BAB I PENDAHULUAN. magnet permanen generator dan lain-lain. Kebutuhan magnet di Indonesia dari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. magnet permanen generator dan lain-lain. Kebutuhan magnet di Indonesia dari"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Magnet merupakan bahan teknik sebagai bahan pendukung utama dalam peralatan elektronika, seperti magnet speaker, magnet permanen motor listrik, magnet permanen generator dan lain-lain. Kebutuhan magnet di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat seiring meningkatnya kebutuhan peralatan elektronik bagi masyarakat. Pemenuhan kebutuhan komponen magnet permanen hingga saat ini masih bergantung dari produk impor seperti dari Jepang dan China (Sardjono dkk, 2012). Pemenuhan kebutuhan magnet diharapkan dapat dipenuhi dari produk lokal, di mana di Indonesia tersedia bahan baku magnet dalam jumlah yang sangat besar. Oleh karena itu penting adanya penelitian pengelolaan dan pemanfaatan bahan baku magnet lokal. Kebutuhan magnet dunia dari tahun ke tahun juga terus mengalami peningkatan. Pasar global magnet (Ferit, NdFeB, SmCo, Alnico) memiliki nilai sekitar $11 miliar pada tahun Pertumbuhan pasar magnet permanen diperkirakan mencapai 8,6% dari tahun 2013 hingga 2020, di tahun 2018 diperkirakan mencapai $18,8 miliar. Data laju pertumbuhan penjualan magnet dunia dapat dilihat pada Gambar 1.1 (Benecki, 2013), di mana magnet jenis ferit mendominasi 80% lebih produk magnet dunia. China merupakan negara produsen dan konsumen magnet terbesar dunia sedang di negara Asia Pasifik Indonesia berada di bawah India, Jepang dan Korea Selatan. 1

2 2 Gambar 1.1 Data penjualan magnet dunia diprediksi hingga tahun 2020 laju pertumbuhan mencapai 8,6% per tahun. (a) Magnet ferit mendominasi penjualan tertinggi (dalam ton) (b) Magnet neodymium (NdFeB) menempati penjualan tertinggi (dalam Dollar US), (Benecki, 2013). Bahan baku magnet keramik adalah oksida besi, yang mana oksida besi dapat diperoleh dari oxide scales of hot roll steel (kerak oksida besi hasil samping rol baja panas) atau sumber oksida besi lainnya yaitu pasir besi. Indonesia memiliki sumber daya alam salah satunya berupa bahan tambang pasir besi. Pasir besi mengandung mineral oksida besi dan mineral ikutan lainnya dalam jumlah kecil. Penyebaran pasir besi di Indonesia terdapat di berbagai daerah, yang sebagian besar belum dieksplorasi. Pasir besi di Pulau Jawa tersebar di daerah Pantai Selatan, meliputi tiga provinsi yaitu Pantai Selatan Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Deposit mineral pasir besi di Pantai Selatan Yogyakarta terbentang dari daerah Parangtritis di kabupaten Bantul, hingga Pantai Glagah di kabupaten Kulon Progo. Penambangan direncanakan mulai dari Sungai Progo hingga Sungai Bongowonto sepanjang 22 kilometer (Yunianto, 2009). Penyebaran deposit pasir besi di Indonesia dan pemetaan pasir besi di Kulon Progo Yogyakarta dapat dilihat pada Gambar 1.2.

3 Gambar 1.2 Penyebaran deposit pasir besi di Indonesia (Tekmira, 2011) dan gambar inset (a) peta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, (b) pemetaan potensi tambang pasir besi sebesar 33,6 juta ton di Kabupaten Kulonprogo DIY (Yunianto, 2009), dan (c) lokasi pengambilan sampel pasir besi di Kabupten Bantul DIY. 3

4 4 Deposit pasir besi diperkirakan mencapai sekitar 33,6 juta ton (Yunianto, 2009), untuk dijadikan pelet sebagai bahan baku indutri baja. Penambangan masuk ke arah daratan memasuki kawasan pemukiman sejauh 1,8 kilometer dan kedalaman 14,5 meter (Ansori dkk, 2011). Kegiatan tersebut mendapat tantangan dari warga setempat, karena lahan pantai menjadi rusak. Kerusakan tersebut antara lain hilangnya lahan pertanian warga sekitarnya dan hilangnya lahan konservasi berupa lahan pasir. Fungsi lahan pasir dapat menahan intrusi air laut ke daratan dan sebagai konservasi lingkungan hidup mahluk lainnya di sekitar pantai. Penambangan pasir besi secara besar-besaran dan pengelolaan bahan tambang yang merusak lingkungan tentunya harus dicegah. Penambangan pasir besi untuk indutri baja memiliki dampak nilai ekonomi yang kecil terhadap masyarakat sekitarnya, selain itu dapat menimbulkan kerusakan konservasi Pantai Selatan Yogyakarta. Pasir besi yang diolah menjadi bahan magnet tidak perlu dilakukan penambangan secara besar-besaran. Penambangan dapat dilakukan secara selektif. Pasir besi yang ditambang untuk bahan magnet jumlahnya jauh lebih sedikit jika dibandingkan untuk diolah menjadi baja. Selain itu, magnet memiliki nilai ekonomi yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan baja. Pasir besi memiliki kandungan mineral magnetit (Fe 3 O 4 ) dan hematit (Fe 2 O 3 ) yang memiliki sifat suseptibilitas magnetik yang tinggi (Mufit dkk, 2006). Kandungan bahan magnetik yang tinggi tersebut memberikan harapan pemanfaatan pasir besi sebagai bahan magnet permanen. Dasar pemanfaatan tersebut maka pasir besi yang berasal dari Pantai Selatan Bantul Yogyakarta digunakan untuk bahan penelitian. Lokasi pengambilan pasir pantai di daerah

5 5 Pantai Samas Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (lihat gambar inset (c) pada Gambar 1.2). Bahan baku magnet dengan ukuran nanometer dapat memberikan hasil produk dengan sifat magnetik yang sangat memuaskan. Bahan magnet berukuran nanometer digunakan untuk compact disk, hard disk drive, magnetic random access memory, pita magnetik (Janasi dkk, 2002; Uestuener dkk, 2006; Nowosielski dkk, 2007). Bahan magnet dengan ukuran butir yang kecil dapat meningkatkan sifat kekuatan magnet (Uestuener dkk, 2006). Perolehan bahan magnet berukuran nano dikenal dengan istilah magnetic nanoparticles (MNPs) diperoleh dengan cara reaksi kimia yaitu melalui proses sintesis (Dong dkk, 2009; Perdana dkk, 2011; Abhilash dkk, 2011). Proses sintesis yang umum untuk menghambat pertumbuhan butir adalah dengan pengadukan, akan tetapi ukuran butir yang dihasilkan masih terbatas. Beberapa metode sudah dikembangkan oleh para peneliti untuk memperoleh ukuran partikel yang lebih kecil lagi selama proses sintesis. Samikannu, (2011) telah membandingkan sintesis strontium heksaferit metode konvensional dengan sintesis berbantuan getaran dari gelombang microwave. Hasil penelitiannya menunjukkan sintesis dengan bantuan microwave menghasilkan ukuran partikel rata-rata yang lebih kecil. Strontium heksaferit adalah bahan baku untuk magnet permanen keramik jenis M-ferit. Teknik getaran tidak hanya diaplikasikan dalam proses sintesis bahan kimia akan tetapi juga diaplikasikan dalam bidang metalurgi. Getaran mekanis telah berhasil diaplikasikan dalam teknik pengecoran logam untuk memperhalus ukuran butir logam coran aluminium paduan. Getaran

6 6 mekanis diterapkan selama proses pembekuan. Ukuran butir semakin halus dengan meningkatnya getaran mekanis tersebut dan selain itu cacat-cacat pengecoran dapat dikurangi, sehingga kekuatannyapun meningkat. Getaran mekanis dihasilkan dari gerakan osilasi dari gaya sentrifugal bola baja dalam ruangan melingkar menggunakan tekanan udara (Omura dkk, 2009). Balasubramanian dkk (2011), telah melaporkan metode peningkatan kualitas kekuatan lasan aluminium paduan tinggi dibantu getaran mekanis. Getaran mekanis yang diterapkan selama proses pengelasan dapat menghasilkan struktur butir lebih halus lagi pada logam las. Alat getaran mekanis dibangkitkan dari piezo electric transducer sehingga dapat menghasilkan getaran mekanis dari 100 Hz hingga 3000 Hz. Metode getaran mekanis yang telah dikembangkan oleh peneliti terdahulu menjadi acuan/inspirasi/gagasan dalam penelitian ini. Gagasan tersebut adalah dengan menerapkan getaran mekanis dalam proses sintesis magnetit sebagai bahan magnet permanen. Selama proses sintesis frekuensi getaran divariasikan untuk mengetahui sejauh mana pengaruhnya terhadap ukuran partikel magnetit yang dihasilkan. Ukuran partikel magnetit diharapkan dapat dikontrol oleh frekuensi getaran mekanis selama proses sintesis berlangsung. Harapannya, bahan baku magnet berukuran nanometer dapat menghasilkan magnet permanen sesuai yang distandarkan oleh Magnetic Materials Producers Association (MMPA). Teknik umum pembuatan bahan magnet permanen adalah dengan mencampurkan oksida besi dalam hal ini mineral hematit dan barium karbonat pada suhu tinggi. Barium karbonat dengan unsur penyusun kalsium (kapur/ calc),

7 7 melibatkan proses kalsiumisasi dalam reaksi kimianya dinamakan dengan calcination (kalsinasi). Mineral hematit dapat diperoleh dari mineral magnetit melalui proses oksidasi. Reaksi oksidasi melibatkan unsur oksigen dan juga suhu. Oleh karena itu suhu oksidasi terhadap magnetit berpengaruh terhadap hematit yang terbentuk. Pengaruh suhu oksidasi divariasikan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap sifat kemagnetan dari hasil oksidasi tersebut. Suhu oksidasi magnetit tersebut menjadi rute penelitian untuk memperoleh hematit. Yulianto dkk (2003) telah melakukan penelitian produksi hematit dari pasir besi pesisir Pantai Utara Jawa Tengah. Metode yang digunakan dengan menghaluskan pasir besi secara fisik hingga berukuran < 150 µm. Proses oksidasi dilakukan pada suhu 500, 600 dan 700 o C selama 15 jam dengan untuk mendapatkan hematit secara langsung dari oksidasi pasir besi tersebut. Tahapan pembuatan magnet permanen adalah pembentukan bahan padat magnet dari bahan serbuk dengan teknik metalurgi serbuk meliputi teknik kompaksi dan sinter. Bahan serbuk magnet hasil kalsinasi dibentuk menjadi padatan (green compact) berbentuk silinder dan batang dengan uniaxial pressure. Green compact kemudian disinter pada suhu tinggi, di mana suhu sinter menyebabkan terjadinya perubahan sifat kemagnetan (Bhuiyan dkk, 2010; Huang dkk, 2011). Oleh karena itu, dalam penelitian ini suhu sinter divariasikan untuk mendapat kondisi optimum dari produk sinter tersebut. Penelitian ini berbeda dengan yang telah dilakukan Yulianto (200 7). Yulianto (2007) telah melakukan penelitian pembuatan magnet permanen dari pasir besi. Magnetit diperoleh dari hasil ekstraksi pasir besi melalui proses penggilingan dan penyaringan. Magnetit

8 8 dioksidasi pada suhu 300 o C menghasilkan maghemit dan 800 o C menghasilkan campuran oksida besi dan hematit. Masing-masing pada suhu tersebut dilanjutkan dengan proses kalsinasi. Kalsinasi dengan mencampurkan hasil oksida tersebut dan BaCO 3 pada suhu 1200 ºC selama 3 jam. Sifat kemagnetan dapat berubah dengan adanya unsur aditif pada bahan serbuk magnet. Bahan aditif ditambahkan dalam jumlah kecil dengan tujuan sebagai grain refiner. Grain refiner dapat memperbaiki sifat kemagnetan maupun sifat mekanis dari bahan magnet (Babu dan Padaikathan, 2002). Magnet permanen dalam penggunaannya harus mempunyai kekuatan dalam menerima beban bahkan juga mempunyai sifat ketangguhan terhadap retakan. Salah satu bahan penguat yang dapat meningkatkan ketangguhan retak adalah bahan zirkonia ( Roebben, dkk, 2003). Zirkonia yang distabilkan dengan senyawa yitria (Y 2 O 3 ) dikenal dengan yttria-stabilized tetragonal zirconia polycrystals (Y TZP). Y TZP adalah bahan keramik yang paling banyak digunakan karena sifat mekanik yang sangat baik, seperti kekerasan, kekuatan, dan ketangguhan retak (Elshazly dkk, 2008). Bahan zirkonia dalam klasifikasi kemagnetan digolongkan memiliki sifat diamagnetik. Sifat diamagnetik adalah suatu bahan yang tidak dapat dipengaruhi medan magnet. Bahan ini mempunyai resultan medan magnet atomik masingmasing atom atau molekul sama dengan nol. Sifat bahan diamagnetik bila diletakkan dalam medan magnet akan mengakibatkan jumlah fluks magnet di dalam bahan tersebut akan berkurang. Hal ini karena fluks magnet bahan ditolak oleh fluks magnet luar. Bahan diamagnetik ini apabila ditambahkan ke dalam bahan feromagnetik dapat mengakibatkan penurunan sifat feromagnetiknya.

9 9 Medan magnet yang dihasilkan bahan feromagnetik akan berkurang karena adanya bahan diamagnetik yang menyebabkan fluks magnetiknya tertahan. Keterbaruan penelitian ini dengan berdasarkan uraian di atas dan sejauh informasi yang penulis ketahui, maka dapat disampaikan bahwa penelitian di bidang partikel nano magnetit dari pasir besi masih terbuka luas. Keterbaruan dari penelitian ini adalah pasir besi dari Pantai Selatan Yogyakarta belum pernah diteliti oleh peneliti lain baik untuk diolah menjadi nanopartikel magnetit maupun diolah menjadi magnet permanen. Teknik getaran mekanik adalah teknik yang belum diterapkan oleh peneliti lain dalam sintesis nanopartikel magnetit. Seberapa besar penambahan zirkonia terhadap hasil kalsinasi barium heksaferit, dapat menurunkan sifat feromagnetik dan meningkatan ketangguhan retaknya, belum pernah diteliti dan dilaporkan. Salah satu uji sifat mekanis adalah ketangguhan retak dengan menggunakan metode ball on three balls (B3B), dikenal dengan metode B3B-K Ic merupakan metode terkini untuk menentukan nilai intensitas tegangan. 1.2 Perumusan Masalah Beberapa permasalahan yang harus dirumuskan supaya penelitian ini terlaksana dengan baik. Pasir besi dapat disintesis untuk mendapatkan megnetit. Beberapa metode telah dikembangkan untuk mendapat magnetit dengan berbagai ukuran partikel nano, untuk itu dikembangkan metode lain yaitu getaran mekanis yang diterapkan pada proses sintesis magnetit. Bahan magnet berupa barium heksaferit merupakan hasil kalsinasi hematit yang dicampur dengan barium karbonat. Hematit dapat diperoleh melalui oksidasi magnetit, untuk itu perlu

10 10 ditentukan suhu oksidasi yang optimum untuk memperoleh hematit. Pembentukan bahan padat barium heksaferit sebagai magnet permanen melalui proses kompaksi dan sinter perlu diteliti lebih lanjut, berapa suhu sinter yang optimum terhadap sifat kemagnetan dan sifat mekanisnya. Bahan aditif dapat ditambahkan pada barium heksaferit untuk memperbaiki sifat kemagnetan dan sifat mekanis. Zirkonia menjadi alternatif bahan aditif karena sifatnya dapat memperbaiki ketangguhan retak. Untuk itu perlu diteliti pengaruh penambahan zirkonia tehadap sifat kemagnetan dan ketangguhan retaknya. Salah satu aplikasi magnet permanen adalah untuk generator. Untuk itu dibuat prototipe generator dengan menggunakan magnet permanen yang berasal dari pasir besi dan diukur kinerjanya dari generator tersebut. 1.3 Batasan Masalah Agar penelitian dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya batasan masalah. Batasan masalah dibagi menjadi lima bagian dalam pelaksanaan penelitian ini, yaitu: 1. Pasir besi dari Pantai Selatan Yogyakarta yang telah diambil dan dipisahkan menggunakan magnet permanen selanjutnya dihaluskan menggunakan ball mill dan disaring hingga konsentrat lolos ukuran 74 µm. Konsentrat dilarutkan menggunakan HCl. Hasil larutan disintesis dengan NH 4 OH dibantu dengan getaran mekanik dengan variasi frekuensi 0, 50, 100, 200, dan 500 Hz. Karakterisasi hasil kalsinasi meliputi uji kemagnetan menggunakan Vibrating Sample Magnetometer (VSM) dengan karakteristik kemagnetan meliputi saturation magnetization (Ms), remanent magnetization (Mr),

11 11 coercivity (Hc) dan maximum energy product (BH(max)), pengamatan partikel menggunakan Transmission Electron Microscope (TEM), dan fase kristal diidentifikasi menggunakan X-ray Diffraction (XRD). 2. Hasil sintesis (serbuk magnetit) dioksidasi dengan variasi suhu 700, 900, 1100 C selama 5 jam untuk mendapatkan hematit. Magnetit dan hasil oksida masing-masing dicampur barium karbonat selanjutnya dikalsinasi pada suhu 1100 C selama 2 jam. Hasil kalsinasi kemudian dipadatkan dan disinter pada suhu 1100 C selama 1 jam. Magnetit, hematit hasil oksidasi, dan hasil sinter dikarakterisasi menggunakan VSM dan XRD. 3. Hasil pengujian pada penentuan suhu optimum oksidasi magnetit menjadi rute penelitian berikutnya. Magnetit hasil sintesis dengan variasi frekuensi getaran mekanis dioksidasi pada suhu optimum. Hematit yang diperoleh dikalsinasi dengan kondisi yang sama. Hasil kalsinasi dipadatkan dengan tekanan 30 MPa dan masing-masing disinter dengan variasi suhu 800, 900, 1000, 1100, dan 1200 C selama 1 jam. Karakterisasi hasil sinter meliputi uji VSM, XRD, SEM, kekerasan, three-point bending, dan densitas. 4. Upaya peningkatan sifat mekanis bahan magnet khususnya ketangguhan retak dilakukan dengan penambahan zirkonia dengan variasi sebesar 0, 1, 2, 3, dan 5% berat. Green compact hasil campuran tersebut disinter pada suhu optimum dari hasil penelitian sebelumnya. Karakterisasi hasil sinter meliputi uji VSM, XRD, densitas, dan SEM. Pengujian sifat mekanis meliputi uji kekerasan Vickers, three-point bending, dan pengujian fracture toughness.

12 12 Pengujian fracture toughness menggunakan metode B3B dengan menentukan nilai biaxial strength (σ B3B ). Metode ini dikenal dengan metode B3B-K Ic. 5. Bahan magnet dengan nilai kemagnetan terbesar diaplikasikan untuk pembuatan prototipe generator magnet permanen. 1.4 Tujuan Penelitian Supaya penelitian dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan berhasil guna harus memiliki tujuan yang jelas dan terarah. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain: 1. Mengetahui kelayakan pasir besi dari Pantai Selatan Yogyakarta untuk disintesis menjadi magnetit berukuran nanometer. 2. Mengetahui pengaruh frekuensi getaran mekanis terhadap ukuran partikel magnetit yang disintesis dari pasir besi. 3. Mengetahui pengaruh suhu oksidasi magnetit terhadap hasil kalsinasi dan sinter bahan magnet permanen. 4. Mengetahui pengaruh suhu sinter terhadap sifat kemagnetan dan sifat mekanis pada proses pembuatan magnet permanen dari bahan pasir besi. 5. Mengetahui pengaruh penambahan zirkonia pada bahan magnet permanen terhadap sifat kemagnetan dan sifat mekanis. 6. Mengetahui apakah pasir besi dari pantai Selatan Bantul Yogyakarta dapat diproses sebagai bahan baku magnet permanen jenis magnet ferit yang sesuai dengan standar internasional.

13 Manfaat Penelitian Indonesia sebagai negara industri berkembang khususnya bidang elektronik membutuhkan inovasi-inovasi baru dalam memenuhi kebutuhan komponen. Peningkatkan nilai tambah dari produk elektronik dapat dihasilkan dari produk komponen buatan dalam negeri dengan bahan baku lokal, sebagai peningkatan kearifan lokal dalam penggunaan sumber daya alam. Keberhasilan penelitian ini diharapkan dapat membuat bahan baku magnet dari bahan dasar lokal, sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan impor. Pemanfaatan pasir besi sebagai bahan magnet dapat meningkatkan kearifan lokal dalam pemberdayaan sumber alam dengan swakelola bersama masyarakat di sekitarnya. Sehingga dapat membuka peluang usaha dan lapangan kerja baru. Manfaat yang diperoleh dari penelitian antara lain: 1. Dapat melakukan proses pengolahan pasir besi lokal menjadi bahan baku magnet menjadi magnet permanen dan mengetahui karakteristiknya. 2. Diharapkan penggunaan sumber daya alam lokal dapat mengangkat daya saing bangsa dan pengembangan kearifan lokal, serta untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku magnet ferit. 3. Diharapkan dapat memunculkan industri lokal yang dapat mengelola bahan baku magnet menjadi magnet permanen dari bahan sumber daya alam lokal. 4. Dapat menjadi inspirator pengembangan dan penguasaan teknologi pengolahan bahan magnet dan pembuatan magnet permanen secara mandiri.

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Riset pengolahan pasir besi di Indonesia saat ini telah banyak dilakukan, bahkan karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Magnet keras ferit merupakan salah satu material magnet permanen yang

BAB I PENDAHULUAN. Magnet keras ferit merupakan salah satu material magnet permanen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Magnet keras ferit merupakan salah satu material magnet permanen yang berperan penting dalam teknologi listrik, elektronik, otomotif, industri mesin, dan lain-lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Magnet permanen adalah salah satu jenis material maju dengan aplikasi yang sangat luas dan strategis yang perlu dikembangkan di Indonesia. Efisiensi energi yang tinggi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik digunakan pada peralatan tradisional dan modern. Magnet permanen telah digunakan manusia selama lebih dari 5000 tahun seperti medium perekam pada komputer

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah industri baja. Peningkatan jumlah industri di bidang ini berkaitan dengan tingginya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanopartikel merupakan suatu partikel dengan ukuran nanometer, yaitu sekitar 1 100 nm (Hosokawa, dkk. 2007). Nanopartikel menjadi kajian yang sangat menarik, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partikel adalah unsur butir (dasar) benda atau bagian benda yang sangat kecil dan berdimensi; materi yang sangat kecil, seperti butir pasir, elektron, atom, atau molekul;

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI

SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI EL INDAHNIA KAMARIYAH 1109201715 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KALSIUM FERIT MENGGUKAN PASIR BESI DAN BATU KAPUR

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KALSIUM FERIT MENGGUKAN PASIR BESI DAN BATU KAPUR SINTESIS DAN KARAKTERISASI KALSIUM FERIT MENGGUKAN PASIR BESI DAN BATU KAPUR MASTUKI NRP 1108 100 055 Pembimbing Prof. Dr. Darminto, M.Sc Malik Anjelh Baqiya, M.Si Jurusan Fisika Fakultas Matematika Dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNET HIBRIDA BaFe 12 O 19 - Sm 2 Co 17 Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 1 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Material berukuran nano atau yang dikenal dengan istilah nanomaterial merupakan topik yang sedang ramai diteliti dan dikembangkan di dunia sains dan teknologi. Material

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI 130801041 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND Oleh : Henny Dwi Bhakti Dosen Pembimbing : Dr. Mashuri, M.Si PENDAHULUAN Latar Belakang Dibutuhkannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian yang dilakukan ini menggunakan metode eksperimen. Eksperimen dilakukan di beberapa tempat yaitu Laboratorium Kemagnetan Bahan, Jurusan Fisika, FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal utama yang harus dimiliki seorang dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan restorasi yang sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Riset bidang material skala nanometer sangat pesat dilakukan di seluruh dunia saat ini. Jika diamati, hasil akhir dari riset tersebut adalah mengubah teknologi yang

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN BAB III PROSEDUR PENELITIAN III.1 Umum Penelitian yang dilakukan adalah penelitian berskala laboratorium untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi aditif (additive) yang efektif dalam pembuatan keramik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemadaman listrik yang dialami hampir setiap daerah saat ini disebabkan kekurangan pasokan listrik. Bila hal ini tidak mendapat perhatian khusus dan penanganan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA) 10 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan ± 3 gram. 2. Sampel ditaburkan ke dalam holder yang berasal dari kaca preparat dibagi dua, sampel ditaburkan pada bagian holder berukuran 2 x 2 cm 2, diratakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan kebutuhan manusia disegala bidang selain membawa kemajuan terhadap kehidupan manusia, tetapi juga akan memberikan dampak negatif kepada lingkungan. Industrialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanomaterial memiliki sifat unik yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Sebuah material dapat dikatakan sebagai nanomaterial jika salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik karena listrik merupakan sumber energi utama dalam berbagai bidang kegiatan baik dalam kegiatan

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI Santi Dewi Rosanti, Dwi Puryanti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu pemanfaatan tenaga nuklir dalam bidang energi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu pemanfaatan tenaga nuklir dalam bidang energi adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu pemanfaatan tenaga nuklir dalam bidang energi adalah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Seiring dengan pemanfaatan PLTN terdapat kecenderungan penumpukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dibutuhkan oleh setiap negara

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dibutuhkan oleh setiap negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dibutuhkan oleh setiap negara yang ingin maju. Perkembangan IPTEK dapat mendorong kemajuan suatu negara. Kemajuan luar biasa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah "anisotropi magnetik" mengacu pada ketergantungan sifat magnetik pada arah dimana mereka diukur. Anisotropi magnetik mempengaruhi sifat magnetisasi dan kurva

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini peran nanoteknologi begitu penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Nanoteknologi merupakan bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dunia penelitian sains hari ini dapat dikatakan telah dan akan terus memberikan banyak perhatian pada bidang nanoteknologi. Karakternya yang unik membuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Paduan Fe-Al merupakan material yang sangat baik untuk digunakan dalam berbagai aplikasi terutama untuk perlindungan korosi pada temperatur tinggi [1]. Paduan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di dunia, yang menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang besar. PLTN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM HASIL PROSES MILLING Yosef Sarwanto, Grace Tj.S., Mujamilah Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir - BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil-hasil penelitian bidang nanoteknologi telah diaplikasikan diberbagai bidang kehidupan, seperti industri, teknologi informasi, lingkungan, pertanian dan kesehatan.

Lebih terperinci

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI Oleh ARI MAULANA 04 04 04 010 Y SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN

Lebih terperinci

STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2

STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2 STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2 Meilinda Nurbanasari Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Nasional, Bandung Dani Gustaman

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN IV.1 Karakterisasi Serbuk Alumina Hasil Milling Menggunakan SEM Proses milling ditujukan untuk menghaluskan serbuk sehingga diperoleh gradasi ukuran partikel yang tinggi

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi Penelitian

Bab 3 Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian Percobaan ini melewati beberapa tahap dalam pelaksanaannya. Langkah pertama yang diambil adalah mempelajari perkembangan teknologi mengenai barium ferit dari berbagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

Sintesis dan Karakterisasi Kalsium Ferit Menggunakan Pasir Besi dan Batu Kapur

Sintesis dan Karakterisasi Kalsium Ferit Menggunakan Pasir Besi dan Batu Kapur JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-76 Sintesis dan Karakterisasi Kalsium Ferit Menggunakan Pasir Besi dan Batu Kapur Mastuki, Malik A Baqiya, dan Darminto Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN BAB 3METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Pusat Penelitian Pengembangan Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) PUSPIPTEK, Serpong. 3.1.2 Waktu Penelitian

Lebih terperinci

Karakterisasi Suseptibilitas Magnet Barium Ferit yang Disintesis dari Pasir Besi dan Barium Karbonat Menggunakan Metode Metalurgi Serbuk

Karakterisasi Suseptibilitas Magnet Barium Ferit yang Disintesis dari Pasir Besi dan Barium Karbonat Menggunakan Metode Metalurgi Serbuk Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 2, April 2016 ISSN 2302-8491 Karakterisasi Suseptibilitas Magnet Barium Ferit yang Disintesis dari Pasir Besi dan Barium Karbonat Menggunakan Metode Metalurgi Serbuk Rahmatil

Lebih terperinci

4.2 Hasil Karakterisasi SEM

4.2 Hasil Karakterisasi SEM 4. Hasil Karakterisasi SEM Serbuk yang melewati proses kalsinasi tadi selain dianalisis dengan XRD juga dianalisis dengan menggunakan SEM untuk melihat struktur mikro, sehingga bisa dilihat bentuk dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini mengungkapkan metode penelitian secara keseluruhan yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini mengungkapkan metode penelitian secara keseluruhan yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini mengungkapkan metode penelitian secara keseluruhan yang yang merupakan rangkaian proses penelitian yang telah dilakukan. Proses penelitian ini dibagi beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap pengaruh kemagnetan, bahan dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibayar oleh umat manusia berupa pencemaran udara. Dewasa ini masalah lingkungan kerap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasir besi umumnya ditambang di areal sungai dasar atau tambang pasir (quarry) di pegunungan, tetapi hanya beberapa saja pegunungan di Indonesia yang banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan data di Asia, Indonesia adalah negara dengan jumlah penderita patah tulang tertinggi. Pada tahun 2015 RS. Orthopedi Prof. Dr. Soeharso terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah tanggal. Selama lebih dari 35 tahun dental implantology telah terbukti

BAB I PENDAHULUAN. telah tanggal. Selama lebih dari 35 tahun dental implantology telah terbukti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak diperkenalkannya implan gigi oleh Brånemark pada tahun 1960an, implan gigi telah menjadi pilihan perawatan untuk menggantikan gigi asli yang telah tanggal. Selama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat 28 BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Metode yang Digunakan Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat SOFC.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PASIR BESI DARI PANTAI SELATAN KULONPROGO UNTUK MATERIAL PESAWAT TERBANG

KARAKTERISTIK PASIR BESI DARI PANTAI SELATAN KULONPROGO UNTUK MATERIAL PESAWAT TERBANG KARAKTERISTIK PASIR BESI DARI PANTAI SELATAN KULONPROGO UNTUK MATERIAL PESAWAT TERBANG Indreswari Suroso Program Studi Aeronautika, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan, Yogyakarta Email: indreswari.suroso@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Fisika- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF-LIPI) Kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat pada

Lebih terperinci

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zirkonium dioksida (ZrO 2 ) atau yang disebut dengan zirkonia adalah bahan keramik maju yang penting karena memiliki kekuatannya yang tinggi dan titik lebur

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

PEMBUATAN MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERIT YANG DIDOPING ION Cu

PEMBUATAN MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERIT YANG DIDOPING ION Cu PEMBUATAN MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERIT YANG DIDOPING ION Cu Seri Dermayu Siregar 1), Syahrul Humaidi 1), Perdamean S ) 1) Departemen Fisika, Universitas Sumatera Utara Kampus Padang Bulan, Medan, 155 )

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan soft magnetic menggunakan bahan serbuk besi dari material besi laminated dengan perlakuan bahan adalah dengan proses kalsinasi dan variasi

Lebih terperinci

SINTESIS NANOPARTIKEL FERIT UNTUK BAHAN PEMBUATAN MAGNET DOMAIN TUNGGAL DENGAN MECHANICAL ALLOYING

SINTESIS NANOPARTIKEL FERIT UNTUK BAHAN PEMBUATAN MAGNET DOMAIN TUNGGAL DENGAN MECHANICAL ALLOYING Akreditasi LIPI Nomor : 536/D/27 Tanggal 26 Juni 27 SINTESIS NANOPARTIKEL FERIT UNTUK BAHAN PEMBUATAN MAGNET DOMAIN TUNGGAL DENGAN MECHANICAL ALLOYING Suryadi 1, Budhy Kurniawan 2, Hasbiyallah 1,Agus S.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia tidak dapat lepas dari teknologi, seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka seiring dengan hal itu juga kebutuhan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0

STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0 TUGAS AKHIR STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0.5 M DIAMONIUM HIDROGEN FOSFAT SEBELUM DAN SESUDAH KALSINASI DAN SINTERING Disusun : AMIN MUSTOFA NIM : D 200 05

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan menjadi masalah yang cukup serius khususnya dengan pemakaian logam berat di industri atau pabrik yang semakin pesat. Meningkatnya kegiatan

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3 Sri Handani 1, Sisri Mairoza 1 dan Muljadi 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas 2 Lembaga Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni. 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni. 3.2 Alur Penelitian Kegiatan penelitian akan dilakukan dengan alur seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebudayaan manusia. Menurut sejarah, keramik sudah dikenal oleh orang-orang

I. PENDAHULUAN. kebudayaan manusia. Menurut sejarah, keramik sudah dikenal oleh orang-orang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keramik merupakan produk kerajinan tertua yang tercatat dalam peradaban dan kebudayaan manusia. Menurut sejarah, keramik sudah dikenal oleh orang-orang Afrika Timur

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN POLYETHYLENE GLYCOL (PEG) TERHADAP SIFAT MAGNETIK MAGHEMIT (γ-fe 2 O 3 ) YANG DISINTESIS DARI MAGNETIT BATUAN BESI (Fe 3 O 4 )

PENGARUH PENAMBAHAN POLYETHYLENE GLYCOL (PEG) TERHADAP SIFAT MAGNETIK MAGHEMIT (γ-fe 2 O 3 ) YANG DISINTESIS DARI MAGNETIT BATUAN BESI (Fe 3 O 4 ) PENGARUH PENAMBAHAN POLYETHYLENE GLYCOL (PEG) TERHADAP SIFAT MAGNETIK MAGHEMIT (γ-fe 2 O 3 ) YANG DISINTESIS DARI MAGNETIT BATUAN BESI (Fe 3 O 4 ) Muhammad Ikhsan*, Dwi Puryanti, Arif Budiman Jurusan Fisika

Lebih terperinci

EFEK WAKTU WET MILLING DAN SUHU ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS, MIKROSTRUKTUR, DAN MAGNET DARI FLAKES NdFeB SKRIPSI WAHYU SOLAFIDE SIPAHUTAR

EFEK WAKTU WET MILLING DAN SUHU ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS, MIKROSTRUKTUR, DAN MAGNET DARI FLAKES NdFeB SKRIPSI WAHYU SOLAFIDE SIPAHUTAR EFEK WAKTU WET MILLING DAN SUHU ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS, MIKROSTRUKTUR, DAN MAGNET DARI FLAKES NdFeB SKRIPSI WAHYU SOLAFIDE SIPAHUTAR 110801087 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan penelitian dan pengembangan teknologi pada level atom, molekul dan makromolekul, dengan rentang skala 1-100 nm. Nanoteknologi dikembangkan

Lebih terperinci

Metode Uniaxial Pressing Proses Sintering...

Metode Uniaxial Pressing Proses Sintering... DAFTAR ISI SKRIPSI... i PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii NASKAH SOAL TUGAS AKHIR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v INTISARI... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. walaupun harga produk luar jauh lebih mahal dari pada produk lokal. yang menjadi bahan baku utama dari komponen otomotif.

BAB I PENDAHULUAN. walaupun harga produk luar jauh lebih mahal dari pada produk lokal. yang menjadi bahan baku utama dari komponen otomotif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pasar otomotif di dalam negeri ditandai dengan meningkatnya konsumen kendaraan baik sepeda motor maupun mobil, bahkan sekarang ini sebagian besar produsen

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 NOER AF IDAH 1109201712 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Darminto, MSc Pendahuluan: Smart magnetic materials Barium M-Heksaferit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan magnet permanen setiap tahun semakin meningkat terutama untuk kebutuhan hardware komputer dan energi. Suatu magnet permanen harus mampu menghasilkan

Lebih terperinci

PENGUKURAN INDUKSI MAGNETIK TOTAL DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN ELEMEN ENDAPAN PASIR BESI DI PANTAI BAGIAN SELATAN KOTA PADANG SUMATERA BARAT

PENGUKURAN INDUKSI MAGNETIK TOTAL DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN ELEMEN ENDAPAN PASIR BESI DI PANTAI BAGIAN SELATAN KOTA PADANG SUMATERA BARAT Jurnal Komunikasi Fisika Indonesia http://ejournal.unri.ac.id./index.php/jkfi Jurusan Fisika FMIPA Univ. Riau Pekanbaru. http://www.kfi.-fmipa.unri.ac.id Edisi April 2017. p-issn.112-2960.; e-2579-521x

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen laboratorium yang meliputi dua tahap. Tahap pertama dilakukan identifikasi terhadap komposis kimia dan fase kristalin

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - Mei 2015 di Laboratorium Kimia

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - Mei 2015 di Laboratorium Kimia 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - Mei 2015 di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nano material memiliki sifat mekanik, optik, listrik, termal, dan magnetik yang unik. Sifat sifat unik tersebut tidak ditemukan pada material yang berukuran bulk

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH ARIZA NOLY KOSASIH 1108 100 025 PEMBIMBING : Dr. M. ZAINURI M,Si LATAR BELAKANG Barium

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor BESI COR Pendahuluan Besi cor adalah bahan yang sangat penting dan dipergunakan sebagai bahan coran lebih dari 80%. Besi cor merupakan paduan besi dan karbon dengan kadar 2 %s/d 4,1% dan sejumlah kecil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri dan teknologi saat ini khususnya industri logam dan konstruksi, semakin hari semakin memacu arah pemikiran manusia untuk lebih meningkatkan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material dan struktur fungsional dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi selalu dikaitkan

Lebih terperinci

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Penelitian yang sudah ada Pirometalurgi Hidrometalurgi Pelindian Sulfat Pelindian Pelindian Klorida Penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan di Laboratorium Magnet Pusat Penelitian Fisika-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memicu terjadinya pencemaran lingkungan, seperti: air, tanah dan udara. Pencemaran lingkungan hidup, terutama logam berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi memiliki jangkauan keilmuan yang bersifat interdisipliner. Satu bidang kajian terkait dengan bidang kajian lainnya. Sebagai contoh, ilmu fisika terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri adalah baja tahan karat (stainless steel). Bila kita lihat di sekeliling kita

BAB I PENDAHULUAN. industri adalah baja tahan karat (stainless steel). Bila kita lihat di sekeliling kita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan yang signifikan pada industri dunia, diantaranya industri otomotif, konstruksi, elektronik dan industri lainnya pada beberapa dasawarsa terakhir

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Sodium Tetra Silikat (Waterglass) dari Sodium Karbonat dan Pasir Silika Kapasitas Ton per Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Sodium Tetra Silikat (Waterglass) dari Sodium Karbonat dan Pasir Silika Kapasitas Ton per Tahun BAB I PENDAHULUAN Prarancangan Pabrik Sodium Tetra Silikat (Waterglass) dari Sodium Karbonat dan Pasir Silika BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai saat ini situasi perekonomian di Indonesia belum mengalami kemajuan

Lebih terperinci

PENGARUH ADITIF BaCO 3 PADA KRISTALINITAS DAN SUSEPTIBILITAS BARIUM FERIT DENGAN METODA METALURGI SERBUK ISOTROPIK

PENGARUH ADITIF BaCO 3 PADA KRISTALINITAS DAN SUSEPTIBILITAS BARIUM FERIT DENGAN METODA METALURGI SERBUK ISOTROPIK Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 18, No. 1, Januari 2015, hal 43-50 PENGARUH ADITIF BaCO 3 PADA KRISTALINITAS DAN SUSEPTIBILITAS BARIUM FERIT DENGAN METODA METALURGI SERBUK ISOTROPIK Priska R. Nugraha

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT MAGNET DAN KANDUNGAN MINERAL PASIR BESI SUNGAI BATANG KURANJI PADANG SUMATERA BARAT

KARAKTERISASI SIFAT MAGNET DAN KANDUNGAN MINERAL PASIR BESI SUNGAI BATANG KURANJI PADANG SUMATERA BARAT KARAKTERISASI SIFAT MAGNET DAN KANDUNGAN MINERAL PASIR BESI SUNGAI BATANG KURANJI PADANG SUMATERA BARAT Afdal & Lusi Niarti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis, Padang, 25163

Lebih terperinci