BAB II URAIAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II URAIAN TEORITIS"

Transkripsi

1 BAB II URAIAN TEORITIS Menurut Nawawi (1995: 39-40), sebelum melakukan sebuah penelitian yang lebih lanjut, setiap penelitian memerlukan kejelasan. Titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah yang telah dipilih. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran dari sudut mana masalah penelitian akan diteliti. Teori digunakan oleh peneliti untuk menjustifikasi dan memandu penelitian mereka (Mulyana, 2004:16). Berikut merupakan teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini: II.1 Analisis Wacana Kritis Analisis wacana kritis (critical discourse analysis/ CDA) merupakan bagian dari pendekatan kritis, pada awal perkembangannya yaitu ditahun 1980-an analisis kritis terhadap wacana (critical discourse analysis) sebenarnya merupakan bagian dari upaya untuk mengembalikan studi-studi budaya kedalam akar-akar tradisinya sebagai studi kritis (critical studies) karena pada saat itu, khususnya pada awal dekade 1980-an studi-studi budaya semakin berpaling dari tradisi teori-teori kritis. Analisis wacana kritis terutama bersumber dari beberapa intelektual dan. pemikir, Michel Foucult, Antonio Gramsci, Sekolah Frankfurt, dan Louis Althusser.

2 Salah satu yang memperkenalkan konsep mengenai wacana adalah Michel Foucult, menurutnya wacana atau discourse itu sendiri adalah : kadang kala sebagai bidang dari semua pernyataaan (statement), kadangkala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan, dan kadang kala sebagai praktik regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan. (Eriyanto, 2001). Wacana memberikan perhatian pada bahasa dan praktik, dan mengacu pada produksi pengetahuan yang tertata melalui bahasa yang memberi makna pada objek dan praktik sosial. Foucult juga mengidentifikasi berbagai kondisi historis dan aturan yang menentukan pembentukan cara yang teratur dalam membicarakan tentang objek. Foucult sangat historis dalam argumentasinya menurutnya bahasa berkembang dan membangun makna pada kondisi material dan historis spesifik. Dia mengeksplorasi berbagai kondisi historis yang pasti dan khas dimana berbagai pernyataan dipadukan dan ditata untuk membentuk dan mendefenisikan bidang pengetahuan atau objek yang khas memerlukan seperangkat konsep dan membongkar rezim kebenaran yaitu apa yang dipandang sebagai kebenaran. (Barker, 2004). Norman Fairclough dalam Media Discourse, menjelaskan bahwa wacana merujuk kepada pemakaian bahasa baik tertulis atau ucapan, tidak hanya dari aspek kebahasaannya saja tetapi juga bagaimana bahasa itu diproduksi dan ideologi dibaliknya. Memandang bahasa seperti ini berarti menempatkan bahasa sebagai bentuk praktek sosial. Bahasa adalah suatu bentuk tindakan, Cara bertindak tertentu dalam hubungannya dengan realitas sosial. Oleh karena itu, analisis wacana terutama menyerap pemikiran sumbangan dari studi linguistik, studi untuk menganalisis bahasa. Berbeda dengan analisis

3 linguistik, analisis bahasa tidak berhenti pada aspek tekstual, tetapi juga konteks dan proses dan konsumsi dari suatu teks. Analisis wacana kritis digunakan untuk melihat bagaimana teks berita tidak dapat dipisahkan dari relasi-relasi kuasa. Kuasa adalah aspek yang inheren dalam teks berita: untuk mendefenisikan dan mempresentasikan sesuatu, bahkan memarjinalkan sesuatu (gagasan, kelompok, atau seseorang). (Eriyanto, 2001) Analisis wacana pada paradigma kritis melihat bagaimana media dijadikan sebagai alat bagi kelompok dominan untuk melegitimasikan kekuasaannya. Oleh karena itu wacana tidak hanya dipahami sebagai studi bahasa, tetapi harus dikaitkan dengan konteks yang berada disekitarnva ketika wacana itu dibentuk. Paradigma ini memandang bagaimana media, dan pada akhirnya berita harus dipahami dalam keseluruhan proses produksi dan konstruk sosial (Eriyanto, 2001:21) Produksi makna khususnya pada analisis wacana kritis isi teks media sangat erat kaitannya dengan bagaimana sebuah media memproduksi teks berita. Proses produksi berita yang terjadi didalam ruang pemberitaan (newsroom) tidaklah dipandang sebagai ruang yang hampa, netral, dan seakan-akan hanya menyalurkan informasi yang didapat. Agus sudibyo menjelaskan newsroom bukanlah ruang yang hampa karena banyak kepentingan dan pengaruh yang dapat mengintervensi media, sehingga niscaya akan terjadi pertarungan dalam memaknai realitas dan presentasi media.

4 Apa yang disajikan media, pada dasarnya adalah akumulasi dari pengaruh yang beragam. Pamela J. Shoemaker dan Stephen d.reese, meringkas berbagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan (Sudibyo, 2001:7). Lima faktor yang mempengaruhi kebijakan redaksi. 1. Faktor individual. Faktor ini berhubungan dengan latar belakang profesional dari pengelola media, bagaimana aspek-aspek personal pengelola media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada khalayak. 2. Rutinitas media. Rutinitas media sangat erat kaitannya mekanisme dan proses penentuan berita karena setiap media mempunyai pandangan tertentu dengan apa yang disebut berita, ciri-ciri dan juga kelayakannya. 3. Organisasi. Level organisasi berkaitan dengan struktur organisasi yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media bukan orang tunggal didalam organisasi berita melainkan mereka merupakan bagian kecil didalam organisasi media dimana masing-masing komponen memiliki kepentingan. 4. Ekstramedia. Level ini berhubungan dengan faktor lain diluar media. Ada beberapa faktor yang yang termasuk dalam lingkungan luar media yaitu: Pertama, Sumber berita. Sumber berita bukanlah dipandang sebagai pihak yang netral dalam memberikan informasi, dia juga memiliki banyak kepentingan mempengaruhi isi media. Kedua, Sumber penghasilan media. Media harus survive, dan untuk bertahan hidup kadangkala media harus harus berkompromi dengan sumber daya yang menghidupi mereka.

5 Ketiga, pihak eksternal seperti pemerintah dan lingkungan bisnis, pengaruh ini sangat ditentukan oleh corak dan masing-masing lingkungan eksternal media. Keempat, level ideologi. Ideologi disini diartikan kerangka berfikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Menurut A.S Hikam, analisis wacana dalam paradigma kritis menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek bebas dan netral dalam menafsirkan makna, tetapi dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Begitu juga, bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema wacana tertentu, serta strategi didalamnya. (Eriyanto, 2001: 6) Eriyanto memaparkan beberapa karakteristik analisis wacana kritis sebagai berikut: a. Tindakan; wacana dipahami sebagai bentuk interaksi, bukan ditempatkan dalam ruang tertutup dan internal. Karena itu wacana dipandang sebagai sesuatu yang memiliki tujuan dan diekspresikan secara sadar dan terkontrol. b. Konteks; yaitu latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Artinya, wacana dibentuk sehingga harus ditafsirkan dalam kondisi dan situasi yang khusus. c. Historis; yang merupakan salah satu aspek penting dalam memahami teks. Sebab ketika wacana, ditempatkan dalam konteks sosial tertentu berarti

6 harus disertakan konteks lain yang menyertainya, dalam hal ini aspek historis ketika wacana dibentuk. d. Kekuasaan; di sini setiap wacana yang muncul pada dasarnya tidak terjadi secara alamiah melainkan merupakan wujud dari sebuah pertarungan kekuasaan. e. Ideologi; yang juga merupakan konsep sentral dalam analisis wacana kritis. Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Menurut Gunter Kress, analisis wacana kritis bertujuan untuk menyediakan laporan/catatan mengenai produksi, struktur internal, dan keseluruhan organisassi dari teks. Kress menambahkan bahwa analisis wacana kritis menempatkan bahasa sebagai suatu jenis praktik sosial di antara berbagai penggunaan untuk representasi dan pengertian (Dellingger :1995). Paradigma kritis dalam hal ini terhadap teks berita, melihat media sebagai kekuatan besar yang berperan dalam membentuk kesadaran palsu dan memanipulasi realitas. Media merupakan alat bagi pemilik atau penguasanya untuk mengokohkan keberadaannya, sekaligus melakukan dominasi terhadap kelompok yang lain. Prinsip-prinsip objektivitas, indepedensi merupakan hal yang tidak mungkin ada dalam paradigma kritis. Oleh karena itu, analisis wacana kritis digunakan untuk membongkar makna-makna tersembunyi yang terdapat pada setiap teks berita yang disampaikan oleh suatu media. II.2 Hegemoni

7 Mengenai hegemoni, Gramsci dalam (Roger, 1999: 19) menyebutkan bahwa hegemoni bukan merupakan suatu hubungan dominasi antara penguasa dan yang dikuasai dengan menggunakan kekuasaan, melainkan suatu hubungan persetujuan yang dilakukan melalui kepimpinan politik dan ideologis. Hegemoni tak dapat dilakukan dengan menggunakan coercive power, tapi dilakukan melalui wacana sistematik (bahasa) yang terarah dan berkelanjutan untuk memenangkan penerimaan dan persetujuan publik mengenai suatu ide atau gagasan tertentu secara sukarela. Dalam hal ini publik diarahkan untuk melakukan penilaian terhadap suatu realitas sosial tertentu dalam kerangka yang telah ditentukan oleh penguasa. Ketika cara hidup, cara berpikir dan pandangan masyarakat banyak telah meniru cara berfikir dan gaya hidup dari kelompok penguasa yang mendominasinya, maka proses hegemoni telah terjadi. Atau dengan kata lain hegemoni telah terjadi jika ideologi dari golongan yang mendominasinya telah diterima secara sukarela oleh golongan yang didominasi. Teori mengenai hegemoni yang dikembangkan oleh Gramsci tersebut secara lugas telah mengambarkan pada kita semua mengenai bagaimana penerimaan kelompok yang didominasi terhadap kehadiran kelompok yang mendominasi berlangsung dalam suatu proses yang damai dan tanpa adanya tindakan kekerasan. Menurut Latif dan Ibrahim (1996, 16), Gramsci memperhadapkan antara istilah, hegemoni sebagai satu kebalikan dari kekasaan. Yaitu jika kekuasaan diartikan sebagai penggunaan daya paksa untuk membuat orang banyak mengikuti dan mematuhi syarat-syarat dan cara produksi tertentu, maka hegemoni berarti

8 perluasan dan pelestarian kepatuhan aktif dari kelompok-kelompok yang didominasi oleh kelas berkuasa lewat kepemimpinan intelektual, moral, dan politik yang mewujud dalam bentuk-bentuk kooptasi institusional dan manipulasi sistematis atas teks dan tafsirnya. Dalam proses tersebut media dapat menjadi sarana dimana suatu kelompok mengukuhkan posisinya dan merendahkan kelompok lain, dalam hal tersebut berlangsung secara wajar, apa adanya, dan dihayati bersama. Singkatnya publik tidak merasa terbodohi atau dimanipulasi oleh media. (Eriyanto, 2001: 103). Sobur menambahkan bahwa media bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan, sekaligus juga bisa menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan. (Sobur, 2004:103). II.3 Analisis Wacana Versi Theo Van Leeuwen Menurut Van Leeuwen, istilah wacana sering digunakan sebagai bidang yang merupakan perluasan dari tuturan atau tulisan yang berhubungan, yaitu sebuah teks. la juga menegaskan bahwa wacana adalah pengetahuan yang dibangun oleh masyarakat dari berbagai aspek realitas. Model analisis wacana versi Theo Van Leeuwen digunakan untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam pemberitaan. Dan bagaimana suatu kelompok dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan suatu peristiwa atau pemaknaan, sementara kelompok lain hanya menjadi objek dari pemaknaan dan selalu digambarkan secara buruk.

9 Beberapa kesimpulan utama mengenai wacana menurut Van Leeuwen (Van Leeuwen: 2005): Wacana merupakan sumber utama representasi, pengetahuan tentang beberapa aspek dari realitas, yang dapat digunakan ketika aspek realitas tersebut harus ditampilkan. Wacana tidak dapat membatasi apa yang ingin disampaikan mengenai aspek tertentu dari realitas, sebaliknya kita juga tidak akan menampilkan apa pun tanpa wacana. Kita memerlukan wacana sebagai frameworks untuk membuat kesan atas berbagai hal. Wacana bersifat jamak (plural). Bisa jadi terdapat perbedaan wacana, perbedaan dalam menciptakan kesan atas aspek yang sama dari realitas, yang memasukkan dan mengeluarkan hal-hal yang berbeda, serta menyajikan minat yang berbeda pula. Fakta untuk keberlangsungan atas wacana tertentu berasal dari teks, dari apa yang telah dikatakan dan ditulis sebelumnya. Lebih khusus lagi, fakta tersebut berasal dari kesamaan antara hal-hal dikatakan dan ditulis dalam teks yang berbeda mengenai aspek yang sama tentang realitas. Sebagaimana halnya Fairclough dan Wodak, Leeuwen juga beranggapan bahwa wacana merupakan perwujudan atau realisasi dari praktik sosial. Menurutnya, wacana dan pengetahuan kita tentang dunia secara mutlak diperoleh dari apa yang kita kerjakan. Dengan kata lain, tindakan-tindakan kita memberikan kita alat untuk memahami dunia disekeliling kita. Leeuwen memaparkan elemen-elemen yang harus terdapat dalam setiap praktik sosial, yaitu:

10 Tindakan; yaitu hal-hal yang dikerjakan oleh orang-orang, atau kegiatan yang menyusun praktik sosial atau urutan kronologisnya. Sikap, yaitu cara bagaimana suatu tindakan dipertunjukkan, misalnya: dengan ramah, secara tepat guna, penuh energi, dsb. Aktor (pelaku), orang atau kadang-kadang hewan yang terlibat dalam praktik (sosial), dan peran-peran berbeda dimana mereka terlibat, apakah peran aktif maupun pasif. Presentasi; cara bagaimana para aktor atau pelaku dikemas atau didandani. Setiap praktik sosial memiliki aturan presentasi, meskipun mereka berbeda dalam jenis dan derajat kekerasannya. Sumber; yaitu peralatan dan material yang diperlukan dalam membuat praktik sosial. Waktu; praktik sosial yang tidak dapat dihindari adalah waktu yang pasti, dan bertahan untuk sejumlah waktu yang pasti pula. Ruang; elemen nyata yang paling akhir dari sosial praktik adalah ruang dimana tindakan mengambil tempat, termasuk cara bagaimana mereka harus disusun untuk membuat praktik tersebut menjadi mungkin. Dalam realitasnya, elemen-elemen diatas harus terdapat dalam sebuah praktik sosial. Tetapi, teks-teks khusus mungkin hanya memasukkan beberapa elemen saja. Pengetahuan bersifat selektif, apa yang diseleksi tergantung pada maksud dan keinginan institusi yang membantu perkembangan pengetahuan tersebut. Kemudian bagaimana suatu realitas diubah ke dalam sebuah wacana? Leeuwen mengajukan 4 tipe dasar transformasi, yaitu:

11 1. Ekslusi: wacana dapat mengeluarkan unsur-unsur praktik sosial, misalnya beberapa jenis pelaku (aktor). Hal ini dapat menimbulkan efek distorsi. Misalnya dalam wacana tentang perang, yang mengeluarkan atau tidak menyebutkan para, korbannya. 2. Penyusunan kembali: wacana dapat menyusun elemen-elemen dari praktik sosial. Misalnya, ketika wacana mengadakan atau memaksakan urutan khusus dalam suatu tindakan, padahal dalam realitasnya tindakan tersebut tidak diperlukan. 3. Penambahan: wacana dapat menambahkan elemen-elemen kedalam representatif. 4. Subtitusi (penggantian): substitusi merujuk kepada fakta bahwa wacana, dapat mengantikan konsep bagi elemen nyata dari praktik sosial. Dalam prosesnya, konkret dapat diubah menjadi abstrak dan hal-hal khusus diubah kedalam hal-hal umum. Dalam analisisnya, Van Leeuwen memusatkan perhatian pada dua. hal, yaitu eksklusi dan inklusi. Eksklusi, melihat apakah dalam suatu teks ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dari pemberitaan dan strategi wacana apa yang dipakai dalam melakukan hal tersebut. Inklusi, melihat bagaimana masingmasing pihak atau kelompok dimunculkan dalam pemberitaan atau bagaimana cara penggambarannya. Eksklusion, yaitu apakah dalam suatu teks berita ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan. a. Pasivasi, yaitu suatu cara menghilangkan aktor/ pelaku dengan pemakaian kalimat pasif.

12 b. Nominalisasi, yaitu menghilangkan aktor dengan cara mengubah kata kerja (verbal) menjadi kata benda (nominal) yaitu dengan memeberi imbuhan pe-an. c. Penggantian anak kalimat, yaitu penggantian subjek dengan memakai anak kalimat yang sekaligus berfungsi sebagai pengganti aktor. Inklusion, yaitu bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan lewat pemberitaan. a. Diferensiasi-Indeferensiasi, yaitu bagaimana aktor sosial bila ditampilkan dalam teks secara mandiri Suatu kelompok disudutkan dengan menghadirkan kelompok atau wacana lain yang dipandang lebih dominan atau lebih bagus. b. Objektivasi-Abstraksi, yaitu bagaimana aktor sosial ditampilkan dengan memberi petunjuk yang konkret dan aktor sosial di tampilkan dengan memberi petunjuk yang abstrak. c. Nominasi-Kategorisasi, yaitu bagaimana aktor tersebut ditampilkan apa adanya - yang ditampilkan adalah kategori yang menunjukkan ciri penting dan seseorang. d. Nominasi-Identifikasi, yaitu bagaimana aktor ditampilkan apa adanya dengan memberi anak kalimat sebagal penjelas. e. Determinasi-Indeterminasi, yaitu apakah aktor disebutkan secara jelas atau aktor disebutkan secara anonim. f. Asimilasi-Individualisasi, yaitu adanya kategori aktor sosial yang spesifik, disebut dalam berita-komunitas atau kelompok sosial dimana seseorang itu berada.

13 g. Asosiasi-Disasosiasi, yaitu apakah aktor ditampilkan sendiri atau aktor di tampilkan dengan menghubungkan kelompok lain yang lebih besar. II.4 Berita Berita (news) berasal dari kata Bahasa Latin, yaitu NOVUS (nova) yang berarti "Baru" (new). Dari pengertian itu jelaslah bahwa berita selalu merupakan kejadian yang memiliki sifat baru. Artinya baru diketahui oleh penerima berita. Prof Mitchel V. Charnley mendefenisikan berita sebagai laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal-hal yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya, bagi sejumlah besar orang. Sementara Henshall dan Ingram mengartikan berita adalah susunan kejadian setiap hari, sehingga masyarakat menerimanya dalam bentuk yang, tersusun dan dikemas rapi menjadi cerita, pada hari yang sama di radio atau televisi dan keesokan harinya di berbagai surat kabar (Hadiyanto, 2001: 80). 1. Jenis Berita Luwi Ishwara mengemukakan ada dua jenis berita yaitu Pertama, berita yang terpusat pada peristiwa (event-centered news) yang khas menyajikan peristiwa hangat yang baru terjadi, dan umumnya tidak diinterpretasikan, dengan konteks yang minimal, tidak dihubungkan dengan situasi dan peristiwa yang lain. Di sini, gagasan utamanya adalah bahwa sebuah topik belum layak untuk menjadi sebuah berita sampai terjadi sesuatu. Kedua, berita yang berdasarkan pada proses (process-centered news) yang disajikan dengan interpretasi tentang kondisi dan situasi dalam masyarakat yang dihubungkan dalam konteks yang luas dan melampaui waktu.

14 Berita semacam ini muncul di halaman opini berupa editorial, artikel, dan surat pembaca, sedangkan di halaman lain berupa komentar, laporan khusus, atau tulisan feature. 2. Nilai berita Suatu peristiwa dikatakan mempunyai nilai berita jika mengandung: a. Keluarbiasaan (unusualness). Berita adalah sesuatu yang luar biasa. Nilai berita peristiwa, luar biasa, paling tidak dapat dilihat dari lima aspek; lokasi, waktu, jumlah korban, daya kejut peristiwa, dan dampak yang ditimbulkan peristiwa tersebut. b. Kebaruan (newness). Berita adalah semua apa, yang terbaru. Semua hal yang baru, apa pun namanya, pasti memiliki nilai berita. c. Akibat (impact). Berita adalah segala sesuatu yang berdampak luas. Dampak suatu pemberitaan bergantung pada beberapa hal: seberapa banyak khalayak terpengaruh, pemberitaan itu langsung mengena kepada khalayak atau tidak, dan segera tidaknya efek berita itu menyentuh khalayak media surat kabar, radio, atau televisi yang melaporkannya. d. Aktual (timeliness). Berita adalah apa yang terjadi hari ini, apa yang masih belum diketahui tentang apa yang akan terjadi hari ini, atau adanya opini berupa pandangan dan penilaian yang berbeda, dengan opini sebelumnya sehingga opini itu mengandung informasi penting dan berarti. e. Kedekatan (proximity). Kedekatan mengandung dua arti. Pertama, kedekatan geografis menunjuk kepada suatu peristiwa atau berita yang

15 terjadi di sekitar tempat tinggal kita. Kedua, kedekatan psikologis yang lebih banyak ditentukan oleh tingkat keterkaitan pikiran, perasaan, atau kejiwaan seseorang dengan suatu objek peristiwa atau berita. f. Informasi (information). Hanya informasi yang memiliki nilai berita, atau, memberi banyak manfaat kepada publik yang patut mendapat perhatian media. g. Konflik (conflict). Konflik atau pertentangan merupakan sumber berita yang tak pernah kering dan tak kan pernah habis. h. Orang penting (prominence). Berita adalah tentang orang-orang penting, orang-orang ternama, pesohor, selebriti, figur publik. Teori jurnalistik menegaskan, nama menciptakan berita. i. Ketertarikan manusiawi (human interest). Cerita human interest, lebih banyak mengaduk-aduk perasaan daripada mengundang pemikiran. Apa saja yang dinilai mengundang minat insani, menimbulkan ketertarikan manusiawi, mengembangkan hasrat dan naluri ingin tabu dapat digolongkan ke dalam cerita human interest j. Kejutan (suprising). Nilai berita kejutan, ditentukan oleh subjek pelaku, situasi saat itu, peristiwa sebelumnya, bidang perhatian, pengetahuan, serta pengalaman orang-orang atau masyarakat di sekitarnya. k. Seks (sex). Seks ini umum dipertimbangkan oleh para editor sebagai nilai berita. Hal ini akan terasa benar bila dihubungkan dengan orangorang terkenal. Misalnya heboh kisah cinta Raja Edward VIII (1894-

16 1972) dari Inggris, yang rela melepaskan takhta kerajaannya demi seorang janda. II.5. Ideologi Istilah. 'idelogi' pertama kali digunakan oleh filsuf Prancis Destut de Tracy pada tahun 1796 untuk menjelaskan ilmu baru yang dia rancang mengenai analisa sistematik tentang ide dan sensasi, tentang makna turunannya, kombinasinya, dan akibat yang ditimbulkannya (Thompson, 2004:51). Destut de Tracy, pemikir Prancis yang pertama kali menggunakan istilah ideologi di dalam bukunya elements d'ideologie pada tahun ideologi versi de Tracy ini berkarakter positivistic yang bertujuan untuk menemukan kebenaran di luar otoritas agama (Adams, 2004:viii). Sejak masa itu, idologi menurut defenisi manapun, menjadi perhatian utama para sejarawan, kritikus sastra, filsuf, ahli semiotika, para teoritikus yang dapat dikatakan mewakili semua bidang dalam ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu-- ilmu sosial. Kaum intelektual Eropa khususnya, telah memberikan konsep itu suatu sisi kritis yang tajam. Para teoritikus sosial Inggris misalnya hidup dalam sebuah masyarakat yang amat terpecah belah dalam kelas, yang terkenal akan raja dan ratunya, pangeran dan putrinya, bangsawan dan nyonyanya - sering mendefenisikan ideologi menurut bagaimana informasi dipergunakan oleh suatu kelompok sosial ekonomi ("kelas berkuasa" dalam istilah Marxis) untuk mendominasi kelompok lainnya (Lull, 1998:2-3). Marx sendiri tidak menggunakan istilah 'ideologi' dalam konteks pemunculan konsepsi laten ini. Tapi dia membicarakan sebagai 'ilusi' dan 'ide

17 yang menipu', sebagai 'arwah dan hantu' yang membuntuti masyarakat dan mengajak mereka untuk membuat takhayul dan prasangka. Dengan demikian kita membicarakan konsepsi Marx tentang ideologi ini hanya berdasarkan pengakuan bahwa kita memahami istilah 'ideologi' untuk mengacu rangkaian fenomena - sosial yang oleh Marx tidak digambarkan dengan jelas (Thompson, 2004:68). Menurut Althusser, ideologi atau level suprastruktur adalah dialektika yang dikarakteristikkan dengan kekuasaan yang tidak seimbang atau dominasi. Althusser mengatakan ada dua dimensi hakiki negara : Represif (Represif State Aparatus / RSA) dan Ideologi (Ideological State Aparatus / ISA). Kedua dimensi ini erat dengan eksistensi negara sebagai alat perjuangan kelas. Yang satu masuk degan jalan memaksa, sedangkan yang lain dengan jalan mempengaruhi. Meskipun berbeda, kedua perangkat tersebut mempunyai fungsi yang sama, yakni melanggengkan penindasan yang tampak dalam relasi produksi masyarakat. Dalam konsep ini, media ditempatkan oleh Althusser sebagai ISA. Media memberikan dasar pembenaran atas tindakan fisik yang dilakukan RSA (Eriyanto, 001:98-99). Seperti ditulis Hari Cahyadi (dalam Eriyanto, 2001:99-100), ideologi dalam pengertian Althusser selalu memerlukan subjek, ideologi juga menciptakan subjek. Usaha inilah yang dinamakan interpelasi. Dalam interpelasi ini, individu konkret direkrut menjadi subjek ideologi. sebagai seorang Marxis strukturatis, Althusser berpandangan bahwa kehidupan manusia sebagai subjek, identik dengan subjek sebagai struktur, dimana struktur tadi bukan ciptaannya melainkan ciptaan kelompok atau kelas tertentu. Karena struktur itu diciptakan dan identik untuk kepentingan kelompok penciptanya, individu-individu disini dikatakan sebagai

18 subjek bagi struktur tidak lain adalah pelayanan kepentingan-kepentingan dari kelas tertentu yang menciptakan struktur tersebut. Kendati sering kali merasakan diri sebagai subjek bebas, kebebasan atau kesadaran hanyalah hasil interpelasi dan diciptakan oleh struktur atau perangkatperangkat (RSA maupun ISA). Berkenaan dengan pemikiran ini, ideologi atau perangkat negara tidak lain hanyalah suatu alat untuk menciptakan manusia sebagai subjek kepentingan negara yang identik dengan intervensi bagi perjuangan kelas. Menurut Soerjanto Poespowardojo (dalam Thompson, 2004:70), ada 6 fungsi ideologi yakni: 1. Sturktur Kognitif, ialah keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian alam sekitarnya. 2. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia. 3. Norma-norma yang menjadi pedoman bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak. 4. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya. 5. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan. 6. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati, serta memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan normanorma yang terkandung di dalamnya.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang BAB II URAIAN TEORITIS Teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan paradigma kritis. Perspektif kritis ini bertolak dari asumsi umum bahwa realitas kehidupan bukanlah

Lebih terperinci

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Modul ke: ANALISIS WACANA KRITIS Mengungkap realitas yang dibingkai media, pendekatan analisis kritis, dan model analisis kritis Fakultas 11Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA Subur Ismail Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ABSTRAK Analisis Wacana Kritis merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki kebutuhan yang cukup banyak. Mulai dari sandang, pangan dan kebutuhan lainnya. Tidak semua kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan & Jenis Penelitian Eriyanto (2001) menyatakan bahwa analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi dalam kehidupan masyarakat. Fungsi-fungsi itu misalnya dari yang paling sederhana

Lebih terperinci

Paul De Massenner dalam buku Here s The News: Unesco Associate, berita atau news adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta

Paul De Massenner dalam buku Here s The News: Unesco Associate, berita atau news adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta Fitri Dwi Lestari Paul De Massenner dalam buku Here s The News: Unesco Associate, berita atau news adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta minat khalayak pendengar. Doug Newsom

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah kebutuhan utama bagi setiap individu karena dengan berbahasa kita dapat menyampaikan maksud yang ada di dalam pikiran untuk diucapkan dan tersampaikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai macam informasi. Media massa sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, karena

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian Burhan Bungin (2003:63) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kritis Paradigma kritis terutama bersumber dari pemikiran sekolah Frankfrut. Ketika itu di Jerman tengah terjadi proses propaganda besar-besaran Hitler. Media dipenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam menyelesaikan persoalan penelitian dibutuhkan metode sebagai proses yang harus ditempuh oleh peneliti. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan

BAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita

BAB 1 PENDAHULUAN. mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan media utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita berbahasa atau berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1998), pendekatan merupakan suatu usaha/ proses yang dilakukan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat penting. Posisi penting bahasa tersebut, semakin diakui terutama setelah munculnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan sehari-hari tidak terlepas dari yang namanya komunikasi. Antarindividu tentu melakukan kegiatan komunikasi. Kegiatan komunikasi bisa dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau lebih membenarkan suatu kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini, dijelaskan desain penelitian yang digunakan dalam tesis ini. Desain yang dimaksud berkenaan dengan metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, data

Lebih terperinci

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana adalah bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik sosial, ditinjau dari sudut pandang tertentu (Fairclough dalam Darma, 2009, hlm

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Menurut Egon G. Guba, Denzin dan Yvonna S.Lincoln, pengertian paradigma kritis yaitu suatu cara pandang terhadap realitas yang mempunyai orientasi ideologis

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebebasan pers merupakan salah satu indikator penting dalam membangun suatu negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia. Pasca reformasi 1998 media massa

Lebih terperinci

Komunikasi Massa menurut bittner (Ardianto, 2007:3) adalah pesan yang

Komunikasi Massa menurut bittner (Ardianto, 2007:3) adalah pesan yang 2.1. Komunikasi Massa Komunikasi Massa menurut bittner (Ardianto, 2007:3) adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang yang arbitrer yang digunakan oleh suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang yang arbitrer yang digunakan oleh suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah ungkapan seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa merupakan sistem lambang yang arbitrer yang digunakan oleh suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif,

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan analisis wacana kritis. Pendekatan analisis wacana kritis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian dalam penelitian ini adalah teks berita pelecehan seksual yang dimuat di tabloidnova.com yang tayang dari bulan Januari hingga September

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita olahraga merupakan salah satu berita yang sering dihadirkan oleh media untuk menarik jumlah pembaca. Salah satu berita olahraga yang paling diminati masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan

BAB III METODE PENELITIAN. mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mencapai sesuatu, dan mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan dari bahasa Inggris research. Research

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan

Lebih terperinci

Teknik Reportase dan Wawancara

Teknik Reportase dan Wawancara Modul ke: 05 Fakultas FIKOM Teknik Reportase dan Wawancara Reportase Mintocaroko. S.Sos. Program Studi HUMAS Latar Belakang Reportase adalah ujung tombak proses kerja jurnalistik. Tak lain karena proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa adalah alat komunikasi manusia yang menyatakan perasaan serta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa adalah alat komunikasi manusia yang menyatakan perasaan serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi manusia yang menyatakan perasaan serta pikiran. Bahasa memiliki fungsi sebagai identitas nasional, karena di Indonesia terdapat beribu-ribu

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS Setiap penelitian sosial membutuhkan teori, karena salah satu unsur yang paling besar peranannya dalam penelitian adalah teori (Singarimbun, 1995:40). Maka teori berguna untuk menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rencana Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bukan lagi menjadi isu baru di Indonesia. Rencana tersebut sudah ada sejak tahun 2010. Dikutip dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah wacana memiliki dua unsur pendukung utama, yaitu unsur dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan dengan aspek formal kebahasaan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma yang tertanam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma yang tertanam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Menurut Patton dalam Tahir 1 Paradigma adalah sebuah pandangan dunia, perspektif umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma

Lebih terperinci

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kata Italia caricare yang berarti memberi muatan atau melebihlebihkan.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kata Italia caricare yang berarti memberi muatan atau melebihlebihkan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karikatur adalah sebuah gambar atau penggambaran suatu objek konkret yang dengan cara melebih-lebihkan ciri khas objek tersebut. Karikatur sendiri berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa sebagai four estate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Qacan Kritis Teks Jurnalistik Pada Surat Kabar Online Le Monde

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Qacan Kritis Teks Jurnalistik Pada Surat Kabar Online Le Monde BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa pada masa kini telah menjadi salah satu komponen terpenting dalam kehidupan sosial manusia. Melalui media massa, masyarakat dapat mengetahui segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media (pers) disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Media (pers) disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media (pers) disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam kehidupan sosial-ekonomi dan politik (Sobur, 2009: 30). Dalam hal ini, media digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan hal-hal paling penting sehingga penelitian ini layak dilaksanakan, yakni latar belakang permasalahan, identifikasi masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

KONSTRUKSI PUBLIKASI NILAI-NILAI IDEOLOGI DALAM PERS (MEDIA MASSA)

KONSTRUKSI PUBLIKASI NILAI-NILAI IDEOLOGI DALAM PERS (MEDIA MASSA) KONSTRUKSI PUBLIKASI NILAI-NILAI IDEOLOGI DALAM PERS (MEDIA MASSA) Oleh. Umi Halwati Dosen Dakwah dan Komunikasi Islam STAIN Purwokerto Abstrak Media massa merupakan alat atau mediator yang efektif dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma kritis. Paradigma kritis menyajikan serangkaian metode dan perspektif yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

WACANA LENGSERNYA MUHAMMAD MURSI DARI JABATAN PRESIDEN MESIR DALAM SURAT KABAR REPUBLIKA DAN KOMPAS (ANALISIS WACANA KRITIS MODEL THEO VAN LEEUWEEN)

WACANA LENGSERNYA MUHAMMAD MURSI DARI JABATAN PRESIDEN MESIR DALAM SURAT KABAR REPUBLIKA DAN KOMPAS (ANALISIS WACANA KRITIS MODEL THEO VAN LEEUWEEN) WACANA LENGSERNYA MUHAMMAD MURSI DARI JABATAN PRESIDEN MESIR DALAM SURAT KABAR REPUBLIKA DAN KOMPAS (ANALISIS WACANA KRITIS MODEL THEO VAN LEEUWEEN) Rianda Pringgandani Program Studi Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengungkapkan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Pendekatan kualitatif ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya,

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya, komunikasi menjadi demikian penting bagi kehidupan masyarakat. Salah satu ciri

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sifat Penelitian Berdasarkan paparan latar belakang yang peneliti sampaikan, maka jenis penelitian ini lebih cocok dengan penelitian kualitatif. Menurut Raco

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telinga masyarakat Indonesia. Human trafficking adalah salah satu kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. telinga masyarakat Indonesia. Human trafficking adalah salah satu kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara tentang perdagangan manusia tentu bukanlah hal baru lagi bagi telinga masyarakat Indonesia. Human trafficking adalah salah satu kejahatan terbesar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati dan

BAB III METODE PENELITIAN. upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati dan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah suatu cara atau teknis yang dilakukan dengan upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2008:725) Konsep merupakan (1)

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Kritis Penelitian ini termasuk dalam kategori paradigma kritis. Paradigma ini mempunyai pandangan tertentu bagaimana media dan pada akhirnya informasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sifat Penelitian Secara harafiah, metodologi dibentuk dari kata metodos, yang berarti cara, teknik, atau prosedur, dan logos yang berarti ilmu. Jadi metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Buku merupakan jendela ilmu. Dengan membaca buku akan banyak pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan yang dikuasai dengan menuliskannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Hal tersebut didasari oleh penggunaan data bahasa berupa teks di media massa

Lebih terperinci

Yunisa Oktavia dan Frangky Silitonga. Implementasi Analisis...Halaman Volume 1, No. 2, September 2016

Yunisa Oktavia dan Frangky Silitonga. Implementasi Analisis...Halaman Volume 1, No. 2, September 2016 Yunisa Oktavia dan Frangky Silitonga. Implementasi Analisis...Halaman 201 213 Volume 1, No. 2, September 2016 IMPLEMENTASI ANALISIS WACANA KRITIS PERSPEKTIF LEEUWEN DALAM BERITA POLITIK SURAT KABAR PADANG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan analisis dan bahasan terhadap suatu persoalan penelitian, ada berbagai alternatif metode penelitian yang digunakan untuk menjawab persoalan penelitian. Oleh sebab

Lebih terperinci

SKRIPSI ROBIN PANGARIBUAN

SKRIPSI ROBIN PANGARIBUAN PEMBERITAAN KASUS PEMBUNUHAN NASRUDIN ZULKARNAEN DI MAJALAH MINGGUAN TEMPO (Analisis Wacana Pemberitaan Kasus Pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen dalam majalah mingguan Tempo) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

Teori Kritikal mulai berkembang tahun 1937 (pengkajiannya dimulai tahun 1930) Teori Kritikal eksis sebagai ciri dari Institut Marxisme

Teori Kritikal mulai berkembang tahun 1937 (pengkajiannya dimulai tahun 1930) Teori Kritikal eksis sebagai ciri dari Institut Marxisme Studi Media Perspektif Media Krititis MIKOM Universitas Muhammadiyah Jakarta Aminah, M.Si Teori Kritikal mulai berkembang tahun 1937 (pengkajiannya dimulai tahun 1930) Teori Kritikal eksis sebagai ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sekitar yang dituangkan dalam bentuk seni. Peristiwa yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sekitar yang dituangkan dalam bentuk seni. Peristiwa yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan ekspresi yang kreatif dari sebuah ide, pikiran, atau perasaan yang telah dialami oleh seseorang dan diungkapkan melalui bahasa. Sastra adalah bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artikel ke-20 Deklarasi Universal mengenai Hak Asasi Manusia, (1) Everyone

BAB I PENDAHULUAN. artikel ke-20 Deklarasi Universal mengenai Hak Asasi Manusia, (1) Everyone BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia memiliki kebebasan untuk berorganisasi, berkelompok, berasosiasi, berafiliasi, serta berserikat. Sebagaimana tertera pada kedua poin artikel ke-20 Deklarasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, terutama teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang dengan cepat,

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah aspek penting interaksi manusia. Dengan bahasa, baik itu bahasa lisan, tulisan maupun isyarat, orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontak sosial.

Lebih terperinci

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom Konsep dan Model-Model Analisis Framing Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom Konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini adalah deksriptif. Penelitian deskriptif merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini adalah deksriptif. Penelitian deskriptif merupakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah deksriptif. Penelitian deskriptif merupakan penggambaran pengalaman dan pemahaman berdasarkan hasil pemaknaan sebagai bentuk pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian  Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman, media massa merupakan tempat penyalur aspirasi atau pikiran masyarakat yang berfungsi untuk memberikan informasi dan mengetahui

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. penelitian yang telah dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB VI PENUTUP. penelitian yang telah dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Bertolak dari rumusan persolan penelitian, hasil analisis dan hasil interpretasi data penelitian yang telah dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Media massa merupakan sarana manusia untuk memahami realitas. Oleh sebab itu, media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realitas dunia yang benar-benar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Secara etimologis paradigma berarti model teori ilmu pengetahuan atau kerangka berpikir. Sedangkan secara terminologis paradigma berarti pandangan mendasar para

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka mempunyai peranan penting dalam melakukan penelitian karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 95 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Data penelitian ini dikumpulkan dari program tayangan berita di MetroTV dan tvone berkaitan dengan luapan lumpur di Sidoarjo. Peneliti juga melakukan pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar merupakan media massa cetak yang menyampaikan informasinya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar merupakan media massa cetak yang menyampaikan informasinya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar merupakan media massa cetak yang menyampaikan informasinya dengan tulisan yang berisi fakta dari suatu peristiwa. Hal ini menyebabkan surat kabar menjadi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai

III. METODE PENELITIAN. Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai politik di Provinsi Lampung terhadap wacana pemilihan gubernur oleh DPRD Provinsi, sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian 3.1.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views (opini). Mencari bahan berita merupakan tugas pokok wartawan, kemudian menyusunnya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pengantar pesan. Setiap informasi yang dimuat dapat

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pengantar pesan. Setiap informasi yang dimuat dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media menjadi sarana informasi yang dibutuhkan masyarakat. Tujuannya memberikan gambaran mengenai alat komunikasi yang bekerja dari skala terbatas hingga melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberitakan di berbagai media massa. Pemberitaan Kisruh APBD DKI merupakan

BAB I PENDAHULUAN. diberitakan di berbagai media massa. Pemberitaan Kisruh APBD DKI merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa Kisruh APBD DKI merupakan salah satu peristiwa sedang ramai diberitakan di berbagai media massa. Pemberitaan Kisruh APBD DKI merupakan berita yang di dalamnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme seperti yang diungkapkan oleh Suparno : pertama, konstruktivisme radikal; kedua, realisme hipotesis; ketiga, konstruktivisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yaitu seperangkat pengetahuan tentang langkahlangkah yang sistematis dan logis tentang pencairan data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sepak Bola memiliki peminat banyak dari penggemar olahraga. Sepak bola menjadi berita olahraga paling banyak diberitakan media massa. Penulisan berita sepak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci