 0,67. Demikian juga Shim (2004) mendapatkan rerata umur Kehamilan Pada Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm 30,03+3,54 minggu dan Kelompok Kehamilan Preterm Normal 31,93+3,11 minggu, p = 0,237. Tidak diterangkan mekanisme yang menjelaskan pengaruh umur kehamilan ini (Shim,etal.,2004). 6.2 Perbandingan Kadar IL-6 Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kadar IL-6 Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm adalah 23,49 24,61 dan rerata Kelompok Hamil Normal adalah 4,50 6,59. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent

44 41 menunjukkan bahwa nilai p < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara bermakna kadar IL-6 antara Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm dengan Kelompok Hamil Normal. Hal ini dapat dijelaskan bahwa persalinan spontan berkaitkan dengan aktivasi reaksi inflamasi dalam jaringan kehamilan(matthew, et al., 2001). Interleukin-6 (IL-6) adalah sitokin Pleiotropic dengan berbagai aktivitas biologis, diproduksi oleh baik limfoid dan non-limfoid sel dan mengatur reaktivitas imun, respon fase akut, peradangan, dan hematopoiesis onkogenesis (Kishimoto, 2003). Sitokin menyebabkan perekrutan sel inflamasi ke dalam membran koriodesidual. Meskipun kehamilan cukup bulan atau aterm berhubungan dengan respon inflamasi, infeksi intra uterin yang dimediasi dengan pelepasan sitokin, diduga menjadi faktor penyebab dalam terjadinya kehamilan dengan ketuban pecah dini preterm. Penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa kehamilan prematur berkaitkan dengan peningkatan konsentrasi sitokin seperti IL-1b, IL-6, IL-8, IL-10 dan Tumor Necrotic Factor -α (TNF-α). Secara khusus, peningkatan konsentrasi IL-6 tampaknya menjadi penanda infeksi intrauterin yang akan berdampak terjadinya untuk kelahiran prematur(matthew, et al., 2001). Bukti yang telah disajikan bahwa janin merespon proses inflamasi mungkin juga berkontribusi terhadap peningkatan konsentrasi sitokin intrauterin yang berakibat terjadinya persalinan prematur. Hal ini akan memungkinkan perawatan lebih obyektif dan akan menghindari pengobatan yang tidak

45 42 seperlunya. Sehingga terjadinya persalinan prematur dapat dicegah (Matthew, et al.,2001). Penelitian terbaru menyatakan bahwa sitokin berpartisipasi secara aktif dalam patofisiologi normal dan abnormal pada masa kehamilan dan masa nifas. Colony Stimulating Factor-l (CSF-1) terlibat dalam proses untuk implantasi, dan Granulocyte-Makrofag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) telah menunjukkan berperan dalam merangsang pertumbuhan plasenta. IL-l dan Tumor NecroticFactor(TNF)terlibat pada inisiasi nifas dalam pengaturan infeksi pada intra uterin. Penelitian menyatakan bahwa IL-l dan TNF telah terdeteksi pada cairan amniotik pada wanita yang hamil dengan ketuban pecah dini preterm(goldenberg, et al., 2003). Sitokin tersebut diproduksi oleh decidua dalam menanggapi adanya paparan endotoksin.dan kedua sitokin tersebut dapat merangsang amnion dan desidua untuk memproduksi prostaglandin. Pengamatan ini mendorong kami untuk menyelidiki partisipasi IL-6. IL-6 kita kenal seperti sitokin lainnya sebagai mediator utama dalam menanggapi infeksi dan jaringan yang cedera. IL-6 dihasilkan oleh sel-sel jaringan stroma endometrium untuk meresponadanya IL-l dan Interferon-γ (IFN-γ) (Goldenberg, et al., 2003). IL-6 juga dihasilkan oleh desidual dalam merespon adanya endotoksin. Selain itu, pada penelitian sebelumnya melaporkan IL-6 akan meningkat pada wanita yang hamil dengan ketuban pecah dini preterm (Romero,et al., 1991). Peningkatan kadar interleukin-6 akan memacu pembentukan MMP-9 (Yoneda,et al., 2009), Peningkatan kadar Metalloproteinaseini menyebabkan melemahnya

46 43 korioamnion sehingga memudahkan terjadi ruptur melalui degradasi kolagen (Goldenberg, et al., 2003). IL-6 juga dihasilkan oleh desidual dalam merespon adanya endotoksin. Selain itu IL-6 akan mengalami peningkatan pada ibu hamil yang mengalami preeklampsia. Hal ini diakibatkan karena sitokin IL-6 akan terbentuk karena adanya rangsangan gangguan radikal bebas. Sehingga sampel penelitian diwajibkan dilakukan pengukuran tekanan darah. Apabila didapatkan tekanan darah tinggi maka akan dijadikan kriteria ekslusi. Peningkatan IL-6 terjadi pada pasien dalam keadaan inpartu, sehingga dalam pengambilan sampel, pasien yang mengalami ketuban pecah dini preterm dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan alat kardiotokografi. Dinyatakan sebagai sampel penelitian apabila hasil pembacaan pada kardiotokografi tidak didapatkan kontraksi rahim atau his. Pemeriksaan berat badan dan tinggi badan dilakukan juga untuk menghindari faktor nutrisi sebagai penyebab ketuban pecah dini preterm. Sampel penelitian didapatkan dengan indeks massa tubuh dalam kategori normal. 6.3 Perbandingan Kadar PGE2 Hasil analisis menunjukkan bahwa rerata kadar prostaglandin Kelompok Ketuban Pecah Dini Preterm adalah 24,84 19,21dan rerata Kelompok Hamil Normal adalah 9,19 4,33. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan nilai p < 0,05. Hal ini berarti bahwa rerata kadar prostaglandin pada ke dua kelompok berbeda secara bermakna.

47 44 Hal ini dapat dijelaskan mengingat prostaglandin dianggap sebagai mediator sentral dalam proses kelahiran, produksi prostaglandin oleh jaringan intrauterin meningkat sebelum dan selama tahap awal proses persalinan. Hal ini dapat diketahui dari penelitian yang ada, yaitu terjadi peningkatan dalam cairan ketuban dan serum plasma ibu dan urin. PGE2 dan PGF2α dikenal sebagai stimulator kuat kontraktilitas miometrium dan dapat menginduksi persalinan pada semua umur kehamilan, sedangkan inhibitor prostaglandin dapat memperpanjang proses kehamilan (Kayem, et al., 2002). Kadar prostaglandin juga akan meningkat secara drastis pada cairan ketuban pada saat proses persalinan dimulai. Sebuah perbedaan yang signifikan untuk prostaglandin pada arteriovenosa dalam plasma tali pusat menunjukkan bahwa plasenta juga merupakan sumber penting bagi PGE2 dalam sirkulasi janin selama akhir kehamilan akhir (Grigsby, et al., 2006). Kelahiran adalah suatu proses fisiologis yang kompleks yang terjadi karena faktor janin, plasenta dan ibu. PGE2 yang terlibat dalam onset dan kemajuan persalinan, dan peningkatan sintesis prostaglandin oleh Cyclooxygenase (COX) dalam jaringan intrauterin (plasenta dan selaput janin) merupakan faktor yang berperan penting dalam memicu terjadinya proses ketuban pecah dini. Membran selaput ketuban utuh serta sel-sel diisolasi dari amnion, korion dan desidua menghasilkan PGE2 dalam menanggapi rangsangan sitokin seperti IL-6 dan IL-1 (Farina, et al.,2006). Permulaan waktunya pembentukan prostaglandin mungkin berhubungan dengan persalinan prematur yang dapat terjadi sebagai akibat dari infeksi

48 45 intrauterin. Ada bukti bahwa sel-sel dari membran amnion merupakan sumber utama PGE2 dalam intrauterin, karena jaringan amnion kaya mengandung Fosfolipid Arachidonyl dan berisi fosfolipase A2 yang mengkatalisis pelepasan Asam Arakidonat untuk biosintesis prostaglandin, dan amnion sel yang disebabkan oleh Epidermal Growth Factor (EGF) (Kniss, et al.,2003). Bukti bahwa EGF berasal dari janin setidaknya bertanggung jawab untuk memicu timbulnya sintesis prostaglandin oleh sel amnion. Epidermal Growth Factor menyebabkan peningkatan cairan ketuban saat kehamilan. Sel-sel amnion dan baris sel amnion mengandung reseptor afinitas tinggi untuk Epidermal Growth Factor. Kemudian Epidermal Growth Factor merangsang pembentukan PGE2dalam sel-sel amnion. Kami berpendapat bahwa, pada kehamilan tanpa komplikasi, proses penurunan posisis janin yang disebabkan Epidermal Growth Factor yang terakumulasi dalam cairan ketuban sebagai janin matang, dan setelah mencapai konsentrasi ambang batas, merangsang PGE2 yang di biosintesis oleh sel amnion (Grigsby, et al., 2006). Dalam kasus persalinan prematur (<37 minggu kehamilan), sistem sinyal normal diaktifkan proses prematur. Salah satu penyebab yang mungkin untuk ini adalah produksi sinyal tambahan dari ibu. Aktivasi dari sistem kekebalan tubuh ibu yang menjadi pemicu penting bagi timbulnya persalinan prematur dalam pengaturan infeksi bakteri intrauterin. Telah dikemukakan bahwa agen imuno regulatori seperti Interleukin-L1β(IL-1β) dan TumorNecrotic Factor-α (TNF-α) merangsang sintesis PGE2, yang mengarah kepada terjadinya aktivitas dini pada uterus dan dilatasi pada serviks (Kniss, et al., 2003). Sehingga pada penelitian ini

49 46 pasien yang dijadikan sebagai sampel telah dilakukan pemeriksaan yang menyatakan tidak adanya kontraksi pada ibu hamil. Pemeriksaan tersebut menggunakan mesin kardiotokografi. Dinyatakan sebagai sampel apabila hasil dari pembacaan menyatakan tidak didapatkan kontraksi rahim atau his. PGE2 juga meningkatkan MMP-9. Selain itu juga dapat meningkatkan MMP-1 dan MMP-3. Peningkatan MMP akan berakibat pada mudahnya terjadi ruptur pada membran selaput ketuban (Mc.Laren,et al., 2000). Selain itu, PGE2 juga menyebabkan penurunan TiMP-1danberperan mestimulasi pembentukan MMP-2(Ulug, et al., 2001). PGE2 akan mengalami penurunan kadar serum level pada pasien yang mengalami preeklampsia. Apabila didapatkan tekanan darah tinggi maka akan dijadikan kriteria ekslusi.

50 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: 3. Terdapat perbedaan kadar IL-6 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm yang normal. 4. Terdapat perbedaan kadar PGE2 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm yang normal. 7.2 Saran Berdasarkan simpulan di atas dapat disarankan sebagai berikut: 1. Disarankan pemeriksaan IL-6 serum dan PGE2 serum untuk memprediksi ketuban pecah dini. 2. Melakukan penelitian lanjutan dengan metode Case Control untuk mengetahui batasan nilai kadar IL-6 dan PGE2 yang dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini preterm. 47

51 DAFTAR PUSTAKA Agrawal,V., Hirsch, E.,2011, Intrauterine Infection And Preterm Labor, Seminars In Fetal And Neonatal Medicine, Elsevier, United State of America,Vol.17, pp Amy,P.M., Greig,P.C., Jimmerson, C., Allen, J., Herbert, W., 2003, Maternal Serum Interleukin-6 Concretations As A Marker For Impending Preterm Delivery,American Journal of Obstetrics And Gynaecology, United State of America, Vol.91, pp Amy, P.M., Greig,P.C., Jimmerson, C., Allen, J., Herbert, W., 2001, Maternal Serum Interleukin-6 Concretations In Patients With Preterm Premature Rupture Of Membranes And Evidance Of Infection, American Journal of Obstetrics And Gynaecology, United State of America, pp Binarso, A.M., 2010, Persalinan Preterm, Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Hal Cabrol, D., Corbonne, C., Dallot, E., Ferre, F., 2003, Inhibition Of Prostaglandin E2 Production In Myometrial And Amniotic Cells In Culture By Human Amniotic Fluid. Loss Of Inhibition After Intra- Uterine Fetal Death, European Journal of Obstetrics And Gynecology And Reproductive Biology,Vol.64, pp

52 Challis, J.R.G., 2005, Undernutrition, Preterm Birth, And The 49 Prostaglandin Pathway, Preterm Birth : Mechanisms, Mediators, Prediction, Prevention, And Intervention, Informa Health Care, United Kingdom, pp Creasy, R. K., Resnik, R. 2009, Maternal Fetal Medicine, Principle and Practice Sixth Edition, pp Cunningham, F.G.,2010, Preterm Birth, Obstetri Williams 23 rd. The McGraw-Hill Company, New York, pp Dudley,D,J., 1997, Preterm Labor : An Intra Uterine Inflammatory Response Syndrome?, Journal Of Reproductive Immunology, Ed.36, pp Farina, M.G.,Billi, S., Sordelli, M.S., Ribeiro, M., Lombardi, E., Franchi, A.M., 2006, Nitric Oxide (NO) Inhibits Prostaglandin E2 9-Keto Reductase (9-KPR) Activity In Human Fetal Membranes, Prostaglandins And Other Lipid Mediators, Vol. 79, pp Getahun, D., Stricland, D., Ananth, C., Fasseth, M., Kirby, S., Jacobsen, S., 2010, Recurrent Of Preterm Rupture Of Membranes In Relation To Interval Between Pregnancies, American Journal of Obstetrics And Gynaecology, United State of America, Vol.220, pp. 570.e1-6. Goldenberg, R.L., Andrew, S., Mercer, B., Moawad, A., Iams, J., Caritis, S., 2000, Preterm Birth :Granulocyte Colony Stimulating Factors And Spontaneous Preterm Birth, American Journal of Obstetrics And Gynaecology, United State of America, Vol.182, pp

53 50 Goldenberg, R.L., Culhane, F., 2003, Infection As A Cause Preterm Birth,Clinics of Perinatalogy, United State of America, Vol 30, pp Goldenberg, R.L., Culhane, F., Romero, R.,2008, Preterm Birth : Epidemiology And Causes Of Preterm Birth, Lancet, United State of America, Vol 371, pp Goldsmith, L.T., Sordelli, M.S., Ribeiro, M., 2005, Relaxin-Related Preterm Birth, Preterm Birth : Mechanisms, Mediators, Prediction, Prevention, And Intervention, Informa Health Care, United Kingdom, pp Grigsby, P.L., Suren, R.S., Brockman, D., Jhonson, M., 2006, Localization And Expression of Prostaglandin E2 Receptors In Human Placenta And Corresponding Fetal Membranes With Labor, American Journal of Obstetrics and Gynecology, Vol. 195, Heaps, B.R., House, M., Socrate, S., Leppert, P., 2005, Matrix Biology And Preterm Birth, Preterm Birth : Mechanisms, Mediators, Prediction, Prevention, And Intervention, Informa Health Care, United Kingdom, pp Kayem,G., Dallot, E., Ferre, F., 2002, Effect of Amniotic Fluid Upon Prostaglandin E2 and I2 Production By Cultured Human Myometrial Cells, European Journal of Obstetrics And Gynecology And Reproductive Biology,Vol.108, pp

54 51 Kilpatrick, S.J., Patil, R., Connel, J., Risk factors for Previable Premature Rupture of Membranes or Advanced Cervical Dilation : A Case Control Study. AmJObst&Gynecol, 194: Kishimoto, T. 2003, Interleukin-6, The Cytokine Handbook FourthEdition, Academic Press,pp Kniss, D.A., Fertel, R.H., Iams, J., 2003, Transforming Growth Factor-β Potentiates Epidermal Growth - Induces Prostaglandin E2 Production In Amnion Cells, ProstaglandinsVol45, pp Matthew, A.G., Keelan, J., Mc Cowan, L., Towned, K., 2001, Predicting Preterm Delivery : Comparison of Cervicovaginal Interleukin (IL)-1β, IL-6 and IL-8 With Fetal Fibronectin And Cervical Dilatation, European Journal of Obstetrics And Gynecology And Reproductive Biology, Vol. 95. pp Mc.Laren, J., Andrew, S., Mercer, B., Moawad, A., 2000, Prostaglandin E2-Dependent Production of Latent Matrix Metalloproteinase-9 In Cultures of Human Fetal Membranes,Molecular Human Reproduction, Vol.6, pp Mitchell, M., Romero, R.,Wu, K., 2003, Amniotic FluidConcretations of Prostaglandin F2α,13, 14-Dihydro-15-Keto-Prostaglandin F2α (PGFM), And ll-deoxy-13,14-dihydro-15-keto-11, 16-Cyclo- Prostaglandin E2(PGEM-LL) In Preterm Labor, Prostaglandins Vol 37, pp Mochtar, R. 2012, Air Ketuban Dan Kelainannya, Sinopsis Obstetri, Edisi 3, Jilid 1, EGC, Jakarta, Bab 38, Hal

55 52 Nerissa, I.C., Sescon, S., Felice, G.M., Prevalence of Asymtomatic Bacteriaura and Associated Risk Factors in Pregnant Women. Phil J Microbiol Infect, 32(2): Prabantoro,B., Askandar, M., 2011, Peran Endonuclease Sebagai Biomarker Penentu Apoptosis Sel Amnion Pada Kehamilan Dengan Ketuban Pecah Dini, JBP, vol 13, pp Romero, R., Ida, N., Sakurai, S., Sehgal, P., 1991, Cytokines In Normal And Abnormal Parturition : Elevated Amniotic Fluid Interleukin-6 Levels In Women With Premature Rupture of Membranes Associated With Intrauterine Infection, Cytokine, Vol. 3, pp Sabarudin,U., David, A., 2011, Polimorfisme Gen MMP-9, Ekspresi MMP-9, dan Indeks Apoptosis Sel Serviks Pada Kehamilan Minggu, MKB, vol 43, pp Shim, S., Romero, R., Woo Park, C., Clinical Significance of Intra amniotic inflammation in Patients with Preterm Premature of Membranes. Am J Obstet and Gynecol and Repro Bio, 62:25-9. Suhaimi, D., 2012, Protein P53 Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Ketuban Pecah Dini, JAS, vol 2, pp Soewarto,S., 2010, Ketuban Pecah Dini, Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Hal Ulug, U., Goldman, S., Shalev, S., 2001, Matrix Metalloproeinase(MMP- 2) And MMP-9 and Their Inhibitor,TiMP-1, In Human Term Decidua

56 53 And Fetal Membranes : The Effect of Prostaglandin F2α And Indhometacin, Molecular Human Reproduction, Vol.7, pp Yoneda, N. I. 2009, Alpha I Antitripsin Activity Is Decreased In Human Amnion In Premature Rupture of The Fetal Membrane, Molecular Human Reproduction,Vol.15, pp

57 54 1. Uji Normalitas Data Tests of Normality Kelompok Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Umur KPDP * Normal * Gravida KPDP Normal Umur_kehamilan KPDP Normal Hb KPDP * Normal * Leukosit KPDP Normal IL_6 KPDP Normal Prostaglandin_E_2 KPDP a. Lilliefors Significance Correction Normal * *. This is a lower bound of the true significance. 2. UjiLevene s test dan t-independent Karaktersitik Subjek antara Kelompok KPDPreterm dengan kelompok Hamil Normal Group Statistics Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Umur KPDP Normal Gravida KPDP Normal Umur_kehamilan KPDP Normal Hb KPDP Normal Leukosit KPDP Normal

58 55 Independent Samples Test Levene's Test F Sig. t df t-test for Equality of Means Sig. (2- tailed) Mean Differe nce Std. Error Differ ence 95% CI Difference Lower Upper Umur Equal variances assumed Gravi da Umur _keha milan Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Hb Equal variances assumed Leuk osit Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Ujit-independent IL-6 antara Kelompok KPDPreterm dengan kelompok Hamil Normal Group Statistics Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean IL_6 KPDP Normal Independent Samples Test Levene's Test t-test for Equality of Means F Sig. t df Sig. (2- tailed ) Mean Differ ence Std. Error Differ ence 95% CI of the Difference Lower Upper IL_6 Equal variances assumed Equal variances not assumed

59 56 4. Ujit-independentProstaglandin E2antara Kelompok KPDPreterm dengan kelompok Hamil Normal Group Statistics Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Prostaglandin_E_2 KPDP Normal Independent Samples Test Levene's Test t-test for Equality of Means Prosta Equal variances glandi assumed n_e_ Equal variances not 2 assumed F Sig. t df Sig. (2- tailed) Mean Differe nce Std. Error Differe nce 95% CI of the Difference Lower Upper

60 57

BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan

BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi preterm / prematur masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ pada bayi lahir seperti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ketuban Pecah Dini 2.1.1 Definisi ketuban pecah dini preterm Ketuban Pecah Dini Preterm adalah pecahnya ketuban secara spontan sebelum saatnya persalinan dan terjadi saat usia

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL TESIS PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL FRANKY ARDHANA KAWILARANG PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL TESIS PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL FRANKY ARDHANA KAWILARANG PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan kurang bulan merupakan masalah di bidang obstetrik dan perinatologi karena berhubungan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas bayi. Tujuh puluh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk mengukur status kesehatan ibu disuatu negara. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Dasar Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan preterm adalah kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu. Angka kejadian persalinan preterm secara global sekitar 9,6%. Insidensi di negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum terjadinya persalinan. KPD merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus juga meningkatkan resiko persalinan prematur. KPD yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus juga meningkatkan resiko persalinan prematur. KPD yang terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan dengan ketuban Pecah Dini (KPD) masih merupakan masalah penting dalam bidang obstetri, karena berkaitan dengan penyulit atau komplikasi yang dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur. kehamilan 20 <37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur. kehamilan 20 <37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya tanda tanda persalinan, yang ditandai dengan pembukaan serviks 3 cm pada primipara atau 5 cm pada

Lebih terperinci

KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM IBU PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH SPONTAN DAN KETUBAN TIDAK PECAH

KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM IBU PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH SPONTAN DAN KETUBAN TIDAK PECAH KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM IBU PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH SPONTAN DAN KETUBAN TIDAK PECAH Dr. dr. I B G Fajar Manuaba, SpOG, MARS BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Tugas Biologi Reproduksi

Tugas Biologi Reproduksi Tugas Biologi Reproduksi Nama :Anggun Citra Jayanti Nim :09004 Soal : No.01 Mengkritisi tugas dari: Nama :Marina Nim :09035 Soal: No.05 factor yang memepengaruhi pematangan serviks Sebelum persalinan dimulai

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 38 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol, kelompok kasus adalah preeklamsi dan kelompok kontrol adalah kehamilan normal, yang secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan. Ketuban pecah dini preterm (KPDP) adalah pecahnya ketuban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan. Ketuban pecah dini preterm (KPDP) adalah pecahnya ketuban BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ketuban pecah dini (KPD) merujuk pada pasien dengan usia kehamilan diatas 37 minggu dan mengalami pecah ketuban sebelum dimulainya proses persalinan. Ketuban pecah dini preterm

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, disiplin ilmu yang dipakai adalah obstetri dan ginekologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di bagian

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 34 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah kohort prospektif. 4.2 Waktu dan tempat penelitian Penelitian dimulai pada bulan Oktober 2005 sampai Mei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui

BAB I PENDAHULUAN. plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelahiran bayi prematur BBLR merupakan salah satu masalah kesehatan utama dalam masyarakat dan merupakan penyebab utama kematian neonatal serta gangguan perkembangan saraf dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari kelahiran prematur dan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas perinatal yang signifikan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis,

Lebih terperinci

Persalinan Preterm. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Persalinan Preterm. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Persalinan Preterm Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Persalinan preterm adalah perubahan serviks dan disertai kontraksi uterus yang teratur sebanyak 4 kali dalam 20

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pengertian Prematur Persalinan merupakan suatu diagnosis klinis yang terdiri dari dua unsur, yaitu kontraksi uterus yang frekuensi dan intensitasnya semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketuban Pecah Dini (KPD) masih merupakan masalah penting dalam bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua kelahiran dan mengakibatkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh persalinan prematur, sedangkan kematian perinatal sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh persalinan prematur, sedangkan kematian perinatal sendiri 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan prematur diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur disertai pendataran serviks yang diikuti turunnya bayi pada usia kehamilan kurang dari

Lebih terperinci

BAB IV METODELOGI PENELITIAN Ruang Lingkup Ilmu Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Obstetri dan Ginekologi.

BAB IV METODELOGI PENELITIAN Ruang Lingkup Ilmu Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Obstetri dan Ginekologi. BAB IV METODELOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang Lingkup Ilmu Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Obstetri dan Ginekologi. 4.2Ruang Lingkup Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Obstetri dan Ginekologi dan Patologi

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Obstetri dan Ginekologi dan Patologi 33 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Obstetri dan Ginekologi dan Patologi Anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik atau buruknya pelayanan kebidanan (maternity care) dalam suatu negara atau daerah ialah kematian maternal (maternal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. 1 Infeksi

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. 1 Infeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) berdasarkan SDKI 2007 mencapai 228 per 100.000 KH, tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 359 per 100.000 KH. 1 Sedangkan jumlah kematian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mempunyai plak, kalkulus dan peradangan gingiva. Penyakit periodontal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mempunyai plak, kalkulus dan peradangan gingiva. Penyakit periodontal BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Periodontitis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob gram negatif pada rongga mulut yang mengakibatkan kerusakan pada jaringan pendukung gigi. 4,7,18 Penyakit periodontal

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif, anaerob dan mikroaerofilik yang berkolonisasi di area subgingiva. Jaringan periodontal yang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4. 1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini meliputi lingkup Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan serta Patologi Anatomi. 4. 2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

INSIDENSI INFEKSI BAYI BARU LAHIR BERDASARKAN LAMA KETUBAN PECAH DINI DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

INSIDENSI INFEKSI BAYI BARU LAHIR BERDASARKAN LAMA KETUBAN PECAH DINI DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI INSIDENSI INFEKSI BAYI BARU LAHIR BERDASARKAN LAMA KETUBAN PECAH DINI DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran RIKA ERNAWATI G0011172 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit

BAB I PENDAHULUAN. adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator untuk mengukur derajat kesehatan suatu negara adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit seorang perempuan meninggal

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK IBU BERSALIN YANG DI RUJUK DENGAN KASUS KETUBAN PECAH

KARAKTERISTIK IBU BERSALIN YANG DI RUJUK DENGAN KASUS KETUBAN PECAH KARAKTERISTIK IBU BERSALIN YANG DI RUJUK DENGAN KASUS KETUBAN PECAH DINI DI RSUD H. ABDUL MANAP KOTA THE CHARACTERISTICS OF MOTHER IN REFERENCE WITH CASE PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANES AT H.ABDUL MANAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN meninggal dunia dimana 99% terjadi di negara berkembang. 1 Angka

BAB I PENDAHULUAN meninggal dunia dimana 99% terjadi di negara berkembang. 1 Angka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian dan kesakitan Ibu masih merupakan masalah kesehatan yang serius di negara berkembang. World Health Organisation (WHO) mencatat sekitar delapan juta perempuan

Lebih terperinci

Patofisiologi. ascending infection. Infeksi FAKTOR LAIN. infeksi intraamnion. Pembesaran uterus kontraksi uterus dan peregangan berulang

Patofisiologi. ascending infection. Infeksi FAKTOR LAIN. infeksi intraamnion. Pembesaran uterus kontraksi uterus dan peregangan berulang KETUBAN PECAH DINI Pengertian Ketuban pecah dini atau yang sering disebut dengan KPD adalah ketuban pecah spontan tanpa diikuti tanda-tanda persalinan, ketuban pecah sebelum pembukaan 3 cm (primigravida)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 33 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian a. Gambaran Karakteristik Responden Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2016 di RSUD dr. Iskak Tulungagung. Data hasil penelitian didapatkan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini bertempat di Instalasi Rekam Medik

Lebih terperinci

SINOPSIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI KAB BOJONEGORO TESIS OLEH INDRAYANTI

SINOPSIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI KAB BOJONEGORO TESIS OLEH INDRAYANTI SINOPSIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI KAB BOJONEGORO TESIS OLEH INDRAYANTI PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian dengan mengukur variabel

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian dengan mengukur variabel BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan sifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian dengan mengukur variabel pada satu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Obstetri dan Ginekologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Preeklamsia merupakan salah satu kontributor utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Etiopatogenesis pasti sampai saat ini belum jelas dan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka

Lebih terperinci

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara global, sepsis masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada neonatorum, yaitu 40 % dari kematian balita di dunia dengan kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Preeklamsia adalah suatu sindroma penyakit yang dapat menimbulkan gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan penyulit utama dalam kehamilan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian bidang Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH FAKTOR RISIKO PREMATURITAS YANG BERPENGARUH TERHADAP LUARAN MATERNAL DAN PERINATAL BERDASARKAN USIA KEHAMILAN Studi Kasus di RSUP Dr. Kariadi Semarang Tahun 2013 LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Preeklampsia adalah sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel (Angsar, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan masa yang penting bagi perkembangan janin.

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan masa yang penting bagi perkembangan janin. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan merupakan masa yang penting bagi perkembangan janin. Salah satu indikasi perkembangan janin yang baik adalah berat badan. Rerata berat bayi normal pada usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organization (WHO), salah satunya diukur dari besarnya angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. Organization (WHO), salah satunya diukur dari besarnya angka kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indikator kesejahteraan suatu bangsa menurut World Health Organization (WHO), salah satunya diukur dari besarnya angka kematian saat persalinan. Pada tahun 2006 WHO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium Development Goals/MDGs

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF PENYEBAB KETUBAN PECAH DINI DI RUMAH SAKIT PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

STUDI DESKRIPTIF PENYEBAB KETUBAN PECAH DINI DI RUMAH SAKIT PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL 176 STUDI DESKRIPTIF PENYEBAB KETUBAN PECAH DINI DI RUMAH SAKIT PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Mariana 1, Ika Fitria Ayuningtyas 1 1 Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta ABSTRACT Background: The premature

Lebih terperinci

KADAR PHOSPHORYLATED INSULIN GROWTH FACTOR BINDING PROTEIN-1 YANG TINGGI PADA SEKRET SERVIKS MENINGKATKAN RISIKO PERSALINAN PRETERM

KADAR PHOSPHORYLATED INSULIN GROWTH FACTOR BINDING PROTEIN-1 YANG TINGGI PADA SEKRET SERVIKS MENINGKATKAN RISIKO PERSALINAN PRETERM Laporan Penelitian KADAR PHOSPHORYLATED INSULIN GROWTH FACTOR BINDING PROTEIN-1 YANG TINGGI PADA SEKRET SERVIKS MENINGKATKAN RISIKO PERSALINAN PRETERM Brigitta Diana Suyono, Tjokorda Gde Agung Suwardewa

Lebih terperinci

Latviya Rahmani Husein Putri 1, Supriyatiningsih 2. Yogyakarta ABSTRACT

Latviya Rahmani Husein Putri 1, Supriyatiningsih 2. Yogyakarta ABSTRACT THE COMPARISON OF URINARY TRACT INFECTION INCIDENCE AS A RISK FACTOR BETWEEN PRETERM PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANES (PPROM) AND PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANES (PROM) Latviya Rahmani Husein Putri 1, Supriyatiningsih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu. American College Obstetry and Gynecology (ACOG)

BAB 1 PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu. American College Obstetry and Gynecology (ACOG) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklampsia merupakan new onset hipertensi dengan proteinuria setelah kehamilan 20 minggu. American College Obstetry and Gynecology (ACOG) membagi preeklampsia menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi lingkup Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di bagian/smf Obstetri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian kuantitatif. Menggunakan desain penelitian Metode

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian kuantitatif. Menggunakan desain penelitian Metode BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimen dengan jenis penelitian kuantitatif. Menggunakan desain penelitian Metode

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana starata-1 kedokteran umum

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana starata-1 kedokteran umum FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP LUARAN MATERNAL DAN PERINATAL PADA IBU HAMIL DI USIA TUA Studi Kasus di RS. Adhyatma Semarang selama Tahun 2012 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi

Lebih terperinci

B AB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa

B AB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa B AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan. Indikator-indikator tersebut pada umumnya tercermin dalam kondisi morbiditas,

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBEDAAN KADAR CANCER ANTIGEN 125 DAN HUMAN EPIDIDIMIS PROTEIN 4 PADA PASIEN KANKER OVARIUM EPITELIAL TIPE I DAN TIPE II

ABSTRAK PERBEDAAN KADAR CANCER ANTIGEN 125 DAN HUMAN EPIDIDIMIS PROTEIN 4 PADA PASIEN KANKER OVARIUM EPITELIAL TIPE I DAN TIPE II ABSTRAK PERBEDAAN KADAR CANCER ANTIGEN 125 DAN HUMAN EPIDIDIMIS PROTEIN 4 PADA PASIEN KANKER OVARIUM EPITELIAL TIPE I DAN TIPE II Pande Made Angger Parameswara Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteriuria 2.1.1 Definisi Infeksi saluran kemih adalah keadaan yang ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam kultur/biakan urin dengan jumlah >10 5 /ml. 3 Terdapat 2 keadaan

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini dilakukan dalam ruang lingkup Bagian/ SMF Obstetri dan Ginekologi dan Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, ruang lingkup keilmuan yang digunakan adalah Ilmu Patologi Klinik 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1) Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sasaran Pembangunan Millenium Development Goals (MDGS) adalah 102 per

BAB I PENDAHULUAN. Sasaran Pembangunan Millenium Development Goals (MDGS) adalah 102 per 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu indikator terpenting untuk menilai keberhasilan kualitas pelayanan obstetri dan ginekologi dapat tercermin dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah saat yang paling menggembirakan dan ditunggutunggu setiap pasangan suami istri. Kehamilan merupakan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan atau

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of theories, penelitian telah begitu banyak dilakukan namun angka kejadian Preeklampsia-eklampsia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, 2,8 juta kematian neonatus terjadi secara global. Penurunan angka mortalitas neonatus menurun

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Obstetri dan Ginekologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di bagian Obstetri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 43 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan secara cross sectional untuk mengetahui kadar MMP 9 dan TNF α pada ketuban pecah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ukuran keberhasilan suatu pelayanan kesehatan tercermin dari penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka terendah yang dapat dicapai sesuai

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010) BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Asfiksia neonatal merupakan masalah global yang berperan dalam meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Insidensi asfiksia di negara maju 1,1 2,4 kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney,

BAB I PENDAHULUAN. awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan prematur adalah persalinan yang dimulai setiap saat setelah awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney, 2007). Persalinan prematur

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR ELASTASE KANALIS SERVIKALIS ANTARA KEHAMILAN DENGAN ANCAMAN PERSALINAN PRETERM DAN KEHAMILAN NORMAL

PERBEDAAN KADAR ELASTASE KANALIS SERVIKALIS ANTARA KEHAMILAN DENGAN ANCAMAN PERSALINAN PRETERM DAN KEHAMILAN NORMAL PERBEDAAN KADAR ELASTASE KANALIS SERVIKALIS ANTARA KEHAMILAN DENGAN ANCAMAN PERSALINAN PRETERM DAN KEHAMILAN NORMAL Jusuf Sulaeman Effendi Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

ANEMIA TERHADAP KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI (KPD) PADA IBU BERSALIN DI PONTIANAK

ANEMIA TERHADAP KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI (KPD) PADA IBU BERSALIN DI PONTIANAK JURNAL KEBIDANAN KHATULISTIWA, Volume I Nomor 2 Juli 2015, hlm. 36-41 ANEMIA TERHADAP KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI (KPD) PADA IBU BERSALIN DI PONTIANAK Sudarto Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Pontianak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara bermakna setelah 2 minggu (Harper, 2005). 75% di antaranya berada di Asia, Afrika (20%), dan Amerika Latin (5%).

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara bermakna setelah 2 minggu (Harper, 2005). 75% di antaranya berada di Asia, Afrika (20%), dan Amerika Latin (5%). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) merupakan masalah penting dalam dunia kedokteran, karena PJT dikaitkan dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas neonatal. Selain

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP ANGKA KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA RUMAH SAKIT SUMBER KASIH CIREBON PERIODE JANUARI 2015 SEPTEMBER 2016

ABSTRAK HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP ANGKA KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA RUMAH SAKIT SUMBER KASIH CIREBON PERIODE JANUARI 2015 SEPTEMBER 2016 ABSTRAK HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP ANGKA KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA RUMAH SAKIT SUMBER KASIH CIREBON PERIODE JANUARI 2015 SEPTEMBER 2016 Hanifan Nugraha, 2016 ; Pembimbing I Pembimbing II : Wenny

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KELAHIRAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013-DESEMBER 2014

ABSTRAK GAMBARAN KELAHIRAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013-DESEMBER 2014 ABSTRAK GAMBARAN KELAHIRAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013-DESEMBER 2014 Ady Muhammad Hartono, 1210218 Pembimbing I : Sri Nadya J. Saanin, dr., Mkes Pembimbing II: Winsa Husin,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RSUP Dr. Kariadi/FK Undip Semarang 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

PERBEDAAN LUARAN JANIN PADA PERSALINAN PRETERM USIA KEHAMILAN MINGGU DENGAN DAN TANPA KETUBAN PECAH DINI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

PERBEDAAN LUARAN JANIN PADA PERSALINAN PRETERM USIA KEHAMILAN MINGGU DENGAN DAN TANPA KETUBAN PECAH DINI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA PERBEDAAN LUARAN JANIN PADA PERSALINAN PRETERM USIA KEHAMILAN 34-36 MINGGU DENGAN DAN TANPA KETUBAN PECAH DINI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plasenta Previa Plasenta merupakan bagian dari kehamilan yang penting, mempunyai bentuk bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500 gram. Plasenta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persalinan prematur dapat diartikan sebagai dimulainnya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan/atau dilatasi serviks serta turunnya bayi pada wanita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini a. Pengertian Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat tandatanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSAKA 2.1. Definisi Prematuritas didefinisikan sebagai anak yang baru lahir belum berkembang dengan berat lahir rendah yang lahir sebelum 37 minggu kehamilan. Bayi prematur yang memiliki

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KETUBAN PECAH DINI DENGAN PERSALINAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT MUTIARA BUNDA SALATIGA

HUBUNGAN ANTARA KETUBAN PECAH DINI DENGAN PERSALINAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT MUTIARA BUNDA SALATIGA HUBUNGAN ANTARA KETUBAN PECAH DINI DENGAN PERSALINAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT MUTIARA BUNDA SALATIGA Ni Wayan Raina Purwahati 1, Eko Mardiyaningsih 2, Wulansari 3 1,2,3 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarga nantikan selama 9

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RS dr. Kariadi/ FK Undip Semarang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama bulan September hingga Oktober, sebanyak 256 populasi pasien rawat inap yang mendapatkan induksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian dilakukan pada pasien pneumonia yang dirawat inap di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Selama bulan September 2015 hingga Oktober 2015 diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Sarjana S-1 Keperawatan Oleh : ERNI WARDAYANTI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Preeklampsia adalah penyakit spesifik pada kehamilan didefinisikan adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini dapat dijumpai 5-8

Lebih terperinci