BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media komunikasi digital pada dasarnya ada tiga macam yaitu, tembaga, udara dan kaca. Tembaga sebagai media komunikasi sejak lama, yang telah berevolusi dari penghantar listrik menjadi penghantar elektromagnetik yang membawa pesan, suara, gambar dan data digital. Berkembangnya teknologi frekuensi radio menambah alternatif lain media komunikasi, yang disebut dengan nirkabel atau wireless, sebuah komunikasi dengan udara sebagai penghantarnya. Tahun 1980-an dikenalkan suatu media komunikasi yang sekarang menjadi tulang punggung komunikasi dunia, yaitu serat optik. Sebuah media yang memanfaatkan pulsa cahaya dalam sebuah ruang kaca berbentuk kabel (Hendriyana, 2006). Teknologi penyaluran informasi melalui serat optik memiliki banyak kelebihan dibandingkan 2 sistem komunikasi di atas. Beberapa kelebihan sistem komunikasi menggunakan serat optik diantaranya adalah serat optik mampu membawa arus informasi dalam jumlah besar dengan jarak jauh dengan loss rendah dan juga sistem komunikasi ini lebih fleksibel, lebar pita frekuensi ( bandwidth ) yang lebar, murah, tidak mudah terbakar, redaman yang rendah, tidak mengalirkan arus listrik, tidak terganggu gelombang elektromagnet, lebih tipis dan sinyal degradasi yang kecil. Dari beberapa kelebihan ini, serat optik menjadi pilihan utama untuk menggantikan media informasi yang lain (Tim Elektron HME-ITB, 2000). Serat optik juga mempunyai beberapa kelemahan, beberapa diantaranya adalah sulitnya membuat terminal pada kabel serat, penyambungan serat harus menggunakan teknik dan ketelitian yang tinggi. Selain itu, cahaya mengalami pelebaran dan pelemahan, yang disebabkan karena ketidakmurnian bahan serat, yang menyerap serta menyebarkan cahaya. Dalam instalasi sebuah sistem transmisi serat optik, akan ditemui beberapa kesulitan diantaranya adalah pada saat membagi sinyal yang dibawa dan mempertahankan intensitasnya. Kesulitan 1

2 2 pembagian sinar dapat diatasi dengan penggunaan splitter yang biasanya berbentuk planar waveguide, dengan adanya splitter ini maka satu input akan menjadi dua atau lebih output. Persoalan mempertahankan intensitas dapat diatasi dengan pembuatan penguatan pembangkit kabel. Penguatan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan perangkat elektronik dan tanpa menggunakan perangkat elektronik. Penguatan menggunakan perangkat elektronik harus mengubah gelombang pembawa (laser) menjadi sinyal listrik kemudian dikuatkan dengan rangkaian penguat elektronik lalu diubah kembali menjadi laser. Sedangkan penguatan tanpa perangkat elektronik dapat berupa fiber atau planar waveguide. Penguat optik berbentuk planar mempunyai ukuran yang lebih kecil sehigga lebih murah dan efisien. Pada penelitian ini dibuat pemandu gelombang berbentuk plat (planar waveguide) yang bersifat pasif dengan menggunakan kaca sode-lime. Pada penelitian ini digunakan kaca soda-lime dikarenakan kaca ini mudah diperoleh di Indonesia dan harganya relatif murah. Pemandu gelombang (waveguide) dapat dibuat dengan beberapa cara. Diantaranya adalah metode sputtering, Chemical vapor deposition, Sol gel coating, implantasi ion dan pertukaran ion (ion exchange). Metode yang paling umum dipakai untuk pembuatan waveguide adalah pertukaran ion. Alasannya adalah karena metode ini lebih efisien, fleksibel dan mampu diproduksi secara massal serta teknik ini relatif sederhana dan tidak memerlukan teknologi yang rumit (Salavcova, 2004). Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode pertukaran ion K + dari leburan garam KNO 3 dengan ion Na + yang berada di dalam kaca soda-lime. Karakterisasi yang dilakukan berupa pengukuran indeks bias kaca soda-lime sebelum dan sesudah pertukaran ion, besarnya transmitansi, dan menentukan jumlah mode gelombang yang dapat dijalarkan pada lapisan tipis yang terbentuk dengan menggunakan metode prisma kopling.

3 3 1.2 Perumusan Masalah Penampilan sifat optik waveguide dipengaruhi distribusi indeks bias. Distribusi indeks bias tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi ion pendifusi dalam subtratnya. Fabrikasi waveguide ini mengacu pada persamaan: c C 0 n( x) n erfc s x C D C1 exp T 4Dt x n. erfc 2 Dt 2 (1.1) (1.2) (1.3) Dalam eksperimen ini diketahui pengaruh parameter fabrikasi (waktu, dan konsentrasi KNO 3 dalam leburan terhadap penampilan optik). Suhu yang dipakai adalah C untuk konsentrasi 50 % mol KNO 3 serta C untuk konsentrasi 70 % mol KNO 3. Waktu yang dipakai 25 menit, 100 menit, 225 menit, 400 menit, 625 menit dan 900 menit. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memperoleh lapisan tipis hasil pertukaran ion K + - Na + sebagai bahan pemandu gelombang. 2. Mengetahui pengaruh lamanya waktu pendifusian dan konsentrasi terhadap perubahan indeks bias. 3. Menentukan dan mengetahui pengaruh lamanya waktu pendifusian dan konsentrasi terhadap transmitansi. 4. Menentukan jumlah mode gelombang yang dapat dijalarkan pada lapisan tipis yang terbentuk dengan menggunakan metode prisma kopling. 5. Menentukan kedalaman lapisan tipis akibat pertukaran ion K + -Na +.

4 4 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang penumbuhan lapisan tipis dengan metode pertukaran ion (ion exchage). 2. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai sifat optik dari lapisan kaca soda-lime yang didifusi dengan KNO 3 -NaNO 3.

5 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kaca Kaca adalah benda padat amorf yang mempunyai range keteraturan yang pendek dan saat didinginkan atau dipanaskan menunjukkan adanya gejala kaca transisi. Leburan material akan menjadi material padat berupa kristal atau kaca jika leburan tersebut didinginkan (Gambar 2.1). Struktur material yang terbentuk tergantung pada proses laju pendinginan. Jika leburan material didinginkan dengan laju pendinginan lambat maka akan terbentuk suatu material dengan struktur atom yang teratur yang bersifat stabil dan mempunyai volume yang relatif kecil dan enthalphy yang relatif kecil, yaitu kristal. Namun apabila laju pendinginan dilakukan secara cepat maka terbentuk material yang struktur atomnya tidak teratur (Gambar 2.2) yang bersifat metastabil dan mempunyai volume dan enthalpy yang relatif besar yaitu kaca (Shelby, 1997). Tmelt t e m p e r a t u Fast cooled Supercooling gradual solidification Slow cooled Phase transition: solid-to-liquid glass Crystalline solid Time Gambar 2.1 Laju pendinginan Leburan material (Shelby, 1997)

6 6 (a) (b) Gambar 2.2. Contoh perbedaan antara struktur kristal dengan kaca. (a) Struktur kristal SiO 4 (b) Struktur kaca SiO 4 (Shelby, 1997). e n t h a l p y Proses pembentukan kaca berdasarkan laju pendinginan terbagi menjadi dua jenis, yaitu laju pendinginan cepat (fast cooled glass) dan laju pendinginan lambat (slow cooled glass) (Gambar 2.3). Kaca yang terbentuk dengan laju pendinginan cepat memilki stuktur atom yang sangat tidak teratur dan memiliki volume atau enthalpy yang besar. Kaca hasil pendinginan lambat akan memiliki struktur atom yang lebih teratur daripada pendinginan cepat, namun masih bersifat amorf dan memiliki volume atau entalphy yang lebih kecil. Fast cooled supercooled Liquid Melting point e n t h a l p y Slow cooled Glass supercooled Glass Transformation Range Fast cooled Glass Liquid T fslow Temperature (a) Tfast Xm T fslow T fast Tm Temperature Gambar 2.3. Pengaruh temperatur terhadap pembentukan kaca. (a) Pengaruh temperatur tehadap enthalpy kaca (Shelby, 1997). (b) Pengaruh temperatur terhadap volume kaca(almeida, 2005). (b)

7 7 Pembentukan kaca yang terjadi ketika leburan didinginkan menunjukkan adanya gejala kaca transisi. Kaca transisi merupakan peristiwa perubahan fase suatu material diantara fase liquid dan padat. Setiap material ketika dipanaskan memiliki titik lebur (melting point) yang berbeda. Kaca yang dipanaskan sebelum mencapai titik lebur, terjadi keadaan seperti karet yang disebut dengan rubbery. Temperatur dimana kaca berubah menjadi keadaan rubbery disebut suhu transisi kaca (T g ) (Gambar 2.3). Besarnya suhu transisi kaca (T g ) mendekati 2/3 dari suhu titik leburnya (T m ) (Almeida, 2005). 2.2 Pertukaran Ion (Ion Exchange) Metode pertukaran ion adalah salah satu metode untuk membuat pandu gelombang. Prinsip dasar metode pertukaran ion adalah adanya proses difusi ion. Difusi ion adalah pergerakan secara acak dari ion-ion lincah pada medium pendifusi dan terdifusi. Pergerakan ini ditujukan untuk mencapai suatu titik kesetimbangan diantara kedua medium tersebut. Dalam metode pertukaran ion terlebih dahulu menentukan titik lebur (melting point) dari suatu bahan yang akan digunakan sehingga pada prose difusi dapat berjalan dengan baik. Gambar (2.4) menunjukkan titik lebur (melting point) dari KNO 3 -NaNO 3. Gambar 2.4. Diagram fase KNO 3 -NaNO 3.

8 8 Proses pertukaran ion terjadi ketika ion-ion yang mudah bergerak pada kaca, biasanya Na + didesak oleh ion-ion yang ukurannya lebih besar atau ion-ion yang tingkat polarisabilitasnya lebih tinggi. Contoh ion-ion yang polarisabilitasnya lebih tinggi dari Na + yaitu Ag +, K +, Cs +, dan Tl +. Akibatnya, indeks bias kaca akan meningkat. Perubahan indeks bias ini dapat dimanfaatkan sebagai pandu gelombang. Pertukaran ion ini merupakan proses yang berkaitan dengan suhu. Terkadang medan listrik digunakan untuk mempercepat proses pertukaran ion. Biasanya ion-ion yang dimasukkan ke dalam kaca berasal dari leburan garam. Tetapi pada pertukaran ion dengan bantuan medan listrik, lapisan logam juga digunakan sebagai sumber ion (Najafi, 1992). Tabel 2.1 menunjukkan beberapa garam pendifusi yang digunakan dalam proses pertukaran ion. Tabel 2.1. Ion-ion yang umumnya digunakan dalam pertukaran ion. ra dan rb adalah jari-jari ion dengan satuan Anstrom (Ǻ). Polarisability (α) dengan satuan Ǻ 3 (Yliniemi, 2007). Salt ion Glass ion ra/rb αa/αb (A) (B) Li Na K Na Rb K Cs K Tl Na Tl K Ag Na Proses pertukaran ion ini berlangsung sampai fluks dari kedua ion ini akan identik dan sampai terjadi kesetimbangan kinetik. Kesetimbangan kinetik antara ion pendiffusi pada leburan garam dengan ion terdifusi pada kaca dapat dijelaskan pada Persamaan (2.1).

9 9 A B Keterangan: B A (2.1) A + : ion pendiffususian pada leburan garam B + : ion terdifusi pada kaca Pertukaran ion dapat digunakan untuk membentuk lapisan tipis pada permukaan kaca. Dimana proses pertukaran ion ini, akan meningkatkan indeks bias permukaan kaca. Perbedaan indeks bias ini digunakan untuk memandu cahaya pada planar waveguide. Hasil dari penumbuhan lapisan tipis berbentuk graded index (Gambar 2.5). Indeks biasnya menurun dari permukaan lapisan tipis sampai kedalaman tertentu indeks biasnya sama dengan indeks bias substrat (Gambar 2.6). x h a. b. Gambar 2.5.a Substrat sebelum pertukaran ion, b. Substrat setelah pertukaran ion Gambar 2.6. Profil indeks bias dari pemandu gelombang yang terdifusi dengan garam potassium nitrat pada suhu 4000C selama 2 jam (Najafi, 1992) Proses pertukaran ion sangat bergantung pada konsentrasi suatu titik dan lama proses pertukaran ion. Hubungan antara konsentrasi pada suatu titik berubah

10 10 terhadap waktu yang dapat dijelaskan dengan Hukum Fiks II yaitu Persamaan 2.2 (Najafi, 1992): c c D t x x Bila koefisien difusi tidak tergantung dengan komposisi maka, 2 c c D 2 t x Dengan mengacu pada syarat batas untuk suatu proses difusi, (2.2) (2.3) C(x,0)=0 (2.4) C(0,t)=C 0 Sehingga diperoleh Persamaan 2.5,berikut: C, o (2.5) 2 Dt x x t C erfc Dengan error function adalah erfc z 2 z e 2 t dt (2.6) Pertukaran ion dapat terjadi apabila terdapat jarak antar ion-ion di dalam bahan. Oleh karena itu, agar terdapat jarak antar ion maka pertukaran ion ini dilakukan pada suhu yang tinggi. Pada kaca ion-ion yang mudah bergerak adalah Na +, sedangkan pada ion pendifusi (biasanya berasal dari garam) harus memiliki ukuran atom yang lebih besar agar dapat meningkatkan indeks bias pada lapisan tipis yang dibentuk, misalnya Ag +, K +, Cs +, dan Tl +. Namun demikian, tidak semua bahan dapat digunakan sebagai pendifusi. Syarat agar dapat terjadi pertukaran ion adalah T T, dimana Tp adalah titik lebur pendifusi dan Tt p t adalah titik lebur terdifusi. Sehingga perlu diperhatikan titik lebur garam yang akan digunakan untuk mendifusi. Titik lebur dari beberapa garam pendifusi yang sering digunakan dalam proses pertukaran ion dapat ditunjukkan pada Tabel 2.2.

11 11 Tabel 2.2. Titik lebur dri beberapa garam dalam proses pertukaran ion (Najafi, 1992) Garam Titik Lebur ( o C) AgNO AgCl 455 NaNO KNO KNO 3 -AgNO 3 (37:63 % mol) 132 LiSO 4 -K2SO KNO 3 -NaNO 3 (50:50 % mol) 220 KNO 3 -Ca(NO 3 ) 2 (36:66 % mol) 150 TlNO CsNO CsCl 646 CsNO 3 -CsCl 405 RbNO Indeks Bias Indeks bias didefinisikan sebagai perbandingan kecepatan perambatan cahaya pada ruang hampa terhadap kecepatan perambatan cahaya pada suatu materi seperti dirumuskan dalam Persamaan 2.7. Dimana: c v n c n (2.7) v c : kecepatan perambatan cahaya pada ruang hampa. v : Kecepatan perambatan cahaya pada suatu materi. n : Indeks bias materi yang dilalui berkas cahaya. Sudut bias bergantung pada laju cahaya pada kedua media dan pada sudut datang. Hubungan analitis antara sudut datang dan sudut bias dikenal sebagai Hukum Snell.

12 12 Bila cahaya datang memasuki medium dengan indeks bias lebih besar maka berkas cahaya dibelokkan mendekati garis normal. Sebaliknya bila cahaya datang memasuki medium dengan indeks bias lebih kecil maka berkas cahaya dibelokkan menjauhi garis normal. Pada sudut datang tertentu, sudut biasnya akan Sudut datang dimana hal ini terjadi disebut sudut kritis, θc. Dari Hukum Snell, θc dinyatakan dengan: sin n n sin 90 (2.8) c 1 n n 1 Perubahan indeks bias pada pertukaran ion dikarenakan adanya perbedaan ukuran ion dan perbedaan polarisabilitas ion (Yliniemi, 2007). Hal ini berdasarkan pada persamaan Lorentz-Lorentz (Persamaan 2.9) 2 3 n 1 (2.9) 2 4N n 2 Dimana, α N n : polarisabilitas bahan : jumlah molekul per unit volume : indeks bias Perubahan indeks bias pada lapisan hasil dari proses pertukaran ion dipengaruhi oleh waktu pendeposisian dapat dijelaskan dari penyelesaian Hukum Fick kedua (Persamaan 2.10) (Najafi, 1992). (Najafi, 1992). x n( x) ns n. erfc (2.10) 2 Dt Dimana, n(x) : indeks bias pada kedalaman x n : perubahan indeks bias x D ns : kedalaman lapisan tipis : koefisien difusi : indeks bias substrat Erfc : fungsi eror komlemen 2 Dt : ketebalan lapisan tipis Nilai D dipengaruhi oleh parameter suhu pendifusian (Persamaan 2.11)

13 13 D C 1 C2 exp (2.11) T Dimana, C1 : tetapan C2 : energi aktivasi T : suhu pendefusian Indeks bias juga berkaitan dengan panjang gelombang. Bila panjang gelombang lewat dari suatu material ke dalam material kedua dengan indeks bias yang lebih besar, sehingga n 2 >n 1, maka laju gelombang akan berkurang. Panjang gelombang kedua akan lebih pendek daripada panjang gelombang material pertama. Jika material kedua mempunyai indeks bias yang lebih kecil daripada material pertama, sehingga n 2 <n 1, maka laju gelombang itu bertambah. Maka panjang gelombang material kedua akan lebih panjang daripada panjang gelombang material pertama. Beberapa hal yang mempengaruhi indeks bias suatu material adalah sebagai berikut : a. Kerapatan Material. Kerapatan material mempunyai peranan untuk mengendalikan besarnya indeks bias suatu material. Kerapatan suatu material didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dan volume (v) : m (2.12) v Cahaya yang merambat pada medium yang memiliki kerapatan yang tinggi akan memiliki kecepatan yang lebih kecil dari pada medium yang kerapatannya rendah, karena pada medium kerapatan tinggi partikel cahaya akan lebih banyak mengenai tumbukan akibat indeks bias di medium tersebut berbeda. b. Ekspansi Thermal Ekspansi thermal suatu material dapat menyebabkan naik turunnya indeks bias. Kerapatan material akan turun ketika dipanaskan, karena volume dari bahan akan mengembang sehingga indeks bias gelas akan turun. Polarisabilitas ion akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu yang akan meningkatkan indeks bias, yang mungkin sebanding dengan kenaikan kerapatan.

14 14 c. Kerapatan Elektron dan polarisabilitas Indeks bias suatu gelas akan ditentukan oleh interaksi antara cahaya dengan elektron atau polarisabilitas ion akan meningkatkan indeks bias. Oleh karena itu, sebuah material yang terdiri dari atom dengan jumlah ion sedikit yang berarti bahwa kerapatan elektron dan polarisabilitas rendah akan memiliki indeks bias kecil. Karena sebagian besar kandungnan ion pada gelas adalah anion, maka kontribusi dari anion ini sangatlah penting. 2.4 Pemantulan Internal Total Jika sinar datang dari medium rapat (n 1 ) dengan membentuk sudut θ 1 menuju medium renggang (n 2 ) maka sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal membentuk sudut θ 2 (Gambar 2.7). Hal ini menjadi dasar persamaan Snellius yang dinyatakan oleh persamaan (2.13) (Keiser, 2000). sin1 sin 2 n n 2 1 (2.13) Apabila sinar datang dari medium rapat diperbesar sampai sudut tertentu sehingga sinar yang dibiaskan membentuk sudut θ 2 =90 terhadap normal, maka sudut sinar datangnya disebut sudut kritis θ c (Gambar 2.7). Dengan melihat Persamaan (2.14) maka besarnya sudut kritis θ c dinyatakan sebagai berikut : sin n 2 c (2.14) n1 Jika sudut datang dari medium rapat diperbesar melebihi sudut kritis, maka sinar akan dipantulkan seluruhnya ke medium yang sama (medium rapat) (Gambar 2.7). Peristiwa ini disebut pemantulan internal total ( Total Internal Reflection / TIR ) (Keiser, 2000). Peristiwa pemantulan internal total ini menjadi prinsip dasar dalam kerja fiber optik.

15 15 Indeks bias rendah (n 2 ) θ 2 Sinar bias Indeks bias tinggi (n 1 ) c θ 1 Sinar datang Gambar 2.7. Sinar datang dari medium rapat ke medium renggang 2.5 Transmitansi Absorbsi cahaya oleh suatu molekul merupakan suatu bentuk interaksi antara gelombang cahaya (foton) dengan atom/molekul. Energi yang diserap oleh atom/molekul akan digunakan elektron didalam atom untuk bereksitasi/berpindah ketingkat energi elektronik yang lebih tinggi. Absorbsi hanya terjadi jika selisih kedua tingkat energi elektronik tersebut ( E = E 2 E 1 ) bersesuaian dengan energi cahaya yang datang, yakni: E (2.15) E foton Absorbansi terjadi pada saat foton bertumbukan langsung dengan atomatom pada suatu material. Absorbansi menyatakan banyaknya cahaya yang diserap oleh suatu lapisan tipis dari total cahaya yang dilewatkan pada lapisan tipis tersebut. Absorbansi (A) suatu larutan dinyatakan sebagai Persamaan 2.16 I log 10 T log 10 (2.16) I O A 1 dengan A adalah absorbansi, T adalah transmitansi, I o adalah berkas cahaya datang (W.m -2 ), dan I 1 adalah berkas cahaya keluar dari suatu medium (W.m -2 ) (Hendayana, 1994).

16 16 Absorbansi lapisan tipis bertambah dengan penguatan energi cahaya/foton. Bila ketebalan benda atau konsentrasi materi yang melewati cahaya bertambah, maka cahaya akan lebih banyak diserap. Jadi absorbansi berbanding lurus dengan ketebalan d dan konsentrasi c. Koefisien absorbansi ( ) merupakan rasio antara absorbansi (A), dengan ketebalan bahan d yang dilintasi cahaya. Sehingga dapat ditulis dalam bentuk Persamaan (2.17) A (2.17) d Gambar 2.8. Pengurangan energi radiasi akibat penyerapan (Hendayana, 1994) Pada Gambar 2.17 tampak bahwa cahaya dengan intensitas mula-mula (I o ) melewati suatu bahan dengan ketebalan d dan dengan konsentrasi zat penyerap cahaya c. Cahaya tersebut ada yang diserap, ditransmisikan maupun dipantulkan. Setelah melewati bahan, intensitas cahaya akan berkurang menjadi (I 1 ). Besarnya intensitas cahaya setelah melewati bahan dapat dituliskan seperti Persamaan I d d I o e (2.18) Dimana koefisien absorbsi dapat dituliskan dalam Persamaan Dimana 1 I 1 In (2.19) d I o (2.20)

17 17 Jika I 1 /I o dari Persamaan (2.19) merupakan perbandingan intensitas cahaya yang diteruskan dengan cahaya yang datang merupakan nilai besarnya transmitansi (T) seperti yang ditunjukkan pada Persamaan (2.20) maka Persamaan (2.19) dapat dituliskan sebagai Persamaan (2.21) 1 InT (2.21) d Transmitansi larutan T merupakan bagian dari cahaya yang diteruskan melalui suatu bahan. Transmitansi (T) biasanya dinyatakan dalam persentase (%T). Dan besarnya Transmitansi bergantung pada bahan dan panjang gelombang cahaya yang melewati suatu bahan. 2.6 Pemandu Gelombang Pemandu gelombang merupakan sebuah piranti yang didesain untuk membawa energi gelombang sepanjang lintasan tertentu. Pemandu gelombang dapat dibuat dari bahan yang bersifat lossless, isotropis, homogen, dan linier seperti alumunium, tembaga dan kaca. Pemandu gelombang optik bekerja atas dasar Hukum Snellius. Pemandu gelombang ini dibentuk dari dua lapisan utama, yaitu lapisan tipis yang menempel pada substrat dan substrat itu sendiri. Lapisan tipis mempunyai indeks bias yang lebih tinggi dibandingkan dengan indeks bias substrat. Gelombang yang terperangkap dalam lapisan dielektrik, secara perlahanlahan akan melemah. Ini karena cahaya terpancar keluar lapisan dielektrik pada setiap pantulan dari bidang batasnya. Jika sudut datang gelombang di dalam lapisan memenuhi syarat pantulan total, maka gelombang tersebut tidak akan merugi melainkan akan merambat sepanjang lintasan dielektrik tersebut. Gelombang yang demikian terkungkung dalam lapisan, dinamakan gelombang terpadu dan lapisan dielektrik tersebut dinamakan pandu gelombang. Mekanisme terjadinya gelombang terpadu dalam pemanduan gelombang dapat dijelaskan dengan pendekatan sinar optik maupun mode gelombang. Dalam pendekatan sinar optik, gambaran mengenai mode-mode gelombang terpandu dapat dijelaskan

18 18 sebagai berkas yang terpandu melalui lintasan zig-zag di dalam film akibat pemantulan total seperti terlihat dalam gambar 2.9 Reflecte n 2 Clading Reflecte n 1 Core n=index of refraction n 1 >n 2 gives total internal reflection Gambar 2.9. Mekanisme pemanduan gelombang (Cisco, 2001). Menurut bentuk geometrinya pemandu gelombang dibagi menjadi dua yaitu berbentuk serat optik dan planar waveguide. Mekanisme penjalaran cahaya pada planar waveguide yaitu dengan pemanduan gelombang seperti pada serat optik, bedanya pada serat optik bersifat simetris. Jenis planar waveguide pun juga ada dua, yaitu step index dan graded index. Untuk step refraktive index, lapisan tipis pada plat kaca terlihat dimana bagian dalam dan permukaan lapisan jumlah ion terdifusinya sama. Sedangkan untuk granded refraktive index lapisan tipis pada kaca semakin kedalam semakin sedikit ion yang terdifusi. Dalam planar waveguide, seberkas cahaya yang terpandu akan melalui suatu lintasan zig-zag di dalam lapisan tipis akibat adanya pemantulan total (Gambar 2.10). Pemantulan cahaya dalam lapisan tipis didasarkan Hukum snellius karena perbedaan indeks bias, n 1 lebih besar dari n 2. Gambar Mekanisme pemandu gelombang pada perambatan cahaya pada plat dielektrik.

19 19 Material lain merupakan cover yang bahannya bisa sama dengan substrat atau material yang berbeda dengan substrat. Jika tidak menggunakan cover, maka material lain yang dimaksud adalah berupa udara. 2.7 Mode Gelombang Pendekatan cahaya sebagai sinar dapat menerangkan bagaimana arah dari sebuah gelombang datar merambat di dalam sebuah serat namun tidak meninjau sifat lain dari gelombang datar. Sifat ini adalah interferensi, dimana gelombang datar saling berinterferensi sepanjang perambatan. Hal ini mengakibatkan hanya tipe-tipe gelombang datar tertentu saja yang dapat merambat sepanjang serat. Sehingga diperlukan tinjauan optik fisis yaitu memandang cahaya sebagai gelombang elektromagnetik yang disebut teori moda. Teori mode memandang cahaya sebagai sebuah gelombang datar yang dinyatakan dalam arah, amplitudo dan panjang gelombang dari perambatannya. Misal muka gelombang memasuki sebuah pandu gelombang seperti pada Gambar 2.9 maka gelombang akan mengalami perubahan fase sepanjang perambatan di dalam pandu gelombang. Perubahan fase juga terjadi saat gelombang dipantulkan. Muka gelombang harus tetap sefase setelah muka gelombang transverse memantulkan bolak-balik. Jarak transverse ditunjukkan antara titik A dan B pada Gambar 2.9. Gelombang dipantulkan pada titik A dan B adalah sefase jika total perubahan fase memenuhi Persamaan 2.22 (Cisco, 2001). = m 2 (2.22) dimana m adalah bilangan bulat. Dalam prakteknya, intensitas gelombang akan menurun karena adanya penyerapan dan penghamburan (scattering). Penghamburan disebabkan oleh ketakhomogenan bahan dan ketaksempurnaan batas. Mode-mode yang berorde tinggi dan bersudut curam merambat pada lintasan zig-zag yang lebih panjang dari pada yang berorde lebih rendah. Maka mode berorde tinggi menderita rugi serapan yang lebih besar. Mode-mode yang mendekati putus (cut off) adalah mode-mode yang berorde lebih tinggi dan sinarnya mendekati sudut kritis. Sinar-

20 20 sinar ini akan mudah disimpangkan di bawah sudut kritis sehingga medannya akan menembus dalam ke lapisan luar lapisan tipis. Variasi cahaya pada bidang yang melintang terhadap sumbu pemandu membentuk pola melintang. Di daerah ini mode-mode tersebut akan mengalami penyerapan dan penyusutan dengan cepat. Pola mode melintang di dalam pandu gelombang plat simetris ditunjukkan pada Gambar M 1 M 2 M 3 M 4 n 2 h n 1 n 2 Gambar Pola mode melintang di dalam pemandu gelombang (Keiser, 2000). 2.8 Gelombang Evanescent Pemantulan internal total (Total Internal Reflection/TIR) menyebabkan adanya energi yang terkopel ke medium lain yang cukup rapat. Hali ini mengakibatkan sebagian energi gelombang cahaya akan hilang, dan disebut sebagai kegagalan pemantulan Frustrated Total Internal Reflection (FTIR) dan gelombang cahaya yang terkkopel ke medium lain tersebut disebut dengan gelombang evanescent. Gelombang yang ditrasmisikan tersebut terjebak dalam medium antara prisma dengan lapisan tipis. Medium antara prisma dengan lapisan tipis adalah udara dengan kerapatan sangat kecil (Gambar 2.12).

21 21 x c n 4 c z p p Gelombang evanescent n 3 y h n 1 n 2 Gambar Mekanisme pengkoplingan cahaya. Persamaan gelombang yang ditrasmisikan saat terjadi pembiasan adalah: Dimana pada bidang koordinat diperoleh persamaan: (2.23) (2.24) Dimana (2.25) (2.26) Persamaan diatas merupakan persamaan akhir dari Hukum Snellius. Pada sudut kritis sin = n dan cos =0. Ketika terjadi TIR sin n, maka cos menjadi imajiner murni dan dapat ditulis: Jadi factor eksponensialnya adalah: (2.27) Pada definisi real, bilangan positifnya adalah (2.28)

22 22 Kemudian pada gelombang transmisinya menjadi (2.29) (2.30) Persamaan diatas menunjukkan bahwa amplitudo gelombang akan menurun secara eksponensial saat gelombang cahaya memasuki medium yang lebih renggang di arah y. Sedangkan bilangan i merupakan factor eksponensial yang membentuk gelombang harmonik dengan satuan amplitudo. Saat gelombang masuk ke dalam medium yang lebih renggang, nilai amplitudo akan menurun sebesar I/e (2.31) Dengan y kedalaman penetrasi(depth penetration)(nm), sudut dasar prisma, n 4 indeks bias prisma, dan n 3 indeks bias udara(pedrotti, 1993). Gelombang Evanescent merupakan gelombang yang ditimbulkan oleh adanya efek Tunneling di dasar prisma. Energi dari gelombang Evanescent ini kembali ke medium asalnya, kecuali jika suatu medium yang kedua diperkenalkan masuk ke dalam daerah dari penetrasi. Kegagalan dari pemantulan total internal (TIR) dapat diaplikasikan sebagai variabel keluaran dari pengkoplingan, dibuat dari dua prisma sudut siku-siku yang dipisahkan sepanjang permukaan diagonalnya dapat secara hati-hati disesuaikan untuk bertukar-tukar antara jumlah gelombang Evanescent yang terkopel dari prisma satu dengan prisma yang lain. Aplikasi praktis lain yang melibatkan sebuah prisma yang didekatkan pada permukaan pandu gelombang optik sehingga gelombang Evanescent muncul dari prisma dapat dikopel ke dalam pandu gelombang pada sudut (mode) perambatan yang telah ditentukan. (Pedrotti, 1993). Seberkas cahaya yang menuju bidang pantul pada sudut θi akan dipantulkan kembali pada sudut θr sesuai dengan Hukum Pantul yaitu θi = θr,

23 23 sudut diukur dari normal bidang, akan tetapi jika berkas cahaya menuju ke permukaan yang tidak memantulkan secara sempurna, berkas cahaya akan dibelokkan di sekitarnya. Sebenarnya cahaya tidak dibelokkan, tetapi kecepatannya berubah. Pada pemantulan total internal (dimana ni>nr) semua cahaya yang datang akan dipantulkan kembali ketika sedut datang lebih besar atau sama dengan sudut kritis θc. Sementara pada FTIR tidak seluruhnya dipantulkan, ada pancaran gelombang di sekitar medium yang terjebak yang merupakan bagian dari sinar datang pada medium. 2.9 Prisma Kopling Prisma kopling adalah alat yang digunakan untuk mengkarakterisasi mode dari planar waveguide. Parameter yang diukur dalam prisma kopling yaitu sudut datang pada dasar prisma akibat pemanduan gelombang dan jumlah mode gelombang. n 4 n 3 n 4 h n 1 n 2 h n 3 n 1 n 2 (a) (b) Gambar Prinsip kerja prisma kopling (a) pola bright spot terbelah (b) pola bright spot bulat penuh (Tien, 1969). Ketika berkas cahaya mengenai prisma maka berkas cahaya dibiaskan ke dalam prisma. Akibat peristiwa pemantulan internal total maka berkas sinar tersebut dipantulkan ke dalam prisma dengan arah berbeda (Gambar 2.13). Ada tidaknya pemanduan gelombang pada lapisan tipis dapat dilihat dari pola bright

24 24 spot. Jika pola bright spot bulat penuh maka tidak terjadi pemanduan gelombang pada lapisan tipis atau cahaya tidak terkopel (Gambar 2.13.b). Jika pola bright spot terbelah maka terjadi pemanduan gelombang pada lapisan tipis atau cahaya terkopel (Gambar 2.13.a). Peristiwa pemanduan gelombang pada lapisan tipis terjadi secara berulang-ulang dengan sudut yang berbeda. Hal ini dikenal dengan mode gelombang. Mode gelombang adalah sudut-sudut yang dibentuk dalam prisma yang menyebabkan terjadinya pemanduan gelombang pada lapisan tipis. Jumlah mode gelombang ini untuk menentukan kedalaman lapisan tipis. Ketika berkas cahaya mengenai prisma dengan sudut tertentu, maka berkas cahaya tersebut dibiaskan ke dalam prisma (Gambar 2.14). Berkas cahaya mengenai dasar prisma sebagai sudut datang dalam prisma dipantulkan dengan besar sudut yang sama. Berkas cahaya ada sebagian yang dibiaskan ke medium antara prisma dengan lapisan tipis yang dikenal dengan gelombang evanescent. Gelombang evanescent ini menyebabkan sebagian berkas cahaya masuk ke lapisan tipis sehingga terjadi peristiwa pemanduan gelombang dalam lapisan tipis. Gambar Mekanisme perambatan cahaya dalam prisma kopling (Tien, 1969). Dari Gambar 2.14, sudut datang pada dasar prisma dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan 2.32 (Tien, 1969). 45 o sin 1 sin np (2.32)

25 25 Hubungan antara jumlah mode maksimum dengan ketebalan lapisan tipis pada pandu gelombang step index dirumuskan (2.33) Dengan M adalah jumlah mode gelombang, d kedalaman difusi (m), k bilangan gelombang (m-1), n 1 indeks bias lapisan tipis, n 2 indeks bias substrat.

26 26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental di laboratorium. Penelitian ini meliputi penumbuhan lapisan tipis pada kaca sodalime dengan metode pertukaran ion K + - Na + (ion exchange). Lapisan tipis yang terbentuk akan digunakan sebagai pandu gelombang. Selanjutnya lapisan tipis dikarakterisasi dengan cara menentukan indeks bias sebelum dan sesudah terdifusi dengan menggunakan refraktometer ABBE, menentukan transmitansi lapisan tipis menggunakan Ultra Violet-Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 601 PC. Kemudian menentukan jumlah mode gelombang yang dapat dijalarkan pada lapisan tipis yang terbentuk dengan menggunakan metode prisma kopling. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Optik dan sub Laboratorium Fisika UPT Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret mulai bulan September sampai Desember Alat dan Bahan yang Digunakan 1. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah: a. Pemotong Kaca b. Timbangan c. Crusible d. Ultrasonic Cleaner e. Furnace f. Refraktometer ABBE g. Ultra Violet-Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 601 PC h. Set Alat Prisma Kopling yang terdiri dari:

27 27 1. Prisma BK dengan indeks bias 1, Laser He-Ne dengan λ = 632,8 nm 3. Busur derajat dengan ketelitian 0, Penggaris berjarum sebagai penunjuk skala 5. Lensa 6. Polarisator 7. Layar 8. Meja sebagai dudukan alat i. Penggerus j. Pinset k. Gelas Beker l. Amplas m. Kawat n. Senter Gambar alat secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1 2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Kaca Soda-lime b. Leburan 50 % mol dan 70 % mol KNO 3 c. Monobronaftalin d. Aquades e. Tissue Gambar bahan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1

28 28 Penyiapan alat dan sampel Pemotongan kaca soda-lime Membuat leburan 50 % mol dan 70 % mol KNO 3 Memasukkan kaca ke dalam leburan 50 % mol dan 70 % mol KNO 3 Pembersihan substrat dengan ultrasonic cleaner Karakterisasi Transmitansi Perubahan Indeks Bias Jumlah mode gelombang Analisa Kesimpulan Gambar 3.1. Diagram Alir Tahap-Tahap Penelitian

29 29 Detail tentang langkah-langkah penelitian di atas dapat dijelaskan pada keterangan dibawah ini: 1. Penyiapan alat dan bahan Penyiapan alat dan bahan dilakukan dengan menyiapkan kaca soda-lime yang digunakan untuk tempat pendeposisian KNO 3 dan NaNO 3. Kaca ini dipotong-potong menjadi bagian yang kecil agar dapat dimasukkan ke dalam crusible tempat proses difusi. Kaca yang telah dipotong kemudian diberi tanda dengan cara menggosokkan dengan amplas pada tepi kaca sampai tergores sedikit sehingga dapat dibedakan antara sisi permukaan yang satu dengan permukaan yang lainnya. Selain daripada itu juga menyiapkan alat-alat seperti Ultrasonic Cleaner, Furnace, Refraktometer, Ultra Violet-Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 601 PC, dan seperangkat alat Prisma Kopling. 2. Karakterisasi awal kaca soda-lime Pada proses ini, karakterisasi awal berupa pengukuran indeks bias kaca dan transmitansi kaca soda-lime sebelum dilakukan treatment pertukaran ion K + -Na +. Indeks bias dapat diukur menggunakan Refraktometer ABBE. Untuk mengukur indeks bias diperlukan larutan monobromonaftalin. Larutan ini berfungsi untuk memperbesar nilai Numerical Aperthure (NA) sehingga pengamatan pada pengukuran menjadi lebih jelas. Transmitansi kaca diukur menggunakan Ultra Violet-Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 601 PC. Karakterisasi awal bertujuan untuk membandingkan perubahan indeks bias dan transmitansi sebelum dan sesudah pertukaran ion (Maryanto, 2008). 3. Fabrikasi kaca dengan variasi waktu dan konsentrasi Furnace dipanaskan hingga mencapai suhu tertentu yaitu C. Setelah suhu furnace mencapai C, serbuk 50 % mol KNO 3 dimasukkan ke dalam furnace hingga melebur. Setelah serbuk 50 % mol KNO 3 melebur kaca dimasukkan ke dalam larutan 50 % mol KNO 3 dengan posisi mendatar. Proses pencelupan kaca ke dalam larutan ini dilakukan selama 25 menit, 100 menit, 225 menit, 400 menit, 625 menit dan 900 menit.

30 30 Setelah proses selesai, kaca waveguide yang terbentuk didinginkan secara normal, tujuannya adalah agar kaca waveguide tidak retak atau pecah. Langkah diatas juga digunakan untuk konsentrasi 70 % mol KNO 3 yang menggunakan suhu C. (Zou, 2002). Skema penelitian digambarkan pada Gambar 3.2. kaca furnace crusible Leburan KNO 3 dan NaNO 3 Gambar 3.2 Skema Alat pendifusian 4. Pembersihan kaca waveguide Proses pertukaran ion menyebabkan sebagian permukaan kaca waveguide yang terbentuk masih kelihatan kotor sehingga perlu dibersihkan. Proses pembersihan kaca waveguide dilakukan dengan cara dicuci dengan Ultrasonic Cleaner menggunakan aquades. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kotoran dan lemak yang menempel pada kaca. (Bahtiar, 2006) 5. Karakterisasi kaca waveguide Setelah proses pendifusian selesai, kaca kemudian dikarakterstik untuk mengetahui perubahan sifat pada kaca tersebut. Indeks bias kaca soda-lime ditentukan dengan menggunakan Refraktometer ABBE (Gambar 3.3). Kaca diletakkan di dalam Refraktometer ABBE dengan terlebih dahulu diberi larutan monobromonaftalin agar tidak ada celah udara selain itu juga untuk menaikkan nilai NA pada kaca. Setelah itu tombol pada Refraktometer ABBE diatur hingga terlihat pola gelap terang kemudian batas antara gelap dan terang pada pola gelap terang yang terakhir dipaskan pada tanda silang, kemudian dilihat indeks biasnya pada skala yang ada pada Refraktometer ABBE. (Maryanto, 2008).

31 31 Lensa untuk melihat pola gelap terang Lensa untuk melihat skala Tombol pengatur skala Tombol pemfokus Tempat kaca sampel Tempat untuk lampu Gambar 3.3. Refraktometer ABBE Transmitansi diukur menggunakan Ultra Violet-Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 601 PC (Bahtiar, 2006). Sedangkan jumlah mode pandu gelombang dengan menggunakan metode prisma kopling ( Gambar 3.4) Gambar 3.4. Skema Seperangkat Alat Prisma Coupling.

32 32 Keterangan : 1. Sinar Laser. 3. Lensa cembung. 5. Kaca substrat. 2. Polarisator. 4. Prisma. 6. Layar. Dari gambar 3.4 dapat dijelaskan bahwa sumber cahaya berasal dari sinar laser He-Ne ( = 632,8 nm), dan lapisan tipis diletakkan tepat pada bagian dasar prisma dengan serapat mungkin. Pada saat sinar laser dipancarkan maka sinar akan mengenai lensa cembung. Lensa ini berfungsi untuk memfokuskan cahaya laser agar ketika jatuh pada prisma tidak menyebar. Setelah cahaya laser fokus, kemudian prisma diputar dengan posisi cahaya laser tetap. Cahaya laser yang keluar dari prisma dilewatkan pada lensa agar dapat terlihat jelas. Bila berkas cahaya laser berbentuk bulat maka cahaya belum terkopel (Gambar 3.5b). cahaya laser akan terkopel bila terdapat garis belahan(gambar 3.5a). Informasi yang dapat diperoleh dari karakterisasi ini adalah bagaimana bentuk pola bright spot dan jumlah mode pandu gelombang (Ulrich, 1973). (3.5a) (3.5b) Gambar 3.5 a Pola bentuk bright spot cahaya terkopel, b. Pola bentuk bright spot cahaya tidak terkopel.. 6. Analisa dan kesimpulan Dalam penelitian ini diperoleh data berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif dianalisa berdasarkan rumus-rumus yang bersesuain. Sedangkan data kualitatif diinterpretasikan seperlunya.

33 33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, fabrikasi lapisan tipis dilakukan dengan metode pertukaran ion. Bahan yang digunakan sebagai medium penumbuahn lapisan tipis adalah kaca soda-lime. Fabrikasi ini dilakukan dengan mencelupkan kaca sodalime ke dalam leburan 50 % mol dan 70 % mol KNO 3 pada suhu C,dan C dengan waktu 25menit, 100 menit, 225 menit, 400 menit, 625 menit, dan 900 menit. Ketika proses pencelupan berlangsung, maka ion Na + dari kaca soda-lime akan bertukar dengan ion K + dari leburan 50 % mol dan 70 % mol KNO 3. Gambaran secara ringkas proses pertukaran ion dapat ditunjukkan pada Gambar 4.1 Gambar 4.1. Proses terjadinya pertukaran ion Keterangan gambar: Menunjukkan bahwa difusi dapat terjadi karena adanya kekosongan susunan atom kaca soda-lime yang disebabkan susunan atom pada kaca tidak merata. Adanya pemanasan ketika proses fabrikasi lapisan tipis mengakibatkan atom-atom di dalam kaca bergerak sehingga kekosongan atom tersebut terisi oleh atom lain (vacancy diffusion). Difusi juga dapat terjadi karena adanya penyusupan atom lain karena adanya celah di atom-atom penyusun kaca (inersitial atom). Difusi terjadi karena adanya penyusupan atom lain (K + ) yang terjadi karena adanya perenggangan susunan atom pada kaca soda-lime. Pereganggan ini terjadi akibat pemanasan yang dilakukan ketika proses pertukaran ion. Ketika

34 34 terjadi pemanasan sebagian ion Na + yang tidak terikat kuat akan terlempar keluar dari susunan atom kaca. Selanjutnya ion K + akan mengisi kekosongan pada susunan atom kaca soda-lime. Pada proses difusi terlihat bahwa kaca soda-lime mengambang ketika dicelupkan ke dalam leburan 50 % mol dan 70 % mol KNO 3. Hal ini karena massa jenis leburan 50 % mol dan 70 % mol KNO 3 lebih besar dari massa jenis kaca soda-lime. Hal tersebut mengakibatkan penumbuhan lapisan tipis hanya terjadi pada salah satu sisi permukaan kaca saja. 4.1 Indeks Bias Kaca Waveguide Pengukuran indeks bias dilakukan dengan alat Refraktometer ABBE. Pada pengukuran ditambahkan larutan monobromonaftalin. Larutan ini berfungsi untuk memperbesar nilai Numerical Aperthure (NA) sehingga pengamatan pada pengukuran menjadi lebih jelas. Indeks bias yang diukur dalam penelitian ini adalah indeks bias sebelum dan sesudah fabrikasi. Pengukuran indeks bias dilakukan sebelum dan sesudah pertukaran ion, hal ini bertujuan untuk membandingkan perubahan indeks bias sebelum dan sesudah pertukaran ion. Data hasil pengukuran indeks bias kaca soda-lime dapat dilihat dalam Tabel 4.1 dan Tabel 4.2. Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Indeks Bias Kaca Soda-Lime Pada Leburan 50% KNO 3 Pada Suhu C Kaca Indeks Bias Perubahan Indeks Waveguide Waktu Pendeposisian Bias Sebelum Sesudah Sampel B1 25 1,5240 1,5250 1,0 x 10-3 Sampel B ,5240 1,5260 2,0 x 10-3 Sampel B ,5240 1,5262 2,2 x 10-3 Sampel B ,5240 1,5264 2,4 x 10-3 Sampel B ,5240 1,5266 2,6 x 10-3 Sampel B ,5240 1,5258 1,8 x 10-3

35 35 Tabel 4.2. Hasil Pengukuran Indeks Bias Kaca Soda-Lime Pada Leburan 70% KNO 3 Pada Suhu C Kaca Indeks Bias Perubahan Indeks Waveguide Waktu Pendeposisian Bias Sebelum Sesudah Sampel D1 25 1,5218 1,5230 1,2 x 10-3 Sampel D ,5218 1,5254 3,6 x 10-3 Sampel D ,5218 1,5248 3,0 x 10-3 Sampel D ,5218 1,5250 3,2 x 10-3 Sampel D ,5218 1,5240 2,2 x 10-3 Sampel D ,5218 1,5222 0,4 x 10-3 Hubungan antara perubahan indeks bias pada permukaan kaca soda-lime dengan lamanya waktu pendifusian dapat diperoleh dari Tabel diatas yang ditunjukkan dalam Gambar 4.2. perubahan indeks bias(10-3 ) 3.5 B D t 2 (menit) Gambar 4.2. Grafik hubungan antara perubahan indeks bias dengan waktu pendifusian

36 36 Dari gambar 4.2 dapat dilihat grafik hubungan antara waktu pendifusian terhadap perubahan indeks bias yang menunjukkan bahwa indeks bias kaca sodalime cenderung mengalami kenaikan, baik semakin lama waktu pendifusian maupun semakin tinggi konsentrasi ion pendifusi. Hal ini menunjukkan bahwa indeks bias kaca soda-lime setelah pertukaran ion lebih besar dari indeks bias sebelum pertukaran ion. Penggantian ion Na + dengan ion K +, dimana ion K + memiliki masa, kerapatan elektron, serta polarisabilitas yang lebih besar menyebabkan susunan atom yang baru didalam kaca akan semakin rapat dan mengakibatkan naiknya indeks bias dari permukaan kaca yang mengalami pendifusian. Semakin lama waktunya maka ion K + yang terdifusi kedalam kaca menggantikan ion Na + semakin banyak dan semakin dalam sehingga semakin menaikkan indeks bias kaca. Begitu juga dengan semakin besar konsentrasi pendifusi semakin besar pula perubahan indeks biasnya. Hal ini dapat terjadi karena perubahan indeks bias sebanding dengan konsentrasi ion pendifusi (K + ). Hubungan perubahan indeks bias dengan konsentrasi ion pendifusi dapat dilihat dalam persamaan berikut (Najafi,1992): (4.1) Dimana C K adalah konsentrasi ion K +,V o dan R o berturut-turut adalah volume glass per gram dari atom-atom oksigen dan refraksi per gram dari atom-atom oksigen dalam komposisi asli, V danr adalah perubahan kuantitas hasil dari total pergantian ion asli oleh ion dopan dan n 0 adalah perubahan indeks bias. Menurut Hukum Fick Kedua hubungan konsentrasi (C) dengan waktu pendifusian (t) adalah (Najafi,1992), (4.2) Dimana Dengan x adalah kedalaman difusi dan D adalah koefisien difusi. Karena indeks bias sebanding dengan konsentrasi (Persamaan 4.1) maka besarnya indeks bias (n(x)) adalah (Najafi,1992)

37 37 (4.3) Dengan n s adalah indeks bias substrat (indeks bias sebelum pendifusian). Dalam penelitian ini, indeks bias yang terukur adalah indeks bias pada permukaan kaca (x=0) sehingga berapapun waktu pendifusian, nilai akan sama dengan nol. Karena nilai efrc(0) adalah satu maka perubahan indeks bias tetap. Bila hal ini dihubungkan dengan Gambar 4.1 maka pola dari Gambar 4.1 tersebut sesuai dengan Persamaan 4.3 Untuk sampel B yaitu sampel hasil leburan 50% KNO 3 pada waktu 625 menit perubahan indeks bias mencapai nilai tertinggi setelah itu mengalami penurunan, begitu juga untuk sampel C yaitu sampel hasil leburan 70% KNO 3 pada waktu 400 menit, hal ini dikarenakan pada suhu ini tercapai kondisi stabil atau dikatakan hampir jenuh sehingga proses pendifusian berlebih hampir tidak terjadi, karena jika terjadi kondisi jenuh dimana tercapai kesetimbangan kinetik proses pendesakan ion/pendifusian akan berhenti. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian serupa yang dilakukan oleh beberapa peneliti lain (Pereira, Pelli, Righini dan Horowitz, 2002; K+/Ag+ ion-exchange glass waveguides: concentration and grand-index profil analysis from EDS, m-line and DNS). 4.2 Transmitansi Harga transmitansi merupakan perbandingan antara intensitas cahaya yang keluar dari medium dengan intensitas cahaya yang masuk kedalam suatu medium. Besarnya intensitas cahaya yang masuk tidak sama dengan intensitas yang keluar dari medium, hal ini dapat terjadi karena jika cahaya dilewatkan pada suatu bahan/medium, maka sebagian cahaya akan dipantulkan (reflected), sebagian diteruskan (transmitted), sebagian akan diserap (absorbed) dan sebagian lagi akan disebarkan (scattered). Hasil pengukuran persentase transmitansi dengan menggunakan Ultra Violet-Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 601 PC dengan panjang

38 38 gelombang 200 nm nm dapat dilihat pada Gambar 4.2, Gambar 4.3, dan Gambar 4.4 % Transmitansi T25menit T100menit T225menit T400menit T625menit T900menit tanpaperlak % Transmitansi T25menit T100menit T225menit T400menit T625menit T900menit tanpaperlak panjang gelombang(nm) panjang gelombang(nm) (a) (b) Gambar 4.3 Grafik transmitansi hasil pendifusian pada suhu C dengan konsentrasi 50 % mol KNO 3. (a) Transmitansi pada panjang gelombang 400 nm 1000 nm (b) Transmitansi pada panjang gelombang 200 nm 1000 nm. (% transmitansi) T25menit T100menit T225menit T400menit T625menit T900menit Tanpaperlak panjang gelombang (nm) % transmitansi T25menit T100menit T225menit T400menit T625menit T900menit Tanpaperlak panjang gelombang (nm) (a) (b) Gambar 4.4 Grafik transmitansi hasil pendifusian pada suhu C dengan konsentrasi 70 % mol KNO 3. (a) Transmitansi pada panjang gelombang 400 nm 1000 nm (b) Transmitansi pada panjang gelombang 200 nm 1000 nm.

39 39 % transmitansi B. T 2 5 m e n i t D. T 2 5 m e n i t B. T m e n i t D. T m e n i t p a n j a n g g e l o m b a n g ( n m ) Gambar 4.5 Grafik perbandingan transmitansi hasil pendifusian pada konsentrasi 50 % mol dan 70 % mol KNO 3 dengan waktu 25 menit dan 900 menit. Hasil pengukuran persen transmitansi dengan menggunakan Ultra Violet- Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 601 PC dengan panjang gelombang 200 nm nm menunjukkan kaca yang tidak mengalami perlakuan memiliki nilai transmitansi yang relatif lebih besar dibandingkan yang mengalami pendifusian. Sedangkan pada kaca yang mengalami pendifusian memiliki nilai transmitansi yang relatif lebih kecil, dimana semakin lama waktu pendifusian dan semakin tinggi konsentrasi ion pendifusi transmitansi semakin mengecil. Hal ini menunjukkan bahwa adanya proses pendifusian ion K + dari leburan garam KNO 3 menyebabkan menurunnya nilai transmitansi dari kaca atau dengan kata lain proses pendifusian menyebabkan berkurangnya nilai intensitas yang keluar dari kaca. Dan semakin lama waktu pendifusian dan semakin tinggi konsentrasi ion pendifusi menyebabkan berkurangnya nilai transmitansi. Yang berarti komposisi kaca telah berubah dengan adanya proses pendifusian. Dan perubahan komposisi dari kaca inilah yang menyebabkan faktor absorpsi, pantulan, serta hamburan semakin membesar sehingga menyebabkan intensitas cahaya yang keluar dari kaca menurun yang menyebabkan menurunnya nilai transmitansi dari kaca. Pada semua kaca, harga transmitansi pada daerah UV lebih kecil dibandingkan dengan transmitansi di daerah visible, hal ini terjadi karena absorbsi

40 40 cahaya yang merupakan transfer energi dari radiasi ke bahan/medium. Begitu juga pada daerah infra merah nilai transmitansi lebih kecil karena cahaya berinteraksi dengan partikel dari bahan berupa polarisasi elektronik sehingga cahaya sebagian dikonversikan menjadi deformasi elastis dan selanjutnya berubah menjadi panas. 4.3 Mode Gelombang 1. Mode Gelombang Pengamatan mode gelombang dilakukan dengan menggunakan metode prisma kopling. Dari pengamatan ini data yang diperoleh adalah sudut datang pada permukaan prisma bagian luar, karena sudut yang dibutuhkan adalah sudut datang pada dasar prisma maka sudut datang pada dasar prisma diperoleh dari hubungan antara sudut datang pada permukaan prisma bagian luar dengan indeks bias prisma (Persamaan 2.32). Peristiwa pemanduan gelombang dapat diamati dengan adanya pola gelap terang pada bright spot. Ketika terjadi pemanduan gelombang, maka pada layar akan nampak pola bright spot seperti pada Gambar 4.6.a. Sedangkan pada Gambar 4.6.b. menunjukkan bahwa tidak terjadi pemanduan gelombang. (a) (b) Gambar 4.6.(a) Pola bright spot terbelah; (b) Pola bright spot penuh

41 41 Munculnya pandu gelombang erat hubungannya dengan medan evanescent. Medan evanescent menurun secara eksponensial dari medium 1 ke medium 2 (Gambar 4.7). oleh karena itu ketika menyeting alat prisma kopling sampel harus melekat erat pada dasar prisma. Pemasangan sampel yang kurang rapat menyebabkan adanya celah udara antara prisma dengan sampel. Adanya celah udara ini akan menghamburkan cahaya yang mennuju lapisan tipis. Penghamburan cahaya ini menyebabkan intensitas cahaya yang diterima oleh lapisan tipis menjadi melemah bahkan tidak sampai pada lapisan. Hal ini mengakibatkan tidak teramatinya pemanduan gelombang. Pemasangan sampel yang sangat rapat mengakibatkan pembiasan cahaya masuk ke dalam lapisan tipis. Cahaya yang masuk ke dalam lapisan tipis akan terkungkung di dalamnya sehingga akan merambat di sepanjang lapisan dengan pola zig-zag. Perambatan ini terjadi akibat adanya perbedaan indeks bias antara lapisan tipis dengan ruang di sekitarnya. medium 1 medium 2 Amplitudo jarak antar medium Gelombang evanescent Gambar 4.7. Medan evanescent menurun secara eksponensial (Moller, 1988). Fenomena munculnya belahan pada bright spot (mode gelombang) menunjukkan bahwa telah terjadi pemanduan gelombang cahaya. Syarat agar dapat terjadi mode gelombang adalah (Pedrotti, 1993): 1. Mempunyai sudut datang pada batas lebih besar dari pada sudut kritis hingga 90 0 (θ c <θ d <90 0 ), θ d = sudut datang; θ c = sudut kritis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan dalam fabrikasi dan karakterisasi optik dari waveguide berbahan polimer PMMA (Polymethyl Methacrylate) adalah metode

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN. Skripsi ini dibimbing oleh : Pembimbing I. Ahmad Marzuki, S.Si., Ph.D. NIP

HALAMAN PENGESAHAN. Skripsi ini dibimbing oleh : Pembimbing I. Ahmad Marzuki, S.Si., Ph.D. NIP 35 HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini dibimbing oleh : Pembimbing I Ahmad Marzuki, S.Si., Ph.D. NIP. 19680508 199702 1 001 Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada : Hari : Rabu Tanggal : 27 Januari

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal Xpedia Fisika Optika Fisis - Soal Doc. Name: XPFIS0802 Version: 2016-05 halaman 1 01. Gelombang elektromagnetik dapat dihasilkan oleh. (1) muatan listrik yang diam (2) muatan listrik yang bergerak lurus

Lebih terperinci

Fabrikasi Dan Karakterisasi Pandu Gelombang Planar Dengan Metode Pertukaran Ion Dan Prisma Kopling

Fabrikasi Dan Karakterisasi Pandu Gelombang Planar Dengan Metode Pertukaran Ion Dan Prisma Kopling 1 Fabrikasi Dan Karakterisasi Pandu Gelombang Planar Dengan Metode Pertukaran Ion Dan Prisma Kopling Diah Kusuma Wardhani - Dr. Ir Sekartedjo, M.Sc Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri ITS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik Sistem komunikasi optik adalah suatu sistem komunikasi yang media transmisinya menggunakan serat optik. Pada prinsipnya sistem komunikasi serat

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Optika Fisis - Latihan Soal Doc Name: AR12FIS0399 Version : 2012-02 halaman 1 01. Gelombang elektromagnetik dapat dihasilkan oleh. (1) Mauatan listrik yang diam (2) Muatan listrik

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun KATA PENGANTAR Puji syukur tim panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya tim bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Optika Fisis ini. Makalah ini diajukan guna memenuhi

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya 1. EBTANAS-06-22 Berikut ini merupakan sifat-sifat gelombang cahaya, kecuali... A. Dapat mengalami pembiasan B. Dapat dipadukan C. Dapat dilenturkan D. Dapat dipolarisasikan E. Dapat menembus cermin cembung

Lebih terperinci

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J 1. Bila sinar ultra ungu, sinar inframerah, dan sinar X berturut-turut ditandai dengan U, I, dan X, maka urutan yang menunjukkan paket (kuantum) energi makin besar ialah : A. U, I, X B. U, X, I C. I, X,

Lebih terperinci

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Sifat gelombang elektromagnetik Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Pantulan (Refleksi) Pemantulan gelombang terjadi ketika gelombang

Lebih terperinci

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 0 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM Cahaya Cermin 0. EBTANAS-0-2 Bayangan yang terbentuk oleh cermin cekung dari sebuah benda setinggi h yang ditempatkan pada jarak lebih kecil

Lebih terperinci

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK I. SOAL PILIHAN GANDA Diketahui c = 0 8 m/s; µ 0 = 0-7 Wb A - m - ; ε 0 = 8,85 0 - C N - m -. 0. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut : () Di udara kecepatannya cenderung

Lebih terperinci

Kumpulan Soal Fisika Dasar II.

Kumpulan Soal Fisika Dasar II. Kumpulan Soal Fisika Dasar II http://personal.fmipa.itb.ac.id/agussuroso http://agussuroso102.wordpress.com Topik Gelombang Elektromagnetik Interferensi Difraksi 22-04-2017 Soal-soal FiDas[Agus Suroso]

Lebih terperinci

TUGAS. : Fitrilina, M.T OLEH: NO. INDUK MAHASISWA :

TUGAS. : Fitrilina, M.T OLEH: NO. INDUK MAHASISWA : TUGAS NAMA MATA KULIAH DOSEN : Sistem Komunikasi Serat Optik : Fitrilina, M.T OLEH: NAMA MAHASISWA : Fadilla Zennifa NO. INDUK MAHASISWA : 0910951006 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Karakterisasi XRD. Pengukuran

Karakterisasi XRD. Pengukuran 11 Karakterisasi XRD Pengukuran XRD menggunakan alat XRD7000, kemudian dihubungkan dengan program dikomputer. Puncakpuncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi

Lebih terperinci

Endi Dwi Kristianto

Endi Dwi Kristianto Fiber Optik Atas Tanah (Part 1) Endi Dwi Kristianto endidwikristianto@engineer.com http://endidwikristianto.blogspot.com Lisensi Dokumen: Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi

Lebih terperinci

Fiber Optics (serat optik) Oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

Fiber Optics (serat optik) Oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Fiber Optics (serat optik) Oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Bahan fiber optics (serat optik) Serat optik terbuat dari bahan dielektrik berbentuk seperti kaca (glass). Di dalam serat

Lebih terperinci

A. DISPERSI CAHAYA Dispersi Penguraian warna cahaya setelah melewati satu medium yang berbeda. Dispersi biasanya tejadi pada prisma.

A. DISPERSI CAHAYA Dispersi Penguraian warna cahaya setelah melewati satu medium yang berbeda. Dispersi biasanya tejadi pada prisma. Optika fisis khusus membahasa sifat-sifat fisik cahaya sebagai gelombang. Cahaya bersifat polikromatik artinya terdiri dari berbagai warna yang disebut spektrum warna yang terdiri dai panjang gelombang

Lebih terperinci

LEMBARAN SOAL. Mata Pelajaran : FISIKA Sat. Pendidikan : SMA/MA Kelas / Program : XII ( DUA BELAS )

LEMBARAN SOAL. Mata Pelajaran : FISIKA Sat. Pendidikan : SMA/MA Kelas / Program : XII ( DUA BELAS ) LEMBARAN SOAL Mata Pelajaran : FISIKA Sat. Pendidikan : SMA/MA Kelas / Program : XII ( DUA BELAS ) PETUNJUK UMUM 1. Tulis nomor dan nama Anda pada lembar jawaban yang disediakan 2. Periksa dan bacalah

Lebih terperinci

Studi pengaruh konsentrasi larutan polystyrene terhadap jumlah mode pandu gelombang yang dikarakterisasi dengan metode prisma kopling

Studi pengaruh konsentrasi larutan polystyrene terhadap jumlah mode pandu gelombang yang dikarakterisasi dengan metode prisma kopling 1 Studi pengaruh konsentrasi larutan polystyrene terhadap jumlah mode pandu gelombang yang dikarakterisasi dengan metode prisma kopling Oleh : Wahyu Hidayat M.0202049 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM-HUKUM OPTIK

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM-HUKUM OPTIK BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM-HUKUM OPTIK Tujuan Instruksional Umum Bab II menjelaskan konsep-konsep dasar optika yang diterapkan pada komunikasi serat optik. Tujuan Instruksional Khusus Pokok-pokok bahasan

Lebih terperinci

Disusun oleh : MIRA RESTUTI PENDIDIKAN FISIKA (RM)

Disusun oleh : MIRA RESTUTI PENDIDIKAN FISIKA (RM) Disusun oleh : MIRA RESTUTI 1106306 PENDIDIKAN FISIKA (RM) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2013 Kompetensi Dasar :

Lebih terperinci

BAB II CAHAYA. elektromagnetik. Cahaya dapat merambat dalam ruang hampa dengan kecepatan 3 x

BAB II CAHAYA. elektromagnetik. Cahaya dapat merambat dalam ruang hampa dengan kecepatan 3 x BAB II CAHAYA 2.1 Pendahuluan Cahaya merupakan gelombang transversal yang termasuk gelombang elektromagnetik. Cahaya dapat merambat dalam ruang hampa dengan kecepatan 3 x 10 8 m/s. Sifat-sifat cahaya adalah

Lebih terperinci

DAN KONSENTRASI SAMPEL

DAN KONSENTRASI SAMPEL PERANCANGAN SENSOR ph MENGGUNAKAN FIBER OPTIK BERDASARKAN VARIASI KETEBALAN REZA ADINDA ZARKASIH NRP. 1107100050 DAN KONSENTRASI SAMPEL DOSEN PEMBIMBING : DRS. HASTO SUNARNO,M.Sc Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) Oleh: Kusnanto Mukti / M0209031 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR Diberikan Tanggal :. Dikumpulkan Tanggal : Nama : Kelas/No : / Elektromagnet - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK Interferensi Pada

Lebih terperinci

Polarisasi Gelombang. Polarisasi Gelombang

Polarisasi Gelombang. Polarisasi Gelombang Polarisasi Gelombang Polarisasi Gelombang Gelombang cahaya adalah gelombang transversal, sedangkan gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal. Nah, ada satu sifat gelombang yang hanya dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Visualisasi Gelombang di Dalam Domain Komputasi Teknis penelitian yang dilakukan dalam menguji disain sensor ini adalah dengan cara menembakkan struktur sensor yang telah

Lebih terperinci

BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA

BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA Tujuan Instruksional Umum Pada bab ini akan dijelaskan mengenai perambatan gelombang, yang merupakan hal yang penting dalam sistem komunikasi serat optik. Pembahasan

Lebih terperinci

Sifat-sifat gelombang elektromagnetik

Sifat-sifat gelombang elektromagnetik GELOMBANG II 1 MATERI Gelombang elektromagnetik (Optik) Refleksi, Refraksi, Interferensi gelombang optik Pembentukan bayangan cermin dan lensa Alat-alat yang menggunakan prinsip optik 1 Sifat-sifat gelombang

Lebih terperinci

Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X.

Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X. EKO NURSULISTIYO Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X. Struktur gambar tersebut disebut alur Laue (Laue

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Persiapan UAS 1 Doc. Name: AR12FIS01UAS Version: 2016-09 halaman 1 01. Sebuah bola lampu yang berdaya 120 watt meradiasikan gelombang elektromagnetik ke segala arah dengan sama

Lebih terperinci

SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK Submitted by Dadiek Pranindito ST, MT,. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM LOGO PURWOKERTO Topik Pembahasan Chapter 1 Overview SKSO Pertemuan Ke -2 SKSO dan Teori

Lebih terperinci

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 BAGIAN KEARSIPAN SMA DWIJA PRAJA PEKALONGAN JALAN SRIWIJAYA NO. 7 TELP (0285) 426185) 1. Kelompok besaran berikut yang merupakan besaran

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN : Uji Kualitas Minyak Goreng Berdasarkan Perubahan Sudut Polarisasi Cahaya Menggunakan Alat Semiautomatic Polarymeter Nuraniza 1], Boni Pahlanop Lapanporo 1], Yudha Arman 1] 1]Program Studi Fisika, FMIPA,

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 1. Terhadap koordinat x horizontal dan y vertikal, sebuah benda yang bergerak mengikuti gerak peluru mempunyai komponen-komponen

Lebih terperinci

SMA IT AL-BINAA ISLAMIC BOARDING SCHOOL UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2011/2012

SMA IT AL-BINAA ISLAMIC BOARDING SCHOOL UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2011/2012 PTUNJUK UMUM SMA T AL-NAA SLAMC OARDNG SCHOOL UJAN AKHR SMSTR GANJL TAHUN AJARAN 2011/2012 LMAR SOAL Mata Pelajaran : isika Pengajar : Harlan, S.Pd Kelas : X Hari/Tanggal : Senin/26 Desember 2011 AlokasiWaktu

Lebih terperinci

PENENTUAN RUGI-RUGI BENGKOKAN SERAT OPTIK JENIS SMF-28. Syahirul Alim Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta

PENENTUAN RUGI-RUGI BENGKOKAN SERAT OPTIK JENIS SMF-28. Syahirul Alim   Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta PENENTUAN RUGI-RUGI BENGKOKAN SERAT OPTIK JENIS SMF-8 Syahirul Alim Email: arul_alim@yahoo.com Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang Rugi-rugi bengkokan

Lebih terperinci

PENGAMATAN PENJALARAN GELOMBANG MEKANIK

PENGAMATAN PENJALARAN GELOMBANG MEKANIK PENGAMATAN PENJALARAN GELOMBANG MEKANIK Elinda Prima F.D 1, Muhamad Naufal A 2, dan Galih Setyawan, M.Sc 3 Prodi D3 Metrologi dan Instrumentasi, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Lebih terperinci

TRY OUT UJIAN NASIONAL SMA PROGRAM IPA AKSES PRIVATE. Mata pelajaran : MATEMATIKA Hari/Tanggal : / 2013

TRY OUT UJIAN NASIONAL SMA PROGRAM IPA AKSES PRIVATE. Mata pelajaran : MATEMATIKA Hari/Tanggal : / 2013 TRY OUT UJIAN NASIONAL SMA PROGRAM IPA AKSES PRIVATE Mata pelajaran : MATEMATIKA Hari/Tanggal : / 2013 Waktu : 120 Menit PETUNJUK UMUM: 1. Isikan nomor ujian, nama peserta, dan data pada Lembar Jawaban

Lebih terperinci

HANDOUT FISIKA KELAS XII (UNTUK KALANGAN SENDIRI) GELOMBANG CAHAYA

HANDOUT FISIKA KELAS XII (UNTUK KALANGAN SENDIRI) GELOMBANG CAHAYA YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax. 022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id HANDOUT

Lebih terperinci

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) 1. Gambar di samping ini menunjukkan hasil pengukuran tebal kertas karton dengan menggunakan mikrometer sekrup. Hasil pengukurannya adalah (A) 4,30 mm. (D) 4,18

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

STRUKTUR MATERI GELOMBANG CAHAYA. 2 Foton adalah paket-paket cahaya atau energy yang dibangkitkan oleh gerakan muatan-muatan listrik

STRUKTUR MATERI GELOMBANG CAHAYA. 2 Foton adalah paket-paket cahaya atau energy yang dibangkitkan oleh gerakan muatan-muatan listrik STRUKTUR MATERI GELOMBANG CAHAYA NAMA : ST MANDARATU NIM : 15B08044 KD 3.1 KD 4.1 : Menerapkan konsep dan prinsip gelombang bunyi dan cahayadalam tekhnologi : merencanakan dan melaksanakan percobaan interferensi

Lebih terperinci

Dualisme Partikel Gelombang

Dualisme Partikel Gelombang Dualisme Partikel Gelombang Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso10.wordpress.com, agussuroso@fi.itb.ac.id 19 April 017 Pada pekan ke-10 kuliah

Lebih terperinci

MODUL 1 INTERFEROMETER DAN PRINSIP BABINET

MODUL 1 INTERFEROMETER DAN PRINSIP BABINET MODUL 1 INTERFEROMETER DAN PRINSIP BABINET 1. Tujuan a. Merangkai Interferometer Michelson Morley dan Mach Zehnder b. Menggunakan Interferometer Michelson Morley dan Mach Zehnder untuk meneliti dan memahami

Lebih terperinci

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik Serat optik adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut,

Lebih terperinci

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan 1. Sebuah benda dengan massa 5 kg yang diikat dengan tali, berputar dalam suatu bidang vertikal. Lintasan dalam bidang itu adalah suatu lingkaran dengan jari-jari 1,5 m Jika kecepatan sudut tetap 2 rad/s,

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan berkembangnya kehidupan manusia. Sehingga para peneliti terus berupaya untuk mengembangkan sumber-sumber energi

Lebih terperinci

Analisis Directional Coupler Sebagai Pembagi Daya untuk Mode TE

Analisis Directional Coupler Sebagai Pembagi Daya untuk Mode TE JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 2, NOMOR 1 JANUARI 2006 Analisis Directional Coupler Sebagai Pembagi Daya untuk Mode TE Agus Rubiyanto, Agus Waluyo, Gontjang Prajitno, dan Ali Yunus Rohedi Jurusan

Lebih terperinci

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK =================================================

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ================================================= Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ================================================= Bila dalam kawat PQ terjadi perubahan-perubahan tegangan baik besar maupun arahnya, maka dalam kawat PQ

Lebih terperinci

Jenis dan Sifat Gelombang

Jenis dan Sifat Gelombang Jenis dan Sifat Gelombang Gelombang Transversal, Gelombang Longitudinal, Gelombang Permukaan Gelombang Transversal Gelombang transversal merupakan gelombang yang arah pergerakan partikel pada medium (arah

Lebih terperinci

A. 100 N B. 200 N C. 250 N D. 400 N E. 500 N

A. 100 N B. 200 N C. 250 N D. 400 N E. 500 N 1. Sebuah lempeng besi tipis, tebalnya diukur dengan menggunakan mikrometer skrup. Skala bacaan hasil pengukurannya ditunjukkan pada gambar berikut. Hasilnya adalah... A. 3,11 mm B. 3,15 mm C. 3,61 mm

Lebih terperinci

Apakah Gelombang Elektromagnetik?? Gelombang Elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walau tidak ada medium

Apakah Gelombang Elektromagnetik?? Gelombang Elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walau tidak ada medium MATERI Gelombang elektromagnetik (Optik) Releksi, Reraksi, Intererensi gelombang optik Eksperimen Young Prinsip Huygen Pembentukan bayangan cermin dan lensa Alat-alat yang menggunakan prinsip optik Apa

Lebih terperinci

C21 FISIKA SMA/MA IPA. 1. Seorang siswa mengukur panjang dan lebar suatu plat logam menggunakan mistar dan jangka sorong sebagai berikut.

C21 FISIKA SMA/MA IPA. 1. Seorang siswa mengukur panjang dan lebar suatu plat logam menggunakan mistar dan jangka sorong sebagai berikut. 1 1. Seorang siswa mengukur panjang dan lebar suatu plat logam menggunakan mistar dan jangka sorong sebagai berikut. Panjang Lebar (menggunakan mistar) (menggunakan jangka sorong) Luas plat logam di atas

Lebih terperinci

1. Persamaan keadaan gas ideal ditulis dalam bentuk = yang tergantung kepada : A. jenis gas B. suhu gas C. tekanan gas

1. Persamaan keadaan gas ideal ditulis dalam bentuk = yang tergantung kepada : A. jenis gas B. suhu gas C. tekanan gas 1. Persamaan keadaan gas ideal ditulis dalam bentuk = yang tergantung kepada : jenis gas suhu gas tekanan gas D. volume gas E. banyak partikel 2. Seorang anak duduk di atas kursi pada roda yang berputar

Lebih terperinci

Karakteristik Serat Optik

Karakteristik Serat Optik Karakteristik Serat Optik Kecilnya..? Serat optik adalah dielectric waveguide yang dioperasikan pada frekuensi optik 10 14-10 15 Hz Struktur serat optik Indeks bias core > cladding n 1 > n Fungi cladding:

Lebih terperinci

UJIAN SEKOLAH 2016 PAKET A. 1. Hasil pengukuran diameter dalam sebuah botol dengan menggunakan jangka sorong ditunjukkan pada gambar berikut!

UJIAN SEKOLAH 2016 PAKET A. 1. Hasil pengukuran diameter dalam sebuah botol dengan menggunakan jangka sorong ditunjukkan pada gambar berikut! SOAL UJIAN SEKOLAH 2016 PAKET A 1. Hasil pengukuran diameter dalam sebuah botol dengan menggunakan jangka sorong ditunjukkan pada gambar berikut! 2 cm 3 cm 0 5 10 Dari gambar dapat disimpulkan bahwa diameter

Lebih terperinci

PENDALAMAN MATERI CAHAYA

PENDALAMAN MATERI CAHAYA PENDALAMAN MATERI CAHAYA Cahaya digolongkan sebagai suatu bentuk radiasi. Radiasi adalah sesuatu yang memancar keluar dari suatu sumber tetapi bukan merupakan zat. Cahaya dapat dilihat mata manusia. Cahaya

Lebih terperinci

BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI

BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI Kompetensi dasar : Memahami Konsep Dan Prinsip-Prinsip Gejala Gelombang Secara Umum Indikator : 1. Arti fisis getaran diformulasikan 2. Arti fisis gelombang dideskripsikan

Lebih terperinci

BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI

BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI BAB I GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI Kompetensi dasar : Memahami Konsep Dan Prinsip Prinsip Gejala Gelombang Secara Umum Indikator Tujuan 1. : 1. Arti fisis getaran diformulasikan

Lebih terperinci

PEMANTULAN INTERNAL BERULANG PADA MACROWAVEGUIDE BERBENTUK SEGITIGA

PEMANTULAN INTERNAL BERULANG PADA MACROWAVEGUIDE BERBENTUK SEGITIGA PEMANTULAN INTERNAL BERULANG PADA MACROWAVEGUIDE BERBENTUK SEGITIGA Dwi Setiawan 1, Ahmad Marzuki 1, Hery Purwanto 1 1 Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 57126 dwi.setiawan@gmx.com ABSTRAK Sebuah kajian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. yang biasanya berbentuk sinyal listrik menjadi sinyal cahaya dan kemudian

BAB II DASAR TEORI. yang biasanya berbentuk sinyal listrik menjadi sinyal cahaya dan kemudian BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Teknologi serat optik merupakan suatu teknologi komunikasi yang sangat bagus pada zaman modern saat ini. Pada teknologi ini terjadi perubahan informasi yang biasanya berbentuk

Lebih terperinci

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd)

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi difraksi sinar-x (X-ray difraction/xrd) merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan

Lebih terperinci

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005 2. 1. Seorang siswa melakukan percobaan di laboratorium, melakukan pengukuran pelat tipis dengan menggunakan jangka sorong. Dari hasil pengukuran diperoleh panjang 2,23 cm dan lebar 36 cm, maka luas pelat

Lebih terperinci

ANALISA RUGI-RUGI PELENGKUNGAN PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE TERHADAP PELEMAHAN INTENSITAS CAHAYA

ANALISA RUGI-RUGI PELENGKUNGAN PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE TERHADAP PELEMAHAN INTENSITAS CAHAYA ANALISA RUGI-RUGI PELENGKUNGAN PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE TERHADAP PELEMAHAN INTENSITAS CAHAYA Yovi Hamdani, Ir. M. Zulfin, MT Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr Gelombang A. PENDAHULUAN Gelombang adalah getaran yang merambat. Gelombang merambat getaran tanpa memindahkan partikel. Partikel hanya bergerak di sekitar titik kesetimbangan. Gelombang berdasarkan medium

Lebih terperinci

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 UAN-03-01 Perhatikan tabel berikut ini! No. Besaran Satuan Dimensi 1 Momentum kg. ms 1 [M] [L] [T] 1 2 Gaya kg. ms 2 [M] [L] [T] 2 3 Daya kg. ms 3 [M] [L] [T] 3 Dari

Lebih terperinci

Copyright all right reserved

Copyright  all right reserved Latihan Soal UN SMA / MA 2011 Program IPA Mata Ujian : Fisika Jumlah Soal : 20 1. Gas helium (A r = gram/mol) sebanyak 20 gram dan bersuhu 27 C berada dalam wadah yang volumenya 1,25 liter. Jika tetapan

Lebih terperinci

Fisika Modern (Teori Atom)

Fisika Modern (Teori Atom) Fisika Modern (Teori Atom) 13:05:05 Sifat-Sifat Atom Atom stabil adalah atom yang memiliki muatan listrik netral. Atom memiliki sifat kimia yang memungkinkan terjadinya ikatan antar atom. Atom memancarkan

Lebih terperinci

1. Jika periode gelombang 2 sekon maka persamaan gelombangnya adalah

1. Jika periode gelombang 2 sekon maka persamaan gelombangnya adalah 1. Jika periode gelombang 2 sekon maka persamaan gelombangnya adalah A. y = 0,5 sin 2π (t - 0,5x) B. y = 0,5 sin π (t - 0,5x) C. y = 0,5 sin π (t - x) D. y = 0,5 sin 2π (t - 1/4 x) E. y = 0,5 sin 2π (t

Lebih terperinci

6.4! LIGHT ( B. LENSA ) NOOR

6.4! LIGHT ( B. LENSA ) NOOR 6.4! LIGHT ( B. LENSA ) NOOR 17 Menurunkan hukum pembiasan. 21 Mendeskripsikan pengertian bayangan nyata dan bayangan maya. INDIKATOR KD - 6.4 ( B. LENSA ) 18 Menjelaskan makna indeks bias medium. 19 Mendeskripsikan

Lebih terperinci

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan 1. Sebuah benda dengan massa 5 kg yang diikat dengan tali, berputar dalam suatu bidang vertikal. Lintasan dalam bidang itu adalah suatu lingkaran dengan jari-jari 1,5 m Jika kecepatan sudut tetap 2 rad/s,

Lebih terperinci

4. Karakteristik Transmisi pd Fiber Optik

4. Karakteristik Transmisi pd Fiber Optik 4. Karakteristik Transmisi pd Fiber Optik Anhar, MT. 1 Outline : Pengantar Redaman (Attenuation) Penyerapan Material (Absorption) Rugi-rugi hamburan (Scattering Losses) Rugi-rugi pembengkokan Dispersi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yang digambarkan dalam diagram alir

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 2010

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 2010 PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 200 Mata Pelajaran : Fisika Kelas : XII IPA Alokasi Waktu : 20 menit

Lebih terperinci

Fisika UMPTN Tahun 1986

Fisika UMPTN Tahun 1986 Fisika UMPTN Tahun 986 UMPTN-86-0 Sebuah benda dengan massa kg yang diikat dengan tali, berputar dalam suatu bidang vertikal. Lintasan dalam bidang itu adalah suatu lingkaran dengan jari-jari, m. Jika

Lebih terperinci

Kurikulum 2013 Kelas 12 SMA Fisika

Kurikulum 2013 Kelas 12 SMA Fisika Kurikulum 2013 Kelas 12 SA Fisika Persiapan UTS Semester Ganjil Doc. Name: K13AR12FIS01UTS Version : 2016-04 halaman 1 01. Suatu sumber bunyi bergerak dengan kecepatan 10 m/s menjauhi seorang pendengar

Lebih terperinci

Soal SBMPTN Fisika - Kode Soal 121

Soal SBMPTN Fisika - Kode Soal 121 SBMPTN 017 Fisika Soal SBMPTN 017 - Fisika - Kode Soal 11 Halaman 1 01. 5 Ketinggian (m) 0 15 10 5 0 0 1 3 5 6 Waktu (s) Sebuah batu dilempar ke atas dengan kecepatan awal tertentu. Posisi batu setiap

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR SALURAN TRANSMISI

BAB II TEORI DASAR SALURAN TRANSMISI 5 BAB II TEORI DASAR SALURAN TRANSMISI 2.1 Umum Penyampaian imformasi dari suatu sumber informasi kepada penerima informasi dapat terlaksana bila ada suatu sistem atau media penyampai diantara keduanya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. perlakuan panas atau annealing pada lapisan sehingga terbentuk butiran-butiran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. perlakuan panas atau annealing pada lapisan sehingga terbentuk butiran-butiran BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen dengan membuat lapisan tipis Au di atas substrat Si wafer, kemudian memberikan

Lebih terperinci

1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A

1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A PREDIKSI 7 1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A B C D E 2. Pak Pos mengendarai sepeda motor ke utara dengan jarak 8 km, kemudian

Lebih terperinci

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK 2.1 Umum elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik seperti yang diilustrasikan pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 39 JAKARTA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 39 JAKARTA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 9 JAKARTA Jl. RA Fadillah Cijantung Jakarta Timur Telp. 840078, Fax 87794718 REMEDIAL ULANGAN TENGAH SEMESTER

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

Interferometer Fabry Perot : Lapisan optis tipis, holografi.

Interferometer Fabry Perot : Lapisan optis tipis, holografi. Interferometer Fabry Perot : Lapisan optis tipis, holografi. KELOMPOK 2 Anggota : Amry Priswanto 135090807111001 Achmad Ainul Yaqin 135090301111014 Aulia Ainur Rohmah 135090301111028 Talitha Dea Ambarwati

Lebih terperinci

Macam-macam berkas cahaya: 1. Berkas mengumpul (Konvergen) 2. Berkas Menyebar ( divergen) 3. Berkas Sejajar.

Macam-macam berkas cahaya: 1. Berkas mengumpul (Konvergen) 2. Berkas Menyebar ( divergen) 3. Berkas Sejajar. BAB V CAHAYA Cahaya adalah gelombang yang memindahkan tenaga tanpa perambatan massa. Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik yang terdiri dari beberapa macam warna. Di dalam ruang hampa warna warna

Lebih terperinci

UN SMA IPA 2008 Fisika

UN SMA IPA 2008 Fisika UN SMA IPA 008 Fisika Kode Soal P67 Doc. Version : 0-06 halaman 0. Tebal pelat logam diukur dengan mikrometer skrup seperti gambar Tebal pelat logam adalah... (A) 4,8 mm (B) 4,90 mm (C) 4,96 mm (D) 4,98

Lebih terperinci

SNMPTN 2011 FISIKA. Kode Soal Gerakan sebuah mobil digambarkan oleh grafik kecepatan waktu berikut ini.

SNMPTN 2011 FISIKA. Kode Soal Gerakan sebuah mobil digambarkan oleh grafik kecepatan waktu berikut ini. SNMPTN 2011 FISIKA Kode Soal 999 Doc. Name: SNMPTN2011FIS999 Version: 2012-10 halaman 1 01. Gerakan sebuah mobil digambarkan oleh grafik kecepatan waktu berikut ini. Percepatan ketika mobil bergerak semakin

Lebih terperinci

Mekanika (interpretasi grafik GLB dan GLBB) 1. Diberikan grafik posisi sebuah mobil terhadap waktu yang melakukan gerak lurus sebagai berikut: X

Mekanika (interpretasi grafik GLB dan GLBB) 1. Diberikan grafik posisi sebuah mobil terhadap waktu yang melakukan gerak lurus sebagai berikut: X Pengukuran, Besaran dan Satuan: 1. Besi mempunyai massa jenis 7,86 kg/m 3. Tentukan volume sepotong besi yang massanya 3,93 g. A. 0,5 cm 3 B. 0,5 m 3 C. 2,0 cm 3 D. 2,0 m 3 (hubungan besaran pokok dan

Lebih terperinci

2. SISTEM OPTIK DALAM FOTOGRAMETRI

2. SISTEM OPTIK DALAM FOTOGRAMETRI 2. SISTEM OPTIK DALAM FOTOGRAMETRI Agar dapat berfungsi dengan balk, maka secara praktis semua piranti fotometri dalam beberapa hal tergantung kepada bagian-bagian optiknya. Jumlah serta jenis bagian optik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di lab. Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB 24. CAHAYA : OPTIK GEOMETRIK

BAB 24. CAHAYA : OPTIK GEOMETRIK DAFTAR ISI DAFTAR ISI...1 BAB 24. CAHAYA : OPTIK GEOMETRIK...2 24.1 Prinsip Huygen dan Difraksi...2 24.2 Hukum-Hukum Pembiasan...2 24.3 Interferensi Cahaya...3 24.4 Dispersi...5 24.5 Spektrometer...5 24.6

Lebih terperinci

D. 6,25 x 10 5 J E. 4,00 x 10 6 J

D. 6,25 x 10 5 J E. 4,00 x 10 6 J 1. Besarnya usaha untuk menggerakkan mobil (massa mobil dan isinya adalah 1000 kg) dari keadaan diam hingga mencapai kecepatan 72 km/jam adalah... (gesekan diabaikan) A. 1,25 x 10 4 J B. 2,50 x 10 4 J

Lebih terperinci

1. Sudut kritis dan pemantulan sempurna

1. Sudut kritis dan pemantulan sempurna 1. Sudut kritis dan pemantulan sempurna Seberkas cahaya yang melalui dua medium akan memiliki efek berbeda, dilihat darimana cahaya itu berasal. Kejadian ini antara lain ; a). refleksi dan refraksi dari

Lebih terperinci

Eksperimen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan data

Eksperimen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan data 7 jam dan disonikasi selama jam agar membran yang dihasilkan homogen. Langkah selanjutnya, membran dituangkan ke permukaan kaca yang kedua sisi kanan dan kiri telah diisolasi. Selanjutnya membran direndam

Lebih terperinci

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION Yolanda Oktaviani, Astuti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas e-mail: vianyolanda@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Interferometer Michelson

Interferometer Michelson 1 Interferometer Michelson I. Tujuan Percobaan : 1. Memahami interferensi pada interferometer Michelson. 2. Menentukan panjang gelombang sumber cahaya dengan pola interferensi. II. Landasan Teori Interferensi

Lebih terperinci

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias 7.3 Cahaya Cahaya, apakah kamu tahu apa itu cahaya? Mengapa dengan adanya cahaya kita dapat melihat lingkungan sekitar kita? Cahaya Matahari yang begitu terang dapat membentuk pelangi setelah hujan berlalu?

Lebih terperinci