BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hukum, yaitu pertama: hubungan antara yang memerintah dan yang diperintah
|
|
- Ratna Setiawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 35 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Indonesia Sebagai Negara Hukum Negara hukum bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik. Ada dua unsur dalam negara hukum, yaitu pertama: hubungan antara yang memerintah dan yang diperintah tidak berdasarkan kekuasaan melainkan berdasarkan suatu norma objektif, yang juga mengikat pihak yang memerintah; kedua: norma objektif itu harus memenuhi syarat bahwa tidak hanya secara formal, melainkan dapat dipertahankan berhadapan dengan ide hukum. 53 Hukum menjadi landasan tindakan setiap Negara. Ada 4 (empat) alasan mengapa Negara menyelenggarakan dan menjalankan tugasnya berdasarkan hukum: 1. Demi kepastian hukum 2. Tuntutan perlakuan yang sama 3. Legitimasi demokrasi 4. Tuntutan akal budi. Negara hukum berarti alat-alat Negara mempergunakan kekuasaannya hanya sejauh berdasarkan hukum yang berlaku dan dengan cara yang ditentukan dalam hukum itu. Dalam negara hukum, tujuan suatu perkara adalah agar dijatuhi 53 diakses tanggal 30 Juni 2015.
2 36 putusan sesuai dengan kebenaran. Tujuan suatu perkara adalah untuk memastikan kebenaran, maka semua pihak berhak atas pembelaan atau bantuan hukum. Istilah Negara hukum secara terminologis terjemahan dari kata Rechtstaat atau Rule of law. Para ahli hukum di daratan Eropa Barat lazim menggunakan istilah Rechstaat, sementara tradisi Anglo-Saxon menggunakan istilah Negara Hukum. Gagasan negara hukum di Indonesia yang demokratis telah dikemukakan oleh pendiri Negara Republik Indonesia (Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan kawan-kawan) sejak hampir satu abad yang lalu. Cita-cita negara hukum yang demokratis telah lama bersemi dan berkembang dalam pikiran dan hati para perintis kemerdekaan Indonesia. Apabila ada pendapat yang mengatakan cita negara hukum yang demokratis pertama kali dikemukakan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) adalah tidak memiliki dasar historis dan bias menyesatkan. 54 Dasar yuridis bagi negara Indonesia sebagai negara hukum tertera pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 (amandemen ketiga), Negara Indonesia adalah Negara Hukum Konsep negara hukum mengarahpada tujuan terciptanya kehidupan demokratis, dan terlindungi hak azasi manusia, serta kesejahteraan yang berkeadilan. Bukti lain yang menjadi dasar yuridis bagi keberadaan negara hukum Indonesia dalam arti material, yaitu pada Bab XIV Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945, bahwa Negara turut aktif dan bertanggung jawab atas perekonomian Negara dan kesejahteraan rakyat. Konsep negara hukum material yang dikembangkan di diakses tanggal 30 Juni
3 37 abad ini sedikitnya memiliki sejumlah ciri yang melekat pada negara hukum ataurechstaat, yaitu sebagai berikut: 55 a. HAM terjamin oleh undang-undang b. Supremasi hukum c. Pembagian kekuasaan (Trias Politika) dan kepastian hukum d. Kesamaan kedudukan di depan hukum e. Peradilan administrasi dalam perselisihan f. Kebebasan menyatakan pendapat, bersikap dan berorganisasi g. Pemilihan umum yang bebas h. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak. Frans Magnis Suseno mengemukakan adanya 5 (lima) ciri negara hukum sebagai salah satu ciri hakiki negara demokrasi. Kelima ciri negara hukum untuk sebagai berikut: Fungsi kenegaraan dijalankan oleh lembaga yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan sebuah undang-undang dasar. 2. Undang-undang dasar menjamin hak asasi manusia yang paling penting. Karena tanpa jaminan tersebut, hukum akan menjadi sarana penindasan. Jaminan hak asasi manusia memastikan bahwa pemerintah tidak dapat menyalahgunakan hukum untuk tindakan yang tidak adil atau tercela. 3. Badan-badan negara menjalankan kekuasaan masing-masing selalu dan hanya taat pada dasar hukum yang berlaku. 55 Ibid. 56 Ibid.
4 38 4. Terhadap tindakan badan negara, masyarakat dapat mengadu ke pengadilan dan putusan pengadilan dilaksanakan oleh badan negara. 5. Badan kehakiman bebas dan tidak memihak. 2.2.Supremasi Hukum Dalam Negara modern, penyelenggaraan kekuasaan Negara dilakukan berdasarkan hukum dasar (droit constitutional). Undang-Undang Dasar atau verfassung, oleh Carl Schmit dianggap sebagai keputusan politik yang tertinggi. Sehingga konstitusi mempunyai kedudukan atau derajat supremasi dalam suatu Negara. Yang dimaksud dengan supremasi konstitusi yaitu dimana konstitusi mempunyai kedudukan tertinggi dalam tertib hukum suatu Negara. 57 Kedudukan konstitusi dalam suatu Negara bisa dipandang dari dua aspek, yaitu aspek hukum dan aspek moral. Pertama, konstitusi dilihat dari aspek hukum mempunyai derajat tertinggi (supremasi). Dasar pertimbangan supremasi konstitusi itu adalah karena beberapa hal : Konstitusi dibuat oleh Badan Pembuat Undang-Undang atau lembagalembaga. 2. Konstitusi dibentuk atas nama rakyat, berasal dari rakyat, kekuatan berlakunya dijamin oleh rakyat, dan ia harus dilaksanakan langsung kepada masyarakat untuk kepentingan mereka. 57 Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, dan Ni matul Huda. Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006, halaman Ibid., halaman
5 39 3. Dilihat dari sudut hukum yang sempit yaitu dari proses pembuatannya, konstitusi ditetapkan oleh lembaga atau badan yang diakui keabsahannya. Superioritas konstitusi mempunyai daya ikat bukan saja bagi rakyat/warga Negara tetapi termasuk juga bagi para penguasa dan bagi badan pembuat konstitusi itu sendiri.kedua, jika konstitusi dilihat dari aspek moral landasan fundamental, maka konstitusi berada di bawahnya. Dengan kata lain, konstitusi tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai universal dari etika moral. Oleh karena itu dilihat dari constitutional phyloshofi, apabila aturan konstitusi bertentangan dengan etika moral, maka seharusnya konstitusi dikesampingkan. William H. Seward mencontohkan bahwa konstitusi yang mengesahkan perbudakan sudah sewajarnya tidak dituruti. Contoh lain seandainya konstitusi melegalisir sistem apartheid, dengan sendirinya ia bertentangan dengan moral. Suatu Negara dapat dikatakan sebagai Negara hukum apabila Negara tersebut telah memiliki superioritas hukum yang dijadikan sebagai aturan main. Dalam salah satu karyanya Jhon Locke, mengisyaratkan tiga unsur yang dijadikan Negara tersebut dapat disebut dengan Negara hukum antara lain: 1. Adanya pengaturan hukum yang mengatur bagaimana warga negaranya dapat menikmati hak asasinya sendiri; 2. Terdapat suatu badan tertentu yang digunakan sebagai sarana penyelesaian sengketa yang timbul di pemerintahan; 3. Terdapat suatu badan tertentu yang digunakan sebagai sarana penyelesaian sengketa yang timbul di antara sesama anggota masyarakat.
6 40 Berikut beberapa ahli yang berpendapat mengenai apa itu arti dari supremasi hukum, meliputi: 1. Homby A. S., supremasi hukum merupakan kekuasaan tertinggi, dalam hal ini dapat diartikan lebih luas lagi bahwa hukum sudah sepantasnya diletakkan pada posisi yang tertinggi dan memiliki kekuasaan penuh dalam mengatur kehidupan seseorang. 2. Soetandyo Wignjosoebroto menyatakan bahwa supremasi hukum, merupakan upaya untuk menegakkan dan menempatkan hukum pada posisi tertinggi yang dapat melindungi seluruh lapisan masyarakat tanpa adanya intervensi oeh dan dari pihak manapun termasuk penyelenggara Negara. 3. Abdul Manan menyatakan bahwa berdasarkan pengertian secara etimologis supremasi hukum tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa supremasi hukum adalah upaya atau kiat untuk menegakkan dan memposisikan hukum pada tempat yang tertinggi dari segala-galanya, menjadikan hukum sebagai komandan atau panglima untuk melindungi dan menjaga stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Aturan hukum, baik berupa undang-undang maupun hukum tidak tertulis, dengan demikian, berisi aturan-aturan yang bersifat umum yang menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungan dengan masyarakat. Aturanaturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan
7 41 tindakan terhadap individu. Adanya aturan semacam itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum. Dengan demikian, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum untuk membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan; dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undangundang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dan putusan hakim lainnya untuk kasus serupa yang telah diputuskan. 59 Beberapa tujuan supremasi hukum adalah sebagai berikut: 1. Menjadikan tanggung jawab ahli hukum untuk dilaksanakan dan yang harus dikerjakan tidak hanya untuk melindungi dan mengembangkan hakhak perdata dan politik perorangan dalam masyarakat bebas, tetapi juga untuk menyelenggarakan dan membina kondisi social, ekonomi, pendidikan dan kultural yang dapat mewujudkan aspirasi rakyat serta meningkatkan integritas Sumber Daya Manusianya. 2. Menempatkan kebebasan individu sebagai prinsip dasar dari organisasi sosial, untuk menjamin kemerdekaan individu. 59 Peter Mahmud Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum. Edisi Revisi. Cetakan ke-5. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, halaman 137.
8 42 3. Memberi keadilan sosial dan perlindungan terhadap harkat martabat manusia, ketertiban, ketentraman dan kepastian hukum yang pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap rasa keadilan bagi rakyat Indonesia. 4. Menjamin terjaga dan terpeliharanya nilai-nilai moral bangsa Indonesia. 5. Melindungi kepentingan warga. 6. Menciptakan masyarakat yang demokratis. 7. Memberikan jaminan terlindunginya hak-hak individu dalam bernegara dan bermasyarakat. 2.3.Legal Drafting Ada 3 (tiga) asas pemberlakuan Peraturan Perundang-Undangan yakni asas yuridis, asas filosofis, asas sosiologis. Teknik penyusunan Peraturan Perundang-Undangan merupakan hal lain yang tidak mempengaruhi keberlakuan Peraturan Perundang-Undangan, namun menyangkut baik atau tidaknya rumusan suatu Peraturan Perundang-Undangan. Ketiga asas pemberlakuan tersebut, merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu Peraturan Perundang-undangan, karena hal tersebut berhubungan dengan sesuai atau tidaknya judul undang-undang dengan isi dari undang-undang tersebut. Kesesuaian yuridis menunjukkan adanya kewenangan, kesesuaian bentuk dan jenis peraturan perundang-undangan, diikuti cara-cara tertentu, tidak ada pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lain,
9 43 dan tidak bertentangan dengan asas-asas hukum yang berlaku. Selanjutnya kesesuaian sosiologis menggambarkan bahwa peraturan perundang-undangan yang dibuat sesuai dengan kebutuhan, tuntutan, dan perkembangan masyarakat. Kesesuaian filosofis menggambarkan bahwa peraturan perundang-undangan dibuat dalam rangka mewujudkan, melaksanakan, atau memelihara cita hukum (rechtsidee) yang menjadi patokan hidup bermasyarakat. 60 Peraturan perundang-undangan tersebut dilaksanakan (applicable) dan menjamin kepastian. Suatu peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan daya dukung baik lingkungan pemerintahan yang akan melaksanakan maupun masyarakat tempat peraturan perundang-undangan itu akan berlaku. 61 Pada pokoknya, pembentukan suatu undang-undang haruslah memenuhi kriteria asas pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu: Asas kejelasan tujuan, yaitu bahwa jelasnya tujuan yang hendak dicapai melalui pembentukan undang-undang yang bersangkutan; 2. Asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, yaitu DPR bersamasama dengan pemerintah, dan dengan keterlibatan DPD untuk rancangan undang-undang tertentu; 3. Asas kesesuaian antara jenis peraturan perundang-undangan dan materi muatan yang diatur di dalamnya, yaitu bahwa untuk jenis undang-undang 60 diakses tanggal 10 Oktober Ibid. 62 Jimly Asshidiqie. Perihal Undang-Undang. Jakarta: Rajawali Pers, 2014, halaman142.
10 44 harus berisi materi muatan yang memang seharusnya dituangkan dalam bentuk undang-undang; 4. Asas dapat dilaksanakan, yaitu bahwa ketentuan yang diatur dalam undang-undang itu haruslah dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya; 5. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan; 6. Asas kejelasan rumusan, yaitu bahwa pengaturan suatu materi ketentuan tertentu dalam undang-undang yang bersangkutan memang mempunyai tujuan yang jelas; dan 7. Asas keterbukaan, yaitu dalam pembentukan undang-undang itu dilakukan secara terbuka. Salah satu aspek utama dalam pembentukan undang-undang yang berkualitas, sangat ditentukan oleh materi muatan undang-undang tersebut. Kesesuaian materi muatan, mempunyai implikasi terhadap pelaksanaan pengujian materiil undang-undang. Apabila prinsip penentuan materi muatan tidak dijadikan ukuran dalam pembentukan undang-undang, maka besar kemungkinan suatu undang-undang akan diuji terhadap Undang-Undang Dasar ke Mahkamah Konstitusi. 63 Dalam teknik perundang-undangan yang diuraikan meliputi sistematika, perumusan dan proses pembentukan undang-undang tersebut. Yang menjadi fokus utama pada undang-undang adalah apa yang berlaku bagi undang-undang dan 63 Yuliandri. Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik. Jakarta: Rajawali Pers, 2013, halaman 202.
11 45 pada umumnya berlaku pula bagi perundang-undangan jenis lainnya. Undang- Undang disusun dengan sistematika mulai dari yang umum ke yang khusus. 64 Menurut Yuliandri, asas-asas tujuan yang jelas harus memuat tujuan umum dari kerangka aturan yang terlihat jelas. Di samping itu, harus ada tujuan yang bersifat khusus. Hal itu berkaitan dengan bantuan khusus dari peraturan untuk mencapai tujuan umum. Asas ini perlu bagi efektivitas keberhasilan yang akan dicapai oleh pengaturan tersebut. Pembentukan peraturan dapat sekadar merealisasikan hasil yang telah ditetapkan sebelumnya, jika dilaksanakan secara tepat dan cermat. Dengan demikian, dapat berarti bahwa di samping memerhatikan pembentukan, juga harus memerhatikan kemampuan pelaksananya. Secara umum, efektivitas pembentukan hukum banyak tergantung pada pertanyaan apakah syarat-syarat sampingan terpenuhi. 65 Dilihat secara keseluruhan, susunan daripada sistematika peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut: judul atau nama,pembukaan, batang tubuh yang didalamnya terdapat ketentuan umum, ketentuan mengenai inti materi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan, ketentuan penutup, serta pengundangan.undang-undang diberi judul atau nama yaitu, kesingkatan dari isinya. Judul atau nama harus mengandung pengertian yang tepat atau harus dapat menggambarkan keseluruhan isinya. Judul atau nama tersebut adalah sesingkat mungkin dan tidak berbelit-belit dirumuskan, judul tersebut diberi nomor dan tahun pembuatannya. Judul atau nama dari undang-undang yang mengubah atau 64 Amiroeddin Sjarif. Perundang-undangan Dasar, Jenis dan Teknik Membuatnya. Jakarta: Rineka Cipta, 1997, halaman Yuliandri Op. Cit., halaman 119.
12 46 menambah ketentuan-ketentuan undang-undang yang sudah ada perlu menyebut judul atau nama dari undang-undang yang diubah. Judul atau nama dari undangundang yang mengubah atau menambah ketentuan-ketentuan undang-undang yang sudah ada perlu menyebut judul atau nama dari undang-undang yang diubah. 66 Selain di atas, dalam peraturan perundang-undangan terdapat batang tubuh. Batang Tubuh yaitu memuat rumusan peraturan perundang-undangan dalam bentuk pasal-pasal, agar rumusan peraturan perundang-undangan dapat dengan mudah dan cepat dipahami maka perlu diadakan pembagian dalam batang tubuhnya. Batang tubuh Peraturan Perundang-undangan memuat semua substansi Peraturan Perundang-undangan, yang dirumuskan dalam pasal-pasal. Hal ini dilakukan karena pasal merupakan satuan acuannya.dalam pengelompokkan substansi sedapat mungkin dihindari adanya bab ketentuan lain atau sejenisnya. Materi yang bersangkutan diupayakan untuk masuk ke dalam bab yang ada, atau dapat pula dimuat dalam bab tersendiri dengan judul yang sesuai dengan materi yang diatur Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Attamimi menjelaskan, bahwa dalam pembentukan peraturan perundangundangan, selain berpedoman pada asas-asas pembentukan peraturan perundangundangan yang baik (beginselen van behoorlijke wetgeving), juga perlu dilandasi 66 Amiroeddin Sjarif. Op.Cit., halaman Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang-Undangan. Yogyakarta: Kanisius, 2013, halaman 115.
13 47 oleh asas-asas hukum umum (algemene rechtsbeginselen), yang didalamnya terdiri dari asas Negara berdasar atas hukum (rechtstaat), pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi, dan Negara berdasarkan kedaulatan rakyat. 68 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, mencoba memperkenalkan beberapa asas dalam perundang-undangan, yakni: Undang-undang tidak boleh berlaku surut; 2. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula; 3. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum (lex spesialis derogat lex generali); 4. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu (lex posteriore derogate lex priori); 5. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat; 6. Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaruan atau pelestarian (asas welvaarstaat). 68 Yuliandri. Op.Cit., halaman Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto Perundang-undangan dan Yurisprudensi. Bandung: Alumni, halaman
14 48 Montesquie dalam bukunya L Esprit des lis menjelaskan, bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan hal-hal yang dapat dijadikan asasasas, antara lain adalah: Gaya harus padat (concise) dan mudah (simple); kalimat-kalimat bersifat kebesaran dan retorikal hanya tambahan yang membingungkan. 2. Istilah yang dipilih hendaknya sebisa mungkin bersifat mutlak dan tidak relative, dengan maksud meminimalisasi kesempatan untuk perbedaan pendapat dari individu. 3. Hukum hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang riil dan aktual, menghindarkan sesuatu yang metaforik dan hipotetik. 4. Hukum hendaknya tidak halus (not be subtle), karena hukum dibentuk untuk rakyat dengan pengertian yang sedang; bahasa hukum bukan latihan logika, melainkan untuk pemahaman yang sederhana dari orang rata-rata. 5. Hukum hendaknya, tidak merancukan pokok masalah dengan pengecualian, pembatasan, atau pengubahan, kecuali hanya apabila benarbenar diperlukan. 6. Hukum hendaknya tidak bersifat argumentasi/dapat diperdebatkan; adalah berbahaya merinci alasan-alasan hukum, karena hal itu akan lebih menumbuhkan pertentangan-pertentangan. 7. Lebih daripada semua itu, pembentukan hukum hendaknya dipertimbangkan masak-masak dan mempunyai manfaat praktis, dan 70 Yuliandri. Op.Cit., halaman
15 49 hendaknya tidak menggoyahkan sendi-sendi pertimbangan dasar, keadilan, dan hakikat permasalahan; sebab hukum yang lemah, tidak perlu, dan tidak adil hanya akan membawa seluruh sistem perundang-undangan kepada image yang buruk dan menggoyahkan kewibawaan Negara. 2.5.Hierarki Perundang-undangan Hierarki tata urutan perundang-undangan adalah kumpulan norma-norma. Norma atau kaidah (kaedah) merupakan pelembagaan nilai-nilai baik dan buruk dalam bentuk tata aturan yang berisi kebolehan, anjuran, atau perintah. Baik anjuran maupun perintah dapat berisi kaidah yang bersifat positif atau negatif sehingga mencakup norma anjuran untuk mengerjakan atau anjuran untuk tidak mengerjakan sesuatu, dan norma perintah untuk melakukan atau perintah untuk tidak melakukan sesuatu. 71 Suatu perundang-undangan isinya tidak boleh bertentangan dengan isi perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatan atau derajatnya. Berdasarkan asas ini dapatlah diperinci hal-hal sebagai berikut: 72 a. Perundang-undangan yang rendah derajatnya tidak dapat mengubah atau menyampaingkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi. Tetapi yang sebaliknya dapat diakses tanggal 22 Januari diakses tanggal 22 Januari 2016
16 50 b. Perundang-undangan hanya dapat dicabut, diubah atau ditambah oleh atau dengan perundang-undangan yang sederajat atau lebih tinggi tingkatannya. c. Ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak mengikat apabila bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum serta mengikat, walaupun diubah, ditambah, diganti atau dicabut oleh perundang-undangan yang lebih rendah. d. Materi yang seharusnya diatur oleh perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya tidak dapat diatur oleh perundang-undangan yang lebih rendah. Tetapi hal yang sebaliknya dapat. Namun demikian, tidaklah baik apabila perundang-undangan yang lebih tinggi mengambil alih fungsi perundang-undangan yang lebih rendah. Apabila terjadi hal demikian itu maka menjadi kaburlah pembagian wewenang mengatur di dalam suatu negara. Disamping itu, badan pembentuk perundang-undangan yang lebih tinggi tersebut akan teramat sibuk dengan persoalan-persoalan yang selayaknya diatur oleh badan pembentuk perundang-undangan yang lebih rendah. Asas tersebut diatas sangatlah penting untuk ditaati. Tidak ditaatinya asas tersebut akan menimbulkan ketidak-tertiban dan ketidak-pastian dari
17 51 sistem perundang-undangan. Bahkan dapat menimbulkan kekacauan atau kesimpang siuran perundang-undangan. Sinkronisasi peraturan perundang-undangan adalah penyelarasan dan penyerasian berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang telah ada dan yang sedang disusun yang mengatur suatu bidang tertentu. Maksud dari kegiatan sinkronisasi adalah agar substansi yang diatur dalam produk perundang-undangan tidak tumpang tindih, saling melengkapi (suplementer), saling terkait, dan semakin rendah jenis pengaturannya maka semakin detail dan operasional materi muatannya. Adapun tujuan dari kegiatan sinkronisasi adalah untuk mewujudkan landasan pengaturan suatu bidang tertentu yang dapat memberikan kepastian hukum yang memadai bagi penyelenggaraan bidang tersebut secara efisien dan efektif. Sinkronisasi peraturan perundang-undangan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: a. Sinkronisasi Vertikal Dilakukan dengan melihat apakah suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu bidang tertentu tidak saling bertentangan antara satu dengan yang lain. Menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 7 ayat (1) menetapkan bahwa jenis dan hirarkhi peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut : 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; 3. Peraturan Pemerintah;
18 52 4. Peraturan Presiden; 5. Peraturan Daerah; Di samping harus memperhatikan hirarkhi peraturan perundang-undangan tersebut di atas, dalam sinkronisasi vertikal, harus juga diperhatikan kronologis tahun dan nomor penetapan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Sinkronisasi secara vertikal bertujuan untuk melihat apakah suatu peraturan perundangan-undangan yang berlaku bagi suatu bidang kehidupan tertentu tidak saling bertentangan antara satu dengan lainnya apabila dilihat dari sudut vertikal atau hierarki peraturan perundang-undangan yang ada. b. Sinkronisasi Horisontal Sinkronisasi Horisontal dilakukan dengan melihat pada berbagai peraturan perundang-undangan yang sederajat dan mengatur bidang yang sama atau terkait. Sinkronisasi horisontal juga harus dilakukan secara kronologis, yaitu sesuai dengan urutan waktu ditetapkannya peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Sinkronisasi secara horizontal bertujuan untuk menggungkap kenyataan sampai sejauh mana perundang-undangan tertentu serasi secara horizontal, yaitu mempunyai keserasian antara perundang-undangan yang sederajat mengenai bidang yang sama.
BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan hukum menjadi pedoman/landasan oleh pemerintah dalam menjalankan pemerintahan negara. Makna
Lebih terperinciKEWARGANEGARAAN NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika
KEWARGANEGARAAN Modul ke: NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan Pengertian dan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM. diprogramkan. Sedangkan menurut M. Efendi efektifitas adalah indikator dalam tercapainya
BAB III TINJAUAN UMUM A. Pengertian Efektifitas dan Syarat Efektifnya Suatu Undang-Undang Efektifitas adalah segala sesuatu yang aplikasinya berjalan sesuai dengan yang diprogramkan. Sedangkan menurut
Lebih terperinciHARMONISASI DAN SINKRONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
HARMONISASI DAN SINKRONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN http://sogood.id I. PENDAHULUAN Untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang
Lebih terperinciPengantar Ilmu Hukum Materi Sumber Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani Ridwan
Pengantar Ilmu Hukum Materi Sumber Hukum Disampaikan oleh : Fully Handayani Ridwan Sebelum membahas Sumber-sumber hukum, ada baiknya perlu memahami bahwa ada tiga dasar kekuatan berlakunya hukum (peraturan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) dalam konstitusi di. pengganti undang-undang (Perppu). Peraturan Pemerintah Pengganti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ini hendak membahas eksistensi peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) dalam konstitusi di Indonesia serta tolok ukur dalam pembentukan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN I. UMUM Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan merupakan pelaksanaan
Lebih terperinciTUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4
1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM
Lebih terperinciBAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU
62 BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 3.1. Kekuatan berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Peraturan Perundang-undangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga tidak jarang apabila sebuah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Teori Hukum menurut Tan Kamello merupakan Suatu
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori Pengertian Teori Hukum menurut Tan Kamello merupakan Suatu pandangan sistematis mengenai pernyataan hukum (legal statment), yang dibentuk dari hubungan antara variabel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hasil perubahan ketiga Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara
Lebih terperinciBAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. Istilah perundang-undangan (legislation, wetgeving) dalam beberapa
16 BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. Pengertian Peraturan Perundang-Undangan Istilah perundang-undangan (legislation, wetgeving) dalam beberapa kepustakaan mempunyai dua pengertian yang berbeda. Dalam
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5234 ADMINISTRASI. Peraturan Perundang-undangan. Pembentukan. Teknik Penyusunan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82) PENJELASAN ATAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah diatur mengenai. tugas dan wewenang serta masing-masing lembaga yang harus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses peradilan tindak pidana korupsi sebenarnya sama dengan tindak pidana yang lain yaitu dimulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan
Lebih terperinciRingkasan Putusan.
Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 tanggal 19 April 2010 atas Undang- Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:
34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan
Lebih terperinciSMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) DISIPLIN ITU INDAH
JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) DISIPLIN ITU INDAH Makna Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia Apa informasi yang kalian peroleh
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH I. UMUM bahwa produk hukum merupakan landasan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perbuatan dan Sifat melawan Hukum I. Pengertian perbuatan Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap gerak otot yang dikehendaki,
Lebih terperinciMEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)
MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) I Pembahasan tentang dan sekitar membangun kualitas produk legislasi perlu terlebih dahulu dipahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbedaan pendapat merupakan suatu keniscayaan dalam kehidupan manusia sehingga diperlukan adanya jaminan kemandirian dan kemerdekaan seseorang dalam menyampaikan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORITIS. Peraturan Perundang-undangan sebagai produk hukum, bukan merupakan produk
BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Peraturan Perundang-undangan Peraturan Perundang-undangan sebagai produk hukum, bukan merupakan produk politik semestinya ditempatkan sebagai norma yang digali bersumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,
Lebih terperinciPENGAWASAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN PERUNDANG- UNDANGAN (KAJIAN POLITIK HUKUM)
Volume 15, Nomor 2, Hal. 73-80 Juli Desember 2013 ISSN:0852-8349 PENGAWASAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN PERUNDANG- UNDANGAN (KAJIAN POLITIK HUKUM) Meri Yarni Fakultas Hukum Universitas Jambi Kampus Pinang
Lebih terperinciBAB IV MATERI MUATAN PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN KAWASAN TANPA ROKOK DALAM KOTA BENGKULU
61 BAB IV MATERI MUATAN PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN KAWASAN TANPA ROKOK DALAM KOTA BENGKULU A. Materi Muatan Peraturan Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota,
BAB III TINJAUAN TEORITIS 1.1. Peraturan Daerah Di Indonesia Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota, Marsdiasmo, menyatakan bahwa tuntutan seperti itu adalah wajar,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cita-cita, gagasan, konsep, bahkan ideologi. Cita-cita, gagasan, konsep bahkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara yang merdeka dan berdaulat bukan sekedar antithesis terhadap kolonialisme, melainkan membawa berbagai cita-cita, gagasan,
Lebih terperinciSEBUAH CATATAN SINGKAT TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN Oleh E. Rial N, SH
SEBUAH CATATAN SINGKAT TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN Oleh E. Rial N, SH Abstraksi Pembentukan peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu sistem. Oleh karena didalamnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, 1 tidak berdasarkan kekuasaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, 1 tidak berdasarkan kekuasaan belaka. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana termuat dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 1945).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru yang menjadi bagian dari kekuasaan kehakiman. Sebuah lembaga dengan kewenangan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA,
Lebih terperinciTUGAS AKHIR DEMOKRASI PANCASILA MENURUT UUD 1945
TUGAS AKHIR DEMOKRASI PANCASILA MENURUT UUD 1945 Di susun oleh : Nama : Garna Nur Rohiman NIM : 11.11.4975 Kelompok : D Jurusan Dosen : S1-TI : Tahajudin Sudibyo, Drs Untuk memenuhi Mata Kuliah Pendidikan
Lebih terperinci2.1 Pengertian Supremasi Hukum
2.1 Pengertian Supremasi Hukum Supremasi mempunyai arti kekuasaan tertinggi atau teratas dan hukum artinnya peraturan. Jadi, Supremasi Hukum mempunyai pengertian sebagai suatu peraturan yang tertinggi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Presiden dalam keadaan genting dan memaksa. Dalam hal kegentingan tersebut, seorang
Lebih terperinciOleh : Widiarso NIM: S BAB I PENDAHULUAN
Validitas peraturan daerah berkaitan dengan adanya perubahan undangundang yang menjadi landasan pembentukannya dan implikasinya terhadap kebijakan penegakan hukum Oleh : Widiarso NIM: S. 310907026 BAB
Lebih terperinciNEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang
NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Pengertian Hukum yaitu : Seperangkat asas dan akidah yang mengatur kehidupan manusia dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara
Lebih terperinciKONSTITUSI DAN RULE OF LAW
KEWARGANEGARAAN Modul ke: KONSTITUSI DAN RULE OF LAW Fakultas 07FEB SYAMSUNASIR, S.SOS., M. M. Program Studi Management PENGERTIAN KONSTITUSI Istilah Kontitusi berasal dr bahasa Prancis constituer yg brrti
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan pengujian yuridis Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh Mahkamah Agung belum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi
Lebih terperinciBAHASA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. Taufik Effendy. Abstrak
BAHASA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Taufik Effendy Abstrak Perancang peraturan perundang-undangan mempunyai tugas utama untuk berkomunikasi melalui tulisan mengenai objek yang akan dituangkan dalam peraturan
Lebih terperinciNEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA
NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA Angga Setiawan P.U Ari Widido Bayu Gilang Purnomo Arsyadani Hasan Binabar Sungging L Dini Putri P K2510009 K2510011 K2510019 K2111007 K2511011 K2511017 N E G A R
Lebih terperinciHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA KELOMPOK 2: 1. Hendri Salim (13) 2. Novilia Anggie (25) 3. Tjandra Setiawan (28) SMA XAVERIUS BANDAR LAMPUNG 2015/2016 Hakikat Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Warga Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan, karena pada satu sisi demokrasi memberikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi dan negara hukum adalah dua konsepsi mekanisme kekuasan dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Kedua konsepsi tersebut saling berkaitan yang satu sama
Lebih terperinciAnalisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a 45 Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 Oleh: Ayu
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai
Lebih terperinci3.2 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag
3.2 Uraian Materi 3.2.1 Pengertian dan Hakikat dari Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag dari negara, ideologi negara, staatsidee. Dalam hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan
Lebih terperinciCONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP
CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP 2013 Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP Perhatian : Jawaban tertera pada kalimat yang ditulis tebal. 1. Di bawah ini merupakan harapan-harapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai perwujudan dari negara hukum
Lebih terperinciPROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN
PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN 2010 2014 A. PENDAHULUAN Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Lebih terperinciMODUL 5 PANCASILA DASAR NEGARA DALAM PASAL UUD45 DAN KEBIJAKAN NEGARA
MODUL 5 PANCASILA DASAR NEGARA DALAM PASAL UUD45 DAN KEBIJAKAN NEGARA (Penyusun: ) Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Dasar Negara Indikator: Untuk dapat menguji pengetahuan tersebut, mahasiswa akan
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan pembentukan sebuah lembaga negara dibidang yudikatif selain Mahkamah Agung yakninya
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI AH MENURUT PASAL 55 UU NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH
57 BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI AH MENURUT PASAL 55 UU NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH A. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari ah Berdasarkan Kompetensi Absolut Peradilan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja I. PEMOHON - Edwin Hartana Hutabarat ---------------------------- selanjutnya disebut Pemohon.
Lebih terperinciBAB II HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA. konstitusi negara adalah pengaturan terkait Hak Asasi Manusia (human right). Negara
BAB II HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA D. Hak Konstitusional Warga Negara Dalam mencapai cita-cita bernegara salah satu substansi yang dimuat dalam konstitusi negara adalah pengaturan terkait Hak Asasi
Lebih terperinci- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH I. UMUM Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
Lebih terperinciINSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)
Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Oleh: Despan Heryansyah,
Lebih terperinciBAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945
33 BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, kekuasaan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan. bahwa :
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan peraturan
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. - Arifin Hoesein, Zainal, Kekuasaaan Kehakiman Di Indonesia, Yogyakarta:
DAFTAR PUSTAKA 1. Buku-Buku - Arifin Hoesein, Zainal, Kekuasaaan Kehakiman Di Indonesia, Yogyakarta: Imperium, 2013. - Asshiddiqe, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Cet. Ketiga, Jakarta: RajaGrafindo
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali I. PEMOHON Abd. Rahman C. DG Tompo Kuasa Hukum DR. Saharuddin Daming. SH.MH., berdasarkan surat kuasa khusus
Lebih terperinciPROSES PEMBENTUKAN PUU BERDASARKAN UU NO 10 TAHUN 2004 TENTANG P3 WICIPTO SETIADI
PROSES PEMBENTUKAN PUU BERDASARKAN UU NO 10 TAHUN 2004 TENTANG P3 WICIPTO SETIADI PENDAHULUAN Pembentukan Peraturan Perundangundangan adalah proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memberikan jaminan secara konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum 1. Negara hukum adalah negara. yang berlandaskan hukum dan keadilan bagi warganya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum 1. Negara hukum adalah negara yang berlandaskan hukum dan keadilan bagi warganya. 2 Hukum adalah seperangkat aturan yang mempunyai
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY
SKRIPSI PENGUJIAN TERHADAP UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Yuridis Putusan Hakim Praperadilan Mengenai Penetapan Status Tersangka Menurut Pasal 77 Kuhap Jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VIII/2014 tentang Perluasan
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA EKSISTENSI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN UNDANGAN DI INDONESIA MATERI DISAMPAIKAN OLEH: HAKIM KONSTITUSI MARIA FARIDA
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold I. PEMOHON Partai Nasional Indonesia (PNI) KUASA HUKUM Bambang Suroso, S.H.,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciHarmonisasi Peraturan Perundang-undangan Oleh: A.A. Oka Mahendera, S.H.
Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Oleh: A.A. Oka Mahendera, S.H. Disharmonisasi antara Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup kompleks di seluruh dunia. Berbagai pandangan seperti kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Jimly Asshidiqi, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Atas dasar Undang-undang dasar 1945, Indonesia mempunyai sistem kekuasaan yang terdiri dari eksekutif, legislatif dan yudikatif bahkan menurut Prof. Prayudi Atmosudirdjo,
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Dahlan Thaib, dkk, 2013, Teori dan Hukum Konstitusi, Cetakan ke-11, Rajawali Perss, Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA I. Buku Achmad Ali, 2012, Vol. 1 Pemahaman Awal: Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan kepastian hukum bagi jalannya kehidupan organisasi pemerintahan di Indonesia,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Konstitusi Republik Indonesia dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, 1 yang mempunyai tujuan untuk menciptakan tata tertib hukum dan kepastian
Lebih terperinciDAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Formatted: Left: 3,25 cm, Top: 1,59 cm, Bottom: 1,43 cm, Width: 35,56 cm, Height:
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG TERSENDIRI MENGENAI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT: PERLUKAH? 1
UNDANG-UNDANG TERSENDIRI MENGENAI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT: PERLUKAH? 1 Oleh: Manunggal K. Wardaya 2 manunggal.wardaya@gmail.com 0857 28 456 999 1. Pendahuluan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Lebih terperinciRINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk
RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN
BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON Fahmi Ardiansyah
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu I. PEMOHON Hery Shietra, S.H...... selanjutnya disebut
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG DIMILIKI OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS UNDANG-UNDANG DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG DIMILIKI OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS UNDANG-UNDANG DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA Oleh : Arfa i, S.H., M.H. [ ABSTRAK Undang-undang yang dibuat oleh Lembaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern
Lebih terperinciHARMONISASI PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
HARMONISASI PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Disusun oleh : SETIO SAPTO NUGROHO Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Perekonomian Sekretariat Negara JAKARTA 2009 1 HARMONISASI PEMBENTUKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH
PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut
Lebih terperinciBUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH
BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Pemilihan Presiden Secara Langsung. Jakarta: Sekertariat Jenderal MK RI. (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid
DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU: Asshiddiqe, Jimly, Bagir Manan (2006). Gagasan Amandemen UUD 1945 dan Pemilihan Presiden Secara Langsung. Jakarta: Sekertariat Jenderal MK RI (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata
Lebih terperinci