BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) definisi PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. 1 Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari waktu ke waktu tampak bahwa sekitar sepertiga morbiditas dan mortalitas di Indonesia adalah penyakit paru, termasuk didalamnya PPOK. Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan Republik Indonesia (SKRT) 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke-6 dari sepuluh penyebab tersering kematian di Indonesia. Pada SKRT 1995 menduduki peringkat kelima. Diperkirakan di Indonesia terdapat 4,8 juta penderita PPOK dengan prevalensi 5,6%. 16 Diperkirakan jumlah penderita PPOK sedang hingga berat Asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta penderita dengan prevalens 6,3%. Angka prevalens berkisar 3,5-6,7% seperti di Cina dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang sebanyak juta jiwa dan Vietnam sebesar juta jiwa. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita dengan prevalens 5,5%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90%

2 penderita PPOK adalah perokok atau mantan perokok. 1 Di negara Amerika serikat dibutuhkan dana sekitar 29,5 US$ setahun untuk penatalaksanaan PPOK dengan biaya tak langsung sebesar 20,4 US$. 2 Berdasarkan kriteria ATS, penderita terbanyak berumur antara tahun yaitu 33,9% dan kurang dari 50 tahun hanya 7,7% serta sebagian penderita adalah laki-laki. Pada orang normal penurunan faal paru yaitu volume ekspirasi detik pertama 28 ml per tahun, sedangkan pada penderita PPOK antara ml. Di RS Persahabatan sebagai pusat rujukan paru nasional, PPOK menduduki peringkat ke-5 dari jumlah penderita yang berobat jalan serta menduduki peringkat ke-4 dari jumlah penderita yang dirawat. 17 Asap rokok diketahui merupakan satu-satunya penyebab terpenting PPOK. Asap rokok bersama partikel berbahaya lainnya menyebabkan kerusakan jaringan paru, disfungsi mukosilier dan inflamasi saluran napas dan sistemik. Mekanisme tersebut diperberat dengan berulangnya eksaserbasi penyakit dan berperan pada terjadinya hiperinflasi dinamik paru, keterbatasan aliran udara ekspirasi, perubahan vaskuler paru dan disfungsi otot perifer yang memberikan gejala sesak napas, batuk disertai produksi sputum, kelelahan, intolerans latihan, depresi dan kecemasan yang seluruhnya menjadi faktor penentu kualitas hidup penderita PPOK. 18 Tidak banyak abnormalitas yang dijumpai pada pemeriksaan fisik. Wheezing tidak selalu ditemukan dan tidak berkorelasi dengan keparahan obstruksi. Pemeriksaan klinis yang selalu dijumpai pada PPOK simptomatik adalah waktu ekspirasi memanjang yang paling baik didengar di depan laring saat manuver forced expiratory. Ekspirasi yang > 4 detik suatu indikasi yang bermakna dari obstruksi. Jika penyakit bertambah berat, kelainan fisik bertambah jelas. Tampak barrel chest, pursed lip breathing, badan tambah kurus. 19

3 PPOK merupakan diagnosis fungsional sehingga foto toraks hanya dapat memberi arah diagnosis PPOK. Pada tipe emfisema terlihat hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung atau pendulum. Pada tipe bronkitis kronik, foto toraks bisa normal atau corakan vaskuler bertambah pada 21% kasus. 19 Spirometri dapat dengan akurat digunakan untuk mendiagnosa PPOK dan menilai derajat keparahan penyakit. Spirometri sekarang menjadi baku emas untuk mendiagnosa PPOK. Pada pengukuran spirometri penderita PPOK, didapat penurunan volume ekspirasi paksa 1 detik (VEP1) dan penurunan kapasitas vital paksa (KVP). Nilai VEP1/KVP selalu kurang dari 70% nilai normal. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. 1,2,19 Panduan mengenai derajat/klassifikasi PPOK telah dikeluarkan oleh beberapa institusi seperti American Thoracic Society (ATS), European Respiratory Society (ERS), British Thoracic Society (BTS) dan terakhir adalah Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Keempat panduan tersebut hanya mempunyai perbedaan sedikit, kesemuanya berdasarkan rasio VEP1/KVP dan nilai VEP1.

4 Tabel 2.1. Klasifikasi Derajat Keparahan PPOK dari Beberapa Panduan 20,21 Derajat I 50 VEP1 Ringan 70 VEP1 Ringan 60 VEP1<80 Derajat 0 (berisiko) Derajat II 35 VEP1<50 Sedang 50 VEP1<70 Sedang 40 VEP1<60 Derajat I (Ringan) 80 VEP1 Derajat IIa (Sedang) 50 VEP1<80 Derajat IIb 30 VEP1<50 Derajat I (Ringan) 80 VEP1 Derajat II (Sedang) 50 VEP1<80 Derajat III (Berat) 30 VEP1<50 Derajat III VEP1 < 35 Berat VEP1<50 Berat VEP1<40 Derajat III (Berat) VEP1 <50 & gagal nagas atau gagal jantung kanan atau VEP1<30 Derajat IV (Sangat berat) VEP1 <50 & gagal nagas atau gagal jantung kanan atau VEP1<30 ATS 1995 ERS 1995 BTS 1997 GOLD 2001 GOLD Mekanisme Pernapasan Dan Disfungsi Otot Skletal Pada PPOK PPOK merupakan suatu penyakit progresif yang mengakibatkan kemunduran fungsi paru dan pertukaran gas secara bertahap. Manifestasi dini dari gejala PPOK adalah sesak napas saat beraktivitas dan pengurangan aktivitas. PPOK merupakan penyakit yang progresif dengan kerusakan dan remodelling jaringan paru, kurangnya elastic recoil, perubahan ventilasi dan perfusi, peningkatan frekuensi napas membuat sesak napas semakin menonjol ketika beraktivitas. 22 Kelainan saluran napas dan parenkim paru yang terjadi berpengaruh pada kerja otot-otot respirasi. Usaha inspirasi penderita PPOK meningkat lebih dari empat kali dibandingkan orang normal. Kehilangan elastic recoil menyebabkan volume paru saat relaksasi meningkat dan terjadi penutupan saluran napas kecil pada awal ekspirasi (hiperinflasi statis). Ventilasi semenit saat istirahat meningkat 50% sebagai kompensasi terhadap gangguan pertukaran gas. Meningkatnya

5 frekuensi napas menurunkan compliance paru dibawah nilai normal. Keterbatasan aliran udara ekspirasi yang terjadi pada 60% penderita PPOK menghambat proses pengosongan paru sehingga inspirasi dimulai pada saat paru belum mencapai volume relaksasinya (hiperinflasi dinamik). 23 Penelitian terkini menyatakan bahwa PPOK bukan hanya sebagai penyakit saluran napas yang hanya memberikan gejala di saluran napas saja tetapi juga memiliki efek sistemik diantaranya inflamasi sistemik, kehilangan berat badan, gangguan nutrisi, disfungsi otot rangka, penyakit kardiovaskular, gangguan sistem saraf dan efek pada tulang rangka. Disfungsi otot didefinisikan sebagai keadaan berkurangnya kekuatan dan atau ketahanan otot. Kekuatan otot adalah kemampuan untuk menghasilkan tenaga maksimal dan ketahanan otot adalah kemampuan otot mempertahankan kerja dengan beban tertentu selama beberapa waktu. 24 Disfungsi otot rangka menjadi penyebab utama keterbatasan aktivitas atau intolerans latihan pada penderita PPOK selain beberapa faktor lain yang diperkirakan dapat menjelaskan terjadinya kemunduran otot rangka pada penderita PPOK. Kurangnya aktivitas, kurangnya penggunaan otot rangka menyebabkan atropi otot rangka. Hal lain yang juga berperan adalah inflamasi sistemik, ketidakseimbangan nutrisi, pemakaian kortikosteroid sistemik, hipoksemia, dan juga gangguan elektrolit. Inflamasi sistemik PPOK berhubungan dengan perubahan biokimiawi tubuh dan fungsi organ secara bermakna. Inflamasi sistemik dianggap menjadi dasar terjadinya kaheksia, kehilangan berat badan, osteoporosis, muscle wasting, gagal jantung, aterosklerosis, demensia, depresi dan kanker. 25,26 Perubahan otot rangka penderita PPOK terutama terjadi pada otot-otot tungkai seperti otot quadriseps. Otot ini mengalami kehilangan serat tipe I (tipe

6 aerobik), pengurangan enzim oksidatif dan meningkatnya apoptosis. 27,28 Gosker dkk. mendapatkan persentase serat otot tipe l sebanyak 16% pada penderita emfisema dibandingkan dengan kontrol 45%. 28 Kelemahan otot juga berhubungan dengan level lnterleukin-8 dalam sirkulasi. Faktor lain yang menyebabkan kelemahan otot adalah stres oksidatif. Tavilani H pada tahun 2012 telah membuktikan terjadinya penurunan kapasitas antioksidan plasma pada penderita PPOK dan juga perokok serta terjadinya peningkatan stres oksidatif pada kedua kelompok ini. 29 Saat latihan terjadi peningkatan produksi radikal bebas oleh mitokondria dan jika mekanisme pertahanan tidak mencukupi akan terjadi proses oksidasi lemak dan protein. Atrofi otot dapat dilihat pada otot secara keseluruhan atau pada tingkat miosit tetapi dapat juga dinilai dengan memperkirakan kehilangan fat-free mass di tungkai. Perubahan otot rangka ini disebabkan oleh berubahnya gaya hidup penderita PPOK. Kemampuan oksidatif otot ini akan berkurang dari keadaan asidosis laktat akan lebih mudah terjadi pada latihan yang bersifat incremental. Asidosis laktat menjadi alasan mengapa penderita akan lebih awal menyelesaikan latihannya dan peningkatan ventilasi dibutuhkan untuk mengurangi kelebihan karbondioksida sebagai mekanisme kompensasi terhadap asidosis laktat. 18,30 Sindrom metabolik seperti hipertensi, diabetes dan hiperlipidemia serta penyakit jantung sering dilaporkan sebagai faktor penyerta pada PPOK. Gangguan atau penyakit tersebut dapat memperburuk toleransi latihan pada penderita PPOK. Crisafulli dkk. mendapatkan prevalens sindrom metabolik sebanyak 61% dan penyakit jantung 24% sebagai penyerta pada 2962 penderita PPOK yang diteliti. Seluruh penyakit penyerta dalam penelitian ini memperburuk toleransi dan mengurangi efektifitas rehabilitasi. 31

7 Gas dan partikel berbahaya Kerusakan jaringan Disfungsi mukosilier Inflamasi lokal dan sistemik Karakteristik penyakit Keterbatasan ekspirasi, hiperinflasi Perubahan vaskuler Disfungsi otot perifer Progresifitas penyakit QOL Gambar 2.1. Penurunan kualitas hidup penderita PPOK 16 Eksaserbasi Gejala Sesak, batuk, sputum Lelah Intolerans latihan Depresi, cemas 2.3. Rehabilitasi Paru Pada PPOK Sejarah rehabilitasi pertama kali dikembangkan pada penderita PPOK, kemudian diterapkan pada penyakit paru kronik misalnya penyakit interstisial, fibrosis kistik, bronkiektasis, bentuk dada abnormal, persiapan operasi dan evaluasi setelah operasi. Rehabilitasi dapat juga digunakan pada pascatrauma paru akut. Penderita yang menggunakan ventilator yang lama dan penderita dengan gejala respirasi yang tidak stabil. 30 Individu dengan penyakit pernapasan yang kronik seperti PPOK sering mengalami gejala-gejala yang mengganggu seperti sesak napas dan kehilangan nafsu makan, keterbatasan aktivitas dan penurunan kualitas hidup. Tujuan utama rehabilitasi paru adalah mengurangi sesak napas dan menghilangkan rasa takut penderita akan timbulnya sesak napas yang menghambat penderita untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Rehabilitasi paru berusaha untuk memulihkan individu ke arah potensi fisik, medik, mental, emosional, ekonomi, sosial sepenuhnya menurut kemampuannya. Melalui

8 program rehabilitasi paru, penderita diajar untuk memahami lebih dalam tentang penyakitnya, pilihan-pilihan terapi dan strategi-strategi untuk mengatasinya. Mereka didorong untuk secara aktif terlibat dalam usaha-usaha pemeliharaan kesehatan, lebih mandiri dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari, dan tidak terlalu bergantung pada petugas kesehatan atau sumber-sumber daya medis lain yang mahal. Tiap usaha harus dilakukan untuk membawa penderita ke arah perbaikan fisik yang maksimal dan memelihara efisiensi pemakaian energi yang maksimal, sehingga penderita bisa melaksanakan pekerjaannya sehari-hari. Jika hal ini tidak mungkin, maka diusahakan latihan bekerja yang lebih ringan. Bahkan jika tidak mungkin memperoleh pekerjaan yang lebih menguntungkan, titik berat harus diletakkan agar penderita mempunyai kepercayaan diri semaksimal mungkin dan mengurangi ketergantungan pada orang sekitar. 30,32 Definisi awal yang dianut oleh Komite Rehabilitasi Paru American College of Chest Physician (ACCP) sejak tahun 1974 menyatakan bahwa rehabilitasi paru adalah suatu seni pengobatan dimana melalui diagnosis yang tepat, terapi, dukungan psikologis, dan edukasi, dirancangkan suatu program multidisiplin untuk masing-masing penderita guna menstabilkan atau menyembuhkan gangguan fisiologis pernapasan, dengan maksud mengembalikan penderita kepada tingkat kapasitas fungsional tertinggi yang masih mungkin dicapai dalam kondisi penyakitnya. 30,33 Sedangkan menurut ATS (American Thoracic Society) pada tahun 1999 rehabilitasi paru adalah suatu program dengan multidisiplin yang memberikan perhatian pada penderita PPOK melalui suatu disain yang dapat mengoptimalkan kemampuan fisik dan kehidupan sosial serta mampu mandiri. Melibatkan berbagai spektrum seperti strategi pengobatan, latihan fisik, edukasi, nutrisi, dukungan psikososial dan kedisiplinan yang

9 merupakan suatu kesatuan pada managemen terapi jangka panjang penderita PPOK. 34 Menurut National Institutes of Health (NIH) Workshop an Pulmonary, rehabilitasi paru adalah pelayanan langsung multidisiplin secara terus menerus kepada seseorang dengan penyakit paru dan keluarganya, menggunakan interdisiplin tim spesialis, dengan tujuan meningkatkan dan mempertahankan tingkat kemampuan tertinggi untuk mandiri dan berguna bagi lingkungannya. 30 Rehabilitasi paru merupakan program yang telah mantap dan diterima secara luas sebagai penyempurnaan terapi standar penderita PPOK. Tujuan utama dari program ini adalah : a. Meningkatkan pemahaman terhadap penyakit dan memperbaiki self-management. b. Mengendalikan atau meringankan gejala penyakit dan komplikasi gangguan pernapasan semaksimal mungkin. c. Mengembalikan penderita pada tingkat aktivitas fisik mandiri tertinggi yang masih mungkin tercapai d. Memperbaiki kemampuan fisik dan psikologis penderita dalam interaksi dengan lingkungannya e. Mencegah suatu kondisi yang membuat keterbatasan aktivitas dan pergerakan pada penderita PPOK oleh karena sesak napas yang dialaminya 34 Rehabilitasi paru secara menyeluruh mencakup beberapa hal yaitu evaluasi penderita, edukasi dan dukungan psikososial, latihan relaksasi, latihan pernapasan, latihan fisik dada, dan latihan fisik (exercise training) Evaluasi Penderita

10 Penilaian penderita PPOK untuk program rehabilitasi paru bertujuan mendapatkan kandidat penderita yang tepat untuk diberikan program latihan. Penderita PPOK yang dianjurkan mengikuti program rehabilitasi paru adalah penderita dengan derajat 2 atau PPOK sedang atau penderita yang memiliki VEP 1 kurang dari 80% dari nilai prediksi. Penderita dengan derajat PPOK ringan dan sangat berat juga dapat dianjurkan untuk melakukan rehabilitasi paru. Rehabilitasi paru secara umum diindikasikan untuk penderita PPOK yang telah mengalami gejala pernapasan yang menetap, penurunan kapasitas latihan, penurunan aktivitas dan penurunan kualitas hidup. Akan tetapi sebenarnya tidak ada suatu penurunan fungsi paru spesifik yang dijadikan standar pada program rehabilitasi paru. Kontraindikasi relatif rehabilitasi paru adalah penderita yang tidak dapat berjalan disebabkan kelainan ortopedi atau saraf, angina pektoris tidak stabil atau infark miokard, gangguan psikiatrik atau kognitif dan tidak dapat berkomunikasi dengan efektif. 34 Tampilan Klinis Berisiko Simptomatik Eksaserbasi Gagal napas Intervensi Berhenti merokok Management penyakit Rehabilitasi Paru Lain lain Gejala VEP1

11 Gambar 2.2. Gambaran penderita PPOK yang harus diberikan rehabilitasi paru 34 Tahap awal rehabilitasi paru adalah menentukan penderita dan dievaluasi untuk disesuaikan dengan tujuan program. Proses evaluasi terdiri atas: a. Wawancara Wawancara merupakan langkah pertama yang penting untuk mengenalkan penderita tentang program, mengetahui riwayat penyakit dan problem psikososial. Anggota keluarga dan lingkungannya dilibatkan dalam wawancara ini. Komunikasi dengan dokter yang merawat dan petugas rehabilitasi penting untuk menentukan prioriti pertanyaan medis dalam mengawali program sehingga setiap individu mendapatkan jenis program yang sesuai dengan harapan. b. Evaluasi medis Sebelum proram rehabilitasi dilakukan, penting kiranya mengetahui kondisi penyakit penderita serta terapi yang diberikan selama ini apakah sudah optimal. 34 Riwayat penyakit penyerta harus diperhatikan untuk menentukan tingkat program. Data dasar harus dicatat termasuk faal paru, kemampuan uji latih, analisis gas darah (AGDA), foto toraks, elektro kardiografi (EKG), kadar hemoglobin (Hb), fungsi ginjal dan lainnya. c. Uji diagnostik Uji faal paru digunakan untuk menentukan karakteristik penyakit paru dan derajat kelainan. Spirometri digunakan untuk mengukur faal paru. Parameter yang sering diukur adalah kapasitas difusi, tahanan jalan napas dan tekanan maksimal respirasi. Uji latih membantu untuk menentukan toleransi latihan, perubahan hipoksemia dan hiperkapnia selama latihan sehingga dapat menentukan intensitas

12 latihan yang aman. Toleransi latihan juga ditentukan oleh persepsi gejala sesak napas. Pengukuran yang dilakukan selama monitoring adalah besarnya beban kerja, heart rate, EKG, oksigen arteri, analisis gas darah, konsumsi oksigen (VO2) dan gejala sesak napas. Pemeriksaan AGDA sebelum dan selama latihan penting untuk mengukur kapasiti latihan yang menginduksi hipoksemia. d. Status psikososial Keberhasilan rehabilitasi tidak hanya ditentukan oleh penanganan masalah fisik penderita tetapi juga masalah psikologi, emosi dan sosial. Penderita dengan problem psikososial sering tidak dapat menentukan masalahnya sendiri. Kelainan neuropsikologi sering ditemukan pada PPOK, penderita menjadi depresi, takut, cemas dan sangat tergantung kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Gejala sesak yang progresif adalah gejala yang sangat ditakuti karena sedikit aktivitas akan bertambah sesak sehingga menghasilkan rasa takut dan cemas yang berlebih. Pada akhirnya aktivitas penderita akan terbatas. Status psikososial dan perhatian terhadap masalahnya dapat ditentukan waktu wawancara misalnya tingkat dukungan keluarga dan lingkungannya, aktivitas harian, hobi dan tingkat keterbatasannya. Kunci penting saat wawancara adalah memperhatikan komunikasi nonverbal seperti ekspresi wajah, sikap tubuh, sikap tangan dan gerakan tubuh. Kelainan kognitif yang terbatas pada penderita dapat secara baik diidentifikasi. Anggota keluarga dan lingkungan dapat dimasukkan dalam proses seleksi dan program bila memungkinkan. e. Target yang akan dicapai Target rehabilitasi ditentukan berdasarkan derajat penyakit, kebutuhan dan harapan penderita. Target harus realistik dan objektif sesuai dengan program. Keluarga dan lingkungan lainnya dilibatkan dalam penentuan target.

13 Pada sistem International Classification of Impairment Disability and Handicap (ICIDH) WHO, penyakit paru diklasifikasikan menjadi empat tingkat yaitu patologi, impairment, disability dan handicap. Impairment saluran napas merupakan hilangnya atau abnormaliti psikologis, fisiologis, struktur anatomi atau fungsi akibat penyakit saluran napas. Impairment merupakan keadaan patologi dan dapat ditentukan dengan pengukuran laboratorium. Pada penyakit saluran napas impairment menunjukkan penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan udara yang terperangkap pada uji faal paru atau penurunan kekuatan otot quadriceps pada uji fungsi otot. Disability saluran napas akibat penyakit paru menunjukkan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas normal. Pada keadaan ini terjadi penurunan fungsi dinamis dan keterbatasan kerja fisik. Pada rehabilitasi paru keadaan disability ditentukan oleh uji lapangan seperti uji jalan dalam waktu yang ditentukan dan kuesioner indeks sesak untuk mengukur derajat sesak. Handicap saluran napas adalah suatu keadaan akibat impairment dan disability sehingga penderita tidak mampu berperan dalam masyarakat seperti yang diharapkan, misalnya penurunan kinerja latihan saat uji jalan dalam waktu yang ditentukan merupakan disability tetapi kumpulan ketidakmampuan untuk mempertahankan pekerjaan adalah handicap Edukasi dan Dukungan Psikososial Edukasi penderita bertujuan agar setiap penderita PPOK memahami kondisi penyakitnya dan keterbatasan aktifitas yang disebabkan oleh progresifitas PPOK. Edukasi program komponen haruslah mencakup review terapi yang telah digunakan selama ini, pemakaian oksigen, mekanisme penyakit, modifikasi gaya hidup. Penderita PPOK selayaknya memahami penyakit yang diderita agar meningkatkan kepercayaan diri dan kemandirian. Penderita harus mengerti

14 bagaimana memakai obat inhalasi secara tepat. Kebiasaan merokok harus dihentikan karena dapat memperburuk kapasiti fungsional penderita dan juga karena penderita yang masih tetap merokok biasanya akan menolak program rehabilitasi dengan alasan yang tidak jelas. Penderita PPOK cenderung untuk kehilangan berat badannya, terutama bagi penderita dengan derajat obstruksi yang berat. Kehilangan berat badan selalu dihubungkan dengan tingkat kematian yang tinggi. Oleh karena itu, jika hal ini dapat diatasi maka akan meningkatkan survival rate. Dibutuhkan dukungan nutrisi pada penderita PPOK. Obesitas pada penderita PPOK juga harus dikurangi untuk menghindari komplikasi pada kardiorespirasi sistem dengan jalan pengaturan diet. 35 Dukungan psikososial berguna untuk memberikan rasa percaya diri penderita PPOK dan mencegah depresi yang akan berakibat menurunkan efektifitas rehabilitasi paru. Penderita PPOK harus dihindari dari keadaan depresi yang juga dapat menjadi alasan drop out program rehabilitasi. Prevalens serangan panik pada penderita PPOK sepuluh kali lebih besar daripada orang normal. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya partisipasi penderita dalam kegiatankegiatan sosial termasuk dalam hal hubungan seksual. Bimbingan psikologis sebaiknya dilakukan terhadap penderita PPOK terutama mereka yang memiliki kecenderungan mengalami serangan panik. Psikoterapi baik dalam bentuk penyuluhan atau edukasi maupun terapi relaksasi dan desentisasi sesak napas yang diintegrasikan dalam komponen rehabilitasi paru lainnya diharapkan dapat mengurangi kecemasan, depresi, dan sesak napas, serta meningkatkan rasa percaya diri.

15 Latihan Relaksasi Tujuan latihan relaksasi adalah: a. Menurunkan tegangan otot pernapasan, terutama otot bantu pernapasan. b. Menghilangkan rasa cemas karena sesak napas. c. Memberikan sense of well being Penderita PPOK yang mengalami insufisiensi pernapasan selalu merasa tegang, cemas dan takut. Untuk mengatasi keadaan ini penderita berusaha membuat posisi yang menguntungkan terutama bagi gerakan diafragmanya. Sikap ini dicapai dengan memutar bahu ke depan dan membungkukkan badan ke depan pula. Sikap ini selalu diambil setiap akan memulai latihan pernapasan dan terapi fisik dada. Agar penderita memahami, latihan ini harus diperagakan. Latihan relaksasi hendaknya dilakukan di ruangan yang tenang dan posisi yang nyaman. 36 Contoh gerakan peregangan 1. Peregangan leher Miringkan kepala ke arah salah satu bahu secara perlahan Tahan selama 10 detik Ulangi sebanyak dua atau tiga kali Ulangi ke arah bahu lainnya 2. Peregangan dada Tahan tangan dibelakang dada seperti terlihat pada gambar Gerakkan tangan sejauh mungkin dari dada Tahan selama 20 detik Ulangi sebanyak dua atau tiga kali 3. Rotasi bahu

16 Letakkan tangan pada bahu seperti yang terlihat pada gambar Gerakkan ke arah depan dan belakang dengan gerakan memutar Ulangi sebanyak 5 kali Ulangi sebanyak dua atau tiga kali 5. Peregangan otot tricep Tarik siku secara perlahan sampai dirasakan peregangan pada lengan Tahan selama 20 detik Ulangi sebanyak dua atau tiga kali 6. Peregangan otot quadricep Tarik kaki ke arah belakang bokong sampai terasa peregangan pada pada depan Tahan selama 20 detik Ulangi sebanyak dua atau tiga kali 4. Peregangan bahu Tahan siku dengan tangan yang lain secara perlahan sampai terasa peregangan pada bahu Tahan selama 20 detik 7. Peregangan pinggang Luruskan lengan di atas kepala Miringkan badan ke arah samping Tahan selama 20 detik Ulangi sebanyak dua atau tiga kali

17 Tahan selama 20 detik Ulangi sebanyak dua atau tiga kali 8. Peregangan urat lutut Letakkan kaki pada sebuah balok Miringkan badan sampai sampai terasa peregangan pada paha belakang Latihan Pernapasan Latihan pernapasan dilakukan setelah latihan relaksasi dikuasai penderita. Tujuan latihan pernapasan adalah untuk: a. Mengatur frekuensi dan pola napas sehingga mengurangi air trapping b. Memperbaiki fungsi diafragma c. Memperbaiki mobilitas sangkar toraks d. Memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja pernapasan e. Mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga bernapas lebih efektif dan mengurangi kerja pernapasan. 36 Diafragma dan otot interkostal merupakan otot-otot pernapasan yang paling penting. Pada orang normal dalam keadaan istirahat, pengaruh gerakan diafragma sebesar 65% dan volume tidal. Bila ventilasi meningkat barulah

18 digunakan otot-otot bantu pernapasan (seperti skalenus, sternokleidomastoideus, otot penyangga tulang belakang) ini terjadi bila ventilasi melampaui 50 l/menit. Pada penderita PPOK terdapat hambatan aliran udara terutama pada waktu ekspirasi. Pada umumnya letak diafragma rendah dan posisi sangkar toraks sangat tinggi sehingga secara mekanis otot-otot pernapasan bekerja kurang efektif. Fungsi diafragma penderita PPOK kurang dari 35% volume tidal, akibatnya penderita selalu menggunakan otot-otot bantu pernapasan. Latihan otot-otot pernapasan akan meningkatkan kekuatan otot pernapasan, meningkatkan tekanan ekspirasi (PE max) sekitar 37%. Latihan pernapasan meliputi: a.1. Latihan pernapasan diafragma Melatih kembali penderita untuk menggunakan diafragma dengan baik dan merelaksasi otot-otot asesorius. Latihan ini dapat dilakukan dengan prosedur berikut: a.1.1. Sebelum melakukan latihan, bila terdapat obstruksi saluran napas yang reversibel dapat diberi bronkodilator. Bila terdapat hipersekresi mukus dilakukan drainase postural dan latihan batuk. Pemberian oksigen bila penderita mendapat terapi oksigen di rumah. a.1.2. Posisi penderita bisa duduk, telentang, setengah duduk, tidur miring ke kiri atau ke kanan, mendatar. a.1.3. Penderita meletakkan salah satu tangannya di atas perut bagian tengah, tangan yang lain di atas dada. Akan dirasakan perut bagian atas mengembang dan tulang rusuk bagian bawah membuka. Penderita perlu disadarkan bahwa diafragma memang turun pada waktu

19 inspirasi. Saat gerakan dada minimal, dinding dada dan otot bantu napas relaksasi. a.1.4.penderita menarik napas melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-pelan melalui mulut (pursed lips breathing), selama inspirasi, diafragma sengaja dibuat aktif dan memaksimalkan protrusi (pengembangan) perut. Otot perut bagian depan dibuat berkontraksi selama inspirasi untuk memudahkan gerakan diafragma dan meningkatkan ekspansi sangkar toraks bagian bawah. a.1.5. Selama ekspirasi penderita dapat menggunakan kontraksi otot perut untuk menggerakkan diafragma lebih tinggi. Beban seberat 0,5-1 kg dapat diletakkan di atas dinding perut untuk membantu aktivitas ini. Latihan pernapasan pernapasan diafragma sebaiknya dilakukan bersamaan dengan latihan berjalan atau naik tangga 36 a.2. Pursed lips breathing (PLB) Tujuan program ini adalah mengurangi napas pendek dan aktivitas otot asesorius, mencegah kolaps saluran napas kecil selama ekspirasi, meningkatkan P02 dan menurunkan PC02. Pursed Lips Breathing dilakukan dengan cara menarik napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik melalui hidung (bukan menarik napas dalam) dengan mulut tertutup, kemudian mengeluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut dengan posisi seperti bersiul, lamanya ekspirasi 2-3 kali lamanya inspirasi, sekitar 4-6 detik. Penderita tidak diperkenankan mengeluarkan napas terlalu keras. Pursed Lips Breathing dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama ekspirasi. Selama PLB tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui hidung, karena terjadi elevasi involunter dari palatum molle yang menutup lubang nasofaring. Dengan

20 PLB akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps saluran napas kecil pada waktu ekspirasi. Hal ini akan menurunkan volume residu, kapasitas vital meningkat dan distribusi ventilasi merata pada paru sehingga dapat memperbaiki pertukaran gas di alveol. Selain itu PLB dapat menurunkan ventilasi semenit, frekuensi napas, meningkatkan volume tidal, PaO2 saturasi oksigen darah, menurunkan PaCO2 dan memberikan keuntungan subjektif karena mengurangi rasa sesak napas pada penderita. PLB akan menjadi lebih efektif bila dilakukan bersama-sama dengan pernapasan diafragma. Ventilasi alveolar yang efektif terlihat setelah latihan berlangsung lebih dari 10 menit. 36 a.menarik napas b. Bibir seolah-olah c. Buang napas perlahan-lahan akan meniup perlahan-lahan melalui hidung melalui mulut Gambar 2.3. Tekhnik pursed lips breathing 37 a.3. Latihan batuk Batuk merupakan cara yang efektif untuk membersihkan benda asing atau sekret dan saluran pernapasan. Batuk yang efektif harus memenuhui kriteria yaitu kapasitas vital yang cukup untuk mendorong sekret dan mampu menimbulkan tekanan intra abdominal dan intratorakal yang cukup untuk mendorong udara pada fase ekspulsi. Cara melakukan batuk yang baik adalah posisi badan membungkuk

21 sedikit ke depan sehingga memberi kesempatan luas kepada otot dinding perut untuk berkontraksi, sehingga menimbulkan tekanan intratorak. Tungkai bawah fleksi pada paha dan lutut, lengan menyilang di depan perut. Penderita diminta menarik napas melalui hidung, kemudian menahan napas sejenak, disusul batuk dengan mengkontraksikan otot-otot dinding perut serta badan sedikit membungkuk ke depan. Cara ini diulangi dengan satu fase inspirasi dan dua tahap fase ekspulsi. Latihan diulang sampai penderita menguasai. Penderita yang mengeluh sesak napas saat latihan batuk, diistirahatkan dengan melakukan Iatihan pernapasan diantara latihan batuk Terapi Fisik Dada Timbunan sekret yang sangat kental jika tidak dikeluarkan akan menyumbat saluran napas dan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman. Infeksi mengakibatkan radang yang menambah obstruksi saluran napas. Bila berlangsung terus sehingga mengganggu mekanisme batuk dan gerakan mukosilier, maka timbunan sekret merupakan penyulit yang cukup serius. Terapi fisik (fisioterapi) dada ditujukan untuk melepaskan dan membantu menggerakkan sekret dan saluran napas kecil ke trakea, dapat dilakukan dengan cara drainase postural, perkusi dinding dada, vibrasi menggunakan tangan (manual) atau dengan bantuan alat (mekanik). Perkusi dengan vibrasi cepat, ketukan dengan telapak tangan (clapping), atau memakai rompi perkusi listrik serta latihan batuk akan memperbaiki mobilisasi dan klirens sekret bronkus dan fungsi paru terutama pada penderita PPOK dengan produksi sputum yang meningkat (>30 ml/ hari). Drainase postural adalah cara membersihkan jalan napas dari lendir dengan meletakkan penderita pada berbagai posisi pada waktu tertentu sehingga gravitasi akan membantu aliran lendir. Lendir digerakkan dari bronkial ke bronkus dan

22 menuju trakea untuk dibatukkan. Posisi lobus yang akan didrainase diletakkan lebih tinggi daripada bronkus utama. Tindakan ini dilakukan 2 kali sehari selama 5 menit. Sebelum dilakukan drainase postural sebaiknya penderita minum banyak atau diberikan mukolitik, bronkodilator perinhalasi untuk memudahkan pengaliran sekret Latihan Fisik (Exercise Training) Latihan rekondisi merupakan kunci kesuksesan dalam program latihan pada penderita PPOK. Masalah yang sering dihadapi adalah bagaimana mendisain pola latihan secara individual dengan mempertimbangkan kelainan kardiovaskuler dan sistem rangka yang mungkin sudah terjadi. Program latihan harus mempertimbangkan tiga hal utama yaitu intensitas, spesifisiti dan reversibiliti. Latihan harus dilakukan sedikitnya tiga hingga lima hari seminggu dan intensitas latihan antara % dari cadangan ambilan oksigen (perbedaan antara ambilan oksigen pada waktu istirahat dengan ambilan oksigen maksimal). Latihan dilakukan selama lebih dari 20 menit secara kontiniu atau dengan interval. Latihan fisik sebanyak 20 sesi terbukti memberi manfaat yang lebih baik daripada 10 sesi. Sebagian program rehabilitasi melakukan latihan 3 kali seminggu diawasi langsung dengan durasi 3-4jam. Biasanya durasi program rehabilitasi selama 6 hingga 12 minggu. 25 Intensitas latihan yang rendah memperbaiki gejala penderita PPOK, kualitas hidup dan beberapa aspek aktivitas harian. Manfaat fisiologis lebih besar didapat pada intensitas latihan yang lebih berat. Intensitas latihan berat pada orang normal adalah intensitas tertentu yang dapat meningkatkan kadar laktat dalam darah. lntensitas melebihi 60% kapasitas puncak latihan dianggap cukup meningkatkan kemampuan. 38

23 Spesifisitas latihan penderita PPOK umumnya dilakukan dengan memusatkan perhatian pada latihan tungkai dengan menggunakan treadmill, sepeda statis atau dengan latihan berjalan secara incremental. Aktivitas latihan juga dilakukan terhadap otor-otot lengan dengan menggunakan arm cycle ergometer, free weights dan elastic bands. Latihan terhadap otot lengan dapat mengurangi sesak sewaktu aktivitas dengan menggunakan lengan dan menurunkan kebutuhan ventilasi sewaktu mengangkat lengan. Orang normal membutuhkan peningkatan ambilan oksigen sebanyak 16% dan peningkatan ventilasi 24% sewaktu mengangkat lengan. 18,30 Endurance exercise dilakukan dengan cara berjalan atau bersepeda termasuk latihan yang sering dilakukan dalam program rehabilitasi paru. Durasi latihan efektif harus melebihi 30 menit. Beberapa penderita sulit diperoleh durasi latihan yang kontiniu dan sebagai alternatif dapat dilakukan latihan secara interval dengan cara membagi durasi latihan menjadi beberapa sesi dengan selingan istirahat atau latihan dengan intensitas lebih rendah. Strength exercise dapat memberikan perbaikan massa dan kekuatan otot daripada endurance exercise. Oca dkk. melaporkan bahwa latihan bersepeda meningkatkan kapasiti fungsional penderita PPOK sebesar 19% lebih besar daripada uji jalan 6 menit yang hanya meningkatkan 1% kapasiti fungsional penderita. 38 Latihan fisik dapat mengurangi gejala sesak napas dengan cara mengurangi hiperinflasi dinamik pada penderita PPOK. Hiperinflasi dinamik terjadi pada saat latihan fisik yang menyebabkan peningkatan kebutuhan ventilasi dan berkurangnya waktu ekspirasi hingga terjadi air trapping. Latihan fisik menurunkan kebutuhan ventilasi dan frekuensi napas sehingga memberikan waktu yang cukup untuk ekspirasi dan mengurangi hiperinflasi paru. Desensitisasi

24 perasaan sesak terjadi di otak melalui mekanisme yang belum dapat dijelaskan. Kecemasan dan depresi pada penderita PPOK berkurang sebagai efek dari peningkatan kapasiti latihan. 25 Resistance training dilakukan dengan cara memberi beban tertentu terhadap kelompok otot kecil secara berulang. Alasan dilakukannya latihan ini karena pada penderita PPOK biasanya terjadi kelemahan otot perifer yang juga berperan pada kelelahan pada waktu latihan. Latihan yang dilakukan pada otot perifer dapat mengurangi sesak pada penderita. Spruit dkk. membandingkan efek resistance dengan endurance training pada penderita PPOK yang mengalami kelemahan otot tungkai. Terdapat hasil bermakna pada peningkatan jarak jalan 6 menit sebesar 54 meter tetapi tidak terdapat perbedaan hasil antara resistance dan endurance training pada penderita yang diteliti. 39 Peningkatan jarak minimum bermakna menurut rekomendasi British Thoracic Society (BTS) adalah 54 meter sedangkan menurut American Thoracic Society (ATS) 50 meter. 39 Gambar 2.4. Latihan fisik yang dapat dilakukan pada program rehabilitasi paru Kualitas Hidup Penderita Ppok Kualitas hidup adalah tingkat keadaan individu dalam lingkup kemampuan keterbatasan, gejala dan sifat psikososial untuk berfungsi dalam berbagai peran yang diinginkan dalam masyarakat dan merasa puas akan peran tersebut. Kualitas

25 hidup dapat menggambarkan pandangan individu akan kesejahteraan dan penampilannya pada berbagai bidang misalnya kemampuan fisik, okupasi, psikologis, interaksi sosial, hobi dan rekreasi. Konsep pengukuran kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan biasanya merujuk paling sedikit pada salah satu dari 4 domain atau komponen penting yaitu sensasi somatik, fungsi fisik, status emosi, atau psikososial dan interaksi sosial. Pengukuran kualitas hidup biasanya menggunakan kuesioner yang dapat mewakili 4 domain tersebut. Akan tetapi kuesioner kesehatan umum kurang sensitif terhadap derajat berat penyakit PPOK maka sering digunakan pengukuran spesifik misalnya St. George s Respiratory Questionaire (SGRQ) yang dikembangkan oleh Jones dkk, Clinical COPD Questionnaire (CCQ), MRC (Medical Research Council) Dyspnoe Scale, BODE Index, dan juga CAT (COPD assessment Test) yang merupakan kuesinoer paling baru yang sedang dikembangkan. 14 CAT pertama kali diperkenalkan pada tahun 2009, merupakan lembar penilaian yang mudah dan ringkas, dapat dipergunakan dalam praktik kedokteran sehari-hari, merupakan lembar penilaian yang dapat digunakan untuk menilai seluruh aspek pada penderita PPOK, dan juga meningkatkan komunikasi antara dokter dan penderita. Walaupun CAT hanya terdiri dari beberapa buah pertanyaan saja, namun sudah mencakup area luas yang dapat menilai kualitas hidup penderita. Validasi terhadap CAT telah dilakukan di Amerika Serikat dan di beberapa negara di Eropa, diharapkan juga efektif di Asia. 40 Berdasarkan data yang telah diambil dari enam negara telah membuktikan bahwa pengukuran CAT telah melingkupi seluruh penilaian penderita PPOK. Data tersebut juga telah membuktikan bahwa CAT relevan dengan populasi PPOK dan dapat digunakan secara global. CAT merupakan kuesioner dengan delapan pertanyaan. Pertanyaan-

26 pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang sangat mudah. Penderita harus menjawab dengan memberi tanda silang pada angka yang memberikan gambaran terbaik kondisinya saat itu. Dokter tidak boleh mengarahkan jawaban yang akan diberikan kepada penderita. Setiap pertanyaan memiliki nilai dari 0 sampai 5. 0 artinya kondisinya sangat baik dan 5 berarti kondisinya sangat tidak baik. Namun lembar penilaian tidak memberikan nilai ukur terhadap skor 0-5 untuk setiap pertanyaan yang sudah ada, oleh karena itu untuk memudahkan proses pengisian lembar CAT, maka peneliti memberi penjelasan terhadap makna skor 0-5 dari setiap lembar penilaian CAT. 41 Delapan pertanyaan tersebut adalah (lembar penilaian CAT terlampir) : a. Kondisi batuk penderita b. Kondisi dahak penderita c. Apakah ada rasa berat di dada d. Bagaimana kondisi sesak napas saat mendaki/naik tangga e. Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari f. Apakah ada kekhawatiran untuk keluar dari rumah akibat penyakit yang dideritanya g. Apakah penderita dapat tidur dengan nyenyak atau tidak h. Apakah penderita merasa bertenaga atau tidak

27 Tabel 2.2. Lembar Praktis Penggunaan COPD Assessement Test (CAT) Skor CAT Level Gambaran klinis terhadap skor CAT Penatalaksanaan yang mungkin dilakukan 30 Sangat tinggi Penderita harus Pada kondisi ini penderita sangat sulit untuk melakukan aktifitasnya, setiap hari ia akan terganggu akan penyakit PPOKnya. Penderita juga kan sulit walau hanya akan melakukan aktivitas seperti mandi atau sekedar keluar dari rumah. Bahkan terkadang penderita akan sulit untuk meninggalkan tempat tidur atau kursinya. Pada kondisi ini, penderita sering menjadi lelah menjadi manumur yang tidak berguna 20 Tinggi PPOK menggangu hampir seluruh aktivitasnya. Penderita akan merasa sesak walau hanya mandi, memakai baju atau berjalan di sekitar rumahnya. Penderita juga terkadang merasa sesak saat berbicara. Penderita sering merasa lelah dan merasa nyeri di dada yang dapat mengganggu tidur mereka. Pada keadaan ini penderita merasa semua aktivitas memerlukan tenaga yang besar. Terkadang penderita juga merasa stress dan panik terhadap penyakitnya mendapatkan perhatian yang serius - Harus mendapatkan pengobatan spesialis - Pertimbangkan pemberian dari obat tambahan - Rujuk ke rehabilitasi paru - Pertimbangkan pendekatan pengobatan terbaik untuk mencegah terjadinya eksaserbasi Sedang PPOK merupakan masalah utama penderita ini. Mereka kadang memiliki beberapa hari yang baik dalam satu minggu, tetapi tetap mengeluhkan selalu adanya batuk disertai dahak setiap hari, dan mengalami satu atau lebih eksaserbasi setiap tahunnya. Penderita sering terbangun dari tidur karena keluhan sesak napas. Penderita hanya dapat melakukan aktifitas harian dengan perlahanlahan - Periksa pengobatan yang telah diberikan selama ini. Sudah optimal apa belum. - Rujuk ke pusat rehabilitasi paru - Pertimbangkan pendekatan pengobtan terbaik untuk mencegah terjadinya eksaserbasi - Periksa faktor pemberat. Apakah penderita masih

28 merokok? < 10 Rendah Penderita tidak terlalu mengeluhkan gejala PPOK, tetapi terkadang mengganggu aktifitas. Penderita mengeluhkan adanya batuk dalam beberapa hari setiap minggunya, dan mengalami sesak napas ketika berolahraga atau bekerja keras. Penderita juga mudah mengalami kelelahan. - Berhenti merokok - Vaksinasi influenza setiap tahun - Cegah terpapar dengan faktor risiko - Berikan pengobatan sesuai dengan hasil pemeriksaan Uji jalan 6 menit Pada awal tahun 1960 Balke mengembangkan uji sederhana untuk mengevaluasi kapasitas fungsional dengan mengukur jarak jalan dalam periode waktu tertentu. Uji jalan 12 menit dikembangkan untuk menilai hasil latihan orang sehat dan penderita bronkitis kronik. Uji jalan 6 menit dikembangkan dan ternyata hasilnya sebaik 12 menit, lebih mudah ditoleransi penderita dan lebih menggambarkan keadaan aktivitas sehari-hari. Indikasi utama uji jalan 6 menit adalah untuk mengukur respon pengobatan penderita dengan kelainan jantung atau paru derajat ringan sampai berat. Indikasi lain adalah untuk mengukur status fungsional penderita dan memprediksi mortaliti dan morbiditi penyakit. Uji jalan 6 menit mempunyai korelasi bermakna dengan konsumsi oksigen maksimum (r=0,73) dan mempunyai korelasi bermakna dengan pengukuran kualitas hidup. 42,43

29 2.5. Kerangka Teoritis Inflamasi berulang Faktor Risiko 1. Asap Rokok 2. Polusi Udara Perubahan struktur Hambatan aliran udara 3. Stress Oksidatif 4. Gen 5. Tumbuh kembang Paru PPOK Penurunan kapasitas fungsional Penurunan kualitas hidup Peningkatan kapasitas fungsional Rehabilitasi paru Peningkatan kualitas hidup Gambar 2.5. Kerangka Teoritis

30 2.6. Kerangka Kerja PPOK stabil derajat ringan sampai berat Memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi Penilaian CAT dan uji jalan 6 menit Perlakuan Rehabilitasi 8 minggu Penilaian CAT dan uji jalan 6 menit pada setiap tahapan latihan Analisis statistik Gambar 2.6. Kerangka Kerja 2.7 Hipotesis Adanya peningkatan kualitas hidup penderita PPOK setelah menjalani program rehabilitasi paru Adanya peningkatan kapasitas fungsional penderita PPOK setelah menjalani program rehabilitasi paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Global initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Global initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Menurut Global initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) definisi PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) telah berkembang menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas di dunia yang makin penting. PPOK menjadi penyakit berbahaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyebab mortalitas terbesar kelima di dunia dan menunjukkan peningkatan jumlah kasus di negara maju dan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan, sehingga diperlukan suatu kajian yang lebih menyeluruh mengenai determinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) menurut GOLD (Global

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) menurut GOLD (Global BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK Definisi PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) menurut GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease) adalah penyakit paru kronik

Lebih terperinci

ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN

ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK Juniartha Semara Putra ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) mengartikan Penyakit Paru Obstruktif Kronik disingkat PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai karakteristik keterbatasan aliran nafas yang persisten, bersifat progresif dan berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spirometri adalah salah satu uji fungsi paru yang dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) (Health Partners, 2011). Uji fungsi paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah mengalami perubahan yang sangat besar. Saat ini orang cenderung memiliki gaya hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini sangat memberi berbagai dampak, baik itu dampak positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Serangan asma masih merupakan penyebab utama yang sering timbul dikalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan penyakit paru obstruktif kronik telah di bahas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022/MENKES/ SK/XI/2008 tentang pedoman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Prevalensipenyakit paru obstruktif kronikdisingkat dengan PPOKterus

BAB 1 PENDAHULUAN. Prevalensipenyakit paru obstruktif kronikdisingkat dengan PPOKterus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prevalensipenyakit paru obstruktif kronikdisingkat dengan PPOKterus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah perokok, polusi udara dari industri dan asap kendaraan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya Bab I Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya reversibel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sudah mulai menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sudah mulai menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sudah mulai menjadi masalah kesehatan yang membutuhkan perhatian, dimana jumlah penderita PPOK di Indonesia meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk proses respirasi. Respirasi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke arah yang lebih baik di Indonesia, mempengaruhi pergeseran pola penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek

BAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek ekstraparu yang signifikan dan berpengaruh terhadap keparahan penderita. Menurut GOLD (Global

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan adanya trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibutuhkan manusia dan tempat pengeluaran karbon dioksida sebagai hasil sekresi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibutuhkan manusia dan tempat pengeluaran karbon dioksida sebagai hasil sekresi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paru-paru merupakan salah satu organ vital pada manusia yang berfungsi pada sistem pernapasan manusia. Bertugas sebagai tempat pertukaran oksigen yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Tingkat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat merupakan bagian yang terpenting dalam kehidupan, tetapi masih banyak masyarakat di Indonesia yang belum peduli dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for Asthma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok menimbulkan berbagai masalah, baik di bidang kesehatan maupun sosio-ekonomi. Rokok menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti gangguan respirasi, gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru

Lebih terperinci

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit sistem pernapasan merupakan penyebab 17,2% kematian di dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 5,1%, infeksi pernapasan bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini telah menjadi enam

Lebih terperinci

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DEFINISI PPOK Penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah suatu penyakit progresif yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang masuk terjadi secara ireversibel, Sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mempengaruhi 15 juta orang Amerika dan mengakibatkan kematian 160.000 jiwa pertahun, peringkat ke-empat sebagai penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. A. Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya

Lebih terperinci

STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.

STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No. LAMPIRAN 1 STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.RM : Tanggal I. DATA PRIBADI 1. Nama 2. Umur 3. Alamat 4. Telepon

Lebih terperinci

LATIHAN BATUK EFEKTIF DAN NAFAS DALAM PADA KLIEN DENGAN PNEMONIA. Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat

LATIHAN BATUK EFEKTIF DAN NAFAS DALAM PADA KLIEN DENGAN PNEMONIA. Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat LATIHAN BATUK EFEKTIF DAN NAFAS DALAM PADA KLIEN DENGAN PNEMONIA A. Pengertian 1. Batuk efektif Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati. Penyakit ini berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik pada jalan

Lebih terperinci

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang BAB I A. LATAR BELAKANG Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan penyebab utama dari morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang menderita akibat PPOK. PPOK merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peringkat kelima di seluruh dunia dalam beban penyakit dan peringkat

BAB I PENDAHULUAN. peringkat kelima di seluruh dunia dalam beban penyakit dan peringkat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah masalah kesehatan secara global yang sejak tahun 2001 merupakan masalah utama dalam kesehatan masyarakat. PPOK diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Asma merupakan penyakit yang sering di jumpai di masyarakat, asma

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani KEDARURATAN ASMA DAN PPOK Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta WORKSHOP PIR 2017 PENDAHULUAN PPOK --> penyebab utama mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latihan fisik merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran. Seseorang dengan aktivitas fisik rendah memiliki 20% sampai 30% lebih tinggi risiko

Lebih terperinci

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI TIDUR Tidur suatu periode istirahat bagi tubuh dan jiwa Tidur dibagi menjadi 2 fase : 1. Active sleep / rapid eye movement (REM) 2. Quid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Penyakit asma menjadi masalah yang sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala yang berhubungan dengan luas inflamasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, terdapat sekitar 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia (Kementerian Kesehatan, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari penyebab kasus mortalitas dan morbiditas di negara-negara dengan. pendapatan tinggi dan pendapatan rendah.

BAB I PENDAHULUAN. dari penyebab kasus mortalitas dan morbiditas di negara-negara dengan. pendapatan tinggi dan pendapatan rendah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama dua dekade terakhir ini, telah terjadi transisi epidemiologis yang signifikan dimana penyakit tidak menular telah menjadi beban utama, meskipun beban

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang biasanya progresif

Lebih terperinci

Pemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll

Pemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll LAMPIRAN 1 Lembaran Pemeriksaan Penelitian Nama : Umur :...tahun Tempat / Tanggal Lahir : Alamat : Pekerjaan : No telf : No RM : Jenis kelamin : 1. Laki laki 2. Perempuan Tinggi badan :...cm Berat badan

Lebih terperinci

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA Siti A. Sarah M, 2011. Pembimbing I : dr.jahja Teguh Widjaja,Sp.P.,FCCP Pembimbing II: dr.sijani

Lebih terperinci

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma 2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma penatalaksanaan asma terbaru menilai secara cepat apakah asma tersebut terkontrol, terkontrol sebagian

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk dinding

Lebih terperinci

1. Batuk Efektif. 1.1 Pengertian. 1.2 Tujuan

1. Batuk Efektif. 1.1 Pengertian. 1.2 Tujuan MAKALAH BATUK EFEKTIF 1. Batuk Efektif 1.1 Pengertian Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah mengeluarkan dahak secara maksimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerak adalah aktivitas fisik dan merupakan ciri kehidupan. Sesuai dengan pepatah yang mengatakan Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, maka aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang. Tak ada satupun orang yang menginginkan dirinya mengalami sakit, apalagi ketika orang tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Pernafasan Pernafasan mencakup dua proses: pernafasan eksterna, yaitu penyerapan oksigen (O 2 ) dan pengeluaran karbondioksida (CO 2 ) dari tubuh secara keseluruhan;

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pada penelitian ini kerangka konsep mengenai karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut akan diuraikan berdasarkan variabel katagorik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asma bronkial merupakan penyakit kronik tidak menular yang paling sering dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri berkorelasi

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18 1. Perhatikan gambar berikut! Image not found http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/bio9-18-01.png Bagian yang ditunjukkan

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas

Lebih terperinci

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman : 1. Pengertian Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan dianggap sebagai peristiwa fisiologis yang memang harus dialami oleh semua makhluk hidup. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis dapat bersifat acute maupun chronic ( Manurung, 2008). Bronchitis adalah suatu peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan penyakit umum pada masyarakat yang di tandai dengan adanya peradangan pada saluran bronchial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermiten yang bersifat reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit paru-paru obstriktif kronis ( Chronic Obstrictive Pulmonary

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit paru-paru obstriktif kronis ( Chronic Obstrictive Pulmonary BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru-paru obstriktif kronis ( Chronic Obstrictive Pulmonary Diseases- COPD) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebagai penyebab kesakitan dan kematian di dunia yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebagai penyebab kesakitan dan kematian di dunia yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebagai penyebab kesakitan dan kematian di dunia yang cukup luas dan menjadi masalah ekonomi dan sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Walaupun penyakit asma mempunyai tingkat fitalitas yang rendah namun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001) BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma. Penyakit Paru Obstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Saat ini asma semakin berkembang menjadi penyakit pembunuh bagi masyarakat di dunia, selain penyakit jantung. Serangan yang terjadi akibat asma menjadi momok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic obstructive pulmonary disease) merupakan penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatanaliran udara di saluran

Lebih terperinci

TESIS OCTARIANY PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

TESIS OCTARIANY PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI TESIS ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK SETELAH MENGIKUTI PROGRAM REHABILITASI PARU YANG DINILAI DENGAN COPD ASSESSMENT TEST (CAT) DAN UJI JALAN 6 MENIT OCTARIANY A PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas berbeda tiap negara namun secara umum terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas berbeda tiap negara namun secara umum terkait BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. EPIDEMIOLOGI Saat ini penyakit paru obstruksi kronik (PPOK ) merupakan masalah kesehatan global. Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas berbeda tiap negara namun secara

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA A. Organ-Organ Pernapasan Bernapas merupakan proses yang sangat penting bagi manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif

Lebih terperinci

TESIS O C T A R I A N Y PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIS DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

TESIS O C T A R I A N Y PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIS DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI TESIS ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS SETELAH MENGIKUTI PROGRAM REHABILITASI PARU YANG DINILAI DENGAN COPD ASSESSMENT TEST (CAT) DAN UJI JALAN 6 MENIT O C T A R I A N

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi

Lebih terperinci

EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI Tinjauan Kepustakaan V Selasa 7 Januari 2014 EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI Penyusun: Rina Puspasari S., dr. Pembimbing: Marina Moeliono, dr., SpKFR(K) Penilai: Marietta Shanti P., dr.,

Lebih terperinci

CURRICULUM VITAE. Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam

CURRICULUM VITAE. Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam CURRICULUM VITAE Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam Email: nurahmad_59@yahoo.co.id Jabatan: Ketua Divisi Pulmonologi Dept.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun 2013 mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur adalah 4,5 %. Prevalensi asma

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat kaitannya. Pasien dengan diabetes mellitus risiko menderita penyakit kardiovaskular meningkat menjadi

Lebih terperinci