PERANAN PUPUK KIMIA PADA USAHATANI PADI SAWAH DAN UPAYA MENGELIMINIR DAMPAK NEGATIFNYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANAN PUPUK KIMIA PADA USAHATANI PADI SAWAH DAN UPAYA MENGELIMINIR DAMPAK NEGATIFNYA"

Transkripsi

1 PERANAN PUPUK KIMIA PADA USAHATANI PADI SAWAH DAN UPAYA MENGELIMINIR DAMPAK NEGATIFNYA Joko Pramono 1, Samijan 1, dan Sigit Yuli Jatmiko 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah 2 Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Pati ABSTRAK Pupuk kimia utama (N, P dan K) sejak era revolusi hijau hingga sekarang perannya dibidang pertanian tak bisa disangkal lagi dalam mendongkrak produksi pertanian, utamanya padi sawah. Pupuk merupakan salah satu komponen teknologi yang memiliki peranan kunci dalam meningkatkan produksi pertanian. Tujuan dari pemupukan utamanya adalah memberikan tambahan unsur hara bagi tanaman agar kebutuhan hara selama pertumbuhannya tercukupi, yang selanjutnya akan mendukung pertumbuhan dan hasil yang lebih baik. Kondisi yang terjadi saat ini di lapangan banyak praktek-praktek pemupukan yang kurang memperhatikan kebutuhan tanaman dan kemampuan tanah menyediakan unsur hara. Praktek pemupukan lebih didasarkan pada kemampuan petani dalam membeli pupuk dan bukan didasarkan kebutuhan tanaman dan kemampuan tanah menyediakan unsur yang dibutuhkan tanaman. Bagi petani, pupuk identik dengan peningkatan produksi. Penggunaan pupuk kimia dalam takaran tinggi, meskipun kadang hasil masih meningkat namun keuntungan bersih yang diterima petani dari setiap unit pupuk yang digunakan menurun. Penggunaan pupuk urea di beberapa sentra produksi padi telah melebihi dosis anjuran setempat dengan kisaran penggunaan kg ha -1. Untuk kasus di Indonesia tingkat penggunaan pupuk sudah tertinggi di kawasan Asia kecuali Jepang, Taiwan dan Cina. Sebagai ilustrasi, kisaran penggunaan pupuk urea kg ha -1 atau dengan rata-rata penggunaan pupuk urea kg ha-1 dan ZA lebih dari 100 kg ha -1. Rata-rata penggunaan pupuk P (SP-36) lebih dari 100 kg ha -1 dan rerata penggunaan pupuk K (KCl) kurang dari 50 kg ha -1. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan pupuk kimia dengan takaran tinggi dalam jangka waktu yang lama tanpa mempertimbangkan kebutuhan tanaman dan kemampuan tanah dalam menyediakan hara bagi tanaman, antara lain adalah; (a) tertimbunya hara (terutama P) yang berasal dari pupuk dalam tanah, (b) terkurasnya hara mikro dalam tanah, pada tanah yang tidak pernah diberi pupuk mikro, (c) terganggunya keseimbangan hara, dan (d) terganggunya perkembangbiakan jasad renik yang menguntungkan dalam tanah, an (e) dapat menimbulkan dampak pencemaran lingkungan terutama pencemaran nitrat pada perairan akibat pemupukan N dosis tinggi. Untuk itu perlu kiranya segera diambil langkah-langkah program untuk merasionalisasikan penggunan pupuk kimia dalam rangka meningkatkan efisiensi pemupukan dan mengurangi dampak lingkungan. Makalah ini membahas seputar praktek pemupukan kimia ditingkat lapang, upaya peningkatan efisiensi dan strategi mengeliminar dampak negatifnya. Kata kunci : Efisiensi pemupukan, dampak lingkungan, langkah antisipasi PENDAHULUAN Peran pupuk kimia dalam era revolusi hijau dibidang pertanian tak bisa disangkal lagi dalam mendongkrak produksi pertanian, utamanya padi. Pupuk merupakan salah satu komponen teknologi yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan produksi pertanian. Tujuan dari pemupukan utamanya adalah memberikan tambahan unsur hara bagi tanaman agar kebutuhan hara selama pertumbuhannya tercukupi, yang selanjutnya akan mendukung pertumbuhan dan hasil yang lebih baik. Kondisi yang terjadi saat ini di lapangan banyak praktek-praktek pemupukan yang kurang memperhatikan kebutuhan tanaman Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, 121

2 dan kemampuan tanah menyediakan unsur hara. Praktek pemupukan lebih didasarkan pada kemampuan petani dalam membeli pupuk dan kondisi pertumbuhan tanaman budidaya, bukan didasarkan kebutuhan tanaman dan kemampuan tanah menyediakan unsur yang dibutuhkan tanaman. Bagi petani, pupuk identik dengan peningkatan produksi. Penggunaan pupuk secara tidak terkendali merupakan bukti betapa pentingnya arti pupuk bagi petani dalam meningkatkan produksi pertanian. Kecenderungan penggunaan pupuk yang tidak terkendali, antara lain tercermin dari aplikasi pupuk Urea pada padi sawah tanpa memperhatikan kapan tanaman membutuhkan tambahan N, dan adanya penimbunan hara P di sebagian besar lahan sawah intensifikasi akibat paket pemupukan SP-36 yang intensif diberikan setiap musim tanam (Agronomika, 1999). Pemanfaatan pupuk kimia pada usahatani padi sawah sejak era BIMAS hingga sekarang terdapat kecenderungan terus meningkat baik dalam takaran yang diberikan maupun variasi jenis pupuk yang diberikan (Pramono, dkk. 2002a). Kondisi sekarang sudah banyak terlihat gejala menurunnya efisiensi pemupukan pada lahan-lahan sawah irigasi yang sudah diusahakan secara intensif selama berpuluh-puluh tahun. Upaya untuk menanggulangi pelandaian produksi melalui pemupukan berimbang belum mampu mengatasi masalah tersebut, bahkan terjadi penurunan efisiensi pemupukan (Adiningsih, 1992 dalam Suhartatik dan Sismiyati, 2000). Dampak Revolusi Hijau dibidang pertanian, disamping peningkatan produksi pertanian ada harga mahal yang harus kita bayar, yang mulai kita rasakan pada dasa warsa terakhir ini. Meluasnya penggunaan pupuk kimia, mengakibatkan pergeseran budaya petani dari penggunaan pupuk organik (pupuk kandang, pupuk hijau) beralih menggunakan pupuk kimia yang lebih praktis. Pergeseran penggunaan pupuk organik ke pupuk kimia yang telah berjalan berpuluhpuluh tahun tersebut saat ini telah menyebabkan banyak lahan pertanian mengalami degradasi kesuburan. Hal ini ditandai adanya pelandaian produksi pertanian. Pada beberapa tahun terakhir ini produksi padi nasional cenderung melandai. Adiningsih dan Soepartini (1995), mengemukakan bahwa pelandaian produksi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, terutama penggunaan pupuk yang sudah melampaui batas efisiensi teknis dan ekonomis. Penggunaan pupuk dalam takaran yang tinggi, meskipun kadang produksi masih meningkat namun keuntungan bersih yang diterima petani dari setiap unit pupuk yang digunakan menurun (Surdianto et al., 2000). Bahkan adanya peningkatan penggunaan pupuk kimia telah menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan (Suhartatik dan Sismiyati, 2000). Untuk mengantisipasi agar tidak terjadi keadaan yang lebih buruk lagi, yang dapat mengganggu keberlanjutan sistem produksi padi sawah, maka perlu ditempuh upayaupaya guna mengkonservasi dan merehabilitasi sumberdaya lahan yang ada. Model intensifikasi padi sawah dimasa mendatang sudah selayaknya untuk tidak bertumpu kepada penggunaan pupuk kimia guna mencapai target produksi, namun perlu difikirkan dan dikembangkan upaya-upaya untuk mengembalikan kesuburan lahan. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk memperbaiki kondisi tersebut adalah pemasyarakatan kembali penggunaan bahan organik, seperti gerakan pengembalian jerami hasil panen kelahan pada usahatani padi sawah. PERMASALAHAN APLIKASI PUPUK KIMIA DI LAPANGAN Konsep pemupukan berimbang pada dasarnya bukan berarti memberikan semua unsur hara, khususnya makro (N, P dan K) lewat pemupukan, namun sebenarnya lebih ditekankan kepada upaya menjaga kesimbangan hara dalam tanah. Dalam konteks ini konsep pemupukan berarti menambahkan unsur-unsur hara yang kurang tersedia dalam tanah, lewat pemberian bahan pupuk, bukan menambahkan unsur yang cukup atau bahkan berlebih yang telah tersedia dalam tanah. Kondisi dilapangan yang terkait dalam permasalahan pupuk yang perlu mendapatkan upaya-upaya pemecahan, antara lain adalah: 1. Dibeberapa daerah sentra produksi pertanian termasuk di Jawa Tengah, terdapat peningkatan penggunaan pupuk kimia, khususnya Urea, dan SP-36. Beberapa wilayah sentra produksi beras penggunaan pupuk kimia dalam usahatani padi sawah dapat mencapai 800 kg/ha, yang terdiri dari 500 kg Urea, 200 kg SP- 122 Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani,

3 36 dan 100 kg KCl. Pemberian pupuk yang melebihi takaran disamping merupakan tindakan pemborosan atau inefisiensi dalam pemupukan juga dapat berdampak kurang baik terhadap keseimbangan hara dalam tanah. 2. Penggunaan pupuk organik dilahan sawah yang masih merupakan komplemen, bukan suatu yang mutlak telah mendorong terjadinya penurunan kualitas sumberdaya lahan. Dilaporkan oleh Karama et al., (1990) bahwa dari 30 lokasi tanah sawah di Indonesia yang diambil secara acak, 68 % diantaranya mempunyai kandungan C tanah kurang dari 1,5 % dan hanya 9 % yang lebih dari 2 %. Hasil analisis sampel tanah dari berbagai daerah sentra produksi padi di Jawa Tengah seperti di Kab. Grobogan, Kab. Sragen, Kab. Batang dan Kab. Sukoharjo menunjukkan hal yang sama, bahwa rata-rata kandungan C organik tanah berada dibawah 1,5 % (Pramono et al., 2001). Data-data tersebut dapat mengambarkan bahwa kondisi lahan sawah yang sudah cukup lama diusahakan secara intensif dengan asupan agrokimia tinggi, telah mengalami semacam gejala sakit soil sicknes. Salah satu indikator menurunnya kandungan C organik tanah. 3. Masih beredarnya berbagai merk dagang pupuk alternatif di pasaran. Hal ini sebagai salah satu dampak dari kebijakan pemerintah yang membuka kesempatan swasta untuk memproduksi pupuk alternatif. Walaupun sudah ada aturan dari Mentan dalam suratnya Nomor: 260/334/Mentan/XI/95, tanggal 26 Nopember yang berisi antara lain ; segera dilakukannya monitoring dan pembinaan terhadap peredaran dan penggunaan pupuk alternatif, sehingga petani tidak dirugikan dan sasaran produksi tanaman pangan dapat dicapai. Namun kenyataannya instruksi tersebut di lapangan kurang berjalan dengan efektif, buktinya masih banyak beredar pupuk alternatif yang kualitasnya tidak sesuai dengan apa yang tertera pada label, sehingga banyak merugikan petani (Supadmo, 2000). UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK KIMIA Efisiensi pemupukan dibidang pertanian dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya, yang pada dasarnya harus memperhatikan kebutuhan tanaman dan kemampuan lahan didalam menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Pada lahan-lahan yang telah mengalami kemunduran kesuburannya, maka upaya memperbaiki kondisi kesuburan dengan aplikasi bahan organik merupakan keharusan. Beberapa hasil penelitian dan pengkajian yang telah dilaksanakan oleh Badan Litbang Pertanian, dan prospektif untuk diterapkan di lapangan dalam rangka meningkatkan efisiensi pemupukan antara lain adalah; 1. Pengembalian jerami padi ke lahan sebagai pupuk organik Menurut Karama et al., (1990) dalam (Suhartatik dan Sismiyati, 2000) mengemukakan bahwa bahan organik memiliki fungsi-fungsi penting dalam tanah yaitu; fungsi fisika yang dapat memperbaiki sifat fisika tanah seperti memperbaiki agregasi dan permeabilitas tanah; fungsi kimia dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, meningkatkan daya sangga tanah dan meningkatkan ketersediaan beberapa unsur hara serta meningkatkan efisiensi penyerapan P; dan fungsi biologi sebagai sumber energi utama bagi aktivitas jasad renik tanah. Mengingat begitu penting peranan bahan organik, maka penggunaannya pada lahan-lahan yang kesuburannya mulai menurun menjadi amat penting untuk menjaga kelestarian sumberdaya lahan tersebut. Terdapat potensi yang cukup besar yang belum termanfaatkan secara optimal. Dibeberapa tempat masih banyak dijumpai jerami padi dibakar di lahan atau diangkut keluar oleh orang lain untuk pakan, atau media jamur, padahal berbagai penelitian menunjukkan bahwa pengembalian jerami ke lahan memberikan sumbangan yang besar terhadap pengembalian kesuburan lahan. Pada tanah kahat K, pemberian jerami 5 t/ha lebih baik dari pada pemupukan KCl. Kenaikan hasil dengan pemberian jerami dapat mencapai 1 t/ha/musim dan dapat menghemat pemakaian pupuk KCl antara kg/ha (Rokhayati et al., 1998). Baharsyah (1990) mengemukakan bahwa penggunaan jerami dapat meningkatkan efisiensi pemupukan N dan P. Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, 123

4 2. Pengembangan Pengelolan Tanaman Terpadu (PTT) pada Padi Sawah Pengelolaan tanaman terpadu (Integrated Crop Management) adalah tindakan secara terpadu yang bertujuan untuk memperoleh pertumbuhan tanaman yang optimal, kepastian panen, mutu produk tinggi dan kelestarian lingkungan. PTT mengabungkan semua komponen terpilih yang serasi dan saling komplementer untuk mendapatkan hasil panen optimal dan kelestarian lingkungan (Sumarno, et al., 2000). Ada beberapa komponen teknologi pada model PTT yang terkait dengan efisiensi pemupukan, antara lain adalah : a. Penggunaann bahan organik, penggunaan bahan organik baik kompos atau pengembalian jerami ke lahan, di maksudkan untuk secara perlahan-lahan dapat memperbaiki kesuburan lahan. Telah teridentifikasi bahwa lahan-lahan sawah yang telah berpuluh-puluh tahun diusahakan secara intensif, kandungan C organiknya berada pada kandungan kurang dari 2 % dan telah mengalami gejala soil sickness. Bahkan di beberapa lokasi lahan sawah intensif di Jawa kandungan C organiknya < 1 %. b. Pemupukan N berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD), Nitrogen merupakan hara esensial bagi pertumbuhan dan peningkatan hasil padi. Penggunaan pupuk N pada padi sawah belum efisien. Penggunaan urea dengan cara disebar hanya dapat diserap tanaman sebesar 39,7 % (Hasanuddin et al., 2000). BWD merupakan alat panduan praktis kapan pupuk Nitrogen diberikan pada padi sawah. Alat ini dikembangkan oleh IRRI (International Rice Research Institute) dan telah dikaji oleh BPTP Jawa Tengah ditingkat petani. Efisiensi pemupukan N dengan urea dapat ditingkatkan, dengan panduan BWD, pemupukan urea dapat dihemat hingga 40 %. Pemupukan N dosis tinggi yang melebihi kemampuan tanaman menyerap hara dan dapat akan meningkatkan denitrifikasi 7-9 kali (Stark et al., 1983). c. Pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah, Pemberian pupuk P dan K yang lebih spesifik di dasarkan atas status hara P dan K dalam tanah melalui uji tanah, bukan menggunakan rekomendasi umum. Pada tanah dengan status hara P rendah, sedang dan tinggi, takaran masing-masing pupuk adalah 100 kg, 75 kg dan 50 kg SP-36/ha. Pemberian pupuk K, sebaiknya dilakukan pada saat tanam atau paling lambat umur 4 minggu setelah tanam, dan hanya diberikan pada tanah dengan status hara K rendah dengan takaran 100 kg KCl ha -1. Untuk menghemat penggunaan pupuk K dianjurkan untuk mengembalikan jerami ke lahan sawah. d. Pengairan berselang, Pengairan berselang dimana lahan tidak selalu tergenang tapi diupayakan secara alami pada kondisi kering, macakmacak dapat mengurangi penimbunan gas racun, memperbaiki aerasi dan pertumbuhan pada tanaman padi. Pada kondisi anaerob pupuk N yang diberikan akan banyak hilang melalui proses pelindian dan denitrifikasi, sehingga dapat mengurangi efisiensi pemupukan. Efisiensi pupuk penerapan model PTT padi Sawah, Efisiensi penggunaan pupuk Urea mencapai 40 % dari kg Urea menjadi kg/ha/musim Efisiensi penggunaan pupuk Phosphate (SP-36) mencapai 50 % (dari 150 kg/ha menjadi kg/ha/musim) 3. Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi dengan Metode Omission Plot Rekomendasi pemupukan pada saat ini seringkali dianjurkan dalam jumlah dan waktu yang tetap pada areal yang sangat luas. Sebagai contoh, rekomendasi yang beranggapan bahwa kebutuhan unsur hara pada tanaman padi sama dari suatu lahan ke lahan yang lain atau selalu tetap dari tahun ke tahun. Pada kenyataannya, pertumbuhan tanaman dan kebutuhan akan unsur hara sangat dipengaruhi oleh iklim dan kondisi pertumbuhan, sehingga variasinya menjadi sangat besar tergantung pada lokasi, musim 124 Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani,

5 dan tahun. Tanaman padi hanya menyerap sepertiga dari pupuk N yang pada saat ini diaplikasikan oleh petani. Di pihak lain, petani seringkali tidak memberikan pupuk N, P dan K dalam jumlah yang optimal untuk mencukupi kebutuhan unsur hara pada tanaman padi. Pengelolaan hara spesifik lokasi (PHSL) memberikan suatu pendekatan untuk mencukupi kebutuhan hara pada tanaman padi sesuai dengan jumlah dan waktu yang diperlukan oleh tanaman. Secara dinamis petani dapat menyesuaikan aplikasi dan pengelolaan unsur hara untuk keperluan tanaman berdasarkan perbedaan lokasi dan musim. Pada tahap awal pendekatan ini menganjurkan pemanfaatan secara optimal sumber-sumber unsur hara alami yang ada seperti residu tanaman dan pupuk kandang. Selanjutnya PHSL memperkenalkan efisiensi penerapan pupuk N melalui bagan warna daun (BWD), yang memastikan pupuk N diaplikasikan pada waktu yang tepat dan dalam jumlah yang diperlukan oleh tanaman padi. Petani dapat menentukan kebutuhan tanaman terhadap pupuk P dan K dengan mengukur hasil padi dari petak omisi (omission plot). Petak tanpa pemberian pupuk P dengan takaran penuh unsur hara yang lainnya (plot omission P) secara visual memperagakan bagi petani tentang kekurangan unsur hara P. Sedangkan pada petak tanpa pemberian pupuk K dengan takaran penuh unsur hara yang lainnya (plot omission K) memperagakan kekurangan unsur hara K. Perbedaan hasil gabah antara petak pengurangan unsur hara dengan petak NPK penuh (atau dengan hasil tertinggi yang dicapai di wilayah sekitar) dipergunakan untuk membuat rekomendasi pemupukan P dan K. Konsep perhitungan rekomendasi pemupukan P dan K adalah Untuk memproduksi 1 ton gabah diatas hasil yang dicapai pada petak omission harus diaplikasikan kg P2O5 dan 30 kg K2O per hektar. PHSL memperkecil pembuangan pupuk melalui pengendalian dosis pemupukan yang berlebihan dan menghindarkan pemupukan pada saat tanaman tidak memerlukan penambahan unsur hara. PHSL juga menjamin bahwa pupuk N, P dan K diaplikasikan dalam ratio kecukupan bagi tanaman padi. Hal ini akan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan melindungi lingkungan dengan cara menghindarkan kehilangan unsur hara dari pemupukan berlebihan ke dalam aliran air permukaan dan air dalam tanah. BPTP Jawa Tengah melalui dukungan Balitpa, IRRI dan PPI-PPIC telah membandingkan PHSL dengan praktek pengelolaan petani selama 4 musim tanam di desa Kliwonan dan Sidodadi kecamatan Masaran Kabupaten Sragen. Secara khusus PHSL mampu meningkatkan keuntungan melalui peningkatan efisiensi penggunaan pupuk. Pendekatan PHSL memberikan prinsip dasar wilayah yang dapat meningkatkan hasil dan keuntungan bagi petani, mengakomodasi penggunaan input bahan organik, melindungi lingkungan melalui peningkatan efisiensi penggunaan pupuk, dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan setempat dan tanaman lain selain padi. 4. Pemanfaatan Bahan Penghambat Proses Nitrifikasi pada Pemupukan N Produk penghambat nitrifikasi (Nitrat Inhibitor) telah berkembang di negara-negara maju seperti Jepang, Amerika dengan berbagai merek dagang seperti N-Serve, Thiourea, AM. Nitrat inhibitor dapat mengendalikan perubahan bentuk NH menjadi NO 2 dan NO - - 3, menurunkan kehilangan NO 3 melalui pelindian dan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan N (Yan et al., 2008). Penggunaan produk penghambat nitrifikasi alami (N-Guard) di India di laporkan mampu mengurangi penggunaan pupuk Nitrogen hingga 25 % (NOM, 2006). Di Indonesia banyak tumbuh tanaman yang memiliki kandungan senyawa polifenol dan tanin yang prospek di gunakan sebagai bahan penghambat nitrifikasi alami seperti daun kopi, aplukat dan teh (Hadisudarmo dan Hairiah, 2005). Untuk itu diperlukan kajian yang mendalam tentang masalah ini. SARAN KEBIJAKAN PENGGUNAAN PUPUK Pupuk kimia saat ini masih merupakan andalan petani didalam mempertahankan dan atau meningkatkan produksi pertanian. Dalam rangka untuk tetap meningkatkan produksi pertanian guna mencapai ketahanan pangan dan menciptakan usaha pertanian yang berkelanjutan, maka perlu kebijakan-kebijakan atau program yang mendorong upaya-upaya penggunaan pupuk kimia secara bijaksana dan berwawasan lingkungan. Beberapa kebijakan yang mungkin perlu adalah: 1. Perlunya terus dikembangkan dan dimasyarakatkan penggunaan bahan organik dalam setiap usaha pertanian, Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, 125

6 khususnya pada usahatani padi sawah. 2. Perlunya dikembangkan metode Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) sebagai dasar penentuan rekomendasi pemupukan spesifik. 3. Pengembangan Model Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada padi sawah dan komoditas pangan lain, dengan memanfaatkan sumberdaya pertanian secara optimal dan efisien dan Model Integrasi Tanaman dan Ternak (Crop Livestock), guna tercipta pertanian terpadu yang saling mendukung. DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, J.S. dan M. Soepartini Pengelolaan Pupuk pada Sistem Usahatani Lahan Sawah. Makalah Apresiasi Metodologi Pengkajian Sistem Usahatani Berbasis padi dengan Wawasan Agribisnis. Bogor 7-9 September PSE. Bogor. Agronomika, Memanen padi menghemat pupuk. Agronomika. Vol. 1 (1). Budidaya Tanaman Berorientasi Ekonomi dan Berwawasan Lingkungan. Bogor. Baharsyah, S Penghapusan Subsidi pupuk Suatu Tinjauan Ekonomis. Dalam Sudjadi et al. (Eds). Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Hadisudarmo, P. Dan K. Hairiah Penghambatan nitrifikasi secara hayati dengan pengaturan kualitas seresah pohon penaung pada agroforestri berbasis kopi. Dalam Kurnia dan Ardiwinata (Eds) Prosiding Seminar Nasional. B2P2SDL. Bogor. Hasanuddin, A., Baehaki, S.E., S.J. Munarso dan S. Noor Teknologi Unggulan Peningkatan Produksi Padi Menuju Revolusi Hijau Generasi Kedua. Dalam. Makarim et al. (Eds). Prosiding Simposium Penelitian Tanaman pangan IV. Konsep dan Strategi Peningkatan Produksi Pangan. Tonggak Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman Pangan. Puslitbangtan. Bogor. Karama, A.S., A.R. Marzuki, dan I. Manwan Penggunaan pupuk organik pada tanaman pangan. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk V. Cisarua Nopember Pramono, J., H. Supadmo, S.C.B. Setianingrum, S. Basuki, Hartoko, Yulianto, H. Anwar, Sartono, dan P. Hapsapto Laporan Kegiatan Pengkajian Pengelolaan Tanaman Terpadu pada Padi Sawah di Jawa Tengah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Ungaran, Pramono, J., H. Supadmo, Hartoko, Widarto, S. Jauhari, E. Supratman dan Sartono. 2002b. Laporan Hasil Pengkajian Pemupukan Spesifik Lokasi pada Padi Sawah. Kerjasama BPTP Jawa Tengah dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Tengah. Ungaran. (unpublish). Pramono, J dan Supadmo. 2002a. Kajian penggunaan pupuk majemuk Kalphos (20:10) pada padi sawah dengan status hara P tinggi dan K rendah.. Prosiding Lokakarya Pengelolaan Hara P dan K. Surakarta 1-3 Oktober Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Stark, J.C., W.M. Jarrel and N.Valoras Nitrogen use efficiency of trickle irrigated tomatoes receiving continous injection of N. Agron. J. 75: Suhartatik, E. dan R. Sismiyati Pemanfaatan pupuk organik dan agent hayati pada padi sawah. Dalam Suwarno et al. (Eds). Tonggak Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman Pangan. Paket dan Komponen Teknologi Produksi Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Sumarno, I.G. Ismail dan S. Partohardjono Konsep Usahatani Ramah Lingkungan. Makarim, A.K. et al. (Eds). Tonggak Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman Pangan. Konsep dan Strategis Peningkatan Produksi Pangan. Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV. Puslitbangtan. Bogor. Suriadikarta, D.A., W. Hartatik, dan D. Setyorini Petunjuk Teknis. Uji Mutu dan Efektivitas Pupuk Alternatif. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Supadmo, H Laporan Analisis Mutu Pupuk-pupuk Alternatif. Laporan Intern. BPTP Ungaran. (Un-publish). Yan, X., Jin,J., He, P. And Laiang, M Recent advances on the technologies to increase fertilizer use efficiency. Agricultural in China. Vol 7 (4): Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani,

I. PENDAHULUAN. tersebut (Ladha et al., 1997). Indonesia merupakan negara agraris, dengan sektor

I. PENDAHULUAN. tersebut (Ladha et al., 1997). Indonesia merupakan negara agraris, dengan sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan makanan pokok lebih dari 2 milyar penduduk di Asia dan ratusan juta di Afrika dan Amerika Latin. Kebutuhan beras tersebut akan semakin bertambah

Lebih terperinci

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN Bogor,

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

I. Pendahuluan. II. Permasalahan A. PENJELASAN UMUM I. Pendahuluan (1) Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga terkait

Lebih terperinci

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi merupakan komoditas utama yang selalu dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Tetapi ada banyak hal yang menjadi kendala dalam produktivitas budidaya tanaman padi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI

PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI Endjang Sujitno, Kurnia, dan Taemi Fahmi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat Jalan Kayuambon No. 80 Lembang,

Lebih terperinci

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara Penentuan Takaran Pupuk Fosfat untuk Tanaman Padi Sawah Sarlan Abdulrachman dan Hasil Sembiring 1 Ringkasan Pemanfaatan kandungan fosfat tanah secara optimal merupakan strategi terbaik untuk mempertahankan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan 6 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi I. Pendahuluan Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN IRIGASI DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

TEKNOLOGI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN IRIGASI DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH TEKNOLOGI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN IRIGASI DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH Oleh : Chairunas, Basri AB, Tamrin, M.. Nasir Ali dan T.M. Fakhrizal PENDAHULUAN Kelebihan pemakaian dan atau tidak tepatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan pertambahan penduduk. Kenaikan konsumsi ini tidak dapat dikejar oleh produksi dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando,

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando, I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini beras masih merupakan pangan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando, 2007) kebutuhan beras dari tahun-ketahun

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA M. Eti Wulanjari dan Seno Basuki Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) OLEH M. ARIEF INDARTO 0810212111 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR Oleh : Ir. Indra Gunawan Sabaruddin Tanaman Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman penting karena merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di berbagai bidang memerlukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah defisiensi nutrisi Zn.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang bernilai ekonomis tinggi dan cocok untuk dikembangkan di daerah tropika seperti di Indonesia.

Lebih terperinci

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar

Lebih terperinci

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi Latar Belakang Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi dan menonjol dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia, kecuali Cina, Jepang, dan Korea. Namun keberhasilan

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh : PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI Oleh : BP3K KECAMATAN SELOPURO 2016 I. Latar Belakang PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN

Lebih terperinci

Abstrak

Abstrak Peningkatan Produktivitas dan Finansial Petani Padi Sawah dengan Penerapan Komponen Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) (Studi Kasus di Desa Kandai I Kec. Dompu Kab. Dompu) Yuliana Susanti, Hiryana

Lebih terperinci

MINAT PETANI TERHADAP KOMPONEN PTT PADI SAWAH PENDAHULUAN

MINAT PETANI TERHADAP KOMPONEN PTT PADI SAWAH PENDAHULUAN MINAT PETANI TERHADAP KOMPONEN PTT PADI SAWAH Siti Rosmanah, Wahyu Wibawa dan Alfayanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu ABSTRAK Penelitian untuk mengetahui minat petani terhadap komponen

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pertanian organik sudah lama dikenal oleh manusia yakni sejak ilmu bercocok tanam pertama kali diterapkan. Pada saat itu semuanya dilakukan dengan cara tradisional dan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara I. PENDEKATAN PETAK OMISI Kemampuan tanah menyediakan

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGALIHAN SUBSIDI PUPUK MENJADI PENJAMINAN HARGA GABAH : Subsidi Input vs Output *

ANALISIS KELAYAKAN PENGALIHAN SUBSIDI PUPUK MENJADI PENJAMINAN HARGA GABAH : Subsidi Input vs Output * ANALISIS KELAYAKAN PENGALIHAN SUBSIDI PUPUK MENJADI PENJAMINAN HARGA GABAH : Subsidi Input vs Output * A. ISU POKOK 1. Tahun 2003, pemerintah kembali menerapkan subsidi pupuk secara tidak langsung melalui

Lebih terperinci

EFESIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA PELAKSANAAN PROGRAM PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

EFESIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA PELAKSANAAN PROGRAM PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI EFESIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA PELAKSANAAN PROGRAM PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Mhd. Asaad Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn:

Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn: STATUS HARA LAHAN SAWAH DAN REKOMENDASI PEMUPUKAN PADI SAWAH PASANG SURUT DI KECAMATAN RANTAU RASAU KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI Busyra Buyung Saidi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Lebih terperinci

KAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

KAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Juni, 2012 KAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH Gatot Kustiono 1), Jajuk Herawati 2), dan Indarwati

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI DI PROVINSI BENGKULU

REKOMENDASI PEMUPUKAN PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI DI PROVINSI BENGKULU REKOMENDASI PEMUPUKAN PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI DI PROVINSI BENGKULU Penyunting: Sri Suryani M. Rambe Tri Sudaryono Yahumri BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH M. A. Firmansyah 1, Suparman 1, W.A. Nugroho 1, Harmini 1 dan

Lebih terperinci

Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119

Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119 1 KAJIAN KEBUTUHAN DAN PELUANG (KKP) PADI Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119 Padi merupakan tulang punggung pembangunan subsektor tanaman pangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sub tropis. Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina)

PENDAHULUAN. sub tropis. Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) PENDAHULUAN Latar belakang Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno ini berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan sub tropis. Bukti sejarah menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

peningkatan produksi dan produktifitas melalui intensifikasi, ekstensifikasi,

peningkatan produksi dan produktifitas melalui intensifikasi, ekstensifikasi, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Untuk menjaga konsistensi produksi beras dan oleh karena urgensi dari pangan itu sendiri maka dibutuhkan sebuah program yang bisa lebih mengarahkan petani dalam pencapaiannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan

I. PENDAHULUAN. peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman terpenting dalam peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan beras. Produksi padi dunia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya I. PENDAHULUAN Formatted: Indent: Left: 0,63 cm, Hanging: 0,62 cm, Tab stops: 1,25 cm, List tab + Not at 1,9 cm A. Latar Belakang dan Identifikasi Masalah 1. Latar Belakang Dalam rangka pencapaian ketahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri lainnya.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001).

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001). I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian pangan khususnya beras, dalam struktur perekonomian di Indonesia memegang peranan penting sebagai bahan makanan pokok penduduk dan sumber pendapatan sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di dunia. Hal itu dikarenakan jagung memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di dunia. Hal itu dikarenakan jagung memiliki nilai gizi yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di dunia. Hal itu dikarenakan jagung memiliki nilai gizi yang baik serta kegunaan yang cukup beragam. Nilai gizi jagung

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2014

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, umur masak, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta rasa nasi. Umumnya konsumen beras di Indonesia menyukai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian tanaman pangan di Indonesia sampai dengan tahun 1960 praktis menggunakan teknologi dengan masukan organik berasal dari sumber daya setempat. Varietas lokal dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Lahan Sawah Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan ABSTRAK PENDAHULUAN

PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Lahan Sawah Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan ABSTRAK PENDAHULUAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Lahan Sawah Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan Ahmad Damiri dan Yartiwi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk sayuran unggulan nasional yang dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat, namun belum banyak keragaman varietasnya, baik varietas

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016 BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO JAGUNG HIBRIDA UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DI LAHAN INCEPTISOLS GUNUNGKIDUL

PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO JAGUNG HIBRIDA UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DI LAHAN INCEPTISOLS GUNUNGKIDUL Eko Srihartanto et al.: Penerapan Sistem Tanam Jajar PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO JAGUNG HIBRIDA UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DI LAHAN INCEPTISOLS GUNUNGKIDUL Eko Srihartanto 1), Sri Wahyuni

Lebih terperinci

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di Jakarta

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di Jakarta No. 05 / Brosur / BPTP Jakarta / 2008 PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH DI JAKARTA DEPARTEMEN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAKARTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang The Earth Summit (KTT Bumi) 1992 di Rio de Janeiro adalah indikator utama semakin besarnya perhatian dan kepedulian dunia internasional pada masalah lingkungan serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci

Formulir PuPS versi 1.1

Formulir PuPS versi 1.1 Formulir PuPS versi 1.1 Penyusunan Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah Spesifik Lokasi Oleh : Isnawan, BP3K Nglegok Diisi dengan memberi tanda cek ( ) pada kotak tersedia Nama : Lokasi : Luas lahan : (Isi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melaksanakan usaha-usaha yang paling baik untuk menghasilkan pangan tanpa

I. PENDAHULUAN. melaksanakan usaha-usaha yang paling baik untuk menghasilkan pangan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat dunia mulai memperhatikan persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan melaksanakan usaha-usaha yang paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU

Lebih terperinci

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Abstrak Sumanto 1) dan Suwardi 2) 1)BPTP Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TIGA VARIETAS PADI. The Effect of Bokashi Dosages on Growth and Yield of Three Varieties of Rice

PENGARUH DOSIS BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TIGA VARIETAS PADI. The Effect of Bokashi Dosages on Growth and Yield of Three Varieties of Rice PENGARUH DOSIS BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TIGA VARIETAS PADI The Effect of Bokashi Dosages on Growth and Yield of Three Varieties of Rice Oleh : Darta Mulyana 1), Sakhidin 2) dan Achmad Iqbal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK UNTUK MENINGKATAN PRODUKSI JAGUNG (Zea Mays L.) DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK UNTUK MENINGKATAN PRODUKSI JAGUNG (Zea Mays L.) DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK UNTUK MENINGKATAN PRODUKSI JAGUNG (Zea Mays L.) DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN Agus Hasbianto dan Sumanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan ABSTRAK Jagung

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Padi (Oryza sativa L) merupakan tanaman pangan utama di Asia, termasuk Indonesia. Biji padi atau gabah memiliki rendemen 72-82% bagian yang dapat dimakan atau kariopsis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMUPUKAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMUPUKAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMUPUKAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PEMUPUKAN Tujuan Berlatih : Setelah selesai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris di mana sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor pertanian pula berperan

Lebih terperinci

LEBIH DALAM : PADI, KARET DAN SAWIT. Disusun oleh : Queen Enn. Nulisbuku.com

LEBIH DALAM : PADI, KARET DAN SAWIT. Disusun oleh : Queen Enn. Nulisbuku.com LEBIH DALAM : PADI, KARET DAN SAWIT Disusun oleh : Queen Enn Nulisbuku.com PENGGUNAAN ZEOLIT MENDONGKRAK PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA TANI UBIKAYU Penggunaan Zeolit untuk tanaman pangan di Indonesia masih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha tersebut, maka produktivitas

Lebih terperinci

TITOJER SEBAGAI PUPUK ALTERNATIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL PADI

TITOJER SEBAGAI PUPUK ALTERNATIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL PADI TITOJER SEBAGAI PUPUK ALTERNATIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL PADI Gusnidar, Herviyanti dan Syafrimen Yasin; Fakultas Pertanian Universitas Andalas ABSTRAK Titojer adalah titonia dan jerami sebagai bahan organik

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik KONSEP GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 73 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang berpotensi untuk dikembangkan secara intensif. Permintaan kacang hijau dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia dewasa ini memerlukan kerja keras dengan melibatkan puluhan juta orang yang berhadapan dengan berbagai

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan pada lahan sawah di Bontonompo Gowa-Sulsel yang

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Asmarhansyah 1) dan N. Yuliani 2)

Lebih terperinci

PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia

PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK adalah terkenal sebagai penghasil utama jagung di

Lebih terperinci

Efektivitas Pupuk NPK Cornalet pada Jagung

Efektivitas Pupuk NPK Cornalet pada Jagung Efektivitas Pupuk NPK Cornalet pada Jagung Q. D. Ernawanto dan T. Sudaryono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km.4 Malang, Tlp.(0341) 494052, Fax (0341) 471255 E-mail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2011 BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani di daerah pedesaan dimana tempat mayoritas para petani menjalani kehidupannya sehari-hari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bionutrien merupakan suatu bahan organik yang mengandung nutrisi yang

BAB I PENDAHULUAN. Bionutrien merupakan suatu bahan organik yang mengandung nutrisi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bionutrien merupakan suatu bahan organik yang mengandung nutrisi yang bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah dan kualitas hasil tanaman. Banyak tumbuhan

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

Decision Support System (DSS) Pemupukan Padi Lahan Rawa

Decision Support System (DSS) Pemupukan Padi Lahan Rawa Decision Support System (DSS) Pemupukan Padi Lahan Rawa Muhammad Alwi dan Arifin Fahmi Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jln. Kebun Karet P.O.Box 31, Loktabat Utara, Banjarbaru, Kalimantan Selatan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING MELALUI PERUBAHAN PENERAPAN SISTEM TANAM TANAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING MELALUI PERUBAHAN PENERAPAN SISTEM TANAM TANAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING MELALUI PERUBAHAN PENERAPAN SISTEM TANAM TANAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA Tota Suhendrata dan Setyo Budiyanto Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci