HUBUNGAN ANTARA JARAK KEHAMILAN DENGAN ANEMIA DEFISIENSI BESI DI RSUD Dr. MOEWARDI SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA JARAK KEHAMILAN DENGAN ANEMIA DEFISIENSI BESI DI RSUD Dr. MOEWARDI SKRIPSI"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA JARAK KEHAMILAN DENGAN ANEMIA DEFISIENSI BESI DI RSUD Dr. MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Puspa Damayanti G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012

2 PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, Puspa Damayanti NIM. G iii

3 ABSTRAK Puspa Damayanti, G , Hubungan antara Jarak Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi di RSUD Dr. Moewardi. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang: Wanita hamil menjadi salah satu kelompok yang rentan terhadap masalah gizi terutama anemia defisiensi besi dan penanggulangan masalah anemia defisiensi besi saat ini terfokus pada pemberian tablet zat besi (Fe) pada ibu hamil. Sedangkan jarak kehamilan kurang dari 2 tahun mempunyai risiko lebih besar terhadap kejadian anemia defisiensi besi. Subjek dan Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan case-control. Sebanyak 60 subjek penelitian yang dipilih dengan purposive sampling dan fixed disease sampling adalah pasien ibu hamil yang memeriksakan diri di Poli Kandungan RSUD Dr. Moewardi. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara langsung dan rekam medik pasien. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan model regresi logistik ganda dan diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows. Hasil : Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan mengontrol variabel perancu yaitu usia kehamilan, wanita hamil dengan jarak kehamilan 24 bulan di RSUD Dr. Moewardi memiliki risiko untuk mengalami anemia defisiensi besi 0,8 kali lebih besar daripada usia kehamilan < 24 bulan (OR = 0,8 ; Cl 95% 0,17 s.d. 3,80; p = 0,778). Analisis ini telah mengontrol usia kehamilan sebagai faktor perancu, tetapi belum mengontrol asupan gizi. Simpulan : Terdapat hubungan negatif, lemah, dan secara statistik tidak signifikan antara jarak kehamilan dengan anemia defisiensi besi. Kata Kunci: jarak kehamilan, anemia defisiensi besi iv

4 ABSTRACT Puspa Damayanti, G , The Association between Pregnancy Spacing and Iron Deficiency Anemia at RSUD Dr. Moewardi. Mini thesis. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University Surakarta. Background: Pregnant women to be one of those most vulnerable to malnutrition, especially iron deficiency anemia and iron deficiency anemia coping is currently focused on the tablet of iron (Fe) in pregnant women. While pregnancy distance of less than 2 years old are at greatest risk for iron deficiency anemia. Methods: This analytic study was observational using case-control approach. A sample of 60 study subjects was selected by purposive sampling and fixed disease sampling from outpatients who visited Obstetric Clinics, RSUD Dr. Moewardi Surakarta. The data was collected by interview and some datas taken from the medical records. The data was analyzed using multiple logistic regression model on SPSS for windows. Results : The pregnant women with pregnancy spacing 24 months at RSUD Dr. Moewardi have a greater risk for iron deficiency anemia 0,8 times larger than <24 months pregnancy spacing (OR= 0,8 ; Cl 95% 0,17 s.d. 3,80; p = 0,778). This analysis have control gestational age as a confounding factor, but not control the intake of nutrient. Conclusion: There is a weak and negative association, and not statistically significant between the gestational age with iron deficiency anemia.. Keywords: pregnancy spacing, iron deficiency anemia v

5 PRAKATA Alhamdulillah hirobbil aalamin, segala puja dan puji penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmatnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul Hubungan antara Jarak Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi di RSUD Dr. Moewardi. Penelitian tugas karya akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh rasa hormat ucapan terima kasih yang dalam saya berikan kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. H. Rustam Sunaryo, dr., Sp.OG. selaku Pembimbing Utama yang telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini. 3. Prof Bhisma Murti, dr., MPH, MSc, PhD selaku Pembimbing Pendamping yang tak henti-hentinya bersedia meluangkan untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini. 4. Dr. Hj., Sri Sulistyowati, dr., Sp.OG (K) selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 5. Dra. Fitriyah selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 6. Ari Probandari,dr., MPH, Ph.D. dan Muthmainah, dr., M.Kes selaku Tim Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini. 7. Yang tercinta kedua orang tua saya, Ayahanda Sugiyarto dan Ibunda Asih Rahayu, kakak dan adik saya, Terbit Argo Prasetya dan Pahala Iqro Firmansyah tersayang dan seluruh keluarga besar yang senantiasa mendoakan tiada henti, dan memberikan support dalam segala hal sehingga terselesaikannya penelitian ini. 8. Teman seperjuangan skripsi sekaligus sahabat-sahabat saya yang terbaik, Ratih Puspa Wardani dan Muflihah Isnawati yang setia memberikan saya semangat, bantuan dan mendampingi berjuang bersama saya dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Teman-teman terdekat, Pratita Komalasari, Sayekti Asih, Triska Adi Kusumadewi, teman-teman kelompok 13 dan angkatan 2009 atas semangat dan bantuan yang tak henti-henti dan waktu yang selalu tersedia. 10. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penelitian tugas karya akhir ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan. Surakarta, September 2012 Puspa Damayanti vi

6 DAFTAR ISI PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... vi vii x xi xii BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 3 D. Manfaat Penelitian... 3 BAB II. LANDASAN TEORI... 4 A. Tinjauan Pustaka Anemia Defisiensi Besi a. Definisi b. Gejala c. Pemeriksaan Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan a. Konsentrasi Hemoglobin pada Kehamilan b. Kebutuhan Zat Besi pada Ibu Hamil c. Peningkatan Kebutuhan Zat Besi Saat Kehamilan vii

7 d. Patofisiologi e. Dampak Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil f. Diagnosis Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan Hubungan Jarak Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi B. Kerangka Pemikiran C. Hipotesis BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Lokasi Penelitian C. Subjek Penelitian D. Jumlah Sampel E. Teknik Sampling F. Identifikasi Variabel Penelitian G. Definisi Operasional Variabel Penelitian H. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data I. Teknik Analisis Data J. Rancangan Penelitian BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Sampel Penelitian Karakteristik Data Berdasarkan Data Kontinyu Karakteristik Data Berdasarkan Data Kategorikal B. Analisis Bivariat viii

8 1. Hubungan Jarak Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi Hubungan Usia Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi C. Analisis Regresi Logistik Ganda BABV. PEMBAHASAN BABVI. PENUTUP A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

9 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Data Kontinyu Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan status ANC Tabel 4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Status Anemia Defisiensi Besi Tabel 4.4 Analisis Bivariat tentang Hubungan Jarak Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi Tabel 4.5 Analisis Bivariat tentang Hubungan Usia Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda tentang Hubungan Jarak Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi dengan Mengontrol Usia Kehamilan Pasien x

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Gambar 4.1 Rata - Rata Jarak Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi Gambar 4.2 Rata - Rata Usia Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi xi

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran Lampiran 2. Surat Pengantar Penelitian dari Bagian Diklat RSUD Dr. Moewardi Lampiran 3. Format Penelitian Hubungan Jarak Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi di RSUD Dr. Moewardi Lampiran 4. Data Mentah Hasil Penelitian Lampiran 5. Analisis Data xii

12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia defisiensi besi merupakan masalah gizi yang paling sering terjadi di dunia. Perkiraan prevalensi anemia secara global sekitar 51%. Kejadian anemia defisiensi besi lebih cenderung di negara-negara yang sedang berkembang dibanding dengan negara yang sudah maju (Arisman, 2007). Menurut data dari World Health Organization (WHO) tahun 2008, prevalensi anemia pada ibu hamil pada tahun di seluruh dunia mencapai 41,8%. Prevalensi di Afrika 57,1%, di Amerika 24%, di Asia Tenggara 48,2%, di Eropa 25,1% dan di Timur Tengah 44,2%. Di Indonesia anemia defisiensi besi masih menjadi salah satu masalah gizi yang utama selain masalah kurang kalori protein, defisiensi vitamin A dan gondok endemik (Arisman, 2007). Anemia defisiensi besi pada kehamilan adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal (di bawah 11 gr% pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester dua) (Cunningham, 2007). Menurut data hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, prevalensi anemia ibu hamil sebesar 40,1% dan pada tahun 2007 turun menjadi 24,5%. Namun demikian keadaan ini mengindikasikan bahwa 1

13 2 anemia defisiensi besi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (Kemenkes RI, 2010). Di Indonesia sebagian besar anemia disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) hingga disebut anemia defisiensi besi (Kemenkes RI, 2010). Wanita hamil menjadi salah satu kelompok yang rentan terhadap masalah gizi terutama anemia defisiensi besi (Kemenkes RI, 2010). Pada ibu hamil, anemia berperan pada peningkatan prevalensi kematian dan kesakitan ibu, sedangkan bagi bayinya dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi, serta bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indinesia (FKM UI), 2007). Penanggulangan masalah anemia defisiensi besi saat ini terfokus pada pemberian tablet zat besi (Fe) pada ibu hamil (Kemenkes RI, 2010). Ibu hamil mendapat tablet zat besi 90 tablet selama kehamilannya tetapi ibu hamil yang mengkonsumsi tablet besi baru mencapai 60% (Depkes RI, 2007). Selain pemberian tablet zat besi penanggulangan anemia defisiensi besi juga dapat dilakukan dengan mengatur jarak kehamilan. Jarak kehamilan yang terlalu dekat dapat meningkatkan risiko terjadinya anemia, hal ini dikarenakan kondisi ibu belum pulih dan kebutuhan zat gizi belum optimal, sesudah memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung. Seorang ibu memerlukan waktu lebih dari 2 tahun antara kelahiran agar pulih secara fisiologik dari suatu kehamilan/persalinan dan mempersiapkan diri untuk kehamilan berikutnya. Makin dekat jarak kelahiran makin besar pula risiko kematian atau kesakitan untuk ibu dan anak, hal ini dapat terjadi

14 3 akibat komplikasi dalam kehamilan dan persalinan seperti antara lain anemia berat, partus prematurus dan kematian perinatal yang meningkat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Bantimurung tahun 2004 diperoleh bahwa responden paling banyak menderita anemia pada jarak kehamilan kurang dari 2 tahun. Hasil uji memperlihatkan bahwa jarak kehamilan kurang dari 2 tahun mempunyai risiko lebih besar terhadap kejadian anemia (Amiruddin, 2004). B. Perumusan Masalah Apakah jarak kehamilan mempengaruhi kejadian anemia defisiensi besi pada ibu hamil? C. Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh hubungan jarak kehamilan dengan kejadian anemia defisiensi besi pada ibu hamil D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh jarak kehamilan dengan kejadian anemia defisiensi besi pada ibu hamil. 2. Manfaat praktis Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pendidikan kesehatan bagi masyarakat untuk mengatur jarak kehamilan sebagai upaya mengurangi risiko anemia defisiensi besi

15 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Anemia Defisiensi Besi a. Definisi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang (Bakta, 2007). Anemia defisiensi besi disebabkan oleh kurangnya mineral Fe (besi) sebagai bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit (FK UI, 2007). Di Indonesia sebagian besar anemia ini disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) sehingga disebut anemia defisiensi besi (Kemenkes RI, 2010). Anemia defisiensi besi menjadi masalah gizi utama bagi semua kelompok umur dengan prevalensi paling tinggi pada kelompok ibu hamil (Supariasa, 2002). Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang memadainya asupan makanan sumber zat besi, meningkatnya kebutuhan zat besi saat hamil dan menyusui (perubahan fisiologis), dan kehilangan banyak darah. Anemia yang disebabkan oleh ketiga faktor itu terjadi secara cepat ketika cadangan zat besi tidak mampu mencukupi peningkatan kebutuhan zat besi (FKM UI, 2007). Proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu: 4

16 5 1) Fase Luminal Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-heme. Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi. Besi non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam makanan diolah di lambung (dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain) karena pengaruh asam lambung. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di duodenum (Bakta, 2009). 2) Fase Mukosal Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali. Besi heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Pada brush border dari sel absorptif (terletak pada puncak vili usus, disebut sebagai apical cell), besi feri direduksi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase dimediasi oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor melalui membran difasilitasi oleh Divalent Metal Transporter (DMT 1). Setelah besi masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk feritin, sebagian diloloskan melalui basolateral transporter ke dalam kapiler usus. Pada proses ini terjadi konversi dari feri ke fero oleh enzim

17 6 ferooksidase (antara lain oleh hephaestin). Kemudian besi bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus (Bakta, 2009). Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh DMT 1. Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus (Bakta, 2009). Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke basolateral diatur oleh set point yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar kripta. Kemudian pada saat pematangan, enterosit bermigrasi ke arah puncak vili dan siap menjadi sel absorptif. Adapun mekanisme regulasi set-point dari absorbsi besi ada tiga yaitu, regulator dietetik, regulator simpanan, dan regulator eritropoetik (Bakta, 2009). 3) Fase Korporeal Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus. Kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul transferin dapat mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada transferin (Fe2-Tf) akan berikatan dengan reseptor transferin (transferin receptor = Tfr) yang terdapat pada permukaan sel, terutama sel normoblas (Bakta, 2009).

18 7 Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh klatrin (clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga membentuk endosom. Suatu pompa proton menurunkan ph dalam endosom sehingga terjadi pelepasan besi dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma dengan bantuan DMT 1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor transferin mengalami siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan kembali (Bakta, 2009). Besi yang berada dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam bentuk feritin dan sebagian masuk ke mitokondria dan bersama-sama dengan protoporfirin untuk pembentukan heme. Protoporfirin adalah suatu tetrapirol dimana keempat cincin pirol ini diikat oleh 4 gugusan metan hingga terbentuk suatu rantai protoporfirin. Empat dari enam posisi ordinal fero menjadi chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme sintetase ferrocelatase. Sehingga terbentuk heme, yaitu suatu kompleks persenyawaan protoporfirin yang mengandung satu atom besi fero ditengahnya (Murray, 2009). Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester dua. Anemia adalah salah satu dari empat masalah gizi utama di Indonesia yang dialami oleh sekitar 51 % ibu hamil. Sebagian besar anemia pada ibu

19 8 hamil adalah anemia defisiensi besi. WHO dalam Abel melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75% serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan. Perbedaan nilai batas di atas dihubungkan dengan kejadian hemodilusi (Cunningham, 2007). b. Gejala Pada dasarnya gejala anemia timbul karena terjadinya anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan, mekanisme kompensasi oleh darah ke jaringan. Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut sebagai sindrom anemia (Handayani, 2008). 1) Gejala Umum Anemia Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku (Bakta, 2009) 2) Gejala Khas Defisiensi Besi Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah :

20 9 a) Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok. b) Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang. c) Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring (Bakta, 2009). c. Pemeriksaan Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain: 1) Pemeriksaan Laboratorium a) Hemoglobin (Hb) Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III (Bakta, 2009). b) Penentuan Indeks Eritrosit

21 10 Menurut Bakta (2009) penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau menggunakan rumus: (1) Mean Corpusculer Volume (MCV) MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesifik setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal fl, mikrositik < 80 fl dan makrositik > 100 fl. (2) Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH) MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg. (3) Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom < 31%. c) Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan

22 11 memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag (Bakta, 2009). d) Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW) Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. Nilai normal 15 % (Bakta, 2009). e) Eritrosit Protoporfirin (EP) EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang (Bakta, 2009). f) Besi Serum (Serum Iron = SI)

23 12 Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik (Bakta, 2009). g) Serum Transferin (Tf) Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersamasama dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan (Bakta, 2009). h) Transferrin Saturation (Jenuh Transferin) Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang (Bakta, 2009). Penurunan jenuh transferin di bawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi (Bakta, 2009).

24 13 Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma (Bakta, 2009). i) Serum Feritin Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi (Bakta, 2009). Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria, yang menunjukkan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis di bawah 20 ug/l selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi (Bakta, 2009). Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan mudah memakai Essay immunoradiometris

25 14 (IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa) (Bakta, 2009). 2) Pemeriksaan Sumsum Tulang Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler (Bakta, 2009). Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum (Bakta, 2009). 2. Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan a. Konsentrasi Hemoglobin pada kehamilan Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda dengan wanita yang tidak hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses hemodilusi atau pengenceran darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit. Ekspansi volume plasma di mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, tetapi

26 15 dapat terus meningkat sampai minggu ke-37. Hemodilusi berfungsi agar suplai darah untuk pembesaran uterus terpenuhi, melindungi ibu dan janin dari efek negatif penurunan venous return saat posisi terlentang (supine), dan melindungi ibu dari efek negatif kehilangan darah saat proses melahirkan (Cunningham, 2007). b. Kebutuhan Zat besi pada Ibu Hamil Zat besi (Fe) adalah bagian penting dari hemoglobin, mioglobin dan enzim, namun zat gizi ini tergolong esensial sehingga harus disuplai dari makanan. Sumber utama zat besi adalah pangan hewani terutama yang berwarna merah, yaitu hati dan daging, sedangkan sumber lain adalah sayuran berwarna hijau. Pangan hewani relatif lebih tinggi absorpsinya yaitu 20-30% dibandingkan dengan pangan nabati hanya 1-7%. Hal tersebut karena zat besi dalam nabati yaitu ferri ketika akan diabsorpsi harus direduksi dahulu menjadi bentuk ferro (FKM UI, 2007). Banyaknya absorpsi zat besi tergantung pada jumlah kandungan besi dalam makanan, jenis besi dalam makanan, adanya bahan penghambat atau pemacu absorpsi dalam makanan, jumlah cadangan besi dalam tubuh, dan kecepatan eritropoesis (Bakta, 2009). Kebutuhan akan zat besi selama kehamilan meningkat. Peningkatan ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan janin untuk bertumbuh (pertumbuhan janin memerlukan banyak sekali zat besi), pertumbuhan plasenta, dan peningkatan volume darah ibu. Jumlahnya sekitar mg

27 16 selama hamil. Kebutuhan akan zat besi selama trimester I relatif sedikit, yaitu 0,8 mg sehari, yang kemudian meningkat tajam selama trimester II dan III yaitu 6,3 mg sehari (Arisman, 2007). Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang adekuat mutlak dibutuhkan oleh ibu hamil agar dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan janin yang dikandungnya dan persiapan fisik ibu untuk menghadapi persalinan dengan aman (Sulityawati, 2009). Selama proses kehamilan, janin sangat membutuhkan zat-zat penting yang hanya dapat dipenuhi dari ibu. Bidan harus memberikan informasi ini kepada ibu karena terkadang pasien kurang memperhatikan kualitas makanan yang dikonsumsinya (Sulistyawati, 2009). c. Peningkatan kebutuhan zat besi saat kehamilan Kebutuhan zat besi meningkat selama kehamilan untuk memenuhi kebutuhan zat besi akibat peningkatan volume darah, menyediakan zat besi bagi janin dan plasenta, dan untuk menggantikan kehilangan darah pada saat persalinan. Peningkatan absorpsi zat besi selama trimester II kehamilan membantu peningkatan kebutuhan. Beberapa studi menggambarkan hubungan antara suplementasi zat besi salama kehamilan dan peningkatan konsentrasi Hb pada trimester III kehamilan dapat meningkatkan berat lahir bayi (FKM UI, 2007). Jumlah zat besi yang dibutuhkan seorang wanita pada saat hamil yaitu sekitar 1000 mg. Kebutuhan zat besi pada kehamilan trimester I relatif

28 17 sedikit, yaitu 0,8 mg sehari yang kemudian meningkat tajam selama kehamilan trimester II dan III, yaitu 6,8 mg sehari (Arisman, 2007). d. Patofisiologi Anemia dalam kehamilan disebabkan karena dalam kehamilan kebutuhan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahanperubahan pada darah dan sumsum tulang. Volume darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding sebagai berikut : plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19% (Prawirohardjo, 2007). Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Pertama-tama pengenceran itu meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil sebagai akibat hidremia cardiac output meningkat. Kerja jantung menjadi lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik. Kedua, ketika perdarahan pada saat persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah itu tetap kental (Prawirohardjo, 2007).

29 18 e. Dampak Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil Seorang wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang mempunyai persediaan zat besi sedikit atau tidak mempunyai persediaan zat besi sama sekali di dalam tubuhnya walaupun tidak menderita anemia. Jika setelah lahir bayi tersebut tidak mendapatkan asupan zat besi yang mencukupi, bayi akan berisiko menderita anemia defisiensi besi (FKM UI, 2007). Anemia berat yang tidak diobati dalam kehamilan muda dapat menyebabkan abortus, dan dalam kehamilan tua dapat menyebabkan partus lama, perdarahan postpartum (Sadikin, 2001). Selain itu, anemia pada ibu hamil juga dapat mengakibatkan daya tahan ibu menjadi rendah terhadap infeksi dan kurang mampu mentolerir perdarahan saat melahirkan (Aritonang, 2010). Anemia gizi besi pada wanita hamil mengakibatkan peningkatan angka kesakitan dan kematian ibu, peningkatan angka kesakitan dan kematian janin dan peningkatan risiko bayi dengan berat badan lahir rendah (Demaeyer, 2010). f. Diagnosis Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi diperlukan metode pemeriksaan yang akurat dan kriteria diagnosis yang tegas. Para peneliti telah menyetujui bahwa diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan

30 19 darah dan sumsum tulang. Nasution dalam Riswan (2003) mengutip kriteria WHO untuk memudahkan dan keseragaman diagnosis anemia defisiensi besi. Tabel 1. Diagnosis anemia defisiensi besi Pemeriksaan Anemia Normal Defisiensi Besi Hemoglobin Laki-laki dewasa < 13 gr/dl 15 gr/dl Wanita dewasa (tidak hamil) < 12 gr/dl gr/dl Wanita dewasa (hamil) < 11 gr/dl 12 gr/dl MCHC < 31 % % Serum Iron (SI) < 50 ugr% ugr% TIBC > 400 ugr% ugr% Jenuh Transferin < 15 % % Serum Feritin < 12 ugr/l ugr/l Sumber: (Riswan M, 2003) NHANES II dan III (National Health And Nutrition Examination Survey) membuat definisi defisiensi zat besi adalah bila didapati 2 dari 3 pemeriksaan laboratorium tidak normal, meliputi (U.S. Centers for Disease Control and Prevention, 2011): 1) Eritrosit Protoporfirin. 2) Jenuh Transferin. 3) Serum Feritin.

31 20 Anemia defisiensi besi disebut bila ditemukan adanya defisiensi besi disertai dengan penurunan kadar haemoglobin darah (anemia). 3. Hubungan Jarak Kehamilan dengan Anemia Defiensi Besi Sejumlah sumber mengatakan bahwa jarak ideal kehamilan sekurang kurangnya 2 tahun. Proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu dengan prioritas 1 3 anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang dari 2 tahun menunjukan proporsi kematian maternal lebih banyak (Yulianto, 2004). Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi sebelumnya. Kematian maternal menjadi risiko tinggi jika terlalu rapat jarak kelahiran. Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dan anemia berisiko tinggi terhadap kematian meternal karena seorang ibu setelah melahirkan memerlukan 2 3 tahun untuk dapat memulihkan kondisi tubuhnya dan mempersiapkan diri untuk persalinan berikutnya (Yulianto, 2004). Jarak kehamilan sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia pada saat kehamilan yang berulang dalam waktu singkat akan menguras cadangan zat besi ibu (Amiruddin, 2004). Pengetahuan jarak kehamilan yang baik 2 tahun minimal menjadi penting untuk diperhatikan sehingga badan ibu siap

32 21 menerima janin kembali tanpa harus menghasilkan cadangan zat besi. Setelah masa nifas (masa setelah melahirkan), yang rata rata berdurasi 40 hari dan juga secara fisiologis kondisi alat reproduksi wanita sudah pulih dapat memungkinkan terjadinya kehamilan. Tiga bulan setelah melahirkan, wanita sudah bisa hamil lagi tapi risiko anemia defisiensi besi menjadi tinggi karena cadangan zat besi yang belum pulih sempurna. Jadi perencanaan kehamilan sangat diperlukan untuk ibu maupun anak (Yulianto, 2004). B. Kerangka Pemikiran = variabel yang diteliti = faktor yang berhubungan

33 22 C. Hipotesis anemia defisiensi besi. Terdapat hubungan antara jarak kehamilan < 24 bulan dan kejadian

34 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan kasus kontrol. Penelitian ini bersifat observasional karena peneliti hanya mengamati (mengukur) variabel yang diteliti, tidak dengan sengaja memberi perlakuan (intervensi). Penelitian ini merupakan analitik, karena bertujuan mengamati hubungan variabel atau pengaruh sebuah atau sejumlah variabel terhadap variabel lainnya. B. Lokasi Penelitian Lokasi yang dijadikan sebagai obyek penelitian adalah Poli Ibu Hamil RSUD Dr.Moewardi Surakarta. C. Subjek Penelitian Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil multigravida yang datang ke Poli Ibu Hamil RSUD Dr. Moewardi tahun Kriteria inklusi pada sampel adalah : Semua ibu hamil multigravida. 2. Kriteria eksklusi pada sampel adalah: a. Ibu hamil dengan kelainan darah (selain anemia). b. Ibu hamil menderita penyakit kronis. 23

35 24 D. Jumlah sampel Menurut Murti (2010), jumlah sampel ditentukan dari variabel independen x (15-20 observasi). Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel independen sehingga jumlah sampel yang diperlukan adalah 3 x (15-20) = orang E. Teknik sampling Sampel pada penelitian ini diambil dengan metode fixed- disease sampling. Fixed-disease sampling (Murti, 2006) merupakan prosedur pencuplikan berdasarkan status pengambilan subjek, sedang status paparan subjek bervariasi mengikuti status pengambilan subjek yang sudah fixed. Pada pengambilan sampel ini, kelompok kasus dan kelompok kontrol berasal dari satu populasi sumber, sehingga peneliti dapat melakukan perbandingan yang valid antara kedua kelompok studi. F. Identifikasi variabel penelitian 1. Variabel Bebas Jarak kehamilan < 24 bulan, > 24 bulan.. 2. Variabel Terikat Anemia defisiensi besi 3. Variabel Perancu a. Terkendali : Kunjungan ANC dan usia kehamilan b. Tidak terkendali : Usia ibu, nutrisi

36 25 G. Definisi operasional variabel penelitian 1. Variabel bebas a. Jarak kehamilan < 24 bulan adalah jarak antara kehamilan yang sekarang dengan persalinan yang tepat di atasnya dengan jarak < 24 bulan. b. Jarak kehamilan > 24 bulan adalah jarak antara kehamilan yang sekarang dengan persalinan yang tepat di atasnya dengan jarak > 24 bulan. Jarak kehamilan dihitung dari tanggal persalinan pada kehamilan yang tepat di atasnya hingga hari pertama menstruasi terakhir pada kehamilan sekarang. Cara ukur : Wawancara Skala pengukuran : kategorikal 2. Variabel terikat Anemia defisiensi besi adalah kondisi ibu hamil yang pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar Hb < 11 g/dl, MCH < 27 pg, MCV < 80 fl, dan MCHC <31 gr/dl. Cara ukur Skala pengukuran : Rekam medik : Kategorikal

37 26 3. Variabel perancu yang dikendalikan dalam analisis a. Kunjungan ANC ANC adalah pemeriksaan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala diikuti koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan. Setiap kunjungan ANC ibu hamil diberikan tablet besi. Cara ukur Skala pengukuran : Wawancara : Kategorikal b. Usia kehamilan Usia kehamilan adalah ukuran lama waktu seorang janin berada dalam rahim. Usia kehamilan dibedakan menjadi trimester I, trimester II, dan trimester III. Trimester I kehamilan adalah usia kehamilan sampai 12 minggu kehamilan. Trimester II kehamilan adalah usia kehamilan antara 12 minggu sampai 24 minggu kehamilan. Trimester III kehamilan adalah usia kehamilan di atas 24 minggu sampai 40 minggu kehamilan. Cara ukur Skala pengukuran : Wawancara : Kategorikal H. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data 1. Data mengenai anemia defisiensi besi diambil dari data rekam medik responden. 2. Responden mengisi biodata.

38 27 3. Responden mengisi kuesioner penelitian yang berjudul hubungan antara jarak kehamilan dengan anemia defisiensi pada ibu hamil. I. Teknik Analisis Data Karakteristik sampel data kontinyu dideskipsikan dalam n, Mean, SD, Min, dan Maks. Karakteristik sampel data kategorikal dalam n dan persen. Hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian anemia defisiensi besi dengan mengontrol kunjungan ANC dan usia kehamilan sebagai faktor perancu, dianalisis dengan model regresi logistik ganda. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Murti, 2010) : p dimana : ln 1 p = a+b 1 x 1 +b 2 x 2 P : probabilitas untuk anemia defisiensi besi. 1-p : probabilitas untuk tidak anemia defisiensi besi. a : konstanta. b 1, b 2 : konstanta regresi variabel bebas x 1, x 2, x 3 x 1 x 2 x 3 : jarak kehamilan (0 : > 24 bulan; 1 : < 24 bulan) : kunjungan ANC (0: K4; 1: K1/K2/K3) : usia kehamilan (0: > 12 minggu; 1: < 12 minggu) Hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian anemia defisiensi besi pada ibu hamil ditunjukkan oleh Odds Ratio (OR) = Exp (b).

39 28 J. Rancangan Penelitian terangan : UK : usia kehamilan JK : jarak kehamilan T : teratur TT : tidak teratur

40 BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian mengenai hubungan antara jarak kehamilan dengan anemia defisiensi besi telah dilaksanakan pada bulan Mei 2012 di Poli Kandungan RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Sampel penelitian berjumlah 60 sampel yang terdiri dari 40 pasien bukan penderita anemia defisiensi besi dan 20 pasien penderita anemia defisiensi besi. Berikut disampaikan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. A. Karakteristik Sampel Penelitian 1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kontinyu Tabel 4.1 Karakteristik sampel data kontinyu Variabel n Mean SD Min Maks Jarak kehamilan 60 56,03 42, Usia kehamilan 60 27,65 11, Tabel 4.1 menunjukkan, rata-rata jarak kehamilan pasien pada penelitian yaitu 56 bulan. Sedangkan rata-rata usia kehamilan pasien yang didapatkan adalah 27 minggu. 2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kategorikal a Tabel 4.2 Distribusi sampel berdasarkan status ANC No Status ANC Frekuensi(n) % T1 Tidak teratur Teratur Jumlah bel 4.2 menunjukkan selama penelitian di Poli Kandungan RSUD Dr. Moewardi, status ANC pasien 100% teratur. 29

41 30 Tabel 4.3 Distribusi sampel berdasarkan status anemia defisiensi besi No Status anemia defisiensi besi Frekuensi(n) % 1 Bukan anemia defisiensi besi 40 66,7 2 Anemia defisiensi besi 20 33,3 Jumlah abel 4.3 menunjukkan bahwa jumlah sampel pasien bukan anemia defisiensi besi lebih banyak daripada sampel pasien anemia defisiensi besi. B. Analisis Bivariat Pada tahap ini dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan dengan variabel bebas (jarak kehamilan) terhadap variabel terikat (anemia defisiensi besi) serta arah hubungannya. Analisis juga dilakukan terhadap faktor perancu, yaitu usia kehamilan. Adanya faktor perancu berpengaruh terhadap hasil analisis data yang didapat. Untuk mengendalikannya, dilakukan analisis regresi logistik. Uji statistik menggunakan Chi-Square Test dengan Confidence Interval (CI) = 95%. 1. Hubungan Jarak Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi Tabel 4.4 Analisis bivariat tentang hubungan jarak kehamilan dengan anemia defisiensi besi anemia defisiensi besi Variabel Ya Tidak Total OR p n(%) n(%) n(%) Jarak kehamilan: < 24 bulan 3 (37,5) 5 (62,5) 8 (100) 24 bulan 17 (32,7) 35 (67,3) 52 (100) 0,8 0,788 T

42 31 Gambar 4.1 Rata - rata jarak kehamilan dengan anemia defisiensi besi. Dari Tabel 4.4 dan Gambar 4.1 didapatkan ibu hamil dengan jarak kehamilan < 24 bulan yang menderita anemia defisiensi besi sebanyak 3 orang (37,5%) dan yang tidak menderita anemia defisiensi besi sebanyak 5 orang (62,5%). Pada ibu hamil dengan jarak kehamilan 24 bulan didapatkan penderita anemia defisiensi besi sebanyak 17 orang (32,7%) dan yang tidak menderita anemia defisiensi besi sebanyak 35 orang (67,3%). Analisis bivariat terhadap hubungan antara jarak kehamilan dengan risiko mengalami anemia defisiensi besi menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p = 0,788). Pasien dengan jarak kehamilan 24 bulan memiliki risiko untuk mengalami anemia defisiensi besi dengan frekuensi 0,8 kali lebih rendah daripada jarak kehamilan < 24 bulan (OR = 0,8 ; Cl 95% 0,17 s.d. 3,80; p = 0,778), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari variabel perancu.

43 32 2. Hubungan Usia Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi Tabel 4.5 Analisis bivariat tentang hubungan usia kehamilan dengan anemia defisiensi besi anemia defisiensi besi Variabel Ya Tidak Total OR p n(%) n(%) n(%) Usia kehamilan: < 12 minggu 1 (16,7) 5 (83,3) 6 (100) 12 minggu 19 (35,2) 35 (64,8) 54 (100) 2,71 0,361 Gambar 4.2 Rata - rata usia kehamilan dengan anemia defisiensi besi. Dari Tabel 4.5 dan Gambar 4.2 didapatkan ibu hamil dengan usia kehamilan < 12 minggu yang menderita anemia defisiensi besi sebanyak 1 orang (16,7%) dan yang tidak menderita anemia defisiensi besi sebanyak 5 orang (83,3%). Pada ibu hamil dengan usia kehamilan 12 minggu didapatkan penderita anemia defisiensi besi sebanyak 19 orang (35,2%)

44 33 dan yang tidak menderita anemia defisiensi besi sebanyak 35 orang (64,8%). Analisis bivariat terhadap hubungan antara usia kehamilan dengan risiko mengalami anemia defisiensi besi menunjukan hubungan yang tidak signifikan (p = 0,361). Pasien dengan usia kehamilan 12 minggu memiliki risiko untuk mengalami anemia defisiensi besi dengan frekuensi 2,71 kali lebih besar daripada usia kehamilan < 12 minggu (OR = 2,71; Cl 95% 0,30 s.d. 24,95; p = 0,361), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari variabel perancu. C. Analisis Regresi Logistik Ganda Setelah melakukan analisis bivariat terhadap variabel jarak kehamilan dengan anemia defisiensi besi dan variabel perancu yaitu usia kehamilan didapatkan jarak dan usia kehamilan tidak signifikan berpengaruh terhadap risiko terkena anemia defisiensi besi. Analisis regresi logistik ganda dilakukan dengan memperhitungkan variabel usia kehamilan sehingga didapatkan hasil yang lebih valid karena telah mengontrol variabel perancu yang dapat mempengaruhi hubungan jarak kehamilan dengan anemia defisiensi besi.

45 34 Tabel 4.6 Hasil analisis regresi logistik ganda tentang hubungan jarak kehamilan dengan anemia defisiensi besi dengan mengontrol usia kehamilan pasien. CI 95% Variabel OR Nilai p Independen Batas Batas Bawah Atas Jarak kehamilan 24 bulan 0,79 0,26 2,37 0,763 Usia kehamilan 12 minggu 2,74 0,30 25,30 0,373 N observasi = 60 Nagelkerke R² = 2,3% -2 log likehood = 75,36 Tabel 4.6 menunjukkan hasil analisis regresi logistik ganda bahwa terdapat hubungan negatif, lemah, dan secara statistik tidak signifikan antara jarak kehamilan dengan anemia defisiensi besi. Wanita hamil jarak 24 bulan memiliki risiko untuk mengalami anemia defisiensi besi 0,8 kali lebih rendah daripada < 24 bulan (OR = 0,8 ; Cl 95% 0,17 s.d. 3,80; p = 0,778). Analisis ini telah mengontrol pengaruh faktor perancu usia kehamilan. Nagelkerke R² 2,3% mengandung arti kedua variabel independen dalam model regresi logistik yaitu jarak kehamilan dan usia kehamilan, secara bersama hanya mampu menjelaskan terjadinya anemia defisiensi besi sebesar 2,3%. Variabel yang juga berpengaruh terhadap anemia defisiensi besi yaitu asupan gizi, tidak diteliti dalam penelitian ini.

46 BAB V PEMBAHASAN Penelitian yang berjudul Hubungan antara Jarak Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi di RSUD Dr. Moewardi dilakukan pada bulan Mei 2012 di RSUD Dr. Moewardi dan setelah diseleksi dengan kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan 60 subjek penelitian yang terdiri dari 40 pasien bukan penderita anemia defisiensi besi dan 20 pasien penderita anemia defisiensi besi. Distribusi sampel penelitian berdasarkan jarak kehamilan pada tabel 4.1 didapatkan pasien yang menjadi sampel rata-rata jarak kehamilan 56 bulan dengan jarak kehamilan terpendek yaitu 8 bulan dan jarak kehamilan terlama yaitu 204 bulan. Sampel rata-rata usia kehamilan 27 minggu dengan usia kehamilan terendah yaitu 4 minggu dan usia kehamilan tertinggi yaitu 41 minggu. Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan 60 orang (100%) menunjukkan bahwa sampel penelitian melakukan Ante Natal Care (ANC) secara teratur yaitu minimal satu kali pada trimester I, satu kali pada trimester II, dan minimal dua kali pada trimester III sehingga ANC tidak bisa dianalisis sebagai faktor perancu dalam analisis bivariat maupun regresi logistik ganda. Angka ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran pasien untuk memeriksakan kehamilan sudah tinggi (Depkes, 2003). Pada tabel 4.3, persentase pasien dalam penelitian ini yang menderita anemia defisiensi besi lebih sedikit dibandingan dengan pasien yang bukan penderita anemia defisiensi besi. Dapat terlihat dari hasil persentase 66,7% pasien yang 35

47 36 menjadi subjek penelitian tidak menderita anemia defisiensi besi sedangkan 33,3% pasien menderita anemia defisiensi besi. Hal ini menunjukkan bahwa sudah tinggingnya pengetahuan pasien mengenai pengaruh anemia defisiensi besi terhadap kehamilannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa penderita anemia defisiensi besi di Indonesia sekitar 30% (McLean, 2009). Tabel 4.4 dan gambar 4.1 menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara hubungan jarak kehamilan dengan anemia defisiensi besi (OR = 0,8 ; Cl 95% 0,17 s.d. 3,80; p = 0,778), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari variabel perancu. Pasien dengan jarak kehamilan 24 bulan memiliki risiko untuk mengalami anemia defisiensi besi dengan frekuensi sering, 0,8 kali lebih rendah daripada usia kehamilan < 24 bulan. Dari Tabel 4.5 dan Gambar 4.2 didapatkan ibu hamil dengan usia kehamilan < 12 minggu yang menderita anemia defisiensi besi sebanyak 1 orang (16,7%) dan yang tidak menderita anemia defisiensi besi sebanyak 5 orang (83,3%). Analisis bivariat terhadap hubungan antara usia kehamilan dengan anemia defisiensi besi menunjukan hubungan yang tidak signifikan (OR = 2,71; Cl 95% 0,30 s.d. 24,95; p = 0,361). Untuk semakin memperjelas hubungan dari hasil analisis data yang didapat maka dilakukan kontrol terhadap variabel perancu, yaitu usia kehamilan dengan analisis regresi logistik ganda. Tabel 4.6 merupakan hasil analisis regresi yang menunjukkan hubungan lemah dan tidak signifikan antara hubungan jarak kehamilan dengan anemia defisiensi besi (OR = 0,8 ; Cl 95% 0,17 s.d. 3,80;

48 37 p = 0,778). Wanita hamil jarak 24 bulan memiliki risiko untuk mengalami anemia defisiensi besi 0,8 kali lebih rendah daripada < 24 bulan.. Ketidaksignifikansi dari penelitian ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sudah teraturnya kunjungan ANC pada sampel penelitian ini. Pada kunjungan ANC pasien diberikan tablet besi, sehingga dapat membantu meningkatkan cadangan besi dalam tubuh. Namun pemberian tablet besi juga memiliki efek samping seperti mual, ketidaknyamanan epigastrium, kejang perut, konstipasi dan diare. Dilihat dari efek samping tersebut meskipun tidak berat, perlu dilakukan juga penanganan anemia defisiensi besi dari faktor penyebabnya seperti pengaturan jarak kehamilan agar cadangan besi dalam tubuh ibu pulih secara alami. Selain itu ketidaksignifakan hasil dikarenakan penulis tidak meneliti asupan gizi pada ibu hamil sebagai faktor perancu. Padahal asupan gizi yang baik dapat memperkecil risiko ibu hamil mengalami anemia defisiensi besi. Seperti yang diungkapkan oleh Andrews (2005) bahwa terdapat hubungan yang kuat antara asupan gizi dengan gangguan metabolisme zat besi. Gangguan metabolisme zat besi akibat kekurangan nutrisi merupakan penyebab tersering anemia defisiensi besi pada ibu hamil. Peneliti tidak melakukan penelitian dengan mengontrol asupan gizi karena mengontrol asupan gizi pada ibu hamil memerlukan waktu yang lama dan prosedur yang rumit. Mengontrol asupan gizi pada ibu hamil harus dilakukan dengan metode 24 hours food recall dengan metode home visit minimal 3 kali dalam seminggu. Asupan gizi ibu hamil juga perlu ditimbang berat dan kadar

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Anemia Defisiensi Besi a. Definisi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANEMIA DEFISIENSI BESI 2.1.1. Definisi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Anemia Gizi Anemia gizi adalah keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit, dan sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian mengenai hubungan antara jarak kehamilan dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian mengenai hubungan antara jarak kehamilan dengan BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian mengenai hubungan antara jarak kehamilan dengan telah dilaksanakan pada bulan Mei 2012 di Poli Kandungan RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Sampel penelitian berjumlah 60 sampel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia secara praktis didefenisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal. Namun, nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR RISIKO PERDARAHAN DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2012 SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR RISIKO PERDARAHAN DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2012 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA FAKTOR RISIKO PERDARAHAN DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2012 SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Larissa Amanda

Lebih terperinci

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Anemia

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Anemia Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Anemia A. Topik : Sistem Hematologi B. Sub Topik : Anemia C. Tujuan Instruksional 1. Tujuan Umum : Setelah penyuluhan peserta diharapkan dapat mengtahui cara mengatasi terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010-2015 dilakukan pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa. Pemerintah memiliki

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN ABORTUS SPONTAN DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN ABORTUS SPONTAN DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN ABORTUS SPONTAN DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran ANDREAS PETER PATAR B. S. G0010018 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan memberikan perubahan yang besar terhadap tubuh seorang ibu hamil. Salah satu perubahan yang besar yaitu pada sistem hematologi. Ibu hamil sering kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Setiap pasangan menginginkan kehamilan berlangsung dengan baik, bayi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini

Lebih terperinci

KEHAMILAN PADA USIA REMAJA SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA KETUBAN PECAH DINI. SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

KEHAMILAN PADA USIA REMAJA SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA KETUBAN PECAH DINI. SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran KEHAMILAN PADA USIA REMAJA SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA KETUBAN PECAH DINI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Kevin Wahyudy Prasetyo G0010109 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). Selama proses kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KADAR HEMATOKRIT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN STROKE ISKEMIK FASE AKUT PADA PASIEN DI UNIT PENYAKIT SARAF RSUD DR.

HUBUNGAN ANTARA KADAR HEMATOKRIT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN STROKE ISKEMIK FASE AKUT PADA PASIEN DI UNIT PENYAKIT SARAF RSUD DR. HUBUNGAN ANTARA KADAR HEMATOKRIT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN STROKE ISKEMIK FASE AKUT PADA PASIEN DI UNIT PENYAKIT SARAF RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi (pembuahan) hingga permulaan persalinan. Ibu yang sedang hamil mengalami proses pertumbuhan yaitu pertumbuhan fetus

Lebih terperinci

Universitas Riau Telp. (0761) 31162, Fax (859258)

Universitas Riau Telp. (0761) 31162, Fax (859258) IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK HEMOGLOBIN (HB) PADA IBU HAMIL DI WILAYAH PESISIR DAN ALIRAN SUNGAI SIAK Erwin 1, Gamya TriUtami 2, RismadefiWoferst 3 1,2,3 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu masalah gizi wanita yang berkaitan dengan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr % pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari

Lebih terperinci

Hubungan antara Anemia dan Kejadian Inersia Uteri di RSUD Dr.Moewardi SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Hubungan antara Anemia dan Kejadian Inersia Uteri di RSUD Dr.Moewardi SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Hubungan antara Anemia dan Kejadian Inersia Uteri di RSUD Dr.Moewardi SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Dhyani Rahma Sari G0010056 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan suatu masalah gizi yang tersebar di seluruh dunia, baik di negara berkembang dan negara maju. Penderita anemia di seluruh dunia diperkirakan mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN IMUNISASI CAMPAK: APLIKASI TEORI HEALTH BELIEF MODEL SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN IMUNISASI CAMPAK: APLIKASI TEORI HEALTH BELIEF MODEL SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN IMUNISASI CAMPAK: APLIKASI TEORI HEALTH BELIEF MODEL SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran CHRISTOPHER BRILLIANTO G0013064 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PAPARAN PADA PEROKOK PASIF DENGAN VOLUME OKSIGEN MAKSIMAL (VO2MAX) PADA REMAJA USIA TAHUN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PAPARAN PADA PEROKOK PASIF DENGAN VOLUME OKSIGEN MAKSIMAL (VO2MAX) PADA REMAJA USIA TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PAPARAN PADA PEROKOK PASIF DENGAN VOLUME OKSIGEN MAKSIMAL (VO2MAX) PADA REMAJA USIA 19-24 TAHUN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran INES APRILIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi besi, etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan yaitu hemodilusi. 1

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi besi, etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan yaitu hemodilusi. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Heatlh Organization 40% kematian ibu di Negara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan

Lebih terperinci

HUBUNGAN IBU HAMIL PEROKOK PASIF DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN IBU HAMIL PEROKOK PASIF DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran HUBUNGAN IBU HAMIL PEROKOK PASIF DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Icha Dithyana G0010096 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang bersangkutan. Hemoglobin merupakan protein berpigmen

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DENGAN JENIS ANEMIA PADA IBU HAMIL

HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DENGAN JENIS ANEMIA PADA IBU HAMIL HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DENGAN JENIS ANEMIA PADA IBU HAMIL Nuraenny Ratna Bauw 1, Aryu Candra K. 2 1 Mahasiswa Program Studi S-1 Ilmu Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro 2

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERNIKAHAN USIA DINI DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS DI RSUD DR MOEWARDI

HUBUNGAN PERNIKAHAN USIA DINI DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS DI RSUD DR MOEWARDI HUBUNGAN PERNIKAHAN USIA DINI DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Anindita Ratna Gayatri G0010021 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. partus lama karena inertia uteri, perdarahan post partum karena atonia. uteri, syok, infeksi (baik intrapartum atau post partum).

BAB 1 PENDAHULUAN. partus lama karena inertia uteri, perdarahan post partum karena atonia. uteri, syok, infeksi (baik intrapartum atau post partum). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan kondisi alamiah yang unik karena meskipun bukan penyakit, tetapi seringkali menyebabkan komplikasi akibat berbagai perubahan anatomik serta

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN TINGKAT KEPERCAYAAN PADA LAYANAN RAWAT JALAN PUSKESMAS SIBELA KOTA SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN PERSEPSI KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN TINGKAT KEPERCAYAAN PADA LAYANAN RAWAT JALAN PUSKESMAS SIBELA KOTA SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN PERSEPSI KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN TINGKAT KEPERCAYAAN PADA LAYANAN RAWAT JALAN PUSKESMAS SIBELA KOTA SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran CAKRADENTA YUDHA POETERA G

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran CAKRADENTA YUDHA POETERA G PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN NEKROSIS PULPA DENGAN ABSES APIKALIS KRONIS ANTARA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DAN NON DIABETES MELLITUS DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang

Lebih terperinci

Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin

Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin a. Metabolisme besi Zat besi normal dikonsumsi 10-15 mg per hari. Sekitar 5-10% akan diserap dalam bentuk Fe 2+ di duodenum dan sebagian kecil di jejunum. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 359 per

BAB I PENDAHULUAN. 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 359 per BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup. Pada

Lebih terperinci

PERNYATAAN. diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

PERNYATAAN. diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan ii PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hemoglobin dalam sirkulasi darah. Anemia juga dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. hemoglobin dalam sirkulasi darah. Anemia juga dapat didefinisikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritroprotein. Akibatnya volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hamil. Anemia pada ibu hamil yang disebut Potensial danger of mother and. intra partum maupun post partum (Manuaba, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. hamil. Anemia pada ibu hamil yang disebut Potensial danger of mother and. intra partum maupun post partum (Manuaba, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah jumlah sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh terlalu sedikit, dimana peran sel darah merah sangat penting karena sel darah merah mengandung hemoglobin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ada empat masalah gizi utama yang ada di Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. Kedua, kurang vitamin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi dan pangan merupakan masalah yang mendasar karena secara langsung dapat menentukan kualitas sumber daya manusia serta derajat kesehatan masyarakat. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Laela Yusriana 1610104358 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV FAKULTAS

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS JUS JAMBU BIJI TERHADAP PERUBAHAN KADAR HB PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BACEM KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015

EFEKTIVITAS JUS JAMBU BIJI TERHADAP PERUBAHAN KADAR HB PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BACEM KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 EFEKTIVITAS JUS JAMBU BIJI TERHADAP PERUBAHAN KADAR HB PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BACEM KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 Dhita Kris Prasetyanti, Lia Eforia Asmarani Ayu Putri Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi vitamin A, dan defisiensi yodium (Depkes RI, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi vitamin A, dan defisiensi yodium (Depkes RI, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi seimbang di Indonesia masih merupakan masalah yang cukup berat. Pada hakikatnya berpangkal pada keadaan ekonomi yang kurang dan terbatasnya pengetahuan

Lebih terperinci

HUBUNGAN DERAJAT KEPARAHAN STROKE DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA PASEIN POST-STROKE ISKEMIK AKUT SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

HUBUNGAN DERAJAT KEPARAHAN STROKE DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA PASEIN POST-STROKE ISKEMIK AKUT SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan HUBUNGAN DERAJAT KEPARAHAN STROKE DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA PASEIN POST-STROKE ISKEMIK AKUT SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Eksy Andhika W G.0010068 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global baik di negara berkembang maupun negara maju. Anemia terjadi pada semua tahap siklus kehidupan dan termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah yang masih terjadi pada wanita khusunya ibu hamil. Prevalensi anemia pada ibu hamil di seluruh dunia adalah 41,8%. Kejadian anemia diseluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan tahap dimana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia merupakan salah satu negara dengan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) tertinggi di ASEAN. Menurut data SDKI tahun 2007 didapatkan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN VOLUME PROSTAT ANTARA PASIEN BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA

PERBANDINGAN VOLUME PROSTAT ANTARA PASIEN BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA PERBANDINGAN VOLUME PROSTAT ANTARA PASIEN BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA DENGAN DIABETES MELLITUS DAN TANPA DIABETES MELLITUS DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

UJI BANDING TERJADINYA ANDROPAUSE ANTARA LAKI-LAKI YANG LINGKAR PINGGANGNYA BESAR DAN NORMAL DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA SKRIPSI

UJI BANDING TERJADINYA ANDROPAUSE ANTARA LAKI-LAKI YANG LINGKAR PINGGANGNYA BESAR DAN NORMAL DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA SKRIPSI UJI BANDING TERJADINYA ANDROPAUSE ANTARA LAKI-LAKI YANG LINGKAR PINGGANGNYA BESAR DAN NORMAL DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Andreas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat, dan / atau vitamin B12, yang kesemuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah

Lebih terperinci

22,02%, 23,48% dan 22,45% (Sarminto, 2011). Kejadian anemia di Provinsi DIY pada tahun 2011 menurun menjadi 18,90%. Berbeda dengan provinsi, kejadian

22,02%, 23,48% dan 22,45% (Sarminto, 2011). Kejadian anemia di Provinsi DIY pada tahun 2011 menurun menjadi 18,90%. Berbeda dengan provinsi, kejadian 2 22,02%, 23,48% dan 22,45% (Sarminto, 2011). Kejadian anemia di Provinsi DIY pada tahun 2011 menurun menjadi 18,90%. Berbeda dengan provinsi, kejadian anemia di Kota Yogyakarta meningkat menjadi 25,38%

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR BILIRUBIN INDIREK DENGAN SEPSIS PADA BAYI KURANG BULAN DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

HUBUNGAN KADAR BILIRUBIN INDIREK DENGAN SEPSIS PADA BAYI KURANG BULAN DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan HUBUNGAN KADAR BILIRUBIN INDIREK DENGAN SEPSIS PADA BAYI KURANG BULAN DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran DINAR DEWI MIFTAH TYAS ARUM G0014070

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju dan negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat namun juga segi

Lebih terperinci

Keywords : Long Bean Leaves, Haemoglobin, Pregnancy Second Trimester

Keywords : Long Bean Leaves, Haemoglobin, Pregnancy Second Trimester PENGARUH KONSUMSI DAUN KACANG PANJANG TERHADAP PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TM II DENGAN ANEMIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS POLANHARJO KABUPATEN KLATEN Dewi Andang Prastika, Onny Setiani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi (pembuahan) hingga permulaan persalinan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI TABLET Fe DAN FREKUENSI ANTENATAL CARE (ANC) DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL DI DESA SENDANG PONOROGO NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI TABLET Fe DAN FREKUENSI ANTENATAL CARE (ANC) DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL DI DESA SENDANG PONOROGO NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI TABLET Fe DAN FREKUENSI ANTENATAL CARE (ANC) DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL DI DESA SENDANG PONOROGO NASKAH PUBLIKASI Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana komponen dalam darah, yakni hemoglobin (Hb) dalam darah atau jumlahnya kurang dari kadar normal. Di Indonesia prevalensi anemia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian besar anemia di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya ABSTRAK Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Untuk membedakan ADB

Lebih terperinci

BAB I. sel darah normal pada kehamilan. (Varney,2007,p.623) sampai 89% dengan menetapkan kadar Hb 11gr% sebagai dasarnya.

BAB I. sel darah normal pada kehamilan. (Varney,2007,p.623) sampai 89% dengan menetapkan kadar Hb 11gr% sebagai dasarnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi hemoglobin di dalam sirkulasi darah. Perubahan fisiologis alami yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lahir dalam waktu yang cukup (Andriana, 2007). fisiologi, anatomi dan hormonal yang berbeda-beda. Salah satunya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. lahir dalam waktu yang cukup (Andriana, 2007). fisiologi, anatomi dan hormonal yang berbeda-beda. Salah satunya adalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan adalah dikandungnya janin hasil pembuahan sel telur oleh sel sperma (Kushartanti, 2004). Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya

Lebih terperinci

PENGARUH KEKURANGAN ENERGI KRONIS (KEK) DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL

PENGARUH KEKURANGAN ENERGI KRONIS (KEK) DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL PENGARUH KEKURANGAN ENERGI KRONIS (KEK) DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL Fidyah Aminin 1) Atika Wulandari 1) Ria Pratidina Lestari 1) 1) Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang fidyahaminin@yahoo.com

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan keadaan dimana kebutuhan ibu terhadap besi meningkat dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan fetal, plasenta, dan penambahan jumlah eritrosit selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi besi. Masalah anemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia secara klinis didefinisikan sebagai tidak cukupnya massa sel darah merah (hemoglobin) yang beredar di dalam tubuh. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu pembangunan yang telah memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia pada ibu hamil

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia pada ibu hamil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia pada kehamilan merupakan salah satu masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA USIA PERTAMA KALI BERHUBUNGAN SEKSUAL DENGAN KANKER SERVIKS DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA USIA PERTAMA KALI BERHUBUNGAN SEKSUAL DENGAN KANKER SERVIKS DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA USIA PERTAMA KALI BERHUBUNGAN SEKSUAL DENGAN KANKER SERVIKS DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Ema Novalia Dewi Kurnia Sari G0012069

Lebih terperinci

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA PADA PASIEN ASMA WANITA YANG MENGGUNAKAN KONTRASEPSI HORMONAL DAN TIDAK SKRIPSI

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA PADA PASIEN ASMA WANITA YANG MENGGUNAKAN KONTRASEPSI HORMONAL DAN TIDAK SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA PADA PASIEN ASMA WANITA YANG MENGGUNAKAN KONTRASEPSI HORMONAL DAN TIDAK SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM TABLET FE PADA IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS TEGALREJO TAHUN 2016

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM TABLET FE PADA IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS TEGALREJO TAHUN 2016 HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM TABLET FE PADA IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS TEGALREJO TAHUN 2016 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS ANEMIA IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HALMAHERA, SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA STATUS ANEMIA IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HALMAHERA, SEMARANG HUBUNGAN ANTARA STATUS ANEMIA IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HALMAHERA, SEMARANG Hillary Meita Audrey 1, Aryu Candra 2 1 Mahasiswa Program Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Menurut Manuaba (2010),

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Menurut Manuaba (2010), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia pada kehamilan merupakan masalah yang umum karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas

Lebih terperinci

PERBEDAAN NILAI ARUS PUNCAK EKSPIRASI (APE) ANTARA BURUH ADMINISTRASI DENGAN BURUH PROSES PENCELUPAN INDUSTRI BATIK SKRIPSI

PERBEDAAN NILAI ARUS PUNCAK EKSPIRASI (APE) ANTARA BURUH ADMINISTRASI DENGAN BURUH PROSES PENCELUPAN INDUSTRI BATIK SKRIPSI PERBEDAAN NILAI ARUS PUNCAK EKSPIRASI (APE) ANTARA BURUH ADMINISTRASI DENGAN BURUH PROSES PENCELUPAN INDUSTRI BATIK SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran ANISA NUR RAHMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia yang berakibat buruk bagi penderita terutama golongan rawan gizi yaitu anak balita, anak sekolah, remaja, ibu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. a. Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterine mulai

TINJAUAN PUSTAKA. a. Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterine mulai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI 1. Jarak Kehamilan Pengertian jarak kehamilan a. Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterine mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang

BAB I PENDAHULUAN. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kondisi berbahaya yang sering dialami ibu hamil adalah anemia. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang asupan zat besi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anemia masih tinggi, dibuktikan dengan data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. anemia masih tinggi, dibuktikan dengan data World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah masalah kesehatan masyarakat dunia yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Angka prevalensi anemia masih tinggi, dibuktikan dengan data

Lebih terperinci

ABSTRAK. Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr., SpOG Pembimbing II : Penny Setyawati,dr.,SpPK., M.Kes

ABSTRAK. Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr., SpOG Pembimbing II : Penny Setyawati,dr.,SpPK., M.Kes ABSTRAK PREVALENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SUKAWARNA KELURAHAN SUKAWARNA KECAMATAN SUKAJADI WILAYAH BOJONEGARA BANDUNG Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis malnutrisi dengan prevalensi tertinggi di dunia sehingga

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANEMIA DENGAN HIPOTERMIA PADA NEONATUS DI RSUD DR MOEWARDI. SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN ANEMIA DENGAN HIPOTERMIA PADA NEONATUS DI RSUD DR MOEWARDI. SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran HUBUNGAN ANEMIA DENGAN HIPOTERMIA PADA NEONATUS DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Ardiningsih G0009026 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi 2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan konseling kepada ibu hamil mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan sebagai deteksi dini ibu hamil risiko tinggi dalam rangka

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBERIAN SUPLEMEN ZAT BESI DENGAN PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III. Oleh: YURI SHABRINA SUSANI

HUBUNGAN PEMBERIAN SUPLEMEN ZAT BESI DENGAN PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III. Oleh: YURI SHABRINA SUSANI HUBUNGAN PEMBERIAN SUPLEMEN ZAT BESI DENGAN PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III Oleh: YURI SHABRINA SUSANI 120100355 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 HUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

Lebih terperinci