BAB I PENDAHULUAN. Silang pendapat mengenai proses pengadaan barang dan jasa di. lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), khususnya BUMN berbentuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Silang pendapat mengenai proses pengadaan barang dan jasa di. lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), khususnya BUMN berbentuk"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Silang pendapat mengenai proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), khususnya BUMN berbentuk PT. Persero belakangan ini menguat kembali seiring dengan dikeluarkannya Surat Edaran (SE) Menteri BUMN No. S.298/S.MBU/2007 tanggal 25 Juni 2007 yang ditujukan kepada seluruh jajaran direksi, dewan komisaris dan dewan pengawas BUMN yang pada dasarnya menyatakan bahwa tata cara pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN tidak tunduk pada ketentuan Keputusan Presiden (Keppres) No. 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan/atau Jasa BUMN yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) No. 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah. Sejumlah kalangan menilai bahwa SE Menteri BUMN tersebut keliru dan menyimpang dari ketentuan umum pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah sebagaimana diatur dalam Keppres No.80 Tahun Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) sebagaimana diberitakan dalam Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) menyimpulkan bahwa SE Menteri BUMN No. S.298/S.MBU/2007 bertentangan dengan Keppres No. 80 Tahun Tata cara pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan BUMN tetap harus mengacu kepada Keppres No. 80 Tahun 2003 tersebut. Kesimpulan ini didasarkan pada pandangan bahwa modal BUMN baik sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara

2 yang dipisahkan yaitu dari APBN. Penyertaan Negara ini menjadi modal bagi BUMN untuk melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa yang merupakan salah satu maksud dan tujuan pendirian BUMN. Artinya baik secara langsung atau tidak, kegiatan pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh BUMN harus tunduk dan terikat pada Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang pengadaan barang/jasa. 1 Arya Bima, anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) menyatakan bahwa SE Menteri BUMN No. S.298/S.MBU/2007 tersebut merupakan langkah mundur terhadap penegakan good corporate governance (GCG) atas BUMN. Lebih lanjut dijelaskan : Dengan Surat Edaran Menneg BUMN ini, ada empat kekeliruan yang dilakukan pemerintah, kementerian BUMN khususnya. Pertama, keliru persepsi bahwa Keppres itu terlalu bertele-tele atau rumit untuk dilaksanakan BUMN. Persepsi ini tak benar, karena Keppres itu juga menyediakan opsi-opsi seperti penunjukkan langsung, yang dapat dilakukan BUMN dalam kondisi tertentu seperti darurat maupun bencana alam. Bahkan, instansi pemerintah pun dapat melakukannya. Ini misalnya dilakukan pemerintah dalam kasus pengadaan bantuan benih padi untuk petani pada tahun lalu. Hanya saja waktu itu tak ada aparat pemerintah daerah yang berani melakukan kebijakan penunjukkan langsung tersebut. Kedua, Surat Edaran Menneg BUMN ini cacat prosedur. Kenapa? Karena ia membatalkan atau menghapuskan ketentuan peraturan yang levelnya berada di atasnya, yakni mengamandemen Keppres dengan Surat Edaran. Seharusnya, suatu ketentuan atau peraturan hanya dapat dibatalkan atau dikoreksi dengan peraturan yang selevel atau setingkat di atasnya, bukan di bawahnya. Ketiga, karena menghapuskan kewajiban pengadaan barang dan jasa melalui tender seperti tercakup Keppres 80/2003 yang merupakan implementasi asas transparansi dan akuntabilitas, maka Surat Edaran Menneg BUMN ini juga bertentangan dengan UU No.19/2003 tentang BUMN. Sebab dalam Pasal 5 ayat (3) dan 6 ayat (3) UU ini dicantumkan secara tegas kewajiban bagi seluruh komisaris, dewan pengawas, dan direksi BUMN untuk menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran yang merupakan derivasi dari sistem good corporate governance. Keempat, Surat Edaran Menneg 1 hal.5 diakses pada tanggal 16 Februari 2010

3 BUMN ini merupakan langkah mundur dari semangat dan amanat reformasi, khususnya terkait agenda penegakkan rezim pemerintahan yang bersih dari KKN. Sebab dengan meniadakan ketentuan wajib tender dalam proses pengadaan barang dan jasa itu, sama saja pemerintah membuka kembali peluang transaksi yang tidak transparan, kolutif, dan koruptif di lingkungan BUMN. 2 Menanggapi silang pendapat tersebut, Menteri BUMN RI kemudian meningkatkan SE tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara. Pada dasarnya Permeneg BUMN ini juga menegaskan bahwa proses pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan BUMN ditetapkan sendiri oleh Direksi BUMN dengan berpedoman pada pedoman umum pengadaan barang dan jasa yang ditetapkan Menteri BUMN. Dengan demikian tata cara pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN tidak tunduk sepenuhnya kepada Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan/atau Jasa Pemerintah. 3 Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-05/MBU/2008 pun mendapatkan sejumlah tanggapan ketidak setujuan dari sejumlah kalangan. Secara umum dikatakan bahwa Permeneg BUMN tersebut membuka peluang yang cukup besar terjadi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN, karena Permeneg tersebut memungkinkan terjadinya penunjukan langsung pada seluruh proses pengadaan barang dan/atau 2 Lebih lanjut dapat dibaca dalam diakses terakhir pada tanggal 17 Februari Perhatikan Konsideran Bagian Menimbang Huruf b Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara

4 jasa di lingkungan BUMN. 4 Lebih lanjut dikatakan pula bahwa Permeneg BUMN tersebut bertentangan dengan asas transparansi dan akuntabilitas yang menjadi bagian dari kewajiban BUMN melalui penerapan GCG. 5 Keputusan tentang pengadaan barang di lingkungan BUMN yang tidak perlu melalui tender merupakan langkah mundur sekaligus membuka lebar berbagai penyimpangan dan pemborosan. Sangat ironis dan kurang rasional jika Meneg BUMN menganggap bahwa Kepres No 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah itu dinilai sangat rumit untuk dijalankan oleh pihak BUMN. Pasalnya, jika dikaji secara ilmiah berbagai ketentuan dalam Keppres itu masih fleksibel, longgar dan sesuai dengan international best practices. 6 Lebih lanjut dijelaskan bahwa implikasi Meneg BUMN yang telah menabrak Keppres No 80/2003 sangat serius. Hal itu bertentangan dengan tekad segenap bangsa ini untuk memberantas bermacam modus korupsi dan menghilangkan berbagai kebocoran anggaran Negara. Dibalik keputusan Meneg BUMN untuk menabrak Kepres No 80/2003 ada nuansa ketidakberesan tentang proses bisnis di lingkungan BUMN lalu mencari kambing hitam. 7 Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) menolak penunjukkan langsung dalam pengadaan barang dan jasa yang dilakukan BUMN karena menyalahi Keppres No. 80 tahun Pola penunjukan langsung 4 Syukry Abdullah, Pengadaan Barang dan Jasa di Lingkungan BUMN tidak Mengikuti Keppres No. 80 Tahun 2003, diakses terakhir pada tanggal 17 Februari Ibid., 6 Hemat Dwi Nuryanto, Implikasi Meneg BUMN Menabrak Aturan Tender, diakses tanggal 25 Februari Ibid,

5 semacam itu akan membuat sistem pengadaan barang dan jasa menjadi tidak transparan dan rawan terjadinya penyimpangan. 8 Berbeda dengan pandangan-pandangan tersebut, Said Didu, Sekretaris Menteri Negara BUMN, memberikan alasan pembenaran terhadap Permeneg BUMN PER-05/MBU/2008 berdasarkan argumentasi sumber dana yang dipergunakan. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah hanya berlaku untuk pengadaan yang menggunakan dana anggaran pendapatan dan belanja negara, sementara BUMN menggunakan dana internal yang bukan merupakan dana APBN. 9 Staf Ahli Menteri BUMN, Emmy Yuhasairiru, mengatakan, peraturan menteri ini ini tidak bertentangan dengan Keppres 80 Tahun Bahkan, peraturan ini menjadi komplementer dari Keppres tersebut. 10 Terlepas dari perbedaan pandangan tersebut, Permeneg BUMN RI No. PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa pada BUMN memberikan fleksibilitas yang lebih tinggi bagi BUMN untuk mendapatkan barang dan/atau jasa kebutuhannya. Hal ini dikarenakan semakin luasnya lingkup pengadaan barang dan/atau jasa kebutuhan BUMN yang dapat dipergunakan secara penunjukan langsung. 11 Pasal 9 Permeneg BUMN tersebut membenarkan 8 LPJKN Tolak Penunjukan Langsung BUMN, diakses tanggal 26 Februari Pengadaan Barang BUMN Tanpa Tender, dalam diakses tanggal 03 Maret BUMN Diminta Tidak Khawatir Lagi Gelar Pengadaan Barang, diakses tanggal 03 Maret Penunjukan langsung adalah pengadaan barang dan jasa yang dilakukan secara langsung dengan menunjuk satu penyedia barang dan/atau jasa atau melalui beauty contest. Lihat Pasal 5 ayat 2 (c) Permeneg BUMN No. PER-05/MBU/2008

6 penunjukan langsung untuk pengadaan barang dan/atau jasa yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Barang dan jasa yang dibutuhkan bagi kinerja utama perusahaan dan tidak dapat ditunda keberadaannya (business critical asset); b. Penyedia Barang dan Jasa dimaksud hanya satu-satunya (barang spesifik); c. Barang dan jasa yang bersifat knowledge intensive dimana untuk menggunakan dan memelihara produk tersebut membutuhkan kelangsungan pengetahuan dari Penyedia Barang dan Jasa; d. Bila pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa dengan menggunakan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dan b telah dua kali dilakukan namun peserta pelelangan atau pemilihan langsung tidak memenuhi kriteria atau tidak ada pihak yang mengikuti pelelangan atau pemilihan langsung, sekalipun ketentuan dan syarat-syarat telah memenuhi kewajaran; e. Barang dan jasa yang dimiliki oleh pemegang hak atas kekayaan intelektual (HAKl) atau yang memiliki jaminan (warranty) dari Original Equipment Manufacture; f. Penanganan darurat untuk keamanan, keselamatan masyarakat, dan aset strategis perusahaan; g. Barang dan jasa yang merupakan pembelian berulang (repeat order) sepanjang harga yang ditawarkan menguntungkan dengan tidak mengorbankan ~kualitas barang dan jasa; h. Penanganan darurat akibat bencana alam, baik yang bersifat lokal maupun nasional;

7 i. Barang dan jasa lanjutan yang secara teknis merupakan satu kesatuan yang sifatnya tidak dapat dipecah-pecah dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya; j. Penyedia Barang dan Jasa adalah BUMN dan/atau Anak Perusahaan sepanjang barang dan/atau jasa yang dibutuhkan merupakan produk atau Iayanan dari BUMN atau Anak Perusahaan dimaksud dengan ketentuan apabila BUMN dan/atau Anak: Perusahaan yang memproduksi atau memberi pelayanan yang dibutuhkan lebih dari satu, maka harus dilakukan pemilihan langsung terhadap BUMN dan/atau Anak Perusahaan tersebut. Ada dua kesimpulan umum yang dapat diambil dari ketentuan Pasal 9 Permeneg BUMN terebut, yakni : (1). Hampir seluruh tindakan pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung dan (2). Adanya keistimewaan bagi penyedia barang dan jasa yang berupa BUMN atau anak perusahaan BUMN. Tidak berlebihan jika sebahagian orang mengatakan bahwa Permeneg BUMN tersebut membuka peluang terjadinya penyimpangan. Pernyataan ini dikarenakan hampir semua proses pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan BUMN tidak memerlukan tender, cukup dengan cara penunjukan langsung. Cara ini membuka peluang terjadinya penyimpangan dari perspektif persaingan usaha ada yang menyatakan pasal tersebut telah menghilangkan persaingan yang sehat karena penunjukan langsung hanya menunjuk satu pelaku usaha tanpa ada proses kompetisi.

8 Namun harus dipahami pula bahwa memaksakan secara ketat terhadap BUMN keberlakuan tata cara pengadaan barang/jasa yang berasal dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagaimana ditetapkan dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 dan peraturan perubahannya, juga kurang tepat mengingat proses tersebut sangat tidak fleksibel bagi entitas bisnis seperti BUMN. Dapat dibayangkan betapa lambatnya pergerakan BUMN dalam memenuhi kebutuhannya jika pengadaan barang dengan nilai Rp ,- (lima puluh juta rupiah) harus ditenderkan dengan proses yang rigit. Sementara banyak dari kebutuhan BUMN tersebut bersifat segera karena tujuan dari kebutuhan tersebut adalah untuk keperluan bisnis bukan untuk keperluan layanan umum. Jika hal ini diterapkan pada BUMN, maka pergerakan BUMN akan jauh tertinggal dari kompetitornya, perusahaan swasta terutama swasta asing. Sementara di sisi lain BUMN diharapkan mampu bersaing dengan swasta dan asing dalam rangka meningkatkan pendapatan negara. Permasalahan lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah menyangkut sumber dana pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN. Berdasarkan Pasal 2 Keppres No. 80 Tahun 2003 bahwa tujuan pengadaan barang dan/atau jasa Pemerintah adalah untuk mengatur pengadaan barang dan/atau jasa yang sebahagian atau seluruhnya dibiayai dari APBN/APBD. 12 Dengan kata lain lingkup keberlakuan Keppres No. 80 Tahun 2003 tersebut adalah untuk pengadaan barang/jasa Pemerintah yang sebahagian atau seluruhnya dibiayai oleh APBN/APBD. Sementara itu, sumber dana pengadaan barang/jasa di lingkungan 12 Pasal 2 ayat (1) Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pangadaan Barang dan/atau Jasa Pemerintah.

9 BUMN (Persero) bukan berasal dari APBN/APBD tetapi berasal dari dana internal BUMN atau yang lebih umum dikenal dengan RKAP (rencana kerja dan anggaran perusahaan). Apakah dengan kenyataan yang demikian BUMN harus tunduk pada Keppres No. 80 Tahun 2003? Selanjutnya jika diperhatikan bahwa ada persamaan dari kedua pandangan yang berbeda sebagaimana diuraikan diatas, yakni perlunya penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance, GCG) pada proses pengadan barang dan jasa di lingkungan BUMN. Prinsip-prinsip GCG tersebut dapat meminimalisir terjadinya penyimpangan dari proses pengadan barang/jasa di lingkungan BUMN. Pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN (Persero) merupakan serangkaian tindakan perusahaan yang ditujukan untuk mendapatkan barang dan/atau jasa kebutuhan BUMN tersebut dengan jumlah dan kualitas yang baik serta harga yang kompetitif. Oleh karena itu, pengadaan barang dan jasa BUMN merupakan bagian dari tindakan pengurusan perusahaan yang dilakukan oleh direksi BUMN yang bersangkutan. Dengan demikian proses pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan BUMN sepenuhnya harus berpedoman pada Pasal 5 ayat (3) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang berbunyi : (3) Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN merupakan implementasi dari prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/ GCG).

10 GCG merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang sehat, yang mencerminkan hubungan yang sinergi antara manajemen dan pemegang saham, kreditor, pemerintah, supplier, dan stakeholder lainnya. 13 Dalam konteks pengelolaan perusahaan, GCG diasosiasikan dengan kewajiban direksi kepada perusahaan untuk menjamin bahwa dirinya akan memenuhi semua kewajibannya sesuai dengan kewajiban yang dibebankan kepadanya dan juga menjamin bahwa kegiatan bisnis perusahaan tersebut akan dilaksanakan hanya demi kepentingan perusahaan semata. 14 GCG merupakan kewajiban hukum dalam pengurusan BUMN. Pasal 2 Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor : KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance (GCG) pada BUMN dengan tegas menyebutkan bahwa BUMN wajib menerapkan good corporate governance secara konsisten dan atau menjadikan good corporate governance sebagai landasan operasionalnya. Ruang lingkup penerapan GCG pada BUMN adalah untuk seluruh tindakan operasional BUMN, yang berarti tindakan yang dilakukan oleh seluruh organ dan personil BUMN wajib mengacu pada prinsip-prinsip GCG, tidak terkecuali tindakan pengadaan barang dan/atau jasa kebutuhan BUMN. GCG sebenarnya merupakan inti dari proses pengadaan barang/jasa di lingkungan BUMN. Implementasi dari prinsip-prinsip GCG dapat dilihat dalam Pasal 13 Nindyo Pramono, Bunga Rampai Hukum Bisnis Actual, (Bandung : Citra Adiyta Bakti, 2006), hal Kala Anandarajah, The New Corporate Governance Code in Sangapure, Journal of International Financial Markets, Volume 3 (6), 2001, hal. 262

11 2 Permeneg BUMN No. PER-05 /M-MBU/2008 yang mengatur tentang Prinsip Umum, yang terdiri dari : a. efisien, berarti pengadaan barang dan jasa harus diusahakan untuk mendapatkan hasil yang optimal dan terbaik dalam waktu yang cepat dengan menggunakan dana dan kemampuan seminimal mungkin secara wajar dan bukan hanya didasarkan pada harga terendah; b. efektif, berarti pengadaan barang dan jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan; c. kompetitif, berarti pengadaan barang dan jasa harus terbuka bagi penyedia barang dan jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang dan jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yangjelas dan transparan; d. transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang dan jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang dan jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang dan jasa yang berminat; e. adil dan wajar, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang dan jasa yang memenuhi syarat; f. akuntabe1, berarti harus mencapai sasaran dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menjauhkan dari potensi penyalahgunaan dan penyimpangan. 15 PT. Perkebunan Nusantara III (PTPN III (Persero)) sebagai sebuah perusahaan BUMN mengikuti cara berpikir dari Permeneg BUMN RI No. PER- 05/M-MBU/2008 tersebut. Direksi PTPN III (Persero) mengatur Pedoman Pengadaan Barang dan/atau Jasa PTPN III dengan mempedomani Permeneg BUMN RI No. PER-05/M-MBU/2008 dan prinsip-prinsip GCG. Hal ini cukup beralasan mengingat Permeneg BUMN RI No. PER-05/M-MBU/2008 dikeluarkan oleh Menteri Negara BUMN yang merupakan RUPS PTPN III (Persero) dengan pemilikan saham 100 %. 15 Pasal 2 ayat (1) Permeneg BUMN RI No : PER-05/M-MBU/2008

12 Tidak ada suatu sistim yang benar-benar sempurna, oleh karena itu menejemen PTPN III melengkapi pelaksanaan pengadaan barang dan jasa tersebut dengan sistim pengawasan yang dinilai efektif agar dapat dihindari secara optimal terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan kerugian perseroan. Pengawasan dilakukan dalam berbagai aspek pengadaan barang/jasa khususnya dilakukan oleh Satuan Pengawasan Internal (SPI), Panitia Pengadaan Barang dan Jasa dan Bagian Hukum dan Manajemen Risiko. Dalam implementasi pedoman pengadaan barang dan jasa tersebut juga terdapat perbedaan cara pandang, khususnya antara internal PTPN III dengan personil-personil badan pengawas keuangan dan pembangunan (BPKP). Perbedaan ini berasal dari cara pandang yang berbeda terhadap Permeneg BUMN RI No. PER-05/M-MBU/2008 sebagaimana diuraikan diatas. Personil pengawas menggunakan cara berpikir Keppres No. 80 Tahun 2003 yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia (PERPRES) No 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah.yang telah berlaku sejak ditetapkan yaitu tanggal 6 Agustus 2010, sedangkan internal PTPN III menggunakan Permeneg BUMN RI No. PER-05/M-MBU/2008 sebagai kerangka acuan. Namun perbedaan tersebut sangat positip karena menghasilkan Buku Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) yang lebih komprehensif dengan mengacu pada Permeneg BUMN RI No. PER-05/M-MBU/2008 tanpa mengabaikan prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa dalam Keppres No. 80 Tahun 2003.

13 B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan uraian-uraian latar belakang tersebut, selanjutnya dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Persero? 2. Bagaimana penerapan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG), khususnya prinsip keterbukaan (transparancy) dalam peraturan perundangundangan terkait dengan pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan BUMN? 3. Bagaimana penerapan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG), khususnya prinsip keterbukaan (transparancy) dalam proses pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)? C. Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian tesis ini adalah untuk menambah pemahaman tentang aspek-aspek hukum dari permasalahan yang telah dirumuskan dengan cara mengumpulkan, mensistematisasikan dan menganalisis data yang relevan dengan masalah yang diteliti. Secara lebih rinci tujuan penelitian ini sedikitnya meliputi : 1. untuk mengetahui peraturan hukum sebagai dasar pelaksanaan pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan BUMN. 2. untuk menganalisis penerapan prinsip-prinsip GCG, khususnya prinsip keterbukaan (transparancy) dalam peraturan hukum yang menjadi dasar pelaksanaan pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan BUMN Persero.

14 3. untuk menganalisis penerapan prinsip-prinsip GCG, khususnya prinsip keterbukaan (transparancy) dalam kebijakan dan pelaksanaan pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). D. Manfaat Penelitian Secara teoritis manfaat penelitian tesis ini diharapkan untuk menambah pengetahuan teoritis terkait kaidah hukum, teori dan doktrin ilmu hukum yang berkaitan dengan proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN. Manfaat yang lebih praktis dari hasil penelitian diharapkan sebagai berikut: 1. memberikan masukan kepada PTPN III baik bagi dewan komisaris, direksi dan jajarannya tentang proses pengadan barang dan/atau jasa yang diterapkan dalam perusahaan tersebut; 2. bahan masukan bagi Pemerintah khususnya Kementerian BUMN terkait Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa yang dikeluarkan oleh Kementerian BUMN RI. 3. bahan masukan dan sumber informasi bagi pihak-pihak yang memerlukan, antara lain pemborong, praktisi pengadaan barang/jasa di BUMN, konsultan hukum, BPKP, penegak hukum lainnya dan masyarakat secara umum.

15 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian pada Perpustakaan dan Perpustakaan Fakultas Hukum Program Studi Magister Ilmu Hukum ditemukan banyak penelitian terkait penerapan good corporate governance (GCG), namun tidak ada yang melakukan analisis penerapan GCG tersebut terhadap proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN, khususnya di PT.Perkebunan Nusantara III (Persero). Oleh karena itu, dapat ditegaskan bahwa penelitian tesis tentang Penerapan Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) khususnya prinsip keterbukaan dalam Proses Pengadaan Barang Dan Jasa Di Lingkungan BUMN Perkebunan (Studi Pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) ini belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut asli sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. F. Kerangka Teori dan Konsep Pasal 1 angka (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN menyebutkan bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruhnya atau sebahagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN terdiri dari perusahaan perseroan (Persero) dan perusahaan umum (Perum). Sebagai Persero, BUMN mempunyai

16 ciri-ciri : (1) berstatus sebagai badan hukum privat, (2). hubungan usahanya diatur menurut hukum perdata, (3) makna usahanya adalah untuk memupuk keuntungan, dan (4) modal secara keseluruhan atau sebahagian adalah milik negara dari kekayaan negara yang dipisahkan. Sebagai Perum, BUMN memiliki ciri : (1). Melayani kepentingan umum sekaligus untuk memupuk keuntungan. Usaha dijalankan dengan memegang teguh syarat-syarat efisiensi, efektifitas dan ekonomis, cost accounting principles, dan management effectivenes serta bentuk pelayanan yang baik terhadap masyarakat. (2) berstatus badan hukum dan diatur berdasarkan undang-undang, (3). Pada umumnya bergerak di bidang jasa vital atau public utilities, dan (4). Memiliki nama dan kekayaan sendiri serta kebebasan bergerak seperti perusahaan swasta, untuk mengadakan atau masuk ke dalam suatu perjanjian, kontrak dan hubungan dengan perusahaan lain. 16 Makna kekayaan negara yang dipisahkan merujuk pada pemaknaan bahwa BUMN adalah badan hukum mandiri yang pertanggungjawabannya dan kekayaannya terpisah dari pemiliknya (dalam hal ini Negara). Secara umum diterima bahwa suatu badan hukum memiliki karakteristik sebagai berikut : (a) perkumpulan orang (organisasi) (b) dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan hukum (c) mempunyai harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari kekayaan pendirinya (pemiliknya) ; (d) mempunyai pengurus ; (e) mempunyai hak dan kewajiban ; dan dapat digugat atau menggugat dihadapan pengadilan. 17 Sebagai subjek hukum, badan hukum memiliki kepribadian hukum (persoonlijkheid) yaitu suatu kemampuan untuk menjadi subjek pada setiap hubungan hukum. Setiap badan hukum memiliki kecakapan dalam melakukan suatu perbuatan hukum dalam bidang harta kekayaan. Pemisahan kekayaan negara sebagai penyertaan negara di BUMN didasarkan pada pertimbangan pemisahan pertanggungjawaban negara sebagai badan hukum publik dalam aktivitas yang dilakukan BUMN dalam hubungan keperdataan. Dengan cara ini, negara sebagai pemilik (pemegang saham) hanya memiliki pertanggungjawaban yang terbatas sebesar modal yang disetorkannya kedalam perusahaan. Alasan lainnya adalah dengan dipisahkannya kekayaan 16 Herman Hidayat, & Harry Z. Soeratin, Peranan BUMN dalam Kerangka Otonomi Daerah, disampaikan pada Sosialisasi Peranan BUMN, Universtas Amir Hamzah, Medan, 9 April Chidir Ali, Badan Hukum, (Bandung : Alumni, 1999), hal. 33

17 negara tersebut sebagai penyertaan modal negara di BUMN, maka pengelolaan kekayaan tersebut ditundukkan pada prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat, tidak lagi ditundukkan pada prinsip-prinsip penggunaan dalam anggaran negara. Hal ini akan lebih fleksibel bagi BUMN untuk mengelola modal yang disetorkan oleh negara tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Tentunya sangat tidak fleksibel bagi dunia bisnis BUMN jika kekayaannya dan anggarannya dikelola sama persis dengan tata cara penggunaan anggaran negara (APBN). 18 Secara teoritis salah satu karakteristik utama dari badan hukum adalah memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan pemiliknya (pemegang saham). Hal ini sejalan dengan doktrin seperate legal entity yang lazim dianut dalam hukum perseroan di Indonesia. Kekayaan badan hukum yang terpisah ini merupakan kekayaan mandiri dari badan hukum itu, dan bukan merupakan kekayaan pemiliknya. Kekayaan yang terpisah inilah merupakan jaminan dari seluruh perikatan yang dilakukan oleh badan hukum mandiri tersebut. Dalam perspektif ini, BUMN sebagai badan hukum, adalah legal entity yang berbeda dengan pemiliknya (Negara), pengurusannya tunduk pada prinsipprinsip korporasi yang sehat, dijalankan oleh organ badan hukum itu sendiri, dan memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan Negara sebagai pemiliknya. Dengan karakteristik inilah memungkinkan BUMN dikelola secara fleksibel sebagai badan usaha yang mandiri. Dengan tetap menghormati teori-teori yang mengkategorikan kekayaan BUMN meerupakan keuangan negara, tesis ini diarahkan oleh teori badan hukum dan kekayaan negara yang dipisahkan. Berdasarkan cara pandang yang demikian, dalam tesis ini penulis memandang bahwa kekayaan BUMN tidak termasuk dalam pengertian keuangan negara secara keseluruhan. Artinya kekayaan BUMN yang 18 Ibid, hal. 24

18 masuk dalam kategori keuangan negara adalah sebatas modal yang disetorkan oleh negara. Oleh karena kekayaan yang dihasilkan oleh BUMN adalah kekayaan badan hukum, maka pengelolaannya pun tidak tunduk pada tata cara pengelolaan APBN tetapi tunduk pada prinsip-prinsip pengelolaan korporasi yang sehat. Terkait hal ini, Pasal 5 ayat (3) UU BUMN menyatakan : Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran. Dengan kata lain, pengelolaan BUMN harus dilakukan sesuai dengan prinsipprinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Berdasarkan pertimbangan bahwa keuangan BUMN tidak identik sepenuhnya dengan keuangan negara dan pengelolaan BUMN harus sesuai dengan GCG, maka penggunaan anggaran BUMN yang tidak berasal dari APBN untuk membiayai pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN tidak tunduk pada ketentuan tata cara penggunaan APBN yang saat ini diatur dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah akan tetapi tunduk pada prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Pasal 99 PP No. 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN dengan tegas menyatakan bahwa pengadaan barang dan jasa oleh BUMN yang menggunakan dana langsung dari APBN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan

19 Belanja Negara. 19 Direksi BUMN menetapkan tata cara pengadaan barang dan jasa bagi BUMN yang bersangkutan, selain pengadaan barang dan jasa yang menggunakan dana langsung dari APBN, yang pelaksanaannnya berdasarkan pedoman umum yang ditetapkan oleh Menteri Negara BUMN. 20 Berdasarkan perintah Pasal 99 ayat (2) PP No. 45 Tahun 2005 tersebut Menteri Negara BUMN mengeluarkan Permeneg BUMN No. PER-05 /M-MBU/2008 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa BUMN. Permeneg BUMN No. PER-05 /M-MBU/2008 tersebut secara teori tidak perlu dipertentangkan dengan Keppres No. 80 Tahun 2003, karena Permeneg BUMN tersebut lahir karena perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Peraturan Pemerintah. Pasal 2 Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah menyebutkan : (1) Maksud diberlakukannya Keputusan Presiden ini adalah untuk mengatur pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari APBN/APBD. (2) Tujuan diberlakukannya Keputusan Presiden ini adalah agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai APBN/APBD dilakukan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel. Dengan demikian Keppres No. 80 Tahun 2003 hanya ditujukan untuk mengatur pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari APBN. Oleh karena pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN pada umumnya tidak dibiayai oleh dana APBN, maka tegaslah bahwa Keppres No. 80 Tahun 2003 tidak dapat dijadikan sebagai kerangka acuan pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN. 19 PP No. 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN, Pasal 99 ayat (1). 20 Ibid, ayat (2)

20 Meskipun pengadaan barang dan jasa di lingkungan APBN yang tidak dibiayai oleh APBN diatur oleh direksi tidak berarti bahwa direksi BUMN bisa sewenang-wenang dalam menentukan proses pengadaan barang dan jasa tersebut. Oleh karena pengadaan barang dan jasa di BUMN merupakan bagian dari tugas pengurusan perseroan, maka proses tersebut harus sesuai dengan tata kelola perusahaan yang baik (GCG). Istilah good corporate governance muncul pada akhir tahun 1980-an yang diperkenalkan oleh Cadbury Committee dalam suatu laporan yang dikenal dengan Cadbury Report. 21 Kata governance diartikan sebagai the activity or manner of goverring, sedangkan arti dari goverring sebagai having the power or right to govern. 22 Maka good corporate governance diartikan sebagai sebuah perusahaan yang telah dikelola secara baik dan benar dan didasarkan pada prinsip-prinsip fairness, accountability, responsibility, transparency. Dengan prinsip ini nilai perusahaan dalam jangka panjang akan naik tanpa mengabaikan kepentingan stakeholder yang lain. Pemberlakuan prinsip good corporate governance merupakan langkah penting membangun dan memulihkan kepercayaan publik terhadap perusahaan Tan kamello, dalam Sri Suyono, 2003 Perlindungan Hukum Terhadap Karyawan Dalam Rancangan Merger Diantara BUMN). Program Pascasarjana, Medan. 22 Jonatahan Crowter (ed), Good Corporate Governance.Oxford Advanced Learners Dictionary, (New York : Oxford University Press, 1995), 515, 23 Bactiar Hassan Miraza, Good Corporate Governance Makalah disampaikan pada lokakarya good corpore governance, kerjasama Program Pascasarjana, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Universitas of South Carolina. Bursa Efek Jakarta dan Bapepam Medan

21 Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : KEP- 117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Istilah corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan, guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya berdasarkan peraturan perundangan dan nilainilai etika. Bagi BUMN implementasi prinsip-prinsip corporate governance diatur dalam Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor KEP.117/M-MBU/2002 dengan prinsip-prinsip sebagai berikut : a. transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. b. kemandirian, yaitu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsipprinsip korporasi yang sehat. c. akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif; d. pertanggungjawaban, kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;

22 e. kewajaran, yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Sebagian dari prinsip-prinsip tersebut sangat sesuai dengan prinsip-prinsip yang dikenal dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN yang terdiri dari : a. efisien, berarti Pengadaan Barang dan Jasa harus diusahakan untuk mendapatkan hasil yang optimal dan terbaik dalam waktu yang cepat dengan menggunakan dana dan kemampuan seminimal mungkin secara wajar dan bukan hanya didasarkan pada harga terendah; b. efektif, berarti Pengadaan Barang dan Jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan; c. kompetitif, berarti Pengadaan Barang dan Jasa harus terbuka bagi Penyedia Barang dan Jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara Penyedia Barang dan Jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yangjelas dan transparan; d. transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai Pengadaan Barang dan Jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon Penyedia Barang dan Jasa, sifatnya terbuka bagi peserta Penyedia Barang dan Jasa yang berminat; e. adil dan wajar, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon Penyedia Barang dan Jasa yang memenuhi syarat; f. akuntabe1, berarti harus mencapai sasaran dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menjauhkan dari potensi penyalahgunaan dan penyimpangan. 24 Selanjutnya untuk menghindari kesalahan dalam memahami makna konsep-konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini, dipandang perlu untuk memberikan batasan definisi operasional sebagai berikut : 24 Pasal 2 ayat (1) Permeneg BUMN RI No : PER-05/M-MBU/2008

23 1. Pengadaan Barang dan Jasa adalah kegiatan pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang pembiayaannya tidak menggunakan dana langsung dari APBN/APBD Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan Perusahaan Perseroan, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan Anak Perusahaan adalah anak perusahaan BUMN yang sahamnya minimum 90% dimiliki oleh BUMN Pelelangan terbuka, atau seleksi terbuka adalah pengadaan barang/jasa yang diumumkan secara luas melalui media massa guna memberi kesempatan kepada Penyedia Barang dan Jasa yang memenuhi kualifikasi untuk mengikuti pelelangan; Pemilihan langsung, atau seleksi langsung adalah pengadaan barang dan jasa yang ditawarkan kepada beberapa pihak terbatas sekurang-kurangnya 2 (dua) penawaran; Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Negara BUMN RI No. PER-05/M-MBU/ Pasal 1 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN 27 Pasal 1 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN 28 Pasal 1 ayat (6) Peraturan Menteri Negara BUMN RI No. PER-05/M-MBU/ Pasal 5 ayat (2) a Peraturan Menteri Negara BUMN RI No. PER-05/M-MBU/ Pasal 5 ayat (2) b Peraturan Menteri Negara BUMN RI No. PER-05/M-MBU/2008

24 7. Penunjukan langsung, adalah pengadaan barang dan jasa yang dilakukan secara langsung dengan menunjuk satu penyedia barang dan jasa atau melalui beauty contest; Pembelian langsung, adalah pembelian terhadap barang yang terdapat di pasar, dengan demikian nilainya berdasarkan harga pasar Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika Prinsip-prinsip Good Corporate Governance adalah prinsip-prinsip yang mendasari kaedah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat terdiri dari prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan kewajaran. 34 G.Metode Penelitian 1. Jenis, Sifat dan Pendekatan Penelitian Apabila dilihat dari permasalahan dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian yang sesuai dengan penelitian tesis ini adalah penelitian hukum normatif atau disebut juga penelitian hukum doktrinal. Fokus permasalahan 31 Pasal 5 ayat (2) c Peraturan Menteri Negara BUMN RI No. PER-05/M-MBU/ Pasal 5 ayat (2) d Peraturan Menteri Negara BUMN RI No. PER-05/M-MBU/ Pasal 1 huruf (a) Keputusan Menteri Negara BUMN RI No. KEP -117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 34 Pasal 3 Keputusan Menteri Negara BUMN RI No. KEP -117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

25 penelitian adalah peraturan-peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN serta doktrin-doktrin atau teori-teori yang mendukung argumentasi penelitian, khususnya doktrin atau teori terkait dengan tata kelola perusahaan yang baik. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Dengan demikian dalam penelitian ini tidak hanya ditujukan untuk mendeskripsikan secara akurat dan sistematik gejala-gejala atau fenomena-fenomena hukum terkait dengan kepastian hukum dalam Penerapan Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa di Lingkungan BUMN Perkebunan (Studi Pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)), tetapi juga ditujukan untuk menganalisis fenomena-fenomena hukum tersebut dan kemudian mendeskripsikannya secara sistematis serta ditarik kesimpulan terhadap gejala hukum yang dipermasalahkan. Untuk menjawab permasalahan, pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan yuridis normatif. Peraturan perundang-undangan sebagai dasar pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN dianalisis dengan menggunakan cara-cara penafsiran yang ada dalam ilmu hukum dan didukung oleh penelusuran terhadap teori-teori dan doktrin-doktrin yang relevan, antara lain teori-teori terkait tata kelola perusahaan yang baik dan sedikit tentang teori-teori badan hukum. Teori badan hukum dipergunakan untuk memahami status dan kedudukan kekayaan BUMN karena dengan mengetahui hal tersebut dapat dianalisis lebih lanjut perihal pengelolaan keuangan BUMN. Pentingya pengetahuan tentang

26 pengelolaan BUMN tidak lain karena proses pengadaan barang dan jasa adalah bagian dari pengelolaan keuangan BUMN. 2. Sumber Data Penelitian tesis ini mempergunakan data sekunder sebagai data utama dan didukung dengan data primer berupa hasil wawancara yang dilakukan kepada Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa PTPN III (Persero), Kepala Urusan Kepatuhan PTPN III (Persero) dan Kepala Bagian Satuan Pengawasan Internal (SPI) PTPN III (Persero) sebagai data pendukung analisis. Data sekunder yang dipergunakan berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang dikumpulkan melalui studi pustaka (library research), yakni: a. Bahan hukum primer terdiri dari : Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Kepres 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara dan Permeneg BUMN RI No. PER-05/M-MBU/2008. b. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli, hasil karya ilmiah, buku-buku ilmiah, ceramah atau pidato yang berhubungan dengan penelitian ; dan c. Bahan hukum tertier berupa kamus hukum, kamus ekonomi, kamus bahasa Inggris, Indonesia,Belanda dan artikel-artikel lainnya baik yang berasal dari

27 dalam maupun luar negeri, baik yang berdasarkan civil law maupun common law yang bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan sekunder. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data sekunder (bahan hukum) yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research). Teknik ini dipergunakan untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya ilmiah lainnya. Data primer sebagai data penunjang dikumpulkan dengan menggunakan tehnik penelitian lapangan (field research) dengan alat pengumpulan data berupa wawancara. 4. Alat Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menggunakan instrumen studi pustaka dan studi dokumen pada lokasi penelitian di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). Pada tahap awal pengumpulan data, dilakukan inventarisasi seluruh data dan atau dokumen yang relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan permasalahan yang telah ditetapkan. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sudah di pilih. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan wawancara. Tehnik wawancara dengan menggunakan wawancara tidak terstruktur dengan memakai

28 pedoman wawancara. Wawancara dilakukan kepada pejabat-pejabat terkait proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan PTPN III (Persero), antara lain : a. Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa PTPN III (Persero) b. Kepala Urusan Hukum PTPN III (Persero) c. Kepala Bagian Satuan Pengawasan Internal (SPI) PTPN III (Persero) 5. Analisis Data Data yang telah dikumpulkan dengan studi kepustakaan tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif yang didukung oleh logika berfikir secara deduktif sebagai berikut : (1). Mengumpulkan seluruh peraturan perundang-undangan terkait dengan BUMN dan proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN dan mengumpulkan bahan hukum sekunder yang relevan. (2). Memilah-milah peraturan perundang-undangan yang benar-benar sesuai dengan masalah penelitian dan menyusunnya secara sistematis. (3). Menafsirkan kaidah-kaidah hukum yang ada dan menelaah bahan hukum sekunder untuk menemukan konsep-konsep yang diperlukan misalnya konsepsi tentang BUMN, keuangan dan kekayaan BUMN, tata kelola perusahaan yang baik, transparansi, akuntabilitas, kewajaran, pertanggungjawaban, dan lain-lain. (4). Menemukan hubungan antara konsep-konsep yang ada dengan menggunakan kerangka teori yang sudah disusun, yakni teori-teori tata kelola perusahaan yang baik dan teori badan hukum.

29 (5). Mengumpulkan data wawancara dan mensistematisasikan data tersebut untuk mendukung argumentasi teoritis. (6). Menarik kesimpulan dan saran.

SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR PER- 05 /MBU/2008 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR PER- 05 /MBU/2008 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA NOMOR PER- 05 /MBU/2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA MENTERI NEGARA, Menimbang : a. bahwa pengadaan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2013 NOMOR 14 SERI E

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2013 NOMOR 14 SERI E BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2013 NOMOR 14 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PADA BADAN USAHA MILIK DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Good Corpossrate Governance (GCG) adalah suatu istilah yang sudah tidak asing lagi. Dengan keadaan saat ini, khususnya dalam dunia perekonomian, pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan pertumbuhan bisnis nasional. Dalam melakukan pengadaan barang

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan pertumbuhan bisnis nasional. Dalam melakukan pengadaan barang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pengadaan barang/ jasa BUMN bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan pertumbuhan bisnis nasional. Dalam melakukan pengadaan barang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rendahnya penerapan corporate governance merupakan salah satu hal yang memperparah terjadinya krisis di Indonesia pada pertangahan tahun 1997. Hal ini ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang terjadi di berbagai pelosok dunia termasuk di Amerika Serikat dan khususnya di Indonesia, dipercaya merupakan akibat dari tidak diterapkannya

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGAP.\ RFPI PI.TI< INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA

MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGAP.\ RFPI PI.TI< INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGAP.\ RFPI PI.TI< INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER- 15 /MBU/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan saat ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan sekarang ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini sudah harus dapat diterima bahwa globalisasi telah masuk dalam dunia bisnis di Indonesia. Globalisasi sudah tidak dapat ditolak lagi namun saat ini harus dapat

Lebih terperinci

BAB III BENTUK PENJABARAN GCG DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PADA PLN. 3.1 Pengaturan dan Penjabaran GCG dalam Peraturan di Indonesia

BAB III BENTUK PENJABARAN GCG DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PADA PLN. 3.1 Pengaturan dan Penjabaran GCG dalam Peraturan di Indonesia 53 BAB III BENTUK PENJABARAN GCG DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PADA PLN 3.1 Pengaturan dan Penjabaran GCG dalam Peraturan di Indonesia 3.1.1 Penjabaran GCG dalam Undang Undang No.19 Tahun 2003 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan saat ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan negara.

Lebih terperinci

09Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis

09Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Modul ke: Fakultas 09Pasca Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Pembuatan Template Powerpoint untuk digunakan sebagai template standar modul-modul yang digunakan dalam perkuliahan Cecep Winata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan perusahaan secara jangka panjang. Keberadaan institusi ini bukan hanya sebagai wahana sumber pembiayaan saja, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Prinsip-prinsip GCG 1. Transparansi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Prinsip-prinsip GCG 1. Transparansi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT PJB Services meyakini bahwa penerapan GCG secara konsisten dan berkesinambungan akan meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan. Oleh karena itu PT PJB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. GCG berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya

Lebih terperinci

Kebijakan Corporate Governance. PT. Persero Batam. Tim GCG PT. Persero Batam Hal : 1 of 9

Kebijakan Corporate Governance. PT. Persero Batam. Tim GCG PT. Persero Batam Hal : 1 of 9 Tim GCG Hal : 1 of 9 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 3 1.1 Definisi Good Corporate Governance 3 1.2 Prinsip Good Corporate Governance 3 1.3 Pengertian dan Definisi 4 1.4 Sasaran dan Tujuan Penerapan GCG 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN P T Darma Henwa Tbk PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN PT Darma Henwa Tbk DAFTAR ISI Kata Pengantar 3 BAB I PENGANTAR. 4 1. Mengenal Good Corporate Governance (GCG) 4 2.

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Didalam bab tiga penulis membahas tentang Hasil Penelitian dan Analisis. Di dalam pada bagian Hasil Penelitian pembahasan yang berdasarkan pada rumusan masalah yang

Lebih terperinci

- 2 - PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 sampai dengan angka 13 Cukup jelas.

- 2 - PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 sampai dengan angka 13 Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 33 /PBI/2009 TENTANG PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH UMUM Seiring dengan perkembangan industri perbankan

Lebih terperinci

KEWRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS

KEWRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS KEWRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Magisster Akuntasi www.mercubuana.ac.id The System and Structure of GCG Dosen Pengampu : Mochammad

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan nilai perusahaan. Sedangkan Perum mempunyai maksud

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan nilai perusahaan. Sedangkan Perum mempunyai maksud BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Usaha Milik Negara atau BUMN berdasar UU No. 19 Th 2003 adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Salah satu tujuan penting pendirian suatu perusahaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pemilikinya atau

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MANAJEMEN Bidang: Kepatuhan (Compliance) Perihal : Pedoman Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) No.

KEBIJAKAN MANAJEMEN Bidang: Kepatuhan (Compliance) Perihal : Pedoman Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) No. KEBIJAKAN MANAJEMEN Bidang: Kepatuhan (Compliance) Perihal : Pedoman Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) No. COM/001/01/1215 Tanggal Efektif 1 Desember 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE/GCG)

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE/GCG) PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE/GCG) PENDAHULUAN A. Latar Belakang : 1. Perusahaan asuransi bergerak dalam bidang usaha yang menjanjikan perlindungan kepada pihak tertanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin dahsyat dengan datangnya kapitalis dunia. P. Berger dalam meramalkan, dalam era

BAB I PENDAHULUAN. semakin dahsyat dengan datangnya kapitalis dunia. P. Berger dalam meramalkan, dalam era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini challenge globalisasi meruntuhkan filosofi bangsa Indonesia terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini telah diramalkan oleh P. Berger bahwa badai globalisasi

Lebih terperinci

Pengaturan dan Permasalahan Tata Kelola Badan Usaha Milik Negara Oleh: Febry Liany * Naskah diterima: 13 Oktober 2015; disetujui: 13 Oktober 2015

Pengaturan dan Permasalahan Tata Kelola Badan Usaha Milik Negara Oleh: Febry Liany * Naskah diterima: 13 Oktober 2015; disetujui: 13 Oktober 2015 Pengaturan dan Permasalahan Tata Kelola Badan Usaha Milik Negara Oleh: Febry Liany * Naskah diterima: 13 Oktober 2015; disetujui: 13 Oktober 2015 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu perwujudan

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI PT PERKEBUNAN NUSANTARA XIII (PERSERO) NOMOR : 13.00/KPTS/09/IV/2014 NOMOR : Dekom/SK-02/IV/2014

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI PT PERKEBUNAN NUSANTARA XIII (PERSERO) NOMOR : 13.00/KPTS/09/IV/2014 NOMOR : Dekom/SK-02/IV/2014 SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI NOMOR : 13.00/KPTS/09/IV/2014 NOMOR : Dekom/SK-02/IV/2014 TENTANG PENGESAHAN DOKUMEN UNTUK IMPLEMENTASI TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE

Lebih terperinci

Kebijakan Pengadaan Barang dan/atau Jasa PT Indofarma (Persero) Tbk

Kebijakan Pengadaan Barang dan/atau Jasa PT Indofarma (Persero) Tbk Kebijakan Pengadaan Barang dan/atau Jasa PT Indofarma (Persero) Tbk Sebagai Badan Usaha Milik Negara, pembiayaan untuk Pengadaan Barang dan/atau Jasa di PT Indofarma (Persero) Tbk bersumber dari anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran untuk menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG)

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran untuk menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesadaran untuk menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia muncul sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997, dimana Indonesia mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan yang pesat dalam bidang teknologi informasi. ekonomi, sosial, budaya maupun politik mempengaruhi kondisi dunia bisnis dan persaingan yang timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan pembangunan yang meningkat dalam segala bidang menyebabkan banyak sekali perubahan yang terjadi dalam masyarakat baik itu cara hidup, pola pikir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang telah mengalami perkembangan yang cukup baik dari masa kemasa. Sebagai salah satu contohnya banyak

Lebih terperinci

PT PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO)

PT PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO) PT PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO) Jl. Sei Batanghari No. 2 Medan 20122 Sumatera Utara, Indonesia Telp. : (-62-61) 8452244, 8453100 Fax. : (-62-61) 8455177, 8454728 Website : www.ptpn3.co.id Email :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan publik atau perusahaan terbuka adalah perusahaan yang sebagian atau

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan publik atau perusahaan terbuka adalah perusahaan yang sebagian atau BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan publik atau perusahaan terbuka adalah perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat. Proses penjualan saham ke masyarakat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis dan ekonomi di era globalisasi saat ini sudah berkembang semakin pesat, sehingga mengakibatkan persaingan dalam dunia usaha menjadi semakin

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT WIJAYA KARYA BETON Tbk

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT WIJAYA KARYA BETON Tbk PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT WIJAYA KARYA BETON Tbk Pedoman dan Tata Tertib Kerja Dewan Komisaris memuat hal-hal yang terkait dengan organisasi, tugas dan tanggungjawab, wewenang, etika

Lebih terperinci

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang : a. b. c.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. roda perusahaan manajemen akan diawasi oleh fungsi satuan pengawasan internal

BAB I PENDAHULUAN. roda perusahaan manajemen akan diawasi oleh fungsi satuan pengawasan internal BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Operasional perusahaan dijalankan oleh manajemen sesuai pada peraturan dan ketentuan yang berlaku. Pada perusahaan milik negara, dalam menjalankan roda perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1) Latar Belakang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat PT) merupakan subyek hukum yang berhak menjadi pemegang hak dan kewajiban, termasuk menjadi pemilik dari suatu benda atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN KONFLIK KEWENANGAN DALAM PEMERIKSAAN TERHADAP DIREKSI BADAN USAHA MILIK NEGARA PERSEROAN TERBATAS DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN

BAB I PENDAHULUAN KONFLIK KEWENANGAN DALAM PEMERIKSAAN TERHADAP DIREKSI BADAN USAHA MILIK NEGARA PERSEROAN TERBATAS DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN BAB I PENDAHULUAN KONFLIK KEWENANGAN DALAM PEMERIKSAAN TERHADAP DIREKSI BADAN USAHA MILIK NEGARA YANG BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN DAN UNDANG-UNDANG BADAN USAHA MILIK NEGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kondisi Perekonomian yang saat ini masih belum pulih akibat terjadinya krisis moneter pada tahun 1998, dimana perusahaan-perusahaan yang mendominasi dunia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SK BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI PT BARATA INDONESIA(Persero)

DAFTAR ISI. SK BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI PT BARATA INDONESIA(Persero) DAFTAR ISI DAFTAR ISI SK BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI PT BARATA INDONESIA(Persero) i ii I. PENDAHULUAN 1 II. PEMEGANG SAHAM 3 II.1 HAK PEMEGANG SAHAM 3 II.2 RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) 3 II.3

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia 120 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari seluruh penjelasan dan uraian yang diberikan pada bab-bab sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan bahwa kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan pada Badan Usaha

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR: KEP-09A/MBU/2005 TENTANG

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR: KEP-09A/MBU/2005 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR: KEP-09A/MBU/2005 TENTANG PENILAIAN KELAYAKAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) CALON ANGGOTA DIREKSI BADAN USAHA MILIK NEGARA MENTERI BADAN USAHA

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor privat merupakan entitas mandiri yang berhak melakukan pengelolaan aset kekayaannya sendiri sebagai entitas

Lebih terperinci

Kebijakan Pengadaan Barang dan/atau Jasa PT Indofarma (Persero) Tbk

Kebijakan Pengadaan Barang dan/atau Jasa PT Indofarma (Persero) Tbk Kebijakan Pengadaan Barang dan/atau Jasa PT Indofarma (Persero) Tbk Sebagai Badan Usaha Milik Negara, pembiayaan untuk Pengadaan Barang dan/atau Jasa di PT Indofarma (Persero) Tbk bersumber dari anggaran

Lebih terperinci

BAB 1 LATAR BELAKANG. dengan munculnya krisis budaya moral. Di beberapa negara Asia pondasi

BAB 1 LATAR BELAKANG. dengan munculnya krisis budaya moral. Di beberapa negara Asia pondasi BAB 1 LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang pernah terjadi di beberapa negara Asia telah menyadarkan kita semua bahwa sesungguhnya yang menjadi penyebab utama dari krisis ekonomi adalah

Lebih terperinci

MENTERI BADAN USAIIA MIEIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA

MENTERI BADAN USAIIA MIEIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA MENTERI BADAN USAIIA MIEIK NEGARA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER 19 /MBU/2012 TENTANG PEDOMAN PENUNDAAN TRANSAKSI BISNIS YANG TERINDIKASI PENYIMPANGAN DAN/ATAU KECURANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, FINAL DRAFT 15092011 LEMBARAN DAERAH PROVINSI JA R.AN WA BARAT TAHUN 2013 NOMO PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH BIDANG MINYAK DAN GAS

Lebih terperinci

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIKDAERAH

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIKDAERAH BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIKDAERAH DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang : a. b. c. d.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN KOMISARIS PT INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (PERSERO) NOMOR : PC-07/05/2014 TENTANG PIAGAM KOMITE AUDIT

KEPUTUSAN DEWAN KOMISARIS PT INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (PERSERO) NOMOR : PC-07/05/2014 TENTANG PIAGAM KOMITE AUDIT KEPUTUSAN DEWAN KOMISARIS PT INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (PERSERO) NOMOR : PC-07/05/2014 TENTANG PIAGAM KOMITE AUDIT PT INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (PERSERO) DEWAN KOMISARIS PT INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 43 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA PELAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah asing Good Corporate Governance (GCG) tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah asing Good Corporate Governance (GCG) tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mulai populernya istilah tata kelola perusahaan yang baik atau yang lebih dikenal dengan istilah asing Good Corporate Governance (GCG) tidak dapat dilepaskan

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan

2015, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.832, 2015 KEMENBUMN. Tambahan Dana. Penyertaan Modal Negara. BUMN. PT. Penggunaan. Pelaporan. Pedoman. PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR PER-08/MBU/06/2015

Lebih terperinci

PEDOMAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFORMASI

PEDOMAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFORMASI PEDOMAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFORMASI Desember 2012 DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 Pernyataan Komitmen... 2 I. LANDASAN HUKUM... 3 II. PENGERTIAN UMUM... 3 III. MAKSUD DAN TUJUAN... 4 IV. KLASIFIKASI INFORMASI...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah, Institusi lainnya yang

Lebih terperinci

Restrukturisasi dan privatisasi BUMN. Sistem Ekonomi Indonesia

Restrukturisasi dan privatisasi BUMN. Sistem Ekonomi Indonesia Restrukturisasi dan privatisasi BUMN Sistem Ekonomi Indonesia Pelopor atau perintis karena swasta tidak tertarik untuk menggelutinya Pengelola bidang-bidang usaha yang strategis dan pelaksana pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan lahirnya konsep Negara kesejahteraan yang mana Negara bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir diseluruh dunia saat ini termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perumusan masalah menjelaskan mengenai butir-butir permasalahan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Perumusan masalah menjelaskan mengenai butir-butir permasalahan yang akan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini diuraikan perihal mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi saat ini, tuntutan terhadap paradigma Good Governance dalam seluruh kegiatan tidak dapat dielakan lagi. Istilah Good Governance sendiri

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK I. UMUM Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Milik Negara (BUMN). Seluruh atau sebagian besar modal BUMN dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. Milik Negara (BUMN). Seluruh atau sebagian besar modal BUMN dimiliki oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang State-owned Enterprises (SOE) di Indonesia disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seluruh atau sebagian besar modal BUMN dimiliki oleh negara melalui penyertaan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis mengenai Penerapan Good Corporate Governance

BAB 5 PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis mengenai Penerapan Good Corporate Governance BAB 5 PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai Penerapan Good Corporate Governance pada PT Perkebunan Nusantara XII (Persero), maka dapat disimpulkan, sebagai berikut : 1. Penerapan Good Corporate

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, serta

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, serta BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pendirian suatu perusahaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, serta memaksimalkan kekayaan pemegang saham

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Satuan Pengawasan Intern Satuan pengawasan intern pada hakekatnya sebagai perpanjangan rentang kendali dari tugas manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar pemakai dalam pengambilan keputusan. Namun demikian, laporan

BAB I PENDAHULUAN. besar pemakai dalam pengambilan keputusan. Namun demikian, laporan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat, tidak terkecuali BUMN. Para pelaku bisnispun dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat, tidak terkecuali BUMN. Para pelaku bisnispun dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan dunia bisnis dan ekonomi sudah berkembang semakin pesat, tidak terkecuali BUMN. Para pelaku bisnispun dihadapkan pada berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sosialisasi dan pengembangan era good corporate governance di Indonesia dewasa ini lebih ditujukkan kepada perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) khususnya

Lebih terperinci

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi BAB I: PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi maupun

Lebih terperinci

PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI

PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI Hasil Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG di BCA Hasil penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan Good Corporate Governance pada Semester I dan Semester II tahun 2016 dikategorikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulanya diawali dengan adanya perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. mulanya diawali dengan adanya perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan peraturan perundang-undangan tentang keuangan negara pada mulanya diawali dengan adanya perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945)

Lebih terperinci

MEISTER( BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER- 21/MBU/2012 TENTANG

MEISTER( BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER- 21/MBU/2012 TENTANG MEISTER( BADAN USAHA MILIK NEGARA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER- 21/MBU/2012 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN AKUNTABILITAS KEUANGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA MENTERI BADAN USAHA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BOARD MANUAL PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY

BOARD MANUAL PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY BOARD MANUAL PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY DAFTAR ISI Hal BAB I. PENDAHULUAN... 1 1. Latar Belakang... 1 2. Maksud dan Tujuan... 1 3. Referensi... 2 4. Daftar Istilah... 3 BAB II. DEWAN KOMISARIS... 5

Lebih terperinci

-2- salah satu penyumbang bagi penerimaan Daerah, baik dalam bentuk pajak, dividen, maupun hasil Privatisasi. BUMD merupakan badan usaha yang seluruh

-2- salah satu penyumbang bagi penerimaan Daerah, baik dalam bentuk pajak, dividen, maupun hasil Privatisasi. BUMD merupakan badan usaha yang seluruh TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 305) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero (selanjutnya disebut BUMN Persero) sering terjadi. Perkara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengevaluasi kegiatan-kegiatan organisasi yang dilaksanakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengevaluasi kegiatan-kegiatan organisasi yang dilaksanakan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Audit Internal 2.1.1 Pengertian Audit Internal Audit internal menurut Hiro Tugiman (2001:11) adalah suatu fungsi penilaian yang independen yang ada dalam suatu organisasi dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA A.Pengertian dan Bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara Keberadaan BUMN di Indonesia, berkaitan erat dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik

Lebih terperinci

Yth. 1. Direksi Perusahaan Pembiayaan; dan 2. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah, di tempat.

Yth. 1. Direksi Perusahaan Pembiayaan; dan 2. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah, di tempat. Yth. 1. Direksi Perusahaan Pembiayaan; dan 2. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Dengan keadaan sekarang ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT SUPREME CABLE MANUFACTURING & COMMERCE Tbk (PT SUCACO Tbk) ( Perseroan ) A. UMUM Bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas Direksi dan pengelolaan perusahaan yang baik,

Lebih terperinci

PT Pelayaran Tempuran Emas Tbk

PT Pelayaran Tempuran Emas Tbk Pedoman Direksi (Piagam Direksi) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Ketentuan Umum Direksi adalah organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengelolaan pengurusan Perseroan, sesuai dengan visi,

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris 1 BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

BAB II PENGADAAN BARANG DAN/ATAU JASA DI LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) BERBENTUK PERSERO

BAB II PENGADAAN BARANG DAN/ATAU JASA DI LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) BERBENTUK PERSERO BAB II PENGADAAN BARANG DAN/ATAU JASA DI LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) BERBENTUK PERSERO A. Dasar Hukum Pengadaan Barang dan/jasa di Lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero Pembahasan

Lebih terperinci

TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

TRANSKRIP HASIL WAWANCARA LAMPIRAN Lampiran TRANSKRIP HASIL WAWANCARA Prinsip Kepastian Hukum (Rule of Law) 1. Bagaimanakah pelaksanaan prinsip kepastian hukum (rule of law) dalam pengadaan televisi oleh Bagian Perlengkapan Sekretariat

Lebih terperinci

B E N T U R A N K E P E N T I N G A N CONFLICT OF INTEREST. PT Jasa Marga (Persero) Tbk

B E N T U R A N K E P E N T I N G A N CONFLICT OF INTEREST. PT Jasa Marga (Persero) Tbk PEDOMAN BENTURAN KEPENTINGAN CONFLICT OF INTEREST 2011 0 B a b 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG yang selanjutnya disebut Perusahaan atau Perseroan terus melaksanakan penerapan prinsip-prinsip GCG secara

Lebih terperinci

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK PT SURYA CITRA MEDIA Tbk

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK PT SURYA CITRA MEDIA Tbk PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK PT SURYA CITRA MEDIA Tbk Perseroan meyakini bahwa pembentukan dan penerapan Pedoman Tata Kelola Perusahan Yang Baik ( Pedoman GCG ) secara konsisten dan berkesinambungan

Lebih terperinci

Pedoman Good Corporate Governance PT Taspen (Persero)

Pedoman Good Corporate Governance PT Taspen (Persero) t r a n s p a r a n s i ii PERATURAN BERSAMA DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT DANA TABUNGAN DAN ASURANSI PEGAWAI NEGERI (PERSERO) NOMOR PD 11/DIR/2013 KEP.02/DK TASPEN/2013 TENTANG PEDOMAN GOOD CORPORATE

Lebih terperinci

Manajemen Risiko Bagi Perusahaan Perasuransian. disampaikan dalam acara WORKSHOP Manajemen Risiko Perusahaan Perasuransian

Manajemen Risiko Bagi Perusahaan Perasuransian. disampaikan dalam acara WORKSHOP Manajemen Risiko Perusahaan Perasuransian Manajemen Risiko Bagi Perusahaan Perasuransian disampaikan dalam acara WORKSHOP Manajemen Risiko Perusahaan Perasuransian Proses Bisnis Asuransi Konsultan Aktuaria Tertanggung Polis PREMI KLAIM Perusahaan

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA PENGADAAN BARANG/JASA PADA BAGIAN LAYANAN PENGADAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2005 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keruntuhan ekonomi yang menimpa bangsa ini tidak bisa lepas dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Keruntuhan ekonomi yang menimpa bangsa ini tidak bisa lepas dari adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keruntuhan ekonomi yang menimpa bangsa ini tidak bisa lepas dari adanya praktek bisnis yang kurang adil dalam masyarakat. Dalam dunia bisnis manajemen dan kegiatan

Lebih terperinci

Pedoman Direksi. PT Astra International Tbk

Pedoman Direksi. PT Astra International Tbk PT Astra International Tbk Desember 2015 PEDOMAN DIREKSI 1. Pengantar Sebagai perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, PT Astra International Tbk ( Perseroan atau Astra ) memiliki

Lebih terperinci