BAB II KAJIAN TEORI. Berdasarkan informasi dari internet situs (Depkes RI, 2008) definisi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. Berdasarkan informasi dari internet situs (Depkes RI, 2008) definisi"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Perilaku a. Pengertian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) perilaku berarti tanggapan atau reaksi individu karena adanya rangsang. Berdasarkan informasi dari internet situs (Depkes RI, 2008) definisi perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi, dan tujuan baik disadari ataupun tidak. Sedangkan menurut Skiner (1938) dalam Soekidjo Notoatmodjo (2003) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar, perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan selanjutnya organisme tersebut merespon. Perilaku menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003:15) dibedakan menjadi 2 yaitu: 1) Perilaku tertutup atau covert behavior yaitu respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tertutup atau terselubung, respon terhadap stimulus tersebut masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. 2) perilaku terbuka atau overt behavior 10

2 11 yaitu respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka, respon stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Dari beberapa pengertian perilaku yang telah disebutkan dapat diperoleh kesimpulan bahwa perilaku adalah tingkah laku yang ada pada diri individu karena adanya stimulus atau rangsang sehingga individu bertindak. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme atau orang yang dapat terjadi karena adanya berbagai faktor yang mempengaruhinya. Respon atau reaksi yang diberikan tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan, sehingga meski beberapa orang menerima stimulus yang sama maka akan menimbulkan reaksi atau respon yang berbeda-beda dari setiap orang tersebut. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003). Determinan perilaku tersebut dibedakan menjadi 2 yaitu: 1)Determinan atau faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. 2)Determinan atau

3 12 faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap, dan sebagainya akan tetapi pada kenyataannya gejala kejiwaan yang menentukan perilaku sangat sulit untuk dibedakan atau dideteksi. Apabila ditelusuri lebih lanjut gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio budaya, masyarakat, dan sebagainya. Proses terbentuknya perilaku oleh Soekidjo Notoatmodjo (2003:163) diilustrasikan seperti pada Gambar 1. Pengalaman Fasilitas Keyakinan Sosio budaya Pengetahuan Sikap Persepsi Keinginan Kehendak Motivasi Niat Perilaku Gambar 1. Proses Terbentuknya Perilaku Sementara itu para psikolog seperti Morgan dan King, Howard dan Kendler, Krech, Crutchfield dan Ballachey, dalam B.Pranowo (2006), mengatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan hereditas. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku adalah beragam di antaranya pendidikan, nilai budaya dan masyarakat, politik, dan sebagainya. Sedangkan faktor hereditas

4 13 merupakan faktor bawaan seseorang yang berupa karunia pencipta alam semesta yang telah ada dalam diri manusia sejak lahir, yang banyak ditentukan oleh faktor genetik. Sedang menurut Usman Effendi (1985:60) ada 2 hal yang mempengaruhi perilaku individu yaitu faktor dari dalam individu, yang meliputi cipta, rasa, karsa, dan jenis kelamin, faktor dari luar individu meliputi pendidikan, pengalaman, lingkungan, dan pengetahuan. c. Pengukuran perilaku Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003:128) untuk memperoleh data praktek atau perilaku yang paling akurat adalah melalui pengamatan atau observasi, dapat juga dilakukan melalui wawancara dengan pendekatan recall atau mengingat kembali perilaku yang telah dilakukan oleh responden beberapa waktu yang lalu. Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif dilakukan adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan. Format tersebut berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi (Suharsimi Ariku nto, 2003 : 234). Untuk mendukung kedua metode yang telah dijelaskan, maka digunakan juga metode dokumentasi. Dalam menggunakan metode dokumentasi diperlukan checklist untuk mencatat variabel yang telah ditentukan, apabila terdapat atau muncul variabel yang

5 14 dicari maka tinggal membubuhkan tanda check pada lembar checklist yang tersedia. 2. Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) Cara Produksi Pangan yang Baik atau CPPB merupakan salah satu faktor yang penting untuk mengetahui standar mutu dan persyaratan yang ditetapkan untuk pangan. CPPB sangat bermanfaat untuk industri pangan berskala kecil dan besar untuk menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan CPPB adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi makanan agar bermutu, aman, dan layak untuk dikonsumsi (BPOM, 2002). Masih menurut BPOM, tujuan dari penerapan CPPB adalah menghasilkan pangan bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen baik domestik maupun internasional dengan cara memberikan prinsip-prinsip dasar dalam pengolahan makanan. Menurut Fardiaz dalam Sussi Astuti (2002), Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) atau Good Manufacturing Practice (GMP) adalah suatu pedoman cara berproduksi makanan yang bertujuan agar produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu dan sesuai dengan tuntutan konsumen. Dengan menerapkan CPMB diharapkan produsen pangan dapat menghasilkan produk makanan bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan tuntutan konsumen bukan hanya konsumen lokal tetapi juga konsumen global.

6 15 BPOM (2002) menetapkan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh industri pangan untuk menghasilkan produk pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Persyaratan tersebut diantaranya adalah lingkungan produksi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, suplai air, fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi, pengendalian hama, kesehatan dan higiene karyawan, pengendalian proses, label pangan, penyimpanan, penanggung jawab, penarikan produk, pencatatan dan dokumentasi, dan pelatihan karyawan. a. Lingkungan produksi Lingkungan produksi merupakan daerah di sekitar lokasi produksi. Sebelum menetapkan lokasi industri maka perlu mempertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran, selain itu harus dipertimbangkan juga berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksi. Persyaratan lokasi produksi yang sesuai dengan pedoman CPPB adalah: 1) industri harus berada di tempat yang bebas pencemaran, semak belukar, dan genangan air 2) industri harus berada di tempat yang bebas dari serangan hama 3) industri tidak berada di sekitar tempat yang kotor atau kumuh seperti tempat penumpukan sampah dan pembuangan limbah

7 16 Lingkungan sekitar lokasi produksi harus dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara memperhatikan pengelolaan sampah yang benar, sampah tidak boleh menumpuk, dan tempat penampungan sampah harus selalu dalam keadaan tertutup. Selokan tempat pembuangan limbah cair harus selalu dipelihara agar dapat berfungsi dengan baik, jalan di sekitar lokasi produksi harus selalu dijaga kebersihannya agar tidak berdebu. b. Bangunan dan fasilitas Ruang lingkup bangunan dan fasilitas mencakup ruang produksi, kelengkapan ruang produksi, dan tempat penyimpanan. Bangunan dan fasilitas harus menjamin bahwa pangan selama dalam proses produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia serta mudah dibersihkan dan disanitasi. 1) Ruang produksi Ruang produksi atau dapur pengolahan makanan sangat berperan penting dalam upaya menciptakan makanan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Ruang produksi yang bersih dan dipelihara dengan baik akan merupakan tempat yang higienis dan menyenangkan sebagai tempat kerja. Menurut Hiasinta A. Purnawijayanti (2001) dan BPOM (2002) hal yang menentukan dalam menciptakan ruang produksi yang saniter yaitu desain dan tata letak serta konstruksi bangunan ruang produksi.

8 17 Desain ruang produksi cukup luas dan memungkinkan kegiatan pembersihan dapat dilakukan dengan mudah. Tata letak ruang produksi disesuaikan dengan alur pekerjaan sehingga akan lebih runtut dan efisien dalam bekerja. Konstruksi bangunan ruang produksi meliputi lantai, dinding, langit-langit, dan ventilasi. a) Lantai: lantai ruang produksi harus dibuat dengan konstruksi yang kuat dan kokoh, tidak mudah bergerak dan tidak mudah pecah, dilapisi dengan bahan kedap air, halus dan tidak licin, mudah dibersihkan. b) Dinding: kokoh dan kedap air, rata, mudah dibersihkan dan berwarna cerah. c) Langit-langit: rata dan datar tidak banyak alur atau ornamen yang dapat dihuni oleh debu, kuat dan tidak ada bagian yang retak, warna cerah, cerobong asap dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan dicuci dengan air. d) Ventilasi: ventilasi yang baik didisain untuk dapat mengeluarkan asap, uap, dan kelebihan panas dari ruangan. Asap yang dihasilkan dari proses pemasakan seperti pembakaran harus dapat segera dikeluarkan dari ruangan dapur agar tidak mengganggu pekerja, dengan demikian dapur memerlukan alat penghisap ( exhaust fan) yang dilengkapi dengan cerobong.

9 18 2) Kelengkapan ruang produksi Kelengkapan fasilitas yang terdapat pada ruang produksi sangat mendukung terlaksananya proses produksi dengan baik. Kelengkapan pada ruang produksi meliputi: a) Pencahayaan: sebaiknya cukup terang sehingga karyawan tidak terganggu penglihatannya saat bekerja, penerangan cukup sampai ke sudut-sudut ruangan, selain sehat bagi mata juga memudahkan menjaga kebersihan area kerja. b) Tempat cuci tangan: dalam keadaan bersih, dilengkapi dengan sabun dan lap pengering. c) Perlengkapan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K). 3) Tempat penyimpanan Persyaratan tempat penyimpanan yang baik diantaranya adalah: a) Tempat penyimpanan bahan termasuk bumbu, dan bahan tambahan pangan harus terpisah dengan produk akhir. b) Harus tersedia tempat penyimpanan khusus untuk menyimpan bahan-bahan bukan pangan seperti bahan pencuci, sanitizer, pelumas, dan lain-lain. c) Tempat penyimpanan harus bebas dari hama seperti serangga dan binatang pengerat serta memiliki sirkulasi udara yang lancar.

10 19 c. Peralatan produksi Tata letak peralatan produksi harus diatur untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang produk makanan dari bahan mentah, peralatan kotor, dan limbah pengolahan. Peralatan merupakan komponen penting dalam penanganan bahan makanan. Untuk mencegah kontaminasi atau pencemaran maka perlu tindakan pengawasan terhadap peralatan selama proses memasak diantaranya peralatan harus selalu terjaga kebersihannya, peralatan disesuaikan dengan kebutuhan dalam memasak, bahan dasar peralatan jangan mudah berkarat atau bersenyawa dengan bahan makanan agar tidak terjadi keracunan, desain alat memasak diusahakan yang sederhana agar mudah membersihkannya (Ari Fadiati, 1988:43). Menurut BPOM (2002) syarat peralatan produksi diantaranya adalah: 1) Peralatan produksi terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat, mudah dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan. 2) Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan pangan halus, tidak bercelah, tidak mengelupas, dan tidak menyerap air. 3) Peralatan produksi harus diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya sehingga memudahkan dalam bekerja dan mudah untuk dibersihkan. d. Suplai air Air yang digunakan selama proses produksi harus cukup, memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan syarat air yang dapat

11 20 diminum (Hiasinta A. Purnawijayanti, 2001). Menurut BPOM (2002) persyaratan air yang digunakan untuk proses produksi diantaranya adalah: 1) Air yang digunakan harus bersih dan dalam jumlah cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi. 2) Sumber dan pipa air untuk keperluan selain pengolahan pangan harusnya terpisah dan diberi warna yang berbeda. 3) Air yang kontak langsung dengan pangan sebelum diproses harus memenuhi persyaratan air bersih. e. Fasilitas kegiatan higiene dan sanitasi Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan. Pengertian sanitasi menurut WHO dalam Bagus Putu Sudiara dan I Nyoman Sukana Sabudi (1996) adalah suatu usaha untuk mengawasi berbagai faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup. Sedangkan pengertian higiene menurut Ensiklopedi Indonesia (1982) dalam Hiasinta A. Purnawijayanti (2001) adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan serta berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki kesehatan.

12 21 1) Alat cuci atau pembersih Alat cuci atau pembersih harus tersedia dan terawat dengan baik diantaranya adalah sikat, pel, deterjen, dan bahan sanitasi. 2) Fasilitas higiene karyawan Fasilitas higiene karyawan meliputi tempat cuci tangan dan toilet atau jamban harus selalu terjaga kebersihannya. 3) Kegiatan higiene dan sanitasi Kegiatan pembersihan ruang produksi dan peralatan dilakukan secara rutin dengan menggunakan alat pembersih dan sanitiser. Dalam kegiatan pembersihan, pencucian, dan penyucihamaan harus ada karyawan yang bertanggung jawab. f. Pengendalian hama Hama seperti tikus, serangga, dan lainnya merupakan pembawa cemaran biologis yang dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan. Kegiatan pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari pangan. Menurut BPOM (2002) kegiatan pengendalian hama meliputi pencegahan masuknya hama dan pemberantasan hama. 1) Mencegah masuknya hama a) Lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama harus selalu dalam keadaan tertutup. b) Hewan peliharaan tidak boleh berkeliaran di pekarangan tempat produksi apalagi di dalam ruang produksi.

13 22 c) Bahan pangan yang tercecer harus segera dibersihkan karena dapat mengundang masuknya hama. d) Industri harus memeriksa lingkungan dari kemungkinan timbulnya sarang hama 2) Pemberantasan hama a) Pemberantasan hama dilakukan dengan cara yang tidak mempengaruhi mutu dan keamanan pangan. b) Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik maupun secara kimia. c) Pemberantasan hama dengan bahan kimia harus dilakukan dengan pertimbangan tidak mencemari pangan. g. Kesehatan dan higiene karyawan Higiene karyawan yang terlibat dalam pengolahan makanan perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan makanan, disamping untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit melalui makanan. Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa pekerja yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran. Menurut BPOM (2002) kesehatan dan higiene karyawan meliputi kesehatan karyawan, kebersihan karyawan, dan kebiasaan karyawan. 1) Kesehatan karyawan Karyawan yang bekerja di ruang produksi harus dalam keadaan sehat, karyawan yang menunjukkan gejala atau sakit seperti sakit

14 23 kuning, diare, muntah, sakit tenggorokan, sakit kulit, keluar cairan dari telinga (congek), sakit mata (belekan), atau pilek tidak diperkenankan untuk mengolah makanan. 2) Kebersihan karyawan Karyawan harus menjaga kebersihan badannya, pada saat bekerja karyawan harus mengenakan pakaian kerja lengkap dengan celemek dan penutup kepala, sarung tangan, dan sepatu kerja. Ketika sedang terluka karyawan harus menutupnya dengan perban, dan sebelum mulai kegiatan pengolahan makanan, setelah menangani bahan mentah atau bahan kotor, dan setelah keluar dari toilet karyawan harus mencuci tangannya terlebih dahulu. 3) Kebiasaan karyawan Pada saat bekerja di ruang produksi karyawan tidak diperbolehkan sambil mengunyah, makan dan minum, merokok, meludah, bersin atau batuk ke arah makanan, dan mengenakan perhiasan berlebih. h. Pengendalian proses Poses produksi harus dikendalikan dengan benar untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman. Menurut BPOM pengendalian proses produksi industri rumah tangga dapat dilakukan dengan cara penetapan spesifikasi bahan baku, penetapan komposisi dan formulasi bahan, penetapan cara produksi yang baku, penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan, dan penetapan keterangan lengkap tentang produk yang dihasilkan.

15 24 1) Penetapan spesifikasi bahan baku Harus menentukan jenis, jumlah, dan spesifikasi bahan baku, serta bahan penolong untuk memproduksi pangan yang akan dihasilkan, bahan pangan dalam keadaan rusak tidak boleh diterima, bahan tambahan pangan digunakan berdasarkan izin dan sesuai batas maksimum penggunaannya. 2) Penetapan komposisi dan formulasi bahan Komposisi bahan dan komposisi formula harus ditentukan untuk memproduksi jenis pangan yang dihasilkan. Komposisi yang telah ditentukan secara baku harus dicatat dan digunakan setiap saat proses produksi secara konsisten. 3) Penetapan cara produksi yang baku Harus menentukan proses produksi pangan yang baku, bagan alir proses pembuatan harus dibuat secara jelas, kondisi baku dari setiap proses produksi harus ditentukan seperti berapa lama pengadukan, berapa suhu pemanasan dan berapa lama dipanaskan, dan berapa kecepatan putaran pengadukan. Bagan alir produksi pangan yang sudah baku harus digunakan sebagai acuan dalam setiap kegiatan produksi. 4) Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak (PP NO 69, 1999). Jenis, ukuran,

16 25 dan spesifikasi kemasan yang digunakan harus ditentukan. Bahan kemasan yang digunakan harus sesuai untuk pangan. 5) Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang dihasilkan Keterangan yang ditetapkan tentang produk yang dihasilkan meliputi nama dan karakteristik produk, tanggal kadaluarsa, dan pencatatan tanggal produksi. i. Label pangan Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan (PP NO 69, 1999). Label pangan yang tertera harus jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen dalam menyimpan, mengolah, dan mengkonsumsi pangan. Menurut BPOM keterangan pada label sekurang-kurangnya harus memuat tentang nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi, tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa, serta nomor Sertifikasi Produksi. j. Penyimpanan Penyimpanan yang baik dapat menjamin mutu dan keamanan bahan serta produk pangan yang diolah. Pedoman penyimpanan yang baik menurut BPOM (2002) diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Penyimpanan bahan dan produk

17 26 a) penyimpanan bahan dan produk dilakukan pada tempat yang bersih dan sesuai suhu penyimpanan b) bahan-bahan yang mudah menyerap air harus disimpan pada tempat yang kering seperti garam, gula, dan rempah-rempah bubuk c) bahan baku, bahan tambahan pangan, bahan penolong, dan produk akhir diberi tanda mana yang memenuhi syarat dengan yang tidak memenuhi syarat d) bahan yang lebih dulu masuk harus digunakan lebih dulu e) produk akhir yang lebih dulu diproduksi harus diedarkan terlebih dahulu 2) Penyimpanan bahan berbahaya Bahan kimia berbahaya seperti pemberantas serangga, tikus, kecoa dan bahan berbahaya lainnya harus disimpan pada ruangan terpisah dan harus diawasi penggunaannya. 3) Penyimpanan label dan kemasan Label dan kemasan disimpan pada tempat yang bersih dan jauh dari pencemaran, disimpan secara rapi dan teratur untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam penggunaannya. 4) Penyimpanan peralatan Peralatan yang sudah bersih dan disanitasi harus disimpan pada tempat yang bersih dengan permukaan peralatan menghadap ke

18 27 bawah agar terlindung dari debu, kotoran, dan pencemaran lainnya. k. Penanggung jawab Menurut BPOM (2002) seorang penanggung jawab diperlukan untuk mengawasi seluruh tahap proses produksi serta pengendaliannya untuk menjamin dihasilkannya produk pangan yang bermutu dan aman. Persyaratan seorang penanggung jawab adalah minimal dia harus mempunyai pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan praktek higiene sanitasi pangan serta produksi pangan yang ditanganinya. Kegiatan pengawasan harus dilakukan secara rutin. l. Penarikan produk Menurut BPOM (2002) penarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran pangan karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit atau keracunan pangan. Berikut ini adalah ketentuan penarikan produk pangan menurut BPOM: 1) pemilik industri harus menarik produk pangan dari peredaran jika diduga menimbulkan penyakit atau keracunan pangan 2) pemilik industri harus menghentikan proses produksinya sampai masalah terkait diatasi 3) pemilik industri harus melaporkan penarikan produknya ke pemerintah Kabupaten atau Kota setempat dengan tembusan kepada Balai Besar atau BPOM setempat 4) pangan yang terbukti berbahaya bagi kosumen harus dimusnahkan

19 28 m. Pencatatan dan dokumentasi Menurut Nani Ratnaningsih (2004) dokumentasi adalah suatu hal penting yang dapat digunakan untuk bukti-bukti nyata yang dapat dipertanggungjawabkan, selain itu dokumentasi merupakan petunjuk bahwa semua langkah diinstruksikan dengan jelas oleh orang yang berwenang dan instruksi diikuti dengan baik. Pencatatan dan dokumentasi yang baik diperlukan untuk memudahkan penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi. Pemilik industri harus mencatat dan mendokumentasikan tentang: 1) penerimaan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong sekurang-kurangnya memuat nama bahan, jumlah, tanggal pembelian, nama dan alamat pemasok 2) produk akhir yang sekurang-kurangnya memuat tentang nama jenis produk, tanggal produksi, kode produksi, jumlah dan tanggal produksi Catatan dan dokumentasi yang dibuat harus disimpan selama 2 kali umur simpan produk pangan yang dihasilkan. n. Pelatihan karyawan Pimpinan dan karyawan industri harus mempunyai pengetahuan dasar mengenai prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses pengolahan pangan yang ditanganinya agar dapat memproduksi pangan yang bermutu dan aman. Pemilik atau penanggung jawab harus sudah pernah mengikuti penyuluhan tentang

20 29 Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga. Pemilik harus menerapkannya dan mengajarkan keterampilan tersebut kepada karyawan yang lain. 3. Industri Bolu Wonolelo a. Pengertian industri Menurut Sujadi Prawiro Sentono (1997:2) pengertian industri adalah suatu tempat yang menghasilkan dan menjual barang sejenis, selama menjual dibutuhkan suatu tempat yang berfungsi untuk menghasilkan barang yang diproduksi. Sedangkan menurut Biro Pusat Statistik (2000:1) industri adalah tempat pengolahan bahan dasar menjadi barang jadi atau barang yang lebih tinggi nilai jualnya. Departemen Perindustrian dan Perdagangan (1994:37) mendefinisikan industri sebagai suatu kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku, barang setengah jadi, atau barang jadi menjadi barang yang bernilai lebih dalam penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan mereka yang menyusun industri, dalam pengolahan bahan dibutuhkan tempat untuk proses produksi agar menghasilkan produk yang diinginkan. Berdasarkan beberapa pengertian tentang industri yang telah disebutkan maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa industri pada dasarnya sama yaitu tempat mengolah bahan. Dalam pengolahan bahan tersebut suatu industri perlu sekali memperhatikan tempat pengolahan yang tepat karena akan mempengaruhi efektifitas dan

21 30 kenyamanan dalam bekerja sehingga dapat disimpulkan bahwa industri bolu adalah tempat pengolahan bahan baku telur, gula, tepung terigu (bahan baku) menjadi produk bolu. b. Penggolongan jenis industri Banyak kriteria yang diberikan oleh para ahli maupun instansi terhadap industri, namun ada beberapa penggolongan industri yang dapat dijadikan pedoman. Dalam produksi, suatu industri mempunyai perbedaan jika dilihat dari aspek teknologi yang digunakan dan besar tenaga kerja dalam suatu industri. Berdasarkan teknologi yang digunakan industri dapat dibagi menjadi 2 yaitu: 1) Industri yang menggunakan teknologi tradisional 2) Industri yang menggunakan teknologi modern Berdasarkan jumlah tenaga kerja menurut Biro Pusat Statistik dalam Lincoln Arsyad (1992:30), industri dapat dibedakan menjadi 4 yaitu: 1) Industri kerajinan rumah tangga, yaitu industri yang menyerap tenaga kerja antara 1-4 orang 2) Industri kecil yaitu industri yang menyerap tenaga kerja antara 5-19 orang 3) Industri sedang yaitu industri yang menyerap tenaga kerja antara orang 4) Industri besar yaitu industri yang menyerap tenaga kerja lebih dari 100 orang

22 31 Dari beberapa perbedaan yang telah dikemukakan di atas maka sulit untuk membedakan mana yang termasuk industri kecil, sehingga diperlukan ciri-ciri yang dapat mempermudah penggolongannya dengan melihat ciri-ciri industri menurut Mubyarto dan Sudaryono dalam Gunawan (1983:31) yaitu: 1) Kebanyakan tenaga kerja diperoleh dalam rumah tangga, dari sanak saudara lain 2) Teknologi yang digunakan masih sangat sederhana dan lebih banyak menggunakan tenaga kerja manusia 3) Bahan dasar biasanya dipeoleh dari desa setempat dan sekitarnya 4) Pemasaran dari hasil produksi tidak berdasarkan profesi atau iklan dan pada umumnya ditangani oleh tengkulak 5) Industri ini merupakan kegiatan tambahan untuk menambah kegiatan dan pendapatan keluarga c. Industri bolu Wonolelo Berdasarkan beberapa definisi industri beserta klasifikasi yang telah disebutkan maka dapat diperoleh pengertian tentang industri bolu Wonolelo. Industri bolu Wonolelo adalah suatu unit usaha yang mengolah bahan baku tepung terigu, telur, dan gula menjadi produk jadi bolu dengan jumlah tenaga kerja antara 3 7 orang yang berasal dari keluarga dan tetangga, menggunakan teknologi yang masih sederhana, dan bertujuan untuk menambah pendapatan keluarga. Daerah pemasaran bolu Wonolelo mencakup Daerah Istimewa

23 32 Yogyakarta dan Jawa Tengah bagian selatan seperti Klaten, Magelang, Solo, dan Purwokerto. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bolu di antaranya adalah: 1) Telur Telur adalah bahan makanan sumber protein hewani dihasilkan oleh ayam petelur. Fungsi telur dalam pembuatan bolu ini adalah sebagai bahan pengempuk, penambah rasa, warna, dan nilai gizi (Siti Hamidah, 1996). 2) Gula pasir Gula pasir adalah bahan pemanis alami yang terbuat dari sari tebu yang diolah melalui proses kristalisasi menjadi butiran-butiran, mulai dari halus, agak kasar, dan kasar (Trifitria, 2004) 3) Tepung terigu Tepung terigu dihasilkan dari tanaman gandum melalui proses cleaning yaitu membersihkan biji gandum dari kotoran, conditioning yaitu pengeringan biji gandum, breaking yaitu pemecahan biji gandum, dan reduction yaitu penggilingan dan penyaringan (Siti Hamidah, 1996). Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan bolu ini adalah tepung terigu dengan kadar protein sedang.

24 33 4) Air Air yang digunakan adalah air putih biasa yang dipanaskan terlebih dahulu, fungsinya adalah untuk meningkatkan volume bolu. Diagram alir proses pembuatan bolu ditunjukkan dalam Gambar 2. Telur + gula pasir Air panas Tepung terigu Dikocok sampai mengembang Dikocok sampai kental Diaduk sampai tercampur rata Dicetak dalam loyang Dioven (30 menit) Bolu Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Bolu 4. Perilaku dalam Penerapan CPPB Terwujudnya penerapan CPPB pada industri bolu Wonolelo tidak lepas dari peran produsen dan pekerjanya, hal tersebut dapat dilihat dari perilaku yang diterapkan oleh para produsen dan pekerjanya. Secara teori menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003:128) perubahan perilaku atau seseorang dapat menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui tiga tahap yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan.

25 34 a. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya dan merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tingkat pengetahuan para produsen dan pekerja industri bolu Wonolelo melalui beberapa tingkatan yaitu tahu, memahami, serta mampu menerapkan pengetahuan tersebut dalam proses produksi. Sebelum seseorang berperilaku ia harus tahu terlebih dahulu apa arti dan manfaat perilaku tersebut bagi dirinya, sehingga dapat diartikan bahwa sebelum para produsen dan pekerja industri bolu Wonolelo berperilaku sesuai prinsip CPPB maka mereka harus mengetahui arti dan manfaat perilaku CPPB tersebut. Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan produsen dan pekerja industri bolu Wonolelo mencakup ruang lingkup CPPB diantaranya adalah lingkungan produksi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, suplai air, fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi, pengendalian hama, kesehatan dan higiene karyawan, pengendalian proses, label pangan, penyimpanan, penanggung jawab, penarikan produk, pencatatan dan dokumentasi, dan pelatihan karyawan.

26 35 Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:124) b. Sikap Menurut Gagne dalam (B.Pranowo, 2006) sikap merupakan suatu keadaan internal atau internal state yang mempengaruhi pilihan tindakan individu terhadap beberapa obyek, pribadi, dan peristiwa, keadaan internal tersebut berupa keyakinan yang diperoleh dari proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan yang mereka dapatkan. Sedangkan menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003:124) sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial dalam Soekidjo Notoatmodjo (2003:124) menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Menurut Gerungan dalam B.Pranowo (2006) sikap ditumbuhkan dan dipelajari sepanjang perkembangan orang yang bersangkutan dalam keterkaitannya dengan obyek tertentu, sikap merupakan hasil belajar manusia sehingga sikap dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui proses belajar, sikap selalu berhubungan

27 36 dengan obyek sehingga tidak berdiri sendiri, sikap dapat berhubungan dengan satu obyek tetapi dapat pula berhubungan dengan sederet obyek sejenis, sikap berhubungan dengan aspek motivasi dan perasaan atau emosi. Sikap memiliki 3 komponen utama yaitu komponen kognitif, afektif, dan perilaku (Isbandi Rukminto Adi, 1994:180), ketiga komponen tersebut merupakan suatu kesatuan sistem sehingga tidak dapat dilepas satu sama lain dan secara bersama-sama membentuk sikap pribadi. Komponen kognitif merupakan aspek sikap yang berkenaan dengan penilaian individu terhadap objek atau subjek berisi tentang suatu ide, anggapan, pengetahuan, ataupun keyakinan. Komponen afektif dari suatu sikap meliputi emosi ataupun perasaan subjek terhadap objek sikap, dengan adanya komponen ini sikap dapat dirasakan sebagai suatu hal yang menyenangkan atau bahkan tidak menyenangkan atau membenci. Sedangkan komponen perilaku merupakan keinginan individu untuk melakukan perbuatan sesuai dengan keyakinan dan keinginannya. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa sikap adalah penilaian seseorang terhadap stimulus atau objek tersebut, sehingga indikator sikap produsen dan pekerja dalam proses produksi sesuai prinsip CPPB juga sejalan dengan pengetahuan tentang CPPB yaitu lingkungan produksi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, suplai air, fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi, pengendalian

28 37 hama, kesehatan dan higiene karyawan, pengendalian proses, label pangan, penyimpanan, penanggung jawab, penarikan produk, pencatatan dan dokumentasi, dan pelatihan karyawan. c. Tindakan Tindakan merupakan perwujudan dari pengetahuan yang diperoleh dan merupakan bentuk nyata dari sikap seseorang. Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003:127) bahwa suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan dan untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Dalam B.Pranowo (2006), tindakan dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam dan luar. Faktor dari dalam meliputi jenis kelamin, ras, sifat, kepribadian, genetika, dan intelegensi. Faktor dari luar meliputi lingkungan (fisik, biologis, sosial), pendidikan, agama, sosial budaya. Tindakan produsen setelah memperoleh pengetahuan dan menetukan sikap terhadap penerapan CPPB akan terlihat selama penyelenggaraan proses produksi bolu Wonolelo. Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung yaitu dengan observasi atau pengamatan, secara tidak langsung dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa waktu yang lalu atau recall (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:128)

29 38 B. Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian yang telah dilakukan misalnya oleh Siti Tamaroh Cahyono (2000) melakukan penelitian tentang pengetahuan, sikap, dan praktek pada usaha jasa boga yang berlokasi di Kotamadya Yogyakarta. Usaha jasa boga yang digunakan sebagai sampel penelitian termasuk dalam klasifikasi usaha jasa boga golongan A1 dan A2 yang berjumlah 10 usaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan karyawan tentang keamanan makanan tidak mempengaruhi praktek karyawan usaha jasa boga dalam menjamin keamanan makanan, demikian pula pengetahuan tentang menjaga keamanan makanan tidak mempengaruhi sikap karyawan usaha jasa boga untuk menjaga keamanan makanan hasil olahannya. Praktek dalam menjaga keamanan makanan berkorelasi positif dengan sikap karyawan usaha jasa boga. Hal ini berarti bahwa sikap para karyawan dalam menjaga keamanan makanan terbentuk melalui kesehariannya. Dyah Wulandari (2004) melakukan penelitian mengenai perilaku penjual dalam penerapan sanitasi dan hygiene pada warung makan lesehan yang terletak di kawasan Malioboro dengan jumlah sampel sebanyak 27 penjual warung makan lesehan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh penjual termasuk dalam kategori berpengetahuan cukup dan sikap yang dimiliki oleh penjual termasuk dalam kategori cukup. Tindakan yang dilakukan oleh penjual belum sepenuhnya berasal dari pengetahuan yang dimiliki karena tindakan yang telah dilakukan ada yang tidak sesuai dengan pengetahuan yang mereka dapat.

30 39 Sementara itu Safariatun (2005) melakukan penelitian mengenai perilaku penerapan keamanan pangan pada pedagang pecel lele pengelola warung makan tenda di Jalan Ring Road Lingkar SelatanYogyakarta. Penelitian dilakukan pada 25 orang pedagang pecel lele. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan pedagang pecel lele termasuk dalam kategori cukup baik, sikap pedagang pecel lele termasuk dalam kategori cukup baik dan tindakan keamanan pangan yang dilakukan oleh para pedagang tidak sesuai dengan pengetahuan dan sikap yang telah dimilikinya. C. Kerangka Berfikir Perilaku produsen dalam penerapan CPPB pada industri bolu Wonolelo erat kaitannya dengan pengetahuan, sikap, dan tindakan produsen terutama pada ruang lingkup CPPB yaitu lingkungan produksi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, suplai air, fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi, pengendalian hama, kesehatan dan higiene karyawan, pengendalian proses, label pangan, penyimpanan, penanggung jawab, penarikan produk, pencatatan dan dokumentasi, dan pelatihan karyawan. Pengetahuan produsen yang diperoleh mengenai CPPB tersebut akan terespon atau dinilai dalam sikap menolak atau menerima kemudian akan terwujud atau tercermin dalam tindakan yang berulang-ulang sehingga akan terbentuk suatu perilaku produsen dalam penerapan CPPB pada industri bolu Wonolelo untuk menghasilkan makanan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Kerangka berfikir tampak pada Gambar 3.

31 40 Pengetahuan mengenai ruang lingkup CPPB Sikap mengenai ruang lingkup CPPB Tindakan dalam penerapan CPPB Perilaku dalam penerapan CPPB Makanan bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan Gambar 3. Kerangka Berfikir Keterangan: : variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti D. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengetahuan produsen tentang CPPB pada industri bolu yang ada di Desa Wonolelo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul? 2. Bagaimana sikap produsen dalam pelaksanaan CPPB pada industri bolu yang ada di Desa Wonolelo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul? 3. Bagaimana tindakan produsen dalam penerapan CPPB pada industri bolu yang ada di Desa Wonolelo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul?

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. pengetahuan, sikap, dan tindakan produsen. 1. Pengetahuan produsen dalam kategori sangat baik sebesar 73,33 %, baik

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. pengetahuan, sikap, dan tindakan produsen. 1. Pengetahuan produsen dalam kategori sangat baik sebesar 73,33 %, baik BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana diuraikan di depan, maka dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku produsen bolu Wonolelo dalam penerapan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK. 00.05.5.1639 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (CPPB-IRT) KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah 20 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah (UKM) Chrisna Snack, Perumahan Josroyo 19 RT 7 RW

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2206 TAHUN 2012 TENTANG CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA CARA PRODUKSI PANGAN

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PELAKSANAAN Kegiatan penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan mulai bulan Maret - Juni 2016 di UKM tahu bakso EQ di Perumahan Singkil Rt 02 Rw 05, Singkil,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2206 TAHUN 2012 TENTANG CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Lampiran 1 Lembar Observasi Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Nama : No. sampel : Lokasi : Jenis kelamin : Umur : Lama

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN 97 Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : KUESIONER HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA PERALATAN MAKAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM MAYJEN H.A THALIB KABUPATEN KERINCI TAHUN 0 I. Data Responden Penjamah

Lebih terperinci

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Lampiran KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA MAKANAN DI RUMAH MAKAN KHAS MINANG JALAN SETIA BUDI KELURAHAN TANJUNG REJO KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Fokus Menghindari Pencemaran dan Penurunan Mutu Produk Pemeliharaan dan Pembersihan Prosedur Pembersihan dan Sanitasi Program Pengendalian Hama (Mencegah, Pemasangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk 94 Lampiran 1 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan Tahu Pada Industri Rumah Tangga Pembuatan Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016 (Sumber : Keputusan Menteri

Lebih terperinci

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN

Lebih terperinci

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah A. Karakteristik Responden 1. Nama :. Umur :. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : B. Pertanyaan 1. Apakah ibu/bapak sebelum dan sesudah bekerja mengolah selalu

Lebih terperinci

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a.

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a. LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN MINUMAN PADA KANTIN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 0 I. Indentitas

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (IRT)

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (IRT) CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (IRT) BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA TUJUAN KHUSUS Memberikan

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi, makanan harus baik, dan aman untuk dikonsumsi.

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi, makanan harus baik, dan aman untuk dikonsumsi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyediaan makanan yang sehat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan derajat kesehatan. Agar dapat berfungsi dengan baik maka diperlukan berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 55 BAB III METODE PENELITIAN A. KERANGKA KONSEP Variabel Bebas Variabel Terikat Pengetahuan pelaku industri Sanitasi Hygiene Hasil monitoring keamanan produk industri rumah tangga (PIRT) pada makanan dan

Lebih terperinci

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN Nama Rumah Makan/Restoran : Alamat : Nama Pengusaha : Jumlah Karyawan : Jumlah Penjamah Makanan : Nomor Izin Usaha :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya kegiatan pekerjaan di luar rumah, akan meningkatkan kebutuhan jasa pelayanan makanan terolah termasuk makanan dari

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan 1 PROSEDUR Direktorat

Lebih terperinci

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS NO SARANA & PRASARANA / TANGGAL 1 LOKASI DAN BANGUNAN A. LANTAI BERSIH, TIDAK LICIN B. DINDING BERSIH, WARNA TERANG, KEDAP AIR C. LANGIT-LANGIT TIDAK BOCOR, TIDAK MENGELUPAS D. PINTU DAPAT DIBUKA TUTUP

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :.

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :. b.. CONTOH FORMULIR RM.. PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN. Nama rumah makan/restoran :.. Alamat :... NamaPengusaha/penanggungjawab :.. Jumlah karyawan :... orang. Jumlah penjamah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi a. Lokasi UKM Berdasarkan hasil pengamatan, lokasi UKM Al-Fadh terletak ditengah perkampungan yang berdekatan dengan area persawahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran LAMPIRAN Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran No Parameter Bobot Nilai A Kondisi umum sekitar restoran 1 Lokasi 1 0 Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan penggantian jaringan tubuh yang rusak.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. No.358, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 75/M-IND/PER/7/2010 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Lebih terperinci

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No. LAMPIRAN Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur Padang Bulan Di Kota Medan Tahun 2011 Nama : No.Sampel : Lokasi : Jenis Kelamin : Umur : Lama Berjualan : No Pertanyaan

Lebih terperinci

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI - 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI A. BANGUNAN 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi UKM Cristal terletak di Jl. Salak km 5.5, Kembangarum, Turi, Sleman, Yogyakarta. Pada penetapan lokasi perlu mempertimbangkan keadaan dan kondisi

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder sehingga memiliki keterbatasan dalam pengambilan variabel-variabelnya. Laik fisik penilaiannya berdasarkan ketentuan Kepmenkes No. 715 tahun

Lebih terperinci

Sanitasi Penyedia Makanan

Sanitasi Penyedia Makanan Bab 6 Sanitasi Penyediaan Makanan Sanitasi Penyedia Makanan Sanitasi Jasa Boga Sanitasi Rumah Makan & Restoran Sanitasi Hotel Sanitasi Rumah Sakit Sanitasi Transportasi Penggolongan Jasa Boga Jasa boga

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

From Farm to Fork...

From Farm to Fork... TITIS SARI KUSUMA From Farm to Fork... GAP GHP GTP GHP GLP GMP Konsumen Praktek Produksi yang baik (GMP) Merupakan kombinasi dari produksi dan prosedur pengawasan kualitas yang ditujukan untuk memastikan

Lebih terperinci

BAB IX SANITASI PABRIK

BAB IX SANITASI PABRIK BAB IX SANITASI PABRIK Sanitasi merupakan suatu kegiatan yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan baku, peralatan dan kebersihan, kesehatan, kesejahteraan pekerja, mencegah terjadinya pencemaran

Lebih terperinci

Untuk menjamin makanan aman

Untuk menjamin makanan aman Untuk menjamin makanan aman HIGIENE & SANITASI MAKANAN Mencegah kontaminasi makanan oleh mikroba Mencegah perkembangbiakan mikroba Mencegah terjadinya kontaminasi cemaran lain Higiene : upaya untuk memelihara

Lebih terperinci

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI Lampiran 1. LEMBAR KUESIONER UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI A. IDENTITAS INFORMAN Nama :. Alamat : Usia :.Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan terakhir : Unit Kerja : Masa kerja

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung Kombinasi Jumlah Tabung yang Positif 1:10 1:100 1:1000 APM per gram atau ml 0 0 0

Lebih terperinci

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN B A D A N P E N G A W A S O B A T D A N M A K A N A N R E P U B L I K I N D O N E S I A Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat Tel. 4244691 4209221 4263333

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI Lampiran 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN, PENGETAHUAN, LINGKUNGAN, PELATIHAN

Lebih terperinci

TITIS SARI KUSUMA 08/01/2015 1

TITIS SARI KUSUMA 08/01/2015 1 TITIS SARI KUSUMA 08/01/2015 1 From Farm to Fork... 08/01/2015 2 GAP GHP GTP GHP GLP GMP Konsumen 08/01/2015 3 Praktek Produksi yang baik (GMP) Merupakan kombinasi dari produksi dan prosedur pengawasan

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Persyaratan Karyawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan ini berisikan tentang alasan dilakukannya penelitian dan menjelaskan permasalahan yang terjadi di PT Gunung Pulo Sari. Penjelasan yang akan dijabarkan pada pendahuluan ini

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 4.1 Potensi IKM Makanan Kota Bogor Berdasarkan besarnya kontribusi sektor-sektor perekonomian dalam pembentukan PDRB Kota Bogor, sektor industri merupakan sektor kedua dimana

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR

LAMPIRAN PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR 53 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR Nomor : Nama : Alamat : Tanggal wawancara : DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Tidak (b) Universitas Sumatera Utara

Tidak (b) Universitas Sumatera Utara Lembar Observasi Hygiene Sanitasi Pada Pembuat/Penjual Sop Buah di Pasar Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2011 Nama : Jenis Kelamin : Umur : Pendidikan : Lama berjualan : Merupakan jawaban yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu

Lebih terperinci

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** Oleh : Dr.drh. I Wayan Suardana, MSi* *Dosen Bagan Kesmavet Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga *

Lampiran 1 : Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga * LAMPIRAN 78 Lampiran 1 : Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga * No URAIAN BOBOT X No URAIAN BOBOT X LOKASI, BANGUNAN, PENGHAWAAN FASILITAS 1 Halaman bersih, rapi, tidak becek, dan

Lebih terperinci

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi 2010 Pendahuluan Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan

Lebih terperinci

ASPEK HYGIENE SANITASI MAKANAN PADA RUMAH MAKAN DI TERMINAL 42 ANDALAS KOTA GORONTALO 2012 ABSTRAK

ASPEK HYGIENE SANITASI MAKANAN PADA RUMAH MAKAN DI TERMINAL 42 ANDALAS KOTA GORONTALO 2012 ABSTRAK ASPEK HYGIENE SANITASI MAKANAN PADA RUMAH MAKAN DI TERMINAL 42 ANDALAS KOTA GORONTALO 2012 ABSTRAK Lany Mulyani Malango. 811408049. 2012. Aspek Hygiene dan Sanitasi Makanan pada Rumah Makan di Terminal

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK UNTUK FORMULA BAYI DAN FORMULA LANJUTAN BENTUK BUBUK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK UNTUK FORMULA BAYI DAN FORMULA LANJUTAN BENTUK BUBUK BAB I PENDAHULUAN 2012, No.228 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.11.10720 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK UNTUK FORMULA BAYI

Lebih terperinci

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 1 Summary STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 TRI ASTUTI NIM 811408115 Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan derajat kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan derajat kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Higiene Sanitasi Makanan Higiene adalah suatu usaha yang dilakukan untuk melindungi, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi Lokasi IRT (Industri Rumah Tangga) lempeng beras yang beralamat di Jalan Thamrin, Margomulyo, Ngawi Jawa timur tepat di pinggir jalan besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT)

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT) LAMPIRAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL Jl.Arjuna Utara 9, Kebun Jeruk, Jakarta Barat 0 Indonesia Telp. (02) 674223 Fax. (02) 674248 Saya yang bertanda tangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya yang berkaitan dengan makanan dan minuman masih menjadi masalah yang paling sering ditemukan di

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN SERTIFIKAT PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DAN SERTIFIKAT LAIK HYGIENE SANITASI JASABOGA, DEPOT AIRMINUM

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lembar ObservasiHigiene Sanitasi Pembuatan Ikan Asin di Kota Sibolga Tahun 2012

Lampiran 1. Lembar ObservasiHigiene Sanitasi Pembuatan Ikan Asin di Kota Sibolga Tahun 2012 Lampiran 1. Lembar ObservasiHigiene Sanitasi Pembuatan Ikan Asin di Kota Sibolga Tahun 2012 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pembuatan Ikan Asin di Kota Sibolga Tahun 2012 Nama Pemilik Usaha : Umur :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah ikan teri asin kering yang berkualitas dan higienis. Indikator Keberhasilan: Mutu ikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

10/13/2015 HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN

10/13/2015 HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN Jur. Tek. Industri Pertanian FTP-UB Higiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki

Lebih terperinci

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan Syarat kesehatan yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat: A. Lokasi 1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum

Lebih terperinci

LAMPIRAN ORGANISASI PENELITIAN

LAMPIRAN ORGANISASI PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1. Organisasi Penelitian ORGANISASI PENELITIAN Pembimbing Peneliti Objek Penelitian Keterangan: 1. Pembimbing Pembimbing dalam penelitian ini adalah dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan

Lebih terperinci

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN dr. Tutiek Rahayu,M.Kes tutik_rahayu@uny.ac.id TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN 1 syarat LOKASI KONSTRUKSI Terhindar dari Bahan Pencemar (Banjir, Udara) Bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Desa Kaliyoso terdapat di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah barat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.../PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT CARA PENANGANAN IKAN YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA DEPOT AIR MINUM

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA DEPOT AIR MINUM WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA DEPOT AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mereka sedang dalam puncak pertumbuhan. Pada anak usia sekolah akan terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mereka sedang dalam puncak pertumbuhan. Pada anak usia sekolah akan terus BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Sekolah Anak usia sekolah yaitu anak yang berusia 6 sampai 12 tahun memiliki fisik lebih kuat dibandingkan dengan balita, memiliki sifat indifidual yang aktif, dimana

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini?

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini? 105 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini? Ya Tidak Pertanyaan 2 (P2) Apakah anda/ pelanggan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk Industri Rumah Tangga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk Industri Rumah Tangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk Industri Rumah Tangga IRTP semakin banyak bermunculan di Indonesia sebagai salah satu dampak dari krisis moneter yang terjadi saat

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen LAMPIRAN Lampiran. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen. Kapan anda datang untuk makan di restoran ini? Jawab:....... Produk apa yang biasanya Anda beli? Jawab:....... Selama makan di restoran ini apakah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR 62 PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR A. Data Umum 1. Nomor Responden : 2. Nama : 3. Umur : 4. Jenis Kelamin : a.

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN MAKANAN DAN MINUMAN DI INSTALASI GIZI RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK

GAMBARAN PENGELOLAAN MAKANAN DAN MINUMAN DI INSTALASI GIZI RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK GAMBARAN PENGELOLAAN MAKANAN DAN MINUMAN DI INSTALASI GIZI RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK Eka Septiarini, Nurul Amaliyah dan Yulia Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Pontianak E-mail: septiarinieka@yahoo.co.id

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN DODOL SALAK Berdasarkan Kepmenkes RI No.942/SK/VII/2003

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN DODOL SALAK Berdasarkan Kepmenkes RI No.942/SK/VII/2003 LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN DODOL SALAK Berdasarkan Kepmenkes RI No.942/SK/VII/2003 Lokasi industri : Penanggung Jawab : Jumlah Karwan : No OBJEK PENGAMATAN KATEGORI Ya Tidak Prinsip I

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi III. METODA KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Kajian Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi Abadi dengan lokasi Jl. Langgar Raya No. 7 RT. 12, Rw. 05 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN 71 Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PELAKSANAAN PEMBINAAN KESEHATAN LINGKUNGAN DI SEKOLAH DASAR WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013 1. Pilihlah

Lebih terperinci