Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content (TEC) di Ionosfer Menggunakan Teknik Korelasi
|
|
- Djaja Gunardi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content 85 Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content (TEC) di Ionosfer Menggunakan Teknik Korelasi Adides Gidson Simanjuntak 1*, Buldan Muslim 2, Eddy Hartantyo 1 1 Program Studi Geofisika, Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Kotak Pos: BLS 21, Yogyakarta Pusat Sains Antariksa, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Jl. Dr Junjunan 133, Bandung * adides.g.s@mail.ugm.ac.id Abstrak Anomali Total Electron Content melalui data sinyal radio frekuensi-ganda GPS dapat menunjukkan adanya perubahan aktivitas ionik di ionosfer yang dapat disebabkan oleh badai geomagnetik maupun peristiwa seimoionospheric coupling. Pantai barat Sumatera merupakan lokasi yang rawan akan bencana gempa bumi akibat batas dari zona subduksi. Penelitian beberapa gempa dalam kurun beberapa dekade terakhir di barat Sumatera menggunakan data SuGAr dan IGS telah dilakukan untuk mengetahui adanya prekursor gempa bumi melalui analisis anomali TEC. Terdapat 5 gempa yang dianalisis memiliki dengan skala 5 hingga 9 SR dengan menggunakan teknik korelasi dan analisis spasial. Dari hasil analisis tersebut diperoleh bahwa gempa dengan magnitudo 5 tidak memunculkan prekursor, sedangkan pada gempa dengan magnitudo 6 hingga 9 terdapat 1 hari atau 2 hari anomali TEC yang dianggap sebagai prekursor gempa. Kata kunci: Total Electron Contenct (TEC), gempa bumi, prekursor, teknik korelasi, analisis spasial Abstract Total Electron Content anomalies from dual-frequency GPS radio signals can show the change of ionic activity in ionosphere that caused by geomagnetic storm or seismo-ionospheric coupling event. East coast of Sumatera is a very vulnerable location of earthquake events, because it borders with the subduction zone. Research on some earthquakes in the past decade on east part of Sumatera has been done using SuGAr and IGS data to determine the earthquake precursors from TEC anomaly analysis. There are five earthquakes being analyzed, with the scale ranging from 5 to 9 SR, using correlation technique and spatial analysis. The analysis result shows that the earthquake with magnitude 5 did not show any precursor, only earthquake with magnitude 6 to 9 show the precursors of the earthquake. Keywords: Total Electron Content (TEC), earthquake, precursors, correlation technique, spatial analysis I. PENDAHULUAN Aktivitas gempa bumi menyebabkan terjadinya fluktuasi aktivitas seismik yang dapat menimbulkan gelombang gravitasi atmosfer dan gelombang infrasonik. Gelombang gravitasi dan gelombang infrasonik ini menjalar hingga ionosfer yang menyebabkan ion-ion yang terdapat di ionosfer mengalami fluktuasi [1]. Perubahan ion-ion yang terjadi pada waktu sebelum dan setelah terjadinya gempa bumi dengan magnitudo yang besar (M > 6) di ionosfer dapat dikatakan sebagai anomali. Anomali yang terjadi di ionosfer ini menjadi asumsi bahwa adanya pengaruh aktivitas seismik terhadap fluktuasi ion-ion di ionosfer, sehingga anomali ion-ion di atmosfer dapat dikategorikan sebagai prekusor gempa bumi dengan magnitudo yang besar. Prediksi gempa bumi dengan mengamati anomali di ionosfer masih tergolong baru, dan pertama kali dipergunakan dalam penelitian gempa Good Friday 1964 di Alaska [2]. Gempa ini memiliki magnitudo Mw = 9,2 dan telah diteliti ionogram-ionogram di sekitar daerah episenter gempa yang memiliki data ionosfer. Berdasarkan data isoline frekuensi kritis f 0F2 di ionosfer pada 1964 dan 1965 terlihat perbedaan yang signifikan. Pada tahun 1964 terlihat perubahan yang sangat cepat sedangkan tahun 1965 cenderung stagnan sehingga hal ini memperkuat adanya korelasi antara gempa bumi terhadap aktivitas di ionosfer. II. DASAR TEORI A.Total Electron Content (TEC) Total Electron Content merupakan sejumlah elektron yang terintegrasi pada slab khayal yang dibentuk berdasarkan jarak satelit ke receiver GPS di permukaan bumi. Perhitungan TEC didasari oleh efek penjalaran sinyal dari GPS (USA)/GLONASS (Russia) menuju receiver yang melalui ionosfer. GPS terbagi menjadi beberapa segmen yaitu: kontrol, satelit, dan pengguna. Segmen satelit terdiri atas 24 satelit yang bergerak pada 6 orbit sirkular diketinggian km. Setiap satelit mentransmisikan 2 frekuensi sinyal kepada penerima, yaitu: f 1 = MHz dan f 2 = MHz [2]. Karena ionosfer merupakan medium yang dispersif, maka dapat dihitung efek yang disebabkan oleh ionosfer pada pengukuran modulasi sinyal yang dibawa menuju receiver serta fase yang direkam oleh dual-frequency receivers [3]. Sinyal yang diterima oleh receiver dapat memiliki berbagai efek, sehingga perlu dilakukan perhitungan slant TEC (STEC) menjadi vertical TEC (VTEC).
2 86 Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content STEC menyatakan jumlah elektron bebas pada silinder khayal pada garis pandang antara satelit dan receiver. VTEC menyatakan jumlah elektron pada silinder yang ditarik tegak lurus dari permukaan bumi. Ionospheric pierce point (IPP) merupakan potongan lintasan sinyal GPS di ionosfer pada ketinggian tertentu [4, 5]. STEC dapat dihitung melalui persamaan dengan A = 40,3 m 3 /s 2 sedang f 1 dan f 2 merupakan frekuensi sinyal GPS. dan merupakan fase dari kedua frekuensi GPS. c merupakan cepat rambat cahaya, c = 0, m/s. N merupakan merupakan bilangan bulat yang menunjukkan ambiguitas. t TGD merupakan group delay yang nilainya diperoleh dari pesan navigasi. t IFB merupakan inter-frequency bias, nilainya dapat diestimasikan dari data GPS menggunakan teknik inversi. STEC dapat dikonversikan menjadi vertical TEC (VTEC) melalui persamaan dengan merupakan sudut elevasi satelit, R E merupakan nilai rerata dari jari-jari bumi, h ion merupakan nilai rerata dari ketinggian atmosfer, biasanya nilai yang digunakan adalah 350 km [6]. B. Badai Geomagnet Badai geomagnet merupakan fenomena yang timbul akibat lontaran massa korona dari matahari yang mengganggu aktivitas magnet bumi. Pada saat terjadinya badai geomagnet maka medan geomagnetik akan menurun dan akan kembali secara perlahan-lahan. Disturbance storm time merupakan gambaran dari gangguan pada komponen H geomagnet saat terjadinya badai geomagnetik yang direpresentasikan dalam bentuk indeks Dst oleh Sugiura dan Chapman [7]. Indeks Dst bernilai negatif menunjukkan sedang terjadinya badai magnetik. Satuan Dst adalah nano tesla (nt) dan kekuatan badai geomagnet dapat dikelompokkan berdasarkan nilai Dst yaitu: <100 nt merupakan badai kuat, badai sedang berada pada kisaran 100 nt hingga 50nT dan 50 nt <Dst< 30nT merupakan badai lemah. Dalam penelitian ini indeks Dst memegang peranan penting pada analisis TEC, di mana jumlah TEC di ionosfer dapat berubah akibat adanya badai geomagnetik atau peristiwa seismo-ionospheric coupling. II. DATA DAN METODE PENELITIAN A. Data Data yang digunakan untuk melakukan perhitungan Total Electron Content (TEC) dalam penelitian ini menggunakan data beberapa stasiun penerima GPS yang berada jaringan Sumatran GPS Array (selanjutnya SuGAr). Jaringan SuGAr merupakan kerjasama antara Tectonics Observatory, California Institute of Technology dan LIPI [8]. Pada saat ini jaringan SuGAr dioperasikan oleh Earth Obsevatoy of Singapore dan LIPI. Data precise ephimeris yang digunakan untuk perhitungan nilai TEC diambil dari GNSS NASA untuk setiap stasiun pada DOY yang digunakan dalam perhitungan. Gempa yang dipilih berdasarkan magnitudo dan kedalaman hiposenter dari tahun 2002 hingga Magnitudo yang dipilih berskala 5 hingga 9 bertujuan untuk melihat kemunculan prekursor gempa pada setiap skala magnitudo. Gambar 1 menunjukkan posisi stasiun GPS dan gempa. Pada masing-masing gempa dipilih stasiun dengan jangkauan jarak tertentu agar dapat dibandingkan perubahan nilai TEC pada setiap stasiun apakah TEC berubah secara bersamaan pada sesaat sebelum terjadinya gempa bumi. B. Metode Penelitian 1. Perhitungan TEC Dalam penelitian ini perhitungan TEC dilakukan menggunakan software GPS_Gopi_v Data rinex, precise ephimeris, pseudorange, carrier phase digunakan untuk menghitung TEC harian. Data yang diambil dalam periode 31 hari, yaitu 23 hari sebelum gempa, hari-h gempa, dan 7 hari setelah gempa. Seluruh data tersebut diolah untuk dilihat anomali harian dari TEC yang dapat diperkirakan sebagai prekursor. 2. Teknik Korelasi Salah satu metode yang digunakan untuk analisis TEC adalah metode statistik. Muslim [9] melakukan penelitian menggunakan teknik korelasi untuk melihat prekursor beberapa gempa besar yang terjadi didunia. Nilai rata-rata TEC pada jam tertentu dalam 1 hari dikorelasikan dengan median dari rata-rata jam yang sama dari 31 data diurnal yang telah dihitung. Sebanyak 31 koefisien korelasi diperoleh dari hasil korelasi hari tertentu dengan nilai median ini. Seluruh koefisien korelasi dirata-ratakan sehingga diperoleh satu nilai rata-rata koefisien korelasi. Masing-masing nilai koefisien korelasi dikurangkan dengan nilai rata-rata koefisien korelasi maka diperoleh nilai simpangan koefisien korelasi (skk). Setelah 31 nilai skk ini diperoleh maka dicari nilai standar deviasinya (dskk). Setiap simpangan ini dibagi dengan standar deviasi maka akan diperoleh skk/dskk selama 31 hari yang digunakan sebagai indikator adanya prekursor gempa bumi. Prekursor gempa bumi dapat terlihat apabila nilai skk/dskk kurang dari 1 dengan syarat tidak adanya badai magnetik atau nilai indeks Dst > 50nT. Apabila nilai skk/dskk kurang dari 1 namun indeks Dst < 50nT maka
3 Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content 87 tidak dapat dikatakan sebagai prekursor gempa, karena anomali nilai TEC tersebut dapat disebabkan oleh badai geomagnetik. (c) (a) (d) (b)
4 88 Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content yaitu: DOY 35, 36, 39, 42. Dari analisis indeks Dst, badai magnetik tidak terjadi pada keempat hari tersebut. Keempat hari tersebut dapat diidentifikasi sebagai prekursor gempa. Kemudian keempat hari yang diduga sebagai prekursor ini dianalisis lebih lanjut melalui analisis spasial untuk mengkonfirmasi dugaan prekursor ini. M 7,4 Simeulue - 02 November 2002 (DOY 306) Gempa dengan magnitudo 7,4 SR ini berada di barat provinsi Aceh, di sekitar pulau Simeulue. Hiposenter dari gempa ini adalah 30 km dan stasiun yang digunakan untuk analisis TEC antara lain: PTLO, PSMK PSKI, PBAI, NTUS, MSAI, BSAT. Setelah dianalisis dengan teknik korelasi diperoleh bahwa terdapat 3 hari yang nilai skk/dskk kurang dari 1 yaitu DOY 284, 286, 287, sehingga ketiga tersebut dapat dianggap menunjukkan prekursor gempa bumi (Gambar 4). Terdapat beberapa aktivitas badai magnetik yang mengganggu pada 23 hari sebelum gempa ini terjadi namun pada ketiga hari tersebut tidak terpengaruh oleh aktivitas badai magnetik tersebut. (e) Gambar 1. (a) hingga (e) menunjukkan lokasi gempa dengan skala 5 sampai 9 SR beserta posisi stasiun GPS yang digunakan untuk analisis TEC. Bintang merah menunjukkan posisi gempa, segitiga biru menunjukkan posisi stasiun GPS dalam jaringan SuGAr, kotak kuning menunjukkan posisi stasiun GPS dalam jaringan IGS. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Korelasi M 5,7 Kepulauan Batu - 26 Januari 2009 (DOY 26) Gempa berkekuatan 5,7 SR ini berada di sekitar kepulauan Mentawai dan memiliki hiposenter 10 km. 10 stasiun GPS digunakan untuk melakukan analisis TEC pada gempa ini, antara lain: ABGS, BTHL, PBJO, PSMK, MSAI, BSIM, PPNJ, NGNG, SAMP, NTUS. Dari hasil analisis skk/dskk 23 hari sebelum gempa tidak ada nilai skk/dskk yang bernilai kurang dari 1 (dapat diamati dari Gambar 2), maka dapat dikatakan tidak adanya prekursor gempa sebelum gempa ini terjadi. Namun pada hari kedua dan hari kelima setelah gempa dapat dilihat bahwa adanya nilai skk/dskk yang jauh lebih kecil dari 1 sehingga dapat dikategorikan sebagai Efek Gempa bumi Terdeteksi. M 6,5 Kepulauan Mentawai region, Indonesia - 24 Februari 2008 (DOY 55) Gempa dengan kekuatan 6.5 SR ini juga berada di sekitar kepulauan Mentawai dengan kedalaman hiposenter 22 km. Stasiun GPS yang digunakan untuk analisis nilai TEC antara lain: BSAT, PKRT, PPNJ, PRKB, SLBU, ABGS, BTHL, NTUS, SAMP, BAKO. Dari hasil analisis skk/dskk 23 hari sebelum gempa bumi terlihat adanya 4 hari yang memiliki nilai skk/dskk kurang dari -1 yang dikonfirmasi oleh hampir semua stasiun pengamtan (Gambar 3). Keempat hari tersebut M 8,4 Southern Sumatra - 12 September 2007 (DOY 255) Gempa dengan hiposenter 34 km dan magnitudo 8.4 SR ini berada di barat provinsi Bengkulu. Sebanyak 10 stasiun GPS dalam jaringan SuGAr dan IGS digunakan untuk melakukan analisis TEC antara lain: LAIS, MLKN, MNNA, BSAT, PRKB, BAKO, COCO, XMIS, NTUS, ABGS. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa terdapat 2 hari sebelum gempa yang menunjukkan skk/dskk yang kurang dari 1 yaitu DOY 239 dan DOY 242 (Gambar 6). Tidak adanya badai magnetik 23 hari sebelum gempa ini maka kedua hari tersebut dapat dikatakan sebagai prekursor gempa. M 9,1 off the west coast of northern Sumatra - 26 Desember 2004 (DOY 361) Gempa ini merupakan salah satu gempa terbesar yang pernah terjadi dalam abad ini. Gempa tahun 2006 berada di barat povinsi Aceh dengan kedalaman hiposenter 30 km. 9 Stasiuan GPS yang digunakan untuk analisis TEC antara lain: ABGS, LNNG, MKMK, PBAI, SAMP, MSAI, NGNG, PRKB, PSKI, NTUS. Dari hasil analisis skk/dskk diketahui bahwa terdapat 4 hari yang menunjukkan nilai kurang dari -1 yaitu DOY 342, 343, 347, dan 356 (Gambar 7). Tidak ada badai magnetik yang terjadi sebelum terjadinya gempa ini, sehingga keempat hari tersebut dapat mengindikasikan munculnya prekursor gempa. Selain itu hasil dari beberapa penelitian sebelumnya menujukkan bahwa pada DOY 356 terdapat anomali TEC di ionosfer yang diidentifikasi sebagai prekursor gempa. Hasil dari keempat hari yang diduga sebagai prekursor ini kemudian dilajutkan dengan analisis spasial agar dapat dilihat bagaimana trend perubahan anomali disetiap stasiun. Apabila terjadinya anomali ionosfer yang diakibatkan oleh gempa bumi maka akan terekam kuat pada stasiun yang dekat dengan episenter dan semakin jauh dari stasiun maka nilai anomali semakin mengecil dan menghilang.
5 Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content 89 Gambar 2. Hasil pengolahan gempa bermagnitudo 5,7 beserta indeks Dst. Dari hasil pengolahan skk/dskk gempa berskala 5 ini dapat dilihat pada keseluruhan hari sebelum gempa (disebelah kiri garis merah) hampir tidak ada nilai skk/dskk yang kurang dari 1, sehingga dapat diketahui bahwa tidak munculnya prekursor pada gempa pada magnitudo ini. Gambar 3. Hasil pengolahan gempa bermagnitudo 6,5 beserta indeks Dst. Dari hasil pengolahan skk/dskk dapat dilihat bahwa pada DOY 35, 36, 39, 42 adanya nilai skk/dskk yang kurang dari 1 dan telah dikonfirmasi oleh beberapa stasiun GPSserta tidak terjadinya badai magnetik pada hari sebelum sehingga dapat dianggap sebagai prekursor gempa.
6 90 Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content Gambar 4. Hasil pengolahan gempa bermagnitudo 7,4 beserta indeks Dst. Dari hasil pengolahan skk/dskk dapat dilihat bahwa pada DOY 284, 286, 287 adanya nilai skk/dskk yang kurang dari 1 dan telah dikonfirmasi oleh beberapa stasiun GPSserta badai magnetik terjadi pada DOY 288 sehinnga tidak mempengaruhi 3 hari sebelumnya, maka DOY 284, 286, 287 dapat dianggap sebagai prekursor gempa. Gambar 5. Hasil pengolahan gempa bermagnitudo 8,4 beserta indeks Dst. Dari hasil pengolahan skk/dskk dapat dilihat bahwa pada DOY 239, 242 adanya nilai skk/dskk yang kurang dari -1 dan telah dikonfirmasi oleh beberapa stasiun GPSserta badai magnetik tidak terjadi pada hari-hari sebelum gempa maka DOY 239 dan 242 dapat dianggap sebagai prekursor gempa.
7 Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content 91 Gambar 6. Hasil pengolahan gempa bermagnitudo 9,1 beserta indeks Dst. Dari hasil pengolahan skk/dskk dapat dilihat bahwa pada DOY 342, 343, 347, 356 adanya nilai skk/dskk yang kurang dari 1 dan telah dikonfirmasi oleh beberapa stasiun GPSserta badai magnetik tidak terjadi pada hari-hari sebelum gempa maka DOY tersebut dapat dianggap sebagai prekursor gempa. B. Analisis Spasial M 5,7 Kepulauan Batu - 26 Januari 2009 (DOY 26) Tidak dilakukan analisis spasial karena nilai skk/dskk tidak ada yang bernilai kurang dari 1. Gempa yang dilakukan analisis spasial merupakan gempa dengan magnitudo berskala 6 hingga 9. M 6,5 Kepulauan Mentawai region, Indonesia - 24 Februari 2008 Keempat hari yang dilakukan analisis spasial adalah DOY 35, 36, 39, 42. Dari hasil analisis skk/dskk terhadap jarak dapat diketahui bagaimana trend perubahan nilai skk/dskk, apabila semakin menjauh semakin membesar maka dapat dikatakan sebagai prekursor yang disebabkan akibat gempa bumi tersebut. Dari hasil analisis spasial yang diperoleh didapatkan bahwa hanya DOY 35 yang menunjukkan kecenderungan semakin membesar (Gambar 7). Namun pada DOY 36, 39, dan 42 tidak menunjukkan adanya kecenderungan semakin membesar, namun nilai skk/dskk bersifat acak besarnya terhadap jarak meskipun nilainya kurang dari 1. Sehingga yang dapat dikatakan sebagai Prekursor Gempa Terdeteksi adalah DOY 35. M 7,4 Simeulue, Indonesia - 02 November 2002 Melalui analisis teknik korelasi diperoleh bahwa terdapat 3 hari yang nilai skk/dskk kurang dari 1 yaitu DOY 284, 286, 287. Setelah dilakukan analisis terhadap jarak episenter hanya DOY 287 yang menunjukkan kecenderungan nilai skk/dskk semakin membersar (Gambar 8), sehingga DOY 287 merupakan prekursor gempa terdeteksi. Namun DOY 284 dan 286 tidak menujukkan hal yang sama sehingga bukan merupakan prekursor gempa terdeteksi. M 8,4 southern Sumatra, Indonesia - 12 September 2007 Terdapat 2 hari sebelum gempa yang menunjukkan skk/dskk yang kurang dari 1 yaitu DOY 239 dan DOY 242. Tidak adanya badai magnetik 23 hari sebelum gempa ini. Dan setelah dilakukan analisis spasial diketahui bahwa kedua hari tersebut nilai skk/dskk memiliki kecenderungan semakin membesar terhadap jarak (Gambar 9).Maka kedua hari tersebut merupakan prekursor gempa terdeteksi. M 9,1 off the west coast of northern Sumatra - 26 Desember 2004 Dari hasil analisis skk/dskk diketahui bahwa terdapat 4 hari yang menunjukkan nilai kurang dari 1 yaitu DOY 342, 343, 347, dan 356. Setelah dianalisis secara spasial, perubahan skk/dskk yang nilainya semakin membesar hanya ditunjukkan oleh DOY 356 namun DOY 342, 343, 347 tidak menunjukkan hal yang serupa (Gambar 10), sehingga diketahui bahwa DOY 356 merupakan prekursor gempa bumi terdeteksi dan 342, 343, dan 347 bukan merupakan prekursor gempa terdeteksi.
8 92 Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content Gambar 7. Hasil analisis spasial pada gempa bermagnitudo 6.5 DOY 35. Dari hasil pengolahan dapat dilihat bahwa semakin menjauh dari episenter gempa maka nilai skk/dskk semakin besar, meskipun terdapat beberapa stasiun yang tidak semakin membesar, karena secara dominan menunjukkan pola menurun maka dapat dikonfirmasi bahwa DOY 35 menunjukkan adanya prekursor gempa, namun DOY 36, 39, 42 tidak menunjukkan pola yang sama, dan belum dapat disimpulkan sebagai prekursor gempa. Gambar 8. Hasil analisis spasial pada gempa bermagnitudo 7.4 DOY 287. Dari gambar diatas terlihat adanya trend yang semakin membesar meskipun beberapa stasiun yang dekat dengan episenter memiliki nilai skk/dskk yang tidak lebih kecil, namun karena nilai skk/dskk stasiun-stasiun ini jauh dibawah -1 maka dapat dikatakan pada DOY 287 merupakan prekursor gempa, sedangkan DOY 284 dan 286 bukan merupakan prekursor gempa terdeteksi
9 Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content 93 Gambar 9. Hasil analisis spasial pada gempa bermagnitudo 8,4 DOY 242, terlihat adanya trend yang semakin membesar meskipun ada satu stasiun yang dekat dengan episenter memiliki nilai skk/dskk yang tidak mengecil, namun karena trend-nya terlihat jelas semakin membesar maka dapat dikatakan DOY 242 merupakan prekursor gempa, begitu pula dengan DOY 239. Gambar 10. Hasil analisis spasial pada gempa bermagnitudo 9,1 DOY 356. Dari gambar terlihat adanya trend yang semakin membesar meskipun ada stasiun yang dekat dengan episenter memiliki nilai skk/dskk yang tidak mengecil, namun karena trend-nya terlihat jelas semakin membesar maka dapat dikatakan pada DOY 56 merupakan prekursor gempa, namun DOY 342, 343, 347, bukan merupakan prekursor gempa terdeteksi.
10 94 Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content V. KESIMPULAN Dari hasil penelitian identifikasi prekursor ini dapat diambil kesimpulan bahwa dari kelima magnitudo gempa yang dilakukan analisis hanya 4 skala magnitudo yang menunjukkan adanya anomali yaitu dari skala 6 hingga skala 9, sedangkan gempa dengan magnitudo 5 tidak menunjukkan anomali pada perhitungan dengan teknik korelasi. Dari beberapa anomali yang diperoleh dari hasil analisis dengan menggunakan teknik korelasi tidak semuanya menunjukkan prekursor gempa bumi terdeteksi. Hal ini didukung melalui analisis spasial, di mana hanya terdapat 1 atau 2 hari pada masing-masing gempa yang merupakan prekursor gempa bumi terdeteksi. Pada gempa M 6,5 Kepulauan Mentawai region terdapat satu hari yang merupakan prekursor gempa bumi terdeteksi yaitu DOY 35. Pada M 7,4 Simeulue, Indonesia terdapat satu hari prekursor gempa terdeteksi pada DOY 287. Pada M 8,4 southern Sumatra terdapat dua hari prekursor gempa bumi terdekteksi yaitu DOY 239 dan 242. Dan terakhir M 9,1 off the west coast of northern Sumatra terdapat satu hari gempa bumi terdeteksi yaitu pada DOY 356. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Earth Observatory of Singapore yang telah menyediakan data SuGAr dan kepada Center of Orbit Determination in Europe (CODE) serta National Aeronautics and Space Adsministration (NASA) selaku penyedia data IGS dan precise ephimeris serta United States Geological Survey (USGS) sebagai penyedia data gempa sehingga dapat berlangsungnya penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Gopi Krishna Seemala atas program GPS-TEC analysis application yang membantu penulis untuk menyelesaikan pemrosesan data. PUSTAKA [1] Muslim, B, Effendi, J, Aldrian, E, Fakhrizal, Sunari, B & Angg, Pengembangan Sistem Monitoring Gelombang Ionosfer Terkait Gempa Bumi Menggunakan Data GPS (GPSIONOQUAKE), Prosiding Seminar Nasional Sains Atmosfer dan Antariksa (SNSAA) Bandung, [2] Pulinets, Sergey & Boyarchuk, Kirill, Ionospheric Precusors of Earthquake, Springer, Heidelberg, [3] Liu, J.Y., Tsai, H.F., and Jung, T.K., Total electron content obtained by using the global positioning system, J. Terr. Atmos. and Oceanic Sci. (TAO), 7(1), 1996, pp [4] Ya'aqob, N., Abdullah, M., dan Ismail, M., Determination of GPS total electron content using single layer model (SLM) ionospheric mapping function, International Journal of Computer Science and Network Security, vol. 8, 2008, pp [5] Muslim B., Sunantyo, A., Djawahir, Sumaryo, Ma'ruf B., Atunggal, D., Lestari, D., "Komputasi TEC Ionosfer dari Data GNSS CORS GMU1 Jurusan Teknik Geodesi UGM", Seminar Nasional GNSS CORS: Pengembangan dan Aplikasinya di Indonesia, Teknik Geodesi Univesitas Gadjah Mada, Yogyakarta, [6] Jianyong, L, Guojie, M, Xinzhao, Y, Rui, Z, Hongbo, S & Han, Y, Ionospheric total electron content disturbance associated with May 12, 2008, Wenchuan Eartquake, Journal of Geodesy and Geodynamics, vol. 6, 2015, pp [7] Sugiura, M., and Chapman, S., The Average Morphology of Geomagnetic Storms with Sudden Commencement, Sondernheft Nr.4, Göttingen, [8] Widarto, Djedi, Pemetaan Total Electron Content di Lapisan Ionosfer Menggunakan data Global Positioning System: Tinjauan Teori, Pusat Penelitian Geoteknologi- LIPI, Bandung, Jurnal Geofisika, 2005, pp [9] Muslim, B., Pengujian Teknik Autokorelasi Untuk Mendeteksi Pengaruh Aktivitas Gempa Bumi Besar Pada Ionosfer. Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara, TANYA JAWAB Anonim Benang merah antara nilai TEC terhadap perkusor gempa? Bagaimana gempa dapat berpengaruh hingga ke ionosfer? Bagaimana hubungan antara lokasi episentrum gempa terhadap posisi receiver GPS? Adidas GS, UGM Jawaban sekaligus mencakup pertanyaan ke 2. Adanya emisi gas radon yang mengandung ion-ion positif ke ionosfer menyebabkan berkurangnya kandungan elektron. Ditambahkan oleh bapak Buldan Muslim adanya fenomena positif hole diffusion di mana partikel-partikel bermuatan positif ada pada batuan yang terdifusi hingga kepermukaan. Dianalisis hubungan perubahan anomali pada beberapa receiver GPS terhadap jarak. Jika nilai anomali semakin membesar maka dapat dikatakan sebagai perkusor gempa.
Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content (TEC) di Ionosfer Menggunakan Teknik Korelasi
Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content (TEC) di Ionosfer 1 Adides Gidson Simanjuntak 1, Buldan Muslim 2, Eddy Hartantyo 1 1 Program Studi Geofisika, Universitas
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Anomali TEC saat gempabumi tanggal 26 Desember 2004 bumi tanggal 26 Desember dengan kekuatan 9,0 SR, kedalaman 30 km, episenter pada 3,29 LU 95,98 BT merupakan gempabumi
Lebih terperinciAnalisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016
F318 Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016 Febrian Adi Saputra dan Mokhamad Nur Cahyadi Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut
Lebih terperinci* ABSTRAK ABSTRACT
IONOQUAKE, SISTEM MONITORING DATA TEC-GPS UNTUK STUDI PREKURSOR GEMPABUMI DI INDONESIA IONOQUAKE, TEC-GPS DATA MONITORING SYSTEM FOR EARTHQUAKE PRECURSOR STUDY IN INDONESIA Bambang Sunardi 1 *, Buldan
Lebih terperinciAnalisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-319 Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016 Febrian Adi Saputra dan Mokhamad Nur Cahyadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1.
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ionosfer merupakan salah satu lapisan di atmosfer bumi yang memiliki beragam manfaat bagi kehidupan makhluk hidup. Banyak penelitian yang telah dilakukan terhadap
Lebih terperinciPENERAPAN METODE POLARISASI SINYAL ULF DALAM PEMISAHAN PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DARI ANOMALI GEOMAGNET TERKAIT GEMPA BUMI
Fibusi (JoF) Vol.1 No.3, Desember 2013 PENERAPAN METODE POLARISASI SINYAL ULF DALAM PEMISAHAN PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DARI ANOMALI GEOMAGNET TERKAIT GEMPA BUMI S.F. Purba 1, F. Nuraeni 2,*, J.A. Utama
Lebih terperinciANALISIS KEJADIAN SPREAD F IONOSFER PADA GEMPA SOLOK 6 MARET 2007
ANALISIS KEJADIAN SPREAD F IONOSFER PADA GEMPA SOLOK 6 MARET 2007 Dwi Pujiastuti 1, Sumi Daniati 1, Badrul Mustafa 2, Ednofri 3 1 Laboratorium Fisika Bumi Jurusan Fisika Universita Andalas 2 Jurusan Teknik
Lebih terperinciSkripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika Jurusan Fisika. diajukan oleh SUMI DANIATI
ANALISIS KORELASI SPREAD F IONOSFER DENGAN GEMPA DI SUMATERA BARAT ( STUDI KASUS GEMPA SOLOK TANGGAL 6 MARET 2007 DAN GEMPA PADANG PARIAMAN 30 SEPTEMBER 2009) Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Lebih terperinciPEMANTAUAN ANOMALI TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) BERKAITAN DENGAN KEJADIAN GEMPABUMI DI SEKITAR WILAYAH JAWA TAHUN 2015
DOI: doi.org/10.21009/spektra.012.01 PEMANTAUAN ANOMALI TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) BERKAITAN DENGAN KEJADIAN GEMPABUMI DI SEKITAR WILAYAH JAWA TAHUN 2015 Bambang Sunardi *), Sulastri Puslitbang BMKG,
Lebih terperinciPEMANTAUAN ANOMALI TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) BERKAITAN DENGAN KEJADIAN GEMPABUMI DI SEKITAR WILAYAH JAWA TAHUN 2015
PEMANTAUAN ANOMALI TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) BERKAITAN DENGAN KEJADIAN GEMPABUMI DI SEKITAR WILAYAH JAWA TAHUN 2015 Bambang Sunardi *), Sulastri Puslitbang BMKG, Jl. Angkasa 1 No. 2 Kemayoran, Jakarta
Lebih terperinciPERBANDINGAN PERUBAHAN TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) IONOSFER AKIBAT GEMPA BUMI DAN LETUSAN GUNUNG API
PERBANDINGAN PERUBAHAN TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) IONOSFER AKIBAT GEMPA BUMI DAN LETUSAN GUNUNG API Mokhamad Nur Cahyadi 1, Febrian Adi Saputra 1 Departemen Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo,
Lebih terperinciJurnal Fisika Unand Vol. 2, No. 4, Oktober 2013 ISSN
ANALISIS ANOMALI KETINGGIAN SEMU LAPISAN F IONOSFER (h F) SEBAGAI PREKURSOR TERJADINYA GEMPA LAUT (Studi kasus terhadap 2 sampel gempa laut di Sumatera Barat) Rika Desrina Saragih 1, Dwi Pujiastuti 1,
Lebih terperinciANALISIS KARAKTERISTIK FREKUENSI KRITIS (fof2), KETINGGIAN SEMU (h F) DAN SPREAD F LAPISAN IONOSFER PADA KEJADIAN GEMPA PARIAMAN 30 SEPTEMBER 2009
ANALISIS KARAKTERISTIK FREKUENSI KRITIS (fof2), KETINGGIAN SEMU (h F) DAN SPREAD F LAPISAN IONOSFER PADA KEJADIAN GEMPA PARIAMAN 30 SEPTEMBER 2009 ANALYSIS OF IONOSPHER S F-LAYER CRITICAL (fof2), F LAYER
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia termasuk daerah yang rawan terjadi gempabumi karena berada pada pertemuan tiga lempeng, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Aktivitas kegempaan
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//www.lapan.go.id
Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//www.lapan.go.id PY-IONOQUAKE: SISTEM DETEKSI ANOMALI TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) UNTUK STUDI PREKURSOR GEMPA BUMI PY-IONOQUAKE: TOTAL ELECTRON
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Australia dan lempeng Pasifik merupakan jenis lempeng samudera dan bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada pembenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Eurasia,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada pembenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Hindia Australia dan berada pada pertemuan 2 jalur
Lebih terperinciPemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu
364 Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu Rahmad Aperus 1,*, Dwi Pujiastuti 1, Rachmad Billyanto 2 Jurusan
Lebih terperinciSTUD! PENGARUH SPREAD F TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI RADIO
STUD! PENGARUH SPREAD F TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI RADIO AnwAr Santoso Peneliti Bidang Aplihasi Geomagnet dan Magnet Antariksa, LAPAN ABSTRACT Phenomena of ionospherics irregularities such as process
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data sekunder yang diperoleh dari hasil akuisisi data yang dilakukan oleh Lembaga Penerbangan
Lebih terperinciDiterima 2 Februari 2015; Direvisi 13 Februari 2015; Disetujui 16 Maret 2015 ABSTRACT
Pengujian Teknik Korelasi untuk Deteksi... (Buldan Muslim) PENGUJIAN TEKNIK KORELASI UNTUK DETEKSI PENGARUH AKTIVITAS GEMPA BUMI BESAR PADA IONOSFER [EXAMINATION OF CORRELATION TECHNIQUE FOR DETECTING
Lebih terperinciPERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN (DIURNAL)
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 5 No. 1 Maret 2010 : 40-53 PERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN
Lebih terperinciKomputasi TEC Ionosfer Mendekati Real Time Dari Data GPS
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 Komputasi TEC Ionosfer Mendekati Real Time Dari Data GPS Buldan Muslim dan
Lebih terperinciPemetaan Total Electron Content di Lapisan Ionosfer Menggunakan Data Global Positioning System: Aplikasi Data Sumatran GPS Array
Pemetaan Total Electron Content di Lapisan Ionosfer Menggunakan Data Global Positioning System: Aplikasi Data Sumatran GPS Array Djedi S. Widarto Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu pendek dan skala waktu panjang (misalnya siklus Matahari 11 tahunan). Aktivitas dari Matahari
Lebih terperinciBAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatra
BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatra 3.1 Data Catatan Sejarah Gempa Besar di Zona Subduksi Sumatra Data catatan sejarah gempa besar pada masa lalu yang pernah terjadi di suatu daerah
Lebih terperinciPEMODELAN DAN VALIDASI HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KRITIS LAPISAN F2 IONOSFER (fof2) DENGAN TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DARI DATA IONOSONDA DAN GPS
PEMODELAN DAN VALIDASI HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KRITIS LAPISAN F2 IONOSFER (fof2) DENGAN TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DARI DATA IONOSONDA DAN GPS Buldan Muslim Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN
Lebih terperinciKETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 3 September 08:112-117 KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN 1996 01 Clara Y. Yatini, dan Mamat Ruhimat Peneliti Pusat
Lebih terperinciKORELASI POLARISASI MAGNET Z/H UNTUK IDENTIFIKASI PREKURSOR GEMPA DI SEKITAR PELABUHAN RATU
http://doi.org/1.19/spektra Desember 17 DOI: doi.org/1.19/spektra.3.3 KORELASI POLARISASI MAGNET Z/H UNTUK IDENTIFIKASI PREKURSOR GEMPA DI SEKITAR PELABUHAN RATU Asep Saepul Ahyar 1, a), b), Bambang Sunardi
Lebih terperinciANALISA PERUBAHAN KARAKTERISTIK TEC AKIBAT LETUSAN GUNUNG MERAPI TAHUN 2010
ANALISA PERUBAHAN KARAKTERISTIK TEC AKIBAT LETUSAN GUNUNG MERAPI TAHUN Oleh : Widi Hastono dan Mokhamad Nur Cahyadi Program Studi Teknik Geomatika ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 6111 Email : gm729@geodesy.its.ac.id
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bab 1 pendahuluan
B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satelit-satelit GPS beredar mengelilingi bumi jauh di atas permukaan bumi yaitu pada ketinggian sekitar 20.200 km dimana satelit tersebut berputar mengelilingi bumi
Lebih terperinciANALISIS ANOMALI IONOSFER SEBELUM GEMPABUMI BESAR DI JAWA DENGAN MENGGUNAKAN DATA GPS TEC
ANALISIS ANOMALI IONOSFER SEBELUM GEMPABUMI BESAR DI JAWA DENGAN MENGGUNAKAN DATA GPS TEC Hendri Subakti 1, Aldilla Damayanti Purnama Ratri 2, Buldan Muslim 3 1) Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi
Lebih terperinciPENGOLAHAN SINYAL GEOMAGNETIK SEBAGAI PREKURSOR GEMPA BUMI DI REGIONAL JEPANG
PENGOLAHAN SINYAL GEOMAGNETIK SEBAGAI PREKURSOR GEMPA BUMI DI REGIONAL JEPANG Bulkis Kanata 1), Teti Zubaidah 1,3), Budi Irmawati 2,4), Cipta Ramadhani 1,5) 1 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciANALISIS PERBANDINGAN DEVIASI ANTARA KOMPONEN H STASIUN BIAK SAAT BADAI GEOMAGNET
Seminar Nasional Statistika IX Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 29 ANALISIS PERBANDINGAN DEVIASI ANTARA KOMPONEN H STASIUN BIAK SAAT BADAI GEOMAGNET Oleh : Anwar Santoso Staf Peneliti Bidang
Lebih terperinciBuldan Muslim Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT
DETEKSI EFEK FLARE SINAR-X PADA IONOSFER DARI DATA TOTAL ELECTRON CONTENT YANG DITURUNKAN DARI PENGAMATAN GPS (DETECTION X-RAY FLARE EFFECT ON IONOSPHERE FROM TOTAL ELECTRON CONTENT DATA DERIVED FROM GPS
Lebih terperinciB A B IV HASIL DAN ANALISIS
B A B IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Output Sistem Setelah sistem ini dinyalakan, maka sistem ini akan terus menerus bekerja secara otomatis untuk mendapatkan hasil berupa karakteristik dari lapisan troposfer
Lebih terperinciANALISA PERUBAHAN IONOSFER AKIBAT GEMPA MENTAWAI TAHUN 2010 BERDASARKAN KEDALAMAN DAN MAGNITUDE (Studi Kasus : Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat)
ANALISA PERUBAHAN IONOSFER AKIBAT GEMPA MENTAWAI TAHUN 2010 BERDASARKAN KEDALAMAN DAN MAGNITUDE (Studi Kasus : Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat) Mokhamad Nur Cahyadi, Leni Septiningrum Jurusan Teknik
Lebih terperinciAnalisa Perubahan Kecepatan Pergeseran Titik Akibat Gempa Menggunakan Data SuGar (Sumatran GPS Array)
Analisa Perubahan Kecepatan Pergeseran Titik Akibat Gempa Menggunakan Data SuGar (n GPS Array) Bima Pramudya Khawiendratama 1), Ira Mutiara Anjasmara 2), dan Meiriska Yusfania 3) Jurusan Teknik Geomatika,
Lebih terperinciANALISA NILAI TEC (TOTAL ELECTRON CONTENT) PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI
ANALISA NILAI TEC (TOTAL ELECTRON CONTENT) PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI Mochammad Rizal 1, Eko Yuli Handoko 1, Buldan Muslim 2 1 Program Studi Teknik Geomatika,
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)
C176 Analisis Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Mentawai Tahun 2010 Studi Kasus: Kepulauan Mentawai Leni Septiningrum 1, Mokhamad Nur Cahyadi 1 Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil, Institut Teknologi
Lebih terperinciANALISIS PERBANDINGAN ANOMALI FREKUENSI KRITIS LAPISAN E S DAN F 2 IONOSFIR YANG MERUPAKAN PREKURSOR GEMPA ACEH PADA TANGGAL 07 APRIL 2010
ANALISIS PERBANDINGAN ANOMALI FREKUENSI KRITIS LAPISAN E S DAN F 2 IONOSFIR YANG MERUPAKAN PREKURSOR GEMPA ACEH PADA TANGGAL 07 APRIL 2010 Desi Indriani 1, Dwi Pujiastuti 1, Ednofri 2 1 Jurusan Fisika,
Lebih terperinciKEMUNCULAN SINTILASI IONOSFER DI ATAS PONTIANAK TERKAIT FLARE SINAR-X MATAHARI DAN BADAI GEOMAGNET
KEMUNCULAN SINTILASI IONOSFER DI ATAS PONTIANAK TERKAIT FLARE SINAR-X MATAHARI DAN BADAI GEOMAGNET Sri Ekawati 1), Asnawi 1), Suratno 2) 1) Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, LAPAN
Lebih terperinciRESPON IONOSFER TERHADAP GERHANA MATAHARI 26 JANUARI 2009 DARI PENGAMATAN IONOSONDA
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 RESPON IONOSFER TERHADAP GERHANA MATAHARI 26 JANUARI 2009 DARI PENGAMATAN
Lebih terperinciANALISIS PERUBAHAN IONOSFER AKIBAT LETUSAN GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA 2010
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 ANALISIS PERUBAHAN IONOSFER AKIBAT LETUSAN GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA 2010 (Studi Kasus: Gunung Merapi, Daerah Istimewa Yogyakarta)
Lebih terperinciPENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI TANGERANG
PENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI TANGERANG Hablrun, Sity Rachyany, Anwar Santoso, Visca Wellyanita Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN ABSTRACT Geomagnetic
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satelit GPS beredar mengelilingi bumi pada ketinggian sekitar 20.200 km. Satelit GPS tersebut berada di atas atmosfer bumi yang terdiri dari beberapa lapisan dan ditandai
Lebih terperinciMODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER
MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER Habirun Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) email: h a b i r u n @ b d
Lebih terperinciPENGARUH GEOMETRI SATELIT DAN IONOSFER DALAM KESALAHAN PENENTUAN POSISI GPS
PENGARUH GEOMETRI SATELIT DAN IONOSFER DALAM KESALAHAN PENENTUAN POSISI GPS Sri Ekawati Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusfatsainsa, LAPAN ekawa_srie@bdg.lapan.go.id, cie_demes@yahoo.com
Lebih terperinciAnalisis Medan Magnet Bumi Sebelum dan Sesudah Kejadian Gempa (Studi Kasus: Gempa 18 November 2014 di Sabang)
JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 5 (2) 65--69 dapat diakses melalui http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo Analisis Medan Magnet Bumi Sebelum dan Sesudah Kejadian Gempa (Studi Kasus: Gempa 18 November 2014
Lebih terperinciGambar 1. Perubahan nilai kandungan elektron di atmosfer sebelum terjadi Gempabumi Yogyakarta 26 Mei 2006 ( I Made Kris Adi Astra, 2009)
MENGENALI TANDA-TANDA GEMPABUMI DENGAN AKTIVITAS LISTRIK DI UDARA Gempabumi merupakan sebuah fenomena alam yang terjadi akibat adanya interaksi antar lempeng bumi. interaksi ini menjadi pemicu utama adanya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca antariksa. Aktivitas Matahari sendiri ditandai oleh kemunculan bintik Matahari (Sunspot) yang
Lebih terperinciPENENTUAN PREKURSOR GEMPA BUMI MENGGUNAKAN DATA GEOMAGNET NEAR REAL TIME DENGAN METODE PERBANDINGAN POLARISASI 2 STASIUN
PENENTUAN PREKURSOR GEMPA BUMI MENGGUNAKAN DATA GEOMAGNET NEAR REAL TIME DENGAN METODE PERBANDINGAN POLARISASI 2 STASIUN Fitri Nuraeni, Mira Juangsih, Visca Wellyanita, Cucu E. Haryanto, M. Andi Aris Bidang
Lebih terperinciIDENTIFIKASI MODEL FLUKTUASI INDEKS K HARIAN MENGGUNAKAN MODEL ARIMA (2.0.1) Habirun Peneliti Pusat Pemanlaatan Sains Antariksa, LAPAN
IDENTIFIKASI MODEL FLUKTUASI INDEKS K HARIAN MENGGUNAKAN MODEL ARIMA (2.0.1) Habirun Peneliti Pusat Pemanlaatan Sains Antariksa, LAPAN ABSTRACT The geomagnetic disturbance level called geomagnetic index.
Lebih terperinciBAB IV Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007
BAB IV Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007 4.1 Analisis Vektor Pergeseran Sebelum Gempa Bengkulu 2007 Dari hasil plotting vektor pergeseran titik-titik GPS kontinyu SuGAr yang telah
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DATA
BAB IV PENGOLAHAN DATA IV.1 SOFTWARE BERNESE 5.0 Pengolahan data GPS High Rate dilakukan dengan menggunakan software ilmiah Bernese 5.0. Software Bernese dikembangkan oleh Astronomical Institute University
Lebih terperinciVARIASI KETINGGIAN LAPISAN F IONOSFER PADA SAAT KEJADIAN SPREAD F
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 VARIASI KETINGGIAN LAPISAN F IONOSFER PADA SAAT KEJADIAN SPREAD F Mumen Tarigan
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS
BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS IV.1. PENGOLAHAN DATA Dalam proses pemodelan gempa ini digunakan GMT (The Generic Mapping Tools) untuk menggambarkan dan menganalisis arah vektor GPS dan sebaran gempa,
Lebih terperinciANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG
ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG 1. Burchardus Vilarius Pape Man (PMG Pelaksana Lanjutan Stasiun
Lebih terperinciDAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA
DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN email: clara@bdg.lapan.go.id RINGKASAN Perubahan cuaca antariksa dapat menimbulkan dampak
Lebih terperinciDISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUDDEN STORM COMMENCEMENT STASIUN BIAK BERKAITAN DENGAN BADAI GEOMAGNET ( )
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 1 Maret 28:5-54 DISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUDDEN STORM COMMENCEMENT STASIUN BIAK BERKAITAN DENGAN BADAI GEOMAGNET (2-21) Sity Rachyany Peneliti Pusat Pemanfaatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matahari merupakan sumber energi utama perubahan kondisi lingkungan antariksa. Matahari terus-menerus meradiasikan kalor, radiasi elektromagnetik pada seluruh panjang
Lebih terperinciDISTRIBUSI POSISI FLARE YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 22 DAN 23
DISTRIBUSI POSISI FLARE YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 22 DAN 23 Tiar Dani dan Jalu Tejo Nugroho Peneliti Matahari dan Antariksa Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN Jl.
Lebih terperinciPuslit Geoteknologi LIPI Jl. Sangkuriang Bandung Telepon
Tim Peneliti Gempa, tergabung dalam LabEarth bagian dari Poklit Gempa dan Geodinamika, telah berhasil memetakan besar dan lokasi gempa-gempa yang terjadi di masa lalu serta karakteristik siklus gempanya,
Lebih terperinciPENENTUAN HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE JANUARI Oleh ZULHAM SUGITO 1
PENENTUAN HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE JANUARI 2018 Oleh ZULHAM SUGITO 1 1 PMG Stasiun Geofisika Mata Ie Banda Aceh Pendahuluan Aktifitas tektonik di Provinsi Aceh dipengaruhi
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA & ANALISIS
BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA & ANALISIS 4.1 Analisis Perbandingan Secara Keseluruhan Antara Pengolahan Baseline Pengamatan GPS Dengan RTKLIB dan TTC 4.1.1 Kualitas Pengolahan Baseline GPS Dengan RTKLIB
Lebih terperinciBAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS
BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS 2.1 Definisi Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran pada kerak bumi yang terjadi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba. Gempa bumi, dalam hal
Lebih terperinciKEMUNCULAN LAPISAN E SEBAGAI SUMBER GANGGUAN TERHADAP KOMUNIKASI RADIO HF
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. No. 3 September 2009 : 11-122 KEMUNCULAN LAPISAN E SEBAGAI SUMBER GANGGUAN TERHADAP KOMUNIKASI RADIO HF Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi,
Lebih terperinciBuldan Muslim Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT
Histeresis Ionosfer Selama Siklus Matahari ke 23...(Buldan Muslim) HISTERESIS IONOSFER SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 23 DARI GLOBAL IONOSPHERIC MAP [IONOSPHERIC HYSTERESIS DURING SOLAR CYCLE 23 FROM GLOBAL
Lebih terperinciPENGARUH BADAI MATAHARI OKTOBER 2003 PADA IONOSFER DARI TEC GIM
Jurnal Fisika Vol. 3 No. 1, Mei 2013 63 PENGARUH BADAI MATAHARI OKTOBER 2003 PADA IONOSFER DARI TEC GIM Buldan Muslim 1,* Pusat Sains Antariksa Deputi Bidang Pengakajian, Sains dan Informasi Kedirgantaraan,
Lebih terperinciSkripsi Diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika. Oleh: Edwards Taufiqurrahman
ANALISIS KORELASI FREKUENSI KRITIS LAPISAN F IONOSFER (fof2) DENGAN GEMPA DI SUMATERA BARAT (STUDI KASUS GEMPA TANGGAL 6 MARET 2007 DAN 30 SEPTEMBER 2009) Skripsi Diajukan sebagai syarat memperoleh gelar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi didalamnya. Beragam aktivitas di permukaannya telah dipelajari secara mendalam dan
Lebih terperinciBAB 3 PENGOLAHAN DATA
BAB 3 PENGOLAHAN DATA 3.1 Data yang Digunakan Untuk mengamati suatu pola deformasi yang terjadi di suatu wilayah, diperlukan pengamatan GPS dengan ketelitian hingga fraksi milimeter. Metodenya dengan melakukan
Lebih terperinciRELOKASI SUMBER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE MARET Oleh ZULHAM SUGITO 1, TATOK YATIMANTORO 2
RELOKASI SUMBER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE MARET 2018 Oleh ZULHAM SUGITO 1, TATOK YATIMANTORO 2 1 Stasiun Geofisika Mata Ie Banda Aceh 2 Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Pendahuluan
Lebih terperinciANALISIS PERIODE ULANG DAN AKTIVITAS KEGEMPAAN PADA DAERAH SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA
ANALISIS PERIODE ULANG DAN AKTIVITAS KEGEMPAAN PADA DAERAH SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA Arif Budiman 1, Riva Nandia 1, dan Moh. Taufik Gunawan 2 1 Laboratorium Fisika Bumi Jurusan Fisika Fakultas Matematika
Lebih terperinciPENGARUH GERHANA MATAHARI 09 MARET 2016 TERHADAP KANDUNGAN TOTAL ELEKTRON IONOSFER
DOI: doi.org/10.21009/03.snf2017.02.epa.08 PENGARUH GERHANA MATAHARI 09 MARET 2016 TERHADAP KANDUNGAN TOTAL ELEKTRON IONOSFER Aprilia Nur Vita 1,a), Bambang Sunardi 1,b), Sulastri 1), Andi Eka Sakya 1)
Lebih terperinciSEMBURAN RADIO MATAHARI DAN KETERKAITANNYA DENGAN FLARE MATAHARI DAN AKTIVITAS GEOMAGNET
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 2 Juni 28:9-94 SEMBURAN RADIO MATAHARI DAN KETERKAITANNYA DENGAN FLARE MATAHARI DAN AKTIVITAS GEOMAGNET Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari katalog gempa BMKG Bandung, tetapi dikarenakan data gempa yang
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskripsi analitik dari data gempa yang diperoleh. Pada awalnya data gempa yang akan digunakan berasal dari katalog
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan penetuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem ini didesain untuk memberikan
Lebih terperinciBAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)
BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama
Lebih terperinciKAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI
Berita Dirgantara Vol. 10 No. 3 September 2009:86-91 KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI Prayitno Abadi Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi,
Lebih terperinciPEMODELAN 3-D SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT PERAIRAN LANGSA, SELAT MALAKA-SUMATERA UTARA
PEMODELAN 3-D SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT PERAIRAN LANGSA, SELAT MALAKA-SUMATERA UTARA Oleh : B. Nhirwana dan Subarsyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr.
Lebih terperinciVARIASI KUAT SIGNAL HF AKIBAT PENGARUH IONOSFER
Prosiding SNaPP1 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 9-35 VARIASI KUAT SIGNAL HF AKIBAT PENGARUH IONOSFER 1 Mumen Tarigan 1 Peneliti Bidang Teknologi Pengamatan, Pussainsa LAPAN Jl. DR. Junjunan No.
Lebih terperinciSTUDI KORELASI STATISTIK INDEKS K GEOMAGNET REGIONAL MENGGUNAKAN DISTRIBUSI GAUSS BERSYARAT
STUDI KORELASI STATISTIK INDEKS K GEOMAGNET REGIONAL MENGGUNAKAN DISTRIBUSI GAUSS BERSYARAT Habirun dan Sity Rachyany Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN ABSTRACT Statistical study on correlation
Lebih terperinciANCAMAN BADAI MATAHARI
ANCAMAN BADAI MATAHARI 1. Gambaran Singkat Badai Matahari (Solar Storm) adalah gejala terlemparnya proton dan elektron matahari, dan memiliki kecepatan yang setara dengan kecepatan cahaya. Badai Matahari
Lebih terperinciRANCANGAN PEMANFAATAN DATA TEC PADA SISTEM PPP NEAR REAL TIME DENGAN GPS FREKUENSI TUNGGAL
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, Semarang 10 April 2010 305 hal. 305-310 RANCANGAN PEMANFAATAN DATA TEC PADA SISTEM PPP NEAR REAL TIME DENGAN GPS FREKUENSI TUNGGAL Buldan Muslim Peneliti
Lebih terperinciRELOKASI DAN KLASIFIKASI GEMPABUMI UNTUK DATABASE STRONG GROUND MOTION DI WILAYAH JAWA TIMUR
RELOKASI DAN KLASIFIKASI GEMPABUMI UNTUK DATABASE STRONG GROUND MOTION DI WILAYAH JAWA TIMUR Rian Mahendra 1*, Supriyanto 2, Ariska Rudyanto 2 1 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta
Lebih terperinciPERBANDINGAN PERHITUNGAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI SEKITAR STASIUN TANGERANG (175 4'BT; 17 6'LS)
PERBANDINGAN PERHITUNGAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI SEKITAR STASIUN TANGERANG (175 4'BT; 17 6'LS) Anwar Santoso dan Habirun Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN ABSTRACT Studies on geomagnetic
Lebih terperinciTELAAH INDEKS K GEOMAGNET DI BIAK DAN TANGERANG
TELAAH INDEKS K GEOMAGNET DI BIAK DAN TANGERANG Sity Rachyany, Habirun, Eddy Indra dan Anwar Santoso Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa LAPAN ABSTRACT By processing and analyzing the K index data
Lebih terperinciANALISA VERTICAL TOTAL ELECTRON CONTENT DI IONOSFER DAERAH JAWA DAN SEKITARNYA YANG BERASOSIASI DENGAN GEMPABUMI YOGYAKARTA 26 MEI 2006 UTC
ANALISA VERTICAL TOTAL ELECTRON CONTENT DI IONOSFER DAERAH JAWA DAN SEKITARNYA YANG BERASOSIASI DENGAN GEMPABUMI YOGYAKARTA 26 MEI 2006 UTC I Made Kris Adi Astra 1, I Putu Pudja 2 1 Jurusan Geofisika,
Lebih terperinciPeningkatan aktivitas gempa bumi di Indonesia tahun
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 1, No. 2 Agustus 2010: 71-78 Peningkatan aktivitas gempa bumi di Indonesia tahun 1973-2009 Lina Handayani Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Lebih terperinciModel Empiris Variasi Harian Komponen H Pola Hari Tenang. Habirun. Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN Jl. Dr. Junjunan No.
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 29 Model Empiris Variasi Harian Komponen H Pola Hari Tenang Habirun Pusat Pemanfaatan
Lebih terperinciSTUDI TENTANG BADAI MAGNET MENGGUNAKAN DATA MAGNETOMETER DI INDONESIA
284 Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, Semarang 10 April 2010 hal. 284-288 STUDI TENTANG BADAI MAGNET MENGGUNAKAN DATA MAGNETOMETER DI INDONESIA Setyanto Cahyo Pranoto Pusat Pemanfaatan
Lebih terperinciSTUDI ANOMALI SINYAL MAGNET BUMI Ultra Low Frequency SEBAGAI PREKURSOR GEMPA BUMI UNTUK KASUS KEJADIAN GEMPA BUMI DENGAN MAGNITUDO KECIL
Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor STUDI ANOMALI SINYAL MAGNET BUMI Ultra Low Frequency SEBAGAI PREKURSOR GEMPA
Lebih terperinciAPLIKASI METODE MEAN DAN MEDIAN ABSOLUTE DEVIATION PADA DATA ELEKTROMAGNET SEBAGAI PREKURSOR GEMPA BUMI DI PELABUHAN RATU
DOI: doi.org/10.21009/03.snf2017.02.epa.07 APLIKASI METODE MEAN DAN MEDIAN ABSOLUTE DEVIATION PADA DATA ELEKTROMAGNET SEBAGAI PREKURSOR GEMPA BUMI DI PELABUHAN RATU Sulastri a), Supriyanto Rohadi b), Bambang
Lebih terperinciPENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T )
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 7 No. 1 Maret 2012 :38-46 38 PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T ) Sri Suhartini, Septi Perwitasari, Dadang Nurmali
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS DATA TIME SERIES GPS KONTINU SUGAR
BAB 4 ANALISIS DATA TIME SERIES GPS KONTINU SUGAR 2004-2007 4.1 Analisis Komponen Periodik pada Setiap Data Time Series per Stasiun Analisis untuk mendeteksi periodisitas suatu data time series dilakukan
Lebih terperinciANALISIS PERUBAHAN POLA DEKLINASI PADA GEMPA BUMI SIGNIFIKAN (M 7.0) WILAYAH SUMATERA
DOI: doi.org/10.21009/03.snf2017.02.epa.16 ANALISIS PERUBAHAN POLA DEKLINASI PADA GEMPA BUMI SIGNIFIKAN (M 7.0) WILAYAH SUMATERA Indah Fajerianti 1,a), Sigit Eko Kurniawan 1,b) 1 Sekolah Tinggi Meteorologi
Lebih terperinciRISET IONOSFER REGIONAL INDONESIA DAN PENGARUHNYA TERHADAP SISTEM KOMUNIKASI DAN NAVIGASI MODERN
Riset Ionosfer Regional Indonesia dan Pengaruhnya.....(Jiyo) RISET IONOSFER REGIONAL INDONESIA DAN PENGARUHNYA TERHADAP SISTEM KOMUNIKASI DAN NAVIGASI MODERN Jiyo Peneliti Fisika Magnetosferik dan Ionosferik,
Lebih terperinciSTUDI POLA KEGEMPAAN PADA ZONA SUBDUKSI SELATAN JAWA BARAT DENGAN METODE SEGMEN IRISAN VERTIKAL
Jurnal Fisika. Volume 03 Nomor 02 Tahun 2014, hal 11-20 STUDI POLA KEGEMPAAN PADA ZONA SUBDUKSI SELATAN JAWA BARAT DENGAN METODE SEGMEN IRISAN VERTIKAL Anis Yulia Amanati Jurusan Fisika, Fakultas Matematika
Lebih terperinci