BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Kabupaten Pohuwato. Data diperoleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Kabupaten Pohuwato. Data diperoleh"

Transkripsi

1 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Kabupaten Pohuwato. Data diperoleh dari Situs Perimbangan Keuangan Pemerintah ( Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder berupa data Laporan Realisali Anggaran APBD tahun 2008 sampai tahun Jumlah data dari penelitian ini adalah sebanyak 5 data yakni dari tahun 2008 sampai dengan tahun Deskripsi Perkembangan Variabel Penerimaan Daerah Berdasarkan data sekunder yang didapatkan oleh peneliti dalam situs Perimbangan Keuangan Pemerintah, maka diklasifikasikan penerimaan daerah yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Lainlain Pendapatan yang sah dan Pembiayaan: Pendapatan Asli Daerah Perkembangan Pendapatan Asli daerah selama tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 disajikan dalam tabel berikut ini: 43

2 44 Tabel 5: Perkembangan PAD Kabupaten Pohuwato TAHUN (Sumber: Data diolah) PAD (Rp) Berdasarkan tabel diatas perkembangan Pendapatan Asli Daerah terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 sebesar Rp Selanjutnya tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 setiap tahunnya mengalami kenaikan, pada tahun 2009 Pendapatan Asli Daerah meningkat menjadi Rp , pada tahun 2010 Pendapatan Asli Daerah meningkat menjadi Rp berikutnya di tahun 2011 jumlah Pendapatan Asli Daerah naik menjadi Rp sedangkan pada tahun 2012 Pendapatan Asli Daerah mengalami kenaikan yang signifikan menjadi Rp Usaha yang ditempuh pemerintah Kabupaten Pohuwato untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yaitu dengan suatu cara untuk memperbesar jumlah pendapatan dimana sumber-sumber penerimaan yang ada pada saat ini ditingkatkan jumlah penerimaanya dengan cara mengevaluasi, mengkaji kembali. Selain itu cara yang dilakukan dengan

3 45 melakukan promosi-promosi potensi daerah sehingga banyak investor yang menanamkan modalnya di Kabupaten Pohuwato, salah satu yang menjadi investor di Pohuwato adalah perusahaan Sawit yang berada di Kecamatan Popayato, bagian barat dari Kabupaten Pohuwato. Berdasarkan data pada tabel di atas, peneliti menampilkannya dalam bentuk grafik sebagai berikut: Grafik 1: Perkembangan PAD Kabupaten Pohuwato PAD PAD Dana Perimbangan Perkembangan Dana Perimbangan selama tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 disajikan dalam tabel berikut ini:

4 46 Tabel 6: Perkembangan Dana Perimbangan Kabupaten Pohuwato TAHUN (Sumber: Data diolah) Dana Perimbangan (Rp) Berdasarkan tabel diatas perkembangan Dana Perimbangan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 sebesar Rp Selanjutnya tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 setiap tahunnya mengalami kenaikan, pada tahun 2009 Dana perimbangan meningkat menjadi Rp , pada tahun 2010 Dana Alokasi Umum meningkat menjadi Rp berikutnya di tahun 2011 jumlah Dana perimbangan naik menjadi Rp sedangkan pada tahun 2012 Dana perimbangan mengalami kenaikan yang signifikan menjadi Rp Berdasarkan data pada tabel di atas, peneliti menampilkannya dalam bentuk grafik sebagai berikut:

5 47 Grafik 2: Perkembangan Dana Perimbangan Kabupaten Pohuwato Dana Perimbangan Dana Perimbangan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Perkembangan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah selama tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 7: Perkembangan LP yang sah Kabupaten Pohuwato TAHUN (Sumber: Data diolah) LP yang sah (Rp)

6 48 Berdasarkan tabel diatas perkembangan Lain-Lain Pendapatan daerah yang sah fluktuatif. Dimana pada tahun 2008 sebesar Rp dan pada tahun 2009 mengalami suatu penurunan hingga menjadi Rp kemudian tahun 2010 mengalami kenaikan menjadi Rp Selanjutnya tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 mengalami penurunan drastis, pada tahun 2011 lain-lain pendapatan daerah yang sah menurun menjadi sebesar Rp ,- berikutnya di tahun 2012 jumlahnya turun lagi menjadi sebesar Rp Berdasarkan data pada tabel di atas, peneliti menampilkannya dalam bentuk grafik sebagai berikut: Grafik 3: Perkembangan LP yang sah Kabupaten Pohuwato LP yang Sah LP yang Sah

7 Penerimaan yang berasal dari Pembiayaan Perkembangan pembiayaan selama tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 7: Perkembangan pembiayaan Kabupaten Pohuwato TAHUN (Sumber: Data diolah) Pembiayaan (Rp) Berdasarkan tabel diatas perkembangan pembiayaan fluktuatif. Dimana pada tahun 2008 sebesar Rp Tahun 2009 dan 2010 mengalami suatu penurunan hingga masing-masing menjadi Rp dan Rp kemudian tahun 2011 dan 2012 mengalami kenaikan hingga masing-masing menjadi Rp dan Rp Berdasarkan data pada tabel di atas, peneliti menampilkannya dalam bentuk grafik sebagai berikut:

8 50 Grafik 3: Perkembangan DAK Kabupaten Pohuwato Pembiayaan Pembiayaan 4.3. Deskripsi Perkembangan Variabel Belanja Daerah Perkembangan Belanja Daerah selama tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 8 Perkembangan Belanja Daerah Kabupaten Pohuwato TAHUN (Sumber: Data diolah) Belanja Daerah (Rp)

9 51 Berdasarkan tabel diatas perkembangan Belanja Daerah fluktuatif. Dimana pada tahun 2008 sebesar Rp dan pada tahun 2009 mengalami suatu penurunan hingga menjadi Rp selanjutnya tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 setiap tahunnya mengalami kenaikan, pada tahun 2010 Belanja Daerah meningkat sebesar Rp berikutnya di tahun 2011 jumlah Belanja Daerah naik sebesar Rp sedangkan pada tahun 2012 Belanja Daerah mengalami kenaikan yang signifikan menjadi Rp Berdasarkan data pada tabel di atas, peneliti menampilkannya dalam bentuk grafik sebagai berikut: Grafik 4: Perkembangan Belanja Daerah Kabupaten Pohuwato Belanja Daerah Belanja Daerah

10 Analisis Kontribusi Analisis kontribusi dalam penelitian ini adalah Sumbangan atau iuran yang diperoleh dari pendapatan asli daerah melalui Dinas Pendapatan Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) dan dana perimbangan melalui pemerintah pusat yang tujuannya digunakan untuk Belanja Pembangunan Daerah Kabupaten Pohuwato. Berikut ini adalah analisis kontribusi Penerimaan Daerah terhadap Belanja Daerah selang tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 yang disajikan sebagai berikut ini: Analisis Kontribusi PAD terhadap Belanja Daerah daerah: berikut ini rumus serta perhitungan kontribusi PAD terhadap Belanja Penerimaan PAD Kontribusi PAD = x 100% Belanja Daerah Rp Kontribusi PAD tahun 2008 = x 100% Rp = atau 3,1% Rp Kontribusi PAD tahun 2009 = x 100% Rp = atau 3,67%

11 53 Rp Kontribusi PAD tahun 2010 = x 100% Rp = atau 3,73% Rp Kontribusi PAD tahun 2011 = x 100% Rp = atau 3,65% Rp Kontribusi PAD tahun 2012 = x 100% Rp = atau 3,57% Berdasarkan analisis diatas, peneliti menyusun kembali dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tahun (Sumber: Data diolah) Tabel 9: Kontribusi PAD terhadap Belanja Daerah PAD (Rp) Belanja Daerah (Rp) Kontribusi Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kontribusi PAD terhadap Belanja Daerah dari tahun 2008 sampai dengan 2012 pada (%) , , , , ,57 Rata-rata kontribusi PAD 3,544

12 54 umumnya fluktuatif. Pada tahun 2008 kontribusi PAD sebesar 3,1% sementara pada tahun 2009 dan 2010 kontribusi PAD menunjukkan kenaikan yakni masing-masing sebesar 3,67% dan 3,73%. Selanjutnya pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 kontribusi PAD terhadap Belanja Daerah menunjukkan penurunan masing-masing sebesar sebesar 3,65% dan 3,57%. Selanjutnya untuk mengetahui besarnya kontribusi PAD terhadap Belanja Daerah disusun ukuran sebagai berikut : 80% - 100% : Besar sekali 60% - 79% : Besar 40% - 59% : Cukup besar 20% - 39% : Cukup 0% - 19% : Kecil (Hindarto P. Utomo, 2006: 33) Dengan menggunakan persentase dan kriteria sebagai ukurannya, dapat diketahui apabila 0%-19% maka termasuk ke dalam kategori kecil. Dengan melihat tabel diatas, dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 rata-rata menunjukkan nilai sebesar 3,544%. Sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa kontribusi PAD terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Pohuwato termasuk dalam kategori kecil. Berikut ini adalah grafik kontribusi PAD terhadap Belanja Daerah.

13 55 Grafik 5: Kontribusi PAD Kabupaten Pohuwato Kontribusi PAD Kontribusi PAD Analisis Kontribusi Dana Perimbangan terhadap Belanja Daerah Berikut ini rumus serta perhitungan kontribusi dana perimbangan terhadap Belanja daerah: Dana Perimbangan Kontribusi DP = x 100% Belanja Daerah Rp Kontribusi DP tahun 2008 = x 100% Rp = atau 83,8% Rp Kontribusi DP tahun 2009 = x 100% Rp = 0.93 atau 93% Rp Kontribusi DP tahun 2010 = x 100%

14 56 Rp = 0.85 atau 85% Rp Kontribusi DP tahun 2011 = x 100% Rp = 0.87 atau 87% Rp Kontribusi DP tahun 2012 = x 100% Rp = atau 88,6% Berdasarkan analisis diatas, peneliti menyusun kembali dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 10: Kontribusi Dana Perimbangan terhadap Belanja Daerah Tahun (Sumber: Data diolah) Dana Perimbangan (Rp) Belanja Daerah (Rp) Kontribusi Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kontribusi dana perimbangan terhadap Belanja Daerah dari tahun 2008 sampai dengan 2012 pada umumnya fluktuatif. Pada tahun 2008 kontribusi dana perimbangan (%) , ,6 Rata-rata kontribusi Dana Perimbangan 87,48

15 57 sebesar 83,8% sementara pada tahun 2009 sampai 2011 kontribusi dana perimbangan menunjukkan kenaikan yakni masing-masing sebesar 93% tahun 2009, 85% tahun 2010 dan 87% tahun Selanjutnya pada tahun 2012 kontribusi dana perimbangan terhadap Belanja Daerah menunjukkan kenaikan yakni sebesar 88,6%. Selanjutnya untuk mengetahui besarnya kontribusi dana perimbangan terhadap Belanja Daerah disusun ukuran sebagai berikut : 80% - 100% : Besar sekali 60% - 79% : Besar 40% - 59% : Cukup besar 20% - 39% : Cukup 0% - 19% : Kecil (Hindarto P. Utomo, 2006: 33) Dengan menggunakan persentase dan kriteria sebagai ukurannya, dapat diketahui apabila 80%-100% maka termasuk ke dalam kategori besar. Dengan melihat tabel diatas, dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 rata-rata menunjukkan nilai sebesar 87,48%. Sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa kontribusi Dana Perimbangan terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Pohuwato termasuk dalam kategori besar. Berikut ini adalah grafik kontribusi Dana perimbangan terhadap Belanja Daerah.

16 58 Grafik 6: Kontribusi Dana Perimbangan Kabupaten Pohuwato Kontribusi Dana Perimbangan Kontribusi Dana Perimbangan Analisis Kontribusi LP yang Sah terhadap Belanja Daerah Berikut ini rumus serta perhitungan kontribusi Lain-lain pendapatan yang sah terhadap Belanja daerah: LP yang sah Kontribusi LP = x 100% Belanja Daerah Rp Kontribusi LP tahun 2008 = x 100% Rp = atau 10,8% Rp Kontribusi LP tahun 2009 = x 100% Rp = atau 10,6% Rp Kontribusi LP tahun 2010 = x 100%

17 59 Rp = atau 10,3% Rp Kontribusi LP tahun 2011 = x 100% Rp = atau 8,4% Rp Kontribusi LP tahun 2012 = x 100% Rp = 0,053 atau 5,3% Berdasarkan analisis diatas, peneliti menyusun kembali dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tahun Tabel 11: Kontribusi LP yang sah terhadap Belanja Daerah LP yang sah (Rp) Belanja Daerah (Rp) Kontribusi Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kontribusi lain-lain pendapatan daerah yang sah terhadap Belanja Daerah dari tahun 2008 sampai dengan 2012 pada terus menurun. Pada tahun 2008 kontribusi lainlain pendapatan daerah yang sah sebesar 10,8,1% sementara pada tahun (%) , , , , ,3 Rata-rata kontribusi LP yang sah 9,08

18 sampai 2010 kontribusi lain-lain pendapatan daerah yang sah menunjukkan penurunan yakni masing-masing sebesar 10,6,8% dan 10,3%. Selanjutnya pada tahun 2011 dan 2012 kontribusi lain-lain pendapatan daerah yang sah terhadap Belanja Daerah menunjukkan penurunan drastis yakni sebesar 8,4% dan 5,3%. Selanjutnya untuk mengetahui besarnya kontribusi lain-lain pendapatan daerah yang sah terhadap Belanja Daerah disusun ukuran sebagai berikut : 80% - 100% : Besar sekali 60% - 79% : Besar 40% - 59% : Cukup besar 20% - 39% : Cukup 0% - 19% : Kecil (Hindarto P. Utomo, 2006: 33) Dengan menggunakan persentase dan kriteria sebagai ukurannya, dapat diketahui apabila 0%-19% maka termasuk ke dalam kategori kecil. Dengan melihat tabel diatas, dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 rata-rata menunjukkan nilai sebesar 9,08%. Sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa kontribusi lain-lain pendapatan daerah yang sah terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Pohuwato termasuk dalam kategori Kecil. Berikut ini adalah grafik kontribusi lain-lain pendapatan daerah yang sah terhadap Belanja Daerah.

19 61 Grafik 7: Kontribusi LP yang sah Kabupaten Pohuwato Kontribusi LP yang sah Kontribusi LP yang sah Analisis Kontribusi Pembiayaan terhadap Belanja Daerah daerah: Berikut ini rumus serta perhitungan pembiayaan terhadap Belanja Pembiayaan Kontribusi DAK = x 100% Belanja Daerah Rp Kontribusi Pemb tahun 2008 = x 100% Rp = atau 3,1% Rp Kontribusi Pemb tahun 2009 = x 100% Rp = atau 0,9% Rp

20 62 3. Kontribusi Pemb tahun 2010 = x 100% Rp = atau 0,8% Rp Kontribusi Pemb tahun 2011 = x 100% Rp = atau 1,2% Rp Kontribusi Pemb tahun 2012 = x 100% Rp = 0,03 atau 3% Berdasarkan analisis diatas, peneliti menyusun kembali dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tahun Tabel 12: Kontribusi Pembiayaan terhadap Belanja Daerah (Sumber: Data diolah) Pembiayaan (Rp) Belanja Daerah (Rp) Kontribusi Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kontribusi Penerimaan Daerah terhadap Belanja Daerah dari tahun 2008 sampai (%) , , , , Rata-rata Kontribusi Penerimaan Daerah 1,8

21 63 dengan 2012 pada umumnya fluktuatif. Pada tahun 2008 kontribusi Penerimaan Daerah sebesar 2,2%. Sementara pada tahun 2009 dan 2010 pembiayaan Daerah menunjukkan penurunan yakni masing-masing sebesar 0,9% dan 0,8%. Selanjutnya pada tahun 2011 dan 2012 mengalami kenaikan kontribusi pembiayaan daerah terhadap Belanja Daerah menunjukkan yakni sebesar 1,2% dan 2,4%. Selanjutnya untuk mengetahui besarnya kontribusi Penerimaan Daerah terhadap Belanja Daerah disusun ukuran sebagai berikut : 80% - 100% : Besar sekali 60% - 79% : Besar 40% - 59% : Cukup besar 20% - 39% : Cukup 0% - 19% : Kecil (Hindarto P. Utomo, 2006: 33) Dengan menggunakan persentase dan kriteria sebagai ukurannya, dapat diketahui apabila 0%-19% maka termasuk ke dalam kategori kecil. Dengan melihat tabel diatas, dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 menunjukkan nilai kontribusi rata-rata sebesar 1,8%. Sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa kontribusi Pembiayaan daerah terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Pohuwato termasuk dalam kategori besar. Berikut ini adalah grafik kontribusi pembiayaan terhadap Belanja Daerah.

22 64 Grafik 8: Kontribusi Total Pembiayaan Daerah Kabupaten Pohuwato Kontribusi Pembiayaan Daerah Kontribusi Pembiayaan Daerah 4.5. Analisis Kemandirian Khusus untuk pendapatan Asli Daerah setelah diketahui seberapa besar kontribusi pendapatan asli daerah terhadap belanja daerah maka perlu dibuat analisis untuk kemandirian daerah yang kemudian menjadi dasar menentukan pola hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pola hubungan pemerintah pusat dan daerah serta tingkat kemandirian dan kemampuan keuangan daerah. Berdasarkan hasil analsis kontribusi yang dilakukan oleh peneliti, berikut ini disajikan tabel untuk mengukur kemandirian dari Kabupaten Pohuwato:

23 65 Tabel 13: Analisis Kemandirian Kabupaten Pohuwato Tahun PAD (Rp) Belanja Daerah (Rp) (Sumber: Data diolah) Kontribusi (%) 3,1 3,67 3,73 3,65 3,57 Kategori Instruktif Instruktif Instruktif Instruktif Instruktif Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan kabupaten dengan pemerintah pusat masih bersifat instruktif, artinya peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial) Pembahasan Penyelengaraan fungsi pemerintah daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada pemerintah daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 33 Tahun Besarnya disesuaikan dengan pembagian kewenangan anatar pemerintah pusat dengan

24 66 pemerintah daerah. Semua sumber keuangan melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah Kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal dari pendapatan asli daerah lebih penting dibandingkan dengan sumbersumber diluar pendapatan asli daerah, karena pendapatan asli daerah dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah sedangkan bentuk pemberian pemerintah (non PAD) sifatnya lebih terikat. Dengan penggalian dan peningkatan pendapatan asli daerah diharapkan pemerintah daerah juga mampu meningkatkan kemampuannya dalam penyelenggaraan urusan daerah. Pendapatan asli daerah merupakan salah satu penerimaan daerah yang jika dikelola dengan baik akan dapat meningkatkan belanja untuk pembangunan daerah. Namu pada kenyataannya kontribusi pendapatan asli daerah Kabupaten Pohuwato dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 masih dalam ketegori kecil yakni rata-ratanya berkisar 3,544%. Dimana pada tahun 2008 sebesar 3,1%, tahun 2009 sebesar 3,67%, tahun 2010 sebesar 3,73%, tahun 2011 sebesar 3,65% dan terakhir pada tahun 2012 sebesar 3,57%. Hal ini dikarenakan belum maksimalnya pengelolaan potensi-potensi daerah yang ada di Kabupaten Pohuwato terutama dalam bidang pariwisata

25 67 seperti optimalisasi pada wisata Libuo, kelapa dua (dahulu pohon cinta), air terjun di kecamatan lemito, pantai pasir putih yang ada di Kecamatan Popayato. Penyebab lainnya dari minimnya kontribusi dari pendapatan asli daerah terhadap belanja daerah dikarenakan kurangnya pengawasan. Contohnya pengawasan pendapatan dari taman wisata yang ada di Kabupaten Pohuwato karena pendapatan yang seharusnya didapatkan oleh pemerintah daerah, sebagian besarnya hanya masuk kepada masyarakat setempat yang melakukan pemungutan terhadap pengunjung. Selanjutnya pengawasan terhadap para pengusaha baik itu perusahaan kontraktor maupun pengusaha perhotelan. Pengawasan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan dalam meningktkan pendapatan asli daerah. Melalui pengawasan dapat diketahui, apakah suatu pekerjaan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak. Disamping itu pengawasan berfungsi sebagai alat kontrol penyimpangan atau penyelewengan yang dapat merugikan organisasi secara keseluruhan. Kemudian melalui pengawasan juga dapat diketahui hambatan-hambatan atau kendala yang dijumpai pada saat pengawasan, sehingga dapat dicarikan pemecahan jalan keluarnya. Disamping kontribusinya terhadap belanja pembangunana daerah, kontribusi pendapatan asli daerah dapat pula menjadi acuan dalam menentukan seberapa besar kemandirian Kabupaten Pohuwato serta seperti

26 68 apakah pola hubungan pemerintah Kabupaten Pohuwato dengan Pemerintah Pusat. Kemadirian dari Kabupaten Pohuwato masih tergolong rendah dan berada dalam kriteria instruktif, artinya belanja untuk pembangunan daerah masih sangat didominasi oleh dana perimbangan yang bersal dari pemerintah pusat. Hal ini semstinya menjadi perhatian pemerintah kabupaten Pohuwato agar kedepannya lebih meningkatkan pendapatan asli daerah untuk mencapai suatu kemandirian dalam kaitannya dengan otonomi daerah Kontribusi Dana Perimbangan terhadap Belanja Daerah Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antardaerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Dana Perimbangan merupakan salah satu penerimaan daerah yang digunakan untuk melakukan belanja guna pembangunan daerah. Kontribusi dana perimbangan terhadap belanja daerah di Kabupaten Pohuwato terbilang sangat besar, yakni dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 rata-rata kontribusinya mencapai 87,48%. Dimana pada tahun 2008 sebesar 83,8%, tahun 2009 sebesar 93%, tahun 2010 sebesar 85%, tahun 2011

27 69 sebesar 87% dan terakhir pada tahun 2012 sebesar 88,6%. Hal ini mengindikasikan pula bahwa dana perimbangan memiliki kontribusi yang dominan tehadap belanja daerah yang kemudian mengindikasikan bahwa Kabupaten Pohuwato masih bergantung kepada dana perimbangan dari pemerintah pusat. Hal ini semakin jelas memperlihatkan bahwa Kabupaten Pohuwato tingkat kemadiriannya masih tergolong rendah. Untuk perlu adanya evaluasi agar pemerintah Kabupaten Pohuwato dapat meningkatkan PAD dan tidak dominan menggunakan dana perimbangan untuk kegiatan belanja pembangunan daerah Kontribusi LP daerah yang sah terhadap Belanja Daerah Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan salah satu dari penerimaan daerah yang terdiri dari beberapa jenis yakni Hibah, Dana darurat, Dana bagi hasil pajak dari provinsi dan pemda lainnya, Dana penyesuaian dan otonomi khusus dan Bantuan keuangan dari provinsi dan Pemda lainnya. Kontribusi dari Lain-lain pendapatan daerah yang sah kabupaten Pohuwato terhadap belanja daerah tergolong kecil namun melebihi kontribusi pendapatan asli daerah terhadap belanja modal. Kontribusi dari Lain-lain pendapatan daerah yang sah mencapai rata-rata 9,08%. Dimana pada tahun 2008 sebesar 10,8%, tahun 2009 sebesar 10,6%, tahun 2010 sebesar 10,3%, tahun 2011 sebesar 8,4% dan terakhir pada tahun 2012 sebesar

28 70 5,3%. Hal ini semakin mengindikasikan bahwa kontribusi Pendapatan asli daerah yang secara lansung menandakan kemandirian suatu daerah, masih tergolong rendah Kontribusi Pembiayaan Daerah terhadap Belanja Daerah Pembiayaan daerah Merupakan sumber penerimaan yang digunakan untuk menutup defisit anggaran. Kontribusi dari pembiayaan daerah kabupaten Pohuwato terhadap belanja daerah tergolong kecil. Kontribusi dari Lain-lain pendapatan daerah yang sah mencapai rata-rata 1,5%. Dimana pada tahun 2008 sebesar 3,1%, tahun 2009 sebesar 0,9%, tahun 2010 sebesar 0,8%, tahun 2011 sebesar 1,2% dan terakhir pada tahun 2012 sebesar 3%. Pembiayaan dari Kabupaten Pohuwato masih tergolong kecil yang berarti bahwa defisit yang anggaran yang terjadi di Kabupaten Pohuwato tidak terlalu besar. Dan hal ini mengindikasikan Kabupaten Pohuwato tidak terlalu bergantung pada pembiayaan. Berdasarkan hasil analisis keuangan Kabupaten Pohuwato dari tahun 2008 sampai dengan 2012 tingkat kemandirian Kabupaten Pohuwato masih dalam kategori sangat kecil atau masuk dalam kriteria Instruktif. Artinya pembiayaan pengeluaran Kabupaten Pohuwato masih sangat tergantung dari pendanaan pusat, sehingga Kabupaten Pohuwato masih jauh dikatakan mandiri. Kemampuan Kabupaten Pohuwato untuk mencukupi keuangannya

29 71 sendiri baru sekitar 3,544% rata ratanya dari tahun 2008 sampai tahun Hal ini berarti Kabupaten Pohuwato jika dilihat dari kemampuan keuangannya belum dapat dikatakan mandiri karena sumber keuangannya sebagian besar masih ditopang dari pendanaan Pemerintah Pusat. Kecilnya tingkat kemandirian keuangan daerah sebenarnya disebabkan oleh kecilnya nilai faktor penentu besaran Pendapatan Asli Daerah yang diserahkan pada Pemerintah Daerah sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 33 tahun 2004 pasal 6 bersumber dari : Pajak Daerah, Retribusi Daerah,. Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain lain PAD yang sah. Disatu sisi pendapatan dari pajak yang nilainya cukup besar seperti misalnya pajak kendaraan bermotor berdasarkan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi, pajak kendaraan bermotor masuk pada pendapatan pajak Daerah Propinsi. Melihat kenyataan tersebut betapa besar pajak kendaraan bermotor yang masuk sebagai pendapatan daerah, tetapi tidklah masuk pada daerah kota atau kebupaten melainkan masuk pada daerah Propinsi, sehingga Pendapatan Asli Daerah Kota/ Kabupaten dari tahun ketahun nilainya relatif tetap rendah. Berikut ini disajikan grafik perbandingan kontribusi tiap-tiap jenis penerimaan daerah dari tahun 2008 sampai tahun 2012:

30 72 Grafik 9: Perbandingan Kontribusi PAD dan Dana Perimbangan Kontribusi PAD Kontribusi DP Kontribusi LP sah Kontribusi Pembiayaan Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa selama 5 tahun yakni dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012, kontribusi yang diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap belanja daerah masih dalam kategori sangat kecil. Terlebih lagi pendapatan asli daerah masih lebih kecil dari lain-l;ain pendapatan yang sah, kemudian terjadi kenaikan pembiayaan daerah yang terjadi selama 2 tahun tahun terkahir atau pada masa pemerintahan Bupati syarif Mbuinga. Dengan demikian Kabupaten Pohuwato belum mampu membiayai belanja pembangunan karena sangat besar ketergantungan terhadap dana perimbangan dan dana-dana dari pendapatan pembagian dari pemerintah Provinsi. Hal ini menandakan tingkat kemandirian dari Kabuapetn Pohuwato masih sangat rendah.

31 73 Pemerintah Kabupaten Pohuwato dalam rangka bisa mewujudkan atau mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerahnya melalui upaya upaya sebagai berikut. 1. Melakukan pembenahan sistem pengelolaan pendapatan, baik perangkat lunak, perangkat keras, maupun kemampuan sumberdaya manusianya. 2. Penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak dan retribusi daerah 3. Peningkatan ketersediaan data untuk mengukur potensi pajak dan retribusi 4. Meningkatkan ketaatan wajib pajak dan pembayar retribusi daerah yang diikuti dengan peningkatan kualitas, kemudahan, ketepatan dan kecepatan pelayanan. 5. Melakukan sosialisasi baik secara tatap muka langsung, melalui hiburan maupun melalui media lainnya. 6. Melakukan konsistensi pelaksanaan peraturan Perundang undangan yang berlaku dengan tetap sensitif pada dinamika perkembangan sosial ekonomi masyarakat. 7. Merevisi atau meninjau kembali PERDA dan atau keputusan/peraturan walikota tentang pajak dan retribusi daerah yang sudah tidak sesuai lafi dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat. 8. Peningkatan pengendalian dan pengawasan atas pungutan PAD.

32 74 9. Pengembangan jenis pajak dan retribusi yang belum terjaring atau belum digali dengan didukung adanya peraturan daerah. 10. Peningkatan penerimaan pendapatan melalui peningkatan kinerja BUMD. 11. Peningkatan promosi dan kerjasama investasi dalam rangka mewujudkan optimalisasi potensi dan peluang investasi Kabupaten Pohuwato melalui penjaringan investor dalam dan luar negeri serta mewujudkan jalinan kerjasama saling menguntungkan. Cara ini telah dilakukan dan berhasil merekrut investor kalapa sawit. 12. Optimalisasi pemanfatan aset daerah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat BAB I PENDAHULUAN A. latar Belakang Masalah Dalam menunjang keberhasilan pembangunan daerah diperlukan penerimaan keuangan yang kuat, dimana sumber pembiayaan diusahakan tetap bertumpu pada penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan bertujuan untuk menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik. Sejalan dengan perkembangan era globalisasi, nampaknya pembangunan yang merata pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang kita ketahui pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama bagi negara yang dibayarkan oleh masyarakat. Pajak juga sebagai iuran pemungutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Salah satu kriteria penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tata cara pemerintahan terwujud dalam bentuk pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Konsekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Bandung periode 2006 hingga 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Bandung periode 2006 hingga 2012 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Bandung periode 2006 hingga 2012 menunjukkan masih adanya ketergantungan pemerintah daerah kota Bandung terhadap dana perimbangan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, adanya desentralisasi pengelolaan pemerintah di daerah dan tuntutan masyarakat akan transparansi serta akuntabilitas memaksa pemerintah baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat ini potensi yang ada masih terus digali. Pajak digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah di Indonesia, pemerintah daerah memiliki hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengelola sendiri pengelolaan pemerintahannya.

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN CAPAIAN KINERJA Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya era reformasi yang di prakarsai oleh mahasiswa 10 tahun silam yang ditandai dengan tumbangnya resim orde baru di bawah pimpinan Presiden Suharto, telah membawa

Lebih terperinci

Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK

Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK Lampiran 2 (dalam rupiah) Pemerintah Kabupaten Gresik Laporan Realisasi Anggaran (APBD) Tahun Anggaran 2011 Uraian Anggaran 2011 Realisasi 2011 Pendapatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada pembangunan nasional. Pembangunan nasional tidak hanya mengalami pertumbuhan, tetapi juga mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara membutuhkan pendanaan dalam menggerakan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara membutuhkan pendanaan dalam menggerakan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara membutuhkan pendanaan dalam menggerakan dan menyelenggarakan roda pemerintahan. Beberapa sumber pendanaan negara adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan (urusan) dari pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara, dimana kawasan daerahnya terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Transfer antarpemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya dan bahkan sudah menjadi ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi. Bentuk pelaksanaan desentralisasi ditandai dengan diberlakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk melaksanakan tugas mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tata pemerintahan di Indonesia. Penerapan otonomi daerah di

BAB I PENDAHULUAN. dalam tata pemerintahan di Indonesia. Penerapan otonomi daerah di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi Daerah telah membawa perubahan yang cukup signifikan dalam tata pemerintahan di Indonesia. Penerapan otonomi daerah di Indonesia dikumandangkan sejak awal reformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kesatuan, Indonesia mempunyai fungsi dalam membangun masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program di segala bidang secara menyeluruh, terarah dan berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengembangan atau mengadakan perubahan-perubahan kearah yang lebih baik. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemandirian pembangunan diperlukan baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas, dalam menyelenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas, dalam menyelenggarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas, dalam menyelenggarakan pemerintahan wilayah negara Indonesia dibagi atas daerah besar dan kecil dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 butir 5, yang dimaksud dengan otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun Kebijkan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun Kebijkan otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Desentralisasi telah menjadi topik yang popular di Indonesia terutama sejak pemerintah Indonesia memperkenalkan kebijakan otonomi daerah. Keseriusan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan pembiayaan. Ditinjau dari aspek kemandirian daerah, pelaksanaan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan pembiayaan. Ditinjau dari aspek kemandirian daerah, pelaksanaan otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang bersangkutan. Penyerahan berbagai kewenangan

Lebih terperinci

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB V PENDANAAN DAERAH BAB V PENDANAAN DAERAH Dampak dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan tujuan utama adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi telah menjadi suatu fenomena global, tak terkecuali di Indonesia. Tuntutan demokratisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki banyak pulau dan di dalamnya terdapat daerah provinsi,

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki banyak pulau dan di dalamnya terdapat daerah provinsi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki banyak pulau dan di dalamnya terdapat daerah provinsi, kabupaten dan kota, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memperkenalkan kebijakan otonomi daerah. Keseriusan pemerintah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memperkenalkan kebijakan otonomi daerah. Keseriusan pemerintah Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desentralisasi telah menjadi topik yang popular di Indonesia terutama sejak pemerintah Indonesia memperkenalkan kebijakan otonomi daerah. Keseriusan pemerintah Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengingat kebutuhan serta kompleksitas permasalahan yang ada saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. mengingat kebutuhan serta kompleksitas permasalahan yang ada saat ini. BAB I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemerintah daerah merupakan bagian yang integral dari sistem pemerintahan nasional di suatu negara kesatuan, khususnya di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah Otonomi daerah yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam pembangunan nasional sangat didukung oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat, yaitu penerimaan pajak. Segala bentuk fasilitas umum seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia yang didasari UU No. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran... DAFTAR ISI Sampul Depan Judul... Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran... Intisari... i iii iv vii vii ix xviii BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dikelola pemerintah semakin besar jumlahnya. Semakin besar

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya paradigma yang baru terhadap sistem pemerintahan sentralisasi menjadi sistem pemerintahan desentralisasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dijalankannya otonomi daerah merupakan salah satu bentuk dari desentralisasi pemerintahan. Otonomi daerah merupakan hak yang diperoleh dari pemerintah pusat, dan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan dampak reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam upaya pelaksanaan pembangunan nasional, hal yang paling penting adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan pengeluaran pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas pada kemampuan keuangan daerah. Artinya daerah harus memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR Dwi Wahyu Setyowati Program Studi Pendidikan Akuntansi FPIPS ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah merupakan sub-sistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan Pemerintahan

Lebih terperinci

, ,00 10, , ,00 08,06

, ,00 10, , ,00 08,06 E. AKUNTABILITAS KEUANGAN Perkembangan realisasi pendapatan daerah selama 5 (lima) tahun terakhir sejak Tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 selalu menunjukkan peningkatan. Berdasarkan realisasi pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum pajak diartikan sebagai pungutan dari masyarakat oleh negara berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah merupakan landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang dilaksanakan secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2002, merupakan kebijakan yang dipandang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU Taryono Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utuh, sehingga wilayah negara Indonesia terbagi ke dalam daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. utuh, sehingga wilayah negara Indonesia terbagi ke dalam daerah otonom. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia wilayahnya terbagi menjadi daerah propinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang satu sama lain berdiri sendiri. Di daerah kabupaten dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu sumber utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan adalah pajak. Sehingga dalam pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah menerapkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah Pembangunan Nasional. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub sistem pemerintahan Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transfer antarpemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya dan bahkan sudah menjadi ciri yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lombok Barat merupakan daerah tujuan wisata di kawasan Provinsi NTB dan merupakan daerah yang diberikan hak otonomi untuk mengelola daerahnya sendiri baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah pada prinsipnya lebih berorientasi kepada pembangunan dengan berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan daerah untuk mengatur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya PADa era

BAB I PENDAHULUAN. lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya PADa era BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pelaksanaan konsep desentralisasi dan otonomi daerah telah berlangsung lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya PADa era reformasi dengan dikeluarkannya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH KEPADA PETUGAS PEMUNGUT PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan berdasarkan prinsip dari otonomi daerah. Dalam Undang Undang No. 32

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan berdasarkan prinsip dari otonomi daerah. Dalam Undang Undang No. 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Daerah merupakan bagian dari Pembangunan Nasional yang dilakukan berdasarkan prinsip dari otonomi daerah. Dalam Undang Undang No. 32 Tahun 2004

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Setiap provinsi terbagi dari beberapa Kabupaten maupun Kota.

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Setiap provinsi terbagi dari beberapa Kabupaten maupun Kota. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara yang wilayahnya terbagi mejadi 33 provinsi. Setiap provinsi terbagi dari beberapa Kabupaten maupun Kota. Hubungan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci