IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN Oleh : Devie Fadhilah E PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

2 IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Oleh: Devie Fadhilah E PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

3

4 Judul Nama NRP : IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN : DEVIE FADHILAH : E Menyetujui, Pembimbing Dr.Ir. I.G.K. Tapa Darma, M.Sc NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan Prof.Dr.Ir. Cecep Kusmana, MS NIP Tanggal:

5 RINGKASAN DEVIE FADHILAH. Identifikasi Fungi yang Berasosiasi dengan Benih Mahoni (Swietenia macrophylla King.) Sewaktu Masih di Pohon dan Setelah Disimpan. Dibimbing oleh I GUSTI KETUT TAPA DARMA. Perkembangan industri hasil hutan di Indonesia, menuntut kebutuhan bahan baku yang semakin besar. Karena itu, pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan salah satu alternatif untuk mengantisipasi dan mendukung pemenuhan kebutuhan industri tersebut. Mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla King.) dipilih sebagai tanaman HTI karena sifatnya yang multiguna (Schmidt 2000). Namun, dalam penyediaan bibit mahoni untuk tanaman HTI ada beberapa hambatan yang perlu diperhatikan terutama masalah penyakit yang disebabkan fungi terbawa benih (seedborne fungy). Penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan pada benih itu sendiri, pada waktu perkecambahan dan pada tanaman dewasa. Akhirnya dapat menurunkan kualitas kayu yang dihasilkan. Dari hal tersebut maka dilakukanlah penelitian untuk menentukan jenis-jenis fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni (Swietenia macrophylla King.) sewaktu masih di pohon dan setelah disimpan dengan mengukur persen infeksi dan daya berkecambah benih. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: (1) menginkubasikan benih pada media pasir steril pada kisaran suhu C dan (2) mengidentifikasi fungi yang berasosiasi dengan benih melalui pengamatan morfologi koloni fungi pada media PDA dalam cawan petri dan pengamatan sifat-sifat morfologi setiap fungi di bawah mikroskop, lalu mencocokkan dengan beberapa pustaka yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah koloni fungi yang berasosiasi dengan benih setelah disimpan (276 koloni) lebih banyak daripada sewaktu masih di pohon (130 koloni). Beberapa fungi yang teridentifikasi pada benih sewaktu masih di pohon adalah Cladosporium sp. (persen infeksi 11,75%), Botryodiplodia theobromae (persen infeksi 14,25%) dan Aspergillus sp. (persen infeksi 6,50%) dengan total persen infeksi sebesar 32,50%. Sedangkan pada benih setelah disimpan adalah Cladosporium sp. (persen infeksi 14,50%), B. theobromae (persen infeksi 11,75%), Aspergillus sp. (persen infeksi 26,25%) dan Rhizopus sp. (persen infeksi 4,50%) dengan total persen infeksi sebesar 69,00%. Daya berkecambah benih sewaktu masih di pohon (71,25%) menurun setelah disimpan (57,75%). Adanya perbedaan jumlah koloni dan variasi jenis fungi yang berasosiasi pada benih mahoni sewaktu masih di pohon dan setelah disimpan menunjukkan adanya perbedaan kemampuan adaptasi ekologis masing - masing fungi. Berdasarkan hasil penelitian di atas tersebut, maka dapat diketahui jenisjenis fungi yang menyerang benih dan karakter dari masing-masing fungi yang teridentifikasi. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan tindakan pencegahan atau penyelamatan benih pada berbagai kondisi. Adapun saran yang direkomendasikan untuk mengetahui kapan waktu fungi itu menimbulkan penyakit pada benih, maka perlu dilakukan penelitian dengan menginokulasikan fungi-fungi tersebut sejak dalam bentuk fase benih, kecambah, anakan dan pohon. Dengan memberikan kondisi yang terbaik pada fungi tersebut

6 dalam semua bentuk fase tanaman mahoni maka barulah dapat diketahui peranan dari fungi itu dalam menimbulkan penyakit pada tanaman mahoni. Selain itu perlu diadakan penelitian tahap lanjutan mengenai proteksi benih mahoni yang sejak awal sudah dilakukan tindakan yang paling tepat terhadap fungi-fungi tersebut.

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Januari 1984 di Bogor Jawa Barat, sebagai anak keempat dari lima bersaudara keluarga Bapak Adang Ali dan Siti Aisyah. Tahun 1990 penulis memasuki pendidikan dasar di SD Negeri Sukasari 2 Bogor, lulus pada tahun Penulis kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun Tahun 2002 penulis diterima pada program Studi Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), penulis menekuni bidang patologi hutan pada Laboratorium Patologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Forest Management Students Club (FMSC) periode dan anggota DKM Ibaadurrahmaan periode Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (magang) di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya - LIPI Bogor pada tanggal 6-17 Juli Tahun 2005 penulis pernah menjadi asisten mata Kuliah Pendidikan Agama Islam. Pada tahun yang sama, penulis juga telah melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Cagar Alam Leuweung Sancang dan Kamojang serta di KPH Sukabumi, Jawa Barat selama 1,5 bulan. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Lapang di IUPHHK PT Erna Djuliawati Logging unit II Kalimantan Tengah pada bulan Februari April Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana penulis melakukan praktek khusus berupa penelitian dengan judul Identifikasi Fungi yang Berasosiasi dengan Benih Mahoni (Swietenia macrophylla King.) Sewaktu Masih di Pohon dan Setelah Disimpan, di bawah bimbingan Bapak Dr.Ir. I.G.K. Tapa Darma, M.Sc.

8 UCAPAN TERIMA KASIH Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada nabi akhir zaman Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya dan seluruh pengikutnya sampai akhir masa. Penulis mengucapkan terima kasih atas selesainya skripsi ini kepada : 1. Dr.Ir. I.G.K. Tapa Darma, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran dan pengarahan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. 2. Prof.Dr.Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Dr.Ir. Agus Hikmat, M.Sc sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 3. Umi dan Bapa atas doa dan kasih sayangnya yang tak pernah putus. 4. A Iyuh, Teh Novie dan Eva atas pengertian dan bantuannya. 5. Pa Iwa yang banyak membantu penulis selama di Lab. Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Antar Universitas (PAU) IPB. 6. Lab. Patologi Hutan (Ibu Tutin, Siti, Ope, Reny, Ze, Alwiah, Ahmad dan Gunawan). 7. Teman-teman BDH-ers (Ikhsan, Diana, Uyun, Yosi, Irina, Iin, Radna, Baim, Arief, Nunung, Bagus, Benu, Eka, Ona dan Angga ) atas kebersamaannya. 8. Teman-teman Ibaad-ers (Nurul, Yofi, Eka, Desna, Suwilin, Jum s, Lucky dan Arizia) atas motivasinya selama ini. 9. Kepada semua pihak yang telah membantu dan namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini, namun penulis berharap semoga karya ini berguna untuk pembaca. Bogor, Januari 2007 Penulis

9 PRAKATA Segala puji bagi Allah atas segala rahmat, karunia dan hidayah yang dianugerahkan kepada penulis. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan pengikutnya hingga hari kiamat. Skripsi ini berjudul Identifikasi Fungi yang Berasosiasi dengan Benih Mahoni (Swietenia macrophylla King.) Sewaktu Masih di Pohon dan Setelah Disimpan. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Terwujudnya tulisan ini tidak terlepas dari dukungan semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. I.G.K. Tapa Darma, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof.Dr.Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Dr.Ir. Agus Hikmat, M.Sc sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Terima kasih kepada kedua orang tua yang selalu memberikan semangat, dukungan dan motivasi untuk selalu berkarya. Kemudian, terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan karya ilmiah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya dalam Ilmu Pathology Kehutanan. Bogor, Januari 2007 Penulis vii

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Swietenia macrophylla King Taksonomi dan Tata Nama... 3 Penyebaran dan tempat tumbuh... 3 Deskripsi botani... 4 Pembungaan dan pembuahan... 5 Pemanfaatan... 5 Hama dan Penyakit... 6 Fungi Pada Benih... 6 METODOLOGI PENELITIAN... 9 Tempat dan Waktu Penelitian... 9 Bahan dan Alat... 9 Metode Penelitian... 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Identifikasi fungi pada benih mahoni sewaktu masih di pohon Identifikasi fungi pada benih mahoni setelah disimpan ix

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Buah mahoni Benih mahoni; a. Benih yang sudah dikupas; b. Sayap; c. Benih yang masih terbungkus kulit Koloni Cladosporium sp. pada umur 10 hari; (A) Dilihat dari atas; (B) Dilihat dari bawah Struktur hifa Cladosporium sp.; a. Ramokonidia; b. Konidiofor; c. Konidia Koloni B. theobromae; (A) umur 5 hari; (B) umur 15 hari Struktur hifa B. theobromae; a. Hifa hifa konidiogenous; b. Konidia muda bersel satu; c. Konidia yang sudah matang ditunjukkan dengan adanya sekat konidia Struktur hifa Aspergillus sp.; a. Konidiofor; b. Vesikel; c. Metula; d. Fialid; e. Konidia Koloni Aspergillus sp. pada umur 16 hari Koloni Rhizopus sp.; (A) umur 10 hari; (B) umur 20 hari Struktur hifa Rhizopus sp.; a. Sporangiofor; b. Sporangium; c. Kolumela; d. Sporangiospora x

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Tabel Kadar Air Rata-Rata Benih Sewaktu Di Pohon Tabel Kadar Air Rata-Rata Benih Setelah Disimpan xi

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang telah memberikan hasil dan peranannya dalam pembangunan nasional. Selama ini peran strategis sumber daya hutan dalam pembangunan sepenuhnya bertumpu pada pemanfaatan hutan alam guna memenuhi bahan baku industri hasil hutan, dalam rangka meningkatkan eksport dan devisa negara. Perkembangan industri hasil hutan di Indonesia, menuntut kebutuhan bahan baku yang semakin meningkat. Sebagai salah satu alternatif, Departemen Kehutanan telah menggalakkan program pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan tujuan utama untuk mendukung pemenuhan kebutuhan industri hasil hutan secara berkesinambungan, peningkatan devisa dan penyediaan lapangan kerja. Beberapa jenis pohon hutan potensial telah dipilih sebagai prioritas untuk program program rehabilitasi hutan dan pembangunan HTI. Salah satu jenis pohon yang potensial adalah mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla King.). Jenis ini telah lama ditanam di Pulau Jawa baik oleh rakyat maupun Perum Perhutani karena sifatnya yang multiguna (Schmidt 2000). Namun, dalam penyediaan bibit mahoni untuk tanaman HTI terdapat beberapa hambatan yang perlu diperhatikan terutama masalah penyakit pada tanaman. Agarwal dan Sinclair (1997) menambahkan bahwa timbulnya penyakit pada tanaman disebabkan oleh berbagai fungi yang terbawa benih (seedborne fungy). Umumnya fungi ini dapat menyebabkan kerusakan pada benih itu sendiri, pada waktu perkecambahan dan pada tanaman hingga dewasa sehingga dapat menurunkan kualitas kayu yang dihasilkan. Untuk menunjang keberhasilan program rehabilitasi hutan dan pembangunan hutan tanaman, dibutuhkan penyediaan bibit tanaman sehat. Sedangkan bibit yang sehat hanya dapat diperoleh dari benih yang sehat dan bebas dari penyakit benih. Namun, penyakit benih merupakan kendala dalam penyediaan, penyimpanan dan pengemasan benih. Menurut Sadjad (1980), kualitas benih ditentukan oleh cara pengelolaan di lapangan, saat pemanenan yang

15 2 tepat, cara pengangkutan benih ke tempat pengolahan, cara penyimpanan, cara pengemasan dalam pengangkutan dan lama pengangkutan dari tempat penyimpanan ke tempat penanaman. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai identifikasi fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni sewaktu masih di pohon dan setelah disimpan Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis-jenis fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni (Swietenia macrophylla King.) sewaktu masih di pohon dan setelah disimpan, dengan mengukur persen infeksi dan daya berkecambah benih. Manfaat Penelitian Dengan mengetahui sejak awal jenis fungi dan karakter masing-masing fungi yang menyerang benih diharapkan dapat diketahui tindakan pencegahan terhadap kerusakan benih untuk memperoleh benih yang sehat.

16 TINJAUAN PUSTAKA Swietenia macrophylla King. Taksonomi dan Tata Nama Mahoni (Swietenia macrophylla King) diklasifikasikan sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dikotiledonae Ordo : Rutales Famili : Meliaceae Sub Famili : Swietenidae Genus : Swietenia Spesies : Swietenia macrophylla King. Swietenia terdiri dari tiga jenis, yaitu Swietenia macrophylla King., Swietenia humilis Zucc. dan Swietenia mahagony (L.) Jacq. Pengenalan taksonomi dapat diamati melalui perbedaan-perbedaan fisik dari ketiga jenis tersebut (Mayhew dan Newton 1998). Penyebaran dan tempat tumbuh Mahoni merupakan jenis yang tumbuh pada zona lembab dan menyebar luas secara alami atau dibudidayakan (Jøker 2001). Menurut Sutisna et al. (1998), tiga jenis Mahoni tersebut tersebar di Amerika Tropika, dari Mexico Tengah, Amerika Tengah, Hindia Barat, termasuk Florida bagian Selatan, Bolivia, Peru dan Brazil. Sekarang ini mahoni ditanam di seluruh daerah Tropika, termasuk Malaysia, Indonesia dan Filipina. Heyne (1987) lebih spesifik menyatakan bahwa mahoni daun besar berasal dari Honduras, sedangkan di Indonesia ditanam di Jawa dan Aceh. Menurut Kunia (2005), mahoni dapat tumbuh baik pada lahan dengan ketinggian bervariasi antara meter di atas permukaan laut dengan curah hujan mm per tahun dan tipe iklim A sampai D. Jenis ini juga masih bisa bertahan pada tanah yang sewaktu-waktu tergenang air.

17 4 Deskripsi botani Pohon besar dengan tinggi total antara m. Kulit berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi coklat tua, menggelembung dan mengelupas setelah tua. Daun majemuk dengan tata daun alternate dan menyirip. Bunga malai kecil berwarna putih, panjangnya mencapai cm (Jøker 2001). Buah: Umumnya buah berbentuk kapsul, kalau masih muda berwarna hijau dan setelah tua menjadi berwarna cokelat abu-abu. Buahnya bercuping lima, panjangnya mencapai hingga 22 cm. Bagian luar buah mengeras seperti kayu, berbentuk kolom dengan 5 sudut yang memanjang menuju ujung. Jika buah sudah tua, kulit buahnya akan pecah sendiri mulai dari ujung atau pangkal. Bijibijinya akan terbang tertiup angin dengan bantuan sayap. Umumnya setiap buah terdapat biji (Jøker 2001). Gambar 1. Buah mahoni. Benih: Menurut Jøker (2001), benih berbentuk pipih, berwarna hitam atau cokelat, bagian atas benih memanjang membentuk sayap, panjangnya mencapai 7,5 15 cm. Jumlah benih butir per kg. Persentase kecambah benih segar %.

18 5 a. b. c. Gambar 2. Benih mahoni; a. Benih yang sudah dikupas; b. Sayap; c. Benih yang masih terbungkus kulit. Pembungaan dan pembuahan Pembentukan bunga sampai buah masak diperlukan waktu 9-12 bulan. Masa berbunga dan berbuah terjadi setiap tahun mulai umur tahun. Pembungaan terjadi ketika pohon menggugurkan daun atau pada saat daun baru mulai muncul sesaat sebelum musim hujan. Di Indonesia, musim bunga terjadi pada bulan September - Oktober dan berbuah antara bulan Juni - Agustus (Jøker 2001). Pemanfaatan Menurut Kunia (2005), pohon mahoni di Indonesia mula-mula tumbuh secara liar di hutan-hutan, di kebun maupun di mana saja. Namun sejak 20 tahun terakhir ini sudah dibudidayakan karena kualitas kayunya keras dan sangat baik, terutama untuk mebel, kerajinan tangan, keperluan perabot rumah tangga dan barang ukiran. Kayunya juga sering dibuat penggaris karena tak mudah berubah. Bahkan akhir-akhir ini banyak yang menggunakan kayu mahoni untuk membuat dinding dan lantai. Kayu tua berwarna merah kecokelatan. Kualitas kayu mahoni berada sedikit di bawah kayu jati, maka mahoni pun dijuluki primadona kedua setelah kayu jati. Getahnya baik untuk bahan perekat.

19 6 Dalam sistem agroforestry pohon mahoni digunakan sebagai tanaman naungan dan kayu bakar (Jøker 2001). Kandungan flavonoida pada mahoni berguna untuk melancarkan peredaran darah, terutama untuk mencegahnya tersumbatnya saluran darah, mengurangi tingkat kolesterol, mengurangi penimbunan lemak pada dinding saluran darah, membantu mengurangi rasa sakit, pendarahan dan lebam, bertindak sebagai anti oksidan dan berfungsi menyingkirkan radikal bebas. Sedangkan saponin berguna mengurangi lemak badan, meningkatkan sistem kekebalan, mencegah pembekuan darah dan tingkat gula dalam darah, serta menguatkan fungsi hati dan memperlambat proses pembekuan darah (Kunia 2005). Hama dan Penyakit Menurut Mayhew dan Newton (1998), dua jenis hama penggerek pucuk utama yang menyerang tanaman mahoni adalah Hypsipyla grandella (Zeller) dan H. robusta (Moore). Selain itu hama lain di persemaian adalah bekicot (Achatina fulica) yang memakan anakan baru tumbuh. Di lapangan juga terdapat kumbang ambrosia (Xyleborus morstati Mac.) yang merupakan hama penggerek ranting, cabang dan batang (Martawijaya et al. 1981). Penyakit yang sering menyerang pohon mahoni adalah Armillaria mellea (Vahl.) Quel. atau dikenal dengan nama cendawan madu, yang menyebabkan pembusukan pada akar dan leher akar. Selain itu Corticium salmonicolor Berk. and Br. atau dikenal dengan nama fungi upas yang menyerang bagian bawah cabang dan ranting (Suratmo 1974). Fungi Benih Christensen dan Kauffman (1969) mengelompokkan fungi yang menyerang benih dalam dua kelompok, yaitu 1. Fungi lapangan (field fungi) seperti Curvularia sp. dan Fusarium spp. Meliputi fungi yang menyerang biji sebelum dipanen. 2. Fungi di tempat penyimpanan (storage fungi), seperti Aspergillus sp. dan Rhizopus sp., merupakan contoh fungi yang menyerang benih sejak benih tersebut dipanen, diangkut hingga disimpan di tempat penyimpanan

20 7 sebelum benih tersebut ditanam. Fungi ini dalam pertumbuhannya dapat beradaptasi dengan lingkungan yang mempunyai kadar air relatif rendah dan tekanan osmotik tinggi. Fungi lapangan (field fungi) seperti Alternaria spp., Botryodiplodia theobromae, Cladosporium herbarum, Curvularia spp., Epicoccum purpuracens, Fusarium spp., Verticillium alboatrum dan Sclerotium rolfsii. Jenis- jenis fungi ini dapat bertahan pada biji dalam kondisi dingin atau kering. Fungi ini menyerang biji selama masih di lapangan dan menginfeksi biji yang telah masak atau sesudah biji dipanen, ataupun sebelum dilakukan pemrosesan. Fungi dapat berupa patogen ataupun saprofit (Rahayu 1999). Fungi di tempat penyimpanan (storage fungi), umumnya tergolong ke dalam genus Aspergillus dan Penicillium. Fungi tersebut biasanya menyerang dan merusak benih pada kisaran suhu dari 4 45 C (Justice dan Louis 1994). Agarwal dan Sinclair (1997) juga menyatakan Aspergillus sp. adalah jamur yang umum dijumpai pada benih yang disimpan. Serangan penyakit dapat terjadi pada waktu benih masih dalam penyimpanan atau pengangkutan, pada waktu benih belum sempat berkecambah sesudah disemai, pada waktu bibit sudah mulai berkembang selama dalam masa pemeliharaan atau sesaat sebelum pemanenan (Hadi 2001). Menurut definisi umum patogen fungi dapat diklasifikasikan sebagai bawaan benih atau disebarkan oleh benih. Fungi bawaan benih termasuk semua jenis fungi yang menyerang permukaan benih atau jaringannya. Fungi yang disebarkan oleh benih tidak menyerang benih itu sendiri, tetapi hanya menyerang semai di persemaian (Neergard 1977). Sedangkan menurut Hadi (1996) terdapat empat kelompok fungi yang dapat menyebabkan benih yang ditanam di persemaian tidak mampu untuk berkecambah sehingga mengganggu produksi semai dan bibit, yaitu: 1. Fungi yang menyerang benih pada waktu benih masih terdapat pada pohon. 2. Fungi yang terdapat pada benih sewaktu benih dipanen dan masih ada di lapangan.

21 8 3. Fungi yang berkembang pada waktu benih dalam angkutan atau dalam penyimpanan. 4. Fungi yang berada di dalam medium perkecambahan di persemaian yang menyerang benih dan semai. Kelompok fungi 1, 2 dan 3 adalah fungi yang dapat merusak benih dengan mengakibatkan penurunan ketahanan atau hilangnya viabilitas benih. Beberapa jenis fungi dapat berada dalam keadaan dorman pada permukaan atau di dalam jaringan benih. Fungi tersebut kemudian dapat berkembang pada kecambah yang keluar dari benih tersebut, atau pada kecambah yang lain, bibit atau tanaman yang telah dewasa. Neergaard (1977) menyatakan bahwa fungi yang terbawa benih dapat menimbulkan satu atau lebih gejala kerusakan seperti berikut: a. Aborsi benih, b. berkurangnya ukuran benih, c. Pembusukan benih, d. Pembentukan sklerotium atau stroma pada benih, e. Nekrosa pada benih, f. Pewarnaan pada benih, g. Perubahan sifat fisiologi benih dan h. Berkurangnya kapasitas perkecambahan benih. Sadjad (1980) menyatakan bahwa untuk mengetahui adanya fungi seperti spora atau miselium, baik berada di permukaan maupun di dalam jaringan benih, pengujian kesehatan benih sebaiknya digunakan dengan cara inkubasi. Pengujian untuk benih yang berukuran besar seperti benih mahoni, terdiri dari dua cara yaitu metode inkubasi dengan pasir dan metode agar (PDA). Beberapa jenis fungi perusak yang berasosiasi dengan benih mahoni adalah: Botryodiplodia theobromae, Chaetomium sp., Cladosporium sp., Curvularia lunata, Nigrospora sp. dan Pestalotia sp. (Chalerempongse 1987, Kamnerdratana et al. 1987, Quiniones dan Zamora, 1987 dalam Rahayu 1999).

22 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Antar Universitas (PAU) Institut Pertanian Bogor, pada bulan Juli - Oktober Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah benih mahoni yang berasal dari Pasirkuda, pasir steril, media agar kentang atau Potato Dextrose Agar (PDA), alkohol, spirtus dan air steril. Alat- alat yang digunakan adalah kotak pasir (bak kecambah), saringan berukuran diameter 2 mm, ruang inkubasi, oven, laminar air flow, autoclave, pembakar bunsen, korek api, cawan petri, kaca obyek dan penutupnya, pipet, jarum ose, mikroskop, plastik wrap, kertas label, alat tulis dan kamera digital. Metode Penelitian 1. Determinasi Kadar Air Benih Kadar air benih dideteksi menggunakan metode pengeringan oven (gravimetri) pada suhu 103 ± 3 C selama 17 ± 1 jam. Periode pengeringan dimulai pada waktu oven menunjukkan temperatur yang diinginkan. Sebelum dikeringkan, benih ditimbang sebagai berat benih sebelum dioven. Setelah pengeringan, benih dimasukkan ke dalam desikator selama ± menit dan ditimbang sebagai berat benih setelah dioven (ISTA 1993 dalam Schmidt 2000). 2. Pengecambahan benih Semua benih yang mendapat perlakuan, baik benih sewaktu masih di pohon maupun benih setelah disimpan (dalam kantung plastik) diuji kesehatan benihnya secara tidak langsung dengan uji perkecambahan menggunakan metode pasir. Benih dikecambahkan di atas media pasir steril dalam box pasir berukuran 40 x 30 x 15 cm. Setelah itu bak kecambah diletakkan di ruang inkubasi dengan kisaran suhu C hingga semua benih tersebut berkecambah atau mencapai daya kecambah maksimal. Total benih yang dikecambahkan berjumlah 800 benih.

23 10 Pada akhir pengujian jumlah kecambah normal dihitung dan dinyatakan sebagai persen kecambah. Sedangkan jumlah kecambah abnormal karena benih terinfeksi fungi, dihitung dan dinyatakan sebagai persentase infeksi untuk tiap-tiap jenis fungi. 3. Isolasi Fungi Sebelum melakukan isolasi, terlebih dahulu dilakukan sterilisasi alat-alat gelas. Lalu penyiapan medium biakan untuk menumbuhkan fungi yang diisolasi. Benih yang terserang fungi dipisahkan dari box pasir. Lalu diambil bagian benih yang terserang fungi dengan menggunakan jarum dan ditanam pada media PDA dalam cawan petri sampai membentuk koloni. Fungi yang tumbuh diisolasi kembali dengan mengambil sekelumit hifa dan menumbuhkannya pada media PDA yang baru. Semua kegiatan isolasi fungi dilakukan di dalam ruang laminar air flow untuk menghindari kontaminasi. 4. Identifikasi Fungi Identifikasi dilakukan melalui pengamatan morfologi koloni fungi pada media PDA dalam cawan petri dan pengamatan sifat-sifat morfologis dari masingmasing fungi di bawah mikroskop. Pada pengamatan morfologi koloni fungi, setiap hari dilakukan pengamatan dan mencatat perubahan-perubahan yang terjadi pada koloni masingmasing fungi. Adapun faktor-faktor yang diamati adalah bentuk permukaan koloni (granular, seperti tepung, seperti kapas, menggunung, licin dan sebagainya) dan warna koloni (Gandjar et al.1999). Setiap fungi yang muncul dibuat preparatnya dan dilakukan uji di bawah mikroskop. Preparat dibuat dengan meletakkan langsung struktur fungi (miselium) pada setetes air steril di atas gelas preparat. Struktur fungi yang menggumpal, diuraikan dengan menggunakan dua jarum sampai menipis dan ditutup dengan gelas penutup secara perlahan-lahan agar tidak terbentuk gelembung udara. Hasil pengamatan tersebut dicocokkan dengan beberapa pustaka yang ada. Identifikasi fungi didasarkan pada (Gandjar et al.1999): a. Bentuk serta susunan konidiofora b. Bentuk, pigmentasi, dan septasi hifa.

24 11 c. Bentuk dari masa spora atau miselium dan sebagainya. Cara-cara ini telah dipergunakan untuk berbagai macam biji-bijian seperti serealia, sayuran, bunga-bungaan, tanaman kehutanan dan sebagainya. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah kadar air benih, jenis fungi yang muncul, daya berkecambah benih, dan persentase infeksi oleh tiap - tiap jenis fungi. Adapun prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Kadar Air (KA) Benih: KA = B0 - B1 B0 100 % Keterangan: KA : Kadar Air benih B0 : Berat benih sebelum dioven B1 : Berat benih setelah dioven 2. Daya Berkecambah Benih (DB): Jumlah benih berkecambah normal DB = 100% Jumlah benih yang dikecambahkan 3. Persen Infeksi (PI) : Jumlah benih yang terinfeksi PI = 100% Jumlah benih yang diinkubasikan

25 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Hasil identifikasi fungi, jumlah koloni fungi yang berasosiasi dengan benih dan persentase benih yang terinfeksi tersaji pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Identifikasi fungi pada benih mahoni sewaktu masih di pohon. No. Nama Jumlah koloni yang berasosiasi dengan benih Persentase benih yang terinfeksi (%) 1 Cladosporium sp ,75 2 Botryodiplodia theobromae 57 14,25 3 Aspergillus sp. 26 6,50 Persen Infeksi (%) 32,50 Daya Berkecambah Benih (%) 71,25 Tabel 2. Identifikasi fungi pada benih mahoni setelah disimpan. No. Nama Jumlah koloni yang berasosiasi dengan benih Persentase benih yang terinfeksi (%) 1 Cladosporium sp ,50 2 Botryodiplodia theobromae ,25 3 Aspergillus sp. 18 4,50 4 Rhizopus sp ,75 Persen Infeksi (%) 69,00 Daya Berkecambah Benih (%) 57,75 Sedangkan data hasil identifikasi fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni sewaktu masih di pohon dan setelah disimpan secara konsisten dideskripsikan ciri-cirinya sebagai berikut :

26 13 1. Cladosporium sp. Berdasarkan hasil pengamatan, koloni fungi pada permukaan benih muncul dengan tekstur halus seperti kapas berwarna putih, menutupi sebagian atau seluruh permukaan benih. Pada media PDA berumur 0-3 hari, miselium berwarna bening (hyalin). Setelah berumur 10 hari miselium sudah memenuhi cawan petri dan berwarna hijau keabu-abuan (Gambar 3). Kemudian menjadi berwarna hijau kehitaman setelah berumur 27 hari. Sedangkan di bawah mikroskop konidia membentuk seperti rantai dan berwarna coklat. Fungi ini ditemukan lebih banyak pada benih setelah penyimpanan daripada jumlah koloni fungi sewaktu di pohon. Ciri- ciri tersebut sesuai dengan ciri fungi Cladosporium sp. menurut Domsch et al. (1980) yaitu tekstur koloninya gelap, berwarna hijau keabu-abuan, coklat abu-abu atau abu-abu. Konidiofor panjang dengan konidia membentuk rantai. Konidiofor bercabang atau tidak bercabang. Menurut Barnet dan Hunter (1998), fungi jenis ini dapat tumbuh sebagai parasit maupun sapropit serta kontaminan dalam berbagai kondisi lingkungan. Secara taksonomi termasuk Kingdom: Fungi, Divisi: Eumycotina, Kelas: Deuteromycetes, Ordo: Moniliales, Famili: Dematiaceae dan Genus: Cladosporium. (A) (B) Gambar 3. Koloni Cladosporium sp. pada umur 10 hari; (A) Dilihat dari atas; (B) Dilihat dari bawah

27 14 a. b. c. Gambar 4. Struktur hifa Cladosporium sp.; a. Ramokonidia; b. Konidiofor; c. Konidia 2. Botryodiplodia theobromae Pada permukaan benih fungi ini muncul dengan tekstur hifa yang halus, menggumpal, berwarna hitam dan lengket. Pada media PDA yang berumur satu hari, miselium tidak berwarna. Miselium pada umur 2 hari berwarna putih kecoklatan dan sudah memenuhi cawan petri. Pada umur 5 hari miselium berubah menjadi warna coklat keabu-abuan dan menjadi warna coklat kehitaman setelah berumur 15 hari. Di bawah mikroskop konidia berbentuk elips, bersel satu dan tidak berwarna. Fungi ini ditemukan pada benih setelah penyimpanan dan sewaktu di pohon. Ciri-ciri tersebut sesuai dengan penelitian Risviana (1993) bahwa B. theobromae menunjukkan pertumbuhan yang cepat pada media PDA dan dapat memenuhi seluruh permukaan media pada cawan petri dengan diameter 10 cm hanya dalam waktu lima hari. Demikian juga menurut Gandjar et al. (1999), koloni tumbuh cepat pada media PDA dengan membentuk miselia aerial yang lebat dan berwarna coklat kehitaman. Konidia bersel dua, berbentuk elips, berwarna coklat tua. Akan tetapi pematangan konidia berjalan lambat, sehingga sering ditemukan konidia bersel satu dan berwarna hyalin. Menurut Barnet dan Hunter (1998) fungi ini termasuk Kingdom: Fungi, Divisi: Eumycotina, Kelas: Deuteromycetes, Ordo: Sphaeropsidales, Famili: Sphaeropsidaceae, Genus: Botryodiplodia dan Species: B. theobromae.

28 15 (A) (B) Gambar 5. Koloni B. theobromae; (A) umur 5 hari; (B) umur 15 hari b. a. c. Gambar 6. Struktur hifa B. theobromae; a. Hifa hifa konidiogenous; b. Konidia muda bersel satu; c. Konidia yang sudah matang ditunjukkan dengan adanya sekat konidia 3. Aspergillus sp. Pada permukaan benih koloni fungi menggelembung seperti beludru, berwarna hijau, menutupi seluruh atau sebagian permukaan benih. Pada media PDA dalam satu cawan petri, tekstur koloninya ada yang berwarna putih, berwarna hijau, bahkan berwarna hijau kekuningan. Di bawah mikroskop, hifa berwarna bening tidak bersekat, konidiofor berwarna bening, tidak bercabang. Fungi ini ditemukan lebih banyak pada benih sewaktu di pohon daripada jumlah koloni fungi pada benih setelah penyimpanan.

29 16 Ciri- ciri tersebut sesuai dengan hasil identifikasi Sumrahardi (1993) yaitu, pada media PDA Aspergillus sp. tumbuh cepat dalam waktu 10 hari memenuhi cawan petri berdiameter 90 mm. Tekstur koloninya seperti beludru dan berwarna hijau, hijau kekuning-kuningan. Miseliumnya hialin dan bersekat. Konidiofor tidak bercabang dan tidak bersepta. Ciri- ciri tersebut juga sesuai dengan deskripsi fungi genus Aspergillus dalam Barnet dan Hunter (1998). Warna konidia beragam dan bersifat sangat karakteristik untuk setiap species. Warna yang umum terdapat adalah hitam, coklat, dan hijau (Pelczar 1958). Taksonomi menurut Barnet dan Hunter (1998), Alexopoulos (1960) dan Agrios (1969) fungi ini termasuk Kingdom: Fungi, Divisi: Eumycotina, Kelas: Deuteromycetes, Ordo: Moniliales, Famili: Moniliaceae dan Genus: Aspergillus. Menurut Tapa Darma (1990) dalam Sumrahardi (1993), Aspergillus sp. merupakan fungi yang menyerang berbagai benih tanaman kehutanan seperti akasia, sengon, agathis, pinus, rotan dan mahoni. e b.. c. d. a. Gambar 7. Struktur hifa Aspergillus sp.; a. Konidiofor; b. Vesikel; c. Metula; d. Fialid; e. Konidia

30 17 Gambar 8. Koloni Aspergillus sp. pada umur 16 hari. 4. Rhizopus sp. Pada permukaan benih koloni berwarna putih seperti kapas. Pada media PDA yang berumur lima hari, koloni berwarna putih. Pada umur sepuluh hari koloni berwarna putih keabu-abuan. Kemudian koloni berubah menjadi berwarna abu-abu kecoklatan pada umur duapuluh hari. Berdasarkan hasil pengamatan di bawah mikroskop, hifa tidak bersekat, sporangiofor tunggal menghasilkan sporangium, kolumela berbentuk bulat dan sporangiospora berbentuk semibulat. Fungi ini hanya ditemukan pada benih setelah penyimpanan Ciri- ciri tersebut sesuai dengan fungi Rhizopus sp. hasil identifikasi Gandjar et al. (1999) yaitu, koloni seperti kapas berwarna putih dan menjadi abuabu kecoklatan dengan bertambahnya usia biakan, serta mencapai tinggi kurang lebih 1mm. Sporangiofor dapat tunggal atau berkelompok, berwarna subhialin hingga kecoklatan. Sporangiospora berbentuk bulat membentuk massa berwarna kecoklatan. Kolumela berbentuk semibulat atau bulat. Menurut Agrios (1969) fungi ini termasuk Kingdom: Fungi, Divisi: Zygomycotina, Kelas: Phycomycetes, Ordo: Mucorales, Famili: Mucoraceae dan Genus: Rhizopus. Rhizopus sp. merupakan golongan fungi yang dapat ditemukan di tanah, sayuran yang membusuk, buah-buahan dan kotoran binatang. Rhizopus sp. juga merupakan salah satu fungi patogen yang dapat menyebabkan infeksi atau peradangan pada manusia (Moore- Landecker 1996).

31 18 Beberapa jenis Rhizopus yang paling umum adalah Rhizopus oryzae, Rhizopus oligosporus, Rhizopus microsporus, Rhizopus schipperae dan Rhizopus stolonifer. (A) (B) Gambar 9. Koloni Rhizopus sp.; (A) umur 10 hari; (B) umur 20 hari. b. d. a. c. Gambar 10. Struktur hifa Rhizopus sp.; a. Sporangiofor; b. Sporangium; c. Kolumela; d. Sporangiospora

32 PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 1 dan 2, tampak adanya perbedaan baik dalam jumlah jenis, jumlah koloni, keragaman jenis dan persen infeksi secara keseluruhan atau dari masing - masing jenis fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni. Pada Tabel 1, diperoleh tiga jenis fungi yang berasosiasi dengan benih sewaktu masih di pohon yaitu Cladosporium sp., Botryodiplodia theobromae dan Aspergillus sp. Sedangkan pada Tabel 2 diperoleh empat jenis fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni setelah disimpan yaitu Cladosporium sp., B. theobromae, Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. Jumlah jenis fungi yang berasosiasi dengan benih setelah disimpan lebih banyak daripada jumlah jenis fungi sewaktu masih di pohon disebabkan adanya perbedaan kemampuan adaptasi ekologis masing - masing fungi. Pada benih setelah disimpan muncul jenis fungi yang berbeda dengan fungi-fungi pada benih sewaktu masih di pohon yaitu Rhizopus sp. Fungi ini merupakan fungi patogen penyebab busuk pada buah dan benih-benih kehutanan di tempat penyimpanan (Agrios 1969). Koloni Rhizopus sp. menjadi dominan kedua pada benih setelah disimpan. Sedangkan koloni yang selalu menjadi dominan baik benih sewaktu masih di pohon maupun benih setelah disimpan adalah fungi jenis B. theobromae. Jumlah koloninya semakin bertambah pada benih setelah disimpan dan umumnya benih yang terserang fungi ini menjadi berwarna hitam. Menurut Mayhew dan Newton (1998), B. theobromae sering menyebabkan busuk batang, seed coating discoloration dan kematian pada semai. Berbeda dengan Aspergillus sp., fungi ini ditemukan lebih banyak pada benih sewaktu di pohon daripada jumlah koloni fungi pada benih setelah penyimpanan. Persen infeksi pada benih sewaktu di pohon sebesar 6,50% dan persen infeksi fungi pada benih setelah penyimpanan sebesar 4,50%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Christensen dan Kaufmann (1969) bahwa fungi Aspergillus sp. merupakan contoh fungi yang menyerang benih sejak benih tersebut dipanen, diangkut hingga disimpan di tempat penyimpanan sebelum benih tersebut ditanam. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian

33 20 Sumrahardi (2000) yaitu pada benih Acacia crassicarpa A. Cunn Ex Benth. persen infeksi fungi Aspergillus sp. sesaat setelah panen sebesar 8,67% dan setelah penyimpanan sebesar 1,33%. Pada penelitian ini terjadi penurunan daya berkecambah benih, dari 71,25% pada benih sewaktu masih di pohon menjadi 57,75% pada benih setelah disimpan. Salah satu penyebab penurunan daya berkecambah benih ini adalah adanya peningkatan serangan fungi tempat penyimpanan. Schmidt (2000) menyatakan di tempat penyimpanan, benih dapat berkurang daya berkecambahnya dan sering memperlihatkan gejala serangan fungi. Hal ini dapat terlihat dari meningkatnya persen infeksi fungi yang menyerang benih. Besarnya persen infeksi fungi yang menyerang benih sewaktu masih di pohon sebesar 32,50% dan setelah disimpan menjadi 69,00%. Peningkatan persen infeksi ini juga berhubungan dengan meningkatnya kadar air pada benih setelah disimpan. Kadar air benih sewaktu masih di pohon sebesar 11,26% dan menjadi 15,16% pada benih setelah disimpan. Kadar air yang tinggi ini merupakan lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan fungi. Pada kondisi ini aktivitas fungi meningkat dan sering mengakibatkan gejala kerusakan pada benih (pembusukan). Christensen dan Kaufmann (1969) menyatakan bahwa kondisi utama yang mempengaruhi perkembangan fungi tempat penyimpanan adalah : kadar air benih, suhu lingkungan, tingkat serangan fungi tempat penyimpanan, adanya benda asing (tanah, biji), oksigen, karbohidrat dan adanya kegiatan serangga dan tungao. Serangan fungi pada benih baik sewaktu masih di pohon ataupun setelah disimpan tidak seutuhnya menghambat perkecambahan benih. Terdapat sejumlah benih yang terinfeksi fungi namun masih dapat berkecambah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Schmidt (2000) bahwa dampak dari infeksi fungi patogen tergantung pada jumlah dan bagian benih yang terpengaruh. Kerusakan kecil pada endosperma atau kotiledon dapat menyebabkan sedikit dampak atau tidak menimbulkan dampak sama sekali. Benih masih dapat bertahan dan berkecambah meskipun mengalami gangguan karena berkurangnya sumber makanan. Sebaliknya kerusakan kecil pada bagian vital embrio seperti hipokotil dan radikula dapat menyebabkan kematian benih (Lamprey et al dalam Schmidt 2000).

34 21 Umumnya benih-benih yang dipanen ada yang langsung ditanam, ada yang disimpan, diangkut ke tempat lain untuk ditanam dan atau diangkut ke tempat lain untuk disimpan. Khusus untuk benih yang disimpan tersebut ada benih yang sehat dan ada yang telah terinfeksi patogen di lapangan atau dalam perjalanannya. Pada awalnya fungi pada benih setelah dipanen sangat dominan, tetapi lambat laun aktifitas fungi tersebut menurun dan selanjutnya yang dominan adalah fungi tempat penyimpanan. Keadaan ini disebabkan oleh keadaan lingkungan yang tidak sesuai lagi untuk perkembangan fungi tersebut. Dengan mengetahui jenis-jenis fungi yang menyerang benih dan karakter dari masing-masing fungi yang teridentifikasi, maka hal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan tindakan pencegahan atau penyelamatan benih pada berbagai kondisi. Sehingga kerusakan pada benih akibat serangan fungi dapat diatasi dan diperoleh benih sehat yang bebas dari penyakit dan mampu berproduksi normal.

35 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Jumlah koloni fungi yang berasosiasi dengan benih setelah penyimpanan lebih banyak daripada jumlah koloni fungi sewaktu masih di pohon. 2. Jenis fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni sewaktu masih di pohon adalah Cladosporium sp. (persen infeksi 11,75%), B. theobromae (persen infeksi 14,25%) dan Aspergillus sp. (persen infeksi 6,50%). Daya berkecambah benih sewaktu masih di pohon sebesar 71,25%. 3. Jenis fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni setelah disimpan adalah Cladosporium sp. (persen infeksi 14,50%), B. theobromae (persen infeksi 11,75%), Aspergillus sp. (persen infeksi 26,25%) dan Rhizopus sp. (persen infeksi 4,50%). Daya berkecambah benih setelah disimpan adalah 57,75%. 4. Fungi jenis Rhizopus sp. hanya ditemukan pada benih yang telah disimpan. Saran 1. Untuk mengetahui kapan waktu fungi itu menimbulkan penyakit pada benih, maka perlu dilakukan penelitian dengan menginokulasikan fungifungi tersebut sejak dalam bentuk fase benih, kecambah, anakan dan pohon. Dengan memberikan kondisi yang terbaik pada fungi tersebut dalam semua bentuk fase tanaman mahoni maka barulah dapat diketahui peranan dari fungi itu dalam menimbulkan penyakit pada tanaman mahoni. 2. Perlu diadakan penelitian tahap lanjutan mengenai proteksi benih mahoni yang sejak awal sudah dilakukan tindakan yang paling tepat terhadap fungi-fungi tersebut.

36 DAFTAR PUSTAKA Agarwal VK dan Sinclair BJ Principles of Seed Pathology. 2 nd ed. New York: CRC Press. Agrios GN Plant Pathology. New York: Academic Press. Alexopoulos CJ Introductory Mycology. New York: John Wiley & Sons Inc. Barnet HL dan Hunter BH Illustrated Genera of Imperfect Fungi. 4 th ed. Minnesota: APS Press. Christensen CM dan Kaufmann HH Grain Storage. The Role of Fungi in Quality Loss. Minneapolis: University of Minnesota Press. Domsch KH, Gams W and Anderson TH Compendium of soil fungi. Vol 1. London: Academic Press. s_(dematiaceous)/cladosporium/ [ 12 Desember 2006] Eka PN Inhibisi Fraksi Aktif Biji Mahoni pada Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae sebagai Uji Anti Kanker. [Skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor. Gandjar I, Samson RA, Vermeulen, Oetari A dan Santoso I Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hadi S Pengaruh Kondisi Penyimpanan Terhadap Penyakit Benih dan Penyakit Lodoh pada Tanaman Kehutanan di Indonesia. Bogor: Badan Litbang Hutan Hadi S Patologi Hutan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Heyne K Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Badan Litbang Kehutanan Jakarta (Penterjemah). Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Jøker D Informasi Singkat Benih Swietenia macrophylla King. Bandung: Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. Justice OL dan Louis NB Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kunia K Mahoni, Pohon Pelindung dan Fitofarmaka. Jakarta: Cakrawala. [14 Desember 2006]

37 24 Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YS, Prawira SA dan Kadir K Atlas Kayu Indonesia. Jilid 1. Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Mayhew JE and Newton AC The Silvicultur of Mahogany. Walling Ford: CABI Publishing. Moore - Landecker E Fundamentals of the fungi. 4 th ed. New Jersey: Prentice- Hall, Inc. Neergaard P Seed Pathology. Volume 1. New York: John Wiley & Sons, Inc. Pelczar MJ Microbiology. New York: McGraw-Hill Book Company. Rahayu S Penyakit Tanaman Hutan Indonesia. Gejala, Penyebab, dan Teknik Pengendaliannya. Yogyakarta: Kanisius. Risviana Beberapa Sifat Jamur Pewarna Botryodiplodia theobromae Pat. dan Kemungkinan Pengendalian Serangannya Dengan Bahan Pengawet Everwood. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Sadjad S Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di Indonesia. Bogor: Lembaga Afiliasi Institut Pertanian Bogor. Samingan T Dendrologi. Bagian Ekologi. Bogor: Departemen BOTANI. Fakultas Pertanian IPB. Schmidt L Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis Danida Forest Seed Centre. Jakarta: Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departeman Kehutanan. Sumrahardi A Identifikasi Fungi yang Berasosiasi dengan Benih Acacia crassicarpa A. Cunn Ex Benth. Sesaat Setelah Panen dan Setelah Penyimpanan. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Suratmo G Perlindungan Hutan. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sutisna UP dan Kalima T Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Bogor: Yayasan PROSEA. Tapa Darma IGK Seed Health Testing. Bogor: Agricultural University. Faculty of Forestry. 36 p.

38 25 Tjitrosomo SS, Gunawan, Hadioetomo dan Zakaria Penuntun Praktikum Mikologi Dasar. Edisi Kedua. Bogor: Departemen Botani, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Wijayakusuma H, Setiawan D dan Wirian AS Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jilid II. Jakarta: Pustaka Kartini.

39 LAMPIRAN

40 27 Tabel Kadar Air Rata-Rata Benih Sewaktu Di Pohon Benih sewaktu di pohon Ulangan B0 B1 KA (gram) (gram) (%) KA rata-rata 7,2230 6, ,75 7,5303 6, ,12 7,1801 6, ,19 7,2257 6, ,08 7,1138 6, ,14 11,26 Tabel Kadar Air Rata-Rata Benih Setelah Disimpan Benih setelah disimpan Ulangan B0 B1 KA (gram) (gram) (%) 1 6,4359 5, ,68 2 6,9062 5, ,92 3 6,1971 5, ,52 4 6,1734 5,246 15,02 5 6,2961 5, ,65 KA rata-rata 15,16

IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN

IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN Oleh : Devie Fadhilah E 14202066 PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. VII No. 2 : 1-6 (2001)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. VII No. 2 : 1-6 (2001) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. VII No. 2 : 1-6 (2001) Artikel (Article) FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN BENIH Acacia crassicarpa SESAAT SETELAH PANEN DAN SETELAH PENYIMPANAN Fungal Associated with Acacia

Lebih terperinci

MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5

MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5 MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5 Nama Kelompok Rizky Ratna Sari Rika Dhietya Putri Ahmad Marzuki Fiki Rahmah Fadlilah Eka Novi Octavianti Bidayatul Afifah Yasir Arafat . Swietenia macrophylla

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang dan mencukupi kebutuhan pangan Indonesia memerlukan peningkatan produksi padi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Merbau Darat 1. Deskripsi Ciri Pohon Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut (Martawijaya dkk., 2005). Regnum Subregnum Divisi Kelas Famili

Lebih terperinci

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. B) DI PERSEMAIAN Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Kendala

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

*

* Identifikasi Cendawan Mikroskopis yang Berasosiasi dengan Penyakit Busuk Pangkal Batang Tanaman Lada (Piper nigrum L.) di Desa Batuah Kecamatan Loa Janan Kutai Kartanegara Ayu Laila Dewi 1,*, Linda Oktavianingsih

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Ciri makroskopis : mula-mula koloni berupa jelaga-jelaga hitam yang halus, hari fungi mulai menutupi permukaan cawan petri.

LAMPIRAN. Ciri makroskopis : mula-mula koloni berupa jelaga-jelaga hitam yang halus, hari fungi mulai menutupi permukaan cawan petri. LAMPIRAN Lampiran 1. Ciri makroskopis dan mikroskopis fungi yang ditemukan pada serasah A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas 1. Aspergillus sp.1 Ciri makroskopis

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Suka Jaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Identifikasi

III. METODE PENELITIAN. Suka Jaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Identifikasi 12 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel buah kopi dilakukan pada perkebunan kopi rakyat di Desa Suka Jaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Identifikasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2009 - Maret 2010. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur dan Laboratorium Penyakit Hutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tertentu, tidak adanya perlakuan terhadap variabel (Nazir, 2003).

BAB III METODE PENELITIAN. tertentu, tidak adanya perlakuan terhadap variabel (Nazir, 2003). 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dasar dengan menggunakan metode penelitian deskriptif, karena hanya memberikan gambaran terhadap fenomenafenomena tertentu,

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai

Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai VARIETAS ANJASMORO KABA SINABUNG No. Galur MANSURIAV395-49-4 MSC 9524-IV-C-7 MSC 9526-IV-C-4 Asal Seleksi massa dari populasi Silang ganda 16 tetua Silang ganda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

UJI PERTUMBUHAN IN VITRO

UJI PERTUMBUHAN IN VITRO UJI PERTUMBUHAN IN VITRO PATOGEN LODOH Rhizoctonia solani PADA BERBAGAI TINGKATAN ph DAN JENIS MEDIA TUMBUH 1) Oleh : Nanang Herdiana 2) ABSTRAK Lodoh (damping-off) merupakan kendala yang dapat menurunkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Survei Buah Sakit Survei dilakukan di kebun percobaan Leuwikopo, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, di lahan ini terdapat 69 tanaman pepaya. Kondisi lahan tidak terawat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai Juli 2015. Sempel tanah diambil pada dua tempat yaitu pengambilan sempel tanah hutan

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimen. Penelitian eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang TINJAUAN PUSTAKA Biologi Jamur Busuk Pangkal Batang Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma spp.) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Subclass Order Family Genus

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September PENGARUH UMUR SEMAI TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN DI PERSEMAIAN 1) Oleh: Agus Sofyan 2) dan Syaiful Islam 2) ABSTRAK Suren (Toona sureni Merr), merupakan jenis yang memiliki pertumbuhan cepat dan kegunaan

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr) ANDY RISASMOKO

PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr) ANDY RISASMOKO PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr) ANDY RISASMOKO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan Jumlah jamur yang terdapat pada dendeng daging sapi giling dengan perlakuan dan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH Fauziah Koes dan Ramlah Arief: Pengaruh Lama Penyimpanan PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH Fauziah Koes dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros

Lebih terperinci

Oleh : Iskandar Z. Siregar

Oleh : Iskandar Z. Siregar MODULE PELATIHAN 2 TEKNOLOGI PERBENIHAN Oleh : Iskandar Z. Siregar ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT IN DUSUN ARO, JAMBI Serial Number : PD 210/03 Rev.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN Sari Sehat Multifarm didirikan pada bulan April tahun 2006 oleh Bapak Hanggoro. Perusahaan ini beralamat di Jalan Tegalwaru No. 33 di

Lebih terperinci

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! I. Latar Belakang Luas areal kebun kopi di Indonesia sekarang, lebih kurang 1,3 juta ha, sedangkan produksi kopi Indonesia sekarang, lebih kurang 740.000 ton dengan produksi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kuaiitas dan Kesehatan Benih Cabai Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu tanaman mini atau embrio yang biasanya terbentuk dari bersatunya sel-sel

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun 17 III. BAHAN DAN MEODE 3.1 empat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit umbuhan dan ebun Percobaan di dalam kampus di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

KUALITAS BENIH Ruang Lingkup Kualitas Benih Kualitas benih

KUALITAS BENIH Ruang Lingkup Kualitas Benih Kualitas benih KUALITAS BENIH Mutu benih akan mempengaruhi kredibilitas lembaga, badan atau perusahaan yang menghasilkannya. Apabila benih tersebut dihasilkan oleh sebuah perusahaan, maka kredibilitas perusahaan dipertaruhkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Agroforestri Agroforestri merupakan sebuah nama bagi sistem-sistem dan teknologi penggunaan lahan dimana pepohonan berumur panjang (termasuk semak, palem, bambu, kayu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Medium PDA ( Potato Dextrose Agar) (Gandjar et al., 1999)

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Medium PDA ( Potato Dextrose Agar) (Gandjar et al., 1999) 48 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Medium PDA ( Potato Dextrose Agar) (Gandjar et al., 1999) Komposisi : Potato 200 gram Dekstrose.. 20 gram Agar.. 15 gram Aquades 1 liter Proses pembuatan : Kentang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2011 sampai Oktober 2012. Sampel gubal dan daun gaharu diambil di Desa Pulo Aro, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten

Lebih terperinci

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB (PKBT-IPB) Pasir Kuda, Desa Ciomas, Bogor, dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,

Lebih terperinci

Uji mutu fisik dan fisiologis benih sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)

Uji mutu fisik dan fisiologis benih sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) Standar Nasional Indonesia Uji mutu fisik dan fisiologis benih sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, III. BAHAN DAN METODE 3.LTcinpat dan waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Kerapatan jenis (K)

METODOLOGI. Kerapatan jenis (K) METODOLOGI Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di lahan bekas penambangan timah PT. Koba Tin, Koba-Bangka, dan Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi IPB (PPSHB IPB). Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016 PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016 PENDAHULUAN Kebijakan pemerintah yang dituang dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 1992 Tentang Budidaya Tanaman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family Caricaceae dan merupakan tanaman herba (Barus dan Syukri, 2008). Sampai saat ini, Caricaceae itu diperkirakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman TINJAUAN PUSTAKA Mikroorganisme Endofit Endofit merupakan asosiasi antara mikroorganisme dengan jaringan tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman inang bervariasi mulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber : 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit Jamur penyebab penyakit rebah semai ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Basidiomycota : Basidiomycetes

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

SUATU MODEL PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN SLIDE CULTURE UNTUK PENGAMATAN STRUKTUR MIKROSKOPIS KAPANG PADA MATAKULIAH MYCOLOGI

SUATU MODEL PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN SLIDE CULTURE UNTUK PENGAMATAN STRUKTUR MIKROSKOPIS KAPANG PADA MATAKULIAH MYCOLOGI SUATU MODEL PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN SLIDE CULTURE UNTUK PENGAMATAN STRUKTUR MIKROSKOPIS KAPANG PADA MATAKULIAH MYCOLOGI SUNDARI 1 1 Dosen Pada Program Studi Pendidikan Biologi Email: sundari_sagi@yahoo.co.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Dalam taksonomi tumbuhan, tebu tergolong dalam Kerajaan Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Monocotyledoneae, Ordo Glumaceae, Famili Graminae, Genus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Analisis Keragaan Pengaruh Tingkat Kemasakan Terhadap Daya Berkecambah Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Oleh : Badrul Munir, S.TP, MP (PBT Ahli Pertama BBPPTP Surabaya) I. PENDAHULUAN Jarak pagar

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE

II. MATERI DAN METODE II. MATERI DAN METODE 2.1 Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 2.1.1 Materi Alat yang digunakan dalam penelitian adalah cawan petri, tabung reaksi, gelas ukur, pembakar spiritus, pipet, jarum ose, erlenmeyer,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen kuantitatif. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui akibat

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

TINGKAT SERANGAN CENDAWAN TERHADAP KONDISI DAN WAKTU SIMPAN. Fungal Disease Incidence on Mahoni Seed at Several Storage Conditions and Storage Periods

TINGKAT SERANGAN CENDAWAN TERHADAP KONDISI DAN WAKTU SIMPAN. Fungal Disease Incidence on Mahoni Seed at Several Storage Conditions and Storage Periods TINGKAT SERANGAN CENDAWAN TERHADAP BENIH MAHONI ( Swietenia macrophylla King) PADA BERBAGAI KONDISI DAN WAKTU SIMPAN Fungal Disease Incidence on Mahoni Seed at Several Storage Conditions and Storage Periods

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. 10 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Hutan mangrove Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, menurut Purwono dan Hartanto (2007), klasifikasi dan sistimatika tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Cylindrocladium sp. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam subdivisi Eumycotina, kelas Deuteromycetes (fungi imperfect/fungi tidak sempurna), Ordo Moniliales,

Lebih terperinci

HAMA DAN PENYAKIT BENIH Oleh: Eny Widajati

HAMA DAN PENYAKIT BENIH Oleh: Eny Widajati HAMA DAN PENYAKIT BENIH Oleh: Eny Widajati SERANGGA HAMA Di lapang Di gudang Menyerang benih dengan kadar air masih tinggi Mampu menyerang benih berkadar air rendah Serangga hama di penyimpanan dibedakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Tanaman Jagung Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia 57 PEMBAHASAN Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia Hasil pertemuan yang dilakukan pengusaha sumber benih kelapa sawit yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Perkebunan pada tanggal 12 Februari 2010,

Lebih terperinci

METODE PENYIMPANAN BENIH MERBAU (Intsia bijuga O. Ktze) Method of Seeds Storage of Merbau (Intsia bijuga O. Ktze) ABSTRACT PENDAHULUAN

METODE PENYIMPANAN BENIH MERBAU (Intsia bijuga O. Ktze) Method of Seeds Storage of Merbau (Intsia bijuga O. Ktze) ABSTRACT PENDAHULUAN Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. VIII No. 2 : 89-95 (2002) Komunikasi (Communication) METODE PENYIMPANAN BENIH MERBAU (Intsia bijuga O. Ktze) Method of Seeds Storage of Merbau (Intsia bijuga O. Ktze)

Lebih terperinci

ISOLASI JAMUR ENDOFIT DAUN BELUNTAS (PLUCHEA INDICA (L.) LESS)

ISOLASI JAMUR ENDOFIT DAUN BELUNTAS (PLUCHEA INDICA (L.) LESS) ISOLASI JAMUR ENDOFIT DAUN BELUNTAS (PLUCHEA INDICA (L.) LESS) Jessie Elviasari, Rolan Rusli, Adam M. Ramadhan Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great Giant Pineapple (GGP) Terbanggi Besar, Lampung Tengah dan PT. Nusantara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

DAMPAK PENYIAPAN LAHAN Acacia crassicarpa TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BUSUK AKAR PUTIH SYAMSI FAUQO NURI

DAMPAK PENYIAPAN LAHAN Acacia crassicarpa TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BUSUK AKAR PUTIH SYAMSI FAUQO NURI DAMPAK PENYIAPAN LAHAN Acacia crassicarpa TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BUSUK AKAR PUTIH SYAMSI FAUQO NURI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAMPAK PENYIAPAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan April sampai Bulan Agustus 2013. Penelitian pengaruh penambahan edible coat kitosan sebagai anti jamur pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) III. METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) Pengambilan sampel tanah dekat perakaran tanaman Cabai merah (C.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014):

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014): 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengisap Polong Kedelai (Riptortus linearis) Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014): Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hemiptera

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru.

MATERI DAN METODE. Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan Syarif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran yang tergolong tanaman tahunan berbentuk perdu.

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah dari rizosfer tanaman Cabai merah (Capsicum

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat 1. Alat alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium 2. Neraca Analitis Metler P.M 400 3. Botol akuades 4. Autoklaf fiesher scientific 5. Inkubator

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN Oleh : Ir. Suwignyo Widyaiswara Balai Diklat Kehutanan Samarinda Abstrak Ulin adalah salah satu jenis pohon

Lebih terperinci

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Jengkol Klasifikasi tanaman jengkol dalam ilmu tumbuh-tumbuhan dimasukkan dalam klasifikasi sebagai berikut (Pitojo,1992). Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae

Lebih terperinci

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews)

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) Standar Nasional Indonesia Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Januari 2012

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Teknik Pengumpulan Data 2.1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan (Mikologi). Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci