BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Siska Pranoto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Sebelum penelitian ini dilaksanakan, sudah terdapat penelitian yang dilakukan mengenai permasalahan tentang implementasi kebijakan alokasi dana desa. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, berikut ini akan dicantumkan beberapa penelitian yang dapat menjadi referensi bagi usulan penelitian ini yang dilakukan oleh Elkana Goro Leba (2013), dengan penelitian yang berjudul Pengelolaan Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat di Desa Manulai I, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang. Penelitian ini menggunakan konsep desentralisasi dan otonomi daerah dalam penerapan otonomi desa untuk pengelolaan alokasi dana desa. Penelitian lainnya dilakukan oleh Virgie Delawillia Kharisma, Anwar, dan Supranoto (2013), dengan jurnal yang berjudul Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Alokasi Dana Desa. Jurnal ini mencoba menganalisis tentang implementasi kebijakan alokasi dana desa yang difokuskan pada pembangunan fisik yaitu pembangunan sarana dan prasarana pemerintahan desa, serta pembangunan sarana dan prasarana perhubungan. Kedua penelitian tersebut merupakan peneliatan yang menggunakan metode kualitatif. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Nurliana (2013), dengan jurnal yang berjudul Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Pembangunan Fisik Di Desa Sukomulyo Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara.
2 10 Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dimana penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menggambarkan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam pembangunan fisik di Desa Sukomulyo Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara. Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Ni Putu Mulya Resdiyanti (2014) dengan penelitian yang berjudul Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa Dalam Pengelolaan Potensi Desa di Desa Kutuh Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa diadakannya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan Alokasi Dana Desa dalam pengelolaan Potensi yang dimiliki oleh Desa Kutuh pada tahun Dalam penelitian ini penulis menggungakan metode deskriptif kualitatif sebagai metode pennelitiannya. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti berupaya mendeskripsikan secara sistematis mengenai implementasi kebijakan Alokasi Dana Desa dalam pengelolaan potensi desa. hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa implementasi kebijakan Alokasi Dana Desa dalam pengelolaan potensi desa di Desa Kutuh sudah berjalan dengan baik, namun sering terjadi keterlambatan terhadap penyaluran ADD sehingga menghambat pemerintah desa dalam pelaksanaan program kerja yang telah dibuat. Dari beberapa penelitian diatas terdapat beberapa kesamaan dengan penelitian yang dilakukan, yaitu pada tema penelitian yang menyangkut tentang implementasi Alokasi Dana Desa. Kesamaan yang lainnya juga terdapat pada metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif. Namun dalam penelitian ini juga terdapat perbedaan dengan beberapa penelitian di atas yang
3 11 telah dilakukan sebelumnya yaitu pada tahun dilaksanakannya penelititan dan lokasi tempat dilaksanakannya penelitian, dimana pada penelitian kali ini penulis mengadakan penelitian di Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali yang memiliki kondisi desa yang berbeda. 2.2 Kerangka Konseptual Konsep Desa Desa merupakan unit Pemerintahan yang berada pada level paling bawah, dimana Desa merupakan unit Pemerintahan yang bersentuhan dan berhubungan langsung dengan masyarakat dan bertugas untuk menjalankan Pemerintahan Desa. Keberadaan Desa diakui oleh Pemerintah dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Soenarjo dalam Nurcholis (2011; 4) desa adalah suatu kesatuan masyarakat berdasarkan adat dan hukum adat yang menetap dalam suatu wilayah yang tertentu batas-batasnya; memiliki ikatan lahir dan batin yang sangat kuat, baik karena seketurunan maupun karena sama-sama memiliki kepentingan politik, ekonomi, sosial dan keamanan; memiliki susunan pengurus yang dipilih bersama; memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri.
4 12 Menurut Beratha dalam Nurcholis (2011; 4) desa atau dengan nama aslinya yang setingkat merupakan kesatuan masyarakat hukum berdasarkan susunan asli adalah suatu badan hukum dan adalah pula Badan Pemerintahan, yang merupakan bagian wilayah kecamatan atau wilayah yang melingkunginya. Desa adalah suatu wilayah yang memiliki batas-batas tertentu yang ditempati oleh sejumlah orang yang disebut masyarakat yang memiliki satu kesatuan dan adat istiadat yang hidup saling mengenal dan bergotong-royong. Masyarakat desa sebagian besar mencari nafkah dengan bekerja sebagai petani atau nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Desa ditempati oleh masyarakat yang saling mengenal yang didasari oleh hubungan kekerabatan, kepentingan politik, sosial, ekonomi dan keamanan yang menjadikannya sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berdasarkan pada adat istiadat, sehingga akan terwujut ikatan lahir batin diantara warga masyarakat Otonomi Desa Di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkann bahwa desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan diberikannya kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, artiya desa tersebut memiliki otonomi untuk memmbuat kebijakan yang mengatur dan berwenang untuk membuat aturan pelaksanaan.
5 13 Namun otonomi yang dimiliki oleh desa merupakan otonomi yang berdasarkan asal-usul dan adat istiadat. Artinya otonomi desa bukan merupakan akibat dari peraturan perundang-undangan, melainkan berasal dari asal-usul dan adat istiadat desa yang dikembangkan, dipelihara, dan digunakan oleh masyarakat desa dari dulu hingga sekarang. Menurut Nurcholis (2011: 65-66) terdapat empat tipe desa di Indonesia yaitu: 1. Desa Adat (self-governing community) merupakan bentuk desa asli dan tertua di Indonesia yang mengatur dan mengelola dirinya sendiri dengan kekayaan yang dimiliki tanpa campur tangan negara. Desa adat tidak menjalankan tugas administratif yang diberikan oleh negara. Contoh desa adat adalah Desa Pekraman di Bali. 2. Desa Administrasi (local state government) merupakan satuan wilayah administrasi, yaitu satuan pemerintahan terendah untuk memberikan pelayanan administrasi dari pemerintah pusat. Desa administrasi dibentuk oleh negara dan merupakan kepanjangan negara untuk menjalankan tugastugas administrasi yang diberikan negara. Desa administrasi secara substansial tidak mempunyai otonomi dan demokrasi. 3. Desa Otonom sebagai local self-government merupakan desa yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dengan undang-undang yang memiliki kewenangan yang jelas karena diatur dalam undang-undang pembentukannnya, sehingga desa otonom memiliki kewenangan penuh mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri.
6 14 4. Desa Campuran (adat dan semiotonom), merupakan tipe desa yang mempunyai kewenangan campuran antara otonomi asli dan semi otonomi formal. Disebut campuran antara otonomi aslinya diakui oleh undangundang dan juga diberi penyerahan kewenangan dari kabupaten/kota. Disebut semiotonom karena model penyerahan urusan pemerintahan dari daerah otonom kepada satuan pemerintahan di bawahnya ini tidak dikenal dalam teori desentralisasi. Menurut teori desentralisasi atau otonomi daerah, penyerahan urusan pemerintahan hanya dari pemerintah pusat. Desa di bawah UU No. 22/1999 dan UU No. 32/2004 adalah tipe desa campuran semacam ini. Bali merupakan wilayah yang terdiri dari Desa Adat dan Desa Dinas (Desa Otonom). Desa Dalung juga termasuk kedalam desa yang berorientasi kepada Desa Adat dan Desa Dinas atau Perbekel (Desa Otonom) yang berada pada satu wilayah yang memiliki kewajiban yang berbeda seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sehingga Desa Dinas Dalung atau disebut juga Perbekel Desa Dalung merupakan pemerintahan yang memiliki kewenangan untuk mengatur, mengurus, mengelola dan bertanggungjawab terhadap Alokasi Dana Desa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan mitra Kepala Desa dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Anggota BPD merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis. Jumlah anggota BPD paling sedikit lima orang dan paling banyak sembilan orang, dengan memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk,
7 15 dan kemampuan keuangan Desa. Peresmian BPD ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota. Masa kerja BDP selama 6 tahun dan dapat dipilih kembali selama 3 kali secara berturut-turut. Menurut PP. No. 72 Tahun 2005 pasal 1, Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama dengan Kepala Desa. Kepala Desa bersama dengan BPD membentuk peraturan Desa dengan tujuan untuk penyelenggaraan Pemerintahan Desa dimana peraturan Desa merupakan check balances bagi Pemerintah Desa dan BPD. Dalam penyusunan Peraturan Desa harus didasarkan pada kebutuhan dan kondisi Desa setempat, mengacu kepada peraturan perundang-undangan Desa, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi, serta tidak boleh merugikan kepentingan umum. Karena merupakan produk politik, maka peraturan Desa harus disusun secara demokratis dan partisipatif sehingga masyarakat berhak memberikan masukan lisan maupun tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Peraturan Desa. Selanjutnya Peraturan Desa yang telah selesai dibuat akan dilaksanakan oleh Kepala Desa, sementara BPD selaku mitra Kepala Desa berhak mengawasi dan mengevaluasi hasil pelaksanaan peraturan Desa tersebut. Masyarakat selaku penerima manfaat juga berhak melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan Peraturan Desa Keuangan Desa Keuangan desa adalah hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut.
8 16 Keuangan desa berasal dari pendapatan asli desa, APBD, dan APBN. Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari APBDes, bantuan pemerintah pusat, dan bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintah pusat yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari APBN. Dikutip dari Nurcholis (2011; 82) pendapatan desa bersumber dari: 1. Pendapatan asli desa yang berasal dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong-royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah; 2. Bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk desa dari retribusi kabupaten/kota yang sebagian diperuntukan bagi desa; 3. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang dibagi ke setiap desa secara proposional yang merupakan alokasi dana desa; 4. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan; 5. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat Alokasi Dana Desa (ADD) Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Desa untuk mendanai kebutuhan Desa dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan dan pelaksanaan
9 17 pembangunan serta pelayanan masyarakat. Alokasi Dana Desa diperoleh dari dana perimbangan APBN yang diterima oleh Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 10%. Rumus yang digunakan dalam Alokasi Dana Desa adalah: 1. Asas Merata, yaitu besarnya bagian alokasi dana desa yang sama untuk setiap desa, yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM); 2. Asas Adil, yaitu besarnya bagian alokasi dana desa berdasarkan Nilai Bobot Desa (BDx) yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu (misalnya kemiskinan, keterjangkauan, pendidikan dasar, kesehatan, dll), selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Proposional (ADDP). Besarnya prosentase perbandingan antara asas merata dan adil adalah besarnya ADDM adalah 60% (enampuluh persen) dari jumlah ADD dan besarnya ADDP adalah 40% (empatpuluh persen) dari jumlah ADD. Pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) yang merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonomi Desa agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari Desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, partisipatif, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan mayarakat. Untuk memaksimalkan pengelolaan ADD yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten kepada Desa, maka ADD memiliki tujuan antara lain (Hanif Nurcholis, 2011; 89): 1. Menaggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan; 2. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat Desa dan pemberdayaan masyarakat; 3. Meningkatkan pembangunan infrastruktur Desa;
10 18 4. Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial; 5. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat; 6. Meningkatkan pelayanan pada masyarakat Desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat; 7. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong-royong masyarakat; 8. Meningkatkan pendapatan Desa dan masyarakat Desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) Konsep Implementasi Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaaan sudah dianggap sempurna. Berikut ini adalah pengertian tentang implentasi menurut para ahli. Menurut Nurdin Usman (Usman, 2002: 70) dalam bukunya yang berjudul Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau pelaksanaan. Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem, implemantasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.
11 19 Menurut Hanifah (Harsono, 2002: 67) dalam bukunya yang berjudul Implementasi Kebijakan dan Politik mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: Implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan kegiatan menjadi tindakan kebijakan dari politik kedalam administrasi. Pengembangan suatu kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program. Menurut Guntur Setiawan (Setiawan, 2004: 39) dalam bukunya yang berjudul Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan mengemukakan pendapatnya sebagai berikut Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif. Sedangkan menurut Van Meter dan Van Hom dalam Wahab (2014: 135) merumuskan proses implementasi sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individual maupun pejabat-pejabat atau kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan oleh individu maupun pejabat pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu yang di dalamnya terkadang berisi muatan politik. Dalam studi kebijakan publik terdapat beberapa model implementasi kebijakan publik yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mencapai keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Salah satu model implementasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model implementasi kebijakan yang
12 20 dijelaskan oleh George C. Edward III yang akan digunakan oleh penulis untuk menganalisis implementasi kebijakan Alokasi Dana Desa di Desa Dalung. Dalam Agustino (2012: ) dijelaskan bahwa model implementasi kebijakan yang memiliki perspektif top down dikembangkan oleh George C. Edwards III. Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu: 1. Komunikasi Komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan telah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan apabila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus ditransmisikan atau dikomunikasikan kepada bagian personalia yang tepat. Selain itu, kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan konsisten. Komunikasi diperlukan agar para pembuat keputusan dan para implementor menjadi semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat. Terdapat tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilah komunikasi a. Transmisi Trasmisi meupakan penyaluran komunikasi. Dimana komunikasi yang baik dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Sering kali terjadi dalam penyaluran komunikasi adanya salah pengertian yang disebab kan
13 21 karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan bisa tersampaikan mengalami terdistorsi di tengah jalan. b. Kejelasan Komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (street-levelbureuacrats) harus jelas dan tidak membingungkan (tidak ambigu). Ketidak jelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi. Pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan. c. Konsistensi Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu kebijakan haruslah konsisten dan jelas untuk diterapkan dan dijalankan. Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi para pelaksana di lapangan. 2. Sumberdaya Sumberdaya merupakan faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanankan suatu implementasi kebijakan, maka implementasi tersebut tidak akan berjalan secara efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yaitu kompetensi implementor, dan sumberdaya finansial. Sumberdaya tersebut terdiri dari beberapa elemen, yaitu:
14 22 a. Staf Staf merupakan sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun kurang berkompeten dibidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak cukup, tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri. b. Informasi Dalam implementasi suatu kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk, yaitu: pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk malakukan tindakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksanan terhadap peraturan dan regulasi pemerintah telah ditetapkan. Implementor harus mengetahui apakah orang lain yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum. c. Wewenang Pada umumnya wewenang harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Tetapi, dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersebut ada, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Efektivitas kewenangan diperlukan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan, tetapi disisi lain efektivitas akan menyurut
15 23 manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingan kelompoknya. d. Fasilitas Fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti yang harus dilakukannya dan memiliki wewenang untuk melaksanakan tugasnya. Tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak berhasil. 3. Disposisi Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka kebijakan akan dapat berjalan dengan baik dan efektif sesuai apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Beberapa hal yang perlu dicermati dalam variabel disposisi yaitu: a. Pengangkatan birokrasi Disposisi atau sikap para pelaksana dapat menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginakan oleh pejabat-pejabat tinggi. Oleh karena itu, pemilihan dan pengangkatann personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan lebih khusus lagi pada kepentingan masyarakat. b. Insentif Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan
16 24 memenipulasi insentif. Oleh karena itu pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka manipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin dapat menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi. 4. Struktur Birokrasi Struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang paling penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP) yang menjadi pedoman bagi setiap pemangku kebijakan dalam berindak. Model implementasi kebijakan George C. Edwards III digunakan dalam penelitian ini karena model ini dapat digunakan secara menyeluruh dengan bahasa yang mudah dipahami, sehingga penulis lebih mudah untuk memahami faktorfaktor penentu keberhasilan implementasi kebijakan publik. Untuk mengetahui keberhasilan implementasi kebijakan Alokasi Dana Desa di Desa Dalung, maka keempat faktor tersebut dapat menjadi: 1. Komunikasi yang dimaksudkan adalah komunikasi antara pemerintah desa dan pemerintah kecamatan, kabupaten/kota maupun komunikasi yang terkait dengan penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Dalung.
17 25 2. Sumberdaya yang dimaksudkan adalah sumberdaya fisik dan non-fisik yang terkait dengan pelaksanaan implementasi kebijakan Alokasi Dana Desa di Desa Dalung. 3. Disposisi merupakan sikap yang ditunjukan oleh pemerintah desa yaitu prebekel dan perangkat desa dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Dalung. 4. Struktur birokrasi yang dimaksudkan adalah organisasi-organisasi yang terdapat di dalam Pemerintahan Desa Dalung yang terkait dalam pelaksanaan dan pengeloaan Alokasi Dana Desa yang nantinya dapat memutuskan kebijakan yang berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi Alokasi Dana Desa di Desa Dalung Kebijakan Publik Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak yang berdasarkan pada prinsip-prinsip tertentu yang bermuara pada keputusan tentang alternatif yang terbaik. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Dalam bahasa Inggris kebijakan sering disebut dengan istilah policy. Menurut Thomas R. Dye dalam Pasolong (2013: 39) mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Dye mengatakan bahwa bila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuannya (objektifnya) dan kebijakan publik itu meliputi semua tindakan pemerintah, jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja.
18 26 Menurut William N. Dunn dalam Pasolong (2013: 39) kebijakan publik adalah suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain-lain. Kemudian menurut Chandler dan Plano Pasolong (2013: 38), mengatakan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah publik atau pemerintah. Bahkan mereka beranggapan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk investasi yang kontinu oleh pemerintah demi kepentingan orang-orang yang tidak berdaya dalam masyarakat agar mereka dapat hidup dan ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. Sedangkan menurut James E. Anderson dalam Subarsono (2011: 2) mendefinisikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badanbadan dan aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah. Sehingga dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah suatu keputusan atau tindakan nyata dari pemerintah yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah sebagai hasil dari keputusan politik yang merupakan alat untuk melaksanakan tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu Alokasi Dana Desa yang diberikan oleh pemerintah pusat merupakan suatu keputusan dan tindakan nyata pemerintah terhadap suatu permasalahan yang pada akhirnya menjadi sebuah kebijakan yang telah melalui tahapan pembentukannya yang memiliki tujuan untuk meningkatkan pembangunan desa.
19 27 Kebijakan publik seperti yang telah dijelaskan terbentuk melalui beberapa tahapan. Menurut Michael Howlet dan M. Ramesh dalam Subarsono (2011: 13-14) menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan sebagai berikut: 1. Penyusunan agenda (agenda setting), yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah. 2. Formulasi kebijakan (policy formulation), yakni proses perumusan pilihanpilihan kebijakan oleh pemerintah. 3. Pembuatan kebijakan (decision making), yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan. 4. Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil. 5. Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yakni proses untuk memonitor dan menilai hasil atau kinerja kebijakan. Kebijakan publik termasuk kedalam ruang lingkup administrasi publik karena administrasi publik merupakan suatu ilmu sosial yang mempelajari tiga elemen penting dalam kehidupan bernegara yang meliputi lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta hal-hal yang berkaitan dengan urusan publik yang meliputi kebijakan publik, manajemen publik, administrasi pembangunan, tujuan negara, dan etika yang mengatur tentang penyelenggaraan negara. Dalam Pasolong (2013: 19-20) Nicholas Henry menyatakan bahwa ruang lingkup administrasi publik dapat dilihat dari topik-topik yang dibahas selain perkembangan ilmu administrasi publik itu sendiri, antara lain:
20 28 1. Organisasi publik, pada prinsipnya berkenaan dengan model-model organisasi dan perilaku birokrasi. 2. Manajemen publik, yaitu berkenaan dengan sistem dan ilmu manajemen, evaluasi program dan produktivitas, anggaran publik dan manajemen sumber daya manusia. 3. Implementasi yaitu menyangkut pendekatan terhadap kebijakan publik dan implementasinya, privatisasi, administrasi antar pemerintahan, dan etika birokrasi. Oleh karena itu, letak kebijakan publik di dalam ranah administrasi publik terutama pada proses kebijakan publik yang menyangkut analisis kebijakan, pengesahan kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan.
21 Kerangka Pemikiran UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Desa Dalung merupakan salah satu desa di Kabupaten Badung dengan penerimaan Alokasi Dana Desa (ADD) yang cukup besar Bagaimana implementasi kebijakan terhadap pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Dalung Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004? Untuk mengetahui implementasi kebijakan dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Dalung Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun Komunikasi Model George C. Edwards IIIdigunakan untuk menganalisis Implementasi kebijakan publik Pengaruh Perbekel, SDM dan kinerja Perangkat Desa, sarana dan prasarana yang menunjang implementasi kebijakan dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Dalung Sumberdaya Disposisi Struktur Birokrasi Deskriptif Kualitatif Keberhasilan implementasi kebijakan dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Dalung
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara terlebih dahulu. Menurut Prof. Dr. Mr.S. Prajudi Atmosudirdjo dalam
31 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Administrasi Negara Untuk mempermudah pemahaman mengenai teori yang diambil oleh peneliti, dibawah ini peneliti akan mengemukakan pengertian Administrasi Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan, maupun kemasyarakatan maupun tugas-tugas pembantuan yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat
Lebih terperinciB U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,
B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, 2 Menimbang : a. bahwa salah satu sumber pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Desa secara yuridis formal diakui dalam Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberadaan Desa secara yuridis formal diakui dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 737 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA PERIMBANGAN DESA DI KABUPATEN SERANG BUPATI SERANG, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 11 Tahun 2007 Seri E Nomor 11 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2007
1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Nomor 11 Tahun 2007 Seri E Nomor 11 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinci11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 4/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 04 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA
11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 4/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 04 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang
Lebih terperinciWALIKOTA TIDORE KEPULAUAN
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA DESA DAN ALOKASI ANGGARAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan desa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 737 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA PERIMBANGAN DESA DI KABUPATEN SERANG BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG
BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG RUMUSAN DAN PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 1 TAHUN 2008 Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 8, 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN MURUNG RAYA
PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung pelaksanaan pembangunan desa menuju
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan desa secara yuridis formal diakui dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG SALINAN NOMOR : 2 TAHUN 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA PERIMBANGAN DESA DI KABUPATEN BANDUNG BUPATI BANDUNG,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,
PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan Pemerintahan, pelaksanaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN 2006 NOMOR : 9 SERI : E.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN 2006 NOMOR : 9 SERI : E.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN ALOKASI DANA PERIMBANGAN DESA DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2007 No. 22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA PERIMBANGAN DESA DI KABUPATEN OGAN KOMERING
Lebih terperinciBUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI DANA DESA
BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH LAUT, Menimban g :
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA, PERIMBANGAN KEUANGAN KABUPATEN DAN DESA, DAN ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG DANA BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI DESA DAN ALOKASI DANA DESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG DANA BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI DESA DAN ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Desa atau dengan nama lain suatu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah bertempat tinggal dalam suatu lingkungan terntentu dan memiliki
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 22 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 22 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 67 77 Peraturan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN, PENGGUNAAN DAN PENETAPAN RINCIAN ALOKASI DANA DESA SETIAP DESA DI KABUPATEN KARO TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciBUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 11 TAHUN 2017
BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN, PENGGUNAAN DAN PENETAPAN RINCIAN ALOKASI DANA DESA, BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Pemerintahan Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 26 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 26 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung penyelenggaraan Pemerintahan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2010
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DANA DESA DAN ALOKASI ANGGARAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian terkecil dari struktur pemerintahan yang ada di dalam struktur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kesatuan yang berbentuk Republik terdiri dari beberapa wilayah (daerah) provinsi, kabupaten/kota, di bawah kabupaten/kota terdiri
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciBAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 26
BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 26 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan atau Keputusan Bupati. Pasal 27 Peraturan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan pelayanan dasar masyarakat dan
Lebih terperinciBUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG
BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 14 TAHUN 2018 TENTANG
BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 14 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN, PENGGUNAAN DAN PENETAPAN RINCIAN ALOKASI DANA DESA, BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 4 TAHUN 2008
Bagian Hukum Setda Bima PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 4 TAHUN 2008 Sumber Pendapatan Desa Pemerintah Kabupaten Bima 2008 1 PEMERINTAH KABUPATEN BIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 4 TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdampak pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dari pemerintah pusat kepada
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,
BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 28 dan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan Desa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 5 TAHUN 2007 Menimbang : TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, a. bahwa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 3 TAHUN 2007 SERI E NOMOR 02
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 3 TAHUN 2007 SERI E NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA (ADD) DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA (ADD) DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciMEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *
MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM * DPR-RI dan Pemerintah telah menyetujui RUU Desa menjadi Undang- Undang dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 18 Desember
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2008
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH LAUT, Menimbang : a.
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERIMBANGAN KEUANGAN KABUPATEN DAN DESA
BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERIMBANGAN KEUANGAN KABUPATEN DAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pemerataan pembangunan di masyarakat, pemerintah telah menetapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk meningkatkan aspek demokrasi, partisipasi rakyat, keadilan, dan pemerataan pembangunan di masyarakat, pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, Menimbang : a. bahwa pengelolaan keuangan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGETAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciBUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA
BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANGANDARAN, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG RUMUSAN DAN PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN SITUBONDO
BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG RUMUSAN DAN PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1979 bercorak sentralistik. Dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 32 Tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah secara normatif mengatur juga tentang desa sebagai unit organisasi pemerintah terendah, yang sebelumnya pada UU No.
Lebih terperinciBUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,
BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 68
Lebih terperinciKABUPATEN BUTON UTARA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR : 10 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR: 10 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA PERIMBANGAN DESA KABUPATEN BUTON UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN VANG
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berkembang yang sedang giat melaksanakan pembangunan. Di mana pembangunan Nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan sesuatu masyarakat
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD 35 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI KEPULAUAN MERANTI
[ BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 16 TAHUN 20112011 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN MERANTI, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciBUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA
BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2012
BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA SEBAGAIMANA TELAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
Lebih terperinciBUPATI LAMPUNG TIMUR PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI LAMPUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2017 TENTANG
BUPATI LAMPUNG TIMUR PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI LAMPUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA ( ADD ) KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN 2017 BUPATI LAMPUNG TIMUR, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO
PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciBUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN JEMBER TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 72 Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberadaan desa secara hukum diakui dalam Undang-Undang Nomor 32
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan desa secara hukum diakui dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA, SUMBER PENDAPATAN DESA, KERJA SAMA DESA, LEMBAGA ADAT, LEMBAGA KEMASAYARATAN DAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN
NOMOR 16 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ASAHAN, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya diatur dalam undangundang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia merupakan negara yang menganut asas desentralisasi dan dalam pemerintahan memberikan otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui bahwasannya desa secara formal diakui dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN GRESIK
- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK, Menimbang : a. bahwa dalam rangka percepatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tidaklah mudah untuk mewujudkan tujuan pembangunan tersebut, melainkan
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan amanat Undang-Undang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 21 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU
PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 21 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU Menimbang : a. bahwa Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan sumber pembiayaan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 4 TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
SALINAN BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG
PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 12 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA PERIMBANGAN KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KEPADA DESA DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa alokasi Dana
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU
SALINAN BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBAGIAN DAN PENETAPAN RINCIAN ALOKASI DANA DESA SETIAP DESA KABUPATEN BINTAN TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam upaya mewujudkan
Lebih terperinciPELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM
PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM Oleh: Donny Setiawan * Pada era demokratisasi sebagaimana tengah berjalan di negeri ini, masyarakat memiliki peran cukup sentral untuk menentukan
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG PENGALOKASIAN ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DESA
SALINAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,
PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA ALOKASI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa dalam rangka peningkatan
Lebih terperinciWALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN KABUPATEN DAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,
BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN KABUPATEN DAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa memperhatikan Pasal
Lebih terperinci