POKOK BAHASAN V AGREGAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POKOK BAHASAN V AGREGAT"

Transkripsi

1 68 POKOK BAHASAN V AGREGAT 5.1 Pendahuluan Agregat merupakan campuran dari pasir, gravel, batu pecah, slag atau material lain dari bahan mineral alami atau buatan. Agregat merupakan bagian terbesar dari campuran aspal. Material agregat yang digunakan untuk konstruksi perkerasan jalan utamanya untuk menahan beban lalu lintas. Agregat dari bahan batuan pada umumnya masih diolah lagi dengan mesin pemecah batu (stone crusher) sehingga didapatkan ukuran sebagaimana dikehendaki dalam campuran. Agar dapat digunakan sebagai campuran aspal, agregat harus lolos dari berbagai uji yang telah ditetapkan Deskripsi Singkat Pokok bahasan mengenai agregat berisi tentang: 1. Definisi agregat 2. Asal agregat 3. Pengujian terhadap agregat 4. Mencampur agregat 5. Specific Gravity agregat 6. Agregat untuk lapisan base dan sub-base Relevansi Agregat merupakan material yang terbanyak digunakan dalam pekerjaan konstruksi jalan. Dapat memilih agregat yang baik untuk bahan konstruksi berarti mengerti akan cara menguji dan mengerti akan hasil uji agregat. Agregat juga merupakan bahan yang berbutir dengan ukuran yang bermacam-macam, untuk itu diperlukan ketrampilan untuk mencampurnya sehingga didapat gradasi yang sesuai dengan yang disyaratkan oleh spesifikasi. Dengan mengerti proses memilih, menguji

2 69 dan mencampur agregat diharapkan setelah selesai mempelajari agregat, mahasiswa dapat melakukan ketiga hal tersebut dengan baik Standar Kompetensi Dengan mempelajari agregat, maka diharapkan kelak mahasiswa setelah menyelesaikan studinya dapat memilih, menguji dan mencampur agregat dengan baik. Dengan demikian ia kelak akan menjadi ahli dalam pekerjaan yang memakai bahan agregat sebagai material utamanya. Agregat banyak dipakai untuk pembuatan prasarana transportasi, sehingga diharapkan ia kelak dapat melakukan perhitungan, melaksanakan maupun mengawasi pekerjaan yang menggunakan agregat Kompetensi Dasar Bila diberikan penjelasan mengenai agregat, maka diharapkan mahasiswa Program Diploma III Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro dapat memilih, menguji dan mencampur agregat dengan 95% benar. 5.2 Penyajian Definisi Agregat Agregat adalah suatu bahan yang keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan campuran dan berupa berbagai jenis butiran atau pecahan, termasuk didalamnya antara lain: pasir, kerikil, agregat pecah, terak dapur tinggi dan debu agregat. Banyaknya agregat dalam campuran aspal pada umumnya berkisar antara 90% sampai dengan 95% terhadap total berat campuran atau 70% sampai dengan 85% terhadap volume campuran aspal. Mineral agregat utamanya untuk menahan beban yang bekerja pada perkerasan.

3 70 Asal Agregat Asal agregat dapat digolongkan dalam 3 kategori: 1. Agregat dari batuan beku (volcanic rock): agregat ini terjadi akibat pendinginan dan pembekuan dari bahan-bahan yang meleleh akibat panas (magma bumi). Agregat ini digolongkan dalam 2 jenis pokok: a. Agregat dari batuan ekstrusif: terjadinya akibat dilempar ke udara dan mendingin secara cepat. Jenis pokoknya: pyolite, andesite dan basalt. Sifat utamanya: berbutir halus, keras dan cenderung rapuh. b. Agregat dari batuan intrusif: terjadinya akibat batuan yang mendingin secara lambat dan diperoleh sebagai singkapan. Jenis pokoknya: granit, diorit dan gabro. Sifat utamanya: berbutir kasar, keras dan kaku. 2. Agregat dari batuan endapan (sedimentary rock): agregat terjadi dari hasil endapan halus dari hasil pelapukan batuan bebas, tumbuhtumbuhan, binatang. Dengan mengalami proses pelekatan dan penekanan oleh alam maka menjadi agregat/batuan endapan. Jenis agregat dari batuan endapan antara lain: batuan kapur, batuan silika dan batuan pasir. 3. Agregat dari batuan methamorphik: agregat terjadi dari hasil modifikasi oleh alam (perubahan fisik dan kimia dari batuan endapan dan beku sebagai hasil dari tekanan yang kuat, akibat gesekan bumi dan panas yang berlebihan). Sebagai contoh: batuan kapur menjadi marmer dan batuan pasir menjadi kwarsa. Agregat untuk campuran perkerasan jalan juga diklasifikasikan berdasarkan sumbernya: 1. Pit atau bank run materials (pit-run), biasanya gravel dari ukuran 75 mm (3 in) sampai ukuran 4.75 mm (No. 4). Pasir yang terdiri partikel ukuran 4.75 mm (No. 4) hingga partikel berukuran mm (No. 200). Ada juga silt yang berukuran mm kebawah. Batu-batuan tersebut tersingkap dan ter-degradasi oleh alam baik secara fisik maupun

4 71 kimiawi. Produk proses degradasi ini kemudian diangkut oleh angin, air atau es (gletser yang bergerak) dan diendapkan disuatu lahan. 2. Agregat hasil proses, merupakan hasil proses pemecahan batubatuan dengan stone-crusher machine (mesin pemecah batu) dan disaring. Agregat alam biasanya dipecah agar dapat digunakan sebagai campuran aspal. Agregat yang dipecah tersebut kualitasnya kemungkinan bertambah, dimana pemecahan akan merubah tekstur permukaan, merubah bentuk agregat dari bulat ke bersudut, menambah distribusi dan jangkauan ukuran partikel agregat. Pemecahan batu bisa dari ukuran bedrocks atau batu yang sangat besar. Pada ukuran bedrocks sebelum masuk mesin stone-crusher maka pengambilannya melalui blasting (peledakan dengan dinamit). 3. Agregat sintetis/buatan (synthetic/artificial aggregates), sebagai hasil modifikasi, baik secara fisik atau kimiawi. Agregat demikian merupakan hasil tambahan pada proses pemurnian biji tambang besi atau yang spesial diproduksi atau diproses dari bahan mentah yang dipakai sebagai agregat. Terak dapur tinggi (blast-furnace slag) adalah yang paling umum digunakan sebagai agregat buatan. Terak yang mengapung pada besi cair adalah bukan bahan logam (non-metallic), kemudian ukurannya diperkecil dan didinginkan dengan udara. Pemakaian agregat sintetis untuk pelapisan lantai jembatan, karena agregat sintetis lebih tahan lama dan lebih tahan terhadap geseran dari pada agregat alam. Pengujian Terhadap Agregat Pemilihan terhadap bahan agregat yang akan digunakan untuk bahan perkerasan jalan tergantung pada ketersediaan (volume) agregat yang ada di-lokasi, kualitasnya dan harga yang layak. Evaluasi mutu agregat agar layak dipakai untuk bahan perkerasan antara lain: 1. Ukuran dan gradasi

5 72 2. Kebersihan 3. Kekerasan/keausan 4. Tekstur dari partikel 5. Bentuk butiran agregat 6. Penyerapan (absorption) 7. Daya lekat untuk aspal Ukuran dan gradasi. Ukuran butiran yang maksimum dari agregat ditunjukkan dengan saringan terkecil dimana agregat tersebut masih bisa lolos 100%. Ukuran nominal maksimum agregat adalah ukuran saringan yang terbesar dimana diatas saringan tersebut terdapat sebagian agregat yang tertahan. Ukuran butiran maksimum dan gradasi agregat dikontrol oleh spesifikasi. Agregat sering kali dikontrol oleh gradasinya. Sebagai contoh gradasi: agregat bergradasi rapat (dense graded), bergradasi terbuka (open graded), bergradasi seragam (single size), bergradasi senjang (gap graded), bergradasi kasar (coarse graded) dan bergradasi halus (fine graded). Gambar 5.1 merupakan contoh kurva gradasi campuran agregat untuk aspal beton surface course.

6 73 Gambar 5.1 Kurva gradasi campuran agregat untuk aspal beton surface course Kebersihan. Kadangkala dijumpai agregat yang mengandung kotoran (lumpur, tumbuh-tumbuhan dan partikel lunak), kotoran ini sangat berpengaruh terhadap keawetan perkerasan jalan. Kandungan kotoran tersebut oleh spesifikasi dibatasi. Kebersihan agregat dapat dilihat secara visual, tetapi lebih pasti lagi hasilnya bila kita lakukan analisa saringan basah. Test sand-equivalent (AASHTO T-176) merupakan salah satu cara untuk menentukan bagian dari material berbutir halus atau lempung (clay) yang ada pada agregat yang lolos saringan No. 4 (4.75 mm). Kekerasan. Agregat harus tahan terhadap gaya-gaya abrasi selama agregat tersebut dalam masa produksi. Proses pelaksanaan pekerjaan jalan meliputi: penempatan, pemadatan dan dipakai untuk lalu lintas sementara maupun tetap sesudah jalan dalam masa pelayanan mengharuskan agregat harus kuat menahan gaya abrasi. Untuk agregat yang ditempatkan pada permukaan jalan (surface layer) maka kekerasannya harus lebih besar dari pada lapisan dibawahnya.

7 74 Kekerasan tersebut diukur dengan mesin abrasi Los-Angeles, hasilnya berupa abrasi atau ketahanan dari mineral agregat. Peralatan dan tata cara pengujian ada pada spesifikasi AASHTO T-96 dan ASTM C-131. Gradasi agregat yang akan diperiksa ditimbang beratnya dan dipisah pada saringan No. 12 (1.70 mm). Bagian yang tertahan saringan No. 12 ditimbang kemudian keseluruhannya (yang tertahan maupun yang lolos) dimasukkan ke drum mesin abrasi Los Angeles yang berisi bola-bola baja. Mesin kemudian diputar 500 kali putaran. Setelah itu agregat dikeluarkan dan di-ayak lagi. Bagian yang tertahan saringan No. 12 ditimbang. Perbedaan antara berat awal dan berat akhir dibagi berat keseluruhan dihitung sebagai persentase dari berat awal. Harga ini menyatakan persentase dari pemakaian (kekerasan). Gambar 5.2 memperlihatkan mesin abrasi Los Angeles. Gambar 5.2 Mesin abrasi Los Angeles

8 75 Dari pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles dapat diambil suatu batasan untuk penggolongan kekerasan agregat, yaitu: 1. Agregat keras mempunyai nilai abrasi 20 % 2. Agregat lunak mempunyai nilai abrasi > 50 % Disamping hal diatas maka pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi jalan penggunaan agregat berdasarkan kekerasannya sebagai berikut: 1. Untuk lapisan sub-base dan base, agregat harus mempunyai nilai abrasi maksimum 40 % setelah 500 kali putaran mesin Los Angeles. 2. Untuk campuran aspal (aspal beton), nilai abrasi maksimum 40 %. Untuk lapisan permukaan (wearing course) nilai abrasi maksimum 30 %. Tekstur permukaan. Sebagaimana halnya tekstur dari partikel, tekstur permukaan mempengaruhi kemudahan untuk dikerjakan dan kekuatan campuran agregat aspal (hotmix). Tekstur permukaan dipandang lebih penting dari pada tekstur dari partikel. Tekstur permukaan yang kasar seperti kertas amplas cenderung menambah kekuatan dari campuran aspal agregat dan memerlukan penambahan aspal untuk menjaga kehilangan workability nya. Batuan alam seperti batu-batu sungai sering dijumpai mempunyai permukaan halus dan berbentuk bulat. Dengan memecah batuan tersebut akan didapat permukaan yang kasar dan bentuk yang tidak bulat lagi. Permukaan yang halus mudah untuk diselimuti oleh film aspal, tetapi permukaan yang kasar film aspal cenderung lebih mempunyai daya lekat yang tinggi. Tidak ada cara untuk mengukur tekstur permukaan dari agregat, tetapi seperti bentuk partikel agregat, karakter ini terefleksi pada pengujian kekuatan campuran aspal dan workability-nya. Bentuk partikel agregat. Bentuk dari partikel akan berpengaruh terhadap kemudahan untuk dikerjakan (workability), demikian juga untuk

9 76 usaha pemadatan agar dapat dicapai kepadatan yang disyaratkan. Bentuk dari partikel juga mempunyai pengaruh terhadap kekuatan campuran aspal. Bentuk-bentuk yang tidak teratur, menyudut, akan menghasilkan keadaan saling mengunci sehingga kestabilan dari campuran tinggi. Sebaliknya bentuk-bentuk bulat menjadikan campuran kurang stabil. Agar didapat bentuk yang tidak teratur, menyudut, maka agregat yang awalnya berbentuk bulat harus dipecah dulu dimesin pemecah batu (stone crusher). Beberapa campuran aspal mempunyai agregat dengan bentuk campuran antara agregat bersudut dan bulat. Agregat yang bersudut didapat dari pemecahan batu (coarse aggregate) dan agregat yang bulat didapat dari pasir (rounded particles) yang merupakan fine aggregate. Kekuatan utama dari campuran aspal ini datang dari coarse aggregate nya, dan pasir untuk workability nya dan kemudahannya untuk dipadatkan. Penyerapan (absorption). Porositas dari agregat diindikasikan sebagai banyaknya air yang diserap ketika agregat tersebut direndam dalam air. Agregat yang porous akan menyerap aspal, sehingga campuran cenderung kering atau kurang daya lekat (cohesive). Pada campuran agregat aspal (hotmix) ada sedikit penambahan kadar aspal untuk memenuhi penyerapan aspal oleh agregat. Agregat yang sangat porous bila dipakai dalam campuran harus ditambah aspal cukup banyak. Agregat dengan porositas yang sangat tinggi tidak digunakan dalam campuran agregat aspal, kecuali agregat tersebut mempunyai sifat yang sangat bagus. Blast furnace slag dan beberapa agregat buatan maupun agregat sintetis merupakan material ringan tetapi dengan porositas tinggi. Bobot yang ringan dan mempunyai ketahanan pemakaian yang tinggi menyebabkan agregat jenis ini sering digunakan dalam campuran agregat-aspal.

10 77 Untuk menentukan penyerapan aspal oleh agregat digunakan uji penyerapan air oleh agregat yang distandarisir dalam spesifikasi AASHTO T atau ASTM C untuk agregat halus dan AASHTO T atau ASTM C untuk agregat kasar. Daya lekat untuk aspal. Penglepasan (pengelupasan) lapisan aspal (asphalt film) dari agregat oleh air membuat agregat tersebut tidak cocok untuk campuran aspal. Material agregat yang demikian dinamakan hydrophilic (suka air). Batuan silika seperti quartzite dan beberapa jenis granit merupakan agregat yang perlu diwaspadai terhadap bahaya penglepasan oleh air. Agregat yang menunjukkan ketahanan terhadap gaya penglepasan oleh air sangat cocok untuk campuran aspal. Agregat yang demikian dinamakan hydrophobic (tidak suka air). Jenis agregat ini adalah batuan kapur (limestone), dolomite dan batuan yang diendapkan. Metoda pengujian untuk menentukan pelapisan dan penglepasan campuran agregat-aspal menggunakan ASTM D Dimana campuran yang tidak dipadatkan direndam dalam air, kemudian material yang masih diselimuti oleh lapisan aspal dilihat secara visual. Uji lain yang menunjukkan pengaruh air terhadap campuran agregat-aspal adalah immersion-compression test ASTM D 1075 dan AASHTO T 165, dimana kekuatan campuran agregat-aspal yang dipadatkan, setelah direndam dalam air dibandingkan dengan kekuatan campuran yang sama tetapi tidak direndam dalam air. Pengurangan kekuatan yang terjadi merupakan indikasi dari kualitas agregat yang dipakai dari sudut pandang ketahanan terhadap penglupasan oleh air. Bila agregat yang tidak sesuai atau dalam tanda tanya kualitasnya harus dipergunakan, agregat tersebut seringkali masih memberikan hasil yang memuaskan apabila hubungan kepadatan-rongga (density-voids relationship) dapat ditingkatkan dengan penyesuaian terhadap gradasi dan kadar aspalnya. Gradasi agregat tersebut disesuaikan dengan mencampur dengan agregat lain. Kemudian dengan memilih kecukupan

11 78 kadar aspal untuk mengurangi rongga, maka campuran agregat-aspal yang dipadatkan akan sulit ditembus oleh air (impermeable). Perkerasan demikian akan tahan terhadap efek perusakan oleh air. Mencampur Agregat Mencampur agregat (aggregat blending) adalah untuk mendapatkan gradasi agregat yang sesuai dengan gradasi yang ditentukan dalam spesifikasi. Sedangkan spesifikasi gradasi agregat dibuat dengan tujuan: 1. Untuk menkontrol material konstruksi sehubungan dengan kualitas perkerasan yang diinginkan. 2. Untuk menemukan penggunaan yang optimum terhadap material setempat yang tersedia. 3. Untuk mengurangi biaya dengan melalui standarisasi biaya. Gradasi agregat dinyatakan sebagai: a. Persen total lolos b. Persen total tertahan, dan c. Persen lolos-tertahan. Persen total lolos adalah yang umum digunakan. Untuk Indonesia maka spesifikasi gradasi ditentukan oleh: Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Di Amerika Serikat maka AASHTO dan ASTM, mempunyai gradasi yang dibentuk tersendiri dan di Inggris oleh BS (British Standard). Agregat disamping digolongkan sesuai ukurannya masing-masing, maka ada penggolongan agregat berdasarkan tema untuk tujuan campuran agregat-aspal, yakni: a. Agregat kasar adalah fraksi material yang tertahan saringan No. 8 (2.36 mm). b. Agregat halus adalah fraksi material yang lolos saringan No. 8 (2.36 mm) dan tertahan saringan No. 200 (0.075 mm). c. Bahan pengisi (filler) adalah fraksi material yang lolos saringan No. 200 (0.075 mm).

12 79 Gradasi agregat adalah distribusi dari ukuran partikelnya dan dinyatakan dalam persentase terhadap total beratnya. Gradasi ditentukan dengan melewatkan sejumlah material melalui serangkaian saringan dari ukuran besar ke ukuran kecil dan menimbang berat material yang tertahan pada masing-masing saringan. Tabel 5.1 berikut merupakan ukuran saringan standar Amerika Serikat. Tabel 5,1 Dimensi Nominal Saringan Standar Amerika Serikat Penandaan Saringan Ukuran Lubang Saringan Standar Alternatif Mm In 38.1 mm 1 ½ in mm 1 in mm ¾ in mm ½ in mm 3/8 in mm No mm No mm No µm No µm No µm No µm N Sebagai contoh kita ambil agregat campuran seberat 1135 gram, kemudian kita lewatkan pada serangkaian saringan standar Amerika Serikat seperti diatas dan diamati jumlah: persen lolos total, persen tertahan total dan persen lolos-tertahan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.2 dibawah. Diharapkan anda mengerti cara mengisi kolom persen lolos total, persen tertahan total dan persen lolos-tertahan.

13 80 Tabel 5.2 Contoh analisa saringan yang digunakan untuk menentukan gradasi Standar Ukuran Saringan (mm) Tertahan Saringan (gram) Lolos Saringan (gram) Persen Lolos Total Persen Tertahan Total Persen Lolos- Tertahan 19 mm ¾ in mm ½ in mm 3/8 in mm No mm No µm No µm No µm No µm No Pan Pan 85 Total = 1135 Mencampur (blending) dua macam atau lebih agregat yang mempunyai gradasi yang berbeda sehingga gradasi campurannya memenuhi spesifikasi yang ditentukan adalah pekerjaan yang biasa dilakukan dibidang pembangunan konstruksi jalan raya. Tanpa memandang jumlah agregat yang akan dicampur maka rumus dasar yang menyatakan campuran agregat adalah: P = Aa + Bb + Cc + dan seterusnya Dimana: P = persentase material yang lolos suatu saringan untuk agregat terkombinasi A, B, C dan seterusnya. A, B, C dan seterusnya = persentase dari material yang lolos suatu saringan untuk agregat A, B, C dan seterusnya. a, b, c dan seterusnya = proporsi dari agregat A, B, C dan seterusnya yang terpakai dalam kombinasi dan total = 1. Persentase terkombinasi P harus cocok dengan persentase yang diinginkan untuk setiap ukuran saringan pada spesifikasi.

14 81 Untuk mencampur 2 agregat, maka rumus dasar diatas menjadi: P = Aa + Bb Karena, a + b = 1 maka a = 1 b, disubtitusikan ke persamaan diatas menjadi: P A P B b = juga, a = B A A B Contoh1: Agregat A akan dicampur dengan agregat B untuk memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Hasil analisa saringan agregat A maupun agregat B dan gradasi yang dibutuhkan oleh spesifikasi dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut ini. Tabel 5.3 Gradasi agregat A, B dan Spesifikasi Ukuran Persen lolos Saringan Agregat A Agregat B Spesifikasi Ttk tengah * 19 mm mm mm No No No No No No * Titik tengah spesifikasi Berdasarkan saringan No. 8 maka: P A b = = = 0.50 B A sehingga a = 1 b = 0.50 Selanjutnya Tabel 5. 4 merupakan hasil kombinasi agregat A dan B. Diatas perhitungan didasarkan saringan No. 8, hal ini selalu diambil demikian karena saringan No. 8 merupakan batas antara agregat kasar dan halus.

15 82 Tabel 5.4 Hasil kombinasi agregat A & B Ukuran Persen lolos Saringan 50% Agr A 50% Agr B Total Spesifikasi 19 mm mm mm No No No No No No Terlihat bahwa untuk saringan No. 200 pada Tabel 5.4 diatas hasilnya masih terlalu rendah. Untuk itu kita naikkan untuk % agregat B nya menjadi 52 %. Hasil akhir bisa kita lihat pada tabel 5.5 dibawah. Tabel 5.5 Hasil penyesuaian kombinasi agregat A & B Ukuran Persen lolos Saringan 48% Agr A 52% Agr B Total Spesifikasi 19 mm mm mm No No No No No No Dari Tabel 5.5 dapat dilihat hasil penyesuaian telah memenuhi spesifikasi. Selanjutnya kombinasi 2 agregat seperti Tabel 5.3 diatas dapat pula dikerjakan secara grafis seperti Gambar 5.3 dibawah. Contoh 2: Kerjakan campuran agregat Tabel 5.3 diatas secara grafis

16 83 Gambar 5.3 Mencampur 2 gradasi agregat secara grafis Langkah-langkah mencampur 2 agregat secara grafis sebagai berikut: 1. Persen lolos untuk agregat A digambar disebelah kanan (100 persen lolos untuk agregat A) 2. Persen lolos untuk agregat B digambar disebelah kiri (100 persen lolos untuk agregat B). 3. Hubungkan titik-titik yang mempunyai ukuran sama dengan garis lurus dan beri tanda. 4. Untuk setiap garis yang telah diberi tanda dengan ukurannya, potongkan spesifikasi (garis horisontal) dengan garis tersebut. Misal pada garis 9.5 mm, spesifikasinya 70% 90%. 5. Bagian antara 2 titik potong (tanda > dan <) adalah spesifikasinya yang tak boleh dilampaui. 6. Bagian antara 2 garis vertikal adalah hasil campurannya: 43% hingga 54% agregat A dan 46% hingga 57% agregat B.

17 84 7. Biasanya diambil garis tengah antara 2 garis vertikal tersebut sebagai hasil akhirnya, yaitu 48% agregat A dan 52 % agregat B. Contoh 3: Dalam contoh berikut akan dicampur 3 macam agregat, yaitu: agregat kasar, agregat halus dan filler (bahan pengisi). Hal ini sering dijumpai bila dalam AMP mempunyai 3 coldbin. Tabel 5.6 dibawah merupakan hasil gradasi dari ketiga macam agregat diatas. Tabel 5.6 Gradasi agregat kasar, halus, filler dan spesifikasi Ukuran Persen Lolos Saringan Ag. Kasar Ag. Halus Filler Spesifikasi Ttk Tengah ¾ in ½ in /8 in No No No No No Langkah pertama yaitu menentukan persentase agregat kasar dan agregat halus sehingga dihasilkan butir-butir yang lewat saringan No. 8 sebesar 42.5% (titik tengah spesifikasi). Persentase butir kasar yang lewat saringan No. 8 yang diperlukan dihitung dengan rumus: P B a = = = 0.57 A B dimana: a = proporsi agregat kasar yang dicari P = persentase material yang diinginkan lolos saringan No. 8 A = persentase dari agregat kasar yang lolos saringan No.8 B = persentase dari agregat halus yang lolos saringan No.8 Jadi proporsi agregat kasarnya 57% dan agregat halusnya 43%. Sehingga jumlah agregat halus yang lewat saringan No. 200 menjadi: 0.43 x 8.8 = 0.38 = 3.8%.

18 85 Harga titik tengah spesifikasi untuk saringan No. 200 adalah 7% sehingga masih ada kekurangan 3.2%. Kekurangan ini akan diambil dari filler. 3.2 Filler yang diperlukan= 100 = 4. 3 % diambil 4% 74 Jadi susunan gabungan: 57% agregat kasar 39% agregat halus 4% filler. Hasil akhir diatas dapat dilihat pada Tabel 5.7 berikut. Tabel 5.7 Gradasi gabungan agregat kasar, halus, filler dan spesifikasi Ukuran Persen Lolos Saringan 57% AK* 39% AH** 4%F*** Gabungan Spesifikasi ¾ in ½ in /8 in No No No No No * AK = Agregat Kasar ** AH = Agregat Halus *** F = Filler Contoh 4: Tabel 5.8 dibawah merupakan bahan agregat yang terdiri dari agregat kasar, sedang dan halus. Ketiga bahan tersebut mempunyai pembagian butir yang overlapping. Untuk penggabungan ketiga butiran agregat tersebut agar dapat memenuhi spesifikasi yang ditentukan maka lebih mudah dilakukan secara grafis.

19 86 Tabel 5.8 Gradasi agregat kasar, sedang, halus dan spesifikasi Ukuran Persen Lolos Saringan Kasar Sedang Halus Spesifikasi Ttk Tengah ¾ in ½ in /8 in No No No No No Kerjakan penggabungan ketiga jenis agregat yaitu agregat kasar, halus dan halus pada Tabel 5.8 diatas secara grafis. Gambar 5.4 merupakan hasil penggabungan ketiga jenis agregat tersebut. Untuk bisa sampai pada hasil seperti Gambar 5.4 dibawah, maka langkah-langkahnya sebagai berikut: 1. Kerjakan dulu penggabungan agregat sedang dengan halus mengikuti langkah-langkah seperti pada contoh Hasil penggabungan agregat sedang dan halus kemudian dipindah ke garis paling kiri (lihat garis putus-putus). Hasil ini merupakan agregat sedang + halus (sedang 60% dan halus 40%) 3. Gabungkan lagi hasil penggabungan pertama dengan agregat kasar. Hasil akhirnya dapat dilihat agregat kasar 8% dan agregat sedang+halus 92%, hasil tersebut dapat diurai sebagai berikut: Agregat kasar = 8% Agregat sedang = 60% x 92 = 55% Agregat halus = 40% x 92 = 37% Total = 100% 4. Hasil akhir tersebut harus dibuat tabelnya seperti Tabel 5.9.

20 87 Tabel 5.9 Hasil akhir gabungan agregat kasar, sedang dan halus Ukuran Persen Lolos Saringan 8% Ksr 55% Sdg 37% Hls Total Spesifikasi ¾ in ½ in /8 in No No No No No

21 88 Gambar 5.4 Hasil penggabungan agregat kasar, sedang dan halus secara grafis

22 89 Contoh 5: Gradasi agregat kasar, sedang dan halus terlihat seperti pada Tabel 5.10 dibawah. Diminta untuk mencampur ketiga macam agregat tersebut sesuai dengan spesifikasi yang diminta. Tabel 5.10 Gradasi agregat kasar, sedang, halus dan spesifikasi Ukuran Persen Lolos Saringan Kasar Sedang Halus Spesifikasi Ttk Tengah ¾ in ½ in /8 in No No No No No Untuk contoh 5 ini kita coba cara grafis lain yaitu dengan membuat grafik gradasi ketiga macam agregat tersebut. Cara membuat grafik gradasinya sebagai berikut: 1. Buat persegi panjang ABCD dengan perbandingan sisi pendek dengan sisi panjang 1: 2. Jadi AD : AB = 1 : 2. lihat Gambar Pada sisi panjang tentukan nomor (ukuran) saringan dan beri garis tegak pada nomor saringan tersebut. 3. Gambar pembagian butir (gradasi) dari masing-masing agregat. 4. Tariklah garis tegak lurus yang memotong grafik gradasi tersebut pada panjang bagian yang sama. Garis tegak 1, memotong bagian yang sama antara grafik gradasi halus dan sedang. Garis tegak 2, memotong bagian yang sama antara grafik gradasi sedang dan kasar. 5. Hasil pembagian tersebut diatas adalah sebagai berikut: agregat kasar = 21% agregat sedang = 37% agregat halus = 42% 6. Hasil gabungannya bisa dilihat pada Tabel 5.11

23 90 Gambar 5.5 Hasil grafis pencampuran agregat kasar, sedang dan halus

24 91 Tabel 5.11 Hasil akhir gabungan agregat kasar, sedang dan halus Ukuran Persen Lolos Saringan 21% Ksr 37% Sdg 42% Hls Total Spesifikasi ¾ in ½ in /8 in No No No No No Specific Gravity Agregat Specific gravity dari agregat adalah perbandingan berat antara 1 unit volume agregat dengan berat air pada suhu 20 0 C hingga 25 0 C dengan volume yang sama dengan agregat. Ada 3 macam specific gravity agregat: 1. Apparent specific gravity (berat jenis semu). 2. Bulk specific gravity (berat jenis butiran) 3. Effective specific gravity (berat jenis efektif) Untuk menjelaskan ketiga macam specific gravity, marilah kita lihat gambar butir agregat pada Gambar 5.6.

25 92 Volume of solids (Vs) Volume of impermeable pores (Vip) Volume of water permeable pores (Vpp) Volume of pores absorbing asphalt (Vap) Volume of water permeable pores not absorbing asphalt (Vpp Vap) Gambar 5.6 Hubungan antara berbagai volume pada butiran agregat Dari Gambar 5.6 maka bagian-bagian dari volume butiran agregat sebagai berikut: 1. Volume of solids (Vs), ini merupakan volume bagian paling dalam (inti) dari batu agregat. 2. Volume of impermeable pores (Vip), bagian disebelah luar dari inti (lapisan kedua dari dalam). Merupakan lapisan yang mempunyai pori tetapi tidak dapat ditembus oleh air. 3. Volume of water permeable pores (Vpp), bagian yang terdiri dari dua lapis dari luar. Merupakan volume pori yang dapat ditembus oleh air. 4. Volume of pores absorbing asphalt (Vap), yang merupakan bagian paling luar yang mana pori yang ada dibagian ini adalah yang menyerap bahan aspal. 5. Volume of water permeable pores not absorbing asphalt (Vpp Vap), yang merupakan lapisan ketiga dari sebelah dalam. Di lapisan ini yang bisa diserap oleh pori adalah air, sedangkan aspal tidak bisa.

26 93 Untuk menentukan specific gravity, maka ada caranya yaitu di spesifikasikan pada AASHTO T - 85 dan ASTM C 127 untuk agregat kasar dan AASHTO T - 84 dan ASTM C 128 untuk agregat halus. Apparent specific gravity (berat jenis semu) memandang volume sebagai seluruh volume agregat diluar volume pori yang akan terisi air bila direndam dalam air selama 24 jam. Bulk specific gravity (berat jenis butiran) memandang keseluruhan volume dari partikel agregat, termasuk pori yang akan terisi air bila direndam selama 24 jam dalam air. Effectif specific gravity (berat jenis efektif) memandang keseluruhan volume agregat diluar volume yang menyerap aspal. Akhirnya perumusan specific gravity menjadi: Apparent specific gravity = Gsa = Ws ( Vs + Vip) γw Bulk specific gravity = Gsb = Ws ( Vs + Vip + Vpp) γw Effective specific gravity = Gse = Ws ( Vs + Vip + Vpp Vap) γw Dimana: Ws = berat agregat kering oven γw = berat jenis air, 1 gr/ml Selanjutnya secara ringkas prosedur menentukan specific gravity agregat kasar sebagai berikut: 1. Agregat yang tertahan pada saringan No. 4 (4.75 mm) dicuci dan dikeringkan dalam oven hingga beratnya konstan (ambil sampel ± 5 kg). 2. Agregat yang telah kering oven direndam dalam air selama 24 jam. 3. Agregat kemudian diambil dan permukaannya dikeringkan dengan lap, sehingga terdapat kondisi kering permukaan tapi jenuh air (kondisi ssd = saturated surface dry).

27 94 4. Dalam kondisi seperti No.3 tersebut, agregat kemudian ditimbang, catat beratnya. 5. Tempatkan agregat dalam keranjang (basket), dan timbang beratnya dalam air, catat berat dalam air. 6. Agregat kemudian dikeringkan dalam oven dan beratnya ditimbang hingga konstan. 7. Jika A = berat agregat kering oven, gr B = berat agregat kering permukaan tetapi jenuh air (ssd), gr C = berat agregat dalam air, gr. Maka: Apparent specific gravity = Gsa = A A C Bulk specific gravity = Gsb = A B C Effective specific gravity = Gse = Gsa + Gsb 2 Penyerapan air = ( B A) 100 A Untuk menentukan specific gravity agregat halus secara ringkas prosedurnya sebagai berikut: 1. Ambil kira-kira 1000 gram agregat halus (lolos saringan No. 8 tertahan saringan No. 200), keringkan dalam oven hingga beratnya konstan. 2. Agregat kemudian direndam dalam air selama 24 jam. 3. Agregat kemudian diletakkan secara menyebar pada bidang datar hingga air tersisa bisa keluar. 4. Kondisi agregat jenuh air tapi kering permukaan (ssd) tercapai bila agregat dapat dicetak dengan cetakkan kerucut. 5. Sampel agregat jenuh air tapi kering permukaan (ssd) diambil 500 gram dan ditempatkan ditabung, kemudian diisi air dan ditimbang beratnya. 6. Agregat halus kemudian dikeluarkan dari tabung kemudian ditimbang beratnya.

28 95 Jika: A = Berat agregat kering oven, gram V = Volume dalam tabung, ml W = berat atau volume air yang ditambahkan pada tabung yang berisi agregat. Maka: Apparent specific gravity, Gsa = A ( V W ) (500 A) Bulk specific gravity, Gsb = A V W Effective specific gravity, Gse = Gsa + Gsb 2 Penyerapan = ( 500 A) 100 A Hal penting yang perlu diingat adalah: Volume x Specific Gravity = Berat Agregat Untuk Lapisan Base Dan Sub-base Untuk yang pertama kita bahas adalah agregat untuk lapisan base. Lapisan base terletak diatas lapisan sub-base dan dibawah lapisan campuran aspal agregat. Syarat-syarat material untuk agregat base kelas A dan kelas B oleh Bina Marga ditetapkan sebagai berikut: Semua agregat yang akan dipakai untuk lapisan base harus bersih, keras, awet, bersudut, tidak pipih, tidak bulat dan bebas bahan organis. Bahan dari pemecahan batu blondos atau pemecahan dari gunung batu. Bila bahan dari pemecahan batu blondos maka 80% dari berat mempunyai satu bidang pecah. Syarat-syarat fisik agregat untuk base course: 1. Kekerasan (toughness), ASTM D 3 min 6 2. Kelarutan dalam sodium sulfat, AASHTO T maks. 10% 3. Kelarutan dalam magnesium sulfat, AASHTO T 104 maks 12% 4. Abrasi setelah100 putaran, AASHTO T 96 maks. 10% 5. Abrasi setelah 500 putaran, AASHTO T 96 maks. 40%

29 96 6. Bagian berbutir pipih dan lonjong, terhadap berat (bagian yang lebih besar dari 1 dengan ketebalan kurang dari 1/5 panjang) maks. 5% 7. Soft fragments, ASTM C 235 maks. 5% 8. Clay lumps, AASHTO T 112 maks. 0.25% 9. Indeks Plastisitas, AASHTO T - 91 maks. 6% 10. Sand Equivalent, AASHTO T 176 min. 30% Material base kelas A harus dihasilkan dari pemecahan batu, dengan gradasi sebagai berikut: Ukuran saringan (ASTM) % berat lolos 2 ½ in in ½ in in 0 15 ½ in 0 5 Untuk material base kelas B, boleh berupa campuran batu pecah dan batuan blondos dengan harga specific gravity yang seragam dengan sand, silt dan clay dengan gradasi sebagai berikut. Ukuran saringan ASTM % berat lolos 1 ½ in in ¾ No No No No

30 97 Partikel yang mempunyai diameter kurang dari 0.02 mm tidak boleh melebihi 3 % dari keseluruhan berat total dari sampel yang diuji. Syaratsyarat berikut harus dipenuhi oleh agregat base kelas B 1. Liquid limit (batas cair), AASHTO, T 89 maks. 25% 2. Indeks Plastisitas, AASHTO T 91 4% 8% 3. Sand Equivalent min 50% Sekarang yang kedua kita bahas adalah agregat untuk lapisan subbase. Perlu diketahui apabila CBR subgrade nilainya lebih besar dari 25% maka lapisan ini tidak ada. Di Bab I telah dijelaskan bahwa material untuk sub-base harus mempunyai CBR 20% dan PI 10%. Bina Marga menetapkan gradasi untuk lapisan sub-nase kelas A sebagai berikut: Agregat untuk sub-base kelas A harus dihasilkan dari pemecahan batu blondos atau gunung batu dan memenuhi yarat AASHTO M 147.Gradasinya sebagai berikut: Ukuran saringan ASTM % Berat lolos 3 in ½ in in ¾ in /8 in No No No No No Dengan sifat fisik sebagai berikut: Sand equivalent, AASHTO T 176 min. 25% Kehilangan berat akibat abrasi pada partikel yang Tertahan saringan ASTM No. 12, AASHTO T 176 maks. 40%

31 98 Bila crushed gravel (batu pecah) yang digunakan sekurang-kurangnya 50% dari beratnya adalah partikel yang tertahan saringan No. 4 dan sekurang-kurangnya mempunyai 1 bidang pecah. Apabila tidak ada ketentuan lain maka partikel yang lolos saringan No. 200 tidak boleh lebih dari 2/3 partikel yang lolos saringan No. 40. Untuk agregat sub-base kelas B, maka campuran partikel pada gradasinya berupa gravel dengan specific gravity yang seragam dengan butiran sand, silt dan clay dan gradasinya sebagai berikut: Ukuran saringan ASTM % Berat lolos 2 in ½ in in ¾ in /8 in No No No No Dengan sifat fisik sebagai berikut: Liquid limit, AASHTO T 89 maks. 25% Plasticity Index, AASHTO T 91 maks. 6% Sand Equivalent, AASHTO T 176 min. 25% Kehilangan berat akibat abrasi pada partikel yang tertahan saringan ASTM No. 12, AASHTO T 96 maks. 40% Untuk gradasi material sub-base kelas C, adalah sebagai berikut: Ukuran saringan ASTM % Berat lolos 1 1/2 in 100 No. 10 maks. 80 No. 200 maks. 15

32 Latihan 1. Apakah agregat itu? 2. Sebutkan asal agregat? 3. Bagaimana cara mengevaluasi mutu agregat? 4. Apa tujuan kita dalam mencampur agregat? 5. Tunjukkan bagaimana mencari specific gravity agregat kasar? 6. Tunjukkan bagaimana mencari specific gravity agregat halus? 7. Bagaimana menggolongkan agregat kasar, halus dan filler? 8. Apa syarat agregat untuk lapisan base? 9. Apa syarat agregat untuk lapisan sub-base? 10. Mengapa jumlah butiran yang lolos saringan No. 200 pada gradasi dibatasi? 5.3 Penutup Tes Formatif 1. Dari mana asal agregat untuk bahan perkerasan jalan? 2. Apakah gradasi agregat dan specific gravity agregat? 3. Evaluasi apa saja yang dikenakan pada agregat sebelum digunakan? 4. Apakah tujuan diadakan spesifikasi gradasi? 5. Untuk tujuan apa agregat harus dicampur? Umpan Balik Agar anda dapat menilai sendiri hasil tes formatif diatas, maka setiap butir jawaban anda, anda beri skor 20 bila benar. Bila jawaban anda benar semua maka skor total yang anda dapatkan 100. Untuk skor 100 nilai yang diperoleh A. Apabila terdapat 1 buah jawaban anda yang salah, maka nilai yang anda peroleh B. Apabila terdapat 2 buah jawaban anda yang salah maka nilai yang anda peroleh C. Tes formatif diatas mempunyai waktu pengerjaan 15 menit.

33 Tindak Lanjut Apabila jawaban tes formatif anda masih terdapat kesalahan 2 buah atau lebih, maka sebaiknya anda mengulang membaca Bab IV keseluruhan sekali lagi dan coba jawab tes formatif lagi Rangkuman Agregat merupakan salah satu material untuk konstruksi jalan. Kebutuhan akan agregat untuk konstruksi sangat banyak, untuk campuran aspal 90% - 95% terhadap berat campuran atau 70% - 85% terhadap volume campuran. Kebutuhan untuk lapisan base dan subbase adalah 100% dari agregat. Asal agregat dari batuan beku, endapan dan methamorphik, juga dikenal adanya agregat sintetik (buatan). Evaluasi terhadap agregat agar memenuhi persyaratan konstruksi adalah: ukuran dan gradasi, kebersihan, kekerasan, tekstur partikel, tekstur permukaan, daya serap dan daya lekat terhadap aspal. Untuk memenuhi spesifikasi maka agregat harus dicampur, karena gradasi agregat satu dengan lainnya berbeda. Pencampuran agregat dapat dikerjakan secara analitis maupun grafis. Untuk bahan perhitungan campuran maka perlu diketahui specific gravity (berat jenis) dari agregat. Ada 3 macam specific gravity agregat yaitu: apparent, bulk dan effective. Untuk lapisan base dan sub-base maka diperlukan grading dan sifat teknis agregat tertentu agar memenuhi persyaratan. Pada grading (gradasi) maka untuk partikel yang lolos saringan No. 200 perlu pengaturan yang ketat. Hal tersebut untuk mendapatkan kestabilan dan kekuatan. Sedangkan pada campuran aspal partikel yang lolos saringan No. 200 akan banyak menyerap aspal Kunci Jawaban Tes Formatif 1. Asal agregat dari batuan beku, endapan dan methamorphik. Ada juga yang berasal dari agregat sintetis (buatan). 2. Gradasi agregat adalah distribusi dari ukuran partikel dan dinyatakan dalam persentase terhadap total berat. Sedangkan specific gravity dari

34 101 agregat adalah perbandingan berat antara satu unit volume agregat dengan berat air pada suhu 20 0 C hingga 25 0 C dengan volume yang sama. 3. Evaluasi yang dilakukan terhadap agregat sebelum digunakan: ukuran dan gradasi, kebersihan, kekerasan, tekstur partikel, tekstur permukaan, penyerapan dan daya lekat terhadap aspal. 4. Tujuan diadakan spesifikasi gradasi: untuk menkontrol material konstruksi sehubungan dengan adanya kualitas perkerasan yang diinginkan, menemukan penggunaan yang optimum material setempat yang tersedia dan untuk mengurangi biaya dengan melalui standarisasi biaya. 5. Agregat dicampur untuk memenuhi spesifikasi yang ditentukan karena tidak mungkin hasil produk agregat dapat langsung sama dengan spesifikasi. DAFTAR PUSTAKA AASHTO, (1990), Standard Specifications For Transportation Materials And Methods Of Sampling And Testing, Part II Tests, 15 th edition, AASHTO Publication, Washington. AMERICAN SOCIETY FOR TESTING AND MATERIALS, (1990), Manual Book Of ASTM Standards, Section 4 Road and Paving Materials, Pavement Management Technologies, Volume 04.03, ASTM Publication Philadelphia, USA. ASPHALT INSTITUTE, (1983), Asphalt Technology And Construction Practices (ES-1), 2 nd edition, Maryland, USA. DIDIK PURWADI, (1995), Optimum Design Of Asphalt Concrete Mixes Based On Analytical Approach, Magister Thesis, Program Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya, Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung.

35 102 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA, (1976), Manual Pemeriksaan Bahan Jalan, No. 01/MN/BM/1976, Jakarta. KREBS, R.D., AND WALKER, R. D., (1971), Highway Materials, McGraw-Hill Book Company, New York, USA. McELVANEY, J., (1986), Properties Of Road Making Materials, ITB and University College London Publication, Bandung. YODER, E.J., AND WITCZAK, M.W., (1975), Priciples Of Pavement Design, 2 nd edition, John Wiley & Sons, New York, USA. SENARAI Absorption Aggregate blending Andesite Apparent Specific Gravity Artificial aggregates Basalt Base Bedrocks Blast Furnace Slag Blasting British Standard Bulk specific gravity Coarse aggregate Coarse graded Clay Cohesive Coldbin Density-voids relationship Diorit

36 103 Effective specific gravity Fine aggregates Fine graded Gabro Gap graded Hotmix Hydrophilic Hydrophobic Impermeable Non-metallic Open graded Pit bank run Pyolite Rounded particles Sand equivalent Sedimentary rocks Silt Single size Specific gravity Stone crusher machine Sub-base Surface layer Synthetic aggregates Toughness Volcanic rocks Volume of solids Volume of impermeable pores Volume of pores absorbing asphalt Volume of water permeable pores Volume of water permeable pores not absorbing asphalt

POKOK BAHASAN II KLASIFIKASI TANAH DASAR (SUBGRADE) DENGAN CARA AASHTO

POKOK BAHASAN II KLASIFIKASI TANAH DASAR (SUBGRADE) DENGAN CARA AASHTO 15 POKOK BAHASAN II KLASIFIKASI TANAH DASAR (SUBGRADE) DENGAN CARA AASHTO 2.1 Pendahuluan Tanah merupakan material yang sangat bervariasi sifat-sifat teknisnya. Mahasiswa harus mampu memilih material tanah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Aspal Beton Aspal Beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada

Lebih terperinci

Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan

Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan Standar Nasional Indonesia Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan ICS 93.080.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK VOLUME 6 NO. 1, FEBRUARI 2010 PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA M. Aminsyah 1 ABSTRAK Penyediaan material konstruksi jalan yang sesuai dengan persyaratan

Lebih terperinci

Kriteria Agregat Berdasarkan PUBI Construction s Materials Technology

Kriteria Agregat Berdasarkan PUBI Construction s Materials Technology Kriteria Agregat Berdasarkan PUBI 1987 Construction s Materials Technology Pasir Beton Pengertian Pasir beton adalah butiranbutiran mineral keras yang bentuknya mendekati bulat dan ukuran butirnya sebagian

Lebih terperinci

Uji Kelayakan Agregat Dari Desa Galela Kabupaten Halmahera Utara Untuk Bahan Lapis Pondasi Agregat Jalan Raya

Uji Kelayakan Agregat Dari Desa Galela Kabupaten Halmahera Utara Untuk Bahan Lapis Pondasi Agregat Jalan Raya Uji Kelayakan Agregat Dari Desa Galela Kabupaten Halmahera Utara Untuk Bahan Lapis Pondasi Agregat Jalan Raya Sandro Carlos Paulus Kumendong Oscar H. Kaseke, Sompie Diantje Universitas Sam Ratulangi Fakultas

Lebih terperinci

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aspal Aspal didefinisikan sebagai bahan yang berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, mempunyai sifat lekat baik dan berlemak,

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

TINJAUAN SIFAT-SIFAT AGREGAT UNTUK CAMPURAN ASPAL PANAS

TINJAUAN SIFAT-SIFAT AGREGAT UNTUK CAMPURAN ASPAL PANAS Saintek Vol 5, No 1 Tahun 2010 TINJAUAN SIFAT-SIFAT AGREGAT UNTUK CAMPURAN ASPAL PANAS ABSTRAK (STUDI KASUS BEBERAPA QUARRY DI GORONTALO) Fadly Achmad Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo terdiri dari hasil pengujian agregat, pengujian

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BETON PERTEMUAN KE-3 AGREGAT. Ferdinand Fassa

TEKNOLOGI BETON PERTEMUAN KE-3 AGREGAT. Ferdinand Fassa TEKNOLOGI BETON PERTEMUAN KE-3 AGREGAT Ferdinand Fassa Outline Pertemuan 3 Pendahuluan Agregat Klasifikasi agregat Ukuran agregat Bentuk Agregat Tektur permukaan agregat Mekanisme lekatan antara agregat

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI FILLER TERHADAP NILAI KEPADATAN UNTUK AGREGAT PASIR KASAR

PENGARUH VARIASI FILLER TERHADAP NILAI KEPADATAN UNTUK AGREGAT PASIR KASAR PENGARUH VARIASI FILLER TERHADAP NILAI KEPADATAN UNTUK AGREGAT PASIR KASAR Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh Abstrak Campuran agregat sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan raya sangat

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar ICS 91.100.15; 91.010.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Agregat terdiri dari pasir, gravel, batu pecah, slag atau material lain dari bahan

TINJAUAN PUSTAKA. Agregat terdiri dari pasir, gravel, batu pecah, slag atau material lain dari bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agregat Agregat terdiri dari pasir, gravel, batu pecah, slag atau material lain dari bahan mineral alami atau buatan. Agregat merupakan bagian terbesar dari campuran aspal.

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Lapis Perkerasan Jalan

Gambar 2.1 Lapis Perkerasan Jalan Lampiran TA19. Contoh penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Kontruksi perkerasan lentur (flexible pavement) merupakan jenis perkerasan dengan aspal sebagai bahan pengikat yang telah banyak digunakan

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar ICS 91.100.15; 91.010.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Mulai Identifikasi Masalah Studi Literatur Persiapan Alat dan Bahan Pengujian Aspal Pengujian Agregat Pengujian filler Syarat Bahan Dasar Tidak Memenuhi Uji Marshall

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Aspal Beton Menurut Sukirman (1999) aspal beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkersana ini merupakan campuran merata antara

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton Lapis Aspal Beton adalah suatu lapisan pada konstuksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar

Lebih terperinci

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam BAB V METODE PENELITIAN 5.1 Lokasi, Bahan, Dan Alat Penelitian 5.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas

Lebih terperinci

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1 VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1 Dosen Pada Jurusan Teknik Sipil Universitas Udayana E-mail : agusariawan17@yahoo.com

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis fondasi agregat dan campuran beraspal panas menggunakan batukarang kristalin

Spesifikasi lapis fondasi agregat dan campuran beraspal panas menggunakan batukarang kristalin Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis fondasi agregat dan campuran beraspal panas menggunakan batukarang kristalin ICS 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional SNI 8158:2015 BSN 2015 Hak cipta dilindungi

Lebih terperinci

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL ABSTRAK Oleh Lusyana Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Padang Kampus Limau Manis Padang Sifat-sifat fisik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapis tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Apapun jenis perkerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur BAB I PENDAHULUAN I.1. UMUM Secara umum struktur perkerasan dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur perkerasan kaku (Rigid Pavement).

Lebih terperinci

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahap, mulai dari persiapan, pemeriksaan mutu bahan yang berupa agregat dan aspal, perencanaan campuran sampai tahap

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hot Rolled Sheet (HRS) Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari dari campuran agregat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Umum 3.2 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Umum 3.2 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Dalam penelitian ini tipe stone crusher yang digunakan adalah tipe stone crusher jaw to jaw yang banyak dan sering digunakan di lapangan dimana jaw pertama sebagai crusher primer

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut : meningkat dan menurun terlihat jelas.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut : meningkat dan menurun terlihat jelas. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai pengaruh variasi suhu pada proses pemadatan dalam campuran beton aspal yang dilakukan di Laboratorium Transportasi Program Studi

Lebih terperinci

PENGARUH AGREGAT KASAR BATU PECAH BERGRADASI SERAGAM TERHADAP KUAT TEKAN BETON NORMAL

PENGARUH AGREGAT KASAR BATU PECAH BERGRADASI SERAGAM TERHADAP KUAT TEKAN BETON NORMAL PENGARUH AGREGAT KASAR BATU PECAH BERGRADASI SERAGAM TERHADAP KUAT TEKAN BETON NORMAL Oleh: Mulyati 1), Sentosa Budi Alluhri 2) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS)

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Adapun bahan yang digunakan

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN: KAJIAN PERBEDAAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS ANTARA JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS AUS (HRS-WC) BERGRADASI SENJANG DENGAN YANG BERGRADASI SEMI SENJANG Giavanny Hermanus Oscar H. Kaseke, Freddy

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Pengujian Material 1. Agregat Kasar dan Steel Slag Agregat kasar merupakan agregat yang tertahan diatas saringan 2.36 mm (No.8), menurut saringan ASTM. a. Berat Jenis Curah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Konstruksi perkerasan lentur terdiri

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR Michael Kevindie Setyawan 1, Paravita Sri Wulandari 2, Harry Patmadjaja

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan BAB IV METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Pelaksanaan pengujian dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu pengujian bahan seperti pengujian agregat dan aspal, penentuan gradasi campuran

Lebih terperinci

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1 Dosen

Lebih terperinci

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal) (Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal) LABORATORIUM INTI JALAN RAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS LAMPUNG Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung Jurusan PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Pendahuluan Penelitian ini merupakan penelitian tentang kemungkinan pemakaian limbah hasil pengolahan baja (slag) sebagai bahan subfistusi agregat kasar pada TB sebagai lapis

Lebih terperinci

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK Lapis permukaan konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan yang paling besar menerima beban. Oleh sebab itu

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Bagan alir dibawah ini adalah tahapan penelitian di laboratorium secara umum untuk pemeriksaan bahan yang di gunakan pada penentuan uji Marshall. Mulai

Lebih terperinci

Pengertian Agregat Dalam Kontruksi Perkerasan Jalan

Pengertian Agregat Dalam Kontruksi Perkerasan Jalan Agregat By Leo Sentosa Pengertian Agregat Dalam Kontruksi Perkerasan Jalan Menurut Silvia Sukirman, (2003), agregat merupakan butir butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SLAG BAJA SEBAGAI PENGGANTI BATU PECAH UNTUK PERKERASAN JALAN

PEMANFAATAN LIMBAH SLAG BAJA SEBAGAI PENGGANTI BATU PECAH UNTUK PERKERASAN JALAN PEMANFAATAN LIMBAH SLAG BAJA SEBAGAI PENGGANTI BATU PECAH UNTUK PERKERASAN JALAN Theresia MCA (1), Eka Susanti (2) (1) (2) Institut Teknologi Adhitama Surabaya Email: longteyes@gmail.com ABSTRACT PT Hanil

Lebih terperinci

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS Steward Paulus Korompis Oscar H. Kaseke, Sompie Diantje Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik III. METODOLOGI PENELITIAN A. Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran lapis aspal

Lebih terperinci

PENGARUH POROSITAS AGREGAT TERHADAP BERAT JENIS MAKSIMUM CAMPURAN

PENGARUH POROSITAS AGREGAT TERHADAP BERAT JENIS MAKSIMUM CAMPURAN PENGARUH POROSITAS AGREGAT TERHADAP BERAT JENIS MAKSIMUM CAMPURAN Armin L. Toruan O.H. Kaseke, L.F. Kereh, T.K. Sendow Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi email: sihombingarmin@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC DONNY SUGIHARTO NRP : 9321069 NIRM: 41077011930297 Pembimbing: TAN LIE ING, ST.,MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Adapun bahan yang digunakan

Lebih terperinci

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT STUDI PENGGUNAAN PASIR PANTAI BAKAU SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON JENIS HOT ROLLED SHEET (HRS) AKHMAD BESTARI Dosen

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN PENGGUNAAN SEMEN PORTLAND DAN FLY ASH SEBAGAI FILLER PADA ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC)

ANALISA PERBANDINGAN PENGGUNAAN SEMEN PORTLAND DAN FLY ASH SEBAGAI FILLER PADA ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC) ANALISA PERBANDINGAN PENGGUNAAN SEMEN PORTLAND DAN FLY ASH SEBAGAI FILLER PADA ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC) Michael Christianto Tanzil Binus University, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia Abstrak

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON Jeffry 1), Andry Alim Lingga 2), Cek Putra Handalan 2) Abstrak Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Hot Rolled Asphalt Menutut Coc,J.B, Hot rolled Asphalt (HRA) adalah bahan konstruksi lapis keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot Rolled

Lebih terperinci

PEDOMAN Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil

PEDOMAN Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil PEDOMAN Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil LAMPIRAN SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 20/SE/M/2015 TENTANG PEDOMAN SPESIFIKASI TEKNIS BAHAN PERKERASAN JALAN KERIKIL

Lebih terperinci

melalui daerah berbentuk kerucut di bawah roda yang akan mengurangi tegangan

melalui daerah berbentuk kerucut di bawah roda yang akan mengurangi tegangan BAB HI LANDASAN TEORI 3.1. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang terletak di atas tanah dasar yang berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke badan jalan, supaya

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP: STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP: 9921035 Pembimbing: Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan material, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock).

Lebih terperinci

1. SNI Metoda Uji Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi LA. 2. ASTM C Resistance & Degradasi Small-Size Coarse Aggregate.

1. SNI Metoda Uji Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi LA. 2. ASTM C Resistance & Degradasi Small-Size Coarse Aggregate. I. REFERENSI LAPORAN REKAYASA BETON II. 1. SNI 03-2417-1991. Metoda Uji Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi LA. 2. ASTM C.131-2001. Resistance & Degradasi Small-Size Coarse Aggregate. TUJUAN Dapat menentukan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil pengujian tentang Analisis Kelayakan Material Quarry Liquisa Sebagai Bahan Campuran Lapis Aspal Beton (Laston) Dengan Metode Marshall yang di lakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN 4.1 Pengujian Agregat Pengujian agregat bertujuan untuk mengetahui sifat atau karakteristik agregat yang diperoleh dari hasil pemecahan stone crusher (mesin pemecah batu).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1 BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA 4.1. Pengujian Aspal Pada pengujian material aspal digunakan aspal minyak (AC Pen 60/70) atau aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan

lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah salah satu konstruksi yang terdiri dari beberapa lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC- 41 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran

Lebih terperinci

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet Menurut Kementrian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari campuran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Material Dasar 1. Agregat dan Filler Material agregat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari batu pecah yang berasal dari Tanjungan, Lampung Selatan. Sedangkan sebagian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1. HASIL PENGUJIAN MATERIAL Sebelum membuat benda uji dalam penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan berbagai pengujian terhadap material yang akan digunakan. Tujuan pengujian

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KADAR RONGGA AGREGAT HALUS YANG TIDAK DIPADATKAN

METODE PENGUJIAN KADAR RONGGA AGREGAT HALUS YANG TIDAK DIPADATKAN METODE PENGUJIAN KADAR RONGGA AGREGAT HALUS YANG TIDAK DIPADATKAN SNI 03-6877-2002 1. Ruang Lingkup 1.1 Metoda pengujian ini adalah untuk menentukan kadar rongga agregat halus dalam keadaan lepas (tidak

Lebih terperinci

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL Harry Kusharto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang (UNNES) Gedung E4, Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229

Lebih terperinci

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL Harry Kusharto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang (UNNES) Gedung E4, Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229

Lebih terperinci

Zeon PDF Driver Trial

Zeon PDF Driver Trial 44 Lampiran 1 Tanggal : 20 Mei 2002 No. Contoh : Agregat kasar Dikerjakan : Rully Rismayadi PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR AGREGAT KASAR SNI. 03 1969 1990 Berat benda uji kering oven BK 1.483,6

Lebih terperinci

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram) Lampiran 1 Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI 03-1968-1990) 1. Berat cawan kosong = 131,76 gram 2. Berat pasir = 1000 gram 3. Berat pasir + cawan = 1131,76 gram Ukuran Berat Tertahan Berat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo. 3.2 Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini semua data

Lebih terperinci

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL Jurnal Teknik Sipil IT Vol. No. Januari 05 ISSN: 354-845 EFEK EMAKAIAN ASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS ADA CAMURAN ASAL ANAS (AC-BC) DENGAN ENGUJIAN MARSHALL Oleh : Ahmad Refi Dosen Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS Praesillia Christien Ator J. E. Waani, O. H. Kaseke Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapis Aspal Beton Aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi perkerasan jalan raya yang terdiri dari campuran aspal dan agregat yang mempunyai gradasi menerus yang dicampur,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal,aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapis Aspal Beton Aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi perkerasan jalan raya yang terdiri dari campuran aspal dan agregat yang mempunyai gradasi menerus yang dicampur

Lebih terperinci

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4 STUDI KOMPARASI PENGARUH VARIASI PENGGUNAAN NILAI KONSTANTA ASPAL RENCANA TERHADAP NILAI STABILITAS PADA CAMPURAN ASPAL BETON (HRSWC) TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHALL Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG Lalu Heru Ph. 1) Abstrak Penelitian dilakukan untuk memberikan gambaran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian BAB III METODOLOGI Dalam bab ini peneliti menjelaskan langkah-langkah yang akan dilakukan selama penelitian tentang Studi komparasi antara beton aspal dengan aspal Buton Retona dan aspal minyak Pertamina

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR INTISARI

NASKAH SEMINAR INTISARI NASKAH SEMINAR PENGARUH VARIASI PEMADATAN PADA UJI MARSHALL TERHADAP ASPHALT TREATED BASE (ATB) MODIFIED MENURUT SPESIFIKASI BINA MARGA 2010 (REV-2) 1 Angga Ramdhani K F 2, Anita Rahmawati 3, Anita Widianti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Agregat Penelitian ini menggunakan agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya yang berlokasi di Kecamatan Bongomeme. Agregat dari lokasi ini kemudian diuji di Laboratorium Transportasi

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG melalui suatu pelatihan khusus.

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG melalui suatu pelatihan khusus. Seorang Pelaksana Pekerjaan Gedung memiliki : keahlian dan ketrampilan sebagaimana diterapkan dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

PEDOMAN. Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan

PEDOMAN. Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd T-14-2004-B Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi... i Daftar tabel... i Prakata...

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. dengan variasi sekam padi dan semen sebagai filler, dapat disimpulkan sebagai

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. dengan variasi sekam padi dan semen sebagai filler, dapat disimpulkan sebagai BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada campuran aspal beton dengan variasi sekam padi dan semen sebagai filler, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.

Lebih terperinci

PENGARUH SIFAT FISIK AGREGAT TERHADAP RONGGA DALAM CAMPURAN BERASPAL PANAS

PENGARUH SIFAT FISIK AGREGAT TERHADAP RONGGA DALAM CAMPURAN BERASPAL PANAS Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.3, Februari 2013 (184189) PENGRUH SIFT FISIK GREGT TERHDP RONGG DLM CMPURN BERSPL PNS Fernando Rondonuwu O.H. Kaseke,.L.E. Rumayar, M.R.E. Manoppo Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB V HASIL PEMBAHASAN BAB V HASIL PEMBAHASAN A. Umum Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang dilaksanakan di laboratorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil, dalam pelaksanaan eksperimen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Perkerasan Jalan Teknik Sipil Universitas Mercu Buana. Hasil pengujian ini dibandingkan dengan kriteria dan spesifikasi SNI.

Lebih terperinci

Kajian Peningkatan Daya Dukung Sub Base Menggunakan Pasir Sumpur Kudus

Kajian Peningkatan Daya Dukung Sub Base Menggunakan Pasir Sumpur Kudus Kajian Peningkatan Daya Dukung Sub Base Menggunakan Pasir Sumpur Kudus Enita Suardi 1) Lusyana 1) Yelvi 2) 1) Teknik Sipil, Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Padang, Padang Kampus Limau Manis Padang,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PASIR BESI SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA BETON ASPAL LAPISAN AUS

PENGGUNAAN PASIR BESI SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA BETON ASPAL LAPISAN AUS PENGGUNAAN PASIR BESI SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA BETON ASPAL LAPISAN AUS Sumarni Hamid Aly Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jln. Perintis Kemerdekaan KM 10 Makassar, 90445 Telp: (0411) 587636 marni_hamidaly@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama untuk menggerakkan roda perekonomian nasional, hal ini karena jalan memiliki peran penting dan strategis untuk mendorong

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini bertempat di Laboratorium Transportasi Universitas Negeri Gorontalo. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Tahapan persiapan alat dan bahan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SIRTU MALANGO SEBAGAI BAHAN LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM 2007 DAN 2010

PENGGUNAAN SIRTU MALANGO SEBAGAI BAHAN LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM 2007 DAN 2010 Surabaya, 18 Juni 2014, ISSN 23016752 PENGGUNAAN SIRTU MALANGO SEBAGAI BAHAN LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM DAN Fadly Achmad dan Nospiati Sunardi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci