Protokol Program Monitoring

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Protokol Program Monitoring"

Transkripsi

1 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 1 Protokol Program Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida Klungkung Oleh Andreas H. Muljadi Marthen Welly CORAL TRIANGLE CENTER

2 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 2 Protokol Sosek Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir: Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung Penulis : Andreas Muljadi Conservation Coordinator Nusa Penida (CTC) Marthen Welly MPA Learning Site Manager (CTC) Referensi/daftar pustaka : Muljadi, A dan Welly, M Protokol Sosek - Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir, Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Coral Triangle Center. 21 hal + v. Coral Triangle Center (CTC) Jalan Danau Tamblingan No.78, Sanur, Bali Indonesia (80228) Telephone ( ) ; Facsimile ( ) Photo and layout : CTC/photo by Marthen Welly

3 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 3 Daftar Isi Daftar Isi... 1 Daftar Gambar Pendahuluan Latar belakang Tujuan Metode Definisi & metode Material dan kelengkapan survei Anggota tim lapang (minimal) Formulir, rute survei dan pencatatan data Estimasi luas area yang dicakup dalam survei lapang Penyimpanan dan penyebaran data Memasukkan data, analisis data dan pelaporan Memasukkan data Analisis data Penyajian data Pelaporan Prosedur operasional lapang Perlengkapan survei Persiapan (satu atau beberapa hari sebelum berangkat) Sebelum berangkat: Selama kegiatan monitoring: Penanganan kasus aktifitas melanggar hukum Setelah survei (kembali ke kantor) Catatan untuk pemanfaatan sumberdaya tetap Biaya Perubahan protokol berdasarkan versi Rekomendasi lebih lanjut Bahan bacaan Lampiran 1. Daftar istilah yang digunakan dalam teks Lampiran 2. Formulir isian lapang yang digunakan dalam program monitoring pemanfaatan sumberdaya di KKP Nusa Penida (P1 - P5) Lampiran 3. Pengisian Formulir lapang program monitoring pemanfaatan sumberdaya laut di KKP Nusa Penida (P1 P5) Lampiran 4. Format entri data yang digunakan dalam program monitoring pemanfaatan sumberdaya di KKP Nusa Penida... 33

4 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 4 Daftar Gambar Gambar 1. Rute perjalanan yang disarankan untuk program monitoring pemanfaatan sumberdaya di KKP Nusa Penida Gambar 2. Worksheet Judul dalam database monitoring pemanfaatan sumberdaya Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Tabel P1 dalam database monitoring pemanfaatan sumberdaya, mengandung informasi yang rinci tentang masing-masing sorties Tabel P2 dalam database monitoring pemanfaatan sumberdaya, dimana cakupan sebuah zona diberi indeks persentase Tabel P3 dalam database monitoring pemanfaatan sumberdaya, mengandung informasi dari masing-masing pemanfaatan sumberdaya Table P4 dalam database monitoring pemanfaatan sumberdaya, mengandung peta kasar yang lokasi monitoring Tabel P5 dalam database monitoring pemanfaatan sumberdaya, mengandung informasi detail masing-masing pemanfaatan tidak bergerak Gambar 8. Luas cakupan area untuk masing-masing zona Gambar 9. Daftar Variabel dalam database monitoring pemanfaatan sumberdaya berdasarkan penempatan dalam sheet dan tabel dengan penjelasan dari database

5 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 5 Pendahuluan 1.1 Latar belakang Perairan Nusa Penida memiliki keanekaragaman sumberdaya hayati laut yang tinggi. Berdasarkan hasil survei secara cepat pada tahun 2008, di perairan Nusa Penida dijumpai 296 jenis karang keras dan 576 jenis ikan (Allen G.R. dan Erdmann M.V dan Turak E. dan De Vantier L. 2009). Nusa Penida memiliki luas terumbu karang hektar, hutan bakau seluas 230,07 hektar dan padang lamun seluas 108 hektar (Darma N. dkk. 2011). Di kawasan ini juga dijumpai berbagai biota laut yang unik dan langka seperti Ikan Pari Manta, Penyu, Hiu, Dugong, Paus dan Lumba-Lumba. Bahkan di Nusa Penida terdapat salah satu ikan laut dalam yang sangat terkenal di dunia yaitu ikan Mola mola. Ikan ini kerap muncul di perairan dangkal Nusa Penida antara bulan Juli September setiap tahunnya. Potensi sumberdaya laut Nusa Penida tersebut memberikan manfaat bagi masyarakat baik di Nusa Penida maupun masyarakat di Klungkung dan Bali, sebagai pelindung alami pantai dari gempuran ombak dan gelombang dan sebagai sumber perekonomian bagi masyarakat dari hasil perikanan serta pariwisata bahari. Aktifitas pemanfaatan oleh masyarakat terhadap sumberdaya laut Nusa Penida yang kurang bijaksana menjadi ancaman bagi sumberdaya laut, diantaranya pemanfaatan yang merusak baik menggunakan bom ikan, racun, pemanfaatan yang menggunakan cara dan alat yang tidak ramah lainnya, dan pemanfaatan sumberdaya laut yang berlebihan (overfishing), serta aktifitas pariwisata yang tidak ramah dan tidak mengikuti kode etik penyelaman. Dalam usaha melestarikan kekayaan sumberdaya hayati pesisir dan laut di Nusa Penida untuk keberlangsungan sumber mata pencaharian masyarakat, maka perairan Nusa Penida seluas ,2 hektar sudah dicadangkan melalui Peraturan Bupati (PERBUB) Klungkung No.12 tahun Dalam pengelolaan KKP Nusa Penida tersebut pemanfaatan sumber daya diatur dalam sebuah sistem zonasi dengan tujuan untuk mengatur pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut di Nusa Penida disesuaikan dengan kondisi ekologi, sosial, ekonomi dan budaya setempat agar dapat lestari dan berkelanjutan. Manfaat lain dengan adanya zonasi adalah mencegah terjadinya potensi konflik antar kepentingan di dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut yang ada. Informasi tentang tipe-tipe pemanfaatan sumberdaya laut sangat dibutuhkan sebagai salah satu pertimbangan dalam menyusun perencanaan dan pengelolaan KKP Nusa Penida. Informasi ini juga akan bermanfaat bagi pengelola perikanan dan pariwisata, pengguna sumberdaya, seperti nelayan, masyarakat lokal maupun pengusaha pariwisata. Terkait dengan hal tersebut, Coral Triangle Center (CTC) bekerja sama dengan Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan (DPPK) Kabupaten Klungkung Provinsi Bali merencanakan untuk melakukan kegiatan monitoring pemanfaatan sumberdaya laut di wilayah perairan KKP Nusa Penida. Pembuatan protokol ini ditujukan sebagai pedoman bagi tim monitoring KKP Nusa Penida dalam melaksanakan kegiatan di lapang. Pelatihan monitoring pemanfaatan sumberdaya laut Nusa Penida dengan menggunakan protokol ini dilaksanakan di Nusa Penida pada tanggal April Pelatihan diikuti oleh 14 peserta yang terdiri dari: DPPK Klungkung cabang Nusa Penida, Penyuluh Lapangan Pulau Lembongan, Seksi Penangkapan DPPK Klungkung, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kelompok Nelayan Nusa Penida, Nelayan Desa Suana, Dusun Karang Sari, Kantor Kecamatan Nusa Penida, Kantor Pelabuhan Penyebrangan Desa Toya Pakeh, Satya Posana Nusa, Yayasan Nusa Wisata, Nelayan Ceningan, dan Nelayan Desa Lembongan.

6 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p Tujuan Secara keseluruhan, tujuan utama dari monitoring pemanfaatan sumberdaya adalah untuk: - Memberikan informasi agar pengelolaan bisa adaptif, - Mengukur kinerja pengelolaan. Kegiatan monitoring pemanfaatan sumberdaya ini secara khusus bertujuan untuk: - mengumpulkan data pemanfaatan sumberdaya laut, terutama perikanan (pemanfaatan ekstraktif) dan pariwisata (pemanfaatan non-ekstraktif). - menyampaikan tipe-tipe dan pola spasial dan temporal pemanfatan sumberdaya laut kepada pengguna sumberdaya, melalui pemerintah local (lembaga pengelola). - meningkatkan interaksi dengan pengguna sumberdaya laut di KKP Nusa Penida - sebagai informasi bagi pengelola nantinya dalam menyusun perencanaan dan pengeloaan konservasi sumberdaya laut KKP Nusa Penida.

7 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 7 Metode 2.1. Definisi & metode Monitoring pemanfaatan sumberdaya laut disini didefinisikan sebagai suatu kegiatan dimana suatu tim melakukan survei lapangan pada suatu daerah tertentu untuk mengetahui tipe-tipe pemanfaatan sumberdaya yang ada, kapan, dimana, dan oleh siapa (Mous, Wiadnya & Pasya 2004). Pemanfaatan sumberdaya disini diartikan sebagai pemanfaatan sumberdaya laut yang dapat diperbarui (alam hayati), termasuk pemanfaatan ekstraktif (penangkapan ikan, pengambilan batu karang, dll) dan pemanfaatan non-ekstraktif (pariwisata, pendidikan, dll). Pengguna sumberdaya juga bisa dibedakan berdasarkan kategori bergerak seperti: pemancing dan alat tangkap sejenisnya, kapal penyelaman maupun pengguna yang tetap seperti budidaya rumput laut, ponton pariwisata dan sejenisnya. Memonitor pemanfaatan sumberdaya bisa dilakukan melalui analisis statistik (misalkan data dari tempat pelelangan ikan), akan tetapi pada pembahasan ini, monitoring pemanfaatan sumberdaya diartikan sebagai suatu aktivitas dimana kegiatan pemanfaatan sumberdaya itu diamati di tempat kejadian, in situ, misalnya di laut dimana peristiwa tersebut terjadi. Monitoring pemanfaatan sumberdaya laut, secara khusus, tim lapang akan menggunakan perahu kecil untuk mengelilingi suatu area, mewawancarai nelayan dan pengguna lainnya yang ditemui di laut ketika sedang menangkap ikan atau melakukan aktifitas, beristirahat atau pindah tempat. Kegiatan keliling ini akan diulangi secara berkala (misalnya setiap minggu atau setiap bulan) untuk mendapatkan kecenderungan (perubahan berdasarkan waktu). Monitoring pemanfaatan sumberdaya laut di KKP Nusa Penida dilakukan dengan menggunakan satu speedboat/ jukung, mengelilingi seluruh wilayah KKP Nusa Penida (utamanya wilayah dari pantai sampai 1 mil laut ke arah laut, termasuk perairan yang bisa dijangkau). Kegiatan ini dilakukan selama satu hari dalam satu Sortie_ID, dan diulangi setiap bulan. Rute standar yang diikuti selama melakukan monitoring disajikan pada Gambar 1. Perjalanan monitoring dimulai dari pantai depan Bungalow Pemkab Klungkung di Batu Nunggul, mengelilingi pulau Penida, Ceningan dan Lembongan. Pengambilan data dilakukan terhadap seluruh tipe pemanfaatan sumberdaya di laut (perikanan dan pariwisata, pemanfaatan sumberdaya bergerak maupun tetap), dengan mewawancarai pengguna sumberdaya bergerak maupun mengamati dan mencatat pemanfaatan sumberdaya tetap. Pengamatan dan pengambilan data hanya dilakukan pada siang hari. Kegiatan monitoring pemanfaatan sumberdaya mencakup seluruh wilayah perairan KKP Nusa Penida (lihat Gambar 1). Dengan mengikuti rute monitoring, tim melakukan estimasi terhadap persentase setiap zona yang dilewati (0 100%). Hal ini dilakukan dengan mengisi lembar data yang sudah dipersiapkan (formulir P2). Terkait dengan kegiatan monitoring, tim melakukan wawancara untuk monitoring sumberdaya bergerak (mengisi Formulir P3) dan melakukan pengamatan terhadap monitoring pemanfaatan sumberdaya tetap (mengisi Formulir P4 dan P5).

8 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 8 Gambar 1. Rute perjalanan yang disarankan untuk program monitoring pemanfaatan sumberdaya di KKP Nusa Penida.

9 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p Material dan kelengkapan survei Kelengkapan dasar yang dibutuhkan untuk melakukan survei monitoring pemanfaatan sumberdaya laut di KKP Nusa Penida adalah speedboat/ jukung dengan peralatan perlengkapan seperti: GPS, live-jackets (10 unit), kompas, dan peralatan P3K. Speedboat/ jukung dipegang oleh seorang kapten yang memiliki sertifikat untuk mengemudikan speedboat/ jukung dan berpengalaman serta mengenal wilayah laut yang akan dijadikan rute monitoring. Speedboat/ jukung juga dilengkapi dengan seorang ABK yang bertugas untuk memandu perjalanan (jika diperlukan), menambatkan speedboat/ jukung, memelihara kebersihan, dan memperbaiki jika ada kerusakan ringan. Kapten speedboat/ jukung bertugas dalam menjaga keselamatan penumpang dan mengatur perjalanan di laut. Jika kapten speedboat/ jukung menyatakan tidak memungkinkan untuk menempuh rute yang sudah ditentukan, maka ketua tim yang memimpin perjalanan monitoring tidak bisa melewati kewenangan dari kapten speedboat/ jukung. GPS berfungsi untuk mencatat setiap perjalanan speedboat/ jukung, panjang tempuh yang diselesaikan setiap melakukan perjalanan dan rata-rata kecepatan speedboat/ jukung. Speedboat/ jukung dilengkapi dengan 10 unit live-jacket yang menunjukkan jumlah penumpang maksimal bisa diakomodasi oleh speedboat, termasuk kapten dan ABK. Speedboat/ jukung juga selalu dilengkapi dengan kotak P3K dengan beberapa obat dan peralatan pertolongan pertama. Kompas adalah peralatan yang juga terdapat di dalam speedboat/ jukung, berfungsi sebagai cadangan jika GPS tidak berfungsi. Peralatan standar yang dibutuhkan untuk menyelesaikan survei adalah GPS tangan, teropong (binokular), kamera digital, working-pad, pena, pensil dan penghapus, buku alat tangkap dan identifikasi ikan, dan peraturan-peraturan yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya laut. GPS tangan berfungsi untuk mencatat posisi koordinat pengguna sumberdaya di dalam peta, ketika melakukan wawancara dengan mereka (pengisian formulir P3). Jika ditemukan ikan atau alat tangkap yang baru dan tidak terdapat dalam kategori yang ada di dalam formulir, bisa dilakukan dokumentasi dengan menggunakan kamera digital. Kamera digital dengan fasilitas audio-visual bisa bertidak sebagai bukti di lapangan, jika pengguna sumberdaya melakukan tindakan yang melanggar hukum, seperti menangkap ikan dengan menggunakan bom atau potasium, dll. Alat teropong (binokular) berfungsi untuk mengidentifikasi pengguna sumberdaya secara lebih jelas, jika pengamatan dengan pandangan mata biasa tidak memungkinkan. Sebagai contoh, kapal pembeli dan pengumpul ikan kerapu hidup dari Hongkong, biasanya berlabuh sedikit di luar pantai. Binokular membantu dalam mengidentifikasi kapal tersebut, sebelum mengambil keputusan untuk mendekati kapal dan melakukan wawancara Anggota tim lapang (minimal) Tim monitoring pemanfaatan sumberdaya laut di KKP Nusa Penida, dalam menyelesaikan satu Sortie_ID, paling tidak, terdiri dari 6 (enam) orang: - Kapten speedboat/ jukung bertanggung jawab dalam membawa speedboat, mengikuti rute survei, bertanggungjawab dalam keselamatan penumpang selama survei di laut, mengambil tindakan yang diperlukan sehubungan dengan rute perjalanan (jika cuaca di laut tidak memungkinkan untuk dilalui). Kapten Speedboat/ jukung harus mempunyai sertifikat SKK60 mil, kecakapan yang diharuskan untuk mengemudikan speedboat/ jukung. Surat Keterangan Kecakapan (SKK) 60 mil yang asli harus selalu berada di atas speedboat/ jukung, setiap kali speedboat/ jukung dibawa oleh kapten yang bersangkutan. - satu orang ABK bertugas untuk menyiapkan logistik, mengisi bahan bakar, dan menjaga kebersihan. - Petugas CTC bertindak sebagai ketua tim dan bertugas untuk: menyiapkan seluruh formulir lapang (P1, P2, P3, P4, P5), menentukan jalur perjalanan/trip melalui konsultasi dengan kapten speedboat/ jukung, mempersiapkan seluruh peralatan survei (GPS tangan dengan baterai ekstra, kamera digital, teropong, dll), memastikan anggota tim yang akan ikut dalam survei, mempersiapkan surat tugas (jika dibutuhkan), mencatat posisi GPS, dan mengisi seluruh formulir survei. - seorang anggota masyarakat lokal anggota tim dari masyarakat ini harus bisa berbahasa lokal dan mengerti tata krama lokal. Dia bertugas untuk memandu tim dan bertanggung jawab untuk: melakukan wawancara dengan pengguna sumberdaya, memberikan informasi nama lokasi yang

10 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 10 sering dipakai oleh masyarakat, dan memberikan saran atas tindakan yang sebaiknya dilakukan jika menemukan kegiatan yang melanggar hukum. - seorang petugas dari pemerintah (perikanan/ pariwisata) dalam pemberitahuan rencana survei kepada pemerintah, seorang petugas pemerintah (misalkan petugas pos perikanan) ikut sebagai anggota tim. Petugas ini bertugas dan bertanggung jawab: melakukan wawancara/membantu masyarakat lokal, menyampaikan aturan pemanfaatan sumberdaya di laut dan bertindak sebagai aparat pemerintah dalam kewenangan melakukan survei monitoring Formulir, rute survei dan pencatatan data Ketua tim bertanggung jawab dalam mengisi seluruh kelengkapan formulir lapang, memasukkan ke dalam komputer, menyimpan arsip data (hard copy) dan mengirimkan satu copy data kepada masyarakat melalui pemerintah. Pengisian masing-masing formulir adalah sebagai berikut: - Sebelum berangkat ketua tim mengisi data awal pada formulir P1 (Sortie_ID, tanggal dan jam berangkat, speedboat/ jukung yang digunakan dan anggota tim). Ketua tim meminta masingmasing anggota untuk mengisi dan membubuhkan tandatangan pada formulir P1, termasuk kapten dan ABK. Setelah lengkap, formulir P1 ditandatangani oleh ketua tim. - memulai perjalanan monitoring ketika seluruh tim ada di atas perahu, ketua tim menentukan rute perjalanan monitoring setelah berdiskusi dengan kapten, pada formulir P2. Rute survei tersebut diinformasikan kepada seluruh tim dan diserahkan kepada kapten. Ketua tim mengisi kelengkapan formulir P2 (Sortie_ID, tanggal berangkat dan jam berangkat, dan jumlah pelanggaran yang ditemukan). - perjalanan, wawancara ketika melihat pengguna sumberdaya bergerak, ketua tim mulai mempersiapkan posisi GPS, pengisian formulir P3, kamera digital dipegang oleh petugas pemerintah dan meminta kepada anggota tim dari masyarakat untuk melakukan wawancara kepada pengguna sumberdaya (nelayan atau pariwisata). Jika pengguna sumberdaya adalah pariwisata yang berbicara dalam bahasa Indonesia atau bahasa lainnya, wawancara diambil alih oleh ketua tim atau petugas dari pemerintah. - perjalanan, kamera digital dalam kegiatan wawancara, jika menemukan penggunaan alat yang melanggar atas pertimbangan tim, petugas dari pemerintah mengambil gambar atau video alat tangkap maupun kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang melanggar ketentuan hukum. Termasuk kegiatan melanggar disini adalah mulai dari penggunaan alat kompresor. Jika menemukan jenis pemanfaatan sumberdaya yang baru dan tidak terdaftar dalam formulir P3 atau P4 dan P5, petugas membuat dokumentasi dari pemanfaatan sumberdaya dengan mengambil gambar menggunakan kamera digital. - perjalanan, pengamatan ketika menemukan pemanfaatan sumberdaya tetap (budidaya rumput laut, ponton pariwisata atau sejenisnya), ketua tim mengisi formulir P4 dengan memberikan tanda dan posisi sumberdaya tetap ke dalam sektor. Selanjutnya ketua tim mengisi formulir P5 (Sortie_ID, FeatureID, Feature_Type dan deskripsi atau keterangan objek). - akhir satu Sortie pada akhir survei, ketua tim melengkapi pengisian formulir P2, termasuk melakukan revisi terhadap rute survei yang aktual. Ketua tim bertanggung jawab untuk menyelesaikan seluruh administrasi dengan anggota tim monitoring yang dari luar staf CTC. - penyimpanan data ketua tim bersama tim monitoring CTC bertanggung jawab dalam memasukkan data lapang ke dalam format data base di komputer. Data sudah harus dimasukkan paling lambat dua hari setelah survei. Ketua tim membuat satu copy data dan diserahkan kepada Kepala Cabang DPPK Klungkung di Penida setiap bulan. Formulir P1, P2, dan P3 untuk satu Sortie_ID disatukan dan disimpan secara berurutan dalam file-holder. Formulir P4 dan P5

11 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 11 dijadikan satu dan akan dibawa lagi bersama Sortie_ID selanjutnya sampai waktu 3 bulan atau 3 Sortie_ID. - penyimpanan gambar jika ada gambar yang penting dalam satu Sortie maka dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan seleksi terhadap gambar, memberikan nama file dan membuat diskripsi lengkap dari gambar tersebut. File gambar diberi nama sesuai dengan informasi Sortie. Misalnya: P_001_01.jpg (Gambar yang diambil pada Sortie_ID = 001, gambar nomor 01). File tersebut dijelaskan pada lembar data PIC Estimasi Luas Area Yang Dicakup Dalam Survei Lapang Cakupan area yang utama dalam kegiatan monitoring pemanfaatan sumberdaya adalah garis pantai sampai 1 mil laut ke arah laut. Monitoring bisa mencapai area di luar batas tersebut, kalau melihat aktifitas di tempat tersebut. Persentase area yang disurvei ditulis pada formulir P Penyimpanan dan Penyebaran Data Tim monitoring bertanggung jawab untuk menyimpan data formulir monitoring pemanfaatan sumberdaya dalam file holder. Satu copy data formulir lapang disampaikan kepada Kepala cabang DPPK Klungkung di Nusa Penida setiap 3 bulan. Data harus dimasukkan ke dalam program Excel dengan format yang sudah dipersiapkan khusus untuk itu (lihat Lampiran III). Memasukkan data ke dalam komputer dilakukan paling lambat dua hari setelah dari lapang.

12 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 12 Memasukkan Data, Analisis Data dan Pelaporan 3.1. Memasukkan data Setelah selesai satu sortie monitoring, data harus dimasukkan ke dalam program database atau program spreadsheet. Data dari Sortie tersebut sudah dimasukkan ke dalam komputer paling lambat 2 (dua) hari setelah selesainya satu Sortie. Bila formulir isian lapangan tidak jelas, dalam waktu dua hari ini tim lapangan mungkin masih ingat apa yang seharusnya menjadi masukan yang benar. Data dari program monitoring pemanfaatan sumberdaya di Perairan KKP Nusa Penida tersebut dimasukkan ke dalam aplikasi Microsoft (MS) Excel. Lampiran III menyajikan seluruh data template untuk pemasukan data hasil survei monitoring pemanfaatan sumberdaya ke dalam komputer. Data template dalam bentuk Excel tersebut memiliki lembar-lembar kerja (worksheet) sebagai berikut: - Judul berisi (1) penjelasan program monitoring, (2) rincian petugas yang bertanggung jawab dalam kompilasi terhadap template pemasukan data, (3) tanggal revisi, (4) deskripsi dari setiap lembar-kerja dalam workbook (Gambar 2) - Lembar-lembar yang berisi tabel data (Gambar 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan 11). - Lembar yang berisi nama-nama dari semua variabel, nama-nama dari lembar-lembar dimana setiap variabel terjadi, dan deskripsi lengkap tentang variabel, termasuk unit pengukuran dan arti kode-kode bilamana variabelnya adalah variabel kelas. Nama file untuk data dasar (RUMonitoring_KKP_Nusa_Penida_Data.xls) dipisahkan dengan data untuk analisis (RUMonitoring_KKP Nusa Penida_DataAnalysis.xls). Analisis data melibatkan manipulasi records, variabel dan observasi individu. Dalam analisis data, sangat mudah terjadi kesalahan yang mungkin merusak data awal. Lebih jauh, manipulasi data dalam Excel cenderung untuk mengubah lay-out dari database sampai taraf tertentu: kolom dengan kalkulasi antara ditambahkan, kolom yang tidak dibutuhkan mungkin disembunyikan atau dihapus dan worksheet mungkin akan bertambah karena grafik, catatan dan hasil analisis (seperti proses yang melibatkan pivotable dan pivotchart). Hal ini akan membuat database lebih sulit untuk dipahami oleh anggota tim yang mengerjakan data yang sama Analisis Data Staf monitoring CTC menyiapkan tinjauan umum dari data (statistik deskriptif dan grafik dasar) dan peta dengan posisi pengguna sumberdaya yang ditemui. Alasan dasar untuk melakukan monitoring pemanfaatan sumberdaya adalah untuk menduga total tingkat pemanfaatan sumberdaya. Untuk memperkirakan total tingkat pemanfaatan sumberdaya, jumlah pengguna sumberdaya yang diobservasi selama lintasan survei harus dikalikan dengan satu faktor: total usaha pemanfaatan sumberdaya setiap tahun = total jumlah pengguna sumberdaya yang diobservasi * (365 / hari di lapangan) * (total daerah / daerah yang disurvei) Formula ini diterapkan juga pada sub-kelompok dari pengguna sumberdaya (nelayan dari Kampung A, nelayan yang menggunakan alat tangkap B, operator wisata skala kecil, dsb.) sepanjang memungkinkan. Untuk pemanfaatan sumberdaya ekstraktif, total output (misalnya, total tangkapan) dapat dihitung sebagai berikut: total tangkap per tahun = total usaha pemanfaatan sumberdaya per tahun * rata-rata hasil tangkap yang diobservasi per unit usaha * (1 / hari yang dihabiskan untuk melaksanakan observasi tangkapan).

13 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 13 Tangkapan per satuan usaha didefiniskan disini sebagai tangkapan yang dilakukan oleh satu unit usaha, biasanya dalam satu hari-perahu atau kelompok-hari bagi kelompok yang menangkap sumberdaya di terumbu karang (reef gleaners, bekarang, meting) Penyajian Data Berikut adalah tabel-tabel yang bisa diproduksi (data yang dikumpulkan selama tahun survei paling terbaru): - Karakteristik survei (berapa hari di lapangan, waktu yang dipakai di lapangan, dsb.) - Tabel dengan asal pengguna sumberdaya vs total usaha dan total tangkapan - Tabel dengan tipe-tipe pemanfaatan sumberdaya (alat tangkap) vs total usaha dan total tangkapan - Tabulasi silang dari tipe pemanfaatan sumberdaya (alat tangkap) vs asal pengguna sumberdaya Berikut adalah gambar-gambar yang bisa dibuat: - Kecenderungan-kecenderungan musiman dan tahunan dalam upaya pemanfaatan sumberdaya, dipisahkan oleh tipe (misalnya alat tangkap, asal pengguna sumberdaya) - Kecenderungan-kecenderungan musiman dan tahunan dalam output pengguaan sumberdaya (tangkapan, tingkat kunjungan) - Komposisi agregat tahunan dari usaha pemanfaatan sumberdaya (misalnya, diagram pie dari alat tangkap yang diobservasi, asal pengguna sumberdaya) - Komposisi agregat tahunan dari outpus pemanfaatan sumberdaya (mis diagram pie dari komposisi tangkapan) - Peta-peta dengan posisi dimana pemanfaatan sumberdaya diobservasi (jika cocok dipisahkan oleh tipe alat tangkap, asal nelayan, musim, dsb.) Pelaporan Staf Monitoring CTC mempersiapkan (bersama tim) laporan-laporan sebagai berikut: - Laporan teknis tahunan dan tengah tahunan, dengan kesimpulan dari semua temuan (kadangkala, berguna untuk mempersiapkan infosheet dan poster dengan temuan-temuan paling penting). Lihat kerangka / outline yang disarankan bagi laporan teknis. - Laporan kegiatan (bulanan) yang menjelaskan: siapa yang bergabung dalam monitoring, daerah mana yang dimonitor, detail tanggal dan jam, berapa jam di laut, dsb. Laporan kegiatan harus mempunyai narasi singkat terhadap hasil-hasil observasi yang penting atau kendala-kendala logistik, dsb. - Laporan insidentil (didistribusikan dalam bentuk atau hard copy, mana yang lebih sesuai) jika tim mengamati sesuatu yang diluar kebiasaan, yang memerlukan tindak lanjut langsung (misalnya pemanfaatan sumberdaya tipe baru, pelanggaran serius peraturan pemanfaatan sumberdaya) atau sesuatu yang menarik (misalnya penampakan hewan-hewan yang tidak biasa). Observasi kegiatankegiatan illegal harus dilaporkan kepada minimal pihak berwenang tingkat local DPPK KLungkung. Kerangka dari laporan teknis: 1. Abstrak (maks. 500 kata) 2. Ringkasan Eksekutif (2-5 halaman, mungkin memasukkan gambar-gambar dan tabel-tabel paling penting) 3. Pendahuluan (penjelasan ringkas tentang daerah survei, tujuan-tujuan dari program monitoring pemanfaatan sumberdaya, penjelasan singkat dari pendekatan monitoring pemanfaatan sumberdaya) 4. Materi dan metode (metodologi observasi, perahu survei yang digunakan, peralatan survei yang digunakan, penjadwalan survei tabel dari tanggal survei) 5. Hasil (kebanyakan tabel dan gambar-gambar dengan teks penjelasan) 6. Diskusi (penjelasan dan diskusi hasil) 7. Rekomendasi pengelolaan ( list bullet dengan implikasi pengelolaan dari temuan-temuan paling penting)

14 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p Referensi Lampiran I Peta topografi dari daerah yang dipilih Lampiran II Formulir isian lapangan Lampiran III Data (tabel dengan data mentah)

15 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 15 Prosedur Operasional Lapang 4.1. Perlengkapan Survei Hal-hal berikut adalah daftar yang harus dipersiapkan oleh Staf Monitoring CTC yang akan melakukan kegiatan monitoring pemanfaatan sumberdaya: - Formulir: P1, P2, P3, P4, dan P5 (Lampiran 2) - Kertas tulis, working-pad, pensil, penghapus, cutter untuk penajam pensil - GPS tangan, batterai ekstra - Kompas - Kamera digital, baterai ekstra - Teropong/Binokular - Material informasi tentang: UU No. 31/2004, UU No. 5/1990, UU No. 9/1985, dll - Gambar alat tangkap, gambar ikan - Protokol monitoring pemanfaatan sumberdaya - Peralatan pribadi (topi, kacamata, sunblock) - Makanan & air - Formulir pengamatan insidentil setasea, manta, duyung, karang putih skala luas (bleaching) - Semua daftar tersebut di atas harus ada dan tersedia sebelum melakukan Sortie atau monitoring pemanfaatan sumberdaya. Koordinator monitoring membuat print out dari daftar tersebut ketika melakukan pengecekan akhir Persiapan (satu atau beberapa hari sebelum berangkat) Tim monitoring harus sudah menyelesaikan seluruh persiapan sebelum melakukan survei di lapangan. Persiapan tersebut, termasuk: - Memastikan speedboat/ jukung siap berangkat dengan bahan yang cukup untuk mengelilingi KKP Nusa Penida dengan bahan bakar ekstra. - Staf Monitoring atau Staf Outreach CTC menyampaikan rencana monitoring kepada DPPK Klungkung. DPPK Klungkung memberikan semacam surat penugasan kegiatan monitoring kepada tim Sebelum Berangkat Sebelum berangkat, ketua tim melakukan briefing dengan seluruh anggota sambil melakukan pengecekan ulang terhadap seluruh persiapan dan logistik. Hal penting yang harus diperhatikan adalah: - Formulir P1 diisi dan ditandatangani oleh seluruh peserta/petugas. Satu copy formulir P1 diberikan kepada petugas radio di darat. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui catatan seluruh peserta yang ada di dalam speedboat. Jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di laut, petugas radio bisa mendapat kejelasan peserta survei dan hal ini akan memudahkan petugas radio dalam membuat laporan tindak lanjut. - Petugas radio komunikasi harus diberitahu pada pusat control informasi. Sambil mencatat jam berangkat pada formulir P2, ketua tim atau kapten speedboat melapor kepada petugas radio di darat bahwa tim segera melakukan survei Selama Kegiatan Monitoring Selama menyelesaikan seluruh rute survei monitoring pemanfaatan sumberdaya, tim melakukan observasi terhadap pemanfaatan sumberdaya yang bergerak dan tetap. Kegiatan tersebut termasuk: - melakukan wawancara terhadap seluruh perahu nelayan dan pariwisata yang ditemui selama survei. Berdasarkan pengujian lapang sebelumnya, wawancara berlangsung tidak lebih dari 5 menit (menghindari nelayan atau wisatawan merasa terganggu dalam melakukan aktifitas). Wawancara dilakukan dalam seluruh aktifitas nelayan dan pengguna sumberdaya bergerak lainnya, baik ketika

16 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 16 melakukan istirahat, melintas atau ketika sedang melakukan kegiatan. Wawancara dilakukan untuk mengisi formulir P3. - budidaya rumput laut dan ponton pariwisata dicatat dengan menggunakan form P4 dan P5 - mencatat rute perjalanan pada Formulir P2 (pengisian sektor dan rute pada peta) - wawancara harus didahului dengan penjelasan singkat: salam, penjelasan singkat tentang maksud wawancara dan (jika disetujui) melakukan pertanyaan tentang: asal pengguna, jenis alat dan hasil tangkap Penanganan Kasus Aktifitas Melanggar Hukum Ketika sedang melakukan kegiatan monitoring, tim bisa saja menemukan pengguna sumberdaya yang melanggar hukum. Jika hal itu terjadi, tim disarankan untuk melakukan kombinasi penanganan kasus sebagai berikut (yang memungkinkan): - selalu melapor melalui radio/ handphone - mengambil gambar dengan kamera digital (audio-visual), jika ada delik yang membutuhkan tindak lanjut penanganan hukum - jika kecendrungan akan terjadi kekerasan, pertahankan jarak yang aman, gunakan radio/ handphone untuk minta pertolongan kepada tim pengamanan. Pertahankan kontak visual dengan pelaku/tersangka sampai tim penegakan hukum datang - selalu membuat file laporan tertulis kepada polisi setelah sampai di darat 4.6. Setelah Survei (kembali ke kantor) Setelah menyelesaikan seluruh rute monitoring, umumnya anggota tim cukup payah. Dalam kondisi seperti ini, mereka sering melupakan hal-hal yang seharusnya diselesaikan sebagai berikut: - ketua tim melengkapi formulir P2 sebelum diarsip dalam file folder - semua formulir dicopy, satu set disimpan di CTC, satu set diserahkan kepada DPPKKlungkung cabang Nusa Penida - memasukkan data dalam Excel spreadsheet, paling lambat dua hari setelah menyelesaikan satu Sortie_ID. Jika ada kesalahan dalam mengisi formulir lapangan, ketua tim masih bisa mengingat seluruh peristiwa sehubungan dengan pencatatan data tersebut Catatan Pemanfaatan Sumberdaya Tetap Pemanfaatan sumberdaya yang tetap adalah termasuk setiap tipe pemanfaatan yang cenderung tetap selama periode 2 3 bulan atau lebih, tidak termasuk struktur permanent seperti pelabuhan, resort di pantai, dst. Beberapa contoh pemanfaatan sumberdaya yang tetap, termasuk: - Rumpon atau Fish Aggregating Devices (FADs) - Karamba ikan (terutama ikan geropa yang digunakan untuk menampung ikan hasil tangkapan kompresor) - Petak-petak budidaya rumput laut - Lokasi budidaya kerang mutiara, - Bagan tancap (perikanan lampu dari lokasi yang tetap dengan menggunakan jaring) - Ponton Pariwisata - Mooring buoys (pelampung tambatan perahu) untuk armada pariwisata - Prinsip dasar monitoring pemanfaatan sumberdaya tetap adalah bahwa tim monitoring membawa peta sketsa (formulir P4) untuk periode 3 bulan dimana seluruh pemanfaatan sumberdaya dimasukkan pada awal mereka ditemukan. Hal ini berarti bahwa tim harus membawa peta yang sama pada setiap sortie/trip. Pemanfaatan sumberdaya tetap yang hilang selama dalam periode monitoring tiga bulan (misalkan, sebuah budidaya karamba yang sudah pindah atau tidak ada lagi) tidak boleh dihilangkan dari peta sketsa. Asumsinya adalah bahwa selama periode tiga bulan, seluruh area yang dibahas sudah dicakup (dikunjungi), paling tidak satu kali. Setelah periode tiga bulan, peta sketsa di-file dan diambil lagi peta sketsa yang baru. Anggota tim survei harus mengerti pengisian formulir P4 dan P5.

17 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 17

18 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 18 Biaya Total hari lapang untuk kegiatan monitoring pemanfaatan sumberdaya laut tahun 2012 adalah 9 hari. Perkiraan total biaya langsung dari kegiatan tersebut mencapai sekitar Rp per hari. Komponen biaya tertinggi berasal dari sewa speedboat yang mencapai Rp3,000,000 per hari kerja. Perkiraan biaya langsung secara rinci disajikan pada tabel berikut: Komponen biaya (per 27 April 2012) Binocular (with range finder) Sewa speedboat makan & minum tim monitoring (6 x Rp 100,000 per orang per hr) Pengganti transport tim monitoring (4 x Rp. 100,000) Total biaya per hari lapang Hari lapang per tahun Total biaya langsung per thn (tdk term waktu staf) 5,000,000 Rp 3,000,000 Rp 600,000 Rp/hr 400,000 Rp/hr 4,000,000 Rp 9 hr 41,000,000 Rp Perubahan Protokol Berdasarkan Versi Versi 0:1, April Versi ini dikompilasi dari Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Kofiau oleh Andreas H. Muljadi (amuljadi@coraltrianglecenter.org) dan tidak untuk diedarkan. Versi 0:2, September Pada versi ini Terdapat penyempurnaan formulir P3 dengan tambahan asal menjadi 14 kriteria dan disesuaikan dengan database. Usulan perubahan protokol dilakukan oleh coral triangle center (amuljadi@coraltrianglecenter.org atau mwelly@coraltrianglecenter.org) Rekomendasi Lanjut Program monitoring pemanfaatan sumberdaya di KKP Nusa Penida berasumsi bahwa hasil tangkap yang diamati adalah merupakan hasil tangkap harian. Jika pada kenyataan nanti nelayan sering kali melakukan multi-trip, wawancara juga harus memasukkan pertanyaan jumlah hari nelayan sudah melaut dalam mengartikan hasil tangkap hasil pengamatan. Bahan bacaan Keputusan Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan, Nomor 45, tahun 2000 tentang Perijinan Usaha Perikanan. Keputusan Menteri Pertanian Nomor /Kpts/IK.120/4/99 tahun 1999, tentang Jalur-Jalur Penangkapan Ikan. Oakley, K.L., L.P. Thomas, and S.G. Fancy Guidelines for long-term monitoring protocols. Wildlife Society Bulletion 2003, 31(4): PERDA Kabupaten Manggarai Nomor 11, tahun 2001, tentang Pemakaian alat tangkap dan atau alat bantu pengambilan hasil laut dalam wilayah perairan laut Kabupaten Manggarai. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya. Undang-Undang Republik Indonesia No 31 tahun 2004 tentang Perikanan.

19 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 19 Lampiran 1. Daftar istilah yang digunakan dalam teks ArcGIS, ArcView, ArcInfo Area yang dicakup/cakupan area/area of interest: Daerah yang informasinya diperlukan oleh pengelola, hal ini biasanya mencakup kawasan perlindungan ditambah daerah yang langsung berada disekitarnya. Daerah yang dipilih oleh pengelola menentukan bahwa daerah ini harus dicakup oleh tim monitoring. Untuk kepentingan monitoring pemanfaatan sumberdaya laut di KKP Nusa Penida, area yang dicakup terutama adalah wilayah pantai sampai kedalaman 20 m ditambah jarak 500 m ke laut. Namun jika ada kegiatan pemanfaatan di luar wilayah tersebut dan sangat diperlukan bagi data pemanfaatan sumberdaya (kapal TungHo sebagai pengangkut ikan kerapu hidup ke Hongkong) yang sering berada di luar wilayah tersebut juga diobservasi. Database relational: Tipe database dimana tabel yang berisi data dihubungkan antara satu dengan lainnya melalui beberapa kunci referensi. Tipe database ini lebih disukai karena dapat menyimpan data dengan replikasi minimum. Database: Sistem digital (komputerisasi) atau analog (card box) untuk menyimpan dan mengambil data. Database dapat terdiri dari satu tabel data, atau dua maupun lebih tabel data yang berhubungan antara satu dengan lainnya (database relational). Database yang relational atau berhubungan biasanya dianggap merupakan cara paling efisien untuk menyimpan data. Geographic Information System (GIS) Global Positioning System (GPS) Kawasan Perlindungan Laut atau Marine Protected Area (MPA), Kawasan Perlindungan atau Protected Area (PA). Kawasan Perlindungan Laut adalah perairan pasang surut, termasuk flora dan fauna di dalamnya, dan penampakan sejarah serta budaya, yang dilindungi secara hukum atau cara lain yang efektif, untuk melindungi sebagian atau seluruh lingkungan di sekitarnya. (definisi dari IUCN = International Union for the Conservation of Nature and Natural Resource (Kerjasama Internasional untuk Konservasi Alam dan Sumberdaya Alam); sekarang dikenal sebagai World Conservation Union (Kerjasama Konservasi Dunia). Keberadaan Selektif atau Selective Availability (SA) GPS dapat memberikan data yang tepat dalam jangkauan beberapa meter. Terkait dengan masalah keamanan, signal suara ditambahkan yang mana hal ini bertujuan untuk mengurangi ketepatan GPS hingga sekitar 100 m. Beberapa lembaga pemerintah mempunyai akses melalui kode khusus untuk menghilangkan signal suara (sehingga disebut sebagai Keberadaan Selektif), dan bisa menghilangkan signal suara melalui sistem yang dikenal sebagai GPS Differensial (D-GPS). Pada masa pemerintahan Bill Clinton pada abad kesembilan belas SA dihapus, sehingga membuat penentuan tempat yang ketepatannya tinggi semakin luas. Koordinat, garis bujur, garis lintang Penangkapan berlebih (over-fishing): Melakukan usaha yang lebih tinggi daripada yang diinginkan dari sudut pandang ekologi dan/atau ekonomi. Bisa juga diartikan sebagai melakukan pengambilan pada laju yang lebih tinggi dari laju pembaruan secara alami, sehingga hasil tangkapan yang lebih tinggi hanya bisa didapat dengan cara menurunkan jumlah usaha. Dengan demikian, bila suatu sumberdaya mengalami penangkapan berlebih, pemanfaatan sumberdaya hanya akan dapat dioptimalkan dengan mengurangi usaha.

20 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 20 Parsimony: hemat dalam pemanfaatan untuk mencapai sesuatu Pemanfaatan sumberdaya ekstraktif, pemanfaatan sumberdaya non-ekstraktif. Pemanfaatan sumberdaya ekstraktif adalah semua jenis pemanfaatan sumberdaya dimana obyek hidup maupun mati diambil dari daerah yang dipilih. Tipe pemanfaatan sumberdaya ekstraktif yang paling penting adalah penangkapan ikan; contoh lain adalah bio-prospecting, dan pengambilan terumbu karang. Pemanfaatan sumberdaya non-ekstraktif: semua jenis pemanfaatan sumberdaya yang tidak melibatkan pengambilan dari obyek hidup maupun mati, misalnya pariwisata laut seperti menyelam untuk melihat keindahan terumbu karang atau ikan. Walaupun pariwisata laut seperti menyelam masuk kedalam kategori non-ekstraktif, dia bisa juga mengganggu keberadaan sumberdaya tersebut. Budidaya ikan mempunyai dua aspek pemanfaatan sumberdaya ekstraktif dan yang non-ekstraktif. Praktek penangkapan ikan merusak / penangkapan tidak ramah lingkungan: Penangkapan ikan yang merusak habitat, oleh karenanya tidak hanya berdampak pada spesies yang menjadi target penangkapan, akan tetapi juga habitatnya. Contoh dari penangkapan ikan merusak adalah penangkapan dengan menggunakan bom, racun dan kebanyakan pukat harimau (trawl) tipe dasar. Program spreadsheet: Suatu program seperti Microsoft Excel dimana data dimasukkan kedalam sel-sel dari worksheet dan dimana sel-sel ini mungkin berisi formula yang mengacu kepada sel-sel lainnya. Protokol monitoring: merupakan rencana detail yang menjelaskan bagaimana data dikumpulkan, diorganisir, dianalisis, dan dilaporkan, dan menjadi komponen kunci jaminan kualitas program monitoring sumberdaya alam. Protokol ini penting untuk menjamin bahwa perubahan-perubahan yang dideteksi oleh monitoring benar-benar terjadi di alam dan bukan karena akibat hasil pengukuran yang diambil oleh orang-orang yang berbeda dengan cara yang sedikit berbeda (Oakley, Thomas & Fancy 2003). Protokol monitoring harus menjelaskan seluruh detail yang dilakukan dalam program monitoring. Pada intinya, protokol harus memberikan informasi yang lengkap kepada teknisi lapangan yang trampil untuk melaksanakan program monitoring tanpa penjelasan lebih lanjut, dan protokol monitoring harus berfungsi sebagai petunjuk acuan selama kegiatan di lapangan. Protokol, biasanya secara teratur direvisi dan oleh karena itu protokol harus bertanggal atau nomer versi untuk melacak revisi. Protokol harus mencakup specimen formulirformulir lapang. Sortie. Disini diartikan sebagai trip monitoring pemanfaatan sumberdaya, atau waktu diantara meninggalkan basis tinggal hingga kembalinya. Pada program monitoring pemanfaatan sumberdaya KKP Nusa Penida, satu sortie memakan waktu 1-2 hari. Tabel Data Tabel dengan data, dimana setiap lajur mewakili data dan setiap kolom mewakili variabel. Setiap record mengandung satu subyek data, misalnya, satu record mengandung data satu armada penangkapan yang diobservasi di lapangan (ukuran, kekuatan mesin, hasil tangkap, dsb.). Variabel mewakili data yang sama dari berbagai subyek, misalnya kekuatan mesin dari perahu nelayan yang diobservasi di lapangan. Satu datum (misalnya kekuatan mesin dari satu perahu nelayan yang diobservasi di lapangan) disimpan didalam sel, yang merupakan interaksi antara lajur dan kolom. Tipe-tipe variabel: Tiga tipe variabel utama adalah variabel kelas, variabel berkelanjutan, dan Boolean. Nilai dari suatu variabel kelas mengidentifikasikan kategori (misalnya asal nelayan). Kadangkala, kategori diberi kode dengan nomor (misalnya Kampung Komodo = 1, Kampung Rinca = 2, Kampung Kerora = 3 dsbnya.) Secara khusus, tidak ada artinya penomoran ini dalam penghitungan (Kampung Komodo + Kampung Rinca Kampung Kerora, meskipun 1+2 = 3), dan didalam grafik misalnya Asal diletakkan pada sumbu X dan Volume tangkap rata-rata (kg per perahu hari) pada sumbu Y, harus menggunakan grafik balok dan bukann grafik garis. Variabel yang berlanjut, seperti Berat Tangkapan, bisa diubah menjadi transformasi dan kalkulasi (bila Berat Tangkat dari perahu A = 1 kg, dan Berat Tangkap perahu B = 2 kg, maka Berat Tangkap dari kedua perahu diatas a = 3 kg). Booleans adalah variabel yang menggambarkan data biner, yang hanya mempunyai dua nilai (0 atau 1, ya atau tidak, tidak ada atau ada ).

21 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 21 Lampiran 2. Formulir isian lapang yang digunakan dalam program monitoring pemanfaatan sumberdaya di KKP Nusa Penida (P1 - P5)

22 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 22 Formulir P1. Pernyataan yang harus ditandatangani oleh seluruh peserta sebelum melakukan Sortie Tanggal Berangkat : Speedboat/ Jukung : Sortie_ID.: Nama Organisasi Fungsi Tandatangan 1 Kapten 2 ABK Tanda Tangan Ketua Tim Formulir isian ini disimpan bersama data monitoring

23 Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 23 Formulir P2. Sortie ID Tgl/Bln/Thn jam:menit jam:menit Tanggal Berangkat Jam Berangkat Jam Tiba Persentase masing-masing seksi yang dilewati pada Sortie ini: 1. Zona Inti 5. Zona Pariwisata Khusus 2. Zona Perikanan Tradisional 6. Zona Pelabuhan 3. Zona Pariwisata Bahari Khusus 7. Zona Suci 4. Zona Budidaya Rumput Laut Total Wawancara P3 = Total pelanggaran = Total pengamatan P4 =

24 1. Mesin dalam 2. Mesin tempel besar 3. Mesin tempel ketinting 4. Tanpa mesin 5. Tanpa kapal 1. Lembongan/ Jungut Batu 2. Ceningan 3. Toyapakeh/ Ped 4. Batu Nunggul/ Suana 5. Penida 6. Sanur 7. Serangan 8. Nusa Dua 9. Benoa 10. Padang Bay 11. Bali 12. Lombok 13. Daerah lain, Nasional 14. Luar negeri 1. Pancing tonda atau rawai tuna ( hanyut ) 2. Pancing dasar atau rawai dasar (tetap) 3. Jaring insang hanyut / tetap ( pukat ) 4. Jaring/pukat cincin, pukat harimau, lampara 5. Bubu 6. Kompresor ( alat selam ) 7. Ngeter/ Meting/ Bameti ( tanpa alat selam ) 8. Bom, sianida, potas atau bius, tuba 9. Pancing/ jaring hiu 10. Alat lainnya 0. Belum ada hasil 1. Ikan (tuna/ cklg/ tgkol/ ik krg mati/ tenggiri) 2. Ikan hidup (gropa, maming) 3. Ikan hidup (ikan hias) 4. Ikan laut dalam 5. Teripang/ Kepiting 6. Penyu 7. Lobster (2 ekor dalam 1 kg) 8. Bia garu / lola/ mata tuju/ mt bulan/ triton 9. Cumi-cumi/ sontong/ gurita/ tali arus 10. Sirip hiu 11. Lainnya Berat basah (kg) Berat kering (kg) Keterangan: Lintang S...., o (derajat desimal) Bujur E...., o (derajat desimal) 1. Nelayan 2. Wisata selam 3. Wisata mancing 4. Kapal Pesiar / Wisata Daratan 1. Kerja 2. Jalan 3. Istirahat Jumlah Awak Kapal Jumlah Wisatawan / Penumpang Jumlah Jam Kerja Formulir P3. Pengamatan pemanfaatan sumberdaya bergerak (nelayan & wisatawan) Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 25 September p. 24 Sortie_ID (lihat formulir P1): Posisi Pemanfaatan Kegiatan Nomor Tanggal (Tgl/Bln/Thn) Waktu (jam:menit) Nama lokasi Nama Kapal Nama Kapten Jenis kapal Asal Jenis alat tangkap : Jenis hasil Jumlah hasil

25 Protokol monitoring pemanfaatan sumberdaya Laut Nusa Penida, versi 27 April 2012, 25 Formulir P4 Tanggal/bulan/tahun: Sortie_ID (lihat formulir P1):

26 Protokol monitoring pemanfaatan sumberdaya Laut Nusa Penida, versi 27 April 2012, 26 Formulir P5. Sumberdaya tetap Pemanfaatan sumberdaya tetap selama periode: SortieID FeatureID FeatureType Deskrisi sumberdaya tetap (bawa beberapa lembar formulir jika dibutuhkan) Catatan: Feature type: titik, garis, poligon SortieID: SortieID pengamatan selama 3 bulan

27 Protokol monitoring pemanfaatan sumberdaya Laut Nusa Penida, versi 27 April 2012, 27 Lampiran 3. Pengisian Formulir lapang program monitoring pemanfaatan sumberdaya laut di KKP Nusa Penida (P1 P5)

28 Protokol monitoring pemanfaatan sumberdaya Laut Nusa Penida, versi 27 April 2012, 28 Pengisian formulir lapang P1

29 Protokol monitoring pemanfaatan sumberdaya Laut Nusa Penida, versi 27 April 2012, 29 Pengisian formulir lapang P2

30 Protokol monitoring pemanfaatan sumberdaya Laut Nusa Penida, versi 27 April 2012, 30 Pengisian formulir lapang P3

31 Protokol monitoring pemanfaatan sumberdaya Laut Nusa Penida, versi 27 April 2012, 31 Pengisian formulir lapang P4

32 Protokol monitoring pemanfaatan sumberdaya Laut Nusa Penida, versi 27 April 2012, 32 Pengisian formulir lapang P5

33 Protokol monitoring pemanfaatan sumberdaya Laut Nusa Penida, versi 27 April 2012, 33 Lampiran 4. Format entri data yang digunakan dalam program monitoring pemanfaatan sumberdaya di KKP Nusa Penida

34 Protokol monitoring pemanfaatan sumberdaya laut Nusa Penida, versi 27 April 2012 p. 34 Gambar 2. Worksheet Judul dalam database monitoring pemanfaatan sumberdaya.

35 Protokol monitoring pemanfaatan sumberdaya laut Nusa Penida, versi 27 April 2012 p. 35 Gambar 3. Tabel P1 dalam database monitoring pemanfaatan sumberdaya, mengandung informasi yang rinci tentang masing-masing sorties.

36 Protokol monitoring pemanfaatan sumberdaya laut Nusa Penida, versi 27 April 2012 p. 36 Gambar 4. Tabel P2 dalam database monitoring pemanfaatan sumberdaya, dimana cakupan sebuah zona diberi indeks persentase.

37 Protokol monitoring pemanfaatan sumberdaya laut Nusa Penida, versi 27 April 2012 p. 37 Gambar 5. Tabel P3 dalam database monitoring pemanfaatan sumberdaya, mengandung informasi dari masing-masing pemanfaatan sumberdaya.

38 Protokol monitoring pemanfaatan sumberdaya laut Nusa Penida, versi 27 April 2012 p. 38 Gambar 6. Table P4 dalam database monitoring pemanfaatan sumberdaya, mengandung peta kasar yang lokasi monitoring.

39 Protokol monitoring pemanfaatan sumberdaya laut Nusa Penida, versi 27 April 2012 p. 39 Gambar 7. bergerak. Tabel P5 dalam database monitoring pemanfaatan sumberdaya, mengandung informasi detail masing-masing pemanfaatan tidak

40 Protokol monitoring pemanfaatan sumberdaya laut Nusa Penida, versi 27 April 2012 p. 40 Gambar 8. Luas cakupan area untuk masing-masing zona

41 Protokol monitoring pemanfaatan sumberdaya laut Nusa Penida, versi 27 April 2012 p. 41 Gambar 9. Daftar Variabel dalam database monitoring pemanfaatan sumberdaya berdasarkan penempatan dalam sheet dan tabel dengan penjelasan dari database.

Protokol Program Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida Klungkung

Protokol Program Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida Klungkung Protokol Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida - Versi 12 April 2012. p. 1 Protokol Program Monitoring Pemanfaatan Sumberdaya Laut Nusa Penida Klungkung Versi: v.0.1, 12 April 2012 Kompilasi

Lebih terperinci

Panduan Program Pemantauan Pemanfaatan Sumberdaya Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Alor

Panduan Program Pemantauan Pemanfaatan Sumberdaya Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Alor Panduan Program Pemantauan Pemanfaatan Sumberdaya Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Alor Versi 3.0 Agustus Tahun 2012 Kompilasi Oleh : Toufik Alansar (WWF Indonesia) Sutio Ambao (DKP

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA KABUPATEN KLUNGKUNG DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Pulau Maratua berada pada gugusan pulau Derawan, terletak di perairan laut Sulawesi atau berada dibagian ujung timur Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

Protokol Pemantauan Pemanfaatan Sumber Daya di Taman Nasional Perairan Laut Sawu

Protokol Pemantauan Pemanfaatan Sumber Daya di Taman Nasional Perairan Laut Sawu Protokol Pemantauan Pemanfaatan Sumber Daya di Taman Nasional Perairan Laut Sawu Kompilasi oleh: Rahmat Hidayat, Dhian Widiyani, Derta Prabuning, Omega Raya, Yusuf Fajariyanto, Purwanto Kontak: bkkpn_kupang@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA

PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA DAFTAR ISI PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMAKASIH... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

Alat Lain. 75 Karakteristik perikanan laut Indonesia: alat tangkap

Alat Lain. 75 Karakteristik perikanan laut Indonesia: alat tangkap Gambar 4.11 Alat tangkap Pukat Harimau atau Trawl (kiri atas); alat Mini-Trawl yang masih beroperasi di Kalimantan Timur (kanan atas); hasil tangkap Mini-Trawl (kiri bawah) dan posisi kapal ketika menarik

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

vi panduan penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi laut daerah DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tahapan Umum Penetapan KKLD 9 Gambar 2. Usulan Kelembagaan KKLD di Tingkat Kabupaten/Kota 33 DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI

Lebih terperinci

Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kebijakan dan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DISAMPAIKAN OLEH Ir. Agus Dermawan, M.Si DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA,

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Natuna memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup tinggi karena memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan

Lebih terperinci

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap Kabupaten Cilacap sebagai kabupaten terluas di Provinsi Jawa Tengah serta memiliki wilayah geografis berupa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki

Lebih terperinci

1 DIKOMUNIKASIKAN KAMPANYE PRIDE? UBAH?

1 DIKOMUNIKASIKAN KAMPANYE PRIDE? UBAH? TEMPLATE RANCANGAN TEORI PERUBAHAN: No Take Zone Area di Wilayah Utara Pesisir IC+A+K BR BC TR CR 5 APA YANG PERLU 4 3 PERILAKU APA 2 APA ANCAMAN 1 DIKOMUNIKASIKAN YANG INGIN KITA UTAMA TARGET KAMPANYE

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMAKAIAN ALAT TANGKAP DAN ATAU ALAT BANTU PENGAMBILAN HASIL LAUT DALAM WILAYAH PERAIRAN LAUT KABUPATEN MANGGARAI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Panduan Program Pemantauan Pemanfaatan Sumberdaya Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Kabupaten Maluku Tenggara

Panduan Program Pemantauan Pemanfaatan Sumberdaya Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Kabupaten Maluku Tenggara Panduan Program Pemantauan Pemanfaatan Sumberdaya Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Kabupaten Maluku Tenggara 2014 Disusun oleh: DKP Kab. Maluku Tenggara BP4K Kab. Maluku Tenggara WWF-Indonesia : Simon

Lebih terperinci

mungkin akan lebih parah bila tidak ada penanganan yang serius dan tersistem. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mengakibatkan tekanan yang luar

mungkin akan lebih parah bila tidak ada penanganan yang serius dan tersistem. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mengakibatkan tekanan yang luar 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Secara geografis propinsi Bali terletak pada posisi 8º 03 40-8º 50 48 LS dan 144º 50 48 BT. Luas propinsi Bali meliputi areal daratan sekitar 5.632,66 km² termasuk keseluruhan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

LAPORAN PEMANTAUAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR. Periode Pemantauan: Juli Desember 2011.

LAPORAN PEMANTAUAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR. Periode Pemantauan: Juli Desember 2011. LAPORAN PEMANTAUAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR Periode Pemantauan: Juli Desember 2011 Di Susun Oleh: WWF- Indonesia, Solor-Alor Project RINGKASAN EKSKUTIF Monitoring

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

FISHING GROUNG /Sistem DPI

FISHING GROUNG /Sistem DPI SISTEM FISHING GROUNG /Sistem DPI DR. Ir. Mustaruddin Fishing Ground /Daerah Penangkapan Ikan (DPI) adalah wilayah perairan, di mana alat tangkap dapat dioperasikan secara sempurna untuk mengeksploitasi

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT POTENSI SUMBER DAYA HAYATI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA 17.480

Lebih terperinci

SISTEM PENGELOLAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN (Fishing Ground System) DR. Mustaruddin

SISTEM PENGELOLAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN (Fishing Ground System) DR. Mustaruddin SISTEM PENGELOLAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN (Fishing Ground System) DR. Mustaruddin Fishing Ground /Daerah Penangkapan Ikan (DPI) adalah wilayah perairan, di mana alat tangkap dapat dioperasikan secara

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

Sistem = kesatuan interaksi diantara elemen terkait untuk mencapai suatu tujuan

Sistem = kesatuan interaksi diantara elemen terkait untuk mencapai suatu tujuan SISTEM DPI SISTEM FISHING GROUNG /Sistem DPI DR. Ir. Mustaruddin Fishing Ground /Daerah Penangkapan Ikan (DPI) adalah wilayah perairan, di mana alat tangkap dapat dioperasikan secara sempurna untuk mengeksploitasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN Evaluasi Reef Check Yang Dilakukan Unit Selam Universitas Gadjah Mada 2002-2003 BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 1 BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Keanekaragaman tipe ekosistem yang ada dalam kawasan Taman

Lebih terperinci

STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) Patroli di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida Kabupaten Klungkung. (terbatas dan tidak untuk diedarkan)

STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) Patroli di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida Kabupaten Klungkung. (terbatas dan tidak untuk diedarkan) STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) Patroli di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida Kabupaten Klungkung (terbatas dan tidak untuk diedarkan) 2012 Didukung oleh : A. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Analisis Komparasi

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Analisis Komparasi 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Komparasi Kabupaten Klungkung, kecamatan Nusa Penida terdapat 16 desa yang mempunyai potensi baik sekali untuk dikembangkan, terutama nusa Lembongan dan Jungutbatu. Kabupaten

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN LAUT TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Daerah Kecamatan Pulau Tiga merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Natuna yang secara geografis berada pada posisi 3 o 34 30 3 o 39

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Permasalahan Sosial Budaya dalam Implementasi Peraturan tentang Perlindungan Spesies Hiu di Tanjung Luar, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 89 BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 7.1 Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Karimunjawa telah menyadari terjadinya perubahan ekologis di kawasan Karimunjawa. Berbagai macam bentuk perubahan yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT PENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT (Mewujudkan Kawasan Suaka Perikanan Nasional Perairan Laut Sawu dan Sekitarnya) Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau

Lebih terperinci

Pariwisata Kabupaten Lombok Barat, 2000). 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pariwisata Kabupaten Lombok Barat, 2000). 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Gili Indah yang terletak di wilayah perairan laut bagian barat pulau Lombok Nusa Tenggara Barat, merupakan salah satu kawasan pesisir di Indonesia yang mengalami

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan

Lebih terperinci

(Varanus kornodoens~ s) dan habitatnya Namun kemudian kawasan ini di ketahui

(Varanus kornodoens~ s) dan habitatnya Namun kemudian kawasan ini di ketahui 1.1. Latar belakang Taman Nasional Komodo (TNK) dibentuk pada tahun 1980 dan dinyatakan sebagai sebuah World Heritage Site dan Man nncl Rrosphe~e oleh UNESCO pada tahun 1986 (Pet dan Yeager, 2000a). TNK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terdiri dari 34 provinsi (Data Kemendagri.go.id, 2012). Indonesia memiliki potensi alam yang melimpah sehingga dapat

Lebih terperinci

PERATURAN DESA BENTENAN NOMOR: 3 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DAN LAUT DESA BENTENAN

PERATURAN DESA BENTENAN NOMOR: 3 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DAN LAUT DESA BENTENAN PERATURAN DESA BENTENAN NOMOR: 3 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DAN LAUT DESA BENTENAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA HUKUM TUA DESA BENTENAN, Menimbang: a. bahwa dengan adanya isu-isu

Lebih terperinci

Business Plan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Nusa Penida. Marthen Welly/CTC

Business Plan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Nusa Penida. Marthen Welly/CTC Business Plan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Nusa Penida Marthen Welly/CTC Daftar Isi Ringkasan Eksekutif... 1 1. Pendahuluan... 3 1.1 Visi... 3 1.2 Misi... 3 1.3 Indikator Keberhasilan... 3

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah

Lebih terperinci

Pengenalan Data Collection. Apa itu data collection dan mengapa pengumpulan data perikanan tuna sangat penting?

Pengenalan Data Collection. Apa itu data collection dan mengapa pengumpulan data perikanan tuna sangat penting? Pengenalan Data Collection Apa itu data collection dan mengapa pengumpulan data perikanan tuna sangat penting? Apa Itu Data Collection? Seperti yang disebutkan di presentasi sebelumnya tentang keberlanjutan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat membutuhkan devisa untuk membiayai pembangunan Nasional. Amanat

BAB I PENDAHULUAN. sangat membutuhkan devisa untuk membiayai pembangunan Nasional. Amanat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pengembangan pariwisata sebagai industri, adalah untuk meningkatkan perolehan devisa. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, sangat membutuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa Kabupaten Kepulauan Selayar

Lebih terperinci

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN 1.1.1. Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, 2006. Menyatakan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO 1 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi ALAT PENANGKAPAN IKAN Riza Rahman Hakim, S.Pi A. Alat Penangkap Ikan Definisi alat penangkap ikan: sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan Pengertian sarana:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu ekosistem pulau-pulau kecil di Indonesia, yang terdiri atas 48 pulau, 3 gosong, dan 5 atol. Terletak antara 5 o 12 Lintang Selatan

Lebih terperinci

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI PROGRES IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI GUBERNUR BALI 1 KONDISI GEOGRAFIS DAN WILAYAH ADMINISTRASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terkenal dengan kekayaan keindahan alam yang beraneka ragam yang tersebar di berbagai kepulauan yang ada di Indonesia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selat Lembeh merupakan suatu kawasan khas yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur tepatnya di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara dengan berbagai potensi sumberdaya

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 46TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 46TAHUN 2005 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 46TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG USAHA PERIKANAN DAN USAHA KELAUTAN PROPINSI

Lebih terperinci

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP Jakarta, 21 April 2015 I. PENDAHULUAN 1. Hasil kajian KPK (Gerakan Nasional Penyelamatan SD Kelautan) merupakan

Lebih terperinci

BAB III. PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN ALOR

BAB III. PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN ALOR BAB III. PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN ALOR Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) perlu dirumuskan berdasarkan permasalahan-permasalahan yang

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8: Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015 7 POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KEARIFAN LOKAL SASI DALAM SISTEM ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI RAJA AMPAT

PEMANFAATAN KEARIFAN LOKAL SASI DALAM SISTEM ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI RAJA AMPAT PEMANFAATAN KEARIFAN LOKAL SASI DALAM SISTEM ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI RAJA AMPAT Oleh Paulus Boli Simposium Nasional Konservasi Perairan Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil Jakarta, 9 10 Mei 2017

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PERMEN-KP/2016 TENTANG PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PERMEN-KP/2016 TENTANG PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN 1 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PERMEN-KP/2016 TENTANG PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Kondisi Umum Kepulauan Karimunjawa secara geografis berada 45 mil laut atau sekitar 83 kilometer di barat laut kota Jepara, dengan ketinggian 0-605 m dpl, terletak antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan menakjubkan. Kondisi kondisi alamiah seperti letak dan keadaan geografis, lapisan tanah yang subur

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMAKAIAN ALAT TANGKAP DAN ATAU ALAT BANTU PENGAMBILAN HASIL LAUT DALAM WILAYAH PERAIRAN KABUPATEN WAKATOBI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDRAPURWA LHOK PEUKAN BADA BERBASIS HUKUM ADAT LAOT. Rika Astuti, S.Kel., M. Si

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDRAPURWA LHOK PEUKAN BADA BERBASIS HUKUM ADAT LAOT. Rika Astuti, S.Kel., M. Si STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDRAPURWA LHOK PEUKAN BADA BERBASIS HUKUM ADAT LAOT Rika Astuti, S.Kel., M. Si rika.astuti87@yahoo.com Simposium Nasional Konservasi Perairan Pesisir dan

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN ALOR

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN ALOR LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS SURVEY PENETAPAN TAPAL BATAS DAN MONITORING SUMBERDAYA LAUT KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN ALOR TIM SURVEY PENETAPAN TAPAL BATAS DAN MONITORING SUMBERDAYA LAUT

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN KEPALA DESA TEJANG PULAU SEBESI NOMOR : 140/ /KD-TPS/16.01/ /2002 TENTANG DAERAH PENGAMANAN LAUT

SURAT KEPUTUSAN KEPALA DESA TEJANG PULAU SEBESI NOMOR : 140/ /KD-TPS/16.01/ /2002 TENTANG DAERAH PENGAMANAN LAUT SURAT KEPUTUSAN KEPALA DESA TEJANG PULAU SEBESI NOMOR : 140/ /KD-TPS/16.01/ /2002 TENTANG DAERAH PENGAMANAN LAUT Menimbang: a. Hasil Kesepakatan Nelayan Desa Tejang Pulau Sebesi b. Keluhan Nelayan Desa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG USAHA PERIKANAN DI KABUPATEN BANGKA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan basah memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia dan lingkungan. Fungsi lahan basah tidak saja dipahami sebagai pendukung kehidupan secara langsung seperti

Lebih terperinci

Keputusan Kepala Badpedal No. 47 Tahun 2001 Tentang : Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang

Keputusan Kepala Badpedal No. 47 Tahun 2001 Tentang : Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang Keputusan Kepala Badpedal No. 47 Tahun 2001 Tentang : Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN, Menimbang : a. bahwa terumbu karang merupakan sumber daya alam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR : 25 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR : 25 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR : 25 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO Menimbang : a. bahwa Retribusi Daerah merupakan sumber Pendapatan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG Oleh : Amrullah Saleh, S.Si I. PENDAHULUAN Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan ekosistem laut dangkal tropis yang paling kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang merupakan habitat bagi banyak

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DI KABUPATEN BARITO KUALA

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DI KABUPATEN BARITO KUALA BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DI KABUPATEN BARITO KUALA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000-2015 ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Hari Suharyono Abstract Gorontalo Province has abundace fishery sources, however the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci