PESISIR: STUDI KASUS DI SELAT NASIK, BELITUNG DAN ESTUARI DONAN, CILACAP A F D A L

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PESISIR: STUDI KASUS DI SELAT NASIK, BELITUNG DAN ESTUARI DONAN, CILACAP A F D A L"

Transkripsi

1 PERTUKARAN GAS CO 2 UDARA-LAUT DI PERAIRAN PESISIR: STUDI KASUS DI SELAT NASIK, BELITUNG DAN ESTUARI DONAN, CILACAP A F D A L SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pertukaran gas CO 2 Udara Laut di Peraian Pesisir: Studi Kasus di Selat Nasik Belitung dan Estuari Donan Cilacap adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2011 A f d a l C ii

3 ABSTRACT AFDAL. Air-Sea CO 2 Gas Exchange In Coastal Waters: A Case Study In Nasik Strait, Belitung and Donan Estuary, Cilacap. Under supervised by RICHARDUS F. KASWADJI, ALAN F. KOROPITAN. Marine carbonate system plays an important role in the air-sea CO 2 gas exchange. Aim of the present study is to investigate the air-sea flux of CO 2 in Nasik Strait, Belitung and Donan Estuary, Cilacap. Field observation was carried out during April and June, 2010, where the observed parameters consisted of temperature, salinity, ph, dissolved inorganic carbon (DIC), total alkalinity (TA), primary productivity of phytoplankton and nutrients (phosphate and silicate). Particularly the partial pressure of CO 2 (pco 2 ) in sea surface, it was calculated using ABIOTIC model of the ocean carbon cycle model intercomparison project phase- 2. Analysis results of the marine carbonate system showed that generally Nasik Strait waters and Donan Estuary act as a source (release) of CO 2 to the atmosphere. The CO 2 flux in Donan Estuary, mangrove waters, coral reef waters and coastal waters (non mangrove and coral reef) vary between , , and mmolc.m -2.d -1, respectively. The present study found that the CO 2 uptake by phytoplankton (photosynthesis) is not significantly affect the CO 2 flux. In this case, the decomposition of particulate organic carbon tends to give significant contribution to the CO 2 flux. Keywords: CO2 flux, pco 2, DIC, phytoplankton, photosynthesis, decomposition iii

4 RINGKASAN AFDAL. Pertukaran Gas CO 2 Udara-Laut di Perairan Pesisir: Studi Kasus di Selat Nasik, Belitung dan Estuari Donan, Cilacap. Dibimbing oleh RICHARDUS F. KASWADJI, ALAN F. KOROPITAN. Penelitian dengan topik pertukaran gas CO 2 udara-laut di perairan pesisir: studi kasus di Selat Nasik, Belitung dan Estuari Donan, Cilacap ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengkaji fluks CO 2 udara laut di perairan Selat Nasik Belitung dan perairan Estuari Donan Cilacap. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan kelautan di Indonesia, khususnya mengenai peranan perairan pesisir tropis dalam mengontrol fluks CO 2. Pengambilan contoh air dilakukan di perairan Selat Nasik, Kabupaten Belitung pada bulan April 2010 dan di perairan Estuari Donan, Cilacap pada bulan Juni Di perairan Selat Nasik, pengukuran dan pengambilan contoh air laut dilakukan di 3 stasiun pada lokasi yang berbeda yaitu: Stasiun 1 pada lokasi di sekitar ekosistem mangrove, Stasiun 2 pada lokasi sekitar terumbu karang dan Stasiun 3 pada lokasi yang tidak ada pengaruh mangrove dan terumbu karang (perairan laut pesisir). Pengambilan sampel dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pada waktu pagi (06:35 08:15) dan siang hari (12:00 13:25) untuk Stasiun 1 dan 2, sedangkan pada Stasiun 3 pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali (pagi, siang dan malam hari (19:00) untuk melihat sejauh mana peranan produktivitas primer fitoplankton dalam menurunkan CO2 dalam air laut. Di perairan Estuari Donan Cilacap, pengukuran dan pengambilan contoh air laut di lakukan pada 5 stasiun dari muara menuju sungai. Parameter yang diukur adalah suhu, salinitas, produktivitas primer, fosfat, silikat, CO 2 atmosfir dan sistem CO 2 (ph, total alkalinitas, DIC dan tekanan parsial CO 2 ). Pengukuran total alkalinitas, produktivitas primer dan nutrien dilakukan di laboratorium produktivitas primer dan kimia hara Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI Jakarta. Pengukuran konsentrasi DIC dilakukan di laboratorium pengujian pusat aplikasi teknologi isotop dan radiasi BATAN, pasar jumat Jakarta. Hasil menunjukkan bahwa ph di perairan Selat Nasik berkisar antara 7,71 8,03. Di perairan Estuari Donan, Cilacap ph berkisar antara 7,65 7,95 dengan rata-rata 7,83±0,117. Konsentrasi DIC di perairan Selat Nasik berkisar antara 1912, ,03 µmol/kg. Di perairan Estuari Donan konsentrasi DIC berkisar antara 1842, ,82 µmol/kg dengan rata-rata 1901,57±49,76 µmol/kg. Total alkalinitas di perairan Selat Nasik berkisar antara 2130, ,28 µmol/kg. Di perairan Estuari Donan Cilacap total alkalinitas berkisar antara 1954, ,44 µmol/kg dengan rata-rata 1901,57±49,76 µmol/kg. Tekanan parsial CO2 kolom air di perairan Selat Nasik berkisar antara 591, ,01 µatm, sedangkan tekanan parsial CO 2 atmosfir berkisar antara µatm dengan rata-rata 373,38±25,95 µatm. Tekanan parsial CO 2 kolom air di perairan Estuari Donan berkisar antara 1018, ,52 µatm dengan rata-rata 1077,08±32,70 µatm, sedangkan tekanan parsial CO 2 atmosfir berkisar antara µatm dengan rata-rata 358,20±15,27 µatm. Laju fotosintesis dan respirasi di perairan Selat Nasik masing-masing berkisar antara 0,069 0,094 mgc/m 2 /hari dan 0,082 0,092 mgc/m 2 /hari. Laju fotosintesis dan respirasi di iv

5 perairan Estuari Donan masing-masing berkisar antara 0,022 0,070 mgc/m 2 /hari dan 0,015 0,045 mgc/m 2 /hari. Fluks CO 2 di perairan Selat Nasik berkisar antara 0,96 3,19 mmolc/m 2 /hari, sedangkan fluks CO 2 perairan Estuari Donan berkisar antara 6,76 7,72 mmolc/m 2 /hari. v

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa seizin IPB vi

7 PERTUKARAN GAS CO 2 UDARA-LAUT DI PERAIRAN PESISIR: STUDI KASUS DI SELAT NASIK, BELITUNG DAN ESTUARI DONAN, CILACAP A F D A L Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 vii

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Tri Prartono, MSc viii

9 Judul Tesis : Pertukaran Gas CO 2 Udara-Laut di Perairan Pesisir: Studi Kasus di Selat Nasik, Belitung dan Estuari Donan, Cilacap Nama : Afdal NRP : C Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji, M.Sc Ketua Dr. Alan F. Koropitan, S.Pi, M.Si Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 14 Juli 2011 Tanggal Lulus: ix

10 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah (tesis) dengan judul Pertukaran Gas CO 2 Udara Laut di Perairan Pesisir: Studi Kasus di Selat Nasik, Belitung dan Estuari Donan, Cilacap. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji, M.Sc dan Bapak Dr. Alan F. Koropitan, S.Pi, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan anggota komisi pembimbing yang telah penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan dan arahan hingga penyusunan tesis ini selesai. 2. Bapak Dr. Ir. Tri Prartono, MSc selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan tesis ini. 3. Bapak Dr. Ir. Iwayan Nurjaya, M.Sc selaku perwakilan dari Program Studi IKL yang telah memberikan koreksian dan saran dalam penulisn tesis ini. 4. Ibu Dr. Suhartati M. Nasir dan Ibu Lily M.G. Panggabean, MSc., yang telah mengikutkan penulis dalam kegiatan penelitian di perairan Selat Nasik, Belitung dan Estuari Donan, Cilacap. 5. Bapak Sumidjo Hadi Riyono (Teknisi Laboratorium Produktivitas Primer, P2O-LIPI) atas bantuannya selama penulis kuliah di pascasarjana IPB. 6. Ibu Ristin (Peneliti Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN, Jakarta) atas bantuannya dalam analisis DIC. 7. Isteri tercinta Ade Wirma Yulia dan anak-anakku tersayang Nabil Zahra Aldenda dan Gahzy Firjatullah Aldenda yang telah memberikan perhatian dan dukungan dalam menyelesaikan tesis ini. 8. Ibunda tercinta Wisnimar atas do a dan dukungannya. 9. Kembaranku Afdil, SPt yang telah memberikan bantuan moril dan materil selama kuliah di pascasarjana IPB. 10. Saudara-saudaraku Dra. Delwita, MPd, Dra. Delinoviar, Pentri Desmon, Nelma Eriyanti, Toni Irfan dan Ade Suryani, SPd yang telah memberikan dukungan selama penulis kuliah di Pascasarjana IPB. 11. Rekan-rekan mahasiswa program studi Ilmu Kelautan angkatan 2008 (Ratno, Agung, Sabam, Sayyid, Ayu) dan pihak-pihak lain yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini. Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Juli 2011 Afdal x

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 16 Maret 1979 dari Ayah Alm. Djalius dan Ibu Wisnimar. Penulis merupakan anak ke enam dari delapan bersaudara. Mempunyai istri bernama Ade Wirma Yulia dan dikaruniai sepasang buah hati bernama Nabil Zahra Aldenda dan Gahzy Firjatullah Aldenda. Pendidikan SD, SMP dan SMA ditempuh di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam Sumatera Barat. Pada tahun 1997 penulis meneruskan pendidikan sarjana di Universitas Andalas pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Biologi dan lulus pada tahun Pada tahun 2003 Penulis diterima sebagai staf peneliti di laboratorium plankton dan produktivitas primer, Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI. Semenjak tahun 2008 penulis menjalani studi di Program Studi Ilmu Kelautan pada Program Pascasarjana IPB. Selama menjadi staf di P2O-LIPI penulis telah mengikuti beberapa pelayaran dengan menggunakan kapal riset Baruna Jaya VII dan VIII, diantaranya Pelayaran Selat Makassar, Pelayaran Laut Jawa, Ekspedisi Kawasan Timur Indonesia dan Ekspedisi Tsunami di perairan Aceh dan Sumatera Utara. Penulis juga telah menghasilkan beberapa karya ilmiah yang dimuat di jurnal nasional diantaranya: Klorofil-a, Kaitannya dengan Kondisi Hidrologi di Selat Makassar (Oseanologi dan Limnologi di Inonesia 36:69-82); Kondisi Perairan Teluk Kelabat ditinjau dari Kandungan Klorofil-a Fitoplankton (Oseanologi dan Limnologi di Inonesia 39:55-73); Kualitas Perairan Teluk Banten pada Musim Timur dilihat dari konsentrasi Klorofil-a dan Indeks Autotropik (Oseanologi dan Limnologi di Inonesia 33(3): ); Sebaran klorofil Fitoplankton dan seston di perairan pantai timur pulau Bangka (Jurnal IPTEK 1(1):31-40); Sebaran Klorofila dan Hubungannya dengan Eutrofikasi di Perairan Teluk Jakarta (Oseanologi dan Limnologi di Inonesia 34(3): ). xi

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pendekatan masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Sistem karbonat laut Siklus karbon dan pertukaran CO 2 udara-laut Laut global Perairan pesisir Perairan estuari Perairan sekitar mangrove Perairan sekitar terumbu karang METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Prosedur Penelitian Sistem CO Produktivitas Primer Analisis data Sistem CO Pertukaran CO 2 udara-laut Produktivitas Primer HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem CO Selat Nasik Estuari Donan Produktivitas Primer Selat Nasik Estuari Donan Pertukaran CO 2 udara-laut Selat Nasik xiv xv xvii xii

13 4.3.2 Estuari Donan Pembahasan Selat Nasik Estuari Donan KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 DAFTAR TABEL Halaman 1. Peralatan yang digunakan dalam penelitian...17 xiv

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema pendekatan masalah Siklus karbon global. Panah menunjukkan fluks (dalam PgC/th) antara atmosfir dan darat, dan atmosfir dan laut. Angka dalam kotak menunjukkan stok (PgC). Panah hitam = fluks alami; Panah merah = fluks antropogenik (Sarmiento and Gruber, 2002) Skema pompa fisis dan sirkulasi termohalin yang membawa CO 2, yang menggambarkan interkoneksi perairan laut dunia (Hansell and Carlson, 2001) Lokasi penelitian di perairan Selat Nasik, Belitung, April Lokasi penelitian di perairan Estuari Donan Cilacap, Juni Nilai ph di perairan Selat Nasik pada pengamatan pagi, siang dan malam hari, April Konsentrasi DIC di perairan Selat Nasik pada pengamatan pagi, siang dan malam hari, April Konsenrasi total alkalinitas di perairan Selat Nasik pada pengamatan pagi, siang dan malam hari Tekanan parsial CO 2 di perairan Selat Nasik pada pengamatan pagi, siang dan malam hari Distribusi nilai ph di perairan Estuari Donan Cilacap, Juni Distribusi konsentrasi DIC di perairan Estuari Donan Cilacap, Juni Distrbusi Total Alkalinitas di perairan Estuari Donan Cilacap, Juni Distribusi tekanan parsial CO 2 di perairan Estuari Donan Cilacap, Juni Laju fotosintesis (GPP), respirasi, dan produksi primer bersih (NPP) di perairan Selat Nasik, April [A=pagi (6:35 8:15), B=siang (12:00 13:25)] Laju fotosintesis (GPP), respirasi dan produksi primer bersih (NPP) di perairan Estuari Donan, Cilacap, Juni xv

16 16. Fluks CO 2 di perairan Selat Nasik, April Fluks CO 2 di perairan Estuari Donan Cilacap, Juni Skema siklus karbon pada Stasiun 1 (perairan sekitar mangrove) pada pengamatan pagi (A) dan siang hari (B). FCO 2, GPP, NPP, Respirasi dan Dekomposisi dalam satuan mmolc/m 2 /hari Skema siklus karbon pada Stasiun 2 (perairan sekitar terumbu karang) pada pengamatan pagi (A) dan siang hari (B). FCO 2, GPP, NPP, Respirasi dan Dekomposisi dalam satuan mmolc/m 2 /hari Skema siklus karbon pada Stasiun 3 (perairan laut) pada pengamatan pagi (A) dan siang hari (B). FCO 2, GPP, NPP, Respirasi dan Dekomposisi dalam satuan mmolc/m 2 /hari Skema siklus karbon di perairan Estuari Donan. FCO 2, GPP, NPP, Respirasi dan Dekomposisi dalam satuan mmolc/m 2 /hari xvi

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Paramater fisika-kimia dan sistem CO 2 di perairan Selat Nasik Data produktivitas primer perairan Selat Nasik Paramater fisika-kimia dan sistem CO 2 di perairan Estuari Donan Data produktivitas primer perairan Estuari Donan xvii

18 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanasan global merupakan isu yang paling banyak mendapat perhatian akhir-akhir ini. Gas rumah kaca diantaranya, CO 2, CH 4, dan N 2 O merupakan penyebab terjadinya pemanasan global (IPCC 2001). Hal ini diyakini bahwa dengan meningkatnya kadar gas-gas rumah kaca di atmosfir bumi menyebabkan kenaikan suhu global serta perubahan pola curah hujan (IPCC 2007). CO 2 sebagai gas rumah kaca utama mendapat perhatian yang lebih besar di seluruh dunia, karena keterlibatannya dalam siklus biogeokimia wilayah pesisir dan laut terbuka (Takahashi et al., 2002; Borges, 2005; Borges et al., 2005). Perairan wilayah pesisir memainkan peranan utama dalam siklus biogeokimia di laut meskipun hanya mempunyai luas <7% luas lautan dunia dan mempunyai volume <0,5% volume lautan global (Gattuso et al., 1998). Hal ini disebabkan oleh perairan pesisir mempunyai laju produksi primer baru secara signifikan lebih tinggi daripada di lautan terbuka akibat besarnya pasokan nutrien dari sungai dan proses upwelling, dan tingginya proses dekomposisi material organik (Chen dan Borges, 2009). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perairan pesisir, khususnya perairan sekitar mangrove dan estuari merupakan net source CO 2 ke atmosfir (Chen dan Borges, 2009), demikian juga dengan perairan sekitar terumbu karang (Gattuso et al., 1996). Beberapa peneliti lainnya menyatakan bahwa perairan pesisir di daerah temperate dan lintang tinggi berperan sebagai sink CO 2 dari atmosfir, sedangkan perairan pesisir di daerah subtropis dan tropis berperan sebagai source CO 2 ke atmosfir (Cai et al., 2003; Wang and Cai, 2004; Borges, 2005). Namun penelitian lainnya juga mencatat ada perairan pesisir di daerah tropis yang berperan sebagai sink CO2 dari atmosfir, seperti yang ditunjukkan oleh Cai et al. (2003) bahwa muara sungai Mississippi adalah sink CO 2 dari atmosfir dan begitu juga dengan muara sungai Amazone (Ternon et al. 2000). Hal tersebut menunjukkan bahwa ekosistem perairan pesisir memainkan peranan yang penting dalam menentukan apakah perairan laut berperan sebagai source atau sink CO 2. Namun, data tekanan parsial CO 2 (pco 2 ) yang tersedia di perairan pesisir

19 2 terutama di perairan Indonesia masih langka, dan masih banyak dibutuhkan untuk menilai secara kuantitatif peran laut dan pesisir dalam siklus karbon global Pendekatan Masalah Skema pendekatan masalah ditampilkan dalam Gambar 1. Pertukaran CO 2 antara atmosfir dan laut, yang diatur oleh proses-proses fisik dan biologis tidak terdistribusi secara merata terhadap ruang dan waktu, sehingga perbedaan kharakteristik pada ekosistem perairan pesisir dan laut yang menyebabkan faktorfaktor yang mengontrol fluks CO 2 udara-laut pada masing-masing ekosistem (perairan sekitar mangrove, perairan sekitar terumbu karang, laut peisisr dan estuari) juga berbeda. Perairan sekitar mangrove dan estuari dicirikan oleh tingginya pasokan karbon organik baik yang berasal dari sungai maupun dari ekosistem mangrove yang akan menyumbang CO 2 ke kolom perairan melalui proses dekomposisi, sedangkan penyerapan CO 2 dilakukan oleh fitoplankton melalui proses fotosintesis. Perairan sekitar terumbu karang dicirikan oleh adanya proses kalsifikasi yang menyumbang CO 2 ke dalam kolom perairan, sedangkan penyerapan CO 2 melalui proses fotosintesis dilakukan oleh fitoplankton, zooxanthella dan makroalga. Di perairan laut, fitoplakton memegang peranan utama dalam penyerapan CO 2. Perbedaan dari proses-proses yang mempengaruhi siklus karbon tersebut akan menyebabkan perubahan pada sistem karbonat laut yang dapat dilihat dari 4 parameter yaitu ph, Dissolved Inorganic Carbon (DIC), total alkalinitas (TA) dan tekanan parsial CO 2 (pco 2 ). Empat parameter yang saling mempengaruhi tersebut akan menentukan fluks CO 2 udara-laut di perairan pesisir.

20 3 PERAIRAN EKOSISTEM PESISIR Perairan sekitar Mangrove Perairan sekitar Terumbu karang Perairan Laut pesisir Perairan estuari - Produktivitas Primer - Pasokan karbon organik dari serasah mangrove - Produktivitas Primer - Kalsifikasi - Produktivitas Primer - Produktivitas Primer - Pasokan karbon organik dari sungai Sistem Karbonat Laut (ph, DIC, TA, pco 2 ) Fluks CO 2 Gambar 1. Skema pendekatan masalah 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mengkaji fluks CO 2 udara laut di perairan Selat Nasik Belitung dan perairan Estuari Donan Cilacap. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan kelautan di Indonesia, khususnya mengenai peranan perairan pesisir tropis dalam mengontrol fluks CO 2.

21 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem karbonat laut Karbon dioksida (CO 2 ) termasuk gas yang reaktif dan banyak terdapat dalam air laut. Keberadaan karbon dioksida di laut pada umumnya berasal dari udara melalui proses difusi, aktivitas metabolisme dari organisme laut terutama respirasi dan hasil penguraian zat organik oleh mikroorganisme. Total jumlah karbon di laut diperkirakan 50 kali lebih besar dibandingkan jumlah karbon yang ada di atmosfir, dan pertukaran karbon laut dan atmosfir terjadi dalam skala waktu beberapa ratus tahun (IPCC, 2001). Karbon dioksida yang terlarut di dalam air laut ditemukan dalam tiga bentuk anorganik yang berbeda, yaitu CO 2 bebas ( 0,5%), bikarbonat (86,5%) dan ion karbonat (13%), penjumlahan dari ketiganya disebut sebagai dissolved inorganic carbon atau yang dikenal dengan DIC atau ƩCO 2 (Zeebe and Wolf- Gladrow, 2001). Dalam berbagai literatur DIC juga disimbolkan dengan TCO 2 dan C T (Dickson et al. 2007). Persamaannya adalah sebagai berikut: DIC ƩCO 2 C T = [CO 2 ] + [HCO 3 - ] + [CO 3 2- ]... (1) Selanjutnya menurut Zeebe and Wolf-Gladrow (2001), di dalam air laut, CO 2 berpartisipasi dalam reaksi kesetimbangan yang dikenal sebagai sistem karbonat. Keseimbangan antara CO 2 terlarut, bikarbonat, ion karbonat, dan ion H+ memberikan suatu sistem pengaturan ph di laut. Reaksi keseimbangan ini dapat ditulis sebagai berikut: CO2 + H 2 O H 2 CO 3 HCO H + CO = 3 + 2H +... (2) Arah reaksi keseimbangan ini sangat tergantung pada ph air laut sehingga nilai ph dapat mengendalikan konsentrasi dan proporsi relatif dari spesies karbonat di laut, namun sebaliknya sistem karbonat adalah buffer alami untuk ph air laut. Apabila ph air laut turun maka reaksi keseimbangan akan bergeser kearah kiri yang menyebabkan karbonat dan bikarbonat akan terurai menjadi CO 2. Sebaliknya bila ph air laut naik maka reaksi keseimbangan bergeser kekanan dan bikarbonat dan karbonat banyak terbentuk (Zeebe and Wolf-Gladrow, 2001).

22 5 Persamaan dalam sistem karbonat melibatkan enam variabel yaitu [CO 2 ], [HCO - 3 ], [CO 2-3 ], [H + ], DIC, dan Alkalinitas karbonat, ketika dua dari enam variabel diketahui, maka semua komponen lainnya dapat dihitung (Zeebe and Wolf-Gladrow, 2001; Dickson et al. 2007). Variabel yang cukup penting dalam sistem karbonat adalah total alkalinitas (TA) yang berkaitan erat dengan keseimbangan muatan dalam air laut. Dickson (1981) dalam Dickson et al. (2007) mendefinisikan TA sebagai "jumlah mol ion hidrogen yang setara dengan kelebihan akseptor proton (basa yang terbentuk dari asam lemah dengan konstanta disosiasi (K) 10-4,5 pada suhu 25 C) atas donor proton (asam dengan K > 10-4,5) dalam 1 kilogram sampel. Persamaannya adalah sebagai berikut: TA = [HCO - 3 ] + 2[CO 2-3 ] + [B(OH) - 4 ] + [OH - ] + [HPO 2-4 ] + 2[PO 3-4 ] + [SiO(OH) - 3 ] + [NH 3 ] + [HS - ] [H + ] [HSO - 4 ] [HF] [H 3 PO 4 ]... (3) Sistem karbonat di laut di pengaruhi oleh proses-proses metabolisme organisme seperti fotosintesis, respirasi, kalsifikasi dan dekomposisi, dimana perubahan pada sistem karbonat tersebut paling baik digambarkan oleh perubahan konsentrasi DIC dan TA (Zeebe and Wolf-Gladrow, 2001). Proses fotosintesis akan mengurangi konsentrasi DIC. Selanjutnya pembentukan CaCO 3 dalam proses kalsifikasi menyebabkan turunnya konsentrasi DIC dan TA. Untuk setiap mol CaCO 3 yang terbentuk atau diendapkan dari satu mol karbon dan satu mol ion positif Ca 2+ akan mengarah kepada penurunan DIC dan TA dengan rasio 1:2. Hasil dari berbagai proses tersebut juga akan mempengaruhi spesies karbonat dan ph air laut. Disamping proses-proses metabolisme, sistem karbonat dalam air laut juga dipengaruhi oleh suhu, salinitas dan tekanan dimana suhu, salinitas dan tekanan akan mempengaruhi nilai konstanta kesetimbangan (pk) (Zeebe and Wolf- Gladrow, 2001). Perubahan dari nilai pk menyebabkan perubahan dalam proporsi relatif CO2, HCO - 3, dan CO 2-3. Sebagai contoh dari nilai referensi pk pada suhu (T) = 25 o C, Salinitas (S) = 35 psu, dan tekanan (p) = 1 atm, ketika diturunkan suhu dan salinitas pada T = 0 dan S = 0 akan menghasilkan peningkatan nilai-nilai pk. Air laut pada S = 35 dan air tawar pada S = 0 pada ph dan temperatur yang sama, mempunyai proporsi relatif dari ion [CO 2-3 ] dibandingkan dengan [CO 2 ] dan [HCO - 3 ] lebih tinggi di air laut daripada di air tawar.

23 6 Contoh lain ketergantungan sistem karbonat terhadap suhu dan tekanan adalah air yang didinginkan dari suhu 25 sampai 0 o C dan kemudian tenggelam dari permukaan (S = 35, dan p = 1 atm) ke laut dalam (S = 35 dan p = 300 atm pada kedalaman 3 km). Dalam contoh ini hanya ada hipotetis abiotik, karena proses biologis seperti produksi primer dan kalsifikasi yang merubah DIC dan TA di laut diabaikan. Penurunan suhu dari 25 sampai 0 o C menyebabkan peningkatan besar dalam nilai-nilai pk, sedangkan perubahan tekanan dari 1 sampai 300 atm hanya menyebabkan peningkatan nilai pk yang kecil. 2.2 Siklus karbon dan pertukaran CO 2 udara-laut Laut global Siklus karbon global ditampilkan dalam Gambar 2. Konsentrasi CO 2 di atmosfer saat ini telah meningkat lebih dari 30% semenjak awal periode industri di akhir abad ke 18 yaitu 280 ppm menjadi 365 ppm yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan lahan (Sarmiento and Gruber, 2002). Pelepasan dan penyerapan CO 2 diyakini telah berada dalam kesetimbangan di masa praindustri. Sejak revolusi industri, penambahan emisi antropogenik secara dramatis telah mengakibatkan laut menjadi penyerap bersih (net sink) bagi CO 2 atmosfir (Feely et al., 2001). Sarmiento dan Gruber (2002) mengemukakan bahwa sekitar 5,4 PgC/th (petagram karbon per tahun) dilepaskan ke atmosfir sebagai hasil dari pembakaran bahan bakar fosil, sedangkan perubahan penggunaan lahan menyumbang 1,7 PgC/th. Sebagai akibat dari meningkatnya konsentrasi atmosfirik ini, gradien tekanan parsial antara atmosfir dan laut mengalami perubahan. Hal ini telah mengakibatkan penenggelaman alami (natural sinks) menjadi sedikit lebih kuat dan sumber (sources) menjadi sedikit lebih lemah. Akibatnya penyerapan CO 2 bersih oleh laut telah meningkat sekitar 1,9 PgC/th (Sarmiento and Gruber, 2002) yaitu sekitar sepertiga dari emisi total karbon antropogenik.

24 7 A t m o s f i r ,4 59,6 60 1,9 1,7 Sink perubahan daratan lahan Bahan bakar fosil Vegetasi, tanah dan detritus , ,9 20 fluks dari sungai 50 Permukaan laut `0, , ,6 Termoklin & laut dalam Biota laut ,2 Permukaan sedimen 150 Gambar 2. Siklus karbon global. Panah menunjukkan fluks (dalam PgC/th) antara atmosfir dan darat, dan atmosfir dan laut. Angka dalam kotak menunjukkan stok (PgC). Panah hitam = fluks alami; Panah merah = fluks antropogenik (Sarmiento and Gruber, 2002).

25 8 Fluks CO 2 udara-laut global merupakan fungsi terintegrasi dari pompa daya larut dan penyerapan biologis, proses-proses yang telah berjalan selama ribuan tahun (Hasell and Carlson, 2001). Kedua proses ini bertindak meningkatkan konsentrasi CO 2 di dalam interior laut. Pompa fisis dibangkitkan oleh sirkulasi balik laut yang lamban dan lebih mudah terlarutnya CO 2 di air dingin daripada di air hangat. Massa air yang dingin dan rapat (dense) di laut lintang tinggi, terutama di Atlantik Utara dan Laut Selatan (Southern Ocean), menyerap CO 2 atmosfirik sebelum tenggelam (sink) ke interior laut. Air yang tenggelam ini akan diimbangi oleh transpor vertikal (upwelling) di bagian laut lainnya. Air yang naik ke atas ini akan menjadi hangat ketika mencapai permukaan sehingga CO 2 menjadi kurang dapat larut dan sebagian diantaranya akan terlepas kembali ke atmosfir (melalui sebuah proses yang disebut pelepasgasan atau outgassing). CO 2 CO 2 Vertikal Upwelling Pembentukan air dalam CO 2 Gambar 3. Skema pompa fisis dan sirkulasi termohalin yang membawa CO 2, yang menggambarkan interkoneksi perairan laut dunia (Hansell and Carlson, 2001). Proses biologi yang ikut memandu distribusi regional dan musiman dari fluks CO2 adalah produksi primer kotor (GPP) oleh fitoplankton laut yang telah diperkirakan oleh Sarmiento and Gruber (2002) sebesar 50 PgC/th. Sebagiannya (39 PgC/th) dikembalikan ke DIC melalui respirasi autotrofik, dan sisanya menjadi produksi primer bersih yang diperkirakan sekitar 11 PgC/th (Sarmiento

26 9 and Gruber, 2002). Hasil karbon organik kemudian dikonsumsi oleh zooplankton atau menjadi detritus. Beberapa karbon organik dilepaskan dalam bentuk terlarut (DOC) dan oksidasi oleh bakteri dengan produksi DOC bersih yang masuk ke reservoir samudera. Penenggelaman partikel organik karbon (POC) yang terdiri dari organisme yang telah mati dan detritus bersama-sama dengan transfer vertikal DOC menciptakan suatu fluks karbon organik yang mengarah ke bawah dari permukaan samudera yang dikenal sebagai "produksi ekspor". Perkiraan untuk produksi ekspor global berkisar antara PgC/th (Falkowski et al., 1998). Hanya sebagian kecil (±0,2 PgC/th) produksi ekspor yang mengendap pada sedimen (Sarmiento and Gruber, 2002) Perairan Pesisir Perairan pesisir didefinisikan sebagai wilayah yang membentang dari pantai ke landas kontinen, termasuk lereng benua dan inner estuari, sisa masa perairan laut disebut sebagai laut terbuka (Borges, 2005). Komponen perairan pesisir terdiri dari 6 ekosistem pesisir utama yaitu perairan estuari, mangrove, salt marsh, terumbu karang, sistem upwelling, dan continental shelf. Perairan pesisir merupakan daerah yang mempunyai siklus biogeokimia paling aktif di biosfer karena menerima masukan bahan organik dan nutrien yang besar dari daratan, dan adanya pertukaran materi dan energi dalam jumlah yang besar dengan laut terbuka (Gattuso et al 1998). Perairan pesisir menyumbang sekitar 20% dari total produksi bahan organik samudera, 90% dari total sedimen laut, dan menyumbang 30% dan 50% dari total produksi dan akumulasi partikel karbon anorganik (Gattuso et al., 1998; Wollast, 1998). Penelitian mengenai siklus CO 2 di perairan pesisir yang dilakukan oleh Tsunogai et al. (1999) di Timur Laut Cina menunjukkan bahwa perairan pesisir adalah sink CO 2 dari atmosfir yaitu sekitar 2,92 molc/m 2 /th, jika diekstrapolasi ke luas pesisir dunia menghasilkan sink untuk CO 2 atmosfir sebesar 0,95 PgC/th. Hal ini didorong oleh pendinginan perairan lapisan permukaan yang menjadi lebih rapat (dense) sehingga menyebabkan peningkatan penyerapan CO 2 bersama-sama dengan produksi primer yang tinggi. Jika fluks CO 2 perairan pesisir yang dirumuskan oleh Tsunogai et al. (1999) dikonfirmasi di seluruh dunia, maka kemampuan laut global dalam menyerap CO 2 akan meningkat 61% dari

27 10 penyerapan CO 2 oleh samudera yang diperkirakan 1,6 Pg C/th (Takahashi et al. 2002). Chen (2004) mengemukakan bahwa secara umum perairan pesisir cenderung untuk menyerap CO 2 pada musim dingin, sebagai konsekuensi dinginnya air permukaan dan dari proses biologi. Pada musim panas dan musim gugur, proses pemanasan menyebabkan proses respirasi dan dekomposisi organisme laut melepaskan kembali CO 2 ke atmosfir, demikian juga dengan bakteri yang terlibat dalam proses produksi CH 4 (gas metan) serta dalam produksi biologis dimetil sulfida (DMS) juga melepas gas rumah kaca ke atmosfir. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa perairan pesisir adalah source CO 2 ke atmosfir (Ver et al. 1999). Hal ini didasarkan pada ketidakseimbangan antara angkutan sungai total sekitar 0,4 PgC/th dengan karbon organik yang terkubur di dasar perairan sekitar 0,14 PgC/th, jadi ada perbedaan 0,26 PgC/th yang mungkin dikembalikan ke atmosfir. Selanjutnya Fasham et al. (2001) melaporkan bahwa perairan pesisir adalah source CO 2 ke atmosfir, dimana fluks CO 2 udara laut sekitar 0,5 PgC/th. Mackenzie et al. (2000) menyatakan bahwa sebelum kegiatan antropogenik, perairan pesisir global adalah sistem autotrofik bersih dengan ekspor bersih dari karbon organik ke sedimen laut terbuka adalah 20 TmolC/th. Namun, hasil penelitian mereka berikutnya menyimpulkan bahwa meskipun zona pesisir yang dekat dengan daratan adalah source CO 2 (8,4 x molc/th), zona pesisir yang jauh dari daratan adalah sink CO 2 (28,4 x molc/th). Akibatnya perairan pesisir ditemukan sebagai net sink CO 2 sekitar 20 x molc/th (0,24 PgC/th). Penelitian dari Global Ocean Flux Study (JGOFS) menunjukkan bahwa perairan pesisir adalah sink CO 2 (Chen et al., 2003.). Sintesis Ini mencerminkan beberapa perkembangan terakhir yang menunjukkan bahwa rata-rata global produksi baru fitoplankton di perairan pesisir adalah 0,78 PgC/th partikulat karbon organik (POC) dan 0,25 PgC/th partikulat karbon anorganik (PIC). Produksi baru ini hanya 13 persen dari tingkat rata-rata produksi primer pada daerah upwelling. Meskipun produktivitas bersih cukup tinggi di perairan pesisir global, hanya sekitar 0,2 PgC/th dari PIC dan jumlah yang sama dari POC dari total produksi (0,48 PgC/th PIC dan 6,2 PgC/th POC) yang terkubur dan

28 11 disimpan pada dasar perairan (Chen et al., 2003). Studi terbaru berdasarkan pengukuran C 13, C 14 dan N 15 menunjukkan bahwa sebagian besar dari transportasi material organik ke perairan pesisir berasal dari daratan (Chen et al., 2003). Transportasi bersih DOC ke perairan pesisir adalah 0,60 PgC/th, dimana 0,32 PgC/th berasal dari darat, 0,28 PgC/th sisanya diproduksi di perairan pesisir dan mewakili 35 persen dari produksi karbon organik baru, atau 27 persen dari total produksi karbon baru (Cai et al., 2003) Perairan Estuari Cameron dan Pritchard (1963) mendefinisikan perairan estuari sebagai suatu badan perairan yang semi tertutup yang memiliki hubungan bebas dengan laut terbuka, dan di mana air laut diencerkan oleh air tawar yang berasal dari daratan. Batas hulu dari perairan estuari adalah batas pengaruh pasang surut (sungai pasang surut), di mana arus air dan proses sedimentasi menjadi sangat berbeda dibandingkan sungai, batas bawah dari perairan estuari adalah batas geografis pantai sesuai dengan mulut sungai. Perairan estuari mempunyai keragaman yang besar dalam hal geomorfologi, geokimia dan luas permukaan daerah aliran sungai, debit air tawar, dan pengaruh pasang surut, sehingga sangat mempengaruhi siklus biogeokimia karbon dan nutrien, stratifikasi vertikal, dan waktu tinggal air tawar (Borges 2005). Perairan estuari menerima bahan terlarut dan partikulat dalam jumlah besar, terutama karbon organik dan anorganik, dan nutrien yang dibawa oleh-sungai. Ini adalah sistem yang sangat dinamis yang dicirikan oleh gradien kuat dari senyawa biogeokimia, proses produksi dan degradasi bahan organik yang tinggi, dan adanya proses sedimentasi dan resuspensi yang intensif (Borges 2005). Perairan estuari adalah sistem heterotrofik bersih (source CO 2 ), dimana jumlah respirasi oleh autotrof dan heterotrof di kedua kompartemen bentik dan pelagis melebihi produksi primer kotor (GPP), dan produksi ekosistem bersih (NEP) kecil dari nol (Borges 2005). Fluks CO 2 udara laut di perairan estuari dikontrol oleh pasokan DIC, tingkat metabolisme ekosistem, stratifikasi kolom air dan waktu tinggal massa air tawar (Borges, 2005). Disamping itu emisi CO 2 ke atmosfir juga sangat dipengaruhi oleh kecepatan transfer gas (Borges et al., 2004). Perairan estuari dicirikan oleh gradien spasial yang kuat dan variabilitas musiman

29 12 yang berkaitan dengan perbedaan dalam kontribusi relatif kecepatan transfer gas terhadap turbulensi antarmuka perairan, kecepatan angin, arus air, dan topografi (Borges et al., 2004) Berdasarkan hasil review dari Borges (2005) menunjukkan bahwa hampir semua perairan estuari adalah sumber bersih CO 2 ke atmosfir. Di antara perairan estuari di Eropa, Scheldt dan Randers Fjord berada di batas tinggi dan rendah untuk fluks CO 2 udara-laut. Estuari Randers Fjord adalah tipe estuari microtidal yang dicirikan oleh stratifikasi permanen yang kuat, sedangkan estuari Scheldt adalah estuari macrotidal yang ditandai oleh kolom air tercampur permanen. Meskipun secara keseluruhan Randers Fjord adalah sistem heterotrofik bersih, lapisan tercampur adalah autotrofik bersih sedangkan lapisan bawah adalah sangat heterotrofik. Emisi CO 2 dari estuari Scheldt hampir 15 kali lebih tinggi dibanding Randers Fjord, meskipun NEP nya hanya 2 kali lebih rendah di Scheldt dibanding estuari Randers Fjord. Hal ini berhubungan dengan tingginya produksi bahan organik pada lapisan tercampur dan degradasi di lapisan bawah. Dengan cara ini CO 2 hasil degradasi tidak langsung kembali ke atmosfir. Disamping itu lamanya waktu tinggal air tawar di estuari Scheldt (30-90 hari) dibanding estuari Randers Fjord (5-10 hari) menyebabkan pengayaan DIC di perairan estuari Scheldt lebih intensif Perairan Sekitar Mangrove Ekosistem mangrove, meskipun hampir keseluruhan ekosistem (di atas permukaan tanah) adalah autotrofik bersih dan sink untuk CO 2 atmosfir karena fiksasi karbon yang besar sebagai biomassa tanaman, perairan di sekitarnya merupakan sumber signifikan CO 2 ke atmosfir (Borges, 2005; Kone and Borges, 2008). Sedimen dan kolom air dapat menerima masukan bahan organik yang tinggi, baik secara langsung sebagai serasah daun dan kayu maupun tidak langsung sebagai karbon organik terlarut yang mengakibatkan status metabolisme adalah heterotrofik dan secara signifikan melepas CO 2 ke atmosfir (Borges et al., 2003; Borges, 2005). Potensi signifikan dari mineralisasi dan dekomposisi material organik di perairan sekitar mangrove baru-baru ini mendapat perhatian karena perairan tersebut menunjukkan tingkat kejenuhan yang tinggi terhadap CO 2 (Borges et al., 2003; Bouillon et al., 2003; 2007). Selanjutnya Borges

30 13 (2005) mengemukakan bahwa disamping proses dekomposisi material organik, dinamika DIC di perairan sekitar mangrove juga dipengaruhi oleh air poros dalam sedimen yang kaya dengan DIC, TA dan CO 2 dan miskin oksigen yang dipompa oleh arus pasang surut. Fluks CO 2 udara-laut pada ekosistem mangrove global telah diperkirakan oleh Jennerjahn dan Ittekkot (2002). Jika ekspor bahan organik dari sistem perairan yang berdekatan dimasukkan maka fluks CO 2 udara laut di perairan sekitar mangrove adalah 18,7 molc/m 2 /th. Jika ekspor bahan organik dengan sistem perairan yang berdekatan tidak dimasukkan maka fluksnya akan berkurang sekitar 50% (9,8 molc/m 2 /th). Dalam perhitungan ini diasumsikan bahwa fluks CO 2 udara-laut hanya berhubungan dengan degradasi bahan organik yang berasal dari ekosistem mangrove, sedangkan pasokan karbon dari tempat lain seperti ekspor DIC dari sistem perairan yang berdekatan, emisi CO 2 dari sedimen, dan masukan allochthonous tidak diperhitungkan Perairan Sekitar Terumbu Karang Terumbu karang merupakan ekosistem perairan tropis dan sub tropis yang terdiri dari struktur karbonat yang didominasi oleh karang Scleractinia dan mikroalga (Borges, 2005). Ekosistem terumbu karang mewakili sekitar 2% dari luas permukaan continental shelf dan menyumbang sekitar 83% dan 50% dari produksi dan akumulasi partikel karbon anorganik ekosistem pesisir (Milliman, 1993). Terumbu karang berkembang pada tingkat kekeruhan rendah, perairan yang oligotrofik dengan suhu tahunan minimum 18 o C dan mempunyai tingkat metabolisme karbon organik dan kalsifikasi yang tinggi (Gattuso et al., 1998). Meskipun perairan terumbu karang mempunyai laju fotosintesis dan respirasi yang tinggi, produksi ekosistem bersih di perairan tersebut mendekati nol (Gattuso et al., 1998). Proses kalsifikasi dan fotosintesis merupakan proses utama yang mempengaruhi siklus karbon di perairan sekitar terumbu karang. Fiksasi CO 2 oleh produksi ekosistem bersih (NEP) biasanya rendah tetapi tingkat kalsifikasi tinggi sehingga menyebabkan proses kalsifikasi melepas CO 2 ke perairan sekitarnya, sebagaimana dalam persamaan berikut: Ca HCO 3 CaCO 3 + CO 2 + H 2 O... (4)

31 14 Konsentrasi CO 2 meningkat sebesar 0,6 mol untuk setiap pengendapan 1 mol kalsium karbonat (CaCO 3 ) dalam standar air laut (salinitas=35, suhu=25, TA=2370 µmol/kg, pco 2 =365 ppm) (Gattuso et al., 1999). Rasio antara produksi CO 2 dengan presipitasi CaCO 3 pada umumnya tergantung pada keseimbangan termodinamika khususnya suhu dan salinitas (Ware et al., 1992; Frankignoulle et al., 1994). Berdasarkan perkiraan global dari kalsifikasi bersih dan NEP, Ware et al. (1992) menghitung potensi pelepasan CO 2 ke perairan sekitarnya dari kesetimbangan metabolisme organik dan kalsifikasi berkisar antara 3-11,3 mmolc/m 2 /th. Fluks CO 2 udara laut di perairan sekitar terumbu karang sangat tergantung pada waktu tinggal massa air, bentuk geomorfologi terumbu karang (karang tepi, penghalang, atau sistem terumbu karang atol) dan pola arus air laut di perairan sekitarnya. Di samping proses metabolisme yang terjadi dalam sistem terumbu karang dan waktu tinggal dari massa air, fluks CO 2 udara-laut juga dimodulasi oleh ΔpCO 2 air laut yang masuk. Pada skala tahunan, perairan laut tropis dan subtropis merupakan source CO 2 (0,35 mol C/m 2 /th, ΔpCO 2 = 11 ppm, Takahashi et al., 2002). Berdasarkan perbedaan pco 2 antara perairan samudera dan terumbu yang disusun oleh Suzuki dan Kawahata (2003) di 9 sistem terumbu dan menambahkan data dari Bates (2002) di Hog Reef dapat diperkirakan bahwa air laut yang masuk ke perairan terumbu karang diperkaya rata-rata sebesar 12 ppm selama transit melalui sistem terumbu karang. Borges (2005) memperkirakan emisi CO 2 global dari sistem terumbu karang sekitar 0,73 molc/m 2 /th.

32 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan di perairan Selat Nasik Kabupaten Belitung pada bulan April 2010 dan di perairan Estuari Donan Cilacap pada bulan Juni Gambar lokasi penelitian dapt dilihat pada Gambar 4 dan 5. Gambar 4. Lokasi penelitian di Perairan Selat Nasik, Belitung, April Di perairan Selat Nasik, pengukuran dan pengambilan sampel air laut dilakukan di 3 stasiun pada lokasi yang berbeda yaitu: Stasiun 1 pada lokasi di sekitar ekosistem mangrove, Stasiun 2 pada lokasi sekitar terumbu karang dan Stasiun 3 pada lokasi yang tidak ada pengaruh mangrove dan terumbu karang (perairan lepas pantai). Pengambilan sampel dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pada waktu pagi (06:35 08:15) dan siang hari (12:00 13:25) untuk Stasiun 1 dan 2, sedangkan pada Stasiun 3 pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali (pagi, siang dan malam hari (19:00). Pengambilan sampel sebanyak 3 kali di perairan laut dimaksudkan untuk melihat sejauh mana peranan produktifitas primer

33 16 fitoplankton dalam menurunkan CO 2 dalam air laut, karena di perairan laut fitoplankton merupakan satu-satunya organisme yang menyerap CO 2 sedangkan di perairan sekitar mangrove dan terumbu karang ada organisme lain yang menyerap CO 2 diantaranya lamun, makroalga, dan zooxanthella sehingga untuk melihat peranan fitoplankton dalam penyerapan CO 2 hanya dilakukan di perairan laut. Di perairan Estuari Donan Cilacap, pengukuran dan pengambilan sampel air laut di lakukan pada 5 stasiun dari muara menuju sungai. Kelima stasiun mempunyai karakteristik yang berbeda yaitu Stasiun 1 berada di depan mulut sungai yang berhadapan langsung dengan samudera Hindia, Stasiun 2 dekat ekosistem mangrove, Stasiun 3 dekat pelabuhan, Stasiun 4 dekat pertamina dan Stasiun 5 dekat lokasi budidaya. Gambar 5. Lokasi penelitian di perairan Estuari Donan Cilacap, Juni 2010

34 Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi : 1. Bahan kimia untuk analisis karbon, terdiri dari HgCl 2 2. Bahan kimia untuk analisis Produktifitas Primer fitoplankton terdiri dari: MnSO4, NaI-Azida, H 2 SO 4 dan Natrium Thiosulfat. sebagai pengawet atau untuk menghentikan aktifitas biologi, HCl dan NaOH untuk analisis alkalinitas dan DIC. 3. Bahan kimia untuk analisis fosfat dan silikat: ammonium molibdate, asam sulfat, asam ascorbate, kalium antimonyl tartrat, methol sulfit dan asam oksalat. Tabel 1. Peralatan yang digunakan dalam penelitian. No. Nama Alat Kegunaan 1 CTD Pengukuran suhu dan salinitas 2 Nansen water sampler Pengambilan sampel air 3 ph meter Pengukuran ph 4 CO 2 meter Pengukuran CO2 atmosfir 5 Light meter Pengukuran intensitas cahaya 6 Cool Box Untuk penyimpanan sampel air 7 Alat saring dan Vacum pump Membantu proses penyaringan sampel 8 Kertas saring CNM 0,45μm Untuk menyaring sampel air 9 Mikro titrator Untuk titrasi 10 Alat-alat gelas 11 Spectrophotometer Pengukuran fosfat dan silikat 3.3 Prosedur penelitian Sistem CO 2 Parameter sistem CO 2 yang diukur adalah DIC, ph dan alkalinitas. Pengambilan sampel dilakukan pada lapisan permukaan (0 1 meter) untuk semua stasiun dengan menggunakan Nansen water sampler. Untuk parameter sistem CO 2 (DIC, alkalinitas dan ph), sesaat setelah pengambilan sampel ditambahkan HgCl 2 pada sampel air untuk menghentikan aktivitas biologi dan sampel disimpan dalam coolbox yang selalu ditambahkan es batu agar suhu tetap rendah untuk mencegah terlepasnya CO 2 ke udara. Analisa lebih lanjut dilakukan di laboratorium.

35 Produktifitas primer Pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan VanDorn water sampler pada lapisan permukaan (0 1 meter). Pada waktu sampling, sampel air langsung dipindahkan ke plastic container (jerigen) 5 10 liter. Sampel kemudian dialirkan melalui plankton gauze (mesh size 200 μm) ke dalam 2 botol terang dan 1 botol gelap. Untuk menentukan kandungan O 2 pada permulaan inkubasi dilakukan dengan metode titrasi Winkler. Pada saat yang bersamaan, 1 botol terang + 1 botol gelap diinkubasi di bawah sinar matahari selama ±4 jam. Proses inkubasi dilakukan dengan cara menggantungkan botol pada pelampung sehingga botol terendam pada lapisan permukaan. Setelah inkubasi, konsentrasi oksigen yang terdapat dalam botol gelap dan botol terang tersebut diukur kembali dengan metode titrasi Winkler. 3.4 Analisis data Sistem CO 2 Sistem CO2 di perairan dapat dikaji melalui empat parameter yang dapat diukur, yaitu DIC, total alkalinitas (TA), ph dan pco 2 (tekanan parsial CO 2 ) (Lewis dan Wallace, 1997). Pada studi ini DIC diukur menggunakan metode Titrasi (Giggenbach & Goguel, 1989), dengan prinsip mendasarkan pada perubahan ph setelah ditambahkan HCl dan NaOH. DIC didapatkan dari penjumlahan HCO dan CO 3 dalam satuan μmol/kg.... (5)... (6) Keterangan: A dan B C dan D Vs = Volume HCl yang digunakan untuk menurunkan ph. = Volume NaOH yang digunakan untuk menaikkan ph. = Volume sampel air laut yang dianalisa Hasil pengukuran DIC dengan metode ini kemudian dikoreksi dengan hasil pengukuran certified sample/certified Refference Material (RCM) dari Marine Physical Laboratory, University of California, San Diego.

36 19 Nilai RCM = 2021±0,65 µmol/kg, sedangkan hasil pengukuran RCM oleh BATAN = 1657,20 µmol/kg, jadi nilai koreksinya adalah 364,45 µmol/kg. Total Alkalinitas diukur dengan menggunakan metode Titrasi (Grasshoff, 1976). Prosedurnya meliputi: Kedalam 50 ml sampel air laut ditambahkan 5 ml HCl 0,025 M dan dididihkan selama ±5 menit, kemudian didinginkan dalam water bath. Setelah dingin kedalam sampel ditambahkan 3 5 tetes bromothymol blue sebagai indikator, kemudian sampel dititrasi dengan NaOH 0,02 M, selama titrasi kedalam sampel dialirkan gas bebas CO2 (Nitrogen atau Helium). Proses titrasi dihentikan setelah sampel bewarna biru, dan volume NaOH yang terpakai dicatat dan dimasukkan kedalam rumus berikut:... (7) Keterangan: V t Vb = Volume HCl dan NaOH = Molaritas HCl dan NaOH = Volume sampel Tekanan parsial CO 2 (pco 2 ) kolom air dihitung dengan menggunakan Model OCMIP (Ocean Carbon Cycle Model Intercomparison Project) yang dikembangkan oleh Orr et al. (1999). Parameter yang digunakan dalam model ini adalah: suhu, salinitas, kisaran ph, ph insitu, DIC, alkalinitas, fosfat dan silikat. pco 2 atmosfir diukur pada waktu pengambilan sampel dengan menggunakan CO 2 meter Pertukaran CO 2 udara-laut Secara umum fluks atau pertukaran aliran gas CO2 antara udara dan laut dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Fluks CO 2 = K. α. Δ pco 2 air atm... (8) ΔpCO2 = pco 2 air -pco 2 atm... (9) Keterangan: K = kecepatan transfer gas (fungsi dari kecepatan angin) α = koefisien daya larut (fungsi dari suhu dan salinitas)

37 20 ΔpCO 2air atm = perbedaan (selisih) antara tekanan parsial CO 2 permukaan air dengan atmosfir Berdasarkan nilai pco 2 laut dan atmosfir dapat ditentukan apakah suatu perairan penyerap (sink) atau pelepas (source) CO 2. Suatu perairan berperan sebagai source atau pelepas CO 2 ke udara/atmosfir jika nilai pco 2 -nya lebih tinggi dari nilai atmosfir (nilai positif) karena akan terjadi aliran CO 2 dari air ke atmosfir. Sebaliknya berperan sebagai penyerap/ sink CO 2 dari atmosfir jika nilai pco 2air -nya lebih rendah dari pco 2atm (nilai negatif) Produktifitas Primer Pengukuran produktifitas primer dilakukan dengan menggunakan botol gelap dan botol terang dengan metode winkler modifikasi azida (Strickland & Parsons, 1968; APHA, 1980). Laju fotosintesis dan respirasi dalam satuan mgc/l/jam dihitung dengan menggunakan rumus: LB (ppmo 2 ) DB (ppmo 2 ) GPP (mgc/l/jam) = 0, (10) N x PQ LB (ppmo2) IB (ppmo 2 ) NPP (mgc/l/jam) = 0, (11) N x PQ IB (ppmo2) DB (ppmo 2 ) Respirasi (mgc/l/jam) = 0,375 RQ... (12) N Keterangan: GPP = Produksi Primer Kotor NPP = Produksi Primer Bersih 0,375 = faktor konversi dari oksigen ke karbon LB DB = Botol terang (Light bottle), Kandungan O2 pada botol terang setelah inkubasi = Botol gelap (Dark bottle), Kandungan O 2 pada botol gelap setelah inkubasi IB = Kandungan O 2 awal sebelum inkubasi PQ = Photosynthesis Quotient (1,2)

38 21 RQ = Respiration Quotient (1) N = Lama inkubasi (4 jam) 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sistem CO Selat Nasik Parameter sistem CO 2 yang diukur terdiri dari ph, DIC, total alkalinitas dan tekanan parsial CO 2 (pco 2 ). Gambar 6 menunjukkan nilai ph pada pagi, siang dan malam hari di perairan Selat Nasik. ph merupakan parameter penting dalam sistem CO 2 karena sangat mempengaruhi keseimbangan karbonat dalam laut. Nilai ph yang rendah akan menggeser keseimbangan ke arah kiri yang - menyebabkan HCO 3 dan CO 2 bebas lebih banyak terbentuk, sebaliknya pada kondisi ph yang tinggi keseimbangan akan bergeser ke kanan sehingga ion karbonat lebih banyak terbentuk. Selanjutnya perubahan keseimbangan karbonat tersebut akan berpengaruh terhadap pco 2 dalam air laut. 8,10 8,00 7,90 ph 7,80 7,70 7,60 6:35-8:15 12:00-13:25 19:00 7, S t a s i u n Gambar 6. Nilai ph di perairan Selat Nasik pada pengamatan pagi, siang dan malam hari, April 2010 ph perairan Selat Nasik berkisar antara 7,71 8,03. Nilai ph yang tinggi ditemukan pada Stasiun 3 (perairan laut) dan rendah pada Stasiun 1 (perairan sekitar mangrove). Variabilitas ph di wilayah studi diduga disebabkan oleh pengaruh pasang surut yang mendistribusikan massa air tawar ke arah laut. ph

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4. Lokasi penelitian di Perairan Selat Nasik, Belitung, April 2010.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4. Lokasi penelitian di Perairan Selat Nasik, Belitung, April 2010. 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan di perairan Selat Nasik Kabupaten Belitung pada bulan April 2010 dan di perairan Estuari Donan Cilacap pada bulan Juni

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA DIC ƩCO 2 C T = [CO 2 ] + [HCO 3 - ] + [CO 3 2- ]... (1)

2 TINJAUAN PUSTAKA DIC ƩCO 2 C T = [CO 2 ] + [HCO 3 - ] + [CO 3 2- ]... (1) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem karbonat laut Karbon dioksida (CO 2 ) termasuk gas yang reaktif dan banyak terdapat dalam air laut. Keberadaan karbon dioksida di laut pada umumnya berasal dari udara melalui

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 RQ = Respiration Quotient (1) N = Lama inkubasi (4 jam) 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sistem CO 2 4.1.1 Selat Nasik Parameter sistem CO 2 yang diukur terdiri dari ph, DIC, total alkalinitas dan tekanan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS (Gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

UDARA-LAUT DI PERAIRAN SELAT NASIK, BELITUNG

UDARA-LAUT DI PERAIRAN SELAT NASIK, BELITUNG Pertukaran Gas Udara-Laut di Perairan Selat Nasik, Belitung (Afdal, et al) PERTUKARAN GAS UDARA-LAUT DI PERAIRAN SELAT NASIK, BELITUNG Afdal 1), Richardus F Kaswadji 2) & Alan F Koropitan 2) 1) Peneliti

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surabaya, 24 Februari Penulis. Asiditas dan Alkalinitas Page 1

KATA PENGANTAR. Surabaya, 24 Februari Penulis. Asiditas dan Alkalinitas Page 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadiran allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahnya kepada kita, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah Asiditas dan Alkalinitas.

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup

Lebih terperinci

Pengukuran Sistem Karbon Dioksida (Co2) Sebagai Data Dasar Penentuan Fluks Karbon Di Perairan Jepara

Pengukuran Sistem Karbon Dioksida (Co2) Sebagai Data Dasar Penentuan Fluks Karbon Di Perairan Jepara ISSN : 2089-3507 Pengukuran Sistem Karbon Dioksida (Co2) Sebagai Data Dasar Penentuan Fluks Karbon Di Perairan Jepara Indra Budi Prasetyawan*, Lilik Maslukah, Azis Rifai Departemen Oseanografi, Fakultas

Lebih terperinci

DAUR AIR, CARBON, DAN SULFUR

DAUR AIR, CARBON, DAN SULFUR DAUR AIR, CARBON, DAN SULFUR Daur Air/H 2 O (daur/siklus hidrologi) 1. Air di atmosfer berada dalam bentuk uap air 2. Uap air berasal dari air di daratan dan laut yang menguap (evaporasi) karena panas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

I. PENENTUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN METODE OKSIGEN. Secara sederhana fotosintesis dapat dinyatakan dalam reaksi sebagai berikut:

I. PENENTUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN METODE OKSIGEN. Secara sederhana fotosintesis dapat dinyatakan dalam reaksi sebagai berikut: I. PENENTUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN METODE OKSIGEN Produktivitas primer di perairan menggambarkan jumlah energi cahaya yang diserap dan disimpan oleh jasad produser (fitoplankton) dalam bentuk bahan

Lebih terperinci

Perhitungan Fluks CO2 di Perairan Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Pendekatan Empirik

Perhitungan Fluks CO2 di Perairan Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Pendekatan Empirik Perhitungan Fluks CO2 di Perairan Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Pendekatan Empirik Agus Setiawan* Mutiara R. Putri** Fitri Suciati** *Balai Riset dan Observasi Kelautan Puslitbang Sumberdaya

Lebih terperinci

Perhitungan Fluks CO2 di Perairan Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Pendekatan Empirik

Perhitungan Fluks CO2 di Perairan Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Pendekatan Empirik Perhitungan Fluks CO2 di Perairan Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Pendekatan Empirik Agus Setiawan* Mutiara R. Putri** Fitri Suciati** *Balai Riset dan Observasi Kelautan Puslitbang Sumberdaya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ALGORITMA ZHU UNTUK ANALISIS KARBON LAUT DI TELUK BANTEN ABSTRAK

PEMANFAATAN ALGORITMA ZHU UNTUK ANALISIS KARBON LAUT DI TELUK BANTEN ABSTRAK PEMANFAATAN ALGORITMA ZHU UNTUK ANALISIS KARBON LAUT DI TELUK BANTEN Ramawijaya 1 ; M.Yusuf Awaludin 2 ; Widodo S. Pranowo 3 ; Rosidah 2 1) Alumni Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Email

Lebih terperinci

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA Oleh; Galih Kurniawan C64104033 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

DARI KONFERENSI KOPENHAGEN

DARI KONFERENSI KOPENHAGEN Laut Indonesia, Penyerap atau Pelepas Karbon DARI KONFERENSI KOPENHAGEN Laut Indonesia, Penyerap atau Pelepas Karbon Koran Tempo, 8 Desember 2009 Hasil riset di dunia dan Laut Jawa mengungkap bahwa laut

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 212: 339-346 ISSN : 288-3137 VARIABILITAS PARAMETER OSEANOGRAFI DAN KARBON LAUT DI TELUK BANTEN Ramawijaya 1, Rosidah 2, M.Yusuf Awaludin 2, Widodo

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2013. Tempat penelitian di Situ Cileunca, Kecamatan pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen) 2.1.1. Sumber DO di perairan Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air (Wetzel 2001). DO dibutuhkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-5 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN SIRKULASI MASSA AIR (Bagian 2) ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-5 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN SIRKULASI MASSA AIR (Bagian 2) ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-5 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN SIRKULASI MASSA AIR (Bagian 2) ASEP HAMZAH What is a thermocline? A thermocline is the transition layer between warmer mixed water at the ocean's surface and

Lebih terperinci

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal Temperatur Air Laut Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur insitu (selanjutnya disebut sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial. Temperatur

Lebih terperinci

Heny Suseno Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif

Heny Suseno Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif STUDI RADIOEKOLOGI 14 C DI PERAIRAN TELUK JAKARTA DAN SEMENANJUNG LEMAH ABANG Heny Suseno Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif ABSTRAK STUDI RADIOEKOLOGI 14 C DI PERAIRAN TELUK JAKARTA DAN

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

Biogeokimia adalah pertukaran atau perubahan yang terus menerus, antara komponen biosfer yang hidup dengan tak hidup.

Biogeokimia adalah pertukaran atau perubahan yang terus menerus, antara komponen biosfer yang hidup dengan tak hidup. SIKLUS BIOGEOKIMIA Biogeokimia adalah pertukaran atau perubahan yang terus menerus, antara komponen biosfer yang hidup dengan tak hidup. Dalam suatu ekosistem, materi pada setiap tingkat trofik tidak hilang.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di kawasan perairan Pulau Biawak, Kabupaten Indramayu. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, dimulai dari bulan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR Oleh: Sabam Parsaoran Situmorang C64103011 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C64102057 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

Lampiran 1 Parameterisasi untuk siklus nutrien umum yang disimulasikan dalam simulasi CAEDYM di Teluk Lampung

Lampiran 1 Parameterisasi untuk siklus nutrien umum yang disimulasikan dalam simulasi CAEDYM di Teluk Lampung 121 Lampiran 1 Parameterisasi untuk siklus nutrien umum yang disimulasikan dalam simulasi CAEDYM di Teluk Lampung Parameter Deskripsi Satuan Nilai yang digunakan Koefisien ekstingsi cahaya pada air alami

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Secara alami CO 2 mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kehidupan makhluk hidup. Tumbuhan sebagai salah satu makhluk hidup di bumi memerlukan makanannya untuk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C)

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C) Pengaruh Kadar Gas Co 2 Pada Fotosintesis Tumbuhan yang mempunyai klorofil dapat mengalami proses fotosintesis yaitu proses pengubahan energi sinar matahari menjadi energi kimia dengan terbentuknya senyawa

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO 2 Tanah Tanah merupakan bagian dari sistem yang mengatur konsentrasi CO 2 atmosfer. Hampir 10% CO 2 dari tanah sampai ke atmosfer tiap tahunnya (Raich dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di perairan Pulau Biawak Kabupaten Indramayu dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

Pemberian larutan kimia ke dalam contoh air laut.

Pemberian larutan kimia ke dalam contoh air laut. LAMPIRAN Lampiran 1. Dokumentasi 59 Foto kegiatan survei Kapal survei. Persiapan sebelum survei. Pemindahan contoh air laut dari sampler ke dalam botol. Penyaringan contoh air laut. Pemberian larutan kimia

Lebih terperinci

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas 2.3 suhu 2.3.1 Pengertian Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DAN KAITANNYA DENGAN UNSUR HARA DAN CAHAYA DI PERAIRAN MUARA JAYA TELUK JAKARTA USMAN MADUBUN

PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DAN KAITANNYA DENGAN UNSUR HARA DAN CAHAYA DI PERAIRAN MUARA JAYA TELUK JAKARTA USMAN MADUBUN PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DAN KAITANNYA DENGAN UNSUR HARA DAN CAHAYA DI PERAIRAN MUARA JAYA TELUK JAKARTA USMAN MADUBUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C)

DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C) DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C) Berkaitan dengan siklus oksigen Siklus karbon berkaitan erat dengan peristiwa fotosintesis yang berlangsung pada organisme autotrof dan peristiwa respirasi yang

Lebih terperinci

Bandari Arining Fitranti, Sunarto, Donny Juliandri Prihadi dan Bambang Herunadi

Bandari Arining Fitranti, Sunarto, Donny Juliandri Prihadi dan Bambang Herunadi POTENSI PELEPASAN DAN PENYERAP CO 2 KAITANNYA DENGAN SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK BANTEN Bandari Arining Fitranti 1, Sunarto 2, Donny Juliandri Prihadi 2 dan Bambang Herunadi 3 1 Alumni Fakultas

Lebih terperinci

KAJIAN MARINE CARBON SINK SEBAGAI POTENSI KELAUTAN YANG BELUM POPULER

KAJIAN MARINE CARBON SINK SEBAGAI POTENSI KELAUTAN YANG BELUM POPULER 2005 Mujizat Kawaroe Posted : 1 June, 2005 Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS-702) Sekolah Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor Semester Genap 2005 Mei 2005 Dosen : Prof.Dr.Ir.Rudy Tarumingkeng, M.F

Lebih terperinci

Manajemen Kualitas Air

Manajemen Kualitas Air UNDERSTANDING POND Manajemen Kualitas Air -ph -DO -Salinitas -Alkalinitas - Suhu Survival Rate Body weight Produksi yg Optimum FAKTOR-FAKTOR PENGENDALI BIOFISIK EKOSISTEM PERAIRAN Hydrodinamic factors:

Lebih terperinci

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 1 EKOSISTEM Topik Bahasan: Aliran energi dan siklus materi Struktur trofik (trophic level) Rantai makanan dan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat hidup dalam kondisi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) 1. Pengertian Atmosfer Planet bumi dapat dibagi menjadi 4 bagian : (lithosfer) Bagian padat

Lebih terperinci

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221)

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu, Cahaya dan Warna Laut Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu Bersama dengan salinitas dan densitas, suhu merupakan sifat air laut yang penting dan mempengaruhi pergerakan masa air di laut

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

ARUS ENERGI DALAM EKOSISTEM

ARUS ENERGI DALAM EKOSISTEM ARUS ENERGI DALAM EKOSISTEM Transformasi Energi dan Materi dalam Ekosistem KONSEP ENERGI Energi : kemampuan untuk melakukan usaha Hukum Thermodinamika 1 : Energi dapat diubah bentuknya ke bentuk lain,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 yang meliputi kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009- Juli 2010 di Danau Lut Tawar. Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun adalah dengan metode Purposive

Lebih terperinci

4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA

4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA 4.DAUR BIOGEOKIMIA 4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA Dalam lingkungan, unsur-unsur kimia termasuk juga unsur protoplasma yang penting akan beredar di biosfer mengikuti jalur tertentu yaitu dari lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

Kandungan Klorofil-a Fitoplankton di Sekitar Perairan Desa Sungsang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

Kandungan Klorofil-a Fitoplankton di Sekitar Perairan Desa Sungsang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Maspari Journal, 2013, 5 (1), 34-39 http://masparijournal.blogspot.com Kandungan Klorofil-a Fitoplankton di Sekitar Perairan Desa Sungsang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Rina Febriyati Sihombing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambangan batubara menjadi salah satu gangguan antropogenik terhadap ekosistem hutan tropis yang dapat berakibat terhadap degradasi dan kerusakan lahan secara drastis.

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Air merupakan salah satu sumber daya alam dan kebutuhan hidup yang penting dan merupakan sadar bagi kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan

Lebih terperinci

Sifat fisika air. Air O. Rumus molekul kg/m 3, liquid 917 kg/m 3, solid. Kerapatan pada fasa. 100 C ( K) (212ºF) 0 0 C pada 1 atm

Sifat fisika air. Air O. Rumus molekul kg/m 3, liquid 917 kg/m 3, solid. Kerapatan pada fasa. 100 C ( K) (212ºF) 0 0 C pada 1 atm Sifat fisika air Rumus molekul Massa molar Volume molar Kerapatan pada fasa Titik Leleh Titik didih Titik Beku Titik triple Kalor jenis Air H 2 O 18.02 g/mol 55,5 mol/ L 1000 kg/m 3, liquid 917 kg/m 3,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli - Agustus 2011. B. Materi Penelitian B.1. Biota Uji Biota

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand) Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) COD atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat

Lebih terperinci

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Buletin PSL Universitas Surabaya 28 (2012): 3-5 Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Hery Purnobasuki Dept. Biologi, FST Universitas Airlangga Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem

Lebih terperinci

KAJIAN BIOGEOKIMIA PERAIRAN SELAT SUNDA DAN BARAT SUMATERA DITINJAU DARI PERTUKARAN GAS KARBON DIOKSIDA (CO 2 ) ANTARA LAUT DAN UDARA

KAJIAN BIOGEOKIMIA PERAIRAN SELAT SUNDA DAN BARAT SUMATERA DITINJAU DARI PERTUKARAN GAS KARBON DIOKSIDA (CO 2 ) ANTARA LAUT DAN UDARA KAJIAN BIOGEOKIMIA PERAIRAN SELAT SUNDA DAN BARAT SUMATERA DITINJAU DARI PERTUKARAN GAS KARBON DIOKSIDA (CO 2 ) ANTARA LAUT DAN UDARA Oleh : IKHSAN BUDI WAHYONO 0806477106 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG

KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG F1 08 Nurul Latifah 1)*), Sigit Febrianto 1), Churun Ain 1) dan Bogi Budi Jayanto 2) 1) Program Studi

Lebih terperinci

Penentuan parameter kualitas air secara kimiawi. oleh: Yulfiperius

Penentuan parameter kualitas air secara kimiawi. oleh: Yulfiperius Penentuan parameter kualitas air secara kimiawi oleh: Yulfiperius Pendahuluan Alat-alat ukur : ph meter, oksigen meter, dan pengukur (probe) amonia. Alat-alat diatas amatlah berguna namun tidak murah.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas, amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan

Lebih terperinci

SIKLUS OKSIGEN. Pengertian, Tahap, dan Peranannya

SIKLUS OKSIGEN. Pengertian, Tahap, dan Peranannya SIKLUS OKSIGEN Pengertian, Tahap, dan Peranannya Apa yang terbesit dalam pikiran anda bila mendengar kata oksigen? Seperti yang kita tahu, oksigen bagian dari hidup kita yang sangat kita butuhkan keberadaannya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci