Review Jurnal MENCIPTAKAN PENGALAMAN KONSUMEN DENGAN EXPERIENTIAL MARKETING PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Review Jurnal MENCIPTAKAN PENGALAMAN KONSUMEN DENGAN EXPERIENTIAL MARKETING PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 Review Jurnal MENCIPTAKAN PENGALAMAN KONSUMEN DENGAN EXPERIENTIAL MARKETING Endang Sulistya Rini Staf Pengajar FE USU PENDAHULUAN Keberhasilan menciptakan persepsi positif di benak konsumen merupakan faktor penting dalam kesuksesan produk/merek lebih penting daripada keunggulan teknologi. menciptakan nilai emosional di produk/merek dan menimbulkan rasa kepemilikan kepada merek tersebut sehingga konsumen bersedia menyisihkan share of walletnya untuk produk/merek kita adalah kunci keberhasilan merek di pasar. Kuncinya adalah menciptakan excellent experience. Experience secara harafiah diartikan sebagai pengalaman. Al Ries dan Jack Trout dalam artikel mereka yang dimuat dalam Advertising Age yang berjudul The Positioning Era Cometh, mengatakan bahwa perang pemasaran bukanlah di pasar melainkan di benak pelanggan sehingga setiap kegiatan pemasaran selalu dilakukan untuk merebut hati pelanggan lewat produk dan jasa (service) atau yang lazimnya disebut service excellence (Ries and Ries: 2003). hampir semua penyedia produk dan jasa melakukan apa yang disebut service excellence. Kepuasan konsumen tidak menjamin konsumen akan loyal pada suatu produk (Smith and Wheeler, 2002). Karena itulah, saat ini kepuasan konsumen tidak lagi cukup untuk sukses dalam dunia pemasaran (Winarko: 2003). Pine and Gilmore (1999) mengidentifikasi bahwa penawaran yang diberikan oleh perusahaan kepada pelanggannya dapat berupa komoditi (Commodities), barang (goods), layanan (services), dan pengalaman (experiences). saat era services economy dan service excellence, barang dan layanan yang bagus sudah cukup untuk memuaskan pelanggan, namun di era experiential economy saat ini, produk harus mampu membangkitkan sensasi dan pengalaman yang akan menjadi basis loyalitas pelanggan Experiential Marketing merupakan suatu metode pemasaran yang relatif baru, yang disampaikan ke dunia pemasaran lewat sebuah buku Experiential Marketing: How to Get Customers to Sense, Feel, Think, Act, and Relate to Your Company and Brands, oleh Bernd H. 1 P a g e

2 Schmitt. Schmitt (1999) menyatakan bahwa esensi dari konsep experiential marketing adalah pemasaran dan manajemen yang didorong oleh pengalaman. Pemasar yang menganggap konsumen berfikir melalui suatu proses pengambilan keputusan, yang mana masing-masing karakteristik dari suatu produk, baik barang atau jasa, akan memberikan keuntungan yang jelas, dan karakteristik ini dievaluasi oleh pembeli-pembeli potensial (baik pembeli yang telah mengenal produk tersebuat maupun yang belum). Menurut Schmitt dianggap membatasi cara pandang pemasar terhadap pengambilan keputusan yang diambil oleh konsumen. Experiential marketing dapat sangat berguna untuk sebuah perusahaan yang ingin meningkatkan merek yang berada pada tahap penurunan, membedakan produk mereka dari produk pesaing, menciptakan sebuah citra dan identitas untuk sebuah perusahaan, meningkatkan inovasi dan membujuk pelanggan untuk mencoba dan membeli produk Tahap awal dari sebuah experiential marketing terfokus pada tiga kunci pokok: 1. Pengalaman Pelanggan. Pengalaman pelanggan melibatkan panca indera, hati, pikiran yang dapat menempatkan pembelian produk atau jasa di antara konteks yang lebih besar dalam kehidupan. 2. Pola Konsumsi. Analisis pola konsumsi dapat menimbulkan hubungan untuk menciptakan sinergi yang lebih besar. Produk dan jasa tidak lagi dievaluasi secara terpisah, tetapi dapat dievaluasi sebagai bagian dari keseluruhan pola penggunaan yang sesuai dengan kehidupan konsumen. Hal yang terpenting, pengalaman setelah pembelian diukur melalui kepuasan dan loyalitas. 3. Keputusan rasional dan emosional. Pengalaman dalam hidup sering digunakan untuk memenuhi fantasi, perasaan dan kesenangan. Banyak keputusan dibuat dengan menuruti kata hati dan tidak rasional. Experiential marketing pelanggan merasa senang dengan keputusan pembelian yang telah dibuat. 2 P a g e

3 Schmitt (1999) memberikan suatu framework alternatif yang terdiri dari dua elemen, yaitu Strategic expereince modules (SEMs), yang terdiri dari beberapa tipe experience dan Experience producers (ExPros), yaitu agen agen yang dapat menghantarkan experience ini. Strategic experience modules terdiri dari lima tipe, yaitu sense, feel, think, act, dan relate. Sense Sense adalah aspek- aspek yang berwujud dan dapat dirasakan dari suatu produk yang dapatditangkap oleh kelima indera manusia,meliputi pandangan,suara,bau, rasa, dan sentuhan. Sense ini, bagi konsumen, berfungsi untuk mendiferensiasikan suatu produk dari produk yang lain,untuk memotivasi pembeli untuk bertindak, dan untuk membentuk value pada produk atau jasa dalam benak pembeli. Ada tiga tujuan strategi panca indera (sense strategic objective): (Schmitt,1999) 1. Panca indera sebagai pendiferensiasi Sebuah organisasi dapat menggunakan sense marketing untuk mendiferensiasikan produk organisasi dengan produk pesaing didalam pasar, memotivasi pelanggan untuk membeli produknya, dan mendistrisbusikan nilai kepada konsumen. 2. Panca indera sebagai motivator Penerapan unsur sense dapat memotivasi pelanggan untuk mencoba produk dan membelinya. 3. Panca indera sebagai penyedia nilai Panca indera juga dapat menyediakan nilai yang unik kepada konsumen. Feel Perasaan berhubungan dengan perasaan yang paling dalam dan emosi pelanggan. Iklan yang bersifat feel good biasanya digunakan untuk membuat hubungan dengan pelanggan, menghubungkan pengalaman emosional mereka dengan produk atau jasa, dan menantang pelanggan untuk bereaksi terhadap pesan Feel campaign sering digunakan untuk membangun emosi pelanggan secara perlahan. 3 P a g e

4 Affective experience adalah tingkat pengalaman yang merupakan perasaan yang bervariasi dalam intensitas, mulai dari perasaan yang positif atau pernyataan mood yang negatif sampai emosi yang kuat. Penggunaan affective experience harus memahami/memperhatikan : 1. Suasana hati (moods), Moods merupakan affective yang tidak spesifik.suasana hati dapat dibangkitkan dengan cara memberikan stimuli yang spesifik (Schmitt, 1999). 2. Emosi (emotion), lebih kuat dibandingkan suasana hati dan merupakan pernyataan afektif dari stimulus yang spesifik, misalnya marah, irihati, dan cinta. Emosi-emosi tersebut selalu disebabkan oleh sesuatu atau seseorang (orang, peristiwa, perusahaan, produk, atau komunikasi). Think Perusahaan berusaha untuk menantang konsumen, dengan cara memberikan problemsolving experiences, dan mendorong pelanggan untuk berinteraksi secara kognitif dan/atau secara kreatif dengan perusahaan atau produk. Menurut Schmitt cara yang baik untuk membuat think campaign berhasil adalah (1) menciptakan sebuah kejutan yang dihadirkan baik dalam bentuk visual, verbal ataupun konseptual, (2) berusaha untuk memikat pelanggan dan (3) memberikan sedikit provokasi. 1. Kejutan (surprise) Kejutan merupakan suatu hal yang penting dalam membangun pelanggan agar mereka terlibat dalam cara berpikir yang kreatif. Kejutan dihasilkan ketika pemasar memulai dari sebuah harapan. Kejutan harus bersifat positif, yang berarti pelanggan mendapatkan lebih dari yang mereka minta, lebih menyenangkan dari yang mereka harapkan, atau sesuatu yang sama sekali lain dari yang mereka harapkan yang pada akhirnya dapat membuat pelanggan merasa senang. Dalam experiential marketing, unsur surprise menempati hal yang sangat penting karena dengan pengalaman-pengalaman yang mengejutkan dapat memberikan kesan 4 P a g e

5 emosional yang mendalam dan diharapkan dapat terus membekas di benak konsumen dalam waktu yang lama. 2. Memikat (intrigue) Jika kejutan berangkat dari sebuah harapan, intrigue campaign mencoba membangkitkan rasa ingin tahu pelanggan, apa saja yang memikat pelanggan. Namun, daya pikat ini tergantung dari acuan yang dimiliki oleh setiap pelanggan. Terkadang apa yang dapat memikat seseorang dapat menjadi sesuatu yang membosankan bagi orang lain, tergantung pada tingkat pengetahuan, kesukaan, dan pengalam pelanggan tersebut. 3. Provokasi (provocation) Provokasi dapat menimbulkan sebuah diskusi, atau menciptakan sebuah perdebatan. Provokasi dapat beresiko jika dilakukan secara tidak baik dan agresif (Shmitt, 1999). Act Tindakan yang berhubungan dengan keseluruhan individu (pikiran dan tubuh) untuk meningkatkan hidup dan gaya hidupnya. Pesan-pesan yang memotivasi, menginspirasi dan bersifat spontan dapat menyebabkan pelanggan untuk berbuat hal-hal dengan cara yang berbeda, mencoba dengan cara yang baru merubah hidup mereka lebih baik. Relate Relate menghubungkan pelanggan secara individu dengan masyarakat, atau budaya. Relate menjadi daya tarik keinginan yang paling dalam bagi pelanggan untuk pembentukan selfimprovement, status socio-economic, dan image. Relate campaign menunjukkan sekelompok orang yang merupakan target pelanggan dimana seorang pelanggan dapat berinteraksi, berhubungan, dan berbagi kesenangan yang sama. Kelima tipe dari experience ini disampaikan kepada konsumen melalui experience provider. Agen-agen yang bisa menghantarkan experience ini adalah : 1. Komunikasi, meliputi iklan, komunikasi perusahaan baik internal maupun eksternal, dan 5 P a g e

6 public relation. 2. Identitas dan tanda baik visual maupun verbal, meliputi nama, logo, warna, dan lain-lain. 3. Tampilan produk, baik desain, kemasan, maupu penampakan. 4. Co-branding, meliputi even-even pemasaran, sponsorship, aliansi dan rekanan kerja, lisensi,penempatan produk dalam film, dan sebagainya. 5. Lingkungan spatial, termasuk desain kantor, baik interior maupun eksterior, outlet penjualan,ekshibisi penjualan, dan lain-lain. 6. Web sites 7. Orang, meliputi penjual, representasi perusahaan,customer service, operator call centre, danlainnya. Idealnya, sebuah perusahaan yang ingin menerapkan experiential marketing mampu memberikan experience yang integral, yaitu menyampaikan kelima elemen experience melalui Experience Provider. disebut oleh Schmitt (1999) sebagai holistic. Shmitt (1999) juga mengemukakan beberapa cara untuk membentuk dan mengelola merek yang experiential, dirangkum dalam poin-poin dalam Experintial Branding, 10 Rules to Create and Manage Experiential Brands : 1. Experiences don t just happen; they need to be planned. Dalam proses perencanaan, seorang pemasar harus kreatif, memanfaatkan kejutan, intrik, dan bahkan provokasi 2. Think about the customer experience first. Setelah itu, barulah seorang pemasar dapat menentukan karakteristik-karakteristik fungsional dari sebuah produk dan manfaat dari merek yang ada 3. Be obsessive about the details of the experience.konsep pemuasan kebutuhan konsumen tradisional melewatkan unsur-unsur sensori, perasaan hangat yang dirasakan konsumen, serta cuci otak konsumen, yang meliputi pemuasan seluruh tubuh dan seluruh pikiran konsumen. 6 P a g e

7 4. Find the duck for your brand. seorang pemasar diharapkan mampu memberikan suatu karakter yang memberikan kesan yang mendalam, yang akan terus-menerus membangkitkan kenangan, sehingga konsumen menjadi loyal 5. Think consumption situation, not product. 6. Strive for holistic experiences Holistic. sebuah perasaan yang luar biasa, menyentuh hati, menantang intelegensi, relevan dengan gaya hidup konsumen, dan memberikan hubungan yang mendalam antar konsumen. 7. Profile and track experiential impact with the Experiential Grid. 8. Use methodologies eclectically. Metode penelitian dalam pemasaran bisa berbentuk kuantitatif maupun kualitatif, verbal maupun visual, dan di dalam maupun di luar laboratorium. 9. Consider how the experience changes. Berkonsentrasi pada perubahan pengalaman pelanggan. 10. Add dynamism and dionysianism to your company and brand. Dionysianism adalah kedinamisan, gairah, dan kreativitas. Beberapa perusahaan yang menggunakan experiential marketing: (Hidayat, 2007 & Kertajaya, 2007) 1. PT Unilever Indonesia Tbk Perusahaan ini memperkenalkan wahana bagi konsumennya untuk menggali lebih jauh berkaitan dengan salah satu produk perawatan kulitnya, Citra. Wahana yang dikenal dengan Rumah Cantik Citra (RCC) ini memang tidak menetap disatu tempat, melainkan berkeliling keberbagai kota untuk menyambangi konsumennya. Kehadiran RCC adalah wujud kepedulian Citra yang ingin membantu perempuan Indonesia meraih kecantikan jiwa-raga. Selain itu, Citra juga mencerminkan cita rasa kecantikan lokal wanita Indonesia yang digempur produk perawatan kulit dan muka dari luar negeri. Citra mengedepankan bahan baku tradisional yang diolah dan dikemas secara moderen. Hal ini sesuai dengan semangat wanita Indonesia yang semakin modern tanpa harus 7 P a g e

8 menanggalkan kecantikan khas Indonesianya. RCC adalah bagian dari aktivitas brand image building Citra. Tujuannya, untuk memperkuat citra merek Citra dibenak konsumen, khususnya pecinta produk perawatan kulit dan muka lokal. 2. PT Hewlett-Packard Indonesia (HPI) HPI mulai menerapkan konsep yang dikemukakan Schmitt. Bahkan apa yang dilakukan HPI jauh lebih ekstrem ketimbang Unilever. Lewat HP Xperience Zone, HPI menyediakan tempat khusus di Blitz Megaplex, Grand Indonesia, bagi calon konsumennya untuk mengetahui dan mencoba secara langsung produk-produk mereka. Disini konsumen dapat mencoba berbagai produk terbaru tanpa harus ada paksaan untuk membeli, karena memang tidak ada aktivitas jual beli di toko ini. Keberadaannya hanya untuk memberikan pengalaman dan sekaligus membangun citra HP. Konsumen dapat mencoba dan bertanya berbagai hal yang berkaitan dengan produk. 3. Rajawali Hiyoto Produsen beberapa merek cat ini bahkan memimpin pasar di beberapa area menciptakan konsep dapur cat yang dinamakan Ralston De Verfkeuken. Dapur cat ini dibuat untuk keluar dari persainagn cat di Indonesia yang menjadi produk komoditas. Tiap-tiap merek tidak memiliki diferensiasi yang unik, dan konsumen mungkin tak memperhitungkan lagi keunikan masingmasing. Sehingga perang harga di produk cat pun tidak bisa dihindari, seperti halnya produk komoditas lain. Untuk menghindari perang harga itu, dapur cat pun di ciptakan, yang memberikan pengalaman (experience) unik bagi konsumennya. Di Ralston De Verfkeuken, konsumen dapat membuat pilihan cat menurut seleranya. Dapur cat ini menyediakan mesin yang memungkinkan konsumen membuat cat serta jasa konsultasi bagi konsumen. Dengan melakukan hal ini, Rajawali Hiyoto tidak mengikuti pemain lain yang hanya berfokus pada harga, tetapi menawarkan pengalaman dan solusi kepada konsumen. 8 P a g e

9 PENUTUP Experiential Marketing adalah teknik pemasaran yang menjembatani konsumen dengan merek produk perusahaan. Di masa kini pemasar sebaiknya mulai mencari apa yang sebenarnya menjadi keinginan konsumen. karena perusahaan bukanlah pemain tunggal di pasar. Tingkat persaingan yang makin ketat membuat konsumen makin memiliki pilihan dalam memilih produk yang sesuai dengannya. Produk/merek yang berhasil dipasar adalah yang berhasil menciptakan emosional melalui pengalaman pada konsumennya sehingga menghasilkan loyalitas konsumen dalam menggunakan produk/merek. Pendekatan experiential dalam meluncurkan merek dinilai lebih efektif dan relevan dibandingkan dengan apa yang dapat ditawarkan iklan media massa. Karena dalam experiential marketing, kita perlu menciptakan persepsi konsumen yang meliputi sense, feel, think, act dan relate. Suatu merek kini harus dapat menyentuh kelima unsur ini. Konsumen mesti bisa merasakan, memikirkan dan bertindak sesuai harapannya. Bahkan jika memungkinkan, tercipta rasa memiliki terhadap suatu merek, sehingga akhirnya hal ini menjadi diferensiasi bagi merek tersebut. Ini dapat membuat konsumen (pengguna) menjadi loyalis, dan kemudian menjadi advocate. Lebih lagi, nilai merek bukan lagi hanya tergantung pada diferensiasi produknya (functional benefit), tapi juga diferensiasi dalam emosionalnya (emotional benefit). 9 P a g e

10 Review Jurnal PENGARUH PENGETAHUAN PRODUK, NILAI, DAN KUALITAS YANG DIPERSEPSIKAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN MOBIL TOYOTA Sri Kussujaniatun Fakultas Ekonomi UPN Veteran Yogyakarta Bisma Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 5, No. 1 April 2011 Hal PENDAHULUAN Beberapa perusahaan mendasarkan model bisnis dimana pelanggan ditempatkan di atas dan avokasi pelanggan telah menjadi strategi mereka dan juga keunggulan kompetitif. Perusahaan yang terpusat pada pelanggan berusaha menciptakan kepuasan pelanggan yang tinggi tetapi itu bukan tujuan akhir, Jika perusahaan meningkatkan kepuasan pelanggan dengan menurunkan harga dan meningkatkan pelayanannya. Kepuasaan adalah perasaan senang atau kecewa konsumen yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja mobil dan harapan harapannya sebelum membeli mobil tersebut. Konsumen tentu mengharap dan harapannya lebih tinggi sebelum membeli mobil, agar keinginannya terpenuhi. Fenomena di lapangan, sebagian konsumen kecewa dengan pelayanan sebagian dealer/showroom, dalam pengiriman mobil sering tidak tepat waktu, antar karyawan sering memberikan informasi yang berbeda. Purna jual mobil sangat menjadi perhatian bagi konsumen. Harganya tidak dratis turun, ada beberapa merek mobil tertentu mengalami dratis penurunan harga. Merek Toyota bagi konsumen merupakan mobil yang purna jualnya masih stabil. Merek Toyota sudah populer dalam masyarakat tidak diragukan lagi baik kualitas maupun harganya masih terjangkau bagi mayoritas konsumen. 10 P a g e

11 Karena ketidakjujuran dari beberapa karyawan showroom/dealer ada beberapa mobil yang spare part atau asesoris yang tidak original membuat konsumen kecewa. Efek dari kepuasan terjadi setelah pembelian dilakukan sampai kepada periode kepemilikan produk dan dapat digunakan, sebagai pertimbangan pada pembelian berikutnya. Konsep pemasaran modern pemasar harus menempatkan pelanggan di atas atau mengutamakan pelanggan. Dengan kemunculan teknologi digital seperti internet, konsumen yang semakin pandai dewasa ini mengharapkan perusahaan melakukan lebih banyak hal dari pada sekedar berhubungan dengan mereka, lebih sekedar memuaskan mereka, dan bahkan lebih dari sekedar menyenangkan mereka. Mereka berharap perusahaan mendengar mereka. Dalam salah satu kategori barang konsumen terkenal 44% dari pelanggan yang menyatakan puas, akhirnya berganti merek. Sebuah penelitian menunjukan bahwa 75% pembeli Toyota sangat puas dan sekitar 75% dan mereka merencanakan untuk membeli Toyota lagi (Kotler, 1997:200). Produsen mobil Toyota menunjukan sudah berhasil memberikan kepuasan pada konsumennya. Faktor-faktor yang menyebabkan konsumen puas tentu banyak sekali yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen yaitu system pengiriman produk, performace produk/jasa, citra, hubungan harga-nilai, kinerja/prestasi karyawan dan persaingan. Berkaitan dengan kepuasan, terutama untuk produk tertentu, pelanggan menginginkan nilai tambah dari produk tersebut, pelanggan semakin cerdas mereka menginginkan nilai tambah (value added). Nilai yang dipersepsikan pelanggan adalah selisih antara penilaian pelanggan prospektif atas semua manfaat dan biaya dari suatu Penelitian ini mencoba memandang dari berbagai variabel terutama pengetahuan konsumen tentang produk mobil Toyota, manfaat yang diterima setelah membeli Toyota dan kualitas mobil Toyota. 11 P a g e

12 Pengetahuan Produk (Product Knowledge) Pengetahuan produk diperlukan sebagai dasar suksesnya suatu produk, biasanya melalui penggunaan /keterlibatan pada suatu produk. Pengetahuan konsumen tentang suatu produk yang diharapkan dapat mempengaruhi kepuasan secara positif, sebab suatu pengetahuan akan membuat tentang produk akan lebih realistis. Efek pengetahuan positif apabila: 1. Penggunaan pengetahuan diperlukan sebagai dasar suksesnya suatu produk, biasanya melalui penggunaan/keterlibatan pada suatu produk Betty & Smith (1987, dalam Sambandam & Lord, 1995); dan 2. Pengetahuan produk menyiratkan suatu struktur memori di dalam benak konsumen. Pengetahuan produk mencakup: a) Kesadaran akan kategori dan merek produk didalam kategori produk; b) Terminologi produk; c) Atribut/ciri produk; dan d) Kepercayaan tentang kategori produk secara umum. Informasi ini diperoleh melalui analisis kesadaran konsumen dan citra dari merek yang tersedia. Salah satu aspek pengetahuan produk adalah harga (Engel, et al, 1996:188). Nilai yang Dipersepsikan (Perceived Value) Memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen adalah inti dari pemasaran. Sasaran dari setiap bisnis adalah mengantarkan nilai pelanggan untuk menghasilkan laba. Dalam persaingan yang tajam atau ketat, dengan semakin banyaknya pembeli rasional yang dihadapkan bermacam pilihan, perusahaan hanya dapat merahih kemenangan dengan melakukan proses pegantaran nilai yang bagus serta memilih, menyediakan dan mengkomunikasikan nilai yang unggul. Urutan penciptaan dan pengantar nilai dapat dibagi menjadi tiga fase. Pertama, memilih nilai yaitu rumus segmentasi, penentuan nilai. Kedua, menyediakan nilai yaitu pemasar harus menentukan fitur produk tertentu, harga dan distribusi. Tugas dalam fase ketiga adalah mengkomunikasikan nilai dengan mendayagunakan tenaga penjual, promosi penjual, iklan dan sarana komunikasi. Menurut Zeithaml, (1988), perceived value adalah penilaian keseluruhan oleh pelanggan atas kegunaan sebuah produk berdasarkan pada persepsi apa yang diterima dan apa yang 12 P a g e

13 diberikan. nilai adalah kualitas yang didapat oleh pelanggan atas harga yang dibayarnya, dan nilai adalah apa yang didapat atas apa yang diberikan. Value menunjukkan pilihan (trade off) antara biaya dan manfaat dan muncul dari kualitas dan harga (Nguyen and Blanc, 1998). Satu-satunya nilai yang dapat diciptakan perusahaan anda adalah nilai yang berasal dari pelanggan; itu adalah semua nilai yang anda miliki sekarang dan nilai yang anda miliki di masa depan. Suatu bisnis disebut sukses jika berhasil mendapatkan, mempertahankan, dan menumbuhkan pelanggan (Kotler, 2000:99). Customer value (nilai bagi pelanggan) Perbedaan diantara nilai yang dinikmati pelanggan karena memiliki serta menggunakan suatu produk dan biaya untuk memiliki produk tersebut. Kepuasan pelanggan sejauh mana anggapan kinerja produk memenuhi harapan pembeli bila kinerja produk lebih rendah ketimbang harapan pelanggan pembelinya tidak puas bila prestasi sesuai atau melebihi harapan pembeliannya merasa puas atau amat gembira. Kualitas Persepsian (Perceived Quality) Terdapat hubungan erat antara kualitas produk, layanan, kepuasan pelanggan dan profitabilitas perusahaan (Kotler, 1997:127). Semakin tinggi kualitas, tingkat kualitas menyebabkan semakin tinggi kepuasan pelanggan dan juga mendukung harga yang lebih tinggi serta biaya yang yang lebih rendah (Kotler, 1997:131). Kepuasan (Satisfaction) Beberapa perusahaan didirikan dengan model bisnis di mana pelanggan ditempatkan di atas, dan advokasi pelanggan telah menjadi strategi mereka, dan juga unggul kompetitif mereka. Dengan kemunculan teknologi digital seperti internet, konsumen yang semakin pandai dewasa ini mengharapkan perusahaan melakukan lebih banyak hal dari pada sekedar berhubungan 13 P a g e

14 dengan mereka, lebih sekedar memuaskan mereka, dan bahkan lebih dari sekedar menyenangkan mereka. Mereka berharap perusahaan mendengar mereka (Kotler, 2000:201) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengujian hipotesis pertama adalah pengetahuan produk, nilai yang dipersepsikan bagi pelanggan, dan kualitas yang dipersepsikan secara bersama-sama berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Makna nilai R sebesar 0,557 adalah terdapat hubungan positif pengetahuan produk, nilai yang dipersepsikan dan kualitas yang dipersepsikan terhadap kepuasan konsumen. Adapun nilai R2 sebesar 0,311 artinya bahwa sumbangan pengetahuan produk, nilai yang dipersepsikan, dan kualitas yang dipersepsikan dapat menjelaskan tentang kepuasan sebesar 0,311. Sisanya sebesar 0,689 dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak bisa dijelaskan oleh model. Tingkat signifikan F sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 artinya bahwa nilai yang dipersepsikan bagi pelanggan dan kualitas yang dipersepsikan secara bersama berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, kecuali pengetahuan produk. Oleh karena pengetahuan produk yang terkait dengan kesadaran merek, terminologi produk dan atribut produk hal yang wajar saja tidak signifikan pada mobil Toyota. Semua masyarakat mengetahui bahwa mobil Toyota sudah dikenal, secara sadar konsumen sudah mengakui keberadaan mobil Toyota. Pengujian hipotesis kedua adalah nilai yang dipersepsikan bagi pelanggan dan kualitas yang dipersepsikan secara parsial berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, kecuali pengetahuan produk. Koefisien regresi pengetahuan produk sebesar 0,082 artinya pengetahuan produk berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen pada mobil yang dibeli sebelumnya. Bila dilihat tingkat signifikan koefisien regresinya menunjukan 0,457 lebih besar dari α (= 0,05), maka hipotesis H0 diterima atau hipotesis penelitian tidak terbukti. Artinya pengetahuan produk yang terkait dengan kesadaran kategori merek, terminologi produk dan atribut produk maka konsumen cenderung semakin puas, menganggap mobil sebelumnya handal, nyaman, terpercaya, tenaga penjual profesional dan penjualan mobil stabil. 14 P a g e

15 Koefisien regresi nilai yang dipersepsikan sebesar 0,509 artinya nilai yang dipersepsikan berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen pada mobil yang dibeli sebelumnya. Bila dilihat tingkat signifikan koefisien regresinya menunjukkan 0,000 lebih kecil dari α (= 0,05), maka hipotesis H0 ditolak atau hipotesis penelitian terbukti. Artinya nilai yang dipersepsikan yang terkait dengan harga mobil terjangkau harga dan kualitas sesuai dan perawatan mobil perawatannya mudah maka konsumen cenderung semakin puas menganggap mobil sebelumnya handal, nyaman, terpercaya, tenaga penjual profesional dan penjualan mobil stabil. Koefisien regresi kualitas yang dipersepsikan sebesar 0,299 artinya kualitas yang dipersepsikan berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen pada mobil yang dibeli sebelumnya. Bila dilihat tingkat signifikan koefisien regresinya menunjukkan 0,007 lebih kecil dari α (= 0,05), maka hipotesis H0 ditolak atau hipotesis penelitian terbukti. Artinya kualitas yang dipersepsikan yang terkait dengan harga mobil terjangkau harga dan kualitas sesuai dan perawatan mobil perawatannya mudah maka konsumen cenderung semakin puas menganggap mobil sebelumnya handal, nyaman, terpercaya, tenaga penjual profesional dan penjualan mobil stabil. Kaitan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah nilai yang dipersepsikan bagi pelanggan dan kualitas yang dipersepsikan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Kecuali pengetahuan produk tidak berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, sedangkan pada penelitian Sambadam & Kenneth (1995) pengetahuan produk berpengaruh terhadap kepuasan konsumen. Hasil ini berbeda dengan penelitian Sambadam & Kenneth (1995). Tentu ada beberapa penyebabnya akan yang dituangkan dalam keterbatasan penelitian. Pada hal faktor yang mempengaruhi kepuasan tidak hanya pengetahuan produk, nilai yang dipersepsikan dan kualitas yang dipersepsikan tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhi kepuasan konsumen yaitu sistem pengiriman produk, performance produk/jasa, citra, hubungan harga-nilai, kinerja/prestasi karyawan dan persaingan. Melihat sisanya sebesar 0,689 berarti banyak variabel lain yang dapat diteli lebih lanjut. 15 P a g e

16 KESIMPULAN Berdasarkan uraian dalam pembahasan hasil penelitian maka kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah: 1. Nilai yang dipersepsikan bagi pelanggan dan kualitas yang dipersepsikan secara bersama-sama berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Kecuali pengetahuan produk tidak berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan; 2. Pengetahuan produk, nilai yang dipersepsikan bagi pelanggan dan kualitas yang dipersepsikan secara parsial berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, kecuali pengetahuan produk. SARAN Hasil penelitian menunjukan pengujian nilai yang dipersepsikan bagi pelanggan dan kualitas yang dipersepsikan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Kecuali pengetahuan produk tidak berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Produsen Toyota perlu membangun persepsi nilai yang dilakukan pelanggan yaitu dengan membangun persepsi nilai konsumen bahwa Toyota adalah mobil yang memberikan manfaat bagi konsumen dapat memenuhi keinginan konsumen terkait dengan harga terjangkau, kualitas sesuai dengan harga dan biaya perawatan Toyota mudah dan murah, sehingga konsumen akan puas. Selain itu, penelitian ini juga memiliki keterbatasan, diantaranya: 1. Bahwa hasil penelitian ini tidak begitu baik untuk menggeneralisasi kepuasan pelaggan untuk semua produk mobil; 2. Meneliti variabel lain selain pengetahuan produk, nilai yang dipersepsikan, dan kualitas yang dipersepsikan; 3. Jumlah sampel penelitian perlu diperbesar; 4. Perlu mengadakan penelitian untuk merek yang lain seperti Honda, Daihatsu, Suzuki, dan lain-lain. 16 P a g e

17 Review Jurnal FILOSOFIMANAJEMEN PEMASARAN: KONSEP PELANGGAN Drs. Arrizal, M.Si Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas I. Konsep Pelanggan : Janny C. Hoekstra (1999) Perkembangan terbaru teori pemasaran dan praktek pemasaran diformulasikan dalam paradigma pemasaran baru (new marketing paradigm). Paradigma pemasaran baru ini terdiri dari tiga elemen, yaitu konsep pelanggan (customer concept), aktivitas pemasaran baru (new marketing activities), dan bidang pemasaran baru (new marketing domain)(hoekstra et al,1999 : 43-76). Konsep pelanggan (customer concept). Konsep pelanggan merupakan inti (core) paradigma pemasaran baru. Konsep pelanggan adalah konsep pemasaran" baru (the customer concept is the new marketing concept). Konsep pelanggan menegaskan bahwa perusahaan harus menciptakan hubungan pelanggan sasaran individual terpilih (selected individual target customer) bernilai pelanggan superior (superior customer values) untuk mendapatkan " laba jangka panjang melalui kepuasan pelanggan, kepuasan partner, dan kepuasan pegawai (Hoekstra et al, 1999 :43-76). Aktivitas pemasaran baru (new marketing activities). Aktivitas pemasaran baru (keputusan manajemen pemasaran baru) merupakan aplikasi konsep pelanggan. Adopsi konsep pemasaran menciptakan sembilan keputusan manajemen pemasaran baru (aktivitas pemasaran baru) (new marketing activities) terdiri dari keputusan visi, tujuan, strategi, struktur organisasi, budaya, sistem informasi, instrumen pemasaran, proses bisnis, dan manajemen sumberdaya manusia. Instrumen pemasaran terdiri dari 17 P a g e

18 produk, harga, distribusi, dan pelayanan pelanggan (customer service). Secara umum, aktivitas pemasaran baru berfokus pada manajemen pelanggan (managing customer) dengan menciptakan keseimbangan alokasi dana investasi memuaskan pelanggan lama dan menarik pelanggan baru (Hoekstra etal, 1999 : 43-76). Bidang pemasaran baru (new marketing domain). Konsep pelanggan menciptakan bidang pemasaran baru sebagai konsep sentral (central concept) dalam perilaku perusahaan. Konsep pelanggan menetapkan pelanggan sebagai peran utama (pivotal role) dalam orientasi pemasaran. Bidang pemasaran baru merupakan tempat konsep pelanggan dan aktivitas pemasaran baru diaplikasikan (Hoekstra etal, 1999 : 43-76). II. Konsep Pelanggan : Philip Kotler (2003) Konsep pelanggan {customer concept) berdiri di atas empat pilar, yaitu pelanggan individual, kebutuhan ; pelanggan dan nilai pelanggan, pemasaran satu-lawan-satu terpadu dan rantai nilai, dan pertumbuhan profitabilitas melalui menangkap pangsa pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan. Pelanggan individual (individual customer). Pemasaran mikro tingkat paling tinggi mengarah pada pemasaran pelanggan individual (individual customer marketing), pemasaran segmen satu, pemasaran satu-lawan-satu, atau pemasaran sesuai pesanan (Don Peppers dan Martha Rogers, 1993 dalam Kotler, 2003 : 282). Kebutuhan pelanggan (customer needs). Perusahaan harus memahami kebutuhan pelanggan individual. Perusahaan harus berfokus untuk menemukan dan memproduksi produk yang merefleksikan solusi pelanggan (customer solution) secara ekonomis (customer cost), menyenangkan (convenience), dan dapat berkomunikasi efektif (communication). Perusahaan memenuhi solusi pelanggan dengan produk. Produk terdiri dari lima level produk, yaitu manfaat inti, produk dasar, produk yang diharapkan, produk yang ditingkatkan, dan prroduk potensial. 18 P a g e

19 Level produk paling dasar yang akan memenuhi solusi pelanggan adalah manfaat inti (core benefit) produk, yaitu manfaat dasar yang sesungguhnya dibeli oleh pelanggan. Contohnya, seorang tamu hotel sesungguhnya membeli "-istirahat dan tidur". Pemasar harus memandang dirinya sendiri sebagal pemberi manfaat dan pemberi solusi (Kotler, 2003 : ). Nilai pelanggan (customer values). Peter Druker dalam Philip Kotler (2003 : 60-61) mengatakan bahwa tugas pertama perusahaan adalah "menciptakan pelanggan". Bagaimanakah pelanggan memilih produk?. Jawabannya, para pelanggan akan membeli produk yang menawarkan pemberian nilai pelanggan (customer delivered value) yang paling tinggi. Nilai pelanggan (customer delivered value) adalah selisih antara nilai pelanggan total dan biaya pelanggan total; Nilai pelanggan total (total cutomer value) adalah sekumpulan manfaat yang diharapkan oleh pelanggan dari produk tertentu. Biaya pelanggan total (total customer cost) adalah sekumpulan biaya yang diharapkan oleh pelanggan yang dibayarkan untuk mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan, dan membuang produk. Pemasaran satu-lawan-satu terpadu {one-to-one marketing integration) Bila semua departemen suatu perusahaari bekerja sama untuk melayani kebutuhan pelanggan individual maka akan tercipta pemasaran satu-lawan-satu terpadu (one-to-one marketing integration). Pemasaran satu-lawan-satu terpadu dapat terjadi pada dua level. Pertama, berbagai fungsi pemasaran harus bekerja sama. Semua fungsi pemasaran harus dikoordinasikan berdasarkan sudut pandang pelanggan individual. Kedua, pemasaran harus merangkul departemen-departemen lain yang harus juga "memikirkan; pelanggan individual". Untuk mendorong kerja tim di antara. semua departemen, perusahaan melaksanakan pemasaran internal dan pemasaran eksternal. Pemasaran eksternal adalah pemasaran yang diarahkan kepada pelanggan individual di luar perusahaan. Pemasaran internal adalah tugas memperkerjakan, melatih, dan memotivasi karyawan yang mampu dan ingin melayani pelanggan individual dengan baik. Memang, pemasaran internal harus mendahului pemasaran eksternal (Kotler, 2003 : 17-27). 19 P a g e

20 Rantai nilai (value chain). Perusahaan harus menawarkan produk yang dapat memberikan nilai pelanggan (customer delivered value). Bagaimanakah menciptakan nilai pelanggan (cutomer delivered value)?. Jawabannya, Michael E. Porter (1985) dalam Kotler (2003 : 70-71) mengusulkan rantai nilai (value chain) sebagai alat untuk mengidentifikasi cara-cara menciptakan nilai pelanggan (customer delivered value). Rantai nilai (value chain) mengidentifikasi sembilan kegiatan strategis urttuk menciptakan nilai pelanggan {customer delivered value), yaitu lima kegiatan utama dan empat kegiatan pendukung. Kegiatan utama mencenninkan urutan dari membawa bahan mentah kepada perusahaan (inbound logistics), mengkonversikan bahan mentah menjadi produk jadi (operations), mengirim produk jadi (outbound logistics), memasarkan produk jadi (marketing and sales), dan melayani pelanggan individual (service). Kegiatan penunjang terdiri dari perolehan sumberdaya (bahan baku), pengembangan teknologi, manajemen sumberdaya manusia, dan prasarana perusahaan. Kegiatan penunjang dikerjakan oleh departemen-departemen khusus tertentu. Pertumbuhan profitablitas (profitable growth). Tujuan akhir konsep pelanggan adalah membantu perusahaan mencapai pertumbuhan profitabilitas. Bagaimanakah perusahaan mencapai pertumbuhan profitabilitas?. Jawabannya, perusahaan mencapai pertumbuhan profitabilitas melalui menangkap pangsa pelanggan (capturing customer share), kesetiaan pelanggan (customer loyalty), dan nilai seumur hidup pelanggan (customer life time value) (Kotler, 2003 : 26). III. Konsep Pelanggan : Komentar Konsep pelanggan merupakan salah satu filosofi (visi) manajer pemasaran. Berapakah filosofi (visi) manajer pemasaran?. Jawabannya, ada enam filosofi (visi) manajer pemasaran yaitu konsep produksi, konsep produk, konsep penjualan, konsep pemasaran, konsep pemasaran masyarakat, dan konsep pelanggan. Pada zaman sekarang, perusahaan jarang menggunakan konsep produksi, konsep produk, dan konsep penjualan. Pada zaman sekarang banyak perusahaan beralih dari konsep pemasaran kepada konsep pelanggan (Kotler, 2003 : ; Hoekstra, 1999 : 43-76). 20 P a g e

21 Apakah perbedaan konsep pelanggan, konsep penjualan dan konsep pemasaran?. Jawabannya, perbedaan konsep pelanggan, konsep penjualan dan konsep pemasaran terletak pada empat pilar, yaitu titik awal (starting point), fokus (focus), sarana (means), dan hasil (ends). Pertama, titik awal (starting point). Konsep penjualan dimulai dari pabrik (factory). Konsep pemasaran dimulai dari pasar sasaran (target market). Konsep pelanggan dimulai dari pelanggan individual (individual customer). Kedua, fokus (focus). Konsep penjualan berfokus pada produk yang ada (products). Kensep pemasaran berfokus pada kebutuhan pelanggan (customer needs). Konsep pelanggan berfokus pada kebutuhan pelanggan (customer needs) dan nilai pelanggan (customer values). Ketiga, sarana (means). Konsep penjualan menuntut penjualan dan promosi untuk menghasilkan volume penjualan (sales volume). Konsep pemasaran menuntut koordinasi semua aktivitas pemasaran (pemasaran terintegrasi / integrated marketing) untuk menghasilkan kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Konsep pelanggan menuntut koordinasi pemasaran satu-lawan-satu (one-to-one marketing integration) dan rantai nilai (value chain) untuk menghasilkan pangsa pelanggan (customer share), kesetiaan pelanggan (customer loyalty), dan nilai seumur hidup pelanggan (customer lifetime value). Keempat, konsep penjualan menghasilkan laba (profits) melalui volume penjualan (sales volume). Konsep pemasaran menghasilkan laba (profits) melalui kepuasan pelanggan (customer satisfaction):, Konsep pelanggan menghasilkan laba melalui menangkap pangsa pelanggan (capturing customer share), kesetiaan pelanggan (customer loyalty), dan nilai seumur hidup pelanggan (customer lifetime valued). Pemikiran Janny C. Hoekstra (1999 : 43-76) dan Philip Kotler (2003 : 17-27) sudah me'nciptakan filosofi manajemen pemasaran (konsep pelanggan) yang mengatakan bahwa, "manajer perlu menangkap pangsa pelanggan, menciptakan kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan untuk meningkatkan profitabilitas Menangkap pangsa pelanggan, menciptakan kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan selama-lamanya sepanjang zaman akan tetap menjadi perhatian utama para manajer perusahaan. Menangkap pangsa pelanggan, menciptakan kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan mendapat perhatian utama para manajer perusahaan karena satu alasan. 21 P a g e

22 Alasannya adalah karena para manajer perusahaan bekerja mendapatkan laba (profitabilitas) melalui menangkap pangsa pelanggan, menciptakan kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan. Oleh karena itu, apabila manajer perusahaan tidak mampu menangkap pangsa pelanggan, menciptakan kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan untuk mendapatkan laba (profitabilitas), Maka manajer perusahaan itu dinilai sebagai seorang manajer yang gagal. Sebaliknya, apabila manajer perusahaan mampu menangkap pangsa pelanggan, menciptakan kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan untuk mendapatkan laba (profitabilitas), maka manajer perusahaan itu dinilai sebagai seorang manajer yang sukses. Dengan demikian perlunya manajer perusahaan menangkap pangsa pelanggan, menciptakan kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan hendaknya diterima sebagai kenyataan hidup manajer. Konsep pelanggan sangat baik digunakan dan dipedomani manajer pemasaran era milenium baru (era abad 21) dalam mengambil keputusan manajemen pemasaran untuk menangkap pangsa pelanggan, kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan guna meningkatkan profitabilitas. Manajemen pemasaran memasuki era abad 21 harus berpedoman teguh pada filosofi manajemen pemasaran (konsep pelanggan). Fenomena menangkap pangsa pelanggan, kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan guna meningkatkan profitabilitas bakal menjadi tantangan sentral (central challenge) bagi manajer pemasaran era abad 21. Instrumen pemasaran (marketing mix) paling baru terdiri dari produk, harga, distribusi, dan promosi dalam era abad 21 tidak bakal dapat diterapkan secara efektif untuk menangkap pangsa pelanggan, kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan guna meningkatkan profitabilitas, dan bakal mudah menyesatkan manajer pemasaran era abad 21 tanpa berpedoman teguh pada filosofi manajemen pemasaran (konsep pelanggan), yaitu filosofi yang memberikan pedoman bagi manajer pemasaran era abad 21 dalam mengambil keputusan manajemen pemasaran untuk menangkap pangsa pelanggan, kepuasan pelanggan, kesetiaan pelanggan, dan nilai seumur hidup pelanggan guna meningkatkan profitabilitas. 22 P a g e

23 Konsep pemasaran mendapat kritik yang menyatakan bahwa konsep pelanggan tidak dapat digunakan oleh setiap perusahaan. Konsep pelanggan membutuhkan investasi besar yang bisa tidak layak dalam investasi pengumpulan informasi, hardware, software. Konsep pelanggan cocok pada perusahaan yang memiliki banyak informasi pelanggan individual, mempunyai banyak item produk, mempunyai produk sesuai pesanan, dan mempunyai produk bernilai tinggi. Konsep pelanggan sering digunakan oleh pengecer jasa (hotel, bank, maskapai penerbangan) dan pemasar bisnis-ke-bisnis. Konsep pelanggan jarang digunakan oleh perusahaan barang kemasan konsumen dan pengecer barang kemasan konsumen (Kotler, 2003 : 26 dan ). 23 P a g e

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 8 BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2. 1 EXPERIENTIAL MARKETING Experiential marketing menurut (Schmitt 1999 dalam Bagus Aji 2011) menyatakan bahwa pemasar menawarkan produk dan jasanya dengan

Lebih terperinci

FILOSOFIMANAJEMEN PEMASARAN: KONSEP PELANGGAN. Drs. Arrizal, M.Si Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas

FILOSOFIMANAJEMEN PEMASARAN: KONSEP PELANGGAN. Drs. Arrizal, M.Si Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas FILOSOFIMANAJEMEN PEMASARAN: KONSEP PELANGGAN Drs. Arrizal, M.Si Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Abstrak Artikel ini akan membahas tentang konsep pelanggan (customer concept). Untuk membahas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL MENCIPTAKAN PENGALAMAN KONSUMEN MELALU PENDEKATAN MANAJEMEN DAN METODE PEMASARAN

PENGEMBANGAN MODEL MENCIPTAKAN PENGALAMAN KONSUMEN MELALU PENDEKATAN MANAJEMEN DAN METODE PEMASARAN PENGEMBANGAN MODEL MENCIPTAKAN PENGALAMAN KONSUMEN MELALU PENDEKATAN MANAJEMEN DAN METODE PEMASARAN Siti Fatonah STIE Adi Unggul Bhirawa, Surakarta Septiana Novita Dewi STIE Adi Unggul Bhirawa, Surakarta

Lebih terperinci

MENCIPTAKAN PENGALAMAN KONSUMEN DENGAN EXPERIENTIAL MARKETING

MENCIPTAKAN PENGALAMAN KONSUMEN DENGAN EXPERIENTIAL MARKETING Endang Sulistya Rini Menciptakan Pengalaman Konsumen MENCIPTAKAN PENGALAMAN KONSUMEN DENGAN EXPERIENTIAL MARKETING Endang Sulistya Rini Staf Pengajar FE USU Abstract Experiential marketing gives customers

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat menjadi tantangan maupun ancaman bagi para pelaku bisnis. Agar

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat menjadi tantangan maupun ancaman bagi para pelaku bisnis. Agar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia bisnis saat ini semakin pesat, persaingan yang semakin ketat menjadi tantangan maupun ancaman bagi para pelaku bisnis. Agar dapat memenangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menciptakan penjualan (Musfar dan vivi, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menciptakan penjualan (Musfar dan vivi, 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Loyalitas Konsumen (customer loyalty) Loyalitas pelanggan sangat penting bagi perusahaan yang ingin menjaga kelangsungan hidup usahanya maupun keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kemampuan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kepuasan konsumen sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kemampuan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kepuasan konsumen sangat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep Pemasaran Persaingan yang semakin ketat seperti sekarang ini, perusahaan harus mampu menghadapi tuntutan konsumen yang terus berubah sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini bisnis makanan dan minuman berkembang dengan pesat di

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini bisnis makanan dan minuman berkembang dengan pesat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini bisnis makanan dan minuman berkembang dengan pesat di Indonesia. Kondisi ini didukung pula oleh semakin banyaknya tempat-tempat makan dan santai

Lebih terperinci

public service yang menyediakan kebutuhan penunjang, khususnya bagi para

public service yang menyediakan kebutuhan penunjang, khususnya bagi para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha dewasa ini semakin pesat, persaingan di antara perusahaan sejenis semakin ketat khususnya Spa. Spa adalah sebuah public service yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objek wisata menjadi kebutuhan primer sebagai penyeimbang kesibukan. mereka tersebut. Tempat hiburan maupun objek wisata mampu

BAB I PENDAHULUAN. objek wisata menjadi kebutuhan primer sebagai penyeimbang kesibukan. mereka tersebut. Tempat hiburan maupun objek wisata mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesibukan masyarakat yang semakin meningkat telah membuat berbagai objek wisata menjadi kebutuhan primer sebagai penyeimbang kesibukan mereka tersebut. Tempat hiburan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan pelanggannya. Perusahaan berlomba-lomba menerapkan strategi

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan pelanggannya. Perusahaan berlomba-lomba menerapkan strategi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia usaha semakin ketat, dengan adanya perusahaanperusahaan baru yang muncul dan semakin inovatif. Dunia pemasaran terus berkembang dengan munculnya produk-produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelanggan baru. Strategi strategi tersebut mengharuskan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelanggan baru. Strategi strategi tersebut mengharuskan perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha semakin hari semakin pesat, setiap pemimpin perusahaan ingin perusahaannya yang terbaik diantara pesaingnya -pesaingnya. Demikian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kaitannya dengan sikap masyarakat yang semakin kritis dalam memilih makanan. Makan

BAB 1 PENDAHULUAN. kaitannya dengan sikap masyarakat yang semakin kritis dalam memilih makanan. Makan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini industri food and beverage semakin meningkat, pertumbuhan tersebut ada kaitannya dengan sikap masyarakat yang semakin kritis dalam memilih makanan. Makan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam era globalisasi, persaingan bisnis menjadi semakin tajam, baik dipasar domestik (nasional) maupun internasional. Perkembangan dunia usaha yang dinamis dan penuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap perusahaan untuk meningkatkan kualitas produk dan juga pelayanan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap perusahaan untuk meningkatkan kualitas produk dan juga pelayanan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha dan persaingan yang semakin ketat, mendorong setiap perusahaan untuk meningkatkan kualitas produk dan juga pelayanan yang dihasilkan. Persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah kemajuan komunikasi dan teknologi informasi, serta perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah kemajuan komunikasi dan teknologi informasi, serta perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di tengah kemajuan komunikasi dan teknologi informasi, serta perkembangan bisnis atau usaha yang kian menjamur, maka tidak heran apabila saat ini pemasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman lebih yang melibatkan emosi, perhatian personal dan panca indera.

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman lebih yang melibatkan emosi, perhatian personal dan panca indera. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini makna pemasaran mulai berubah dan berkembang, dari pemasaran tradisional yang berorientasi pada produk yang fungsional dan keuntungan yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih tinggi kepada pelanggan atau konsumen. Di dalam perekonomian yang kreatif ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih tinggi kepada pelanggan atau konsumen. Di dalam perekonomian yang kreatif ini, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Produk yang berkualitas dengan harga bersaing merupakan kunci utama dalam memenangkan sebuah persaingan, yang pada akhirnya akan dapat memberikan nilai kepuasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemasaran saat ini terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti meningkatnya jumlah pesaing,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORI BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Experiential marketing Menurut definisi Schmitt dalam Jatmiko dan Andharini (2012:130) experience adalah kejadian-kejadian yang terjadi sebagai tanggapan stimulasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran Pemasaran adalah proses untuk merencanakan dan melaksanakan perancangan, penetapan harga, promosi, dan distribusi dari ide, barang, dan layanan untuk menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jasanya dengan merangsang unsur unsur emosi konsumen yang menghasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jasanya dengan merangsang unsur unsur emosi konsumen yang menghasilkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Experiential marketing Schmitt (2004:22) menyatakan bahwa pemasar menawarkan produk dan jasanya dengan merangsang unsur unsur emosi konsumen yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. melihat konsumen sebagai manusia rasional dan emosional yang menginginkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. melihat konsumen sebagai manusia rasional dan emosional yang menginginkan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Experiential Marketing Experiential marketing merupakan sebuah pendekatan pemasaran dengan melihat konsumen sebagai manusia rasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah experiential marketing. Konsep ini berusaha menghadirkan

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah experiential marketing. Konsep ini berusaha menghadirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep pemasaran yang memberikan pengalaman unik kepada pelanggan sudah dikenal dengan istilah experiential marketing. Konsep ini berusaha menghadirkan pengalaman yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor - faktor seperti

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor - faktor seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemasaran saat ini terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor - faktor seperti meningkatnya jumlah pesaing,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis jasa tempat hiburan dan permainan untuk keluarga di Indonesia cukup menjanjikan, mengingat tingkat kebutuhan hiburan dan tempat rekreasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangnya kebutuhan manusia modern secara tidak sadar membentuk perusahaan di dunia saat ini semakin emosional artinya perusahaan berusaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri kuliner semakin pesat di Indonesia. Menurut Tjahjono Haryono sebagai ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) cabang Jawa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Didasarkan pada hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB V PENUTUP. Didasarkan pada hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Didasarkan pada hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Variabel Sense Experience (panca indera) memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap experiential

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Porter Strategi kompetitif merupakan suatu framework yang dapat membantu perusahaan untuk menganalisa industrinya secara keseluruhan, serta menganalisa kompetitor dan

Lebih terperinci

Konsep pemasaran terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor-faktor seperti

Konsep pemasaran terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor-faktor seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep pemasaran terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor-faktor seperti meningkatnya jumlah pesaing,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi dan Konsepsi Pemasaran Pengertian dari pemasaran menurut Philip Kotler (Kotler 2006: 6) dibagi menjadi dua aspek yaitu sosial dan manajerial. Definisi sosial lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri Pastry yang semakin meningkat memicu pelaku bisnis untuk

BAB I PENDAHULUAN. Industri Pastry yang semakin meningkat memicu pelaku bisnis untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri Pastry yang semakin meningkat memicu pelaku bisnis untuk menggeluti bisnis pastry. Industri Pastry dan Bakery di Asia, termasuk di Indonesia dalam sepuluh tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengalaman pelanggan Pengalaman pelanggan dalah penjelmaan sebuah brand yang mana melingkupi semua interaksi antara organisasi dengan pelanggan (Walkins,

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 6 Experience Marketing

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 6 Experience Marketing Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Experiential marketing merupakan sebuah pendekatan dalam pemasaran yang sebenarnya telah dilakukan sejak jaman dulu hingga sekarang oleh para pemasar. Pendekatan ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dunia bisnis saat ini semakin pesat, persaingan yang semakin ketat menjadi tantangan maupun ancaman bagi pelaku bisnis. Agar dapat memenangkan

Lebih terperinci

PENGANTAR BISNIS MINGGU KE-6. Pemasaran. Disusun oleh: Nur Azifah., SE., M.Si

PENGANTAR BISNIS MINGGU KE-6. Pemasaran. Disusun oleh: Nur Azifah., SE., M.Si PENGANTAR BISNIS MINGGU KE-6 Pemasaran Disusun oleh: Nur Azifah., SE., M.Si Definisi Pemasaran Kotler dan Lane (2007): Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Landasan Teori Landasan teori merupakan dasar-dasar teori dari berbagai penjelasan para ahli yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengkajian terhadap fenomena ataupun

Lebih terperinci

Bisma Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 5, No. 1 April 2011 Hal

Bisma Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 5, No. 1 April 2011 Hal Bisma Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 5, No. 1 April 2011 Hal. 29-39 PENGARUH PENGETAHUAN PRODUK, NILAI, DAN KUALITAS YANG DIPERSEPSIKAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN MOBIL TOYOTA Sri Kussujaniatun Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bidang usaha yang terjadi di era globalisasi adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bidang usaha yang terjadi di era globalisasi adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan bidang usaha yang terjadi di era globalisasi adalah salah satu alasan utama terciptanya ragam produk, ragam fasilitas dan pelayanan yang disuguhkan para

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II A. Landasan Teori TINJAUAN PUSTAKA 1. Experiential Marketing Experiential marketing merupakan sebuah pendekatan dalam pemasaran yang sebenarnya telah dilakukan sejak jaman dulu hingga sekarang oleh

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS

BAB II KERANGKA TEORETIS BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Perilaku Konsumen Perilaku konsumen menyangkut masalah keputusan yang diambil seseorang dalam persaingannya dan penentuan untuk mendapatkan dan mempergunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan ekonomi, economic value mengalami pergeseran dari commodities, goods, service, hingga sekarang ini sampai ke tahap experience yang disebut

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang perilaku berpindah merek telah dilakukan oleh Purwanto Waluyo dan Pamungkas dan Agus Pamungkas (2003) dengan judul Analisis Perilaku Brand

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era modern ini bisnis makanan dan minuman menjadi bisnis yang banyak diminati oleh para pelaku bisnis. Dalam industri manufaktur Indonesia, terdapat kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi terus berkembang kearah yang lebih baik. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi terus berkembang kearah yang lebih baik. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi terus berkembang kearah yang lebih baik. Hal ini terlihat sejalan dengan pesatnya perkembangan dunia bisnis, dimana semakin banyak pelaku usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan dunia bisnis semakin ketat. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan dunia bisnis semakin ketat. Banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan dunia bisnis semakin ketat. Banyak pesaing dengan kualitas terbaik bermunculan memperebutkan hati konsumen.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitasnya dengan melihat pentingnya sebuah brand image. Konsumen dalam

BAB I PENDAHULUAN. kualitasnya dengan melihat pentingnya sebuah brand image. Konsumen dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia global ini dimana persaingan menjadi suatu rutinitas menuntut perusahaan sebagai produsen produk dituntut untuk meningkatkan kualitasnya dengan melihat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Kotler & Keller (2012 : 41) :

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Kotler & Keller (2012 : 41) : BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran mengandung arti luas karena membahas mengenai masalah yang terdapat dalam perusahaan dan hubungannya dengan perdagangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Pemasaran Pemasaran adalah satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan

Lebih terperinci

Pengembangan Marketing Mix untuk Mendukung Kinerja Pemasaran UKM

Pengembangan Marketing Mix untuk Mendukung Kinerja Pemasaran UKM MAKALAH KEGIATAN PPM Pengembangan Marketing Mix untuk Mendukung Kinerja Pemasaran UKM Oleh: Muniya Alteza, M.Si 1 Disampaikan pada Pelatihan Pengelolaan Usaha bagi UKM di Desa Sriharjo, Bantul Dalam Rangka

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai:

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Merek (brand) Menurut American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai: Nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat persaingan dunia usaha pada era globalisasi sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat persaingan dunia usaha pada era globalisasi sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tingkat persaingan dunia usaha pada era globalisasi sekarang ini semakin ketat, dimana setiap perusahaan senantiasa selalu berusaha untuk meraih konsumen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Citra Merek Dalam UKM Kelompok Seni Mahasiswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Citra Merek Dalam UKM Kelompok Seni Mahasiswa BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Citra Merek Dalam UKM Kelompok Seni Mahasiswa berikut: Hamel dan Prahalad (2011 : 480) mendefinisikan citra merek adalah

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Dari hasil data yang telah diuji melalui uji asumsi klasik dan telah

BAB V PEMBAHASAN. Dari hasil data yang telah diuji melalui uji asumsi klasik dan telah BAB V PEMBAHASAN Dari hasil data yang telah diuji melalui uji asumsi klasik dan telah dianalisis dengan menggunakan uji F (simultan), uji T (parsial) dan uji regresi linier berganda dalam bab sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. Strategi Pertumbuhan Pertumbuhan perusahaan tidak saja memiliki potensi pangsa pasar untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan, tetapi juga mampu meningkatkan vitalitas perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Menciptakan pelanggan yang loyal adalah inti dari setiap bisnis. Suatu bisnis disebut sukses jika berhasil mendapatkan, mempertahankan, dan menumbuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesuksesan suatu bisnis tergantung pada ide, peluang dan pelaku bisnis.

BAB I PENDAHULUAN. Kesuksesan suatu bisnis tergantung pada ide, peluang dan pelaku bisnis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesuksesan suatu bisnis tergantung pada ide, peluang dan pelaku bisnis. Pelaku bisnis harus mampu menciptakan ide-ide baru agar dapat memberikan nilai lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memperoleh pelanggan-pelanggan yang setia adalah cita-cita terbesar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Memperoleh pelanggan-pelanggan yang setia adalah cita-cita terbesar bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memperoleh pelanggan-pelanggan yang setia adalah cita-cita terbesar bagi setiap perusahaan maupun organisasi bisnis. Karena tanpa pelanggan, perusahaan atau organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan inovatif untuk menciptakan suatu bisnis yang berkelas dan bisa bersaing dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan inovatif untuk menciptakan suatu bisnis yang berkelas dan bisa bersaing dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam zaman modern yang serba canggih ini, sangat diperlukan adanya ide kreatif dan inovatif untuk menciptakan suatu bisnis yang berkelas dan bisa bersaing dengan pebisnis

Lebih terperinci

KONTRAK BELAJAR 14 KALI PERTEMUAN PENILAIAN : KEHADIRAN 10% UTS 30% TUGAS/DISKUSI 20% UAS 40%

KONTRAK BELAJAR 14 KALI PERTEMUAN PENILAIAN : KEHADIRAN 10% UTS 30% TUGAS/DISKUSI 20% UAS 40% MANAJEMEN PEMASARAN KONTRAK BELAJAR 14 KALI PERTEMUAN PENILAIAN : KEHADIRAN 10% UTS 30% TUGAS/DISKUSI 20% UAS 40% Materi Perkuliahan (1) BAGIAN 1 : MEMAHAMI MANAJEMEN PEMASARAN - Mendefinisikan Pemasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kegiatan pemasaran sudah tidak lagi ditujukan untuk pertukaran atau

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kegiatan pemasaran sudah tidak lagi ditujukan untuk pertukaran atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kegiatan pemasaran sudah tidak lagi ditujukan untuk pertukaran atau transaksi yang terjadi sekali saja, tetapi sudah mulai mengarah pada pertukaran yang terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan atau pelaku bisnis adalah mempertahankan pelanggannya. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan atau pelaku bisnis adalah mempertahankan pelanggannya. Untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada kondisi persaingan yang sangat ketat seperti saat ini, perusahaan harus bisa beradaptasi pada lingkungan pasar yang dinamis agar mampu tetap hidup bahkan mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam skala kecil dan besar, juga adanya berbagai kebebasan dan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam skala kecil dan besar, juga adanya berbagai kebebasan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan berkembang pesatnya perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia sekarang ini yang ditandai era globalisasi dan persaingan antar perusahaan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran tradisional menuju konsep pemasaran modern. Perkembangan dunia

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran tradisional menuju konsep pemasaran modern. Perkembangan dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemasaran saat ini terus berkembang dan berubah, mulai dari konsep pemasaran tradisional menuju konsep pemasaran modern. Perkembangan dunia usaha yang dinamis dan penuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era ini, industri sepeda motor menjadi salah satu jenis usaha yang sedang mengalami pertumbuhan. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan penjualan pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula keanekaragaman produk yang dihasilkan. Produk dengan jenis, kemasan, manfaat, rasa, dan tampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena persaingan yang ada dalam era globalisasi akan semakin ketat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena persaingan yang ada dalam era globalisasi akan semakin ketat untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan yang ada dalam era globalisasi akan semakin ketat untuk selalu mengembangkan dan merebut pangsa pasar (market share). Persaingan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemasaran saat ini terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti meningkatnya jumlah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Pemasaran Manajemen pemasaran menurut Kotler (2010:5) adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis usaha kuliner di Indonesia semakin hari semakin diminati dengan melihat semakin banyaknya masyarakat yang gemar memburu beberapa aneka menu makanan baik makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis kafe di Indonesia saat ini khusunya dikota-kota besar semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis kafe di Indonesia saat ini khusunya dikota-kota besar semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis kafe di Indonesia saat ini khusunya dikota-kota besar semakin berkembang dengan pesat. Banyak bermunculan wirausahawan yang membuka usaha kafe dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berkembangnya kebutuhan manusia modern secara tidak sadar membentuk pemasaran di dunia saat ini semakin emosional. Kini kebutuhan emosional jadi lebih menonjol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang beroperasi di Indonesia, di satu sisi era globalisasi memperluas

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang beroperasi di Indonesia, di satu sisi era globalisasi memperluas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ini menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia, di satu sisi era globalisasi memperluas pasar

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. dunia usaha ke persaingan yang sangat ketat untuk memperebutkan

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. dunia usaha ke persaingan yang sangat ketat untuk memperebutkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha saat ini telah membawa para pelaku dunia usaha ke persaingan yang sangat ketat untuk memperebutkan konsumen. Berbagai pendekatan dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi saat ini terdapat banyak perusahaan yang saling bersaing secara ketat dan saling merebutkan pangsa pasar yang sangat potensial bagi masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola sendiri yang biasa disebut sebagai guet house. Menurut AHMA

BAB I PENDAHULUAN. dikelola sendiri yang biasa disebut sebagai guet house. Menurut AHMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Persaingan bisnis perhotelan di Kota Malang, Jawa Timur, semakin tidak sehat. Pertambahan jumlah hotel yang tidak sebanding dengan pertumbuhan tingkat hunian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sejalan dengan perkembangan jaman dan teknologi, para pemasar lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sejalan dengan perkembangan jaman dan teknologi, para pemasar lebih BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Experiential Marketing Experiential marketing merupakan sebuah pendekatan dalam pemasaran yang sebenarnya telah dilakukan sejak jaman dulu hingga sekarang oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009:5), Pemasaran adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009:5), Pemasaran adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009:5), Pemasaran adalah fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan,

Lebih terperinci

Integrated Marketing Communication I

Integrated Marketing Communication I Modul ke: Integrated Marketing Communication I Konsep Branding Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Martina Shalaty Putri, M.Si. Program Studi Advertising dan Marketing Communication http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pada umumnya, setiap perusahaan menganut salah satu konsep atau filosofi pemasaran, yaitu falsafah atau anggapan yang diyakini perusahaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Manajemen Pemasaran, mendefinisikan Pemasaran adalah suatu proses. mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

BAB II LANDASAN TEORI. Manajemen Pemasaran, mendefinisikan Pemasaran adalah suatu proses. mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pemasaran dan Manajemen Pemasaran 2.1.1 Pemasaran Menurut Philip Kotler dan K.L.Keller (2007:12) dalam bukunya Manajemen Pemasaran, mendefinisikan Pemasaran adalah suatu proses

Lebih terperinci

Ketut Indraningrat Fakultas Ekonomi Universitas Jember

Ketut Indraningrat Fakultas Ekonomi Universitas Jember Bisma Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 9, No 2 Juli 2015 Hal 123-133 PENGARUH STRATEGIC EXPERIENTIAL MODULES (SEM s) DAN EMOTIONAL BRANDING TERHADAP BRAND LOYALTY CITRA HAND & BODY LOTION PADA MAHASISWI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakar pemasaran jasa yang berusaha mendefinisikan pengertian jasa. kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan) konsumen.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakar pemasaran jasa yang berusaha mendefinisikan pengertian jasa. kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan) konsumen. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pemasaran Jasa Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa (service) itu sendiri mempunyai banyak arti, mulai dari pelayanan pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Strategi pemasaran merupakan sebagian dari strategi bisnis yang diupayakan setiap perusahaan untuk meningkatkan laba demi menaikkan nilai perusahaan. Strategi pemasaran

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan - 1. Bab I. Pendahuluan. Era globalisasi dewasa ini merupakan suatu isu yang banyak

Bab I Pendahuluan - 1. Bab I. Pendahuluan. Era globalisasi dewasa ini merupakan suatu isu yang banyak Bab I Pendahuluan - 1 Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang penelitian Era globalisasi dewasa ini merupakan suatu isu yang banyak mendapat perhatian oleh banyak pihak, yang ditandai dengan adanya kemajuan

Lebih terperinci

Resume Chapter 2: Charting a Company s Direction: Its Vision, Mission, Objectives, and Strategy

Resume Chapter 2: Charting a Company s Direction: Its Vision, Mission, Objectives, and Strategy Resume Chapter 2: Charting a Company s Direction: Its Vision, Mission, Objectives, and Strategy Perusahaan yang memiliki keunggulan bersaing diharuskan mampu dalam memahami perubahan struktur pasar dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran Kegiatan pemasaran merupakan salah satu dari hal terpenting bagi perusahaan untuk membantu organisasi mencapai tujuan utamanya adalah mendapatkan laba atau

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. disebabkan karena manusia dapat memenuhi kebutuhannya melalui kegiatan pemasaran

II. LANDASAN TEORI. disebabkan karena manusia dapat memenuhi kebutuhannya melalui kegiatan pemasaran II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran dan Konsep Pemasaran 2..1.1 Pengetian Pemasaran Kegiatan pemasaran memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia, hal ini disebabkan karena manusia dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku positif, seperti terjadinya kelekatan emosional terhadap produk dan

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku positif, seperti terjadinya kelekatan emosional terhadap produk dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepuasan atau kesenangan yang tinggi akan menyebabkan konsumen berperilaku positif, seperti terjadinya kelekatan emosional terhadap produk dan preferensi rasional

Lebih terperinci

objek evaluasi konsumen ketika konsumen mengkonsumsi jasa. Selain itu Gronroos (1994) juga mempertanyakan keberadaan paradigma marketing mix, yang

objek evaluasi konsumen ketika konsumen mengkonsumsi jasa. Selain itu Gronroos (1994) juga mempertanyakan keberadaan paradigma marketing mix, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi membawa dampak yang sangat besar bagi perkembangan dunia bisnis di seluruh dunia. Pasar terbuka luas dan peluang menjadi semakin lebar, namun sebaliknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan berbagai menu makanan di Indonesia cukup cepat, khususnya di Surabaya. Berbagai menu makanan ditawarkan kepada masyarakat Surabaya mulai dari makanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Experiential Marketing Schmitt dalam Kustini (2007:47) experiential marketing merupakan cara untuk membuat pelanggan menciptakan pengalaman melalui panca indera

Lebih terperinci

BAB II MANAJEMEN PEMASARAN

BAB II MANAJEMEN PEMASARAN BAB II MANAJEMEN PEMASARAN 2.1 Konsep Pemasaran Pemasaran tidak bisa dipandang sebagai cara yang sempit yaitu sebagai tugas mencari cara-cara yang benar untuk menjual produk/jasa. Pemasaran yang ahli bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada industri otomotif nasional pada saat ini, meskipun pada tahun 2011 terjadi

BAB I PENDAHULUAN. pada industri otomotif nasional pada saat ini, meskipun pada tahun 2011 terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi berdampak sangat besar pada industri otomotif nasional pada saat ini, meskipun pada tahun 2011 terjadi permasalahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. usahanya, umumnya mempunyai visi untuk menjadi perusahaan yang terbaik

BAB II LANDASAN TEORI. usahanya, umumnya mempunyai visi untuk menjadi perusahaan yang terbaik 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Customer Orientation Setiap perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnis atau kegiatan usahanya, umumnya mempunyai visi untuk menjadi perusahaan yang terbaik atau terkenal.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan konsumen. Seperti yang diungkapkan oleh Boyld, dkk. (2000:4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan konsumen. Seperti yang diungkapkan oleh Boyld, dkk. (2000:4) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah kegiatan yang menghubungkan antara perusahaan dengan konsumen. Seperti yang diungkapkan oleh Boyld, dkk. (2000:4)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menawarkan produknya. Berbagai macam cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam menawarkan produknya. Berbagai macam cara dilakukan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Seiring dengan pertumbuhan perekonomian dan perkembangan dalam dunia usaha, tampak persaingan semakin ketat antar perusahaan terutama di dalam menawarkan produknya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar bagi perubahaan gaya hidup. Manusia selalu berusaha untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. besar bagi perubahaan gaya hidup. Manusia selalu berusaha untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang tidak terbatas semakin berkembang dari waktu ke waktu, kemajuan teknologi dan informasi telah membawa dampak besar bagi perubahaan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi sekarang ini, kebutuhan manusia sangat ditunjang oleh kemajuan dari ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi komputerisasi

Lebih terperinci