BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penelitian mengenai Implementasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penelitian mengenai Implementasi"

Transkripsi

1 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka yang penulis gunakan dalam penelitian ini mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penelitian mengenai Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota terhadap Standarisasi Pembangunan Condominium Hotel di Denpasar. Adapun tulisan-tulisan atau penelitian yang menjadi referensi penulisdiantaranya: Tulisan atau penelitian skripsi karya Iriani (2013)yang berjudul Kebijakan Pemerintah Kota Malang Dalam Pemberian Izin Pembangunan Apartemen kepada Pengembang di Wilayah Kelurahan Penanggungan.Penulis memiliki kesamaan dengan penelitian karya Iriani (2013) yaitu memfokuskan penelitiannya kepada dampak dari pembangunan condotel terhadap lingkungan sekitar.dalam penelitian ini dipaparkan bahwa perizinan untuk pembangunan condotel tidak berpihak kepada warga sekitar lingkungan, karena berdampak pada tidak adanya tujuan yang transparan kepada warga dan juga kesimpangsiuran fungsi dari bangunan tersebut.tanpa adanya keterangan yang jelas disurat izin semestinya dapat dipergunakan semaksimal mungkin.selain itu dampak yang muncul dari pembangunan condotel ialah pencemaran lingkungan, dimana dalam hal ini justru merugikan warga sekitar condotel tersebut dibangun. Berdasarkan dari pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti terdapat beberapa perubahan kondisi sosial bermasyarakat, diantaranya adalah meningkatnya

2 8 kemacetan yang sudah mulai sering terjadi di pagi hari, dan hilangnya rasa nyaman warga karena padatnya hunian di lingkungan yang menyebabkan seringnya terjadi tindakan kriminal seperti penjambretan, perampokan dll. Tulisan atau penelitian skripsi selanjutnya ialah karya Maysyarah (2011) yang berjudul Condominium Hotel di Kota Semarang. Dalam tulisan ini Maysyarah (2011) lebih memfokuskan terhadap pembangunan condotel, dimana pemerintah kota Semarang memiliki visi untuk menjadikan dan meningkatkan kota Semarang sebagai kota metropolitan yang berbasis pada aktifitas perdagangan dan jasa. Dan layak untuk bersaing dengan kota-kota besar lainnya di luar sana.disini Maysyarah (2011) lebih mengkritik dan memberikan saran agar pemerintah dapat memperhatikan potensi, kendala, kualitas atau standarisasi pendirian condotel di Semarang.Condotel tersebut di desain di atas tapak tersebut memenuhi kriteria sebagai hunian yang layak untuk disewakan, dijual, dihuni. Berdasarkan dengan kebijakan dan aturan yang berlaku, keadaan sosial budaya masyarakat, peta kondisi wilayah seperti pola penggunan lahan, jaringan utilitas, transportasi dan jenis tanah harus diperhatikan sebelum izin dari pendirian condotel tersebut dikeluarkan.terutama fasilitas-fasilitas yang disediakan pada condotel yang menjadi daya tarik maupun harga jual suatu condotel. Sehingga nantinya pembangunan condotel ini menjadi lebih bermanfaat untuk meningkatkan perekonomian kota Semarang dan tidak merugikan lingkungan serta warga sekitar. Tulisan dan penelitian skripsi yang terakhir ialah karya Mastuty (2014) yang berjudul Implementasi Kebijakan Pemerintah Provinsi Bali Dalam

3 9 Moratorium Pembangunan Infrastruktur Akomodasi Pariwisata Hotel Di Kabupaten Badung.Dalam penelitian ini peneliti menjelaskan bahwa adanya kejenuhan pembangunan akomodasi infrastruktur pariwisata di wilayah Bali selatan.perlu adanya kebijakan moratorium guna untuk pemberhentian sementara pembangunan akomodasi infrastruktur pariwisata.di karenakan wilayah Bali selatan telah mengalami pertumbuhan akomodasi pariwisata yang pesat sehingga mengalami overcapacity.dengan adanya kebijakan Moratorium Akomodasi Pariwisata Hotel, maka harus adanya implementasi dari kebijakan yang telah di keluarkan oleh pemerintah Kabupaten Badung. Namun dalam pengimplementasian ini peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mengakibatkan tidak maksimalnya kebijakan moratorium akomodasi hotel di Kabupaten Badung disebabkan oleh komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi yang tidak berjalan secara optimal. Masing-masing dari faktor memiliki kendala dan permasalahannya sendiri.sehingga regulasi diantara keempat faktor penting keberhasilan implementasi kebijakan jauh dari yang di harapkan. Adanya perbedaan dari penelitian terdahulu yang telah diteliti baik dari skripsi karya Iriani (2013) yang lebih memfokuskan terhadap lingkungan sekitarnya.di mana adanya beberapa dampak negatif terhadap warga sekitar dan lingkungan sekitarnya akibat dari pembangunan condotel.dan skripsi karya Maysyarah (2011) membahas standar pola penggunaan lahan, jaringan utilitas dan jenis tanah sebelum dikeluarkan izin pendirian dan dilaksanakan pembangunan condotel tersebut.skripsi karya Mastuty (2014)tentang implementasi dari

4 10 kebijakan pemerintah Kabupaten Badung terkait moratorium pembangunan infrastruktur akomodasi pariwisata khusunya hotel di Kabupaten Badung. Penelitian yang akan saya teliti lebih membahas tentang Implementasi dari kebijakan pemerintah kota Denpasar yang telah ada dan di berlakukan. Terkait dengan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 42 tahun 2007 terhadap standar dari bangunan khususnya condominium hotel di Kota Denpasar. 2.2 Kerangka Konsep dan Teori Konsep merupakan sebuah abstraksi yang mewakili suatu obyek, sifat obyek, atau suatu fenomena tertentu.jadi konsep adalah sebuah kata yang melambangkan suatu gagasan atau merujuk pada sifat-sifat dari obyek yang dipelajarinya (Mas oed, 1990).Konsep juga dapat diartikan sebagai suatu simbol yang menunjuk pada suatu pengertian tertentu (Gulo 2000). Sedangkan teori adalah pernyataan yang menghubungkan konsep-konsep secara logis (Mas oed 1990).Dimana dalam hal ini teori berarti seperangkat konsep, definisi dan preposisi yang saling berhubungan yang disusun secara sistematis sebagai hasil dari penulisan ilmiah terdahulu dengan menggunakan seperangkat metodologi penulisan tertentu untuk menjelaskan gejala tertentu atau hubungan-hubungan dalam fenomena yang sedang diteliti. Dalam bab ini penulis akan memaparkan beberapa teori, diantaranya : Teori Kebijakan Publik Disetiap daerah dalam suatu negara tentunya kita memiliki suatu kebijakan yang berguna untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh pemerintah.kebijakan lebih sering dipergunakan dalam konteks tindakan yang

5 11 dilakukan oleh para aktor dan institusi-institusi pemerintah, serta perilaku negara pada umumnya. Kebijakan tidak dapat terlepas akan adanya suatu keputusan pemerintah. Sedangkan membahas tentang publik kita tidak dapat terlepas dari tiga konotasi yaitu pemerintah, masyarakat dan umum.dalam penelitian ini penulis memaparkan beberapa teori dari tokoh terkemuka terkait dengan kebijakan publik. Beberapa tokoh yang mengemukakan teori tentang kebijakan publik diantaranya: Menurut Budi Winarno (2007:15) di dalam kehidupan yang modern sekarang ini, kita tidak dapat lepas dengan apa yang di sebut dengan kebijakan publik. Tentunya kebijakan-kebijakan tersebut kita temukan di dalam bidang kesejahteraan sosial baik dalam bidang kesehatan, perumahan rakyat, pertanian, pembangunan ekonomi, hubungan luar negeri, pendidikan nasional dan lain sebagainya. David Easton dalam Miftah Thoha (1992) mengungkapkan bahwa kebijakan publik merupakan alokasi nilai yang otoritatif untuk seluruh masyarakat akan tetapi hanya pemerintahlah yang dapat bebuat secara otoritatif untuk seluruh masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari alokasi nilai-nilai tersebut. Sedangkan Edward III dan Sharkansky dalam Purwo (2004) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah apa yang dikatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan negara itu berupa sasaran atau tujuan dari berbagai program pemerintahan.selain itu Edward III dan Sharkansky juga mengemukakan

6 12 bahwa kebijakan dapat ditetapkan secara jelas dalam berbagai peraturan perundang-undangan, atau dalam bentuk pidato pejabat pemerintah. Penjelasan mengenai kebijakan publik juga diungkapkan oleh Carl Friedrich dalam Winarno, Budi (2002).Carl Friedrich memaparkan kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatanhambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu.selain itu, Chandler and Plano (1988) dalam Tangkilisan (2003) juga menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Abdul Wahab (2010: 22-24) mengemukakan ciri-ciri kebijakan publik yaitu ciri-ciri khusus yang melekat pada kebijakan publik bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu dirumuskan oleh orang-orang yang memiliki wewenang dalam sistem politik, misalnya pada para ketua adat, ketua suku, eksekutif, legislator, hakim, administrator, dan lain sebagainya. Oleh karena itu ciri-ciri kebijakan publik sebagaimana yang terdapat dalam Abdul Wahab adalah : a. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan dari pada sebagai perilaku atau tindakan yang serba acak dan kebetulan.

7 13 b. Kebijakan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri. c. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang dilakukan pemerintah dalam bidang tertentu. d. Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, mungkin pula negatif, kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun dalam masalahmasalah dimana justru campur tangan pemerintah diperlukan. Dalam AG Subarsono (2005:3) dari hirarkinya dapat kita lihat bahwa kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional maupun lokal seperti Undangundang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Provinsi, Peraturan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Keputusan Walikota. Sebagaimana juga yang diatur di dalam Undang-undang No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pasal 7 yang mengatur jenis dan hirarki Peraturan Perundang-undangan sebagi berikut : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang c. Peraturan Pemerintah d. Peraturan Presiden e. Peraturan Daerah

8 14 Michael Howlet dan M. Ramesh (1995:11) menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan : 1. Penyusunan agenda (agenda setting), yakni agar suatu masalah bisa mendapatkan perhatian dari pemerintah. 2. Formulasi kebijakan (policy formulation), yakni proses dari perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah. 3. Pembuatan kebijakan (decision making), yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan. 4. Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu proses untuk melakukan suatu kebijakan guna mendapatkan suatu hasil. 5. Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yaitu tahap memonitor dan menilai hasil dari kebijakan.

9 15 Hasil ini sesuai dengan proses kebijakan publik Wiliam N. Dunn (1994:17) yang dapat kita lihat pada gambar berikut : Gambar 2.1 Proses Kebijakan Publik Perumusan Masalah Penyusunan Agenda Forecasting Formulasi Kebijakan Rekomendasi Adopsi Kebijakan Monitoring Implementasi Kebijakan Evaluasi Penilaian Kebijakan Menurut Suharno (2010: 52) proses pembuatan kebijakan merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks dan tidak semudah yang dibayangkan. Hal penting yang harus diwaspadai dan selanjutnya dapat diantisipasi adalah dalam pembuatan kebijakan sering terjadi kesalahan umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan adalah:

10 16 1. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar Tidak jarang pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan dari luar atau membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari luar. 2. Adanya pengaruh kebiasaan lama Dalam membuat kebijakan baru, suatu organisasi sering mempertahankan kebiasaan lama pada kebijakan sebelumnya karena dipandang memuaskan, meskipun kebijakan sebelumnya memiliki kritikan dan perlu diubah. 3. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi Berbagai kabijakan yang dibuat oleh para pembuat kebijakan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya.sifat pribadi merupakan faktor yang berperan besar dalam penentuan keputusan/kebijakan. 4. Adanya pengaruh dari kelompok luar Lingkungan sosial dari para pembuat kebijakan juga berperan besar. 5. Adanya pengaruh dari keadaan masa lalu Maksud dari faktor ini adalah bahwa pengalaman latihan dan pengalaman sejarah pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan kebijakan.misalnya seorang mengkhawatirkan pelimpahan wewenang yang dimilikinya kepada orang lain karena khawatir disalah gunakan (Suharno: 2010: 52-53).

11 Teori Implementasi Kebijakan Implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi dari kebijakan yang lebih mengarah kepada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Aneta (2010) dalam jurnalnya menjelaskan bahwa implementasi kebijakan publik merupakan salah satu aktivitas dalam proses kebijakan publik yang menentukan apakah sebuah kebijakan itu bersentuhan dengan kepentingan publik serta dapat diterima oleh publik. Aneta (2010) menekankan bahwa dalam tahapan perencanaan dan formulasi kebijakan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya, akan tetapi jika pada tahapan implementasinya tidak diperhatikan optimalisasinya, maka tentu tidak jelas apa yang diharapkan dari sebuah produk kebijakan itu. Selain itu teori mengenai implementasi juga diungkapkan oleh Widodo (2008).Dalam hal ini Widodo (2008) memberikan pengertian bahwa implementasi berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu tertentu. Berdasarkan teori yang dikemukakan beberapa tokoh diatas menyimpulkan bahwa dalam prakteknya implementasi merupakan proses yang kompleks yang melibatkan berbagai aktor serta menggunakan berbagai sumber daya dalam pelaksanaanya. Implementasi merupakan tahapan yang krusial dan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses kebijakan. Bagaimanapun baiknya suatu kebijakan jika tidak diimplementasikan tidak akan menimbulkan dampak atau tujuan yang diinginkan. Pernyataan ini selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hoogerwerf (1982) yang menjelaskan Agar suatu kebijakan

12 18 dapat memberikan hasil yang diharapkan, maka kebijakan itu harus dilaksanakan.pelaksanaan kebijakan dapat didefinisikan sebagai pengggunaan sarana-sarana yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan yang dipilih dan ingin direalisasikan. Berhasil atau tidaknya pencapaiam tujuan di pertegas oleh Udoji di kutip oleh Agustino (2006:139).Pelaksanaan kebijakan merupakan sesuatu yang sangat penting bahkan lebih penting daripada pembuatan kebijakan tersebut. Pembuatan kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana yang bagus yang tersimpan dengan rapi dalam arsip jika tidak diimplementasikan. Pengertian dari implementasi kebijakan menurut Mufiz yang dikutip olehkahya dan Zenju (1996:45) ialah aktifitas-aktifitas yang dilakukan untuk melaksanakan suatu kebijakan secara efektif. Kesulitan yang timbul di dalam tahap ini adalah sukarnya menentukan hasil kebijakan, karena adanya dampak yang tidak terantisipasi sebelumnya. Berdasarkan definisi tersebut dapat di ketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu : a. Adanya tujuan ataupun sasaran kebijakan b. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan c. Adanya hasil dari kegiatan tersebut Berbagai indikator telah di kembangkan untuk dapat mengukur tingkat keberhasilan dalam implementasi suatu kebijakan publik karena suatu kebijakan biasanya mudah dalam formulasinya akan tetapi sangat sulit dalam pengimplentasiannya.

13 19 Berikut ini adalah model dari implementasi kebijakan yang di kembangkan oleh Edward III yang di kutip oleh Winarno (2002) yakni : 1. Komunikasi Terdapat tiga indikator yang dapat di pakai di dalam mengukur keberhasilan dari variable komunikasi, transmisi penyaluran komunikasi yang baik akan menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi di dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian dikarenakan komunikasi telah melalui beberapa tingkat dari birokrasi, sehingga apa yang di harapkan terhambat di tengah jalan. Kejelasan komunikasi yang di terima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan.ketidakjelasan pesan kebijakan tidaklah selalu menghalangi jalannya implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Konsistensi perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah suatu konsistensi dan jelas. 2. Sumberdaya Sumberdaya merupakan hal yang utama di dalam implementasi kebijakan yakni staff.sangat diperlukan staff yang ahli dan mampu dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Yang kedua adalah informasi, informasi berhubungan dengan cara melaksanakan

14 20 kebijakan, implementator harus mengetahui apa yang mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. 3. Disposisi Menurut Edward III disposisi merupakan sikap, watak atau karakteristik dari pelaksana kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementator memiliki disposisi yang baik maka ia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diingkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementator memiliki sikap dan perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan pun juga menjadi tidak efektif. 4. Struktur Birokrasi Struktur organisasi yang mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu yang dapat mendongkrak kinerja dari struktur birokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik, adalah melakukan Standart Operating Procedures (SOPs). SOP akan menjadi pedoman bagi implementator dalam bertindak. Struktur birokrasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan struktur birokrasi yang rumit dan kompleks. Menurut Merilee S. Grindle ada dua variable yang dapat mempengaruhi implementasi kebijakan publik. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir, yaitu tercapai atau tidaknya

15 21 tujuan yang ingin diraih. Hal ini dikemukakan Grindle, di mana pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari dua hal yaitu : 1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang telah di tentukan dengan merujuk kepada aksi kebijakannya. 2. Apakah tujuan kebijakan tercapai dimensi ini dapat di ukur dengan melihat dua faktor, yaitu: impak atau efeknya pada masyarakat secara individual dan kelompok, tingkat perubahan yang terjadi pada penerimaan kelompok sasaran perubahan yang terjadi Konsep Condotel Secara umum istilah mengenai condotel merupakan gabungan dari dua istilah yaitu condominium dan hotel.konsep condominium hotel merupakan penggabungan dari konsep kepemilikan condominium (rumah susun) dan sistem pengoperasian hotel dalam suatu bagunan bertingkat. Pada mulanya, condominium atau rumah susun hanya dimanfaatkan sebagai wadah pemenuhan akan kebutuhan tempat tinggal oleh masyarakat di Indonesia. Namun seiring berkembangnya zaman, metode pemanfaatan bangunan condominium juga semakin berkembang.condominium pada zaman sekarang ini sudah tidak hanya dimanfaatkan sebagai hunian, namun juga digunakan untuk berbagai tujuan investasi.condotel atau condominium hotel berbeda dengan rumah peristirahatan biasa yang tidak produktif saat tidak digunakan. Pada saat pemiliknya tidak menempati bangunan tersebut, condominium hotel tetap beroperasi dengan cara disewakan layaknya hotel.

16 22 Menurut peraturan Walikota Denpasar, condotel yang memiliki definisi sebagai berikut: Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal yang merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, tanah bersama dan difungsikan sebagai hotel berbintang. (Peraturan Walikota Denpasar Nomor 42 Tahun 2007 tentang Bangunan Condominium Hotel (Condotel) Walikota Denpasar) Sehingga adapun peruntukan dari condotel adalah sebagai sarana investasi sehingga uang yang ditanamkan oleh investor dapat berputar. Disamping memperoleh biaya sewa para investor juga dapat menikmati condotel secara cuma-cuma berikut fasilitasnya dengan tenggang waktu yang diatur bersama sama dengan pengelola Konsep Tata Ruang Kota Bali memiliki konsep tata ruang tradisional yang unik, yaitu tata ruang makro-regional dan mikro-arsitektur.konsep dari tata ruang di Balipun berdasarkan pada desa. Pada dasarnya desa-desa ini telah berkembang dan akhirnya menjadi kota. Denpasar merupakan ibukota provinsi Bali, memiliki visi Denpasar sebagai Kota Budaya.Menurut visi ini maka pembangunan tata ruang di Bali berdasarkan konsep-konsep budaya yang ada di Bali sendiri. Denpasar memiliki peluang pengembangan wilayah yang pesat, di sisi lain visi pembangunankota Denpasar dikembangkan dalam perwujudan Denpasar

17 23 Kota Berbudaya yang berlandasan Tri Hita Karana. Membutuhkan kearifan dalam konsep penataan ruang. Agar memberi ruang kepada peningkatan kegiatan perekonomian dengan tetap memelihara kelestarian budaya dan lingkungan wilayah Kota Denpasar. Untuk mengarahkan pembangunan di wilayah Kota Denpasar dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan keseimbangan pemanfaatan ruang. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Perda Provinsi Bali nomor 16 Tahun 2009 tentang RTRWP Bali. Denpasar merupakan kota inti kawasan dari perkotaan Sarbagita sebagai kawasan Strategis Nasional.Membutuhkan koordinasi penataan struktur ruang dan pola ruang wilayah Nasional, wilayah Provinsi Bali dan wilayah kabupaten sekitar dalam kerangka Kawasan Perkotaan Sarbagita.

18 Kerangka Pemikiran Gambar 2.2 Kerangka Berfikir Pertumbuhan Condotel di Kota Denpasar Peraturan Walikota Denpasar No. 42 tahun 2007 Pembangunan Wilayah Kota: Lokasi Condotel Bentuk & Bangunan Condotel Prasarana Lingkungan Implementasi Kebijakan Edward III : Komunikasi Sumber Daya Disposisi Struktur Birokrasi Implementasi Standarisasi Pendirian Condotel di Kota Denpasar Kesimpulan & Saran

19 25 Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat jelas terlihat pada pertumbuhan condotel di Kota Denpasar akhir-akhir ini sangatlah marak dan tentunya tidak bisa terlepas dari Peraturan Walikota Denpasar No.42 Tahun 2007.Baik yang mengatur tentang lokasi pendirian, bentuk dan bangunannya, maupun prasarana lingkungannya dan lain-lain.tentunya dibantu oleh indikator implementasi kebijakan untuk pengawasan, pengendalian dan pembinaan. Mencakup komunikasi antar pengawas kebijakan yang baik, lancar dan konsisten dan untuk mengetahui apa tujuan dan sasaran dari di buatnya suatu kebijakan dan sumber daya yang merupakan hal yang terpenting di dalam pengawasan, tanpa adanya sumberdaya suatu kebijakan atau peraturan hanya menjadi dokumen. Di dalam memilih sumberdaya disposisi merupakan karakteristik yang sangat diperlukan agar dapat terkumpul sumberdaya yang mendukung kebijakan yang telah dibuat dan memiliki komitmen maupun kejujuran.pentingnya struktur dari birokrasi untuk menjadi suatu pedoman dalam pelaksanaan pengawasan kebijakan agar para pengawas dapat mengetahui batasan-batasan yang mereka miliki.jika semua pengimplementasian kebijakan berjalan dengan baik maka dapat dikatakan berhasil, suatu kebijakan yang di buat dan diterapkan untuk menuju ke arah yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. Bali merupakan salah satu daerah pariwisata dengan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Bali merupakan salah satu daerah pariwisata dengan pertumbuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu daerah pariwisata dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Hal tersebut dapat dilihat dari keindahan alam yang dimiliki oleh Pulau Dewata,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Implementasi Kebijakan Publik a. Konsep Implementasi: Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

Lebih terperinci

Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota terhadap Standarisasi Pendirian Condominium Hotel di Kota Denpasar

Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota terhadap Standarisasi Pendirian Condominium Hotel di Kota Denpasar Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota terhadap Standarisasi Pendirian Condominium Hotel di Kota Denpasar 1) A.A Intan Drupadi, 2) Dewi Pascarani, 3) Eka Purnamaningsih Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal.

manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal. manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN UMUM

BAB II KETENTUAN UMUM BAB II KETENTUAN UMUM 2.1. Pengertian Umum Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Terdapat banyak definisi mengenai apa yang maksud dengan kebijakan publik dalam literatur-literatur politik. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak masalah sosial diantaranya pengangguran, kriminalitas, dan kekurangan bahan pangan bahkan gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. banyak masalah sosial diantaranya pengangguran, kriminalitas, dan kekurangan bahan pangan bahkan gizi buruk. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah yang dihadapi Kabupaten Bandung saat ini masih sangat kompleks, dimulai dari permasalahan di bidang ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan. Kendala utama

Lebih terperinci

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan Skala peta = 1: 100.000 Jangka waktu perencanaan = 20 tahun Fungsi : Menciptakan keserasian pembangunan kota inti dengan Kawasan Perkotaan sekitar

Lebih terperinci

DEfiNISI KEBIJAKAN PUBLIK

DEfiNISI KEBIJAKAN PUBLIK DEfiNISI KEBIJAKAN PUBLIK John Locke MENURUT PAKAR Francis Bacon Easton Pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam pengertian ini hanya pemerintah yang

Lebih terperinci

dalam penulisan ini khususnya properti.

dalam penulisan ini khususnya properti. 1 BAB I A. Latar Belakang Masalah Dalam berbagai bentuk usaha yang berkembang di Indonesia, tidak akan pernah terlepas dari campur tangan pemerintah, yang akan mengeluarkan semua keputusan berupa ijin,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hipotesis untuk membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, membuat

BAB II KAJIAN TEORI. hipotesis untuk membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, membuat BAB II KAJIAN TEORI Dalam bab ini, disajikan teori sebagai kerangka berpikir untuk menjawab rumusan masalah yang dirumuskan pada bab sebelumnya. Teori merupakan salah satu konsep dasar penelitian sosial.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi 2.1.1 Pengertian Evaluasi Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN Veteran Jawa Timur. Oleh :

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN Veteran Jawa Timur. Oleh : PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI DI KELURAHAN PETEMON KECAMATAN SAWAHAN KOTA SURABAYA (studi mengenai Pengelola Lingkungan) SKRIPSI Diajukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus daerahnya sendiri, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mengurus daerahnya sendiri, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah adalah wewenang pemerintah daerah dalam mengatur dan mengurus daerahnya sendiri, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Andirfa (2009), menyatakan

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Definisi Kebijakan Publik Dewasa ini, kebijakan publik menjadi suatu hal yang tidak asing lagi bahkan di kalangan masyarakat awam. Setiap saat

Lebih terperinci

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT BAB VIII KELEMBAGAAN DAN PERAN MASYARAKAT 8.1 KELEMBAGAAN Lembaga penataan ruang memegang peran krusial dalam proses penyelenggaraan penataan ruang. Proses penyelenggaraan penataan ruang memerlukan lembaga

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dalam penelitian ini, beberapa kesimpulan yang dapat ditarik. sebagaimana dijelaskan pada bagian pembahasan, yaitu :

BAB V PENUTUP. Dalam penelitian ini, beberapa kesimpulan yang dapat ditarik. sebagaimana dijelaskan pada bagian pembahasan, yaitu : 131 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dalam penelitian ini, beberapa kesimpulan yang dapat ditarik sebagaimana dijelaskan pada bagian pembahasan, yaitu : 1. Dalam Pengimplementasian kebijakan, pemerintah kota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Sebelum penelitian ini dilaksanakan, sudah terdapat penelitian yang dilakukan mengenai permasalahan tentang implementasi kebijakan alokasi dana desa. Dari beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Penafsiran para ahli administrasi publik terkait dengan definisi kebijakan publik, secara umum memberikan penafsiran

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian. 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor yang tidak dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan

I. PENDAHULUAN. mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang mengandung pengertian sebagai wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup

Lebih terperinci

[TUGAS AKHIR 38] CONDOTEL DI SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

[TUGAS AKHIR 38] CONDOTEL DI SEMARANG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini Kota Semarang merupakan salah satu kota yang sedang berkembang di bidang industri, perdagangan dan pariwisata, didukung dengan adanya Pelabuhan Tanjung Mas

Lebih terperinci

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tapin tahun 2013-2017 selaras dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

CONDOTEL DI KOTA SEMARANG

CONDOTEL DI KOTA SEMARANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ini Pemerintah Kota Semarang memiliki visi mewujudkan Kota Metropolitan Religius yang berbasis perdagangan dan jasa. Suatu tujuan yang definitife dan spesifik

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Pemerintah Kota Bandung, dalam hal ini Walikota Ridwan Kamil serta Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya, telah menunjukkan pentingnya inovasi dalam dalam program

Lebih terperinci

KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas

KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas I. Pendahuluan UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Bappeda Kota Bogor Berdasarkan tugas dan fungsi pelayanan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Menurunnya kualitas permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Palembang, sebagai ibukota Provinsi Sumatera Selatan saat ini menjadi salah satu kota tujuan di tanah air. Hal ini dikarenakan kondisi kota Palembang yang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar kota di Negara Indonesia tumbuh dan berkembang pada kawasan pesisir. Setiap fenomena kekotaan yang berkembang pada kawasan ini memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. dengan kependudukan di Indonesia. Berbagai permasalahan ini mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. dengan kependudukan di Indonesia. Berbagai permasalahan ini mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang jumlah penduduknya sangat besar. Sebagai negara kepulauan, penduduk Indonesia memiliki persebaran yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan proses desentralisasi, pembangunan sebagai konsekwensi dari pelaksanaan otonomi daerah. Kemampuan daerah baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota

Lebih terperinci

RENTAL OFFICE DI DEPOK

RENTAL OFFICE DI DEPOK LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RENTAL OFFICE DI DEPOK Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : Devy Renita Aninda L2B

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proses Pengambilan Keputusan mengungkapkan bahwa analisis didefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proses Pengambilan Keputusan mengungkapkan bahwa analisis didefinisikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kebijakan 2.1.1 Pengertian Analisis Bernadus Luankali dalam bukunya Analisis Kebijakan Publik dalam Proses Pengambilan Keputusan mengungkapkan bahwa analisis didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. mengakibatkan muculnya berbagai permasalahan-permasalahan kependudukan yang

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. mengakibatkan muculnya berbagai permasalahan-permasalahan kependudukan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang jumlah penduduknya sangat besar. Sebagai negara kepulauan, penduduk Indonesia memiliki persebaran yang

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Bab ini akan menjabarkan visi dan misi pembangunan di Kabupaten Malang selama 5 tahun mendatang (2016-2021). Hal ini sejalan dengan amanat di dalam pasal 263

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KOTA

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

Implementasi Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 tahun 2009 tentang Perizinan Mendirikan Bangunan di Kota Semarang

Implementasi Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 tahun 2009 tentang Perizinan Mendirikan Bangunan di Kota Semarang 1 Implementasi Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 tahun 2009 tentang Perizinan Mendirikan Bangunan di Kota Semarang Abraham Setyo Budhi, Sundarso, Aloysius Rengga Administrasi Publik, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika A. Permasalahan Adapun Permasalahan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Dengan memperhatikan kondisi, potensi, permasalahan, tantangan, peluang yang ada di Kota Bogor, dan mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG Untuk memberikan arahan pada pelaksanaan pembangunan daerah, maka daerah memiliki visi, misi serta prioritas yang terjabarkan dalam dokumen perencanaannya. Bagi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah

IV. GAMBARAN UMUM. Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah IV. GAMBARAN UMUM A. Implementasi Kebijakan Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Antara lain disebabkan adanya peluang kerja dari sektor industri dan perdagangan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komunitas mengubah ekosistem hutan atau lahan kering menjadi sawah adalah

I. PENDAHULUAN. komunitas mengubah ekosistem hutan atau lahan kering menjadi sawah adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkaji permasalahan tentang fungsi lahan sawah terkait erat dengan mengkaji masalah pangan, khususnya beras. Hal ini berpijak dari fakta bahwa suatu komunitas

Lebih terperinci

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Pada awal tahun 2013 Pemerintah Kabupaten Tangerang memasuki babak baru pembangunan daerah seiring terpilihnya kepala daerah baru. Dalam masa jabatannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintahan didalam suatu negara merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN I. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN DINAS PASAR KOTA MADIUN Isu-isu strategis berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian dan pembangunan di Indonesia yang didukung kegiatan di sektor industri sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang struktur dan infrastrukturnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Kebijakan Publik Kebijakan publik menurut Thomas Dye(1981:1) adalah apa pun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever governments

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Secara umum pada bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, manfaat, teknik perancangan, dan sistematika penulisan dalam perancangan Toko Modern

Lebih terperinci

BAB VI KEBIJAKAN UMUM

BAB VI KEBIJAKAN UMUM BAB VI KEBIJAKAN UMUM Visi sekaligus tujuan pembangunan jangka menengah Kota Semarang tahun 2005-2010 adalah SEMARANG KOTA METROPOLITAN YANG RELIGIUS BERBASIS PERDAGANGAN DAN JASA sebagai landasan bagi

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Balai Kota Denpasar di Lumintang 1

BAB I PENDAHULUAN. Balai Kota Denpasar di Lumintang 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini akan diuraikan pendahuluan dari pemilihan judul perancangan balai kota di Denpasar yang menjabarkan beberapa sub bab. Mulai dari latar belakang dari pemilihan judul, rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi,

BAB I PENGANTAR. Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi, BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bogor menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini berisikan mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini berisikan mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, akan dijelaskan secara singkat tentang jenis penelitian yang akan diteliti, mengapa, dan untuk apa penelitian ini dilakukan. Secara terinci bab ini berisikan mengenai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

Implementasi Kebijakan Program e-ktp di Kecamatan Ibu Kabupaten Halmahera Barat Oleh : Susi Stella Anggreni Frans

Implementasi Kebijakan Program e-ktp di Kecamatan Ibu Kabupaten Halmahera Barat Oleh : Susi Stella Anggreni Frans Implementasi Kebijakan Program e-ktp di Kecamatan Ibu Kabupaten Halmahera Barat Oleh : Susi Stella Anggreni Frans ABSTRAK Dalam menciptakan tertib administrasi, pemerintah melalui Kemendagri membuat kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN pada alinea ke empat yang dijadikan sebagai landasan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN pada alinea ke empat yang dijadikan sebagai landasan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara yang menerapkan konsep welfare state, sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pada alinea

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN APARTEMEN DI SEMARANG 1

BAB 1 PENDAHULUAN APARTEMEN DI SEMARANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semarang termasuk dalam sepuluh peringkat kota metropolitan terbesar di Indonesia dan merupakan ibu kota Jawa Tengah yang didominasi oleh bangunan- bangunan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya alih fungsi ruang hijau menjadi ruang terbangun, merupakan sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua Kabupaten Kota di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan bahwa, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan

Lebih terperinci

Penyelenggaraan Kewenangan dalam Konteks Otonomi Daerah

Penyelenggaraan Kewenangan dalam Konteks Otonomi Daerah Deddy Supriady Bratakusumah * Penyelenggaraan Kewenangan dalam Konteks Otonomi Daerah I. Pendahuluan Sejak beberapa dekade yang lalu beberapa negara telah dan sedang melakukan desentralisasi, motivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Analisis Kebijakan 2.1.1 Analisis Analisis mempunyai banyak arti jika dipandang adri beberapa sudut pandang yang berbeda-beda. Salah satunya Analisis dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan

5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan 5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan TUJUAN SASARAN STRATEGIS TARGET KET URAIAN INDIKATOR TUJUAN TARGET TUJUAN URAIAN INDIKATOR KINERJA 2014 2015 2016 2017 2018 1 2 3 4 6 7 8 9 10 13 Mendukung Ketahanan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI BALI TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI BALI TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG BERWAWASAN BUDAYA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG BERWAWASAN BUDAYA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG BERWAWASAN BUDAYA 2.1 Pengertian Bangunan Gedung Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung Dewasa ini fungsi bangunan gedung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor B A B BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bangsa Indonesia menghadapi situasi yang selalu berubah dengan cepat, tidak terduga dan saling terkait satu sama lainnya. Perubahan yang terjadi di dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN INDUSTRI KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN INDUSTRI KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN INDUSTRI KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menjelaskan bahwa visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1 APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH Budiman Arif 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta Selatan merupakan bagian dari wilayah Ibu Kota Indonesia yang terus berkembang dan semakin maju. Wilayah Jakarta Selatan diperuntukkan sebagai daerah

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh: MELANIA DAMAR IRIYANTI L2D

TUGAS AKHIR. Oleh: MELANIA DAMAR IRIYANTI L2D PENILAIAN KUALITAS LINGKUNGAN PERUMAHAN BERDASARKAN PEDOMAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM BANGUN PRAJA (Studi Kasus: Kawasan di Sekitar Kampus UNDIP Tembalang) TUGAS AKHIR Oleh: MELANIA DAMAR IRIYANTI

Lebih terperinci

BAB 4 VISI DAN MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATGEI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 4 VISI DAN MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATGEI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB 4 VISI DAN MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATGEI DAN ARAH KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi BPTPM Kota Serang Dengan semangat otonomi daerah serta memperhatikan tugas dan fungsi yang diemban oleh Badan Pelayanan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. implementasi kebijakan pengelolaan air limbah domestik di Kota Yogyakarta,

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. implementasi kebijakan pengelolaan air limbah domestik di Kota Yogyakarta, BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai implementasi kebijakan pengelolaan air limbah domestik di Kota Yogyakarta, maka dapat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan penelitian pada bab sebelumnya, maka dalam bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan yang pada dasarnya merupakan jawaban

Lebih terperinci

STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG

STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan

Lebih terperinci

LKIP BPMPT 2016 B A B I PENDAHULUAN

LKIP BPMPT 2016 B A B I PENDAHULUAN B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penilaian dan pelaporan kinerja pemerintah daerah menjadi salah satu kunci untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis, transparan, akuntabel, efisien

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Standar Pelayanan Minimal (SPM) Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah

Lebih terperinci