PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN DAGING SAPI POTONG OLEH DINAS PERTANIAN PETERNAKAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN (DISPERNAKBUNHUT)KOTA PADANG ARTIKEL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN DAGING SAPI POTONG OLEH DINAS PERTANIAN PETERNAKAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN (DISPERNAKBUNHUT)KOTA PADANG ARTIKEL"

Transkripsi

1 PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN DAGING SAPI POTONG OLEH DINAS PERTANIAN PETERNAKAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN (DISPERNAKBUNHUT)KOTA PADANG ARTIKEL DisusunUntukMemenuhiPersyaratan DalamMemperolehGelarSarjanaHukum Oleh : SRI FITRI AMALIA BagianHukumPerdata FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG

2 2

3 PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN DAGING SAPI POTONG OLEH DINAS PERTANIAN PETERNAKAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN (DISPERNAKBUNHUT) KOTA PADANG Sri Fitri Amalia 1, Syafril 1, Adri 1 Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta amalia.srifitri@yahoo.com ABSTRAK Supervision of the circulation of beef as a producer of animal protein necessary for human growth needs to make beef demand increases. With the growing demand for beef slices make businessmen sell meat beef unfit consumed to the community which resulted in the incidence of loss. The issue raised in this thesis are (1) how doe s the mechanism of surveillance conducted against Dispernakbunhut animal health prior to the cuts of beef (2) how can the mechanisms of Dispernakbunhut surveillance after viability of the beef cut that is circulating in the Community (3) how is the form of the responsibility of the perpetrators of the attempt against the beef cut that is unfit for consumption by the consumer. This type of research is the juridical sociological. Data obtained through interviews and documents. The data were analyzed qualitatively. From research it can be concluded that (1) the form of the supervision carried out by the Dispernakbunhut in the form of an examination in the Ante-mortem health checks i.e. animals before the cut is done by a veterinarian or the designated officer under the supervision of a veterinarian according the procedures defined and concludes with an examination of Postmortem examination eligibility meat safe to consume society. Meat that pass inspection are given "stamp" indicates that the meat deserves to be marketed (2) Supervision after the beef pieces were released on the society conducted by UPT marketing advice with retrieval sempel beef cut randomly in dadakkan inspection to check there or not one finds beef cut that is not feasible is consumed (3) forms of liability do businessmen against the sale of beef cut that is not worthy of consumer consumption i.e. indemnify experienced by consumers with a decent piece of beef for consumption for consumers. Keywords: Supervision, Beef, Department of Farm Pendahuluan manusia Indonesia. Penduduk Indonesia Daging sapi merupakan salah satu komoditas yang selama ini memberikan andil terhadap perbaikan gizi masyarakat Indonesia, khususnya protein hewani yang sangat dibutuhkan untuk kebutuhan hidup sekarang ini mulai sadar akan kebutuhan gizi yang berasal dari hewani atau daging. Dengan meningkatnya perkembangan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan perbaikan taraf hidup penduduk di 3

4 Indonesia, maka permintaan produk-produk untuk mencukupi gizi semakin meningkat, begitu juga dengan permintaan akan bahan pangan seperti permintaan protein hewani. Seiring dengan meningkatan permintaan protein hewani seperti daging terutama pada bulan-bulan tertentu menjelang hari besar keagamaan seperti lebaran idul fitri, lebaran idul adha, natal, tahun baru serta upacara adat membuat 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaran Perlindungan Konsumen sebagai berikut : a. Pengawasan oleh pemerintah dilakukan terhadap pelaku usaha dalam memenuhi standar mutu produksi barang/atau jasa, pencantuman lebel dan klausula baku, promosi, pengiklanan, serta pelayanan penjualan barang dan/atau jasa. b. Pengawasan sebagaimana dimaksud permintaan daging sapi meningkat yang dalam ayat (1) dilakukan dalam proses mana membuat pelaku usaha menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari masyarakat yang membutuhkan daging sapi tanpa memperdulikan akibat yang ditimbulkan terhadap masyarakat yang mengkonsumsinya. Maka diperlukan adanya pengawasan pemerintah terhadap penjualan daging sapi pada bulan dan hari tertentu agar masyarkat tidak dirugikan.ditinjau dari Pasal 8 pada produksi, penawaran, promosi, pengiklanan, dan penjualan barang/atau jasa. c. Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disebarluaskan kepada masyarakat. d. Ketentuan mengenai tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditet apkan oleh menteri dan atau menteri teknis terkait bersamasama atau sendiri-sendiri sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun bidang tugas. 4

5 Khususnya di Kota Padang pengawasan dimulai dari Dinas Pertanian Perternakan Perkebunan dan Kehutanan (selanjutnya disebut Dispernakbunhut) Kota Padang yang memulai pemeriksaanya dari Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan diatas permasalahan yang dapat dirumuskan untuk selanjutnya diteliti dan dibahas dalam penulisan ini yaitu sebagai berikut: Rumah Pemotongan Hewan (selanjutnya 1. Bagaimanakah mekanisme pengawasan disebut RPH) yang merupakan tempat awal yang dilakukan Dispernakbunhut sebelum daging sapi potong diedarkan pada terhadap kesehatan hewan sebelum masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 61 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan yaitu: Pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus: a. Dilakukan di rumah potong; b. Mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan. Dispernakbunhut Kota Padang juga harus mensosialisasikan kepada konsumen ciri-ciri dari daging sapi yangbermasalah baik di media massa maupun menempelkan selebaran di pasar-pasar. dilakukan pemotongan daging sapi? 2. BagaimanakahmekanismeDispernakbunh ut melakukan pengawasan terhadap kelayakan sesudah daging sapi potong yang beredar dimasyarakat? 3. Bagaimanakah bentuk tanggungjawab pelaku usaha terhadap daging sapi potong yang tidak layak untuk dikonsumsi oleh konsumen? Dengan adanya permasalahan di atas, penelitian yang dilakukan untuk membahas permasalahan tersebut mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui mekanisme pengawasandilakukan 5

6 Dispernakbunhutterhadap kesehatanhewan sebelum dilakukan pemotongan daging sapi. 2. Untuk mengetahui mekanismedispernakbunhutmelakukan pengawasan terhadap daging sapi potong yang beredar dimasyarakat. 3. Untuk mengetahui bentuk tanggungjawab pelaku usaha terhadap daging sapi potong yang tidak layak untuk dikonsumsi oleh konsumen. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum sosiologis yaitu dengan Perkebunan dan Kehutanan ( yangselanjutnya disebut Dispernakbunhut) Kota Padang. Dalam penelitian ini mempunyai dua sumber data, yaitu data primer dan data sekunder: a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsungdarisumbernya baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti.data primer yang dilakukan cara melihat norma hukum yang ada dengan efektifitas aturan-aturan tersebut dilapangan. dalam penelitian ini yaitu, denganinforman wawancara Kepala Penelitian ini juga mengumpulkan data dari bahan-bahan kepustakaan untuk mendapat data sekunder dan juga penelitian terhadap fakta efektifitas hukum dalam kehisupan masyarakat, yang dihubungkan dengan rumusan penelitian yang membahasa pengawasan terhadap peredaran daging sapi potong oleh Dinas Pertanian Peternakan Dispernakbunhut, dokter hewan Dispernakbunhut dan 3 (tiga) orang narasumber pedagang penjual daging sapi yang berada di Pasar Raya Padang, Pasar Siteba, dan Pasar Lubuk Buaya. b. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang didapatkan dari dokumen-dokumen 6

7 resmi, buku-buku, yang berhubungan Pasar Tradisional Pusat dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundangundangan.data sekunder terbagi: 1) Bahan Hukum Primer Bahan-bahan hukum yang mangikat terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian.bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah: a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. c) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Perbelanjaan dan Toko Modern. e) Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012 tentang kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesehatan Hewan. f) Peraturan Menteri Pertanian Nomor 381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan. g) Peraturan Menteri Nomor 13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Rumnansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant). h) SK Menteri Pertanian Nomor dan Pengawasan Penyelenggaran 555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang Perlindungan Konsumen d) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 Syarat-syarat Rumah potong Hewan dan Usaha Pemotongan Hewan. tentang Penataan dan Pembinaan 7

8 i) Keputusan Menteri Pertanian memberikan gambaran tentang objek Nomor 413/Kpts/TN.310/7/1992 penelitian secara tepat dan benar. tentang Pemotongan Hewan Ada 2 (dua) teknik cara Potong dan Pangan Daging. j) Keputusan Menteri Perdagangan pengumpulan yaitu: data dalam penelitian ini Nomor 107/MPP/Kep/2/1998 a. Wawancara tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern. 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah Wawancara adalah pengumpulan data untuk memperoleh keterangandengan melakukan tanya jawab secara lisan dengan informan. Pada penelitian ini wawancara dilakukan dengan Ibu Muthia Hanum sebagai dokter hewan di Dispernakbunhut hukum yang terkait penelitian ini. 3) Bahan Hukum Tersier dengan objek Kota Padang dan juga terhadap Bapak Nafis sebagai pelaku usaha daging sapi potong di Pasar Siteba Kota Padang.Wawancara ini Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang dilakukan dengan teknik semi terstruktur yaitu penulis akan mempertanyakan memberikan petunjuk atau penjelasan beberapa pertanyaan yang telah disusun terhadap bahan hukum primerdan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia dan lain-lain. Baik data primer ataupun data sekunder tersebut diharap dapat terlebih dahulu kemudian dikembangkan sesuai dengan masalah yang diteliti. b. Studi Dokumen Studi dokumen adalah data kepustakaan yang diperoleh melalui 8

9 penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundangundangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian.dalam penelitian ini penulis mendatangi 3 (tiga) perpustakaan: a) Perpustakaan Universitas Bung Hatta b) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta c) Badan Perpustakaan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan dapat diketahui bahwa bentuk pengawasan daging yang dilakukan di Dispernakbunhut Kota Padang yaitu : 1. Tahap Peneriman dan Penampungan Hewan Dari hasil wawancara yang penulis dapatkan beberapa point penting dalam tahap penerimaan dan penampungan hewan yakni: a. Hewan ternak yang baru data di RPH harus diturunkan dengan alat angkut secara hati-hati dan tidak membuat hewan stress. b. Dilakukan pemeriksaan dokumen (surat kesehatan hewan, surat keterangan hewan, surat karantina). c. Hewan ternak terlebih dahulu di kandang penampung minimal 12 jam sebelum dipotong sebgaimana diatur dalam SK Menteri Pertanian Nomor 143/Kpts/TN.310/7/1992. Sebelum disembelih ternak harus diistirahatkan selama jam tergantung iklim, jarak antara asal ternak ke rumah potong hewan, cara tranportasi. Hal ini dilakukan agar ternak tidak stress, pada saat disembelih dara dapat keluar semua. 2. Tahap Pemeriksaan Ante-mortem Pemeriksan Ante-mortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan sebelum hewan dipotong.pemeriksaan kesehatan 9

10 sebelum hewan disembelih dilakukan sesuai kaidah pemeriksaan, mulai dari penampilan luar apakah terdapat kulit jelek, peyakit kulit dan sebagainya. segera mengambil tindakkan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. d. Hewan potong yang telah dipemeriksaan kesehatannya akan Dalam pengertian Ante-mortem diberi tanda: ini sendiri terdapat beberapa poin penting diantaranya: a. Pemeriksaan Ante-mortem dilakukan oleh dokter hewan atau petugas yang di tunjuk dibawah pengawasan dokter hewan sesuai dengan produsen yang (1). SL untuk Hewan potong yang sehat dan layak untuk dipotong. (2). TSL untuk Hewan potong yang tidak sehat dan/atau tidak layak untuk dipotong. 3. TahapPersiapan ditetapkan (Surat Keputusan Penyembelihan/Pemotongan Bupati/Walikota/Kepala Dinas) Pada tahap penyembelihan ini b. Hewan ternak dinyatakan sakit atau diduga sakit dan tidak boleh dipotong prosedur persiapan pemotongan yaitu: sebelum dilakukan atau di tunda pemotongannya, harus segera dipisahkan dan ditempatkan pada kandang isolasi untuk pemeriksaan lebih lanjut. c. Apabila ditemukan penyakit menular atau zoonosis, maka dokter hewan atau petugas yang ditunjuk dibawah pengawasan dokter hewan harus a. Ruang proses produksi dan perawatan harus dalam kondisi bersih sebelum dilakukan penyembelihan/pemotongan. b. Hewan ternak ditimbang sebelum dipotong. c. Hewan ternak dibersihkan terlebih dahulu dengan air (disemprot air) 10

11 sebelum memasuki ruang pemotongan. d. Hewan ternak digiring dari kandang penampungan ke ruang d. Tubuh dibelah menjadi dua bagian rongga perut dan rongga dada. e. Bagian-bagian organ atau tenunan yang berlemak dikeluarkan. pemotongan. Dalam melakukan 4. Tahap Penyembelihan Pada tahap ini langkah yang akan dilakukan dalam penyembelihan sebagai berikut: a. Merobohkan sapi dengan cara tertentu yang telah diatur dengan bantuan ring dan tali. b. Penyembelihan dilakukan dengan pemotongan vena Jugularis (bagian leher) sehingga darah dapat keluar dengan sempurna darah yang ditampung dalam bak/ember. Untuk itu posisi leher saat dipotong harus lebih rendah dari posisi badan. c. Dengan dibantu air untuk membersihkan kulit luar mulai dilakukan pengulitan. penyembelihanpisauyangdipakaiharuslah benar-benar tajamsehinggadalamprosespemotongand apatdengan mudahputusnyapembuluhdarah(vena&ar terijugularis),kerongkongan(oesophagus ) danbatangtenggorokan (trachea). Agarhewanjugatidakmengalami kesakitanyangberkepanjangan.saatpemo tonganharusmenyebutkanniatdanasmaal lah sebagai syarat pemotongan yang halal. Penangganan hewan dan daging di RPH yang kurang baik dan tidak higienis akan berdampak terhadap kehalalan, mutu dan keamana daging yang dihasilkan dan berdampak pada kesehatan masyarakat. 11

12 Oleh karna itu penerapan system jaminan mutu dan keamanan pangan di RPH sangatlah penting, atau tidak dikatakan pula sebagai penerapan sistem produk aman pada RPH.Aspek yang perlu diperhatikan dalam sistem tersebut adalah higienis, sanitasi, kehalalan, dan kesejahteraan hewan. 5. Tahap Pengulitan dan Pengeluaran Jeroan Setelah hewan selesai disembelih maka tahap selanjutnya adalah tahap pengulitan dan pengeluaran jeroan dapat diuraikan yaitu: a. Sebelum proses pengulitan dilakukan pengikatan pada saluran makan di leher dan anus, sehingga isi lambung dan feses tidak keluar dan mencemari kerakas. b. Pengulitan dilakukan bertahap, diawali membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis dada dan c. Irisan dilanjutkan sepanjang permukaan dalam (medial) kaki. d. Kulit dipisah mulai dari bagian tengah ke punggung. e. Pengulitan dilakukan hati-hati agar tidak terjadi kerusakkan pada kulit terbuangnya daging. Sedangkan pengeluaran jeroan yakni: a. Rongga perut dan rongga dada dibuka dengan membuat irisan sepanjang garis perut dan dada. b. Organ-organ yang ada di rongga perut dan dada dikeluarkan dan dijaga agar rumen dan alat pencernaan lainnya tidak robek. c. Dilakukan pemisahan antara jeroan merah (hati, jantung, paru -paru, tenggorokkan, limpa, ginjal, dan lidah) dan jeroan hijau (lambung, usus, lemak dan esophagus). 6. Tahap Pemeriksaan Post-mortem bagian perut. 12

13 Pengertian Post-mortemadalah daging sapi potong di pasarkan pada pemeriksaan kesehatan jeroan dan karkas setelah disembelih yang dilakukan oleh petugas yang berwenang. Pada tahap pemeriksaan ini hal terpenting yaitu: a. Pemeriksaan Post-mortem dilakukan oleh dokter hewan. b. Pemeriksaan terhadappostmortemdilakukan terhadap kepala, isi rongga dada, dan perut serta karkas. c. Karkas dan organ yang dinyatakan ditolak atau dicurigai harus segera dipisahkan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. d. Daging yang lulus pemeriksaan diberi cap SL yang menandakan bahwa daging lulus pemeriksaan serta menjamin bahwa daging aman, sehat dan utuh. Mengenai masyarakat dilakukan dengan cara melakukan sidak dadakan pada saat menjelang hari besar keagamaan dan memberikan pamflet-pamflet yang berisikan tentang daging sapi potong yang layak dikonsumsi yang mana nantinya ditempel ditempat umum oleh pihak pasar atau pihak UPT. Sarana Pemasaran yang melakukannya. Sidak yang dilakukan pihak UPT Sarana Pemasaran Dispernakbunhut dilakukan dibeberapa pasar tradisional Kota Padang secara acak dengan mengambil sampel daging sapi tersebut. Jika ditemukan adanya pelanggaran penjualan daging sapi yang tidak layak dikonsumsi maka akan dilakukan rapat untuk membicarakan hal yang akan dilakukan dan surat tindak lanjut untuk memanggil pedagang daging sapi yang terbukti positif telah menjual daging mekanismedispernakbunhut melakukan sapi tidak layak dikonsumsi pada pengawasan terhadap kelayakkan sesudah konsumen. 13

14 Bentuk peringatan yang diberikan kepada penjual daging sapi yang tidak layak dikonsumsi tersebut adalah diberikannya adanya kekuatan hukum dalam perjanjian yang dilakukan tersebut. Dari hasil wawancara penulis peringatan dengan cara teguran dan akan dengan Bapak Nafis ditemukan bahwa dilakukan sidak secara mendadak kepada penjual tersebut, peringatan ini diberikan untuk pedagang yang telah melakukan penjualan daging sapi yang tidak layak dikonsumsi tersebut sebanyak satu sampai dua kali. Namun apabila pedagang daging tersebut masih melakukan penjualan untuk ketiga kalinya maka pedagang tersebut akan dipanggil ke Dispernakbunhut Kota Padang dan melakukan perjanjian secara tertulis yang berisikan tentang bahwa apabila ia terbukti dan kedapatan melakukan penjualan daging sapi tidak layak konsumsi lagi di pasar tradisional tersebut maka kasusnya akan diselesaikan di Pengadilan. Perjanjian tersebut dibuat dihadapan Kepala UPT Dispernakbunhut bagian Sarana Pemasaran dengan menempelkan materai 6000 sebagai pernah terjadi protes atau keluhan konsumen kepada dirinya atas penjualan daging sapi yang tidak layak dikonsumsi, yang mana penjualan daging sapi yang tidak layakkonsumsi itu terjadi karena proses penyimpanan daging sapi tersebut dilakukan dengan cara yang tidak benar. Pada saat proses penyimpanan es balok hanya dapat digunakan dalam jangka waktu 5-6 jam sebelum proses penjual. Namun pada kasus ini pelaku usaha daging tidak mengganti es balok tersebut sehingga daging tersebut menjadi busuk. Pada saat terjadi proses jual beli pelaku usahamengaku sedang tidak berada ditempat dan yang melakukan penjualan pada saat itu adalah pegawainya sendiri, dimana si pegawai tersebut tidak mengetahui bahwa daging sapi itu adalah daging sapi yang tidak layak konsumsi. 14

15 Dengan adanya protes yang dilakukan oleh konsumen tersebut maka konsumen meminta uangnya untuk dikembalikan, namun pihak dari pedagang tidak mau menganti kerugian dalam bentuk uang.ia ingin memberikan tanggung jawabnya dengan cara mengganti rugi daging tersebut dengan daging sapi baru yang segar. Berdasarkan kasus diatas bentuk Tanggung jawab yang akan dilakukan oleh pelaku usaha dalam bentuk perlindungan terhadap hak konsumen yaitu berupa tanggung jawab mutlak. Tanggung jawab Sarana Pemasaran.Untuk dapat menyelesaikan sengketa di pengadilan dilakukan dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan. Sedangkan untuk peyelesaian sengketa diluar pengadilan dilakukan dengan cara mediasi, konsolidasi dan arbitrase. Dalam kasus ini penyelesaiannya dilakukan secara musyawarah antara konsumen dengan pelaku usaha. Pelaku usaha menanggapi protes konsumen atas daging tidak layak tersebut dengan cara pemberian ganti kerugian tidak dalam bentuk uang melainkan dalam bentuk mutlak adalah dimana produsen wajib penggantian daging yang layak untuk bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas penggunaan produk yang dipasarkannya. Apabila dalam kasus tersebut tidak ditemui kata sepakat maka dapat diselesaikan melalui pengadilan umum atau penyelesaian diluar pengadilan, seperti mengajukan laporan kepada pihak UPT. dikonsumsi konsumen tersebut. Ucapan Terimakasih Pada Kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak Syafril, S.H., M.H., selaku Pembimbing I dan Bapak H. Adri, S.H., M.H., selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk 15

16 memberikan bimbingan dan arahan bagi 4. Ibu Hj. As Suhaiti Arief S.H., M.H., tersusunnya penulisan skripsi ini hingga selaku Pembimbing Akademik, yang selesai. Serta bimbingan dari berbagai pihak maka dalam kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih kepada pihakpihak sebagai berikut: 1. Ibu Dwi Astuti Palupi, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta, yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. 2. Ibu Dr. Sanidjar Pebrihariati. R, S.H., telah memberikan masukan dalam perjalanan akademik penulis hingga sampai pada tahap penulisan skripsi. 5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum, yang selama ini telah banyak memberikan bekal ilmu bagi penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta. 6. Staf di bagian kemahasiswaan, bagian Akademik, bagian Transit, dan bagian M.H., selaku wakil Dekan Fakultas perpustakaan pusat maupun Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta, yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. 3. Bapak Adri, S.H., M.H., selaku Ketua serta bagian Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta. 7. Bapak Ir. H. Dian Fakri, MSP sebagai Kepala Dispernakbunhut dan Bapak Ir. Epison selaku bagian Kepala UPT Bagian Hukum Perdata, yang telah Sarana Pemasaran yang telah memberikan bantuan dan izin kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. memberikan penulis izin untuk melakukan penelitian di Dispernakbunhut Kota Padang. 16

17 8. Ibu drh. Muthia Hanum yang telah Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2014, Hukum bersedia meluangkan waktu untuk Perlindungan Konsumen, Cetakan diwawancarai mengenai data-data yang penulis perlukan dalam penyusunan skripsi ini. 9. Bagian Administrasi di Kesbangpol Padang, yang telah membantu penulis dalam proses administrasi penyelesaian skripsi ini Daftar Pustaka keempat, Sinar Grafika, Jakarta. Eli Wuria Dewi, 2015, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta. Intan Rahmawati dan Rukiyah Lubis 2014, Win-win Solution Sengketa Konsumen, Cetakan Pertama, Pustaka Yustisia, Yogyakarta. Ahmadi Miru, 2013, Prinsip-prinsip Zainuddin Ali, 2013, Metode Penelitian Perlindungan Konsumen di Indonesia, Hukum, Cetakan Keempat, Sinar Cetakan Kedua, Rajawali Pers, Jakarta. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2005, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Kesatu, PT. Rajagrafindo Grafika, Jakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Persada, Jakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun Bambang Sunggono, 2013, Metodologi 2001 tentang Pembinaan dan Penelitian Hukum,Cetakan Keempat Pengawasan Penyelenggaran belas, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta. Perlindungan Konsumen Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar 17

18 Tradisional Pusat Perbelanjaan dan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor Toko Modern. 107/MPP/Kep/2/1998 tentang Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012 tentang kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesehatan Hewan. Peraturan Menteri Pertanian Nomor Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern. Analisis Permintaan Impor Daging Sapi di Sumatera Utara, 381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan. Peraturan Menteri Nomor 13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Rumnansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant). SK Menteri Pertanian Nomor 789/45706/5/Chapter%20I.pdf Pasar, Deteksi Salmonella sp. Pada Daging Sapi Di Pasar Tradisional dan Pasar Modern Di Kota Makasar, m/handle/ /17014/skrips I%20LENGKAP%20ITA%20distrib usi.pdf?sequence=1 555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang Syarat-syarat Rumah potong Hewan dan Usaha Pemotongan Hewan. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 413/Kpts/TN.310/7/1992 tentang Pemotongan Hewan Potong dan Pangan Daging. 18

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 65 TAHUN 2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN RUMINANSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI Pendahuluan Dan makanlah makanan yang Halal lagi Baik dari apa yang

Lebih terperinci

Prosedur Operasional Standard Pemotongan Hewan di RPH

Prosedur Operasional Standard Pemotongan Hewan di RPH Prosedur Operasional Standard Pemotongan Hewan di RPH Pemotongan hewan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) harus dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang dalam

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN TERA DAN TERA ULANG TIMBANGAN TERHADAP PEDAGANG PASAR RAYA PADANG YANG DILAKUKAN OLEH DINAS PERDAGANGAN KOTA PADANG ARTIKEL

PEMERIKSAAN TERA DAN TERA ULANG TIMBANGAN TERHADAP PEDAGANG PASAR RAYA PADANG YANG DILAKUKAN OLEH DINAS PERDAGANGAN KOTA PADANG ARTIKEL PEMERIKSAAN TERA DAN TERA ULANG TIMBANGAN TERHADAP PEDAGANG PASAR RAYA PADANG YANG DILAKUKAN OLEH DINAS PERDAGANGAN KOTA PADANG ARTIKEL Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Gelar

Lebih terperinci

Lampiran I kuisioner GSP pada Tempat Pemotongan Kambing

Lampiran I kuisioner GSP pada Tempat Pemotongan Kambing 56 Rumah Pemotongan hewan Jambi menuju SNI. Tribun Jambi [Internet]. http://jambi.tribunnews.com/rumah-pemotongan-hewan-jambi-menuju-sni. [11 Juli 2012]. Saeni. 1989. Kimia Lingkungan [diktat]. Bogor:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN DAGING DAN HEWAN POTONG SERTA HASIL IKUTANNYA DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH PEMOTONGAN HEWAN, UNGGAS DAN PELAYANAN TEKHNIS DIBIDANG PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah menghasilkan karkas dengan bobot yang tinggi (kuantitas), kualitas karkas yang bagus dan daging yang

Lebih terperinci

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF 1 GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 2 TAHUN 2011 T E N T A N G RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI Menimbang : a.

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 501

2 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 501 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1453, 2014 KEMENTAN. Hewan Kurban. Pemotongan. Persyaratan. Pengawasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG PEMOTONGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ayam broiler merupakan komoditi ternak yang mempunyai prospek

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ayam broiler merupakan komoditi ternak yang mempunyai prospek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak ayam broiler merupakan komoditi ternak yang mempunyai prospek sangat menjanjikan untuk dikembangkan di Indonesia, salah satunya di daerah Sumatera Barat. Apabila

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan pasal

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PT. ADIRA FINANCE PADANG TERHADAP HILANGNYA KENDARAAN BERMOTOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN ARTIKEL

TANGGUNG JAWAB PT. ADIRA FINANCE PADANG TERHADAP HILANGNYA KENDARAAN BERMOTOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN ARTIKEL TANGGUNG JAWAB PT. ADIRA FINANCE PADANG TERHADAP HILANGNYA KENDARAAN BERMOTOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN ARTIKEL Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum Oleh: FEBRI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang: a. bahwa ternak sapi dan kerbau

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN, PENGANGKUTAN DAN PENJUALAN DAGING DALAM WILAYAH KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai pembangunan sesuai dengan yang telah digariskan dalam propenas. Pembangunan yang dilaksakan pada hakekatnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 pada Pasal 1 ayat (3). Negara berkewajiban untuk melindungi warga

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 pada Pasal 1 ayat (3). Negara berkewajiban untuk melindungi warga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Kalimat ini tercantum dalam Undang- Undang Dasar 1945 pada Pasal 1 ayat (3). Negara berkewajiban untuk melindungi warga negaranya

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH LAUT,

PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH LAUT, PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam rangka optimalisasi pelaksanaan Peraturan daerah Kabupaten

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Veteriner. Hewan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan bangunan atau kompleks bangunan yang dibuat menurut bagan tertentu di suatu kota yang digunakan sebagai tempat

Lebih terperinci

Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang)

Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang) Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang) *) **) Michelia Rambu Lawu *), Sri Yuliawati **), Lintang Dian Saraswati **) Mahasiswa Bagian Peminatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 63/Permentan/OT.140/5/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 63/Permentan/OT.140/5/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 63/Permentan/OT.140/5/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 50/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG REKOMENDASI PERSETUJUAN PEMASUKAN KARKAS, DAGING,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, Menimbang : bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 127 huruf g

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK Ketentuan Retribusi dicabut dengan Perda Nomor 2Tahun 2012 PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS RUMAH POTONG HEWAN DINAS PETERNAKAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perkembangan dunia dewasa ini ditandai arus globalisasi disegala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

Lebih terperinci

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam BAB XA mengenai Hak Asasi Manusia pada pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015 1 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PEMOTONGAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BETINA PRODUKTIF

Lebih terperinci

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki kewajiban untuk beritikad baik di dalam melakukan atau menjalankan usahanya sebagaimana diatur dalam

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA

EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Telur Fasciola hepatica (Sumber : CDC, 2012)

Gambar 2.1. Telur Fasciola hepatica (Sumber : CDC, 2012) 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trematoda Hati 2.1.1 Fasciola hepatica a. Morfologi dan Daur Hidup Cacing dewasa mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya ± 30x13 mm. Bagian anterior berbentuk seperti

Lebih terperinci

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KASUS SEPUTAR DAGING Menghadapi Bulan Ramadhan dan Lebaran biasanya

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DI INDONESIA TERKAIT BAHAYA KONSUMSI ROKOK ELEKTRIK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DI INDONESIA TERKAIT BAHAYA KONSUMSI ROKOK ELEKTRIK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DI INDONESIA TERKAIT BAHAYA KONSUMSI ROKOK ELEKTRIK Oleh: Ketut Nurcahya Gita I Gede Putra Ariana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Jurnal ini

Lebih terperinci

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DI INDONESIA TERKAIT CACAT TERSEMBUNYI PADA PRODUK MINUMAN BOTOL

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DI INDONESIA TERKAIT CACAT TERSEMBUNYI PADA PRODUK MINUMAN BOTOL ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DI INDONESIA TERKAIT CACAT TERSEMBUNYI PADA PRODUK MINUMAN BOTOL Oleh: A.A Sagung Istri Ristanti I Gede Putra Ariana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR Oleh : I Gst. Ayu Asri Handayani I Ketut Rai Setiabudhi Bagian Hukum

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) RUMAH POTONG HEWAN (RPH) PADA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 3 (2014) Copyright 2014

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 3 (2014)  Copyright 2014 JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 3 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENJUAL DAGING SAPI GLONGGONGAN DI PASAR PANDAN SARI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan Keadaan hewan pada awal penelitian dalam keadaan sehat. Sapi yang dimiliki oleh rumah potong hewan berasal dari feedlot milik sendiri yang sistem pemeriksaan kesehatannya

Lebih terperinci

PERJANJIAN BAKU DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERJANJIAN BAKU DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN PERJANJIAN BAKU DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh : I Gusti Ayu Ratih Pradnyani I Gusti Ayu Puspawati Ida Bagus Putu Sutama Program Kekhususan Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin meningkat,

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin meningkat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan permintaan daging secara nasional semakin meningkat seiring dangan laju pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, pembangunan pendidikan yang lebih maju, kesadaran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PRODUK MAKANAN YANG DIPASARKAN PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PRODUK MAKANAN YANG DIPASARKAN PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PRODUK MAKANAN YANG DIPASARKAN PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 oleh I Dewa Gede Eka Dharma Yuda Dewa Gde Rudy Suartra Putrawan

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINS! KALIMANTAN BARAT

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINS! KALIMANTAN BARAT WALIKOTA SINGKAWANG PROVINS! KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PETUNJUK PELAKSANAAN RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN Oleh : I Gede Agus Satrya Wibawa I Nengah Suharta Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PIHAK RETAILTERHADAP PRODUK YANG TELAH KADALUWARSA YANG MENIMBULKAN KERUGIAN PADA KONSUMEN DI KELURAHAN SANUR KOTA DENPASAR

TANGGUNG JAWAB PIHAK RETAILTERHADAP PRODUK YANG TELAH KADALUWARSA YANG MENIMBULKAN KERUGIAN PADA KONSUMEN DI KELURAHAN SANUR KOTA DENPASAR TANGGUNG JAWAB PIHAK RETAILTERHADAP PRODUK YANG TELAH KADALUWARSA YANG MENIMBULKAN KERUGIAN PADA KONSUMEN DI KELURAHAN SANUR KOTA DENPASAR I Wayan Ari Mertha Sedana I Wayan Suardana Hukum Bisnis, Fakultas

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

REGULASI PEMERINTAH TERHADAP RANTAI PASOK DAGING SAPI BEKU

REGULASI PEMERINTAH TERHADAP RANTAI PASOK DAGING SAPI BEKU REGULASI PEMERINTAH TERHADAP RANTAI PASOK DAGING SAPI BEKU Disampaikan Oleh : Ir. Fini Murfiani,MSi Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PENJUALAN KOSMETIK YANG TIDAK DISERTAI DENGAN KEJELASAN LABEL PRODUK DI DENPASAR

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PENJUALAN KOSMETIK YANG TIDAK DISERTAI DENGAN KEJELASAN LABEL PRODUK DI DENPASAR TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PENJUALAN KOSMETIK YANG TIDAK DISERTAI DENGAN KEJELASAN LABEL PRODUK DI DENPASAR Oleh: Luh Putu Budiarti I Gede Putra Ariana Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

b. Sapi/kerbau: Berumur di atas 2 (dua) tahun ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap. (Lihat Gambar 1b).

b. Sapi/kerbau: Berumur di atas 2 (dua) tahun ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap. (Lihat Gambar 1b). Ourban adalah suatu upaya untuk mendekatkan din kepada Allah SWT dengan melakukan penyembelihan hewan atas dasar ketakwaan dan kesabaran dalam melaksanakan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, sebagaimana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MAGELANG

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG RETRIBUSI RUMAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Mambal Kabupaten Badung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Mambal Kabupaten Badung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Mambal Kabupaten Badung Rumah Pemotongan Hewan (RPH) adalah kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. b. c.

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara

6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara 1 WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah

BAB I PENDAHULUAN. dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA LAUNDRY DI KELURAHAN KADIPIRO KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA LAUNDRY DI KELURAHAN KADIPIRO KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA LAUNDRY DI KELURAHAN KADIPIRO KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA Oleh : LINDA PRATIWI NIM: 12100091 ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 38 TAHUN 2000 TENTANG IZIN USAHA PEMOTONGAN HEWAN, PENJUALAN DAGING HEWAN DAN USAHA PEMOTONGAN UNGGAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 38 TAHUN 2000 TENTANG IZIN USAHA PEMOTONGAN HEWAN, PENJUALAN DAGING HEWAN DAN USAHA PEMOTONGAN UNGGAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 38 TAHUN 2000 TENTANG IZIN USAHA PEMOTONGAN HEWAN, PENJUALAN DAGING HEWAN DAN USAHA PEMOTONGAN UNGGAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI, Menimbang :

Lebih terperinci

Mutu karkas dan daging ayam

Mutu karkas dan daging ayam Standar Nasional Indonesia Mutu karkas dan daging ayam ICS 67.120.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan sesuai dengan yang telah digariskan dalam propenas. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. pembangunan sesuai dengan yang telah digariskan dalam propenas. Pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai pembangunan sesuai dengan yang telah digariskan dalam propenas. Pembangunan yang dilaksakan pada hakekatnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1983 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1983 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1983 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kesehatan masyarakat veteriner mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN, PEMAKAIAN KANDANG, PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1. Pengelolaan Limbah Rumah Potong Lubuk Buaya Padang. temukan bahwa pengelolaan limbah RPH terbagi atas 3 macam yaitu:

BAB IV PENUTUP. 1. Pengelolaan Limbah Rumah Potong Lubuk Buaya Padang. temukan bahwa pengelolaan limbah RPH terbagi atas 3 macam yaitu: BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pengelolaan Limbah Rumah Potong Lubuk Buaya Padang Dalam hasil observasi lapangan dan wawancara dengan Ibu Mutia Hanum di temukan bahwa pengelolaan limbah RPH terbagi atas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANGGARAI BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

GUGATAN PELAKU USAHA DI PENGADILAN NEGERI KLAS IA PADANG YANG KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) ARTIKEL

GUGATAN PELAKU USAHA DI PENGADILAN NEGERI KLAS IA PADANG YANG KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) ARTIKEL GUGATAN PELAKU USAHA DI PENGADILAN NEGERI KLAS IA PADANG YANG KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) ARTIKEL Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG

Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IJIN PEMOTONGAN TERNAK DAN PENANGANAN DAGING SERTA HASIL

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA

WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta) Nomor : 4 Tahun 1999 Seri : D - ---------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA APOTEKER DENGAN PEMILIK APOTEK

PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA APOTEKER DENGAN PEMILIK APOTEK PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA APOTEKER DENGAN PEMILIK APOTEK Oleh : I Made Wirjanta Ida Bagus Putra Atmaja Anak Agung Sri Indrawati Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT A cooperation

Lebih terperinci

Statistik Tanaman Holtikultura Kabupaten Pinrang 2016 i Statistik Pemotongan Ternak Kabupaten Pinrang 2016 i STATISTIK PEMOTONGAN TERNAK KABUPATEN PINRANG 2016 Nomor Publikasi : 73153.007 Katalog BPS :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa Retribusi Daerah merupakan salah

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP MIRAS TIDAK BERLABEL DI LIHAT DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP MIRAS TIDAK BERLABEL DI LIHAT DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP MIRAS TIDAK BERLABEL DI LIHAT DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh Anak Agung Gede Adinanta Anak Agung Istri Ari Atu Dewi Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PENGELOLAAN RUMAH POTONG HEWAN (RPH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PENGELOLAAN RUMAH POTONG HEWAN (RPH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PENGELOLAAN RUMAH POTONG HEWAN (RPH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONE, Menimbang : a. bahwa untuk lebih meningkatkan penerimaan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS INFORMASI SUATU PRODUK MELALUI IKLAN YANG MENGELABUI KONSUMEN

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS INFORMASI SUATU PRODUK MELALUI IKLAN YANG MENGELABUI KONSUMEN TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS INFORMASI SUATU PRODUK MELALUI IKLAN YANG MENGELABUI KONSUMEN Oleh: Ni Putu Shinta Kurnia Dewi I Nyoman Gatrawan Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebudayaan atau pun kebiasaan masyarakat di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebudayaan atau pun kebiasaan masyarakat di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya di bidang perindustrian, khususnya dalam perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi produk barang dan/atau

Lebih terperinci

1 of 5 02/09/09 11:07

1 of 5 02/09/09 11:07 Home Galeri Foto Galeri Video klip Peraturan Daerah Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 06 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2000

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2000 PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2000 T E N T A N G RETRIBUSI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN DAN RUMAH PEMOTONGAN UNGGAS PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI RUMAH

Lebih terperinci