PERILAKU BERISIKO TERINFEKSI HIV PADA REMAJA JALANAN DI RUMAH SINGGAH YAYASAN BINA INSAN MANDIRI KOTA DEPOK TAHUN 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERILAKU BERISIKO TERINFEKSI HIV PADA REMAJA JALANAN DI RUMAH SINGGAH YAYASAN BINA INSAN MANDIRI KOTA DEPOK TAHUN 2013"

Transkripsi

1 PERILAKU BERISIKO TERINFEKSI HIV PADA REMAJA JALANAN DI RUMAH SINGGAH YAYASAN BINA INSAN MANDIRI KOTA DEPOK TAHUN 2013 Nurlaela, Agustin Kusumayati Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok, Indonesia Abstrak AIDS (Acquired lmmuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human immunodeficiency virus). Sejak di temukan kasus HIV pada tahun 1987 sampai dengan Desember 2012 jumlah kumulatif penderita HIV berdasarkan kelompok umur, umur tahun merupakan kelompok yang paling besar proporsinya yaitu 35,2%, Karena AIDS baru menunjukkan gejala di masa 3 sampai 10 tahun setelah infeksi, maka diperkirakan infeksi HIV telah terjadi pada usia di bawah tahun atau pada masa remaja. Kelompok umur remaja merupakan bagian terbesar dari kelompok anak jalanan, sehingga masalah kesehatan pada anak jalanan adalah masalah perilaku remaja yaitu kebiasaan merokok, menggunakan NAPZA, seks bebas dan masalah kesehatan reproduksi seperti Infeksi menular seksual (IMS/PMS) dan HIV/AIDS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku berisiko terinfeksi HIV pada remaja jalanan di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota Depok tahun Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain potong lintang terhadap 72 responden yang merupakan anak jalanan usia tahun yang tinggal di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri. Kata Kunci: Infeksi HIV/AIDS, Perilaku Berisiko, Remaja jalanan 1. Pendahuluan Di Indonesia kasus AIDS Pertama kali dilaporkan di Bali pada tahun 1987, hingga kini telah menyebar keseluruh Indonesia dan menjadi salah satu masalah

2 kesehatan masyarakat yang memerlukan tindakan yang agresif dan komprehensif (Kemenkes, 2012). Meskipun telah dilakukan berbagai upaya preventif jumlah penderita HIV di Indonesia dari tahun ke tahun secara kumulatif cenderung meningkat. Menurut laporan perkembangan AIDS di Indonesia oleh Kemenkes RI Ditjen Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan (PP & PL) pada tahun 2012 yaitu sejak di temukan kasus HIV pada tahun 1987 sampai dengan Desember 2012 jumlah kumulatif penderita HIV sebanyak kasus sedangkan jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak kasus. Kelompok umur tahun merupakan kelompok yang paling besar proporsinya yaitu 35,2%, Karena AIDS baru menunjukkan gejala di masa 3 sampai 10 tahun setelah infeksi, maka diperkirakan infeksi HIV telah terjadi pada usia di bawah tahun atau pada masa remaja. Kelompok umur tahun sebesar 33,1%, kemudian kelompok umur tahun sebesar 11,4% dan kelompok umur tahun sebesar 4,0% (Ditjen PP & PL Kemenkes, 2012). Ditinjau dari proses penularan HIV/AIDS secara global terlihat bahwa 70-80% menyebar melalui hubungan seksual (heteroseksual/homoseksual), pecandu obat bius/narkotika dengan suntikan 5-10%, transfusi darah 5-10% (WHO, 2005). Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan di Indonesia dimana saat ini penyebaran melalui hubungan heteroseksual merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 77,4% dan melalui jarum suntik oleh pengguna narkoba suntik sebesar 12,4% (Ditjen PP & PL Kemenkes, 2012). Berdasarkan cara penularan HIV/AIDS diatas dapat disimpulkan bahwa mudahnya penyebaran HIV/AIDS sangat dipengaruhi oleh perilaku manusia sendiri dimana perilaku tersebut berisiko tinggi untuk tertular dan menularkan virus yang sangat berbahaya tersebut. Oleh karena itu semua manusia memiliki potensi untuk tertular dan menularkan virus ini termasuk sub populasi kaum remaja, yang berdasarkan beberapa survey yang dilakukan diluar negri dan di Indonesia remaja memperlihatkan kecenderungan yang tinggi dalam melakukan aktifitas seksual mereka (Afifah, 2011). Center for Desease Control and Prepention (CDC) Amerika Serikat tahun 2009, menyatakan bahwa perilaku seksual berisiko menempatkan remaja pada risiko terinfeksi HIV, infeksi menular seksual, dan kehamilan tidak diinginkan. Diperkirakan anak muda usia tahun terinfeksi HIV pada 40 negara yang melaporkan ke CDC. Di Indonesia populasi remaja usia tahun berdasarkan proyeksi penduduk Indonesia per provinsi tahun adalah sekitar jiwa

3 dari total penduduk Indonesia jiwa (BPS, 2010). Namun tidak seluruh remaja Indonesia berada dalam kondisi yang baik, diantaranya adalah remaja jalanan atau lebih dikenal dengan anak jalanan. Anak jalanan memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak secara umumnya karena kontak sosial mereka terbatas pada lingkungan jalanan. Kelompok umur remaja merupakan bagian terbesar dari kelompok anak jalanan (usia tahun), sehingga masalah kesehatan pada anak jalanan adalah masalah perilaku remaja yaitu kebiasaan merokok, menggunakan NAPZA, seks bebas dan masalah kesehatan reproduksi seperti Infeksi menular seksual (IMS/PMS) dan HIV/AIDS (Kemenkes, 2010). Penelitian yang dilakukan Sedyaningsih dkk, tahun 2000 tentang perilaku seksual anak jalanan menunjukkan bahwa 22,3% diantara mereka sudah berhubungan seksual, dengan umur rata-rata waktu pertama kali hubungan adalah 15 tahun dengan rentang usia 7-18 tahun. Dari kelompok ini sepertiganya melakukan aktifitas seksual hampir setiap hari dan sebagian besar tidak menggunakan kondom yaitu sebesar 85%. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku seksual mereka sangat berisiko terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV AIDS. Belakangan anak yang hidup di jalan pengidap HIV/AIDS kian memprihatinkan. Pada tahun 2008 Dari orang anak jalanan, diantaranya terinfeksi HIV. Gaya hidup bebas dan terbatasnya informasi mengenai seks aman bagi mereka menyebabkan penyebaran HIV/AIDS kian tidak terkendali. Sayangnya anak-anak ini terpisah dari orang tua sehingga mempersulit dalam upaya pencegahan dan pembinaan. Terlebih, kurangnya pemahaman mereka mengenai seks aman untuk menghindari timbulnya berbagai penyakit menular seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS (Mujiran, 2009). Fenomena anak jalanan di Indonesia merupakan isu lain yang memerlukan perhatian khusus semua elemen masyarakat dan dibutuhkan penanganan serius dari berbagai pihak dalam menangani masalah dan dampak yang ditimbulkan akibat banyaknya anak jalanan. Pada tahun 2011 terdapat 4507 anak jalanan di Jawa Barat, sedangkan di kota Depok terdapat 417 anak jalanan laki-laki dan 316 anak jalanan perempuan yang tersebar diseluruh kota depok ( diunduh tanggal 15 April 2013). Yayasan Bina Insan Mandiri (YABIM) berada di terminal kota depok, merupakan salah satu bentuk partisipasi kepedulian masyarakat terhadap anak jalanan dalam mewujudkan pemenuhan hak-hak anak terutama dalam bidang pendidikan. Menurut pengurus

4 YABIM terdapat lima warga YABIM yang meninggal karena HIV/AIDS dari tahun Berdasarkan permasalahan diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana gambaran perilaku berisiko terinfeksi HIV pada remaja jalanan di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri (YABIM) Kota Depok tahun Tinjauan Teori AIDS (Acquired lmmuno Deficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human immunodeficiency virus) yang termasuk famili retroviride (Djoerban Z & Djauzi S, 2006). AIDS adalah terminologi sindroma penyakit yang pertama kali digunakan oleh para ahli epidemiologi terhadap sekelompok orang dewasa yang kehilangan imunitas seluler tanpa sebab yang jelas pada tahun Sindroma ini menggambarkan tahap klinis akhir dari infeksi HIV. Beberapa minggu hingga beberapa bulan sesudah terinfeksi, sebagian orang akan mengalami penyakit selflimited mononucleosis-like akut yang akan berlangsung selama 1 atau 2 minggu. Orang yang terinfeksi mungkin tidak menunjukkan tanda atau simptom selama beberapa bulan atau tahun sebelum manifestasi klinis lain muncul. Berat ringannya infeksi "opportunistic" atau munculnya kanker setelah terinfeksi HIV, secara umum terkait langsung dengan derajat kerusakan sistem kekebalan yang diakibatkannya (Chin J, 2009). HIV dapat ditularkan dari orang ke orang melalui kontak seksual yang tidak dilindungi (baik homo maupun heteroseksual), penggunaan jarum dan syringes yang terkontaminasi kontak dengan kulit yang lecet dengan sekret atau bahan infeksius, transfusi darah atau komponen-komponennya yang terinfeksi; transplantasi dari organ dan jaringan yang terinfeksi HIV. Sementara virus kadang-kadang ditemukan di air liur, air mata, urin dan sekret bronkial, penularan sesudah kontak dengan sekret ini belum pernah dilaporkan (Chin J, 2009). Menurut WHO, remaja adalah masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Remaja dapat didefinisikan berdasarkan umur

5 Faktor Faktor Predisposisi penguat Keterpaparan Umur informasi Perilaku Berisiko tentang Jenis kelamin HIV/AIDS Terinfeksi HIV Pengaruh Pendidikan teman kronologisnya. WHO (World Health pada Organization), Remaja mendefinisikan remaja sebaya Pengetahuan terhadap tentang perilaku HIV/AIDS (adolescent) berisiko bila telah mencapai usia tahun. Jalanan dan terinfeksi pencegahannya HIV Menurut Departemen Sosial RI anak jalanan adalah anak yang sebagian Sikap besar terhadap menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan HIV/AIDS atau tempat-tempat umum lainnya. Sedangkan menurut UNICEF : anak jalanan merupakan anak-anak berumur di bawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya. Perilaku berisiko terinfeksi HIV pada remaja jalanan terdiri dari faktor predisposisi yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan, dan sikap terhadap HIV sedangkan faktor penguat meliputi keterpaparan informasi dan pengaruh teman sebaya. Bagan 1 Kerangka Konsep

6 3. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang, dimana melihat masalah atau keadaan objek baik dari variabel dependen dan variabel independen pada saat yang bersamaan guna melihat hubungan antara faktor predisposisi (umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan tentang HIV/AIDS, sikap terhadap HIV/AIDS), faktor penguat (keterpaparan media tentang HIV/AIDS dan pengaruh teman sebaya) dengan perilaku berisiko tertular HIV/AIDS pada remaja jalanan di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota Depok Tahun Populasi penelitian ini adalah seluruh anak jalanan yang berusia tahun yang tinggal di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri tahun Sampel dari penelitian ini adalah total dari populasi yaitu seluruh anak jalanan usia yang tinggal di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri berjumlah 72 responden. Instrumen dari penelitian ini berupa kuesioner. Pertanyaan yang ada merupakan hasil pengembangan variabel-variabel yang mempengaruhi perilaku berisiko terinfeksi HIV pada remaja jalanan yang tinggal di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Depok. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri. Data dikumpulkan menggunakan instrumen berupa kuesioner dengan metode self administered quetioner (kuesioner yang diisi sendiri oleh responden) dan ditunggu oleh peneliti agar jika ada pertanyaan yang tidak dimengerti dapat langsung ditanyakan. Pengolahan data yang dilakukan meliputi editing, coding, entry dan cleaning. Analisis data yang dilakukan untuk penelitian ini menggunakan analisi univariat da analisis bivariat. 4. Hasil Penelitian Perilaku berisiko tertular HIV pada remaja jalanan diukur dengan beberapa pertanyaan berkaitan dengan tindakan yang pernah dilakukan oleh responden yang mempunyai potensi/risiko untuk tertular HIV/AIDS. Responden mempunyai perilaku berisiko terinfeksi HIV apabila mereka pernah menggunakan narkoba dengan jarum suntik secara bergantian dengan teman sesama pengguna narkoba suntik tanpa disterilkan dulu, melakukan tindik dan tattoo menggunakan jarum yang tidak steril dan bergantian dengan teman, melakukan hubungan seks dengan lebih dari satu pasangan tanpa menggunakan kondom, melakukan hubungan seks dengan PSK

7 tanpa menggunakan kondom, dan melakukan hubungan seksual melalui anus/dubur Perilaku responden berisiko terinfeksi HIV dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Berisiko Terinfeksi HIV Pada Remaja Jalanan Di Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota Depok Tahun 2013 Perilaku n % Berisiko 39 54,2 Tidak Berisiko 33 45,8 Total Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 72 orang remaja jalanan usia tahun yang tinggal di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri terdapat 54,2% responden memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV. Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pada Remaja Jalanan Di Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota Depok Tahun 2013 (N=72) Variabel n % Umur < 15 tahun 15 tahun ,1 63,9 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan ,8 22,2 Pendidikan < 9 tahun 9 tahun ,7 33,3 Tabel 2 menunjukan bahwa responden lebih banyak pada usia > 15 tahun, lakilaki dan berpendidikan < 9 tahun.

8 Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan dan Sikap terhadap HIV/AIDS Pada Remaja Jalanan Di Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota Depok Tahun 2013 (N=72) Variabel n % Pengetahuan Kurang Baik ,6 51,4 Sikap Negatif Positif ,1 56,9 Tabel 3 menunjukan bahwa responden lebih banyak yang memiliki pengetahuan baik dan bersikap positif tehadap HIV Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Keterpaparan Informasi Tentang HIV/AIDS Dan Pengaruh Teman Sebaya Pada Remaja Jalanan Di Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota Depok Tahun 2013 Variabel n % Keterpaparan Informasi Tidak terpapar 33 45, 8 Terpapar 39 54,2 Pengaruh teman Tidak dipengaruhi 29 40,3 Dipengaruhi 43 59,7 Tabel 3 menunjukan bahwa responden lebih banyak yang terpapar inormasi tentang HIV/AIDS dan Dipengaruhi oleh teman sebaya.

9 Tabel 5 Hasil Uji Bivariat Antara Faktor-Faktor Predisposisi Dan Perilaku Berisiko Terinfeksi HIV Pada Remaja Jalanan Di Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota Depok Tahun 2013 Perilaku Variabel Berisiko Tidak berisiko Nilai P OR n % n % 95% CI Umur - < 15 tahun 12 46, ,8 0,305 0, tahun 27 58, ,3 0,229-1,590 Jenis kelamin - Laki-laki 34 60, ,3 0,036 3,4 - Perempuan 5 31, ,8 1,039-11,124 Pendidikan - < 9 tahun 29 60, ,6 0,132 2,137-9 tahun 10 41, ,3 0,789-5,789 Pengetahuan - Kurang 25 71, ,6 0,004 4,107 - Baik 14 37, ,2 1,527 11,048 Sikap - Negatif 21 67, ,3 0,043 2,683 - Positif 18 43, ,1 1,543 7,103 Tabel 5 hasil analisis bivariat variabel umur responden dapat disimpulkan bahwa responden berisiko terinfeksi HIV lebih banyak pada umur 15 tahun yaitu 58,7% dibandingkan dengan responden yang berumur < 15 tahun yaitu 46,2%. Tetapi hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV (Nilai P= 0,305). Hasil analisis bivariat antara jenis kelamin dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV didapatkan 60,7% responden laki-laki dan 31,3% respoden perempuan berisiko

10 terinfeksi HIV. Responden berjenis kelamin laki-laki memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV lebih tinggi dari pada responden berjenis kelamin perempuan. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV (Nilai P= 0,036). Responden laki-laki memiliki peluang 3,4 kali lebih besar untuk melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV dibandingkan responden perempuan. Hasil analisis variabel pendidikan dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV pada tabel 5.14 disimpulkan bahwa responden berpendidikan kurang dari 9 tahun sebanyak 60,4% memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV lebih tinggi dibandingkan responden yang berpendidikan 9 tahun. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pendidikan dengan perilaku pencegahan infeksi HIV (Nilai P= 0,132). Hasil analisis bivariat antara pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan perilaku pencegahan infeksi HIV disimpulkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan kurang lebih banyak yang memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV yaitu 71,4%, dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV (Nilai P= 0,004). Responden yang memiliki pengetahuan kurang memiliki peluang 4 kali lebih besar untuk melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV dibandingkan yang memiliki pengetahuan baik. Hasil analisis bivariat antara sikap terhadap pencegahan infeksi HIV dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV disimpulkan bahwa responden yang bersikap negatif lebih banyak yang melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV sebesar 67,7%, dibandingkan dengan responden yang bersikap positif. Hasil uiji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV (Nilai P= 0,122). Responden yang bersikap negatif memiliki peluang 3 kali lebih besar untuk melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV dibandingkan responden yang bersikap positif.

11 Tabel 6 Hasil Uji Bivariat Antara Faktor Penguat Dan Perilaku Berisiko Terinfeksi HIV Pada Remaja Jalanan Di Rumah Singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota Depok Tahun 2013 Variabel Perilaku Nilai P OR 95% CI Berisiko Tidak berisiko n % n % Keterpaparan Informasi - Tidak terpapar 20 60, ,4 0,312 1,619 - Terpapar 19 48, ,3 0,633-4,142 Pengaruh teman sebaya - Dipengaruhi 24 55, ,2 0,043 2,683 - Kurang dipengaruhi 9 31, ,0 1,014-7,103 Tabel 6 Hasil analisis bivariat disimpulkan bahwa responden yang tidak terpapar informasi tentang HIV/AIDS lebih banyak yang memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV sebesar 60,6% dibandingkan dengan responden yang terpapar informasi tentang HIV/AIDS. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara paparan informasi tentang HIV/AIDS dengan perilaku pencegahan infeksi HIV (Nilai P= 0,312). Hasil analisis bivariat didapatkan bahwa perilaku berisiko terinfeksi HIV yang lebih banyak pada responden yang dipengaruhi oleh teman sebayanya (55,8%) dibandingkan dengan responden yang tidak dipengaruhi oleh teman sebaya. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV (Nilai P= 0,043) responden yang dipengaruhi oleh teman sebayannya memiliki peluang 2,683 kali lebih besar untuk melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV dibandingkan dengan responden yang tidak dipengaruhi oleh teman sebayanya.

12 5. Diskusi Perilaku berisiko terinfeksi HIV Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007). Perilaku merupakan faktor terbesar setelah lingkungan yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan individu, kelompok, ataupun masyarakat (Blum, 1947). Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa dari 72 orang remaja jalanan usia tahun yang tinggal di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri terdapat 54,2% responden memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV. Hal ini disebabkan karena banyak faktor yang mempengaruhi perilaku pada diri remaja jalanan terutama lingkungan dan pengaruh teman sebayanya, menurut Skinner (1938), dalam Notoatmodjo (2007) bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Perilaku terbentuk karena proses dan interaksi dengan lingkungannya. Selain itu remaja jalanan tidak tinggal bersama dengan orang tua/keluarga. Keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan remaja. Karena keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama yang meletakkan dasar-dasar kepribadian remaja. Umur Umur adalah lamanya hidup responden yang dihitung sejak lahir sampai ulang tahun terakhir saat penelitian dilakukan (Notoatmodjo, 2003) Dari 72 responden yang diteliti sebagian besar responden berumur 15 tahun yaitu sebesar 63,9% dan sisanya, 36,1% < 15 tahun. Hasil. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV. Hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan Hayati (2008) menunjukkan bahwa umur tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan perilaku risiko remaja. Dengan demikian umur bukan merupakan salah satu faktor yang menentukan seseorang untuk melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV. Responden yang lebih banyak melakukan perilaku berisiko adalah yang berumur 15 tahun, padahal seharusnya semakin bertambah umur, semakin banyak pengalaman seseorang sehingga dapat lebih bijaksana dalam menentukan hidupnya untuk tidak berbuat sesuatu dalam menentukan masa depannya.

13 Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan sifat atau ciri yang dapat membedakan antara lakilaki dan perempuan. Dari hasil penelitian ini ditemukan lebih banyak responden lakilaki sebanyak 56 responden atau 77,8% dibandingkan responden perempuan yaitu sebanyak 16 responden atau 22,2%. Hal ini dikarenakan banyaknya anak jalanan perempuan yang sudah tidak tinggal di rumah singgah, selain itu pada umumnya tempat tinggal mereka tidak jauh dari rumah singgah sehingga mereka akan lebih memilih tinggal dirumah mereka dibandingkan tinggal dirumah singgah. Sebagian besar responden yang memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV adalah laki-laki yaitu 46,2% sedangkan perempuan 31,3% hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara perilaku berisiko terinfeksi HIV dengan jenis kelamin laki-laki dan perempun. Responden laki - laki memiliki peluang 3,4 kali lebih besar untuk melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV. Menurut Nurulitasari (2004) dalam Hayati (2008) jenis kelamin laki-laki lebih berani melakukan perilaku berisiko karena didorong oleh sifat agresifnya dan suka tantangan. serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sitawati (2005) bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku seksual berisiko dimana laki-laki lebih berisiko dalam perilaku seksual dan mempunyai kecenderungan perilaku seksual yang lebih agresif, gigih dan sulit menahan diri dibandingkan dengan perempuan. Pendidikan Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah dicapai responden (Riskesdas, 2010). Dari hasil univariat diperoleh responden berpendidikan kurang dari 9 tahun sebanyak 60,4% memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV lebih tinggi dibandingkan responden yang berpendidikan 9 tahun sebanyak 41,7%. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV. Hal ini kemungkinan karena semakin tinggi pendidikan maka akan semakin bertambah pengalaman dan pengetahuan yang didapat, sehingga berpengaruh kedalam pola pikir dan sikap remaja. menurut Sarwono (2003) bahwa seseorang yang berpendidikan tinggi cenderung lebih besar kepeduliannya terhadap masalah-masalah kesehatan, peningkatan pendidikan akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga kesehatan.

14 Warnomena (2009) dalam Afifah (2011) menyatakan bahwa pendidikan dan pengetahuan yang rendah mempengaruhi cara berfikir seseorang. responden dengan pendidikan rendah cenderung memiiki cara berfikir yang sempit serta penyerapan informasi informasi yang kurang, hanya memikirkan kesenangan sesaat dan kurang memikirkan bahaya atau akibat yang akan ditimbulkan dari perilaku mereka Pengetahuan tentang HIV/AIDS Pengetahuan merupakan proses pengalaman dari tidak tahu menjadi tahu yang terjadi melalui penginderaan terhadap suatu objek. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan responden dinilai dari beberapa aspek yang mencakup pengetahuan mengenai penyebab, pengertian, cara penularan, test, pengobatan dan cara pencegahan HIV/AIDS. Pada penelitian ini ditemukan bahwa lebih banyak responden yang berpengetahuan baik daripada yang berpengetahuan kurang namu jika dilihat dari nilai rata-rata 6,61, yang artinya ratarata responden hanya menjawab benar 7 dari 18 pertanyaan. Responden yang memiliki pengetahuan kurang terutama mengenai penyebab HIV serta pada cara penularan dan pencegahan HIV. Pengetahuan merupakan dasar utuk dapat memahami suatu permasalahan, meski tidak selalu berkaitan langsung dengan upaya yang diambil dan cara yang ditempuh untuk menghindari penularan IMS atau HIV /AIDS. Mengetahui tentang cara menghindar dan kemana mencari pertolongan terkait terserang infeksi menular seksual (IMS), merupakan hal yang perlu diketahui oleh setiap orang, apalagi terhadap orang yang berisiko tinggi terhadap IMS termasuk HIV (BPS, 2005) dalam solehah (2008). Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Untuk berperilaku kesehatan, diperlukan pengetahuan dan kesadaran seseorang tentang manfaat perilaku tersebut baik bagi dirinya maupun orang lain. Sikap Terhadap HIV/AIDS Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007) sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dari analisis

15 univariat ditemukan sebesar 43,1% responden bersikap negatif dan 56,9% bersikap positif. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap terhadap HIV/AIDS dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV. Responden yang bersikap negatif cenderung melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV 3 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang bersikap positif. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Sitawati (2005) dimana tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku seksual berisiko pada anak jalanan. hal ini kemungkinan karena sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir melainkan dari pembelajaran sehari-hari. Sikap muncul dan diawali dari pengalaman yang didapatkan seseorang. Sikap merupakan determinan dari perilaku namun sikap juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang mendukung perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010). Sikap remaja untuk cenderung melakukan perilaku berisiko bisa juga disebabkan karena pengaruh dari lingkungan, misalnya dari teman-teman. Keterpaparan informasi tentang HIV Informasi merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2012). Hasil penelitian diperoleh 60,0% responden yang tidak terpapar informasi mengenai HIV/AIDS memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV dan 51,3% responden yang terpapar informasi tentang HIV/AIDS memiliki perilaku tidak berisiko. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara keterpaparan informasi tentang HIV/AIDS dengan perilaku pencegahan infeksi HIV. hal ini tidak sesuai dengan teori Kar (1983) dalam Notoatmodjo (2012) bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh niat orang terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan dari individu untuk mengambil keputusan/bertindak, dan situasi yang memungkinkan ia berperilaku/bertindak atau tidak berperilaku. Responden mendapatkan informasi tersebut 75% dari media cetak dan 72,2% dari media elektronik. Sesuai dengan SKRRI (2007) menunjukkan bahwa televisi merupakan jenis media yang paling banyak digunakan remaja untuk memperoleh informasi tentang HIV/AIDS (78% wanita dan 76% pria).

16 Pengaruh Teman Sebaya Teman sebaya mempunyai peran yang penting dalam memberikan informasi karena biasanya remaja lebih terbuka kepada teman sebaya dibandingkan kepada orangtua (Afiffah 2011). Dari hasil univariat sebagian besar responden yang memiliki perilaku berisiko terinfeksi HIV dipengaruhi oleh teman sebaya yaitu sebesar 59,7%. Dimana hampir 90% responden pernah diajak teman untuk merokok, 73,6% minum-minuman keras, 66,7% membuat tattoo dan 61,1% melakukan tindik. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock, (1996) dalam Sovita, (2011) Teman sebaya dalam kehidupan pergaulan remaja sehari-hari cenderung berkelompok dan merasa aman dalam kelompok tersebut sehingga keterlibatan teman tersebut berpengaruh pada perilaku remaja baik itu sesuai dengan nilai norma maupun yang menyimpang tanpa berfikir akibat yang akan terjadi pada dirinya maupun keluarganya. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV. Responden yang dipengaruhi oleh teman sebayanya mamiliki peluang 2,7 kali lebih besar untuk melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV dibandingkan dengan responden yang tidak dipengaruhi oleh teman sebayanya. Penelitian Sovita (2011) menunjukkan hal yang sama bahwa ada hubungan yang bermakna antara peran teman sebaya dengan perilaku seksual berisiko pada remaja. 6. Kesimpulan Perilaku berisiko terinfeksi HIV pada remaja jalanan di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota Depok Tahun 2013 lebih banyak responden yang memiliki perilaku Berisiko daripada Responden yang memiliki perilaku tidak berisiko. Perilaku Berisiko terinfeksi HIV pada remaja jalanan di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota Depok Tahun 2013 menurut faktor predisposisi, hanya variabel Jenis Kelamin, pengetahuan tentang HIV/AIDS, dan sikap terhadap HIV/AIDS yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV sedangkan variabel umur dan pendidikan tidak mempunyai hubungan yang bermakna. Perilaku Berisiko terinfeksi HIV pada remaja jalanan di rumah singgah Yayasan Bina Insan Mandiri Kota Depok Tahun 2013 menurut faktor penguat, hanya variabel pengaruh teman sebaya yang mempunyai hubungan yang bermakna

17 dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV sedangkan variabel keterpaparan informasi tentang HIV/AIDS. 7. Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka penulis ingin memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Mengingat jenis kelamin, pengetahuan, sikap dan pengaruh teman sebaya memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV maka ke empat variabel tersebut menjadi faktor penting untuk pencegahan perilaku berisiko terinfeksi HIV sehingga pemberian informasi guna meningkatkan kesadaran dan perubahan perilaku dari berisiko menjadi tidak berisiko sebaiknya difokuskan pada remaja laki-laki. 2. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan perilaku berisiko terinfeksi paling banyak adalah penggunaan jarum tidak steril untuk tindik, tattoo dan narkoba suntik, maka perlu adanya kerjasama lintas sektor dan lintas program agar diadakan penyuluhan berkala mengenai HIV/AIDS dikalangan remaja jalanan (kerjasama antara petugas kesehatan, dan pembimbing rumah singgah) tidak hanya itu saja perlu kerjasama dengan pihak-pihak terkait (dinas kesehatan kota depok, dinas sosial, serta puskesmas wilayah setempat dengan Yayasan Bina Insan Mandiri) untuk penyediaan desinfektan untuk mensterilkan jarum serta meningkatkan penjangkauan program harm reduction pada anak jalanan di terminal depok. 3. Saran untuk peneliti selanjutnya, dikarenakan kalangan remaja jalanan memiliki risiko tinggi terhadap penularan HIV maka perlu dilakukan penelitian dengan populasi yang lebih besar dengan variabel yang lebih banyak lagi dan menggunakan metode penelitian kualitatif 8. Daftar Pustaka Afifah, N F. (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS dikalangan remaja SMA dan sederajat di kota Cilacap tahun Tesis Mahasiswa FKM UI. Depok. Badan Pusat Statistik dan Departemen Kesehatan RI. (2008) Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia Jakarta :BPS-Depkes.

18 CDC. (2011). Sexual Risk Behavior: HIV, STD, & Teen Pregnancy Prevention. di unduh tanggal 24 Februari Chin, J. (2009). Manual Pemberantasan Penyakit Menular (I Nyoman Kandun) (Ed. 17). Jakarta: Infomedika. Dzoerban, Z & Djauzi, S. (2006). Buku Ajar Penyakit Dalam (Ed. 4 Jilid 3). Jakarta: Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). (2010). Strategi dan Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS Tahun Jakarta: KPAN Kemenkes, RI. (2010). Pedoman Umum Perlindungan Kesehata Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Bina kesehatan Masyarakat. Kemenkes, RI. (2012). Laporan Situasi Perkembangan HIV & AIDS di Indonesia s.d 30 September Jakarta: Direktorat Pengendalian penyakit & Penyehatan Lingkungan. Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. UNAIDS Report on the global AIDS epidemic. (2012). Global Report. y/2012/gr2012/ _unaids_global_report_2012_with_annexes_en.p df diunduh tanggal 30 januari 2013 Sedyaningsih, R Endang, et al (2000) prevalensi infeksi menular seksual, faktor risiko dan perilaku Di kalangan anak jalanan yang dibina lembaga swadaya Masyarakat di jakarta, tahun Buletin Penelitian Kesehatan Vol. 33 no.3 tahun 2005.

19

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Virus ini menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan penyakit yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi HIV adalah melalui kontak seksual;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV merupakan suatu virus yang dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh pada manusia. Virus ini akan memasuki tubuh manusia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masih terdapat banyak penyakit di dunia yang belum dapat diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan kesehatan yang sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Insidensi infeksi HIV-AIDS secara global cenderung semakin meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kesehatan yang dikenal dengan promosi kesehatan adalah suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan kemampuan (ability) masyarakat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal akibat HIV/AIDS, selain itu lebih dari 6000 pemuda umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. meninggal akibat HIV/AIDS, selain itu lebih dari 6000 pemuda umur tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Fakta bahwa sekitar 2000 anak diseluruh dunia umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan  hasil Riset Kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan Kemitraan Kementerian Kesehatan www.depkes.go.id hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit menular akibat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan tubuh serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah HIV merupakan famili retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia terutama limfosit (sel darah putih) dan penyakit AIDS adalah penyakit yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV) dan ditandai dengan imunosupresi berat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan merupakan penyebab kematian bagi penderitanya. Penyakit menular adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang melanda dunia. Menurut data WHO (World Health Organization) tahun 2012,

Lebih terperinci

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon Serambi Saintia, Vol. V, No. 1, April 2017 ISSN : 2337-9952 Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon Maya Maulida Fitri 1, Masyudi 2 1,2) Fakultas Kesehatan Masyarakat USM Email: masyudi29@gmail.com

Lebih terperinci

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH HIV/AIDS Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Definisi HIV/AIDS Tanda dan gejala HIV/AIDS Kasus HIV/AIDS di Indonesia Cara penularan HIV/AIDS Program penanggulangan HIV/AIDS Cara menghindari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan AIDS adalah suatu penyakit yang fatal. Penyakit ini disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan pandemi terhebat dalam kurun waktu dua dekade terakhir. AIDS adalah kumpulan gejala penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) semakin meningkat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus). Kasus HIV dan AIDS pertama kali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit menular yang belum dapat diselesaikan dan termasuk iceberg phenomenon atau fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu infeksi oleh salah satu dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Immuno Deficiency Syndrom) merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Immuno Deficiency Syndrom) merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immuno Deficiency Syndrom) merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia dewasa ini, terdapat hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang termasuk dalam famili lentivirus. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggitingginya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana seorang anak mengalami pubertas dan mulai mencari jati diri mereka ingin menempuh jalan sendiri dan diperlakukan secara khusus. Disinilah

Lebih terperinci

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu rumah tangga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemik.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG HIV-AIDS DAN VOLUNTARY COUNSELLING AND TESTING (VCT) SERTA KESIAPAN MENTAL MITRA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN KE KLINIK VCT DI SURAKARTA

Lebih terperinci

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Caecilia Takainginan 1, Ellen Pesak 2, Dionysius Sumenge 3 1.SMK Negeri I Sangkub kabupaten Bolaang Mongondow Utara 2,3,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menyadarkan para wanita tuna susila tentang bahaya HIV/AIDS itu perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan masyarakat. Hal ini penting karena para wanita tuna susila itu dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan pandemi global yang menimbulkan dampak kesehatan, sosial, ekonomi, dan politik.

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN PENELITIAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN KONDOM DALAM UPAYA PENCEGAHAN HIV-AIDS PADA PSK El Rahmayati*, Ririn Sri Handayani* Acquired Immune Deficiency Syndrome atau AIDS merupakan kumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV/AIDS sebagai salah satu epidemik yang paling menghancurkan pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health Organization (WHO) 2012 menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS dan penularannya di dunia meningkat dengan cepat, sekitar 60 juta orang di dunia telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS dan penularannya di dunia meningkat dengan cepat, sekitar 60 juta orang di dunia telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS dan penularannya di dunia meningkat dengan cepat, sekitar 60 juta orang di dunia telah terinfeksi HIV. Penyebaran dan penularan HIV/AIDS dominan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok Wanita Penjaja Seks (WPS) di Indonesia pada saat ini, akan menyebabkan tingginya risiko penyebaran infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah internasional dalam bidang kesehatan adalah upaya menghadapi masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang tertuang pada target keenam Millennium Development

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini salah satu aspek kesehatan yang menjadi bencana bagi manusia adalah penyakit yang disebabkan oleh suatu virus yaitu HIV (Human Immunodeficiency Virus)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016 HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016 Noorhidayah 1, Asrinawaty 2, Perdana 3 1,2,3 Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired immune deficiency syndrome (AIDS), merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan karena menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh human immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Menurut Center

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Siswa SMA Negeri 1 Bandung terhadap Penularan dan Pencegahan HIV/AIDS Tahun 2016 Relationship Between Knowledge

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian kehamilan diluar nikah pada remaja di pedesaan dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang rendah akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan masalah besar dalam kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat individu rentan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seksual yang berisiko di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian bahwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 1 juta orang mendapatkan Penyakit Menular Seksual (PMS) setiap hari. Setiap tahun sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 1 juta orang mendapatkan Penyakit Menular Seksual (PMS) setiap hari. Setiap tahun sekitar 500 juta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 1 juta orang mendapatkan Penyakit Menular Seksual (PMS) setiap hari. Setiap tahun sekitar 500 juta orang menjadi sakit dengan salah satu dari 4 PMS yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia, tidak dapat diperkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual a. Penyebab penyakit (agent) Penyakit menular seksual sangat bervariasi dapat berupa virus, parasit, bakteri, protozoa (Widyastuti, 2009).

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2 Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 201 Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2 1 Puskesmas Bulupoddo, 2 Dinas Kesehatan Kabupaten Sinjai, Sulawesi

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMA TENTANG HIV/AIDS DI SMU NEGERI 1 WEDI KLATEN. Sri Handayani* ABSTRAK

PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMA TENTANG HIV/AIDS DI SMU NEGERI 1 WEDI KLATEN. Sri Handayani* ABSTRAK PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMA TENTANG HIV/AIDS DI SMU NEGERI 1 WEDI KLATEN Sri Handayani* ABSTRAK HIV/AIDS menduduki peringkat pertama di Indonesia terutama di Propinsi DKI Jakarta. Kasus HIV/AIDS sebagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah sejenis virus yang menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi menurut International Cooperation Populatiom and Development (ICPD) 1994 adalah suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Epidemi human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Epidemi human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemi human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency syindrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di dunia. Di tingkat global,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV/AIDS, mempromosikan perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun 2008-2009. Menurut data per 31 Desember 2008 dari Komisi Penanggulangan AIDS Pusat, di 10 Propinsi jumlah kasus

Lebih terperinci

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA MAHASISWA TINGKAT I TAHUN AJARAN 2013-2014 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti

Lebih terperinci

PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN

PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN Rachel Dwi Wilujeng* *Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl. Dukuh Pakis Baru II no. Surabaya Email : admin@akbid-griyahusada.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, menyebabkan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi HIV&AIDS di Indonesia sudah berlangsung selama 15 tahun dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang memudahkan penularan virus penyakit

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promiskuitas merupakan aktifitas seksual yang dilakukan dengan banyak atau lebih dari satu pasangan yang telah dikenal ataupun baru dikenal. Dampak perilaku promiskuitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk terbanyak keempat di dunia yaitu sebesar 256 juta jiwa pada tahun 2015. Pada tahun 2025 diproyeksikan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut merusak sistem

Lebih terperinci

3740 kasus AIDS. Dari jumlah kasus ini proporsi terbesar yaitu 40% kasus dialami oleh golongan usia muda yaitu tahun (Depkes RI 2006).

3740 kasus AIDS. Dari jumlah kasus ini proporsi terbesar yaitu 40% kasus dialami oleh golongan usia muda yaitu tahun (Depkes RI 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immuno-defiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak jalanan merupakan fenomena nyata bagian dari kehidupan yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak jalanan sering diabaikan dan tidak dianggap

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya.

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya. LAMPIRAN 1 KUESIONER LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER Saya bertandatangan di bawah ini: Nama : Umur : Setelah membaca penjelasan di atas, maka dengan ini menyatakan saya bersedia ikut berpatisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak pertama kali ditemukan (1987) sampai dengan Juni 2012, kasus HIV/AIDS tersebar di 378 (76%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh (33) provinsi di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian penderitanya. Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek kesehatan pada akhir abad ke-20 yang merupakan bencana bagi manusia adalah munculnya penyakit yang disebabkan oleh suatu virus yaitu HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang datang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengakomodasi kesehatan seksual, setiap negara diharuskan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang mengakomodasi kesehatan seksual, setiap negara diharuskan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan yang ditetapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) adalah sindrom kekebalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena memiliki masa laten, dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia. Hal ini dilihat dari prevalensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency Syndrome (AIDS) adalah masalah besar yang mengancam banyak negara di seluruh dunia. Tidak ada negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian tentang kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa 75% wanita di dunia pasti mengalami keputihan paling tidak sekali seumur hidup dan 45% diantaranya dapat mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui aktivitas seksual dengan pasangan penderita infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang dari 30 jenis mikroba (bakteri, virus,

Lebih terperinci

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN PENGARUH STIGMA DAN DISKRIMINASI ODHA TERHADAP PEMANFAATAN VCT DI DISTRIK SORONG TIMUR KOTA SORONG Sariana Pangaribuan (STIKes Papua, Sorong) E-mail: sarianapangaribuan@yahoo.co.id ABSTRAK Voluntary Counselling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab Acquired BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). AIDS sendiri merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa perubahan atau masa peralihan dari masa anakanak ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis maupun

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dengan menyerang sel darah putih CD4 yang berada pada permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang mudah menular dan mematikan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit infeksi dan salah satunya adalah penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS). Selain itu, pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan dan perkembangan yang cepat baik fisik, mental, dan psikososial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melemahkan kekebalan tubuh manusia. Sedangkan Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. melemahkan kekebalan tubuh manusia. Sedangkan Acquired Immune Deficiency BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang melemahkan kekebalan tubuh manusia. Sedangkan Acquired Immune Deficiency Sindrome (AIDS) merupakan berbagai gejala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk.,

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk., BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual dan penggunaan jarum suntik yang sering dikaitkan dengan kesehatan reproduksi terutama

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA LAKI-LAKI DI SMA X KABUPATEN KUDUS

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA LAKI-LAKI DI SMA X KABUPATEN KUDUS HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA LAKI-LAKI DI SMA X KABUPATEN KUDUS Rahmadhiana Febrianika *), Bagoes Widjanarko **), Aditya Kusumawati ***) *)Mahasiswa Peminatan PKIP FKM

Lebih terperinci