TINJAUAN YURIDIS PENJAMINAN POLIS ASURANSI DALAM PEMBERIAN FASILITAS KREDIT PADA PERUSAHAAN ASURANSI BRINGIN LIFE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN YURIDIS PENJAMINAN POLIS ASURANSI DALAM PEMBERIAN FASILITAS KREDIT PADA PERUSAHAAN ASURANSI BRINGIN LIFE"

Transkripsi

1 TINJAUAN YURIDIS PENJAMINAN POLIS ASURANSI DALAM PEMBERIAN FASILITAS KREDIT PADA PERUSAHAAN ASURANSI BRINGIN LIFE SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo Oleh: IBRAHIM BAFADAL H1A BAGIAN HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017

2 ii

3 iii

4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN.. ii HALAMAN PENGESAHAAN...iii DAFTAR ISI...iv ABSTRAK... v KATA PENGANTAR... vi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 8 C. Tujuan Penelitian... 8 D. Manfaat Penelitian... 8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan UmumTentangAsuransi PengertianAsuransi Dasar Hukum Asuransi PengertianAsuransi Jiwa Polis Asuransi Asas-asas Dalam Hukum Asuransi Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Asuransi Jiwa...33 B. TinjauanUmum Tentang Jaminan PengertianJaminan Dasar Hukum Jaminan Penggolongan Jaminan iv

5 C. Tinjauan UmumTentangPerjanjian PengertianPerjanjian Pokok-pokok Pengaturan Tentang Wanprestasi...47 D. TinjauanUmum Tentang Kredit PengertianKredit Unsur unsur Kredit Fungsi Kredit Manfaat Kredit BAB III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian B. Pendekatan Penelitian C. Sumber Bahan Hukum D. Pengumpulan Bahan Hukum E.Langkah- Langkah Penelitian Hukum...66 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum PT Asuransi Jiwa BRIngin Jiwa Sejahtera (BRInginLife)...67 B. Kedudukan polis asuransi jiwa yang digunakan sebagai jaminan dalam pemberian fasilitas kredit di perusahaan asuransi bringin life...70 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B.Saran DAFTAR PUSTAKA iv

6 ABSTRAK Ibrahim Bafadal(H1 A ) memilih judul Tinjauan Yuridis Penjaminan Polis Asuransi Jiwa Dalam Pemberian Fasilitas Kredit Pada Perusahaan Asuransi Bringin life. dibawah bimbingandr. Muhamad Satria S.H., M.Kn sebagai pembimbing I danhari Yusuf S.H., M.H sebagai pembimbing II. Tujuan penelitian ini di harapkan dapat membantu para calon debitur atau calon kreditur dalam melakukan kegiatan pinjam meminjam uang atau kredit pada salah satu lembaga penjaminan dan dapat membantu mengetahui kedudukan polis asuransi yang dijadikan sebagai jaminan di perusahaan asuransi bringin life Penelitian ini dikualifikasikan sebagai penelitian hukum normatif yang mengkaji kesenjangan antara ketentuan yang ada di undang undang dengan apa yang terjadi di masyarakat. Bahan hukum dalam penelitian ini yaitu yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas yang terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. Sedangkan bahan Non hukum dalam penelitian ini yaitu Bahan non hukum adalah wawancara, dialog, kesaksian ahli hukum di pengadilan, seminar, ceramah, dan kuliah. Kedudukan polis asuransi jiwa sebagai jaminan pengambilan fasilitas kredit di perusahaan asuransi bringin life adalah sebagai benda bergerak yang tidak berwujud sehingga oleh karenanya dapat di jadikan sebagai objek jaminan atas kredit dengan menggunakan jaminan kebendaan gadai. Yang dimana objek dalam gadai salah satunya adalah benda bergerak yang tidak berwujud yang dalam hal ini berupa hak tagih atau piutang yang dalam penelitian ini adalah polis asuransi jiwa. polis asuransi jiwa adalah alat bukti adanya perjanjian asuransi antara penanggung dan tertanggung. polis asuransi jiwa yang dijadikan objek gadai dikategorikan sebagai piutang atas bawa. Piutang atas bawa adalah surat piutang yang memungkinkan pembayaran kepada siapa saja yang memegang atau membawa surat itu. Kata-kata Kunci : Asuransi, Polis asuransi, Jaminan v

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu WaTa ala yang telah memberikan rahmat serta kasih sayang-nya yang takterhingga. Sholawat serta salam, penulis haturkan kepada Rasulullah ShalallahuA laihiwasallam sebagai suritaula dan bagi seluruh umat manusia. Atas segala rahmat dan kasih saying tersebut, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan masa studi pada Jurusan Ilmu Hukum Bagian Keperdataan, Fakultas Hukum Universitas Halu OleoKendari. Ucapan terimakasih dan rasa hormat kepada Ayahanda tercinta Awaludin Bafadal dan Ibunda tercinta Hudayah Panto yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik, dan memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis. Ucapan terima kasih kepada saudaraku tercinta Abd Rachman Bafadal, Farida Bafadal,danFahmi Bafadal atasdukungan yang diberikan pada saat penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kelemahan dan kekurangan sehingga membutuhkan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada Bapak Dr.Muhamad Satria S.H., M.Kn sebagai Pembimbing I dan Bapak Haris Yusuf S.H., M.H sebagai Pembimbing II atas segala arahan dan bimbingannya selama penelitian ini dirampungkan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada : vi

8 1. Dekan Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo Prof. Dr. H. Muhammad Jufri, SH, MS beserta seluruh jajarannya. 2. Ketua Jurusan Ilmu Hukum, Heryanti, S.H, M.H seluruh dosen pengajar dan seluruh staf lingkup Fakultas Hukum, yang telah banyak memberikan dukungan dan bimbingan selama mengikuti pendidikan. 3. Dewan penguji Ibu Dr. Deity Yuningsih, S.H, M.H, Ibu Jumiati Ukkas, S.H., M.H danibunur Intan, S.H., M.H, yang telah memberikan arahan dan bimbingan agar penelitian ini terselesaikan dengan baik. 4. Ibu Sahrina Safiudin, S.H., M.H,selaku penasehat akademik. 5. Keluarga besar yang selalu memberikan dorongan dan nasihat serta pengorbanan yang tidak ternilai yang telah diberikan selama penulis menempuh studi. 6. Teman-teman seperjuanganku Hukum UHO 2013, khususnya bagian Keperdataan 2013 yang setia menemani dari awal hingga akhir dirampungkannya penelitian ini, serta yang terkhususnya lagi bagi teman teman anak kelas C Hukum UHO terima kasih banyak yang selalu menemani dalam keadaan suka maupun duka dari semester awal sampai semester terakhir. 7. Teman-teman anak FAAMEN SQUAD, anak KPSJ, anak futsal Hukum UHO yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam menyusun penelitian ini. vi

9 8. Seluruh pihak yang telah membantu yang namanya tidak dapat penulis tuliskan satu per satu. Akhirnya penulis menyerahkan semua kepada Allah SWT, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan demi kemaslahatan umat manusia. Amin. Kendari, Juli 2017 Penulis vi

10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan asuransi di Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai perusahaan asuransi berlomba-lomba menawarkan program asuransi baik bagi masyarakat maupun perusahaan. Manfaat asuransi sangat penting dan besar pada masa sekarang ini. Pada era globalisasi seperti sekarang ini pembanangunan di sektor ekonomi sangatlah penting, dimana untuk kemajuan ekonomi tidak terlepas dari tersedianya modal yang cukup baik untuk usaha kecil, menengah, maupun besar. Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan mendapatkan penggantian dari kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut. Abbas Salim mendefinisikan asuransi adalah merupakan suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti atau substitusi. kerugiankerugian besar yang belum terjadi. Secara sederhana, dalam asuransi seseorang bersedia membayar kerugian yang sedikit untuk masa sekarang agar bisa menghadapi kerugian besar yang mungkin terjadi dimasa depan. 1

11 2 Kerugian besar yang mungkin terjadi di masa depan dipindahkan kepada perusahaan asuransi. Pengertian tersebut beranggapan bahwa risiko atau kerugian yang belum pasti datangnya akan ditanggung oleh perusahaan asuransi sehingga tanggung jawab kerugian yang belum pasti datangnya akan ditanggung oleh perusahaan asuransi. 1 Asuransi dalam aspek hukum yang terdapat dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang Pasal 246 asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian yang antara seorang penanggung yang mengikatkan diri kepada tertanggung dengan mana tertanggung menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya oleh karena suatu sebab seperti kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Asuransi merupakan hubungan hukum antara dua pihak yang mengikatkan diri didalam suatu perjanjian yang mana mengakibatkan hak dan kewajiban antara tertanggung (insured/assure) atau pihak yang mempercayakan (mengasuransikan) miliknya terhadap suatu resiko yang mungkin akan terjadi dan penanggung (insurer/underwriter) atau pihak yang menerima pertanggungan dan pihak ini lazim disebut Perusahan Asuransi. Polis memegang peranan penting sebagai sarana untuk menjaga konsistensi pertanggungjawaban baik pihak penanggung maupun tertanggung. Dengan adanya polis asuransi perjanjian antara kedua belah pihak mendapatkan keluasan secara hukum. Dengan memiliki polis asuransi 1 Abbas Salim, 2003, Asuransi Dan Manajemen, Jakarta, Raja Grafindo, hlm. 01.

12 3 tersebut maka pihak tertanggung memiliki jaminan bahwa pihak penanggung akan mengganti kerugian yang mungkin dialami oeh tertanggung akibat peristiwa tak terduga. Polis merupakan bukti otentik yang dapat digunakan oleh tertanggung dalam hal untuk mengajukan klaim apabila penanggung mengabaikan tanggung jawabnya. Penggantian finansial dari pihak penanggung penggantian finansial dari pihak penanggung apabila pihak tertanggung mengabaikan tanggung jawabnya. Penggantian yang berupa finansial dari pihak penanggung akan bermanfaat untuk mengembalikan tertanggung pada kedudukannya semula sebelum mengalami kerugian dan menghindarkan tertanggung dari kebangkrutan. MenurutAgus Surjarwo, pengertian polis secara umum adalah untuk setiap perjanjian yang dibuat perlu dibuat bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, bukti tertulis tersebut polis, sedangkan pengertian polis menurut Hendro prasetyo adalah bukti perjanjian antara pihak penanggung (insurer) dalam hal ini adalah perusahaan dan pihak tertanggung (insured) dalam hal ini pihak yang menggunakan asuransi. Jadi polis merupakan satu-satunya alat bukti tertulis bahwa telah terjadi pertanggungan antara tertanggung dengan penanggung, Pasal 258 ayat 1 KUHD yang berbunyi Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa pertanggungan telah terjadi. Dalam polis dicantumkan semua ketentuan dan syarat mengenai pertanggungan yang telah dibuat. Begitu pula pada polis asuransi jiwa yang didalam akta polis yang dipertanggungkan adalah jiwa si tertanggung.

13 4 Dengan demikian asuransi terutama asuransi jiwa mempunyai tujuan memberikan jaminan proteksi kepada nasabahnya (tertanggung) apabila si tertanggung mengalami hal-hal yang tidak diharapkan. Sedangkan Klaim Asuransi adalah pembayaran ganti rugi kepada pihak tertanggung bila mengalami kerugian yang tidak dapat dihindari. Sehingga pembayarannya sesuai dengan tingkat masalah atau kerugian yang dihadapi, yang disesuaikan pula dengan nilai barang yang diasuransikan pada waktu itu. Sedangkan pada asuransi jiwa pembayaran klaim asuransi sesuai dengan keterangan diagnosa dokter yang merawatnya dan tingkat resiko yang dialaminya. Menurut M. Bahsan, penilaian terhadap objek jaminan kredit dilakukan dengan cara penilaian secara hukum atas objek jaminan kredit, antara lain : pertama adalah dengan melihat legalitas dari objek jaminan kredit, dalam hal beberapa objek jaminan kredit, baik yang termasuk barang bergerak dan tidak bergerak maupun yang berupa penanggungan hutang telah diatur oleh suatu peraturan perundang-undangan karena dengan merujuk kepada peraturan perundang-undangan tersebut maka akan diketahui legalitas dari objek jaminan kredit tersebut. 2 Kedua, penilaian secara ekonomi terhadap objek jaminan yang salah satunya adalah jenis dan bentuk jaminan. dalam hal ini bank terlebih dahulu telah mengetahui secara jelas mengenai objek jaminan kredit, yaitu apakah merupakan barang bergerak dan apa jenisnya, barang tidak bergerak dan apa jenisnya, penanggungan hutang dan apa jenisnya, sebagaimana yang telah diketahui berdasarkan penilaian secara 2 M. Bahsan, 2012, Hukum Jaminan Dan jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta, Cetakan Ketiga, Raja Grafindo Persada, hlm

14 5 hukum. Masing-masing jenis objek jaminan kredit mempunyai nilai ekonomi yang berbeda-beda, misalnya secara umum nilai ekonomi tanah lebih baik dari nilai ekonomi barang persediaan yang berupa barang mentah atau persediaan. 3 Mengenai nilai ekonomi suatu benda yang dijadikan sebagai jaminan, Munir Fuady dalam bukunya hukum jaminan hutang menyatakan bahwa suatu jaminan hutang yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, salah satunya mempersyaratkan bahwa objek jaminan Polis asuransi dapat dikatagorikan sebagai benda yang bisa dijaminkan sebagai setidaknya harus memenuhi kedua syarat di atas, yaitu legalitas dari polis asuransi tersebut dan nilai ekonomi polis asuransi sehingga dapat dijadikan sebagai jaminan. 4 Yang behak melakukan pinjaman dengan polis asuransi hanya para nasabah dari suatu perusahaan asuransi saja. Dengan kata lain seseorang yang akan melakukan pinjaman tersebut harus terlebih dahulu menjadi salah satu nasabah dari suatu perusahaan asuransi. Lain halnya dengan perjanjian kredit pada bank yang tidak mengharuskan seseorang harus menjadi nasabah bila akan melakukan pinjaman kredit pada bank tersebut pemberian pinjaman oleh perusahaan suransi hanyalah merupakan salah satu bentuk investasi bukan bisnis utama pada perusahaan asuransi. Dengan kata lain misi utamanya adalah mensejahterakan masyarakat asuransi tersebut kalaupun bisa menyalurkan dana dalam bentuk pinjama dengan jaminan polis hal ini tetap 3 Ibid, hlm Munir Fuady, 2013, Hukum Jaminan Hutang, jakarta, Erlangga, hlm. 04.

15 6 dalam rangka memasyarakatkan asuransi. Dewasa ini jenis lembaga keuangan bukan bank yang ada di indonesia meliputi : lembaga pembiayaan, lembaga pasar modal, dana pensiun, pegadaian, perdagangan valuta asing, asuransi, dan koperasi simpan pinjam. Mengingat jenis lembaga keuangan semacam ini mempunyai arti penting dalam bisnis masyarakat maka secara bertahap pemerintah mengembangkan dan mengatur usahanya melalui peraturan pemerintah maupun surat keputusan menteri keuangan republik indonesia. Kegiatan pinjam-meminjam uang atau yang lebih dikenal dengan istilah kredit dalam praktek kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi, bahkan istilah kredit ini tidak hanya dikenal oleh masyarakat perkotaan, tetapi juga sampai pada masyarakat di pedesaan. Kredit umumnya berfungsi untuk memperlancar suatu kegiatan usaha, dan khususnya bagi kegiatan perekonomian di Indonesia sangat berperan penting dalam kedudukannya, baik untuk usaha produksi maupun usaha swasta yang dikembangkan secara mandiri karena bertujuan meningkatkan taraf kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari hari dapat kita liat bahwa masalah pinjam meminjam uang antara seorang dengan orang lain sangatlah sering terjadi bahkan kita juga sering melakukanya. Pinjam meminjam uang bukanlah hanya dilakukan antara orang dengan orang lain, akan tetapi juga antara seseorang dengan bank atau seorang dengan perusahaan asuransi jiwa melalui pinjaman dengan jaminan polis asuransi seperti yang terjadi pada perusahaan asuransi bringin life yang memberikan pinjaman kepada nasabahnya dengan

16 7 menjaminkan polis asuransi sebagai jaminan untuk pengambilan kredit pada perusahaan asuransi tersebut. Hal ini pada prakteknya masyarakat selalu melakukan kegiatan pinjam meminjam uang atau biasa disebut kredit dengan menjaminkan polis asuransinya kepada perusahaan asuransi tanpa mengetahui apakah hal ini sudah sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Mereka hanya ingin bagaimana cara mendapatkan kredit dengan mudah dan cepat tanpa mengetahui mengenai sah atau tidaknya, boleh atau tidaknya melakukan peminjaman pada perusahaan asuransi tersebut. Pengaturan mengenai polis asuransi sebagai jaminan ini juga tidak diatur dalam peraturan perundang undangan baik secara umum maupun khusus hal ini tersebut dapat menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaannya. Sebagaimana yang penulis pahami juga bahwa perusahaan asuransi itu adalah merupakan perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko kerugian, kehilangan, atau yang berkaitan dengan hidup atau meninggalnya seseorang bukan merupakan perusahaan yang memberikan jasa peminjaman uang kepada nasabahnya. Dari hal tersebut diatas penulis tertarik untuk mempelajari, memahami, dan meneliti secara lebih mendalam mengenai hal tersebut di atas, sehingga penulis menyusunnya dalam suatu penulisan hukum yang berjudul: Tinjauan Yuridis Penjaminan Polis Asuransi dalam Pemberian Fasilitas Kredit Pada Perusahaan Asuransi Bringin life

17 8 B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang di rumuskan adalah Bagaimana kedudukan polis asuransi jiwa yang digunakan sebagai jaminan dalam pemberian fasilitas kredit di perusahaan peransuransian Bringin life? C. Tujuan Peneltian Untuk mengetahui Bagaimana kedudukan polis asuransi jiwa yang digunakan sebagai jaminan dalam pemberian fasilitas kredit di perusahaan peransuransian Bringin life? D. Manfaat Penelitian Mengenai manfaat dari penelitian ini dapat diklasifikasikan atas manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah untuk memberikan untuk menambah pengetahuan penulis tentang tinjauan yuridis penjaminan polis asuransi dalam pemberian fasilitas kredit pada perusahaan asuransi bringin life. 2. Manfaat Praktis

18 9 Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran juridis dan masukan-masukan yang bermanfaat demi perkembangan ilmu pengetahuan terhadap tinjauan yuridis penjaminan polis asuransi dalam pemberian fasilitas kredit pada perusahaan asuransi bringin life.

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Asuransi 1. Pengertian Asuransi Istilah asuransi atau pertanggungan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu dari kata verzekering. Di indonesia, para sarjana tidak ada keseragaman dalam pemakaian istilah pertanggungan. Dalam uraian skripsi ini nanti tidak dibedakan istilah asuransi atau pertanggungan, keduannya digunakan secara bergantian. Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa : Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering berarti pertanggungan. dalam suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu yang satu sanggup menanggung atau menjamin, bahwa pihak yang lain akan mendapatkan penggantian suatu kerugiaan, yang mungkin akan ia derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan akan saat terjadinya. Suatu kontra prestasi dari pertanggungan ini, pihak yang ditanggung itu, diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menanggung. Apabila kemudian ternyata peristiwa yang dimaksud itu tidak terjadi. Sementara itu Muhammad Muslehuddin memberikan pengertian asuransi istilah asuransi menurut pengertian railnya, adalah iuran bersama untuk meringankan beban individu kalau-kalau beban tersebut menghancurkannya. Konsep asuransi yang paling sederhana dan umum adalah suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang yang bisa 10

20 11 ditimpa kerugian, kerugian tersebut menimpa salah seorang di antara mereka, maka beban kerugian tersebut akan disebarkan ke seluruh kelompok. 5 Defenisi (perumusan otentik) dari asuransi termuat dalam Pasal 246 KUHD, yang berbunyi sebagai berikut Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan dirinya kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu.meskipun dalam definisi tersebut di atas, seolah-olah hanya terdapat satu pihak saja yaitu penanggung yang terikat, tetapi jika diselami maksud sebenarnya dari perumusan itu, maka pihak tertanggung juga terikat untuk melakukan sesuatu terhadap pihak lain. Dari pengertian asuransi yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD itu, Wirjono Prodjodikoro menyimpulkan bahwa ada 3 unsur dalam asuransi yaitu : Unsur ke 1 : Pihak terjamin (verzekerde), berjanji membayar uang premi kepada penjamin (verzekeraar), sekaligus atau berangsurangsur. Unsur ke 2 : Pihak penjamin (verzekeraar) berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak terjamin (verzekerde) sekaligus atau berangsur-angsur apabila terlaksana unsur ke 3. 5 Muhammad Muslehuddin, 1999, Menggugat Asuransi Modern, Jakarta, Lentera, hlm. 03

21 12 Unsur ke 3: Suatu peristiwa yang semula belum jelas akan terjadi. Rumusan yang diberikan oleh pasal 246 KUHD di atas adalah pengertian asuransi secara umum. Pasal 246 KUHD ini belum memberikan pengertian yang lengkap, karena lebih menekankan pada asuransi kerugian saja, sedangkan pengertian asuransi jiwa atau sejumlah uang tidak tercukup didalamnya oleh karena itu dalam UU.No.2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian diberikan suatu defenisi yang lebih lengkap, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 1 yaitu : Asuransi atau pertanggung adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada penanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung, karena kerugian,kerusakan atau tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atau meninggalkan atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.seperti dengan perjanjian-perjanjian pada umumnya, maka transaksi yang terjadi antara penanggung dengan tertanggung harus memenuhi syarat tersebut (Pasal 1320 KUH Perdata). Dan apabila ini telah terjadi maka kedua belah pihak mempunyai hak-hak dan kewajibankewajiban. Kalau Pasal 1321 KUH Perdata menentukan bahwa tiada kata sepakat yang sah apabila kesepakatan itu diberikan karena kekhilafan atau

22 13 diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Maka khusus bagi perjajian asuransi syarat-syarat tersebut masih dirasakan kurang, sehingga oleh Pasal 251 KUHD masih dipertegas lagi dengan mengatakan : bahwa tertanggung harus memberikan keterangan yang benar dan jujur, dan apabila ada hal-hal yangdisembunyikannya menyebabkan perjajian batal. Ketentuan ini berlaku untuk semua perjajian asuransi dengan tujuan untuk melindungi pihak penanggung. Ada dua hal yang diberikan dari ketentuan itu yaitu : 1. Tertanggung hendaknya jangan memberikan keterangan yang keliru atau tidak benar kepada penanggung. 2. Tertanggung hendaknya jangan/tidak memberitahu hal-hal yang mempunyai sifat sedemikian rupa, sehingga perjajian itu tidak akan ditutup atau tidak mungkin diadakan dengan syarat-syarat yang sama, mengetahui keadaan sebenarnya walaupun ada itikad baik dari tertanggung dan apabila hal ini terjadimaka batallah perjajian asuransi yang dibuat. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa, perjajian asuransi merupakan perjajian timbal balik yaitu perjanjian dimana kedua belah pihak sama-sama melakukan prestasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lain. Pihak pertama sebagai pihak yang ditanggung, mengalihkan beban atau resikonya kepada pihak kedua yaitu penaggung.dari rumusan Pasal 1 Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian menunjukkan bahwa pada dasarnya asuransi atau pertanggung merupakan

23 14 suatu upaya dalam rangka menanggunlangi adanya resiko, yaitu kemungkinan kehilangan atau kerugian atau kemungkinan penyimpangan harapan yang tidak menguntungkan karena kemungkinan penyimpangan harapan merupakan suatu kehilangan. Antara asuransi dengan resiko mempunyai keterkaitan yang sangat erat, karena asuransi itu sendiri justru menanggunlangi adanya resiko, dan tanpa adanya resiko, asuransi atau pertanggungan tidak diperlukan kehadirannya. Pada hakikatnya, semua asuransi bertujuan untuk menciptakan suatu kesiapansiagaan dalam menghadapi berbagai resiko yang yang mengancam kehidupan manusia, terutama resiko terhadap kehilangan atau kerugian yang membuat orang secara sungguh-sungguh memikirkan cara-cara yang paling aman untuk mengatasinya.emmy Pangaribuan Simanjuntak mengatakan bahwa tujuan semula dari pertanggungan itu adalah tujuan ekonomi, yaitu bahwa seseorang menghendaki supaya resiko yang diakibatkan oleh suatu peristiwa tertentu dapat diperalihkan kepada pihak lain dengan diperjanjikan sebelumnya dengan syarat-syarat yang dapat disepakati bersama. 6 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam pengertian hukum asuransi atau pertanggungan mengandung satu arti yang pasti, yaitu sebagai salah satu jenis perjanjian dengan tujuan berkisar pada manfaat ekonomi bagi para pihak yang mengadakan perjanjian. 6 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 1997, Beberapa Aspek Hukum Dagang di Indonesia, Jakarta, Bina Cipta, hlm. 28

24 15 2. Dasar Hukum Asuransi Sumber hukum asuransi adalah dasar kekuatan atau dasar berpijak kegiatan penyelenggaraan asuransi. Secara umum di indonesia sekarang ini, perjanjian asuransi diatur dalam dua kodifikasi, yaitu KUHPerdata dan KUHD. Di samping itu sejak tahun 1992 juga telah keluar Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Untuk lebih jelasnya, dasar hukum perjanjian asuransi di indonesia antara lain : a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) 1) Buku III Bab I tentang perikatan-perikatan pada umumnya. 2) Buku III Bab II tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau persetujuan. b) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). 1) Buku I Bab IX Pasal 246 s/d 286, memuat tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya. 2) Buku I Bab X Pasal 287 s/d 308, memuat tentang pertanggungan terhadap biaya kebakaran, hasil pertanian dan pertanggungan jiwa. 3. Pengertian Asuransi Jiwa Perjanjian pertanggungan jiwa dapat diartikan sebagai suatu perjanjian dimana suatu pihak mengikatkan dirinya untuk membayar uang secara sekaligus atau periodik, sedang pihak lain mengikatkan dirinya untuk membayar premi dan pembayaran itu tergantung pada mati atau hidupnya seseorang tertentu atau lebih.

25 16 Sementara itu H.M.N. Purwosutjipto memberikan pengertian tentang asuransi jiwa Asuransi jiwa adalah suatu perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup asuransi mengikatkan diri selama berjalannya asuransi membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dari meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah dilampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjikan mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang telah ditunjukan oleh penutup asuransi sebagai penikmat.selain itu menurut pendapat H. Abdul Muis menyatakan pertanggungan jiwa termasuk dalam golongan sommen verzekering yaitu suatu persetujuan pertanggungan menanggung untuk membayar sejumlah uang yang jumlahnya sudah ditentukan terlebih dahulu, apabila sesuatu hal yang belum pasti telah terjadi sommenverzekering (pertanggungan sejumlah uang) dimana pertanggungan atas hidup ataujiwa seseorang atas kesehatan seseorang, terhadap invalid seseorang yang pada pokoknya mengenai pribadi seseorang yang sama juga halnya dengan pertanggungan sejumlah uang. Sommen verzekering dalam bidang pertanggungan jiwa ini dapat digolongkan dua jenis pertanggungan yaitu : a) Pertanggungan jiwa yang murni, karena disamping unsur pertanggungan tidak lagi mempunyai unsur yang lain;

26 17 b) Pertanggungan jiwa yang tidak murni disamping mempunyai unsur pertanggungan masih terdapat unsur lain; Pertanggungan jiwa yang murni adalah pertanggungan terhadap kematian dalam jangka waktu tertentu. Dalam pertanggungan ini ada kemungkinan perusahaan pertanggungan tidak usah membayar apabila si tertanggung tidak meninggal dunia dalam jangka waktu tertentu.dalam pertanggungan jiwa tidak murni soal unsur yang tidak pasti (onzekervooval) itu bukanlah apakah ia akan mati ( karena semua orang pasti akan mati). Tetapi apabila ia mati dalam semua hal uang pertanggungan itu harus dibayar.perusahaan pertanggung tentu akan memperhitungkan akan hal ini dan karenanya akan menyediakan sebahagian dari premi untuk membayar jumlah itu kelak. Sebagai suatu perjanjian, maka asuransi juga dikuasai oleh ketentuan mengenai persyaratan sahnya suatu perjanjian. Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan 4 syarat untuk sahnya suatu perjanjian itu yaitu : a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b) Kecakapanuntuk membuat suatu perjanjian c) Mengenai suatu hal tertentu d) Suatu sebab yang halal. Syarat pertama dan kedua disebut dengan syarat subyektif karena menyangkut orang-orang (pihak-pihak) yang mengadakan perjanjian. Dan

27 18 apabila syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya kepada pengadilan. Syarat ketiga dan keempat disebut dengan syarat obyektif karena menyangkut dengan perjanjian itu sendiri yang menjadi objek dari perbuatan hukum itu. Jika salah satudari kedua syarat ini tidak dipenuhi, maka perjanjian yang diadakan itu dianggap tidak ada. perjanjian yang demikian adalah batal demi hukum (absolut nietighied), yang berarti tidak perlu lagi dimintakan pembatalannya oleh para pihak. Jadi dalam asuransi jiwa yang dipertanggungkan adalah kemungkinan terjadinya kerugian oleh suatu peristiwa yang belum tentu terjadi yang disebut dengan resiko. Resiko yang ditimbulkan terletak pada unsur waktu. Mengenai pengertian resiko Herman Darmawi menulis beberapa defenisi resiko yang dikemukakan oleh Vaughan sebagai berikut : a) Risk is the chance of loss (resiko adalah kerugian) b) Risk is the possibility of loss (resiko adalah kemungkinan kerugian) c) Risk is uncertainty ( resiko adalah ketidakpastian). 7 Dari ketentuan Pasal 302 KUHD tersebut di atas dapatlah dikatakan bahwa asuransi jiwa itu berbentuk : 7 Herman Darmawi, 2000, Manajemen Resiko, Jakarta, Bumi Aksara, hlm. 19

28 19 a) Asuransi jiwa yang disadarkan untuk selama hidupnya seseorang yang pembayaran klaim asuransi digantungkan pada meninggalnya seseorang itu. b) Asuransi jiwa yang hanya berlangsung untuk tenggang waktu tertentu ditentukan dalam perjanjian. 4. Polis Asuransi a) Fungsi Polis Menurut ketentuan Pasal 255 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis. Selanjutnya 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1992 menentukan polis atau bentuk perjanjian asuransi dengan nama apapun, berikut lampiran yang merupakan satu kesatuan dengannya, tidak boleh mengadung kata-kata atau kalimat yang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda mengenai resiko yang ditutup asuransinya, kewajiban penaggung dan kewajiban tertanggung, atau mempersulit tertanggung mengurus haknya. Berdasarkan ketentuan dua pasal tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa polis berfungsi sebagai alat bukti tertulis bahwa telah terjadi perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung. Sebagai alat bukti tertulis, isi yang tercantum dalam polis harus jelas, tidak boleh mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interprestasi, sehingga mempersulit tertanggung dan penanggung merealisasikan hak dan kewajiban mereka dalam pelaksanaan asuransi. Disamping itupolis juga

29 20 memuat kesepakatan mengenai syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban untuk mencapai tujuanasuaransi. Namun Pasal 257 KUHD ayat (1) menyatakan bahwa perjanjian pertanggungan itu telah ada, segera setelah adanya kata sepakat, bahkan sebelum polis itu ditandatangani. Tetapi lain halnya menurut Pasal 258 KUHD ayat (1) yang mengatakan bahwa untuk membuktikan adanya perjanjian pertanggungan, harus dibuktikan dengan surat, akan tetapi semua upaya pembuktian akan diperkenankan bilamana ada permulaan pembuktian dengan surat. Dari bunyi pasal ini jelas bahwa polis bukan merupakan syarat sahnya perjanjian tetapi merupakan sekedar alat bukti dalam perjanjian pertanggungan. Bahkan Emmy Pangaribuan S, mengatakan bahwa polis itu merrupakan alat bukti yang sempurna tentang apa yang mereka perjanjikan dalam polis itu. Asuransi mulai ditentukan oleh tanggal yang disebut dalam nota penutupan sedangkan mulainya kontrak asuransi ditentukan oleh pembayaran premi pertama misalnya kontrakasuransi ditentukan oleh pembayaran premi pertama, misalnya dalam nota penutupan dinyatakan mulai asuransi; 1 Maret Seandainya tertanggung meninggal pada tanggal 15 Februari 1988 maka tidak ada kewajiban perusahaan untuk membayarnya. b). Isi Polis Menurut ketentuan Pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa harus memuat syarat-syarat berikut ini :

30 21 1)dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi. 2) Nama tertanggung untuk diri sendiri atau untuk pihak ketiga. 3) Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan. 4) Jumlah yang diasuransikan 5) Bahaya-bahaya/evenemen yang ditanggung oleh penanggung. 6) Saat bahaya/evenemen mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penaggung. 7)Premi asuransi. Disamping syarat-syarat khusus tersebut, dalam polis harus dicantumkan jugaberbagai asuransi yang diadakan lebih dahulu, dengan ancaman batal jika tidakdicantumkan. Berbagai asuransi yang dimaksud adalah seperti tercantum dalam pasal KUHD berikut ini : 1). Reasuransi (Pasal 271 KUHD) 2). Asuransi rangkap (Pasal 252 KUHD) 3). Asuransi Insolvabilitas (Pasal 280 KUHD) 4). Asuransi kapal yang sudah berangkat berlayar (Pasal 603 KUHD) KUHD) 5). Asuransi kapal yang belum tiba ditempat tujuan (Pasal 606 6). Asuransi atas keuntungan yang diharapkan (Pasal 615 KUHD)

31 22 c). Jenis Polis Dalam praktek asuransi, setiap perusahaan Asuransi telah menyusun polisnya masing-masing dengan syarat-syarat khusus dan pula. Berdasarkan syarat-syarat khusus dan klausula-klausula tertentu yang dicantumkan dalam polis timbullah bermacam-macam jenis polis yang berbeda antara satu sama lain, bahkan menunjukan persaingan antara sesama lain, bahkan menunjukan persaingan antara satu sama lain, bahkan menunjukan persaingan antara sesama penanggung. Demikian juga tertanggung, ada yang merasa sulit memiliki perusahaan Asuransi yang mana akan dijadikan penanggung karena masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. 1). Polis Maskapai Dinamakan polis maskapai karena polis ini dibuat dan diterbitkan oleh maskapai-maskapai asuransi. Selain syarat-syarat yang diharuskan oleh Undang-undang, Polis maskapai memuat beberapa ketentuan khusus yang berlaku bagi maskapai yang menciptakan syarat-syarat tersebut. Dalam operasi kerjanyaperusahaan Asuransi yang mengunakan Polis Maskapai ini banyak mengalami kesulitan, sehingga lambat laun polis maskapai ini ditinggalkan dan orang mulai mengarah pada perbuatan dan penggunaan polis seragam. 2). Polis Bursa Polis mempunyai syarat-syarat yang seragam dan digunakan pada bursa asuransi. Ada dua macam polis bursa yaitu Polis Bursa Amsterdam dan

32 23 Polis Bursa Rotterdam. Kedua Polis ini digunakan pada asuransi pengangkutan laut dan asuransi kebakaran. Kedua polis ini dinamakan demikian karena Polis Bursa Amsterdam digunakan di Bursa Asuransi Amsterdam, sedangkan Polis Bursa Rotterdam digunakan di bursa Asuransi Rotterdam. Dalam dunia usaha-usaha Asuransi di indonesia dewasa ini, Polispolis standar yang demikian itu digunakan oleh Perusahaan Asuransi. Disamping itu Dewan Asuransi Indonesia (PAI) juga telah menetapkan Polis Standar untuk Asuransi Kebakaran dan Asuransi Kendaraan bermotor. 3). Polis Lloyds Polis Lloyds adalah polis yang digunakan di Bursa Lloyds London. Polis ini telah dikembangkan sendiri dibawah merek Lloyds dan hanya digunakan oleh perusahaan Asuransi yang menjadi The Lloyds Corpepration. Polis Lloyds digunakan untuk asuransi pengangkutan laut, asuransi kebakaran dan asuransi terhadap bahaya-bahaya lain. Polis Lloyds untuk asuransi penggangkutan laut diatur oleh Marine Insurance Act Tentang Polis Pertanggungan Jiwa diatur didalam Pasal 304 KUHD yang menyebutkan : 1) Hari ditutupnya pertanggungan 2) Nama si tertanggung 3) Nama orang yang jiwanya dipertanggungkat 4) Saat mulai berlaku dan berakhirnya bahaya bagi si penanggung

33 24 5) Jumlah uang untuk mana diadakan pertanggungan Di dalam sub 2 disebut tertanggung yang ternyata kalau dihubungkan dengan apa yang disebut di dalam sub-sub yaitu nama orang yang jiwa nya dipertanggungkan, tidak lain daripada bahwa yang dimaksud orang yang mengambil pertanggungan tersebut, yang menurut sistem undang-undang adalah orang yang berkepentingan walaupun kenyataannya di dalam praktek kedua sifat itu tidak selalu jatuh bersama.apabila kita perhatikan bunyi Pasal 304 KUHD maka tidak ada sebutkan bahwa polis harus ditanda tangani oleh tiap-tiap penanggung seperti yang diatur didalam Pasal 255 ayat 2 KUHD mengenai isi Polis pada umumnya. Tetapi ini tidak berarti bahwa Polis dari pertanggungan jiwa itu tidak perlu dibubuhi tanda tangan penanggung. Walaupun demikian penyebutan itu hanya merupakan penunjuk bukan hukum yang memaksa seperti yang diatur dalam Pasal 603, 605, 606 masingmasing dari KUHD untuk pertanggungan laut. Tanpa ada hal-hal itu pertanggungan tetap sah dan tidak batal. 4) Gadai Polis Tergolong sebagai benda yang dapat digadaikan ialah tagihan, polis dalam hal ini merupakan surat tanda bukti adanya penagihan, dan kurangnya polis dapat juga merupakan benda yang dapat digadaikan. Pengadaian polis dalam hal ini dimaksudkan untuk memberi jaminan kepada debitor pemberi gadai, sebelum hutangnya lunas.apabila debitor meninggal dunia, maka seluruh hutang sisanya dibayar dengan uang pertanggungan. Penggadaian

34 25 polis hanya akan mengikat penanggung, bila hal itu diperjanjikan secara tegas-tegas ; baik didalam polis sendiri maupun dengan surat yang tersendiri. Sedangkan menurut kebiasaan dari Asuransi Rakyat untuk memperkenalkan polis-polis yang dikeluarkan dipergunakan sebagai obyek penggadaian. 5. Asas-asas Dalam Hukum Asuransi Dalam hukum asuransi terdapat tiga asas pokok yaitu asas indemnitas, asas kepentingan dan asas itikad baik. a) asas indemnitas Kata indemnitas berasal dari bahasa latin yang berarti ganti kerugiaan. inti asas indemnitas adalah seimbang antara kerugian yang betul-betul diderita tertanggung dengan jumlah ganti kerugiaannya.dalam hukum asuransi, asas indemnitas tersirat dalam Pasal 246 KUHD yang memberi batasan tentang asuransi atau pertanggungan, yaitu sebagai perjanjian yang bermaksud memberikan penggantian untuk suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan yang mungkin diderita oleh tertanggung sebagai akibat terjadinya suatu bahaya yang pada saat ditutupnya perjanjian tidak dapat dipastikan apakah akan terjadi atau tidak.asas ini hanya berlaku terhadap asuransi kerugian saja, tidak berlaku terhadap asuransi sejumlah uang. Ada 3 macam kerugian yang timbul karena kehilangan atau kerusakan harta benda dalam asuransi kerugian yaitu : 1) Kerugiaan atas barang itu sendiri.

35 26 2) Kerugiaan pendapatan dan pemakaian, karena hancurnya barang itu sampai barang itu dapat diganti 3) Kerugiaan yang menyangkut tanggung jawab terhadap orang lain. Semua jenis kerugian tersebut dapat dituntut penggantiannya jika resiko terhadap timbulnya kerugian itu pertanggungkan secara tegas. Dengan adanya asas indemnitas ini, maka jumlah ganti rugi yang diberikan penaggung kepada tertanggung, tidak melebihi besarnya kerugian yang sebenarnya diderita oleh tertanggung. Dengan kata lain, asas indemnitas bermaksud semata-mata untuk memulihkan keadaan tertanggung yang tertimpa kerugian kembali seperti keadaan sebelum terjadinya kerugian itu, sehingga jumlah kekayaan tertanggung tetap terpelihara.gunanto berpendapat, perjanjian yang memungkinkan tertanggung menjadi lebih kaya daripada sebelum tertimpa musibah dapat membuat tertanggung justru mengharapkan terjadinya musibah. hal tersebut tidak dapat ditoleransi. Penentuan besarnya ganti kerugiaan pada jumlah yang sesungguhnya diderita oleh tertanggung ini sifatnya adalah memaksa. Setiap penyimpangan atau pelepasan dari ketentuan tersebut adalah batal. Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 252, 253, dan 254 KUHD. Dari ketentuan pasal-pasal tersebut jelaslah bahwa penggantian lebih tinggi dari jumlah kerugian atau harga kepentingan yang sesungguhnya tidak diperbolehkan. Sementara penggantian kerugian lebih rendah dari kerugian yang sesungguhnya diderita

36 27 dapat terjadi, apabila diadakan pertanggungan di bawah harga. Hal ini diatur dalam Pasal 253 ayat 2 KUHD, tetapi ketentuan itu tidak bersifat memaksa, karena hal itu dapat dilanggar dengan membuat janji secara tegas untuk pembayaran penuh yang disebut dengan primer risque sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 253 ayat 3 KUHD. b) Asas Kepentingan 268 KUHD. Asas kepentingan dalam hukum asuransi diatur dalam Pasal 250 dan Pasal 250 KUHD menyebutkan : Apabila seseorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seseorang yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka si penanggung tidaklah diwajibkan memberi ganti rugi.selanjutnya dalam Pasal 268 KUHD disebutkan, suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, dapat diancam oleh suatu bahaya, dan tidak dikecualikanoleh undang-undang. J.E. Kaihatu menyebutkan, kepentingan adalah suatu hubungan atau ikatan yang sah dan sedemikian rupa maupun langsung atau tidak dengan barang yang dipertanggungkan itu.sementara itu H.M.N Purwosutjipto mengartikan kepetingan sebagai hak atau kewajiban tertanggung yang dipertanggungkan.jika kedua pendapat itu disatukan, maka hubungan atau ikatan yang sah itu sama dengan hak dan kewajiban seseorang atas benda yang dipertanggungkan.pengertian hubungan yang sah atau hak berkaitan

37 28 dengan hukum yaitu sesuai atau dibenarkan oleh hukum. Jadi bila seseorang yang memiliki suatu benda yang dilarang Undang-undang, maka orang itu secara hukum tidak mempunyai hubungan yang sah atau tidak berhak atas benda tersebut. Dengan demikian menurut hukum asuransi, seorang tertanggung harus menunjukkan : 1) Benda tertentu, yang patut dipertanggungkan. 2) Kepentingan, yaitu hubungannya yang sah dengan benda tersebut sehingga jika benda itu tertimpa bahaya, terhadap mana diadakan pertanggungan, maka ia berhak menerima ganti kerugian yang sewajarnya. c)asas Itikad Baik berikut : Asas itikad baik diatur dalam Pasal 251 KUHD yang berbunyi sebagai Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya sehingga seandainya si tertanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan. Yang dimaksud dengan itikad baik adalah kemauan baik dari setiap pihak untuk melakukan perbuatan hukum agar akibat dari kehendak/perbuatan hukum itu dapat tercapai dengan baik.menurut Amiruddin Abdul Wahab, dari Pasal 251 KUHD dapat diperoleh beberapa unsur yaitu :

38 29 1) Bahwa dalam perjanjian pertanggungan sangat diperlukan adanya asas itikad baik. 2) pelanggaran terhadap asas tersebut terjadi dalam hal tertanggung memberikan keterangankeliru/tidak benar, atau tidak memberitahukan/mengungkapkan hal-hal yang diketahuinya. 3) Sifat dari hal-hal itu dapat mempengaruhi keputusan si penanggung. 4) Bahwa asas itu harus diperhatikan sejak sebelum perjanjian ditutup. 5) Bahwa pelanggaran terhadap asas tersebut mengakibatkan batalnya perjanjian itu. 24 Syarat-syarat umum sahnya perjanjian pada umumnya diatur oleh Pasal 1320 jo Pasal1338 KUHPdt, Syarat tersebut dalam Pasal 1320 KUHPdt adalah sebagai berikut : i) Sepakat mereka yang mengikatkan diri. ii) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. iii) Suatu hal tertentu. iv) Suatu sebab yang halal. d) Asas Proporsionalitas Pada intinya bahwa dalam kontrak komersial harus menempatkan posisi para pihak pada kesetaraan dengan adanya pertukaran hak dan kewajiban secara fair (proporsional). makna azas proporsionalitas dalam kontrak harus beranjak dari makna filosofi keadilan. Prinsip bahwa yang

39 30 sama diperlakukan secara sama, dan yang tidak sama juga diperlakukan tidak sama, secara proporsional. Untuk mencapai win-win contract maka diperlukan prinsip-prinsip universal seperti itikad baik dan transaksi yang adil atau jujur (good faith and fair dealing) atau kepentingan dan keadilan dalam hal pertukaran kepentingan hak dan kewajiban. Ad.1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri. Dalam perjanjian setidaknya ada dua orang yang saling berhadaphadapan dan mempunyai kehendak yang saling mengisi. Kedua belah pihak yaitu penanggung dan tertanggung dalam mengadakan perjanjian harus setuju atau sepakat terhadap hal-hal pokok dalam perjanjian yang diadakan. Orang dikatakan tidak memberikan persetujuan/sepakat, kalau orang memang tidak menghendaki apa yang disepakati.kesesuaian kehendak saja dari dua orang belum menimbulkan suatu perikatan, karena hukum hanya mengatur perbuatan nyata daripada manusia, kehendak tersebut harus saling bertemu dan untuk saling bertemu harus dinyatakan. Sehubungan dengan syarat kesepakatan ini KUHPdt dalam Pasal 1321 menentukan bahwa, tiada sepakat yang sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. Kesepakatan yang hendak dicapai tersebut harus bebas dari unsur-unsur paksaan, penipuan dan kekhilafan. Ad.2. Kecakapan dalam membuat suatu perjanjian Para pihak dalam membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang

40 31 yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Pasal 1329 KUHPdt mengatakan bahwa setiap orang adalah berwenang untuk membuat perikatan jika oleh Undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Para pihak dianggap cakap apabila telah mencapai umur 21 tahun atau telah menikah, sehat jasmani dan rohani serta tidak berada di bawah pengampunan. Ad.3. Suatu hal tertentu Suatu perjanjian harus mengenai hal-hal tertentu, artinya ada objek yang jelas yang diperjanjikan, dalam hal ini adalah jiwa seseorang. Dengan demikian timbullah hak dan kewajiban kedua belah pihak yaitu penanggung dan pemegang polis yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang jiwanya dipertanggungkan (tertanggung). Suatu hal tertentu adalah objek dari perjanjian. Perjanjian yang tidak mengandung suatu hal tertentu dapat dikatakan bahwa, perjanjian yang demikian tidak dapat dilaksanakan karena tidak jelas apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak. Ad.4. Suatu sebab yang dibolehkan Sebab adalah sesuatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, namun yang dimaksud sebab dalam Pasal 1320 KUHPdt bukan yang mendorong orang untuk membuat perjanjian melainkan sebab dalam arti isi perjajian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Termasuk dalam sebab-sebab yang tidak halal adalah sebab yang palsu dan sebab yang terlarang. Suatu sebab

41 32 dikatakan palsu apabila sebab itu diadakan oleh para pihak untuk menutupi sebab yang sebenarnya. Sebab yang terlarang adalah sebab yang bertentangan dengan kesusilaan, undang-undang maupun ketertiban umum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan sebab yang halal disini adalah isi dari perjanjian penanggungan jiwa ini tidak dilarang undangundang, tidak beertentangan dengan ketertiban umum dan nilai-nilai kesusilaan. e) Asas Subrogasi Di dalam KUHD, asas ini secara tegas diatur dalam Pasal 284 : Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan menerbitkan kerugian tersebut ; dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orangorang ketiga itu. Asas subrogasi bagi penanggung, seperti diatur pada Pasal 284 KUHD tersebut di atas adalah suatu asas yang merupakan konsekuensi logis dari asas indemnitas.mengingat tujuan perjanjian asuransi itu adalah untuk memberi ganti kerugian, maka tidak adil apabila tertanggung, karena dengan terjadinya suatu peristiwa yang tidak diharapkan menjadi diuntungkan, artinya tertanggung disamping sudah mendapat ganti kerugian dari penanggung

42 33 masih memperoleh pembayaran lagi dari pihak ketiga (meskipun ada alasan hak untuk itu). Subrogasi dalam asuransi adalah subrogasi berdasarkan undangundang, Oleh karena itu asas subrogasi hanya dapat ditegakkan apabila memenuhi dua syarat berikut : 1) Apabila tertanggung disamping mempunyai hak terhadap penanggung masih mempunyai hak-hak terhadap pihak ketiga. 2) Hak tersebut timbul karena terjadinya suatu kerugian Jadi pada perjanjian asuransi, atas subrogasi dilaksanakan baik berdasarkan undang-undang maupun berdasarkan perjanjian. 6. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Asuransi Jiwa Pada perjanjian asuransi tatanan hubungan hukum antara para pihak. Tatanan hukum ini menimbulkan hak dan kewajiban. Menurut Sudikno Merkusumo, tatanan yang diciptikan oleh hukum baru menjadi kenyataan apabila kepada subyek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban. Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua segiyang isinya di satu pihak hak, sedang di pihaklain kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak.urain di atas menunjukan bahwa dalam suatu hubungan hukum perjanjian hak dan kewajiban selalu berada pada posisi yang bersebelahan. Hak pada satu pihak akan merupakan kewajiban pada pihak lain. Hak itu memberi kenikmatan dan

BAB II. Tinjauan Pustaka. Tinjauan umum tentang asuransi

BAB II. Tinjauan Pustaka. Tinjauan umum tentang asuransi BAB II Tinjauan Pustaka Tinjauan umum tentang asuransi A. Pengertian Asuransi Istilah asuransi atau pertanggungan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu dari kata verzekering. Di indonesia, para

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD 17 BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD A. Pengertian Asuransi Dalam ketentuan Pasal 1774 KUHPerdata yang sudah dikemukakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI 2.1 Asas Subrogasi 2.1.1 Pengertian asas subrogasi Subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Abbas Salim, Asuransi Dan Manajemen, Raja Grafindo, Jakarta, 2003, Hal. 01

BAB I PENDAHULUAN. 1 Abbas Salim, Asuransi Dan Manajemen, Raja Grafindo, Jakarta, 2003, Hal. 01 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17 Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI - Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat pada saat ini diperlukan adanya perlindungan, salah satu nya dengan adanya perlindungan asuransi. Hal itu terjadi karena dampak dari adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

Dokumen Perjanjian Asuransi

Dokumen Perjanjian Asuransi 1 Dokumen Perjanjian Asuransi Pada prinsipnya setiap perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam perjanjian asuransi perlu dilandasi dokumen perjanjian. Dari dokumen tersebut akan dapat diketahui berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Asuransi Kerugian Dalam perkembangan dunia usaha tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara tepat, setiap ramalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asuransi atau pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat Indonesia sudah melakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi 1. Pengertian Asuransi Apabila seseorang menginginkan supaya sebuah resiko tidak terjadi, maka seharusnyalah orang tersebut mengusahakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya jumlah populasi manusia semakin meningkatkan kebutuhan. Untuk itu mereka melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014 Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI - Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi Kendaraan Bermotor Berdasarkan Pasal 1 sub (1) UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, dinyatakan bahwa pengertian asuransi atau pertanggungan adalah

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN ASURANSI JIWA SECARA UMUM. sangat singkat sekali dan hanya terdiri dari tujuh (7) pasal yaitu Pasal 302 sampai

BAB II PEMBAHASAN ASURANSI JIWA SECARA UMUM. sangat singkat sekali dan hanya terdiri dari tujuh (7) pasal yaitu Pasal 302 sampai BAB II PEMBAHASAN ASURANSI JIWA SECARA UMUM A. Pengertian Asuransi Jiwa Dalam KUHDagang yang mengatur tentang asuransi jiwa, pengaturannya sangat singkat sekali dan hanya terdiri dari tujuh (7) pasal yaitu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi di Indonesia menunjukan pertumbuhan yang cukup pesat karena kebutuhan setiap orang tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB VI POLIS ASURANSI

BAB VI POLIS ASURANSI BAB VI POLIS ASURANSI A. Pengertian Polis Untuk setiap perjanjian perlu dibuat bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak yang mengadakan perjanjian. Bukti tertulis untuk perjanjian asuransi disebut:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atan pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atan pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asuransi atan pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, dimana sebagian besar masyarakat Indonesia sudah melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti 26 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI 2.1. Pengertian dan Unsur unsur Asuransi 2.1.1. Pengertian Asuransi. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti pertanggungan. Dalam pasal 246

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KUHPerdata sehingga disebut perjanjian tidak bernama. Dalam Buku III

BAB I PENDAHULUAN. KUHPerdata sehingga disebut perjanjian tidak bernama. Dalam Buku III BAB I PENDAHULUAN Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. 1 Dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebenarnya tidak terdapat dalam KUHD maupun perundang-undangan lainnya, namun kita dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebenarnya tidak terdapat dalam KUHD maupun perundang-undangan lainnya, namun kita dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengaturan Surat Berharga Sebelum kita sampai pada pengaturan mengenai surat berharga, ada baiknya kita terlebih dahulu mengetahui pengertian dari surat berharga, mengenai pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifatsifat hakiki yang dimaksud di

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI

BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI 15 BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI A. Perjanjian Asuransi Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD, sebagai

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : Disusun oleh : Kelompok 8

MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : Disusun oleh : Kelompok 8 MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : ------- Disusun oleh : Kelompok 8 Dickxie Audiyanto (125020305111001) Gatra Bagus Sanubari

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Asuransi Banyak definisi yang telah diberikan kepada istilah asuransi. Dimana secara sepintas tidak ada kesamaan antara definisi yang satu dengan yang lainnya. Hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian, 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI 2.1 Pengertian Perjanjian Kredit Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUH Perdata, dibawah judul Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan berkesinambungan secara bertahap untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini karena masyarakat sekarang sering membuat perikatan yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola dasar Pembangunan Nasional meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar juga ditandaskan bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA

PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA Oleh : ALIS YULIA, S.H., M.H. *) ABSTRACT Based on the facts and realities that occur in the field

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan. dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan. dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pasal 1234 KHUPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. PERJANJIAN JUAL BELI Selamat malam Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. 1. PENGERTIAN PERJANJIAN JUAL BELI Dalam suatu masyarakat, dimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asuransi dan Jenis-Jenis Asuransi 1. Pengertian Asuransi Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh R Sukardono diterjemahkan dengan pertanggungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian yang mendasari dalam prosedur penebusan polis asuransi, kajian pustaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang. sedang membangun terutama bidang pendidikan dan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang. sedang membangun terutama bidang pendidikan dan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang membangun terutama bidang pendidikan dan ekonomi. Pembangunan nasional dilaksanakan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bahaya kebakaran pada kehidupan manusia banyak yang mengancam. keselamatan harta kekayaan, jiwa, dan raga manusia.

I. PENDAHULUAN. Bahaya kebakaran pada kehidupan manusia banyak yang mengancam. keselamatan harta kekayaan, jiwa, dan raga manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahaya kebakaran pada kehidupan manusia banyak yang mengancam keselamatan harta kekayaan, jiwa, dan raga manusia. Bagi orang yang berkepentingan, dia merasa perlu untuk

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan penyakit serta karena usia tua, yang dapat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan penyakit serta karena usia tua, yang dapat mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat terlepas dari resiko yang sewaktu-waktu datang. Resiko tersebut dapat berupa cacat tubuh atau mungkin juga karena kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur baik material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN

BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN A. PENGERTIAN ASURANSI Asuransi atau dalam bahasa Indonesianya disebut pertanggungan, dalam bahasa inggris disebut insurance,sedangkan dalam bahasa

Lebih terperinci

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin banyak mengikatkan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D101 07 022 ABSTRAK Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Tanpa perjanjian kredit yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kondisi teori-teori yang mendukung di dalam mengkaji masalah wanprestasi

BAB II LANDASAN TEORI. kondisi teori-teori yang mendukung di dalam mengkaji masalah wanprestasi BAB II LANDASAN TEORI 2.1.URAIAN TEORI Di dalam pembahasan penulisan skripsi ini tentunya dibutuhkan suatu kondisi teori-teori yang mendukung di dalam mengkaji masalah wanprestasi perjanjian asuransi.

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

Manfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential. Ratna Syamsiar. Abstrak

Manfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential. Ratna Syamsiar. Abstrak Manfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential Ratna Syamsiar Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung Abstrak PT Prudential Life Assurance memberikan perlindungan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama, masyarakat mengenal uang sebagai alat pembiayaan yang sah. Dapat kita ketahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi. diharapkan. Disamping itu dapat pula berupa peristiwa negatif yang

BAB II PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi. diharapkan. Disamping itu dapat pula berupa peristiwa negatif yang BAB II PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi Manusia selalu dihadapkan dengan peristiwa yang tidak pasti. Peristiwa yang tidak pasti tersebut dapat berupa peristiwa menguntungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI Menurut ketentuan pasal 1233 KUH Perdata, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Dari kedua hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa salah satu

Lebih terperinci