PERBEDAAN PENYESUAIAN DIRI SANTRI DI PONDOK PESANTREN TRADISIONAL DAN MODERN. Dyah Aji Jaya Hidayat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBEDAAN PENYESUAIAN DIRI SANTRI DI PONDOK PESANTREN TRADISIONAL DAN MODERN. Dyah Aji Jaya Hidayat"

Transkripsi

1 106 PERBEDAAN PENYESUAIAN DIRI SANTRI DI PONDOK PESANTREN TRADISIONAL DAN MODERN Dyah Aji Jaya Hidayat Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sahid Surakarta Abstract Living in borading school disciplin and strict activity schedules, demanding that students should be able to adapt to survive in the environment. In while, the student are also required to be independent living separately from parents Dhofier (1985) divided into two types of boarding schools: traditional (salafi) and modern (khalafi). The differences in the two lies in how to teach, the pattern relations between student and teachers, as well as learning level. The aimed of this study was to determine whether there are difference in adjustments to the traditional boarding school students and modern. Subjects in this study are a members of boarding school students amount 96 persons. Purposive Random Sampling was used to measuring a scale of adjustment and then analyzed by ANAVA 2 ways. The data analysis showed that F score between A said 42,082 (p = 0,000 or p < 0,01). Mean that there is a significantly differences in adjustments to the traditional boarding school students shows better adjustment than the modern ones. It showed from the adjustments average level for traditional boarding school students (A1) = 138,413 and the modern ones average level (A2) = 116,860. The empirical mean for adjustments variabel is 127,188 and hypothetical mean is 115. It is also showed that both traditional or modern ways are in medium adjusments level. Keywords : Adjusment, Type of Boarding School, Education

2 107 Abstrak Pola kehidupan pondok pesantren yang serba disiplin serta padatnya jadwal kegiatan, menuntut santri harus bisa menyesuaikan diri agar bisa bertahan di lingkungan tersebut. Sementara itu santri juga dituntut untuk hidup mandiri terpisah dari orang tua. Secara garis besar, Dhofier (1985) membagi pondok pesantren menjadi dua macam yakni pondok pesantren tradisional (salafi) dan modern (khalafi). Perbedaan keduanya terletak pada cara pengajaran, pola hubungan santri-kiai, serta penjenjangan belajar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan penyesuaian diri santri di pondok pesantren tradisional dan modern. Hipotesis yang diajukan adalah ada perbedaan penyesuaian diri antara santri di pondok pesantren tradisional dan modern. Subjek dalam penelitian ini adalah santri Pondok Pesantren An-Naim Ajisoko Sragen, Salamah Wa Barokah Sragen dan Al-Muayyad Surakarta dengan jumlah 96 orang. Pengambilan sampel yakni purposive random sampling dengan alat ukur skala penyesuaian diri, lalu dianalisis dengan anava 2 jalur. Hasil analisis data menunjukkan nilai F antar A sebesar 42,082 dengan p = 0,000 atau p < 0,01. Artinya, ada perbedaan penyesuaian diri yang sangat signifikan antara santri di pondok pesantren tradisional dan modern. Penyesuaian diri santri di pondok pesantren tradisional lebih baik dibandingkan santri di pondok pesantren modern. Hal ini dapat dilihat dari nilai rerata penyesuaian diri pada santri pondok pesantren tradisional (A1) sebesar 138,413 dan nilai rerata penyesuaian diri pada santri pondok pesantren modern (A2) sebesar 116,860. Mean empirik penyesuaian diri sebesar 127,188 dan mean hipotetik penyesuaian diri sebesar 115. Hal ini menunjukkan bahwa penyesuaian diri santri di pondok pesantren tradisional maupun modern tergolong sedang. Kata kunci: Penyesuaian diri, Tipe Pondok Pesantren, Pendidikan.

3 108 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berlangsung seumur hidup sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa sistem pendidikan dibagi ke dalam jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Jalur pendidikan meliputi pendidikan formal, nonformal dan informal. Jenjang pendidikan meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Sedangkan jenis pendidikan meliputi pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan pendidikan khusus. Pendidikan formal dibagi ke dalam jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi dengan kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Namun, sistem pendidikan di sekolah formal belum mampu sepenuhnya mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasalnya, pendidikan konvensional lebih fokus pada pendidikan akademis, sementara pendidikan keagamaan yang berpengaruh terhadap budi pekerti dan pembinaan karakter hanya diberikan sebagai mata pelajaran tambahan saja. Alhasil, banyak terjadi kerusakan moral di masyarakat akibat kurangnya pendidikan keagamaan baik di rumah maupun di sekolah. Melihat hal tersebut, tumbuh kesadaran para orang tua untuk menyekolahkan anak mereka pada lembaga pendidikan keagamaan, salah satunya pondok pesantren. Pesantren yaitu suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen (Qomar, 2006). Pondok pesantren dikenal sebagai suatu lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia dan menjadi lembaga yang memiliki kontribusi penting dalam ikut serta

4 109 mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia, serta besarnya jumlah santri pada tiap pesantren menjadikan lembaga ini layak diperhitungkan dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa di bidang pendidikan dan moral. Keberadaan pondok pesantren dengan segala aspek kehidupan dan perjuangannya memiliki nilai strategis dalam membina insan yang memiliki kualitas iman, ilmu dan amal. Hal ini dapat dibuktikan dalam sejarah bangsa Indonesia dimana darinya bermunculan para ilmuwan, politikus dan cendekiawan yang memasuki berbagai kancah percaturan di segala bidang sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki, baik dalam taraf lokal, regional maupun nasional bahkan sampai ke taraf internasional (Nasir, 2005). Kedudukan pondok pesantren dalam sistem pendidikan Indonesia telah diatur dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 tentang pendidikan keagamaan pasal 30. Bahwa pondok pesantren merupakan salah satu bentuk dari pendidikan keagamaan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundangundangan (ayat 1), serta dapat diselenggarakan pada jalur formal, nonformal dan informal (ayat 3). Sedangkan perbedaan sistem pendidikan pesantren dengan yang lainnya yaitu di pondok pesantren selama 24 jam para siswa/santri wajib tinggal di asrama. Dalam pesantren, santri hidup dalam suatu komunitas khas, dengan kyai, ustadz, santri dan pengurus pesantren, berlandaskan nilai-nilai agama Islam lengkap dengan normanorma dan kebiasannya tersendiri, yang tidak jarang berbeda dengan masyarakat umum yang mengitarinya (Bashori, 2003). Kehidupan di pondok pesantren yang sangat berbeda dengan kehidupan anak sebelumnya membuat ia harus melakukan penyesuaian diri agar bisa bertahan hingga menyelesaikan pendidikannya di pondok pesantren tersebut. Padatnya jadwal yang

5 110 diterima para santri kemudian memberi dampak lain pada kehidupannya. Setiap hari santri dibebani oleh kegiatan-kegiatan yang tidak ringan, mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali diatur sedemikian rupa sehingga tidak ada waktu yang terbuang percuma. Yang kemudian menjadi masalah adalah adanya santri yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan sistem asrama tersebut. Tak jarang pula santri keluar dari pondok pesantren sebelum lulus atau bahkan tahun pertama di pondok pesantren. Ada peribahasa tal kenal maka tak sayang, hal itu mencerminkan kemampuan penyesuaian diri. Jika seseorang ingin pergi ke suatu tempat baru harusnya sudah mencari informasi tentang keadaan lingkungan baru itu, keadaan masyarakat yang tinggal disana. Saat orang tersebut berada di lingkungan baru diharapkan tidak merasa terlalu kaget dan terlalu asing, karena sudah mempelajari lingkungan tersebut. Seseorang perlu memahami bahwa di sepanjang hidupnya akan banyak mengalami perubahan-perubahan situasi, sehingga sudah memiliki kesiapan mental untuk menghadapi hal tersebut. Perubahan-perubahan situasi yang akan dihadapi individu antara lain: bertambahnya usia, perpindahan tempat tinggal, perubahan iklim, perubahan pelajar menjadi mahasiswa, perubahan tempat tinggal semula di rumah menjadi tinggal di asrama dan sebagainya. Penyesuaian diri diartikan sebagai proses individu menuju keseimbangan antara keinginankeinginan diri, stimulus-stimulus yang ada dan kesempatankesempatan yang ditawarkan oleh lingkungan (Gilmer, 1984). Untuk mencapai keseimbangan tersebut ada faktor-faktor yang mempengaruhi, antara lain: (a) kondisi dan konstitusi fisik, (b) kematangan taraf pertumbuhan dan perkembangan, (c) determinan psikologis, (d) kondisi lingkungan sekitar, dan (e) faktor adat istiadat, norma-norma sosial, religi dan kebudayaan (Kartono, 1989).

6 111 Hasil penelitian Yuniar dkk (2005) menunjukkan bahwa setiap tahunnya 5-10% dari santri baru di Pondok Pesantren Modern Islam (PPMI) Assalam Surakarta mengalami masalah dalam melakukan proses penyesuaian diri, seperti tidak mampu mengikuti pelajaran, tidak bisa tinggal di asrama karena tidak bisa hidup terpisah dengan orang tua, melakukan tindakan-tindakan yang melanggar aturan pondok dan sebagainya. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah kondisi lingkungan sekitar, baik lingkungan fisik maupun sosial. Kondisi lingkungan yang berbeda dalam masing-masing tipe pesantren bisa memunculkan permasalahan penyesuaian diri yang berbeda pula. Menurut Dhofier (1985), secara umum pondok pesantren dibagi menjadi dua yaitu pondok pesantren tradisional (salafi) dan pondok pesantren modern (khalafi). Pesantren tradisional mengajarkan pengajaran kitab-kitab islam klasik sebagai inti pendidikannya, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Metode pengajaran di pondok pesantren tradisional menggunakan sistem bandongan (kelompok) dan sorogan (individual). Sedangkan pesantren modern telah memasukkan pengajaran pengetahuan umum dalam madrasah-madrasah yang dikembangkan atau membuka tipetipe sekolah umum di dalam lingkungan pesantren, dengan metode pembelajaran menggunakan sistem klasikal. Dalam pondok pesantren tradisional tidak mengenal sistem kelas. Kemampuan siswa tidak dilihat dari kelas berapa, tapi dilihat dari kitab apa yang ia baca. Tidak ada aturan penjenjangan dalam belajar. Mana santri yang lama dan baru tidak jelas, mereka hanya ditandai oleh waktu (Qomar, 2006). Selain itu, di pondok pesantren tradisional kiai memiliki otoritas yang sangat besar dalam menentukan kebijakan, sistem pendidikan tergantung selera kiai serta tidak adanya sebuah aturan baik menyangkut manajerial,

7 112 administrasi, birokrasi, struktur, budaya dan kurikulum (Wahid, 2001). Dalam kehidupan sehari-hari, di pondok pesantren tradisional kharisma dan kepribadian kiai sangat berpengaruh terhadap santri. Sikap hormat, takzim dan kepatuhan mutlak kepada kiai adalah salah satu nilai pertama yang ditanamkan pada setiap santri (Bruinessen, 1994). Sedangkan di pondok pesantren modern, hubungan antara santri dengan kiai lebih bersifat fungsional. Pengelolaan pesantren diserahkan kepada pengurus dan para santrinya lebih terbuka terhadap dunia luar. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perbedaan penyesuaian diri santri di pondok pesantren tradisional dan modern serta menggunakan faktor jenis kelamin sebagai variabel moderator. Dari hal tersebut dapat ditarik rumusan permasalahan apakah ada perbedaan perbedaan penyesuaian diri santri di pondok pesantren tradisional dan modern? Maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul Perbedaan Penyesuaian Diri Santri di Pondok Pesantren Tradisional dan Modern. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Perbedaan penyesuaian diri santri di pondok pesantren tradisional dan modern 2. Perbedaan penyesuaian diri antara santri putra dan putri C. Manfaat Penelitian Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1. Bagi Pimpinan dan Pengelola Pondok Pesantren Memberikan informasi tentang permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi para santri di pondok pesantren serta faktor yang terkait yang mempengaruhinya. 2. Bagi Santri Di Pondok Pesantren Memberikan pandangan baru bagi santri untuk

8 113 mengembangkan pola penyesuaian diri yang tepat di pondok pesantren 3. Bagi Departemen Agama (Depag) Dapat dijadikan referensi untuk mengembangkan formulasi yang tepat mengenai pengembangan kualitas pondok pesantren 4. Bagi Bidang Psikologi Dapat menambah khasanah pengetahuan dalam bidang psikologi pendidikan dan psikologi islami khususnya mengenai perbedaan penyesuaian diri santri di pondok pesantren tradisional dan modern 5. Bagi Peneliti Lain Dapat dijadikan referensi untuk mengadakan penelitian sejenis atau mengembangkan lagi penelitian ini sehingga menambah wacana yang sudah ada sebelumnya. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri Dalam ilmu jiwa, penyesuaian diri diartikan sebagai proses dinamika yang bertujuan untuk mengubah kelakuannya agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan lingkungan. Penyesuaian diri dalam pengertian ini disebut sebagai penyelarasan (adjustment) agar individu dapat diterima di dalam lingkungan tertentu (Fahmy, 1999). Gilmer (1984) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai proses individu menuju keseimbangan antara keinginankeinginan diri, stimulus-stimulus yang ada dan kesempatankesempatan yang ditawarkan oleh lingkungan. Demi mencapai keseimbangan, individu berusaha untuk memenuhi keinginankeinginannya dengan cara mengatasi hambatan-hambatan yang muncul baik dari dalam maupun dari luar individu dan mencocokkan diri dengan keadaan yang ada. Pengertian

9 114 penyesuaian diri ini berarti menganalisis dua hal yaitu faktor dari dalam diri individu dan hubungan interpersonal individu yang merupakan hasil dari interaksi dengan orang lain. Penyesuaian diri ini dapat dilihat dari dua cara: (a) proses yang mendekati keseimbangan antar inividu dengan lingkungannya, (b) individu tetap berusaha memenuhi keinginankeinginan yang dimiliki. Piaget (dalam Santrock, 2003) menyatakan ada dua cara untuk menyesuaikan diri, yaitu: a. Asimilasi. Hal ini terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan yang sudah dimilikinya. Individu menggabungkan perilakunya ke dalam suatu kerangka konseptual yang sudah ia miliki sebelumnya. b. Akomodasi. Hal ini terjadi ketika individu menyesuaikan dirinya terhadap informasi baru. Individu menunjukkan kesadaran akan adanya kebutuhan untuk mengubah konsep yang dimilikinya. Menurut Kartono (1983) aspek-aspek penyesuaian diri terdiri dari: a. Keaharmonisan diri pribadi, yaitu kemampuan individu untuk menyesuaikan dengan diri pribadi b. Keharmonisan dengan lingkungan, yaitu kemampuan individu untuk menyesuaikan dengan lingkungan tempat individu tersebut tinggal, baik lingkungan fisik mupun lingkungan sosial, konformitas positif dengan lingkungan sosial, mampu membuat hubungan dengan orang lain dan menerima orang lain apa adanya c. Kemampuan menghadapi ketegangan dan frustasi, termasuk di dalamnya kemampuan individu untuk melakukan mekanisme pertahanan diri, kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisir respon sehingga bisa mengatasi konflik dengan

10 115 cara yang efisien, kemampuan untuk menurunkan dorongan dan tekanan batin dan kemampuan mengontrol emosi negatif B. Pondok Pesantren Pondok pesantren adalah gabungan dari kata pondok dan pesantren. Istilah pondok berasal dari bahasa Arab yaitu kata funduk yang berarti penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam pesantren Indonesia, khususnya pulau Jawa, lebih mirip dengan pemondokan dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana yang dipetakpetakkan dalam bentuk kamar-kamar yang merupakan asrama bagi santri. Sedangkan istilah pesantren secara etimologis asalnya pe-santri-an yang berarti tempat santri. Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam (Nasir, 2005). Qomar (2006) mendefinisikan pesantren sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen. Menurut Dhofier (1985), tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian kepada Tuhan. Dalam skala nasional belum ada penyeragaman tentang bentuk pesantren. Setiap pesantren memiliki ciri khusus akibat perbedaan selera kiai dan keadaan sosial budaya maupun sosial geografis yang mengelilinginya (Qomar, 2006). Dhofier (1985) memandang dari perspektif keterbukaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, lalu membagi pesantren menjadi dua kategori yaitu pesantren tradisional (salafi) dan pondok pesantren modern (khalafi). Pesantren tradisional (salafi) mengajarkan pengajaran kitab-kitab islam klasik sebagai inti pendidikannya, tanpa

11 116 mengajarkan pengetahuan umum. Sistem pendidikannya dijalankan melalui: (a) sistem sorogan, pengajaran dilakukan secara individual dari kyai kepada santri, diberikan kepada santri yang telah menguasai pembacaan Al-qur an; (b) sistem bandongan atau weton, sekelompok santri mendengarkan seorang kyai membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Setiap santri membuat catatan (baik arti maupun keterangan) tentang katakata atau buah pikiran yang sulit. Selain itu, menurut Bashori (2003) dalam kebanyakan pesantren tradisional tidak memberikan ijazah sebagai tanda keberhasilan belajar, melainkan ditandai oleh prestasi kerja yang diakui oleh masyarakat, kemudian direstui oleh kyai Dalam pondok pesantren tradisional tidak mengenal sistem kelas. Kemampuan siswa tidak dilihat dari kelas berapa, tapi dilihat dari kitab apa yang ia baca (Qomar, 2006). Menurut Wahid (2001) di pondok pesantren tradisional tidak ada aturan baik menyangkut manajerial, administrasi, birokrasi, struktur, budaya dan kurikulum. Selain itu, kiai merupakan pemimpin yang kharismatik sehingga santri akan selalu memandang kiai sebagai orang yang mutlak ditaati dan dihormati (Zakiah, 2004). Jika di pondok pesantren tradisional pengajaran kitab kuning adalah hal yang wajib, di pesantren modern kitab kuning tidak lagi menjadi referensi utama. Sehingga peranan kiai menjadi berkurang. Hubungan antara santri dengan kiai lebih bersifat fungsional. Pengelolaan pesantren diserahkan kepada pengurus dan para santrinya lebih terbuka terhadap dunia luar. Dalam pondok pesantren modern (khalafi) telah memasukkan pengajaran pengetahuan umum dalam madrasah-madrasah yang dikembangkan atau membuka tipetipe sekolah umum di dalam lingkungan pesantren. Pengajaran diberikan secara klasikal (dibagi ke dalam kelas) seperti halnya di sekolah umum (Bashori, 2003).

12 117 Ali (2006) mengatakan bahwa saat ini banyak pengembangan pendidikan lama (sekolah umum) menjadi model pendidikan baru yang merupakan hasil perkawinan antara sekolah/madrasah dengan tradisi pesantren. Sebagaimana sekolah umum, pada siang hari anak-anak bersekolah. Selepas itu, mereka melakukan kegiatan sebagaimana kehidupan di dunia pesantren. Pesantren model baru tersebut tentu saja berbeda dengan model pesantren tradisional yang secara ideologis lebih dekat dengan Nahdlatul Ulama (NU). Pesantren tradisional, menurut Dhofier (1985), digunakan untuk memelihara dan mengembangkan ideologi Islam tradisional. Sedangkan pesantren model baru ini digunakan untuk mendorong dan menyemarakkan tradisi ijtihad (pembaharuan) Islam. C. Perbedaan Penyesuaian Diri Santri di Pondok Pesantren Tradisional dan Modern Di sepanjang hidupnya individu akan banyak mengalami perubahan-perubahan situasi, sehingga sudah memiliki kesiapan mental untuk menghadapi hal tersebut. Perubahan-perubahan situasi yang akan dihadapi individu antara lain: bertambahnya usia, perpindahan tempat tinggal, perubahan iklim, perubahan pelajar menjadi mahasiswa, perubahan tempat tinggal semula di rumah menjadi tinggal di asrama dan sebagainya. Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan penyesuaian diri yang baik dalam menghadapi berbagai perubahan tersebut. Penyesuaian diri adalah proses individu menuju keseimbangan antara keinginankeinginan diri, stimulus-stimulus yang ada dan kesempatankesempatan yang ditawarkan oleh lingkungan. Demi mencapai keseimbangan, individu berusaha untuk memenuhi keinginankeinginannya dengan cara mengatasi hambatan-hambatan yang muncul baik dari dalam maupun dari luar individu dan mencocokkan diri dengan keadaan yang ada. Pengertian penyesuaian diri ini berarti menganalisis dua hal yaitu faktor

13 118 dari dalam diri individu dan hubungan interpersonal individu yang merupakan hasil dari interaksi dengan orang lain. Penyesuaian diri ini dapat dilihat dari dua cara: (a) proses yang mendekati keseimbangan antar individu dengan lingkungannya, (b) individu tetap berusaha memenuhi keinginankeinginan yang dimiliki (Gilmer, 1984). Ada berbagai faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri individu, antara lain: (a) kondisi dan konstitusi fisik, (b) kematangan taraf pertumbuhan dan perkembangan, (c) determinan psikologis, (d) kondisi lingkungan sekitar, dan (e) faktor adat istiadat, norma-norma sosial, religi dan kebudayaan (Kartono, 2003). Ketika individu masuk ke dalam lingkungan baru, ada sejumlah norma atau aturan yang harus ia taati. Seperti halnya di pondok pesantren, pada tahun pertama santri akan mengalami proses penyesuaian diri dengan kehidupan yang sangat berbeda dengan kehidupannya di rumah. Setiap hari santri wajib mengikuti kegiatan-kegiatan di pondok pesantren, mulai bangun tidur hingga tidur kembali diatur sedemikian rupa sehingga tidak ada waktu yang terbuang percuma. Yang kemudian menjadi masalah adalah adanya santri yang tidak mampu menyesuaikn diri di pondok pesantren. Permasalahan penyesuaian diri santri di pondok pesantren pernah diteliti oleh Yuniar (2005) di Pondok Pesantren Modern Islam (PPMI) Assalam Surakarta. Bahwa setiap tahunnya 5-10% dari santri baru di PPMI Assalam Surakarta mengalami masalah dalam melakukan proses penyesuaian diri, seperti tidak mampu mengikuti pelajaran, tidak bisa tinggal di asrama karena tidak bisa hidup terpisah dengan orang tua, melakukan tindakan-tindakan yang melanggar aturan pondok dan sebagainya. Dari hasil penelitian Yuniar tersebut faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri santri antara lain: (1) motif yang melandasi masuknya santri ke

14 119 pesantren; (2) persiapan; (3) pengetahuan dan pengalaman; (4) latar belakang budaya; (5) pengaruh lingkungan pesantren: (a) fasilitas, (b) peran ustadz ustadzah, (c) kontrol terhadap pelaksanaan peraturan, (d) pemahaman dan penguasaan pelajaran, (e) kegiatan, dan (f) pergaulan dengan teman-teman. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah kondisi lingkungan sekitar, baik lingkungan fisik maupun sosial. Kondisi lingkungan yang berbeda dalam masing-masing tipe pesantren bisa memunculkan permasalahan penyesuaian diri yang berbeda pula. Menurut Dhofier (1985), secara umum pondok pesantren dibagi menjadi dua yaitu pondok pesantren tradisional (salafi) dan pondok pesantren modern (khalafi). Pesantren tradisional mengajarkan pengajaran kitab-kitab islam klasik sebagai inti pendidikannya dan tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Metode pengajaran di pondok pesantren tradisional menggunakan sistem bandongan (kelompok) dan sorogan (individual). Sedangkan pesantren modern telah memasukkan pengajaran pengetahuan umum dalam madrasah-madrasah yang dikembangkan atau membuka tipetipe sekolah umum di dalam lingkungan pesantren, dengan metode pembelajaran menggunakan sistem klasikal. Dalam kehidupan sehari-hari, di pondok pesantren tradisional kharisma dan kepribadian kiai sangat berpengaruh terhadap santri. Sikap hormat, takzim dan kepatuhan mutlak kepada kiai adalah salah satu nilai pertama yang ditanamkan pada setiap santri (Bruinessen, 1994). Sedangkan di pondok pesantren modern, hubungan antara santri dengan kiai lebih bersifat fungsional. Pengelolaan pesantren diserahkan kepada pengurus dan para santrinya lebih terbuka terhadap dunia luar. Secara kodrat laki-laki dan perempuan berbeda dari fisik maupun psikologis. Hal ini bisa menyebabkan perbedaan kemampuan penyesuaian diri pada laki-laki dan perempuan. Menurut Hawari (1997), perempuan

15 120 mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang lebih baik daripada laki-laki. Hal senada juga diungkapkan Kartono (1992), bahwa pada hakikatnya perempuan lebih bersifat heterosentris dan lebih sosial, karena itu lebih ditonjolkan sifat sosialnya. Perempuan lebih tertarik pada kehidupan orang lain terutama pada penderitaan orang lain. Sedangkan laki-laki lebih tertarik pada segi-segi kejiwaan yang bersifat abstrak, lebih egosentris atau self oriented, lebih suka berpikir objektif dan esensial. Dalam menghadapi masalah laki-laki berpegang pada prinsipprinsip yang lebih rasional daripada emosional. Sedangkan perempuan lebih sering menggunakan penyaluran emosi dan cenderung cara-cara tidak langsung dalam penyelesaian masalah dengan cara menghindarinya (Hawari, 1997). D. Hipotesis Berdasarkan pembahasan kerangka teori yang telah dikemukakan di atas, maka dalam penelitian ini penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut: 1. Ada perbedaan penyesuaian diri santri pada pondok pesantren tradisional dan modern 2. Ada perbedaan penyesuaian diri antara santri putra dan putri METODE Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe pondok pesantren (tradisional dan modern) sebagai variabel bebas, penyesuaian diri sebagai variabel tergantung serta jenis kelamin sebagai variabel moderator. Subjek dalam penelitian ini adalah santri Pondok Pesantren Al- Muayyad Surakarta, Pondok Pesantren An-Na im Ajisoko Sragen dan Pondok Pesantren Salamah Wa Barakah Sragen. Penelitian ini menggunakan metode angket yakni berupa skala penyesuaian diri yang disusun dan diujicobakan oleh Ulfah (2006). Skala tersebut berdasarkan pada teori aspek-aspek penyesuaian diri yang

16 121 dikemukakan oleh Kartono (1983), yaitu: a. Penyesuaian pribadi b. Penyesuaian sosial c. Kemampuan menghadapi ketegangan Analisis data yang digunakan adalah analisis statistik dengan analisis varian (anava) dua jalur. Adapun rancangannya dapat dilihat pada Tabel 1: Tabel 1. Rancangan Anava Dua Jalur Variabel (Y) A A1 A2 B B1 B2 Keterangan: Y : Penyesuaian diri A : Tipe pondok pesantren 1. Pondok pesantren tradisional 2. Pondok pesantren modern B : Jenis kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil anava dua jalur diperoleh nilai F A = 42,082 dengan p = 0,001 atau p < 0,01. Hal ini berarti ada perbedaan yang sangat signifikan pada penyesuaian diri antara santri di pondok pesantren tradisional dan modern. Nilai rerata penyesuaian diri pada tipe pondok pesantren tradisional (A1) sebesar 138,413 (tinggi) dan nilai rerata pada tipe pondok pesantren modern (A2) sebesar 116,860 (sedang). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri pada santri di pondok pesantren tradisional lebih baik daripada santri di pondok modern. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah adat istiadat dan norma sosial (Kartono, 1983). Berdasarkan teori tersebut, ada perbedaan yang cukup tajam antara pondok pesantren tradisional dan modern. Perbedaan

17 122 tersebut dapat dilihat dari hubungan antara kiai dengan santri. Di pondok pesantren tradisional, kharisma dan kepribadian kiai sangat berpengaruh terhadap santri. Sikap hormat, takzim dan kepatuhan mutlak kepada kiai adalah salah satu nilai pertama yang ditanamkan pada setiap santri (Bruinessen, 1994). Hal itu juga diperkuat oleh Zakiah (2004), bahwa kiai merupakan pemimpin yang kharismatik sehingga santri akan selalu memandang kiai sebagai orang yang mutlak ditaati dan dihormati. Oleh karena itu, penyesuaian diri santri di pondok pesantren tradisional dilandasi oleh internalisasi nilai yang cukup kuat dari kiai, sehingga muncul kesadaran yang besar pula dalam diri santri untuk mematuhi aturan pondok pesantren. Sedangkan di pondok pesantren modern hubungan antara santri dengan kiai lebih bersifat fungsional dan para santrinya lebih terbuka terhadap dunia luar. Peran ustadz/ustadzah serta kontrol terhadap pelaksanaan peraturan dapat mempengaruhi penyesuaian diri santri (Yuniar, 2005). Kedua hal tersebut dapat dilihat pada metode pembelajaran yang berbeda antara pondok pesantren tradisional dan modern. Di pondok pesantren tradisional, jumlah santri yang sedikit serta metode pembelajaran individual yakni sorogan dan bandongan semakin memudahkan kiai untuk mengontrol santri satu persatu, baik pengontrolan dalam hal peningkatan belajar maupun perilaku santri. Sedangkan di pondok pesantren modern jumlah santri terlalu banyak dengan sistem klasikal menyulitkan pengontrolan terhadap masing-masing santri. Pengontrolan terhadap santri di pondok pesantren modern diserahkan kepada pengurus pondok pesantren. Banyaknya santri di pondok pesantren tradisional yang berasal dari daerah sekitar pondok, menyebabkan santri lebih mudah menyesuaikan diri di pondok pesantren. Hal itu karena sebelum masuk pondok pesantren santri sudah mengenal daerah lingkungan pondok yang tidak terlalu jauh dengan rumahnya, baik lingkungan fisik, sosial serta adat istiadat masyarakat

18 123 sekitar pondok yang tidak jauh berbeda dengan latar belakang santri. Dengan kata lain, penyesuaian diri mereka menggunakan cara asimilasi yakni individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan yang sudah dimilikinya. Individu menggabungkan perilakunya ke dalam suatu kerangka konseptual yang sudah ia miliki sebelumnya (Piaget dalam Santrock, 2003). Santri di pondok pesantren modern yang kebanyakan dari luar Surakarta harus belajar menyesuaikan diri dengan daerah sekitar pondok pesantren, baik penyesuaian dalam hal lingkungan fisik, lingkungan sosial serta adat istiadat masyarakat sekitar yang belum mereka kenal. Dalam hal ini, mereka menggunakan cara akomodasi yakni individu menyesuaikan dirinya terhadap informasi baru. Individu menunjukkan kesadaran akan adanya kebutuhan untuk mengubah konsep yang dimilikinya (Piaget dalam Santrock, 2003). Hasil selanjutnya diperoleh nilai F B = 12,252 dengan p = 0,001 atau p < 0,01. Hal ini berarti ada perbedaan penyesuaian diri yang sangat signifikan antara santri putra dan putri. Nilai rerata penyesuaian diri pada santri putra (B1) sebesar 132,876 dan nilai rerata penyesuaian diri pada santri putri (B2) sebesar 121,255. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri pada santri putra lebih baik daripada santri putri. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa kemampuan penyesuaian diri santri putra lebih tinggi daripada santri putri. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan Hawari (1997) bahwa perempuan mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang lebih baik daripada laki-laki. Selain itu, pada hakikatnya perempuan lebih bersifat heterosentris dan lebih sosial, karena itu lebih ditonjolkan sifat sosialnya (Kartono, 1992). Adanya ketidaksesuaian antara hasil penelitian dengan teori karena faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri lebih dipengaruhi

19 124 oleh diri santri sendiri yang meliputi: (1) motif yang melandasi masuknya santri ke pesantren; (2) persiapan; (3) pengetahuan dan pengalaman; (4) latar belakang budaya. Selain itu dari faktor lingkungan pondok pesantren yang meliputi (1) fasilitas, (2) peran ustadz ustadzah, (3) kontrol terhadap pelaksanaan peraturan, (4) pemahaman dan penguasaan pelajaran, (5) kegiatan, dan (6) pergaulan dengan teman-teman (Yuniar, 2005). Hasil analisis uji-t antar A 1 B 1 -A 1 B 2 sebesar 3,022 dengan p = 0,004 atau p < 0,01. Hal ini berarti ada perbedaan penyesuaian diri yang sangat signifikan antara santri putra dan putri di pondok pesantren tradisional. Dalam penelitian ini penyesuaian diri santri putra lebih baik daripada santri putri. Hal ini dapat dilihat dari mean empirik santri putra sebesar 145,208 dan mean empirik santri putri sebesar 131,000. Berdasarkan hasil analisis tersebut, adanya perbedaan penyesuaian diri antara santri putra dan putri karena di pondok pesantren tradisional dikarenakan tidak aturan yang jelas tentang administrasi dan birokrasi (Wahid, 2001). Artinya, pihak pondok pesantren tidak menyediakan waktu khusus dalam hal pendaftaran santri baru, melainkan setiap saat pondok pesantren menerima santri baru. Dalam penelitian ini, santri tinggal di pondok pesantren berkisar antara 1 bulan hingga 1 tahun. Santri putra yang sudah 1 tahun tinggal di pondok pesantren sebanyak 66,7%, lebih banyak dibandingkan santri putri sebanyak 45,5%. Sedangkan yang tinggal 10 bulan dan yang lainnya lebih banyak santri putri. Hasil analisis uji-t antar A 2 B 1 -A 2 B 2 sebesar 1,778 dengan p = 0,075 atau p > 0,05. Hal ini berarti tidak ada perbedaan penyesuaian diri antara santri putra dan putri di pondok pesantren modern. Mean empirik santri putra sebesar 121,040 dan mean empirik santri putri sebesar 112,680. Di pondok pesantren modern, sudah ada kejelasan mengenai administrasi dan birokrasi. Jika di pondok pesantren tradisional setiap

20 125 saat santri bisa mendaftar, di pondok pesantren modern ada waktu tertentu penerimaan santri baru, yakni saat pergantian tahun pelajaran. Oleh karena itu, tidak adanya perbedaan penyesuaian diri antara santri putra dan putri di pondok pesantren modern, disebabkan adanya keseragaman waktu saat masuk pondok pesantren antara santri putra dan putri. Di samping itu, semua santri baik putra maupun putri bersekolah di SMP maupun SMA yang sama sehingga semua santri berada pada lingkungan yang sama dan dengan peraturan yang sama pula. Mean empirik penyesuaian diri sebesar 127,188 dan mean hipotetik sebesar 115. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri santri di pondok pesantren tradisional maupun modern tergolong sedang. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa santri sudah merasa cukup nyaman tinggal di pondok pesantren tanpa ada permasalahan yang berarti. Hal itu karena dari awal masuk pondok pesantren mereka sudah punya motivasi yang cukup kuat bahwa mereka ingin mendalami agama dan tanpa ada paksaan dari orang lain. Selain itu, adanya upaya dari pihak pondok pesantren dalam menciptakan suasana lingkungan yang kondusif bagi para santrinya. SIMPULAN Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil analisis data dapat disimpulkan: (1) Ada perbedaan penyesuaian diri yang sangat signifikan antara santri di pondok pesantren tradisional dan modern. Penyesuaian diri santri di pondok pesantren tradisional lebih baik daripada santri di pondok pesantren modern. (2) Ada perbedaan penyesuaian diri yang snagat signifikan ditinjau dari jenis kelamin. Penyesuaian diri pada santri putra lebih baik daripada santri putri. DAFTAR RUJUKAN Ali, Muhammad. Juni Ketika Muhammadiyah Melirik Pesantren. Suara Muhammadiyah. Bashori, Khoirudin Problem Psikologis Kaum Santri:

21 126 Resiko Insekuritas Kelekatan. Yogyakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama. Bruinessen, Martin Van NU: Tradisi Relasi-Relasi Kuasa Pencarian Wacana Baru. Yogyakarta: LKIS. Dhofier, Zamakhsyari Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiyai. Jakarta: LP3ES. Gilmer Applied Psychology: Adjusment in Living and Work (2 nd edition). New Delhi: Tata Mc Braw Hill Publishing Company Ltd. Kartono, K Psikologi Umum. Jakarta: Mandar Maju. Nasir, Ridlwan Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ulfah, Nurtika Kemampuan Adaptasi Santri Ditinjau dari Pola Attachment. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi UMS. Wahid, Menggerakkan Tradisi Pesantren. Yogyakarta: LkiS. Yuniar, Mizar, Zaenal Abidin dan Tri Puji A Penyesuaian Diri Santri Putri Terhadap Kehidupan Pesantren (Studi Kualitatif pada Madrasah Takhasusiyah Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta). Jurnal Psikologi UNDIP vol.2, no.1, hal Zakiah, Loubna dan Faturochman Kepercayaan Santri pada Kiai. Buletin Psikologi Tahun XII, No. 1, Hal Qomar, Mujamil Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi. Jakarta: Erlangga. Santrock, John W Adollescence: Perkembangan Remaja (diterjemahkan oleh Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih). Jakarta: Erlangga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan seorang individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga variatif seiring

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. lingkungan (Semiun, 2006). Penyesuaian diri diistilahkan sebagai adjustment.

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. lingkungan (Semiun, 2006). Penyesuaian diri diistilahkan sebagai adjustment. BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pada umumnya individu melakukan interaksi dengan individu lain. Proses interaksi tidak lepas dari adanya penyesuaian diri. Penyesuaian diri dilakukan untuk membantu menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan-kegiatan dan peraturan yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan-kegiatan dan peraturan yang berlaku di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan di pondok pesantren berbeda dengan kehidupan anak pada umumnya. Di pondok pesantren, santri atau peserta didik dituntut untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam khas Indonesia merupakan pendidikan alternatif dari pendidikan formal yang dikelola oleh pemerintah. Pertama, karena pesantren

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para

BAB I PENDAHULUAN. santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para BAB I PENDAHULUAN Sebelum tahun 1960-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di Indonesia lebih dikenal dengan nama pondok pesantren. Istilah pondok berasal dari bahasa Arab, funduq, yang artinya hotel atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah proses pengembangan, pembentukan, bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah proses pengembangan, pembentukan, bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses pengembangan, pembentukan, bimbingan dan latihan praktis bagi manusia melalui tuntunan dan petunjuk yang tepat sepanjang kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Pendidikan 1. Pengertian Pendidikan Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pendidikan adalah segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. non-formal, dan informal (ayat 3) (Kresnawan, 2010:20).

BAB I PENDAHULUAN. non-formal, dan informal (ayat 3) (Kresnawan, 2010:20). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pondok pesantren adalah suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di Indonesia yang ditandai dengan adanya pembaharuan maupun eksperimen guna terus

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN DI AL WUSTHO ISLAMIC DIGITAL BOARDING COLLEGE CEMANI SUKOHARJO

IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN DI AL WUSTHO ISLAMIC DIGITAL BOARDING COLLEGE CEMANI SUKOHARJO IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN DI AL WUSTHO ISLAMIC DIGITAL BOARDING COLLEGE CEMANI SUKOHARJO NASKAH ARTIKEL PUBLIKASI Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu dengan masalah, dan tanpa disadari pula berulang kali individu menemukan jalan keluar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini permasalahan yang terjadi di kalangan remaja semakin beragam. Permasalahan yang muncul tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini permasalahan yang terjadi di kalangan remaja semakin beragam. Permasalahan yang muncul tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini permasalahan yang terjadi di kalangan remaja semakin beragam. Permasalahan yang muncul tidak hanya pada masalah belajar seperti membolos, mencontek,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan, sehingga perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan, sehingga perubahan-perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu menjadi bagian dari lingkungan tertentu. Individu akan dihadapkan pada perubahan dan tuntutan tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi untuk bertahan dan melanjutkan tugas dalam setiap tahap perkembangannya. Remaja tidak terlepas dari tahapan demi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Pendidikan sebagai upaya untuk membangun sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Pendidikan sebagai upaya untuk membangun sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pendidikan sebagai upaya untuk membangun sumber daya manusia memerlukan wawasan yang sangat luas, karena pendidikan menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA PONDOK PESANTREN. Naskah Publikasi

HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA PONDOK PESANTREN. Naskah Publikasi HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA PONDOK PESANTREN Naskah Publikasi Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi O l e h: ANIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia tidak diragukan lagi peranannya dan kiprahnya dalam membangun kemajuan bangsa Indonesia. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai macam permasalahan remaja dalam hal ini salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai macam permasalahan remaja dalam hal ini salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Berbagai macam permasalahan remaja dalam hal ini salah satunya adalah santri yang sedang berada di pondok peseantren, hendaknya perlu diwaspadai mengenai dampak-dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang mempunyai ciri khas tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan yang ada di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Burhan Nurgiyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta : BPFE, 1988), hlm. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Burhan Nurgiyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta : BPFE, 1988), hlm. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum dan pendidikan adalah dua hal yang saling terkait dan tak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Sistem pendidikan modern tak mungkin berjalan baik tanpa melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi dalam suatu dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai satu atau. lebih, sehingga terjadi interaksi antar individu.

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi dalam suatu dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai satu atau. lebih, sehingga terjadi interaksi antar individu. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Organisasi adalah sekumpulan orang yang saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu, dengan kata lain organisasi adalah suatu unit sosial yang terdiri

Lebih terperinci

PROFIL PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR DI ASRAMA PUTRA SMAN 1 LUBUK SIKAPING KABUPATEN PASAMAN

PROFIL PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR DI ASRAMA PUTRA SMAN 1 LUBUK SIKAPING KABUPATEN PASAMAN PROFIL PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR DI ASRAMA PUTRA SMAN 1 LUBUK SIKAPING KABUPATEN PASAMAN Fuji Fulanda 1, Ahmad Zaini 2, Citra Imelda Usman 2 1 Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan konseling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rosulullah Shallallaahu alaihi wa sallam bersabda: Menuntut ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rosulullah Shallallaahu alaihi wa sallam bersabda: Menuntut ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rosulullah Shallallaahu alaihi wa sallam bersabda: Menuntut ilmu (syar i) hukumnya wajib atas setiap Muslim, (HR. Ibnu Majah, Sahih), (Jawaz, 2008). Barangsiapa

Lebih terperinci

PENYESUAIAN SOSIAL DAN SCHOOL WELL-BEING: Studi pada Siswa Pondok Pesantren yang Bersekolah di MBI Amanatul Ummah Pacet Mojokerto

PENYESUAIAN SOSIAL DAN SCHOOL WELL-BEING: Studi pada Siswa Pondok Pesantren yang Bersekolah di MBI Amanatul Ummah Pacet Mojokerto PENYESUAIAN SOSIAL DAN SCHOOL WELL-BEING: Studi pada Siswa Pondok Pesantren yang Bersekolah di MBI Amanatul Ummah Pacet Mojokerto Anistiya Azizah, Farida Hidayati Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (punishment) sebagai ganjaran atau balasan terhadap ketidakpatuhan agar

BAB I PENDAHULUAN. (punishment) sebagai ganjaran atau balasan terhadap ketidakpatuhan agar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya manusia yang melakukan tindakan tidak sesuai dengan aturan atau ketertiban yang dibuat oleh suatu negara, organisasi, pendidikan, kelompok atau individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting yang harus diberikan terhadap seorang anak. Pendidikan terbagi menjadi tiga yaitu pendidikan formal seperti

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson disebut dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pentingnya pendidikan moral dan sosial. Dhofier (1990) menyatakan moral dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pentingnya pendidikan moral dan sosial. Dhofier (1990) menyatakan moral dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maraknya tawuran pelajar, pengedaran dan penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar, seks bebas, pergaulan bebas, kurangnya rasa hormat anak kepada orang tua dan guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Irma Pujiawati, 2014 Model pendidikan karakter kedisiplinan Di pondok pesantren

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Irma Pujiawati, 2014 Model pendidikan karakter kedisiplinan Di pondok pesantren BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan berlangsung di segala jenis, bentuk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa anak-anak ke masa dewasa di mana pada masa-masa tersebut. sebagai masa-masa penuh tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. masa anak-anak ke masa dewasa di mana pada masa-masa tersebut. sebagai masa-masa penuh tantangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak orang mendefinisikan Remaja sebagai masa transisi, dari masa anak-anak ke masa dewasa di mana pada masa-masa tersebut seorang individu sering menunjukkan tingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup berdampingan dengan manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat yang diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering diartikan juga sebagai sekolah agama bagi pelajar muslim (Sumadi,

BAB I PENDAHULUAN. sering diartikan juga sebagai sekolah agama bagi pelajar muslim (Sumadi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pondok pesantren merupakan salah satu macam lembaga pendidikan berbasis Islam di Indonesia yang sudah ada sejak masa kolonial. Pesantren sering diartikan juga sebagai

Lebih terperinci

POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG

POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG A. Latar Belakang Masalah Pada setiap kajian tentang Islam tradisional di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lebih tinggi di perguruan tinggi. Berbagai cara yang dapat dilakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lebih tinggi di perguruan tinggi. Berbagai cara yang dapat dilakukan BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu mempunyai keinginan untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Hal ini bisa disebabkan lingkungan tempat tinggalnya kurang baik,ingin mencari pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keberadaan orang lain dalam hidupnya. Dorongan atau motif sosial pada manusia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keberadaan orang lain dalam hidupnya. Dorongan atau motif sosial pada manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial, yang berarti manusia tidak dapat hidup sendiri. Didalam situasi dan keadaan seperti apapun manusia selalu membutuhkan keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Hidayat (2013) pendidikan adalah suatu upaya sadar yang dilakukan untuk mengembangkan potensi yang dianugrahkan tuhan kepada manusia dan diarahkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia telah melahirkan suatu perubahan dalam semua aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak tertutup kemungkinan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pembelajaran Sistem Boarding School. Pelaksanaan Pembelajaran) secara umum yang disesuaikan dengan standar

BAB V PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pembelajaran Sistem Boarding School. Pelaksanaan Pembelajaran) secara umum yang disesuaikan dengan standar BAB V PEMBAHASAN A. Perencanaan Pembelajaran Sistem Boarding School Pada tahap perencanaan, guru melakukan penyusunan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) secara umum yang disesuaikan dengan standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an,

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin, yang mana dalam agama Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap orang pasti akan mengalami banyak masalah dalam kehidupannya. Salah satu masalah yang harus dihadapi adalah bagaimana seseorang dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sempurna yang bertaqwa pada Allah SWT. Serta untuk mencapai kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sempurna yang bertaqwa pada Allah SWT. Serta untuk mencapai kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar bertujuan. Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha membudayakan manusia atau memanusiakan manusia. Manusia itu sendiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

2. BAB II TINJAUAN UMUM

2. BAB II TINJAUAN UMUM 2. BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Pondok Pesantren 2.1.1 Pengertian Pondok Pesantren Asal katanya pesantren berasal dari kata santri yang mendapat imbuhan awalan pe dan akhiran an yang menunjukkan tempat, maka

Lebih terperinci

STUDI TENTANG DISIPLIN BELAJAR PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN STUDY ON LEARNING DISCIPLINE SANTRI IN COTTAGE BOARDING

STUDI TENTANG DISIPLIN BELAJAR PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN STUDY ON LEARNING DISCIPLINE SANTRI IN COTTAGE BOARDING STUDI TENTANG DISIPLIN BELAJAR PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN STUDY ON LEARNING DISCIPLINE SANTRI IN COTTAGE BOARDING Oleh : Dhini Ahadya Cahyaningsih *) Nur aeni **) ABSTRAK Penelitian ini mempunyai

Lebih terperinci

KEPUASAN KERJA PADA GURU DITINJAU DARI JENIS KELAMIN KEPALA SEKOLAH

KEPUASAN KERJA PADA GURU DITINJAU DARI JENIS KELAMIN KEPALA SEKOLAH KEPUASAN KERJA PADA GURU DITINJAU DARI JENIS KELAMIN KEPALA SEKOLAH Susi Endang Era Wati 1 Suparno 2 Rosana Dewi Yunita 3 1,2,3 Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani, Pabelan Kartasura, Surakarta,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berfalsafah Pancasila, memiliki tujuan pendidikan nasional pada khususnya dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya.

Lebih terperinci

2015 POLA ADAPTASI SOSIAL BUDAYA KEHIDUPAN SANTRI PONDOK PESANTREN NURUL BAROKAH

2015 POLA ADAPTASI SOSIAL BUDAYA KEHIDUPAN SANTRI PONDOK PESANTREN NURUL BAROKAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alasan rasional dan esensial peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini dikarenakan bahwa setiap individu diharuskan untuk melakukan adaptasi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap dunia pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap dunia pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesantren merupakan khazanah pendidikan dan budaya Islam di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia, peran pesantren tidak diragukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja harus memiliki banyak keterampilan untuk mempersiapkan diri menjadi seseorang yang dewasa terutama keterampilan bersosialisasi dengan lingkungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orangtua agar anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan keinginan

BAB I PENDAHULUAN. orangtua agar anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan keinginan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada masa sekarang banyak sistem pendidikan yang bisa diberikan oleh para orangtua agar anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan keinginan orangtuanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan manusia yang cerdas dan berkarakter. Pendidikan sebagai proses

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan manusia yang cerdas dan berkarakter. Pendidikan sebagai proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar mengoptimalkan bakat dan potensi anak untuk memperoleh keunggulan dalam hidupnya. Unggul dalam bidang intelektual, memiliki

Lebih terperinci

Analisis dan Interpretasi Data pada Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah (Madin), Taman Pendidikan Qur an(tpq) Tahun Pelajaran

Analisis dan Interpretasi Data pada Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah (Madin), Taman Pendidikan Qur an(tpq) Tahun Pelajaran Analisis dan Interpretasi Data pada Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah (Madin), Taman Pendidikan Qur an(tpq) Tahun Pelajaran 2011-2012 A. Pondok Pesantren Istilah Pondok Pesantren merupakan dua istilah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2010-2014 memuat enam strategi, yaitu: 1) perluasan dan pemerataan akses pendidikan usia dini bermutu dan berkesetaraan gender, 2) perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesantren memiliki peranan yang penting dalam sejarah pembangunan pendidikan di indonesia. Di antara lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia, pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional. Salah satu tahap yang akan dihadapi individu jika sudah melewati. masa anak-anak akhir yaitu masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. emosional. Salah satu tahap yang akan dihadapi individu jika sudah melewati. masa anak-anak akhir yaitu masa remaja. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti mengalami perkembangan tahap demi tahap yang terjadi selama rentang kehidupannya. Perkembangan tersebut dapat terjadi pada beberapa aspek, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyesuaian Sosial 2.1.1 Pengertian penyesuaian sosial Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi. Agar

Lebih terperinci

BAB I. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 pasal 3. 2

BAB I. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 pasal 3. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBASAHAN. paparkan di bab I,IV, dan VI, di Tehap selanjutnya adalah pembahasan. Pembahasan

BAB V PEMBASAHAN. paparkan di bab I,IV, dan VI, di Tehap selanjutnya adalah pembahasan. Pembahasan BAB V PEMBASAHAN Seluruh data telah penulis kumpulkan dari lapangan dan telah penulis paparkan di bab I,IV, dan VI, di Tehap selanjutnya adalah pembahasan. Pembahasan yang sesuai dengan fokus penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Perkembangan Teori Pilihan Rasional Memahami makna dan tujuan suatu tindakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Perkembangan Teori Pilihan Rasional Memahami makna dan tujuan suatu tindakan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Perkembangan Teori Pilihan Rasional Memahami makna dan tujuan suatu tindakan individu dalam masyarakat merupakan salah satu kajian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak disampaikan menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. banyak disampaikan menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Sehingga BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan memberikan tuntutan kepada setiap orang untuk dapat meningkatkan dirinya. Salah satu modal untuk membentuk sumber daya yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kegiatan adalah suatu peristiwa atau kejadian yang pada umumnya tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kegiatan adalah suatu peristiwa atau kejadian yang pada umumnya tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Kegiatan Kegiatan adalah suatu peristiwa atau kejadian yang pada umumnya tidak dilakukan secara terus menerus. Penyelenggara keitan itu sendiri bisa merupakan

Lebih terperinci

PERBEDAAN KOMPETENSI SOSIAL SISWA BOARDING SCHOOL DAN SISWA SEKOLAH UMUM REGULER

PERBEDAAN KOMPETENSI SOSIAL SISWA BOARDING SCHOOL DAN SISWA SEKOLAH UMUM REGULER PERBEDAAN KOMPETENSI SOSIAL SISWA BOARDING SCHOOL DAN SISWA SEKOLAH UMUM REGULER Tesi Hermaleni, Mudjiran, Afif Zamzami Universitas Negeri Padang e-mail: Tesi.hermaleni@gmail.com Abstract: The difference

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara luas dapat diinterpretasikan sejak manusia dilahirkan dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian menjadikannya sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala menurunnya tingkat kesadaran akan pentingnya pendidikan di pesantren. Karenanya, penulis mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter yang diimplementasikan dalam institusi pendidikan, diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter yang diimplementasikan dalam institusi pendidikan, diharapkan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dan rakyat Indonesia dewasa ini tengah gencar-gencarnya mengimplementasikan pendidikan karakter di institusi pendidikan. Pendidikan karakter yang diimplementasikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KONTROL DIRI PADA ANGGOTA INTELKAM POLRES CILACAP. Oleh : Fajar Kurniawan*) Retno Dwiyanti**) ABSTRAK

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KONTROL DIRI PADA ANGGOTA INTELKAM POLRES CILACAP. Oleh : Fajar Kurniawan*) Retno Dwiyanti**) ABSTRAK HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KONTROL DIRI PADA ANGGOTA INTELKAM POLRES CILACAP Oleh : Fajar Kurniawan*) Retno Dwiyanti**) ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara religiusitas dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arus globalisasi akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pendidikan nasional pada hakikatnya mencari nilai tambah melalui pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia atau kualitas manusia utuh jasmaniah rohaniah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peranan yang menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat. Pendidikan merupakan usaha melestarikan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa tahap perkembangan. Keseluruhan tahap perkembangan itu merupakan proses yang berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia, melalui pendidikan manusia dapat belajar demi kelangsungan hidupnya. Bagoe (2014, h.1) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43 BAB I PENDAHULUAN Setiap penelitian akan di latar belakangi dengan adanya permasalahan yang Akan dikaji. Dalam penelitian ini ada permasalahan yang dikaji yaitu tentang Efektivitas Tokoh Agama dalam Membentuk

Lebih terperinci

//HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP IKLIM SEKOLAH DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA SMP. Naskah Publikasi

//HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP IKLIM SEKOLAH DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA SMP. Naskah Publikasi //HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP IKLIM SEKOLAH DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA SMP Naskah Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Disusun Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.232,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Keseluruhan deskripsi dan pembahasan dalam penelitian ini merupakan upaya untuk memberikan jawaban terhadap rumusan masalah yang telah diajukan pada bab pertama.

Lebih terperinci

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PONDOK PESANTREN DAN MAJELIS TAKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan kualitas sumber

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah

Lebih terperinci

MAKNA MANAJEMEN BAGI PENGEMBANGAN PESANTREN

MAKNA MANAJEMEN BAGI PENGEMBANGAN PESANTREN MAKNA MANAJEMEN BAGI PENGEMBANGAN PESANTREN Nurul Yaqin Yayasan Pondok Pesantren Darul Qalam Gresik, Indonesia E-mail: nurulyaqin@gmail.com Abstract: Managing any concept of pesantren is not an easy job,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pesantren yang diharapkan dapat menjadi stimulus lahirnya kesadaran akan pentingnya

BAB 1 PENDAHULUAN. pesantren yang diharapkan dapat menjadi stimulus lahirnya kesadaran akan pentingnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran SMA Islam Bani Tamim yang memiliki sistem pendidikan pondok pesantren yang diharapkan dapat menjadi stimulus lahirnya kesadaran akan pentingnya pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada Bab III ini dijelaskan pendekatan dan metode penelitian, subjek dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada Bab III ini dijelaskan pendekatan dan metode penelitian, subjek dan 1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada Bab III ini dijelaskan pendekatan dan metode penelitian, subjek dan latar belakang penelitian, data dan sumber data, teknik dan prosedur pengumpulan data, dan teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. motivasi pokok penanaman pendidikan karakter negara ini. Pendidikan karakter perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. motivasi pokok penanaman pendidikan karakter negara ini. Pendidikan karakter perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gambaran situasi masyarakat dan dunia pendidikan di Indonesia menjadi motivasi pokok penanaman pendidikan karakter negara ini. Pendidikan karakter perlu ditanamkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul 1.1.1 REDESAIN : Kegiatan perencanaan dan perancangan kembali suatu perubahan sehingga terjadi perubahan fisik tanpa merubah fungsinya melalui perluasan maupun pemindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pendidikan merupakan masalah yang berhubungan. langsung dengan kehidupan manusia. Pendidikan merupakan usaha dari

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pendidikan merupakan masalah yang berhubungan. langsung dengan kehidupan manusia. Pendidikan merupakan usaha dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pendidikan merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan kehidupan manusia. Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Islam tertua di Indonesia, yang keberadaannya masih eksis hingga

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Islam tertua di Indonesia, yang keberadaannya masih eksis hingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesantren merupakan lembaga tradisional diluar sekolah yang menjadi tempat santri (murid) dalam mencari ilmu agama. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan anak kost tidak dapat terlepas dengan anak kos t yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan anak kost tidak dapat terlepas dengan anak kos t yang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan anak kost tidak dapat terlepas dengan anak kos t yang lain. Hubungan antar anak kos t dalam kehidupan sehari-hari merupakan bentuk interaksi kehidupan

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar di sekolah. Hal ini sesuai pendapat Ahmadi (2005) yang menyebutkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar di sekolah. Hal ini sesuai pendapat Ahmadi (2005) yang menyebutkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam proses belajar di sekolah. Hal ini sesuai pendapat Ahmadi (2005) yang menyebutkan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB IV FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT. dalam pesantren, pendidikan sangat berhubungan erat dengan

BAB IV FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT. dalam pesantren, pendidikan sangat berhubungan erat dengan BAB IV FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT Dalam pendidikan yang berkenaan dengan perkembangan dan perubahan pada santri dalam pesantren, pendidikan sangat berhubungan erat dengan pengetahuan, sikap, kepercayaan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci