BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jambu Biji Jambu biji termasuk dalam family Myrtaceae, kelas Dycotyledoneae, dengan nama botani Psidium guajava, L. Tanaman ini sering disebut jambu biji, jambu siki, dan jambu klutuk (Rismunandar, 1981). Tanaman ini adalah tanaman tropis yang berasal dari Brazil, lalu disebarkan ke Indonesia melalui Thailand (Wikipedia, 2011). Jambu biji merupakan tumbuhan semak atau pohon berukuran kecil yang banyak cabangnya. Permukaan kulit batangnya licin, keras, terkelupas, dan warnanya coklat muda. Pohonnya dapat mencapai tinggi 5-7 m dengan garis tengah batang cm, bunganya putih dan besar, kulit buahnya mengkilat. Keanekaragamannya terdapat pada bentuk, besar, dan warna daging buahnya (Anonim, 1980). Wilson (1980) menyatakan bahwa tanaman jambu biji tumbuh baik pada daerah tropika dan subtropika, hingga mencapai tinggi 10 m. Ukuran diameter buah jambu biji adalah 3-8 cm. Menurut Coppack, Brown (1983), umur buah berbunga sampai masak kurang lebih 110 hari. Buah jambu biji, pada waktu muda kulitnya berwarna hijau pekat dan mendekati tahap masak, buahnya berubah warna menjadi hijau muda sampai kekuning-kuningan. Kulit buah ada yang licin dan ada yang berbintik kasar dengan sedikit berlapis lilin. Warna daging buahnya bervariasi, ada yang putih, kuning, dan merah. Sedangkan bentuk buahnya ada yang bulat dan ada pula yang lonjong. Pemanenan buah jambu biji yang masak dilakukan dalam periode dua sampai tiga bulan. Parimin (2007) menyatakan bahwa jambu batu/biji memiliki buah yang berwarna hijau dengan daging buah berwarna putih atau merah dan berasa asam-manis. Ada beberapa macam jambu biji yang dikenal di Indonesia, antara lain: 1. Jambu Pasarminggu Jambu Pasarminggu memiliki dua varian: berdaging buah putih dan merah. Yang berdaging putih, dikenal sebagai jambu 'susu putih', lebih digemari karena rasanya manis, daging buahnya agak tebal, dan teksturnya lembut. Yang berdaging buah merah kurang disukai karena buahnya cepat membusuk dan rasanya kurang manis. Kulit buahnya tipis berwarna hijau kekuningan bila masak. Bentuk buahnya agak lonjong dengan bagian ujung membulat, sedangkan bagian pangkal meruncing. Jambu Pasarminggu merupakan ras lokal. 2. Jambu Getas Merah Jambu Getas Merah adalah varian jambu biji yang berdaging hijau sampai kekuningkuningan dan berisi merah muda. Jambu ini beda dengan jambu Pasarminggu, jambu ini bentuknya agak melonjong dan rasanya kurang manis, tetapi jambu ini memiliki khasiat yang baik karena mengandung tanin, quersetin, glikosida quersetin, flavonoid, minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam oleanolat, asam guajaverin, dan vitamin yang lebih banyak. Kelebihannya lagi jambu getas merah ini tidak mengenal musim, dan selalu berbuah setiap saat dan kebanyakan dikembangbiakkan dengan pencangkokan. Jambu ini sudah banyak dibudidayakan di daerah Kendal, asalnya dari Getasblawong Pageruyung Kendal.

2 3. Jambu Australia Jambu Australia diintroduksi dari Australia. Kekhasannya adalah daunnya berwarna merah keunguan. Walaupun buahnya dapat dimakan, biasanya orang menanam di pekarangan lebih sebagai tanaman hias. Buahnya manis bila sudah masak, tetapi tawar bila belum matang. 4. Jambu sukun Kata "sukun" berarti "tidak berbiji". Jambu varietas unggul ini memang tidak memiliki biji, kalaupun ada hanya 2-3 biji. Daging buahnya putih kekuningan dengan rasa manis agak asam. Teksturnya agak keras, renyah, dan beraroma wangi. Bentuk buahnya mirip apel, dengan ukuran panjang antara 4-5 cm. Kulit buahnya bila matang berwarna hijau keputihan. Jambu sukun dapat berproduksi terus menerus sepanjang tahun, meskipun relatif sedikit. Namun demikian, jenis jambu ini relatif tahan terhadap serangan hama dan penyakit. 5. Jambu Bangkok Jambu Bangkok merupakan sebutan untuk jambu biji dengan buah yang besar. Beberapa memang diintroduksi dari Thailand. Salah satunya adalah 'jambu sari'. Bentuk buahnya bulat sempurna dengan garis tengah sekitar 10cm. Ukuran buah mentahnya lebih besar daripada ketika matang. Tressler (1953) menyatakan bahwa juice jambu biji mempunyai flavor dan aroma yang disukai, dan sering digunakan untuk pembuatan jelly, marmalade, punch, dan produk lainnya serta minuman. Menurut Luh, Kean (1975), jambu biji merupakan salah satu buah yang penting dari famili Myrtaceae, banyak digunakan untuk puree, juice, nectar, dan minuman. Parimin (2007) menyatakan bahwa daun jambu biji dikenal sebagai bahan obat tradisional untuk batuk dan diare. Jus jambu biji "bangkok" juga dianggap berkhasiat untuk membantu penyembuhan penderita demam berdarah dengue. Produksi jambu biji pada tahun 1999 sebesar ton, sedangkan ton sisanya diimpor dari beberapa negara produsen lain. Negara tujuan ekspor jambu biji antara lain Hongkong, Taiwan, Singapura, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Belanda, Tokelau, Malaysia, Thailand, dan Swiss. Ekspor jambu biji pada tahun 2001 sebesar ton dengan nilai ekspor sebesar US $ Jambu biji merupakan buah klimakterik dan mempunyai aroma yang khas dan dimakan dalam bentuk segar atau dimasak. Gambar 1. Buah Jambu Biji Getas Merah Sumber: (Artika, 2010) 6

3 2.2 Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Jambu Biji Menurut Rismunandar (1981), kadar vitamin C pada jambu biji sebesar mg dan kadar vitamin A antara mikrogram setiap 100 g daging buah. Jambu biji mengandung kalsium dan phosphor yang tinggi (Berry, 1979). Wilson (1980) menyatakan bahwa jambu biji juga mengandung vitamin A yang tinggi. Pada jambu biji yang berdaging buah merah mengandung karoten 3.1 mg per 100 gram daging buah, sedangkan pada jambu biji berdaging buah putih tidak terdeteksi adanya karoten (pada panjang gelombang 450 nm). Jambu biji berdaging buah merah mengandung asam panthotenat sedikit lebih tinggi (0.17 mg/100 g) daripada yang berdaging buah putih (0.13 mg/100 g). Menurut Asenjo et al. (1948), kandungan tiamin rata-rata jambu biji adalah mg/100 g daging buah. Kandungan tiamin (vitamin B 1 ) jambu biji yang berdaging buah merah (0.05 mg/100 g buah) lebih tinggi daripada kandungan tiamin jambu biji yang berdaging putih (0.03 mg/100 g buah) (Cordoba, 1961). Menurut Ulrich (1948), kandungan asam utama dari jambu biji adalah asam sitrat dan sedikit asam malat. Seshadri, Vasishit (1964) menyatakan bahwa selama proses pematangan jambu biji terjadi peningkatan jumlah glukosa, arabinosa, dan maltosa yang terdapat dalam daging buah. Kandungan polifenol tertinggi terdapat pada buah yang masih mentah, dan menurun jika buah semakin matang (Wilson, 1980). Chan, Kwok (1975) menyatakan bahwa dengan digunakannya metode kromatografi gas, dapat diketahui bahwa kandungan jambu biji terdiri dari 3.43% fruktosa, 2.08% D-glukosa, 0.31% sukrosa dengan total gula sebesar 5.82%. Komponen flavor jambu biji terdiri dari 12 macam hidrokarbon, 14 macam alkohol, 19 macam karbonil, dan benzotiazol (Wilson, 1980). Parimin (2007) menyatakan bahwa biji jambu biji kering mengandung 14% minyak atsiri, 15% protein, dan 13% tepung. Jambu biji mengandung vitamin C yang cukup tinggi. Kandungan vitamin C jambu biji dua kali lebih banyak dari jeruk manis yang hanya 49 mg per 100 g. Bila dilihat dari jenisnya, jambu merah getas memiliki warna merah dan rasa buah lebih manis dan segar. Di samping itu, jambu jenis ini dipercaya dapat menambah trombosit darah sehingga sering dijadikan obat demam berdarah. Selain itu, jambu biji telah terbukti mengobati diare, disentri, demam berdarah, gusi bengkak, sariawan, jantung, dan diabetes. 2.3 Vitamin C Bredbenner et al. (2009) menyatakan bahwa manusia merupakan salah satu dari beberapa organisme yang tidak dapat membuat dan menyuplai vitamin C. Oleh karena itu, kebutuhan vitamin C manusia harus disuplai dari makanan yang dikonsumsi. Vitamin sangatlah penting, yang merupakan bahan organik dan dibutuhkan dalam jumlah kecil pada makanan. Vitamin bukan merupakan sumber energi, namun sangat penting untuk pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan jaringan tubuh. Vitamin C merupakan jenis vitamin yang dapat larut dalam air. Vitamin yang larut dalam air diserap dalam usus kecil dan dilepaskan secara langsung ke dalam darah. Vitamin C juga dikenal sebagai ascorbic acid, dan merupakan jenis vitamin yang paling tidak stabil. Vitamin C dapat dengan mudah hilang pada proses pengolahan dan pemasakan. Proses pemasakan dapat menurunkan kadar vitamin C sampai 40%. Vitamin C sangat tidak stabil apabila kontak dengan besi, tembaga, dan oksigen. Sari buah adalah makanan yang bagus untuk melindungi vitamin C karena kadar keasamannya dapat menurunkan kerusakan vitamin C (Bredbenner et al., 2009). 7

4 Kebutuhan harian vitamin C pada pria dewasa adalah 90 mg/hari, sedangkan wanita dewasa membutuhkan 75 mg/hari. Selain berfungsi sebagai antioksidan, berdasarkan hasil penelitian vitamin C juga dapat dimanfaatkan untuk mencegah kanker dan penyakit jantung (Bredbenner et al., 2009). 2.4 Maltodekstrin Bahan pengisi adalah bahan-bahan yang ditambahkan untuk memperbesar volume dan meningkatkan jumlah total padatan. Kandungan total padatan berpengaruh pada lama proses pengeringan kabut dan rendemen. Maltodekstrin merupakan oligosakarida yang dihasilkan dari hidrolisis pati yang diatur oleh enzim-enzim tertentu atau hidrolisis oleh asam, berwarna putih sampai bening. Maltodekstrin dapat digunakan pada makanan karena maltodekstrin memiliki beberapa sifat penting antara lain maltodekstrin mengalami proses dispersi yang cepat, memiliki daya larut yang tinggi, mampu membentuk film, memiliki sifat higroskopis yang rendah, dan mampu menghambat kristalisasi. Selain itu, maltodekstrin memiliki nilai DE (dextroseequaivalency) yang tinggi, sehingga kelarutan maltodekstrin akan sangat baik dan lebih meningkat, DE yang rendah berhubungan dengan meningkatnya viskositas dan kadar air. Karena daya larut yang baik pada air dingin dan tidak higroskopis, maka maltodekstrin secara umum digunakan pada pengeringan kabut untuk tujuan penambahan flavor, pengganti lemak, dan penambah massa (You, 2008). Struktur molekul maltodekstrin berbentuk spiral sehingga molekul-molekul flavor akan terperangkap didalam struktur spiral helix, dengan demikian penambahan maltodekstrin akan dapat menekan kehilangan komponen volatile selama proses pengolahan. Maltodekstrin dapat digunakan pada proses enkapsulasi, untuk melindungi senyawa volatile, melindungi senyawa yang peka terhadap oksidasi atau panas, maltodekstrin dapat melindungi stabilitas flavor selama proses penyaringan spray dryer (Gustavo, Barbosa-Canovas, 1999). Gugus hidroksil dalam air, akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul air sekitarnya, jika air dihilangkan maka akan terjadi pengkristalan, karena gugus hidroksil akan membentuk ikatan hidrogen dengan ikatan gugus hidroksil yang lain sesama monomer. Oleh karena itu, semakin banyak maltodekstrin yang ditambahkan, semakin cepat terjadi pengkristalan dan penguapan kadar air bahan akan semakin rendah (Gustavo, Barbosa-Canovas, 1999). Dekstrinisasi adalah proses untuk mendapatkan dekstrin dan merupakan cara tertua untuk memodifikasi pati. Molekul-molekul pati yang besar dan tidak dapat larut dalam air dingin dihidrolisis hingga menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil. Dalam hal ini ukuran molekul dikurangi sampai tingkat dimana molekul tersebut menjadi dapat larut dalam air dingin. Karena melibatkan panas, maka dekstrinisasi sering disebut pula pyroconversions. Perubahan-perubahan yang terjadi pada polimer-polimer D-glukosa pati selama pyroconversions sangat kompleks. Pada penelitian terdahulu untuk pengeringan tepung jambu biji oleh Soelistyo (1988), konsentrasi optimal maltodekstrin yang digunakan dalam pembuatan minuman bubuk jambu biji sebesar 3%, dengan menggunakan suhu pengeringan kabut 160 o C. 2.5 Tepung Instan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), instan berarti langsung (tanpa dimasak lama) dapat diminum atau dimakan, seperti kopi, susu bubuk. Sedangkan menurut Prasetiyo (2003), disebut instan karena dapat dengan cepat disajikan dan dinikmati, yaitu cukup menyeduhnya dengan air. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tepung dapat diartikan sebagai barang yang lumat 8

5 atau berbutir-butir halus seperti tepung, abu, atau bubuk. Anonim (2011) menyatakan bahwa tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus tergantung pemakaiannya. Biasanya digunakan untuk keperluan penelitian, rumah tangga, dan bahan baku industri. Muchtadi et al. (1995) menyatakan bahwa produk yang berbentuk bubuk mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya lebih awet untuk disimpan karena kadar airnya rendah, praktis dalam penggunaan serta memudahkan dalam pengemasan dan pengangkutan. 2.6 Tepung Jambu Biji Tepung jambu biji didapatkan melalui dua tahapan, yaitu tahapan/proses pembuatan sari buah dan dilanjutkan dengan proses pengeringan. Tepung jambu biji dapat digunakan sebagai alternatif minuman instan. Badan Standardisasi Nasional Indonesia belum mengeluarkan standar nasional tepung minuman rasa jambu, oleh karena itu sebagai acuan, pada Lampiran 7 terdapat syarat mutu tepung minuman rasa jeruk. Pada penelitian Soelistyo (1988) mengenai pembuatan tepung jambu biji dengan menggunakan pengering kabut, suhu pengeringan yang digunakan adalah 160 o C dengan penambahan dekstrin pada empat taraf yaitu 3, 7, 11, dan 15%. Perendaman dalam natrium bisulfit selama 15 menit, dengan tingkat konsentrasi tiga taraf yaitu 0.1, 0.2, dan 0.3 persen. Serta penambahan tepung gula sebanyak dua taraf yaitu 60 dan 75 persen. Secara umun, dari perlakuan yang ada, hasil terbaik adalah A 3 B 1 C 2 (perendaman natrium bisulfit 0.3%, dekstrin 3%, dan tepung gula 75%). Perlakuan A 3 B 1 C 2 memberikan hasil antara lain: rendemen sebesar 9.28%, densitas kamba 0.83 g/ml, kadar air 2.33%, vitamin C mg/100 g, dan kelarutan sebesar 83.76%. Perendaman natrium bisulfit dengan konsentrasi lebih tinggi memberikan hasil yang lebih tinggi pula pada semua perlakuan, kecuali kadar abu, kelarutan, dan total asam tertitrasi, tidak memberikan pengaruh yang nyata. Penambahan dekstrin meningkatkan rendemen, kadar air, dan densitas kamba. Akan tetapi, menurunkan ph, vitamin C, total asam tertitrasi serta nilai kesukaan aroma, rasa, dan warna. Penambahan tepung gula meningkatkan rendemen, kadar air, kelarutan, derajat keputihan, nilai kesukaan aroma dan rasa. Menurunkan densitas kamba, kadar abu, total asam tertitrasi, vitamin C dan nilai kesukaan warna. Lindawati (1992) dalam penelitiannya mengenai pembuatan minuman bubuk jambu biji, menggunakan suhu pengering kabut sebesar 180 o C. Perlakuan penambahan dekstrin adalah pada taraf 6%, 9%, dan 12%. Perbandingan daging buah dan air pengekstrak adalah 1:1. Flavor yang ditambahkan sebanyak 0.4%, gula yang ditambahkan sebanyak 15% sebelum proses pengeringan dalam bentuk gula pasir, dan 25% sesudah proses pengeringan dalam bentuk gula halus. Asam askorbat ditambahkan setelah proses pengeringan sebanyak 300, 450, dan 600 mg/100 g produk sedangkan kondisi tekanan alat pengering kabut pada 4.8 kg/cm 2. Semakin banyak jumlah dekstrin yang ditambahkan, kadar air, nilai ph, nilai kesukaan terhadap aroma dan rasa akan menurun. Tetapi sebaliknya, rendemen, derajat putih, nilai kesukaan terhadap warna semakin meningkat. Nilai penerimaan umum tertinggi diberikan pada penambahan 9% dekstrin. Peningkatan jumlah asam askorbat yang ditambahkan mengakibatkan peningkatan kadar asam askorbat, asam tertitrasi total dan nilai kesukaan terhadap rasa, sebaliknya nilai ph semakin menurun. Hasil terbaik adalah pada tingkat penambahan 6-9% dekstrin dan 600 mg asam askorbat/100 gram produk. 9

6 2.7 Pengeringan Muchtadi et al. (1995) menyatakan bahwa pengeringan merupakan suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari bahan dengan menggunakan energi panas, sehingga tercapai tingkat kadar air kesetimbangan dengan kondisi udara normal. Dengan kadar air yang rendah, maka daya tahan produk dapat ditingkatkan dan produk lebih awet. Nasution (1982) menyatakan bahwa pengeringan merupakan metode untuk menurunkan kadar air bahan pangan. Pengeringan merupakan metode tertua untuk pengawetan bahan pangan. Hal ini karena dalam keadaan kering mikroba pembusuk tidak dapat tumbuh, dan enzim penyebab perubahan kimia tidak dapat aktif secara normal. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah pengangkutan dan pengepakan. Di samping itu, pengeringan juga menimbulkan beberapa kerugian antara lain terjadinya perubahan warna, tekstur, dan aroma (Winarno et al., 1982). Menurut Achanta, Okos (2000), pengeringan makanan telah diaplikasikan untuk beberapa alasan, antara lain: meningkatkan umur simpan, mengurangi biaya pengemasan, menurunkan beban pengiriman, meningkatkan rasa dan aroma, penambahan nilai jual dengan merubah struktur dari produk asli dan penambahan nilai gizi atau nutrisi. Purnomo, Adiono (1985) menyatakan bahwa pengeringan mempunyai kerugian hilangnya flavor yang mudah menguap dan memucatnya pigmen, perubahan struktur, dan menimbulkan bau gosong pada kondisi tidak terkendali. Ada beberapa peranan udara pada proses pengeringan bahan, antara lain: udara mengambil uap di daerah pengeringan, udara menghantarkan panas ke dalam bahan yang dikeringkan, dan udara merupakan tempat membuang uap yang telah diambil dari tempat pengeringan (Sutijahartini, 1985). Menurut Sutijahartini (1985), kadar air bahan yang diketahui karena proses pengeringan dapat dinyatakan dalam dua macam, yaitu kadar air berdasarkan bahan basah (b.b.) dan kadar air berdasarkan bahan kering (b.k.). Kadar air basis kering adalah jumlah air yang diuapkan per berat bahan setelah pengeringan. Jumlah air yang diuapkan adalah berat bahan sebelum pengeringan dikurangi berat bahan setelah pengeringan atau dinyatakan pada persamaan (1) berikut ini: (1) Kadar air basis basah dinyatakan sebagai jumlah air yang diuapkan per berat bahan sebelum pengeringan, dengan rumus pada persamaan (2) berikut ini: (2) 2.8 Spray Dryer Nasution (1982) menyatakan bahwa ada beberapa macam alat pengering yang dapat digunakan, dan ini tergantung dari jenis bahan yang hendak dikeringkan. Penggunaan spray dryer/pengering kabut terutama digunakan untuk produk yang sensitif terhadap panas seperti susu, telur, dan keju (Potter, 1980). Buah-buahan yang berbentuk sari buah, bubur, dan pasta dapat dikeringkan dengan pengering kabut, dan beberapa di antaranya harus diberi perlakuan penambahan pati (Master, 1979). 10

7 Soekarto, Syarief (1992) menyatakan bahwa pengeringan kabut biasanya dilakukan terhadap bahan yang berbentuk fluida dengan kadar air tinggi. Fluida diusahakan menjadi droplet dengan cara menyemprotkan fluida yang dimaksud menggunakan sprayer (nozzle) pada tekanan tinggi, kemudian dialirkan ke dalam sebuah ruang yang di dalamnya terdapat hembusan udara panas. Sebagian besar kandungan air di dalam droplet menguap pada kecepatan konstan. Menurut Loesecke (1995), pada pengering kabut (spray dryer), bahan dari bentuk larutan, suspensi, atau sludge, dikabutkan dalam udara panas. Udara mengalirkan panas ke bahan yang telah dikabutkan, dan air yang terkandung di bahan akan menguap, sehingga yang tertinggal adalah padatan sebagai tepung yang terbang di siklon. Metode pengabutan bervariasi tergantung pada bahan yang akan dikeringkan. Pengabut atau yang dinamakan atomizer dapat berbentuk disc, nozzle, dan lain-lain, tergantung tujuan dalam pengeringan. Atomizer dapat diletakkan di bagian atas, tengah, samping, atau di bagian bawah dari drying chamber. Menurut Sutijahartini (1985), bahwa bahan yang berbentuk larutan atau pasta dikeringkan menjadi bentuk butiran halus dengan spray dryer. Larutan atau pasta dikabutkan kedalam aliran udara panas, dan pemindahan panas berlangsung dengan cepat sehingga tetesan langsung kering dan tidak mengadakan kontak dengan tetesan yang tinggal butiran halus dan kering. Butiran bahan kering akan jatuh dan terkumpul pada alas pengering dan dengan alat pengumpul debu butiran-butiran ini dihisap serta dikumpulkan dalam bak penampung bahan kering. Master (1979) menyatakan bahwa waktu kontak antara droplet dengan udara panas dalam ruangan pengering berlangsung sangat singkat hanya beberapa detik, sehingga sedikit sekali kemungkinan terjadinya degradasi karena panas. Sedangkan menurut Kjaergaard (1974), produk mengalami pengeringan tanpa bersinggungan dengan logam panas, suhu produk relatif tetap rendah, walaupun pengeringan dilakukan pada suhu relatif cukup tinggi. Penguapan berlangsung sangat cepat, karena luasnya permukaan bahan. Gambar 2 memperlihatkan skema alat pengering kabut. Gambar 2. Skema pengering kabut (spray dryer) Sumber: (Anonim, 2011) Loesecke (1995) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengeringan pada pengering kabut, antara lain: 1. Desain Banyak pengering yang menjamin bahwa campuran antara pergerakan udara yang cepat dengan bahan yang dikeringkan mendorong pengeringan dengan cepat. Pengering kabut adalah salah satu pengering yang dalam kondisi ini lebih baik dibandingkan dengan pengering tipe lain. Dalam kasus tunnel dryer, pengeringan cepat adalah pencapaian terbaik dengan pergerakan udara 11

8 melewati tunnel dalam arah yang berbeda menuju produk, atau dengan menambahkan udara panas di jalur akhir pada tunnel dan daerah pengeluaran dingin, udara lembab di atau dekat pusat. Apabila udara dipaksa melewati bahan lebih dari kapasitasnya, pengeringan akan lebih cepat. Isolasi pengering untuk menghambat kehilangan panas dan mengurangi kebocoran udara karena pengeringan cepat. Spray dan tunnel dryer jarang diisolasi bagaimanapun juga. Belum ada yang benar-benar tahu desain terbaik untuk pengeringan, karena belum diketahui kondisi terbaik pengeringan untuk produk, atau apa saja yang terjadi selama pengeringan. 2. Volume aliran udara Total volume aliran udara yang tinggi sangat sesuai untuk pengeringan yang cepat. 3. Suhu tinggi Jika udara yang masuk dipanaskan sampai suhu tertinggi dan dapat dipertahankan dengan aman untuk bahan yang akan dikeringkan selama pengeringan, maka proses pengeringan yang cepat akan terjadi. Bahan yang lembab dan masih mengandung kadar air yang tinggi, akan lebih toleran pada suhu yang lebih tinggi saat pengeringan, ketika bahan tetap dingin karena laju penguapan air. 4. Proporsi sirkulasi udara Jika bagian udara yang seharusnya keluar lewat saluran pengeluaran kembali bercampur dengan udara segar yang datang dan kemudian dipanaskan, maka udara akan berlalu dan bahan akan lebih lembab. Waktu pengeringan lebih lama, akan tetapi ada penghematan energi. 5. Laju pemasukan dari bahan Dalam pengering tunnel, operasi yang ideal menjadi satu dalam udara yang melewati tunnel yang tidak akan dingin, dan kelembaban relatif akan rendah. Kondisi ini dapat dicapai dengan penurunan berat bahan basah yang dimasukkan ke pengering. Banyak pengering yang melebihkan tray, menjamin bahwa dengan cara ini, dapat meningkatkan kapasitas pengeringan. Pemasukan tray dapat menjadi lebih berat dimana aliran udara melewati bahan. 6. Keadaan produk yang dikeringkan Jika kadar air bahan yang akan dikeringkan sulit untuk dihilangkan karena struktur fisik dan kadar gula yang tinggi, pengeringan tidak akan terpengaruh oleh banyaknya panas yang disalurkan. Pada umumnya alat pengering mempunyai dua zona pengeringan yaitu pengeringan primer dan sekunder. Pada zona pengeringan primer, air menguap dari droplet dengan diikuti oleh penurunan suhu udara pengering yang cukup besar. Soekarto, Syarief (1992) menyatakan bahwa pada zona sekunder, air menguap dari droplet dalam jumlah yang relatif sedikit sehingga penurunan suhu udara pengering tidak begitu nyata. Master (1979) menyatakan bahwa ada tiga elemen terpenting pada pengering kabut yaitu atomizer, ruang pengering, dan pengumpul partikel-partikel kering yang dihasilkan. Masing-masing elemen tersebut memerlukan kondisi tertentu yang sangat tergantung dari sifat bahan yang akan dikeringkan. Pengeringan kabut terdiri dari empat tahapan proses, yaitu (1) atomisasi bahan, sehingga dapat membentuk kabutan sehalus mungkin, (2) kontak antara partikel hasil atomisasi dengan udara pengering, (3) penguapan air bahan, dan (4) pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya. Larutan yang akan dikeringkan harus mempunyai konsentrasi yang tinggi. Hal ini menyangkut efisiensi dari alat pengering itu sendiri dan masalah ekonomi yang menyangkut rendemen hasil pengeringan. Konsentrasi yang baik untuk produk buah-buahan adalah 30-35%. Menurut Soekarto, Syarief (1992), suhu udara pengering yang lazim digunakan berkisar antara sampai 260 o C dan ketika meninggalkan alat pengering suhu telah turun menjadi sekitar

9 sampai o C. Produk buah-buahan suhu pengeringan yang umumnya digunakan adalah o C (Master, 1979). Soekarto, Syarief (1992) menyatakan bahwa kecepatan aliran udara pengering berkisar antara sampai m/s, agar droplet dapat bergerak jatuh sementara air di dalamnya menguap dan kemudian setelah kering mengendap di bagian dasar ruang pengering. Soekarto, Syarief (1992) menyatakan bahwa arah lintasan droplet ketika jatuh di dalam ruang pengering relatif terhadap arah aliran udara pengering menentukan ukuran droplet yang harus disediakan baik melalui spuyer atau piringan berputar. Berdasarkan desain, pengering kabut dapat digolongkan menjadi lima golongan, yaitu: 1. Mendatar dan arah litasan droplet seiring dengan aliran udara 2. Tegak (sederhana) dan arah lintasan droplet ke bawah seiring dengan aliran udara. Golongan ini dibagi lagi menjadi dua yaitu: a. Aliran udara lurus b. Aliran udara berputar tetapi secara keseluruhan arahnya seiring dengan lintasan droplet (ke bawah) 3. Tegak (tidak sederhana) dan arah lintasan droplet ke bawah seiring dengan aliran udara 4. Tegak dan arah aliran droplet ke atas seiring dengan aliran udara 5. Tegak tetapi arah lintasan droplet berlawanan dengan arah aliran udara pengering Indryani (2000) menggunakan alat pengering kabut pada pembuatan tepung agar-agar, dan hasil terbaiknya diperoleh dengan perlakuan suhu inlet dan outlet sebesar 180 o C dan 85 o C dengan tekanan semprot 3 bar dan suhu inlet dan outlet 190 o C dan 90 o C dengan tekanan semprot 1.5 bar. Hudin, Winarno (1989) menggunakan alat pengering kabut pada pembuatan sari cakar ayam instan, dan hasil terbaiknya diperoleh dengan perlakuan tepung beras sebagai bahan pengisi pada konsentrasi 15% dengan suhu pengering 190 o C. Muchtadi et al. (1995) dalam penelitiannya mengenai pengaruh pengeringan dengan alat pengering kabut dan pengering drum terhadap aktivitas antitrombotik bawang putih dan bawang merah, menyatakan bahwa pengeringan menurunkan aktivitas antitrombotik bawang. Bubuk bawang yang mempunyai aktivitas antitrombotik tertinggi adalah bubuk bawang putih hasil pengering kabut dengan nilai D mg/ml, diikuti oleh bubuk bawang putih hasil pengering drum, bubuk bawang merah hasil pengering kabut, dan bubuk bawang merah hasil pengering drum, dengan nilai D 50 masing-masing 2.56, 3.02, dan 4.60 mg/ml. 13

JAMBU BIJI BAB. I. (Psidium guajava L.) Gambar 1.1. Macam-Macam Warna Jambu Biji (Psidium guajava L.)

JAMBU BIJI BAB. I. (Psidium guajava L.) Gambar 1.1. Macam-Macam Warna Jambu Biji (Psidium guajava L.) BAB. I JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) Gambar 1.1. Macam-Macam Warna Jambu Biji (Psidium guajava L.) Sumber: https://www.google.com/search?q=gambar+tanaman+jambu Biji 1 A. Sekilas Tanaman Jambu Biji Jambu

Lebih terperinci

MUTU TEPUNG JAMBU BIJI INSTAN HASIL PENGERINGAN KABUT DARI BERBAGAI SUHU PROSES SKRIPSI

MUTU TEPUNG JAMBU BIJI INSTAN HASIL PENGERINGAN KABUT DARI BERBAGAI SUHU PROSES SKRIPSI MUTU TEPUNG JAMBU BIJI INSTAN HASIL PENGERINGAN KABUT DARI BERBAGAI SUHU PROSES SKRIPSI DHIAS TANAYA F14070019 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 QUALITY OF INSTANT GUAVA

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI Oleh : Nama : Rudi Novianto NIM : 10.11.3643 STRATA SATU TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011 A. Abstrak Jambu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Penelitian Pendahuluan 4.1.1 Pengaruh Pasteurisasi dan Maltodekstrin Hasil untuk sampel dengan maltodekstrin 3% yang dipasteurisasi, rendemen dari berat jambu awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jambu biji merupakan salah satu buah yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Jambu biji ini sangat populer karena mudah didapat dan memiliki harga yang cukup murah.

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan minuman serbuk instan campuran sari buah jambu biji merah dan wortel dengan menggunakan alat pengering semprot/ spary dryer. Komponen-komponen nutrisi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belimbing wuluh merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia dan daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui sebagai tanaman pekarangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian. 12 I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan sumber penting dalam pemenuhan kebutuhan vitamin dan juga karbohidrat bagi tubuh. Buah memiliki rasa yang unik dan juga mengandung kalori yang rendah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Buah cepat sekali rusak oleh pengaruh mekanik, kimia dan mikrobiologi sehingga mudah menjadi busuk. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri. Pemanis yang umumnya digunakan dalam industri di Indonesia yaitu

BAB I PENDAHULUAN. industri. Pemanis yang umumnya digunakan dalam industri di Indonesia yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanis merupakan bahan yang sering digunakan untuk keperluan produk olahan pangan seperti makanan dan minuman baik skala rumah tangga maupun industri. Pemanis yang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut 4. PEMBAHASAN Pembuatan minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah merupakan sebuah penelitian pengembangan produk yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai fungsional pada bahan alami dengan lebih mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak Firman Jaya OUTLINE PENGERINGAN PENGASAPAN PENGGARAMAN/ CURING PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Redistilat asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap dalam air yang diperoleh dari pirolisis kayu (Maga,1987). Redistilat asap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pentingnya arti kesehatan membuat masyarakat semakin sadar dalam memperbaiki gaya hidup serta pola makan dengan memilih makanan yang alami serta sehat guna untuk mencegah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelezatannya (Anonim a, 2006). Manggis menyimpan berbagai manfaat yang luar

I. PENDAHULUAN. kelezatannya (Anonim a, 2006). Manggis menyimpan berbagai manfaat yang luar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia yang mempunyai potensi ekspor sangat besar. Tanaman ini mendapat julukan ratunya

Lebih terperinci

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB PENGERINGAN 1 DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daun stevia merupakan daun yang berasal dari tanaman stevia (Stevia

BAB I PENDAHULUAN. Daun stevia merupakan daun yang berasal dari tanaman stevia (Stevia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daun stevia merupakan daun yang berasal dari tanaman stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) yang sudah banyak digunakan oleh masyarakat Paraguay sejak ratusan tahun yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alpukat Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan buah yang berasal dari Amerika Tengah, termasuk famili Lauraceae, yaitu suatu famili tanaman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biji Jali Tanaman jali termasuk dalam tanaman serealia lokal. Beberapa daerah menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai. Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman sering menggunakan pemanis sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman sering menggunakan pemanis sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri makanan dan minuman sering menggunakan pemanis sebagai penambah cita rasa pada produknya. Bahan pemanis alami yang biasa digunakan adalah gula yang berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak masyarakat Indonesia mengkonsumsi buah-buahan bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak masyarakat Indonesia mengkonsumsi buah-buahan bertujuan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak masyarakat Indonesia mengkonsumsi buah-buahan bertujuan untuk menyediakan kebutuhan akan serat dan vitamin dalam jumlah yang memadai. Buahbuahan memegang peranan

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula pasir merupakan sumber bahan pemanis yang banyak digunakan, baik untuk keperluan konsumsi rumah tangga maupun untuk bahan baku industri makanan dan minuman. Gula

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Buah kersen merupakan buah yang keberadaannya sering kita jumpai

BAB 1 PENDAHULUAN. Buah kersen merupakan buah yang keberadaannya sering kita jumpai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah kersen merupakan buah yang keberadaannya sering kita jumpai di mana-mana. Biasanya banyak tumbuh di pinggir jalan, retakan dinding, halaman rumah, bahkan di kebun-kebun.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang masih digemari dari setiap kalangan baik orang dewasa maupun anak-anak, karena es lilin mempunyai rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yoghurt merupakan salah satu bentuk produk minuman hasil pengolahan susu yang memanfaatkan mikroba dalam proses fermentasi susu segar menjadi bentuk produk emulsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli

I. PENDAHULUAN. Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli negara tropika yang mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan di berbagai daerah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Tujuan penelitian, (4) Maksud penelitian, (5) Manfaat penelitian, (6) Kerangka Berpikir, (7) Hipotesa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan pengembangan produk olahan dengan penyajian yang cepat dan mudah diperoleh, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif sejak beberapa dasawarsa silam telah menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif sejak beberapa dasawarsa silam telah menjadi penyebab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit degeneratif sejak beberapa dasawarsa silam telah menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Menurut laporan WHO, tercatat hampir 17 juta orang meninggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang memiliki sifat rentan terhadap kerusakan oleh lingkungan luar dengan

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang memiliki sifat rentan terhadap kerusakan oleh lingkungan luar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Enkapsulasi merupakan proses fisik pelapisan bahan inti (bahan aktif), yaitu bahan yang memiliki sifat rentan terhadap kerusakan oleh lingkungan luar dengan

Lebih terperinci

1. PROSPEK TEH HIJAU SEBAGAI INDUSTRI HILIR TEH

1. PROSPEK TEH HIJAU SEBAGAI INDUSTRI HILIR TEH TEKNOLOGI HILIR TEH Pokok Bahasan : 1. Prospek Teh Hijau Sebagai Bahan Baku Industri Hilir Teh 2. Teh Wangi 3. Teh Instan 4. Tablet Effervescent Teh Hijau (TETH) 5. Teh Katekin Tinggi 6. Teh celup, botol

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pikiran, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tropis yang menghendaki tempat tumbuh yang tidak ternaungi dan cukup lembab.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makanan selingan berbentuk padat dari gula atau pemanis lainnya atau. makanan lain yang lazim dan bahan makanan yang diijinkan.

I. PENDAHULUAN. makanan selingan berbentuk padat dari gula atau pemanis lainnya atau. makanan lain yang lazim dan bahan makanan yang diijinkan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permen atau kembang gula merupakan produk pangan yang banyak digemari. Menurut SII (Standar Industri Indonesia), kembang gula adalah jenis makanan selingan berbentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8.

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8. PENGERINGAN DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka perlu untuk segera dilakukan diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. maka perlu untuk segera dilakukan diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia setiap tahun mendorong terjadinya peningkatan kebutuhan akan komoditas pangan. Namun, hal ini tidak diikuti dengan peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT

PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 24 ISSN : 1411-4216 PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT C.Sri.Budiyati dan Kristinah Haryani Jurusan Teknik Kimia, FakultasTeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS

PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencegah rabun senja dan sariawan (Sunarjono, 2003). Jeruk bali bisa dikonsumsi

I. PENDAHULUAN. mencegah rabun senja dan sariawan (Sunarjono, 2003). Jeruk bali bisa dikonsumsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk bali (Citrus grandis L. Osbeck) memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi dalam 100 g bagian, yaitu terdapat vitamin C sebanyak 43 mg dan vitamin A sebanyak

Lebih terperinci

Macam-macam Pengering. TBM ke 9

Macam-macam Pengering. TBM ke 9 Macam-macam Pengering TBM ke 9 Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan dengan menggunakan energy panas sehingga kadar air dalam bahan menurun. Dalam proses pengeringan biasanya disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Jambu biji disebut juga Jambu Klutuk (Bahasa Jawa), Jambu Siki, atau Jambu Batu yang dalam bahasa Latin disebut Psidium Guajava. Tanaman jambu biji merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman sari buah atau nektar, produk roti, susu, permen, selai dan jeli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman jagung (Zea mays) merupakan salah satu bahan makanan alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, jagung juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara optimal, contohnya adalah tanaman Muntingia calabura L atau talok.

BAB I PENDAHULUAN. secara optimal, contohnya adalah tanaman Muntingia calabura L atau talok. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang belum dimanfaatkan secara optimal, contohnya adalah tanaman Muntingia calabura L atau talok. Talok atau Muntingia calabura

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

kerusakan, dan dapat menurunkan kualitas dari buah-buahan.

kerusakan, dan dapat menurunkan kualitas dari buah-buahan. PENDAHULUAN Latar Belakang Puding termasuk makanan pencucimulut (dessert) yang biasanya diolah dari bahan dasar agar-agar yang berasal dari rumput laut. Proses pembuatan puding dapat dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu permen keras, permen renyah dan permen kenyal atau permen jelly. Permen

I. PENDAHULUAN. yaitu permen keras, permen renyah dan permen kenyal atau permen jelly. Permen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kembang gula atau yang biasa disebut dengan permen merupakan produk makanan yang banyak disukai baik tua maupun muda karena permen mempunyai keanekaragaman rasa, warna,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. halaman tempat tinggal (Purwaningsih, 2007).

I PENDAHULUAN. halaman tempat tinggal (Purwaningsih, 2007). I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian,

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN. karena kandungan gizi yang ada didalamnya. Susu merupakan sumber protein,

1. BAB I PENDAHULUAN. karena kandungan gizi yang ada didalamnya. Susu merupakan sumber protein, 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu adalah bahan makanan yang memiliki peran penting bagi manusia karena kandungan gizi yang ada didalamnya. Susu merupakan sumber protein, lemak, karbohidrat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di masyarakat adalah kerusakan sel tubuh sebagai akibat aktivitas unsur radikal bebas yang terdapat dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan sangat digemari terutama oleh anak-anak, karena es lilin memiliki warna yang menarik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki TINJAUAN PUSTAKA Ubi jalar ungu Indonesia sejak tahun 1948 telah menjadi penghasil ubi jalar terbesar ke empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki kandungan nutrisi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asap cair tempurung kelapa merupakan hasil pirolisis tempurung kelapa yang komponen penyusunnya berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin, yang dimurnikan dengan proses

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengawetan pangan dengan pengeringan Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan sebagai usaha tanaman industri. Rimpangnya memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan sebagai usaha tanaman industri. Rimpangnya memiliki banyak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu rempah-rempah penting. Oleh karena itu, jahe menjadi komoditas yang mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai usaha

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan. Ikan nila banyak digemari oleh masyarakat karena dagingnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci