SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan. Program Studi Pendidikan Biologi.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan. Program Studi Pendidikan Biologi."

Transkripsi

1 UJI TOKSISITAS BIOINSEKTISIDA EKSTRAK METANOL BUAH BINTARO (Cerbera odollam L.)TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA PAKAN DAUN TOMAT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Disusun oleh : Silvia Gokok NIM : PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017

2 UJI TOKSISITAS BIOINSEKTISIDA EKSTRAK METANOL BUAH BINTARO (Cerbera odollam L.)TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA PAKAN DAUN TOMAT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Disusun oleh : Silvia Gokok NIM : PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017 i

3 ii

4 iii

5 Persembahan Yeremia 17 : 7 Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN Kupersembahkan karya ini untuk : Tuhan Yang Maha Esa Kedua orang tua saya: Bapak Andreas dan Ibu Elizabeth Dosen Pembimbing Kakak dan Adik saya Sahabat dan Teman-teman yang selalu mendukung Almamaterku Universitas Sanata Dharma iv

6 v

7 vi

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuni-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Uji Toksisitas Ekstrak Metanol Buah Bintaro (Cerbera odollam L.) terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura) pada Pakan Daun Tomat. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya, khususnya kepada : 1. Orang tua saya Bapak Andreas dan Ibu Elizabeth atas segala pengorbanan, doa serta dukungan yang telah diberikan. 2. Kakak dan Adik saya Sisilia dan Rafael yang telah memberikan semangat dan doa 3. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 4. Ibu Puspita Ratna Susilawati, M.Sc. selaku dosen Pembimbing 5. Bapak Ibu Dosen serta seluruh staf pada Program Pendidikan BIologi Sanata Dharma Yogyakarta 6. Emi, April, Desi, Ajeng, Sonya, Alola, Yuna, Maria, Nisa, Pak Slamet yang telah membantu dan menemani selama penelitian serta memberikan dukungan doa 7. Teman-teman mahasiswa pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma angkatan 2013 atas kerja sama dan bantuanya, serta semua pihak yang tidak dapat disebutka satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca di terima terbuka demi perbaikan skripsi ini sehingga menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak. Penulis vii

9 UJI TOKSISITAS BIOINSEKTISIDA EKSTRAK METANOL BUAH BINTARO (Cerbera odollam L.)TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA PAKAN DAUN TOMAT Silvia Gokok Abstrak Buah bintaro merupakan salah satu tumbuhan tahunan yang banyak digunakan sebagai penghias kota, penghijauan, pestisida nabati dan bahan baku kerajinan tangan. Bintaro termasuk ke dalam familiapocynaceae yang memiliki ciri akan mengeluarkan getah jika dilukai. Bintaro merupakan tumbuhan berbahaya karena mengandung cerberinterutama pada bagian buah yang termasuk dalam golongan alkaloid dan flavonoid yang bersifat toksik. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pengaplikasian bioinsektisida ekstrak methanol buah bintaro terhadap mortalitas S. litura dan mencari nilai LC jam bioinsektisidaekstrak metanol buah bintaro terhadap S. litura. Penelitian ini menggunakan metode maserasi untuk mendapatkan ekstrak buah bintaro dengan menngunakan metanol sebagai pelarutnya dengan perbandingan 1:2, dan metode pencelupan daun sebagai cara pengaplikasian ekstrak buah bintaro. Konsentrasi ekstrak buah bintaro yang digunakan adalah 0%, 1%, 1,5%, 2% dan 2,5%, dengan pengulangan sebanyak tiga kali. Parameter yang diamati yaitu siklus hidup dan mortalitas S. litura. Data dianalisis menggunakan uji regresi linier untuk mencari nilai LC jam. Hasil penelitian, yang diperoleh yaitu ekstrak metanol buah bntaro memberikan efek terhadap mortalitas Spodoptera litura. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka semakin tinggi pula mortalitas Spodoptera litura. Nilai LC jam bioinsektisida ekstrak methanol buah bintaro terhadap mortalitas ulat grayak yaitu 1,31%. Kata kunci : toksisitas, bionsektisida, ekstrak metanol, buah bintaro, ulat grayak (Spodoptera litura), LC jam viii

10 BIOINSECTICIDE TOXICITY TEST OF BINTARO FRUIT (Cerbera odollam)methanol EXTRACT TOWARD GRAYAK CATERPILLAR (Spodoptera litura) MORTALITY ON TOMATO LEAF FEED Silvia Gokok Abstract Bintaro fruit is one of the annual plants are widely used as a plant decorative city, greening, vegetable pesticide and raw materials handicraft. Bintaro including to the Apocynaceae family which has the characteristic of issue sap if injured. Bintaro is a hazardous plant becausecontains cerberin especiallyon the fruit that belongs to the toxic alkaloid and flavonoid group. The purpose of this study were to analysis the bioinsecticide toxicity of bintaro fruit methanol extract toward S. litura mortality and to find the LC jam value of bintaro fruit methanol extract toward S. litura. Research use the maceration method to obtain bintaro fruit extract by using methanol as a solvent with ratio of 1 : 2, and leaf immersion method as a way to apply bintaro fruit extract. The concentration of bintaro fruit extract used were 0%, 1%, 1,5%, 2% and 2,5%, with three times repetition. Parameters observed were life cycle andmortality of Spodoptera litura. Data were analyzed using literature regression test to find LC jam value. The result of this research was found that bintaro fruit methanol extract showed the effect toward S. litura mortality. The higher the concentration of the extract could improve the S. litura mortality. The LC jam value of methanol extract on Spodoptera litura mortality was 1,31%. Keywords: toxicity, bioinsecticide, methanol extract, bintaro fruit, grayak caterpillar (Spodoptera litura), LC jam ix

11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv PERYATAAN KEASLIAN KARYA... v LEMBAR PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi KATA PENGANTAR... vii ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I : PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 6 C. Tujuan Penelitian... 6 D. Manfaat Penelitian... 7 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA... 8 A. Bintaro Morfologi Tumbuhan Kandungan Zat Kimia Bagian Tanaman yang Dimanfaatkan B. Pestisida C. Ulat Grayak Sistematika Ulat Grayak Ulat Grayak Tanaman Inang Gejala Serangga Pengendalian Hama D. LC E. Hasil Penelitian yang Relevan F. Kerangka Berpikir G. Hipotesis x

12 BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Batasan Penelitian C. Alat dan Bahan Penelitian Bahan Penelitian Alat Penelitian D. Cara Kerja Penelitian Perbanyakan dan Pemeliharaan Larva S. litura Pembuatan Ekstrak Buah Bintaro Uji Fitokimia Senyawa Alkaloid dan Flavonoid Aplikasi Ekstrak Buah Bintaro pada Ulat Grayak E. Parameter Pengamatan F. Metode Analisis Data BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Fitokimia Senyawa Alkaloid dan Flavonoid pada Ekstrak Metanol Buah Bintaro B. Siklus Hidup Ulat Grayak C. Mortalitas Ulat Grayak D. Hambatan, Kendala dan Keterbatasan Penelitian BAB V : APLIKASI HASIL PENELITIAN TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

13 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 : Mortalitas rayap kayu kering pada perlakuan ekstrak bintaro Tabel 2.2 : Hasil Penelitian yang Relevan Tabel 4.1 : Kandungan alkaloid dan flavonoid dalam ekstrak methanol buah bintaro Tabel 4.2: Jumlah mortalitas ulat S. litura dengan pemberian ekstrak buah bintaro xii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 : Pohon Bintaro... 8 Gambar 2.2 : Buah Bintaro... 9 Gambar 2.4 : A. Daging Buah Bintaro B. Biji Buah Bintaro Gambar 2.3 : Daun Bintaro Gambar 2.5: Ulat Grayak Gambar 2.6 : Diagram Kerangka Berpikir Gambar 3.1 : A. Ulat grayak diambil di persawahan tanaman tomat B. Toples Pemeliharaan Ulat Grayak Gambar 3.2 : Larva Instar 3 Ulat Grayak Gambar 3.3: A. Buah Bintaro yang digunakan B. Buah Bintaro dalam Bentuk Simplisia C. Ekstrak Buah Bintaro Gambar 3.4: A. Ekstrak Buah Bintaro yang telag dilarutkan B. Daun Tomat Sebagai Pakan Ulat Grayak Gambar 4.1 : Siklus Hidup Ulat Grayak Gambar 4.2 : Siklus Hidup Larva Instar satu sampai lima Gambar 4.3 : Analisis LC50 Ekstrak Buah Bintaro terhadap Ulat Grayak Gambar 4.4 : Larva Ulat Grayak yang telah mati xiii

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1: Silabus Mata Pelajaran Biologi Lampiran 2: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Lampiran 3: Media Gambar Pembelajaran Lampiran 4: Lembar Kerja Siswa Cabang Ilmu Biologi dan Manfaatnya Lampiran 5: Lembar Kerja Siswa Metode Ilmiah Lampiran 6: Jurnal Ilmiah Lampiran 7: Kisi-kisi Soal Ruang Lingkup Biologi Lampiran 8: Soal Evaluasi Cabang Ilmu Biologi dan Manfaatnya Lampiran 9: Panduan Skoring Soal Evaluasi Cabang Ilmu Biologi dan Manfaatnya Lampiran 10: Kunci Jawaban Soal Evaluasi Cabang Ilmu Biologi dan Manfaatnya Lampiran 11: Soal Evaluasi Metode Ilmiah Lampiran 12: Panduan Skoring SoalEvaluasi Metode Ilmiah Lampiran 13: Rubrik Penilaian SoalEvaluasi Metode Ilmiah Lampiran 14: Kunci Jawaban Soal Evaluasi Metode Ilmiah Lampiran 15: Lembar dan Rubrik Penilaian Presentasi Kelompok Lampiran 16: Lembar dan Rubrik Penilaian Portofolio Lampiran 17: Mortalitas Ulat Grayak selama 4 hari Lampiran 18 : Data Pakan selama 4 hari Lampiran 19 : Hasil Uji Senyawa Alkaloid dan Flavonoid xiv

16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan hama dapat menjadi sebuah masalah dalam melakukan usaha untuk meningkatkan kualitas produk pangan (Leatemi, dkk. 2011). Salah satu hama yang cukup berbahaya dan sangat mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman adalah ulat grayak (Spodoptera litura). Ulat grayak merupakan hama yang merugikan karena dapat memakan semua bagian daun dengan waktu yang cepat. Ulat grayak bersifat polifag (makan semua bagian daun) yang dapat menyerang semua bagian daun pada tanaman berdaun lunak seperti tanaman tomat, cabai, kubis, brokoli dan hanya meninggalkan tulang daun pada tanaman tersebut. Ulat grayak sering mengakibatkan penurunan produktivitas bahkan hingga kegagalan panen suatu tanaman karena menyebabkan daun menjadi terpotong-potong, robek dan berlubang. Serangan ulat grayak ini pernah terjadi di daerah Bantul yang menyerang ratusan hektar tanaman cabai. Ulat grayak menyerang semua tanaman cabai, hingga menyebabkan sekitar 30-40% daun yang terdapat di tubuh tanaman cabai berlubang dan mulai mengering. Hal ini membuat para petani khawatir karena jumlah panenan cabai mengalami penurunan yang signifikan dan yang paling penting petani mengalami kerugian materi yang besar (Linangkung, 2015). Ulat grayak merupakan hama yang tidak mudah untuk diketahui atau diidentifikasi keberadaannya pada suatu tanaman. Hal ini karena ulat grayak tersebut hanya aktif di malam hari dan tidak tampak bila pada siang hari. 1

17 2 Umumnya ulat grayak ini akan bersembunyi di tempat-tempat yang teduh seperti di bawah batang dekat leher akar. Pada malam hari, ulat grayak baru akan bekerja menyerang dan memakan daun pada tanaman inangnya. Biasanya keberadaan ulat grayak dalam menyerang suatu tanaman adalah bergerombol atau dalam jumlah banyak (Marwoto dan Suharsono, 2008). Salah satu cara pengendalian ulat grayak yang sudah umum dilakukan adalah dengan menggunakan insektisida yang berasal dari senyawa kimia sintesis. Menurut Sulistiyono (2004), pengunaan insektisida yang dilakukan oleh petani hortikultural pada umumnya tidak lagi mengindahkan aturan dosis atau konsentrasi yang dianjurkan. Penggunaan insektisida sintentik telah menimbulkan dampak ekologis yang sangat serius. Dampak ekologis yang ditimbulkan antara lain adalah timbulnya resurgensi hama, ledakan hama sekunder, matinya musuh alami dan timbulnya resistensi hama utama. Salah satu kerusakan ekologis terjadi di Lembang, Jawa Barat, yaitu kondisi tanah telah tercemar dan rusak karena penggunaan insektisida sintentik yang cukup sering dan dalam waktu lama. Hal ini menyebabkan tanah di daerah Lembang mengandung residu organoklorin yang cukup tinggi, sehingga dapat menurunkan populasi hewan tanah, menyebabkan tanah menjadi tidak subur dan rusak. Selain itu insektisida sintentik akan mencemari hasil panen yang bila dikonsumsi oleh manusia dalam jangka waktu lama dan terus-menurus maka akan menyebabkan karsinogenik hingga yang paling parah dapat menyebabkan kematian (Rimantho, 2007).

18 3 Pemilihan insektisida yang digunakan harus lebih diperhatikan lagi. Apabila masih tetap memerlukan insektisida sebagai pengendali hama maka dapat dipilih insektisida yang berasal dari bahan-bahan yang ramah lingkungan. Bioinsektisida merupakan salah satu solusi ramah lingkungan dalam rangka menekan dampak negatif akibat penggunaan insektisida sintentik yang berlebihan. Saat ini bioinsektisida telah banyak dikembangkan di masyarakat khususnya para petani. Namun belum banyak petani yang menjadikan bioinsektisida sebagai pengendali hama penyakit untuk tujuan mempertahankan produksi. Penggunaan bioinsektisida lebih aman bila dibandingkan dengan penggunaan insektisida sintentik, karena insektisida kimia akan berpengaruh terhadap tanaman maupun kesuburan tanah pada lahan tersebut (Kartimi, 2015). Berbagai jenis tumbuhan telah diketahui berpotensi sebagai insektisida nabati karena mengandung senyawa bioaktif antara lain saponin, tanin, alkaloid, flavonoid dan terpenoid. Beberapa tumbuhan diketahui dapat memberikan efek mortalitas terhadap serangga, sehingga tumbuhan tersebut dapat digunakan sebagai alternatif insektisida nabati. Penggunaan insektisida nabati dapat dijadikan alternatif pengendalian hama yang relatif lebih murah dan aman terhadap lingkungan (Balfas dan Willis, 2009). Di Indonesia terdapat 50 famili tumbuhan yang dianggap sebagai sumber potensial insektisida alami antara lain Meliaceae, Annonaceae, Apocynaceae, Asteraceaea, Piperaceae dan Rutaceae. Selain bersifat sebagai insektisida, jenis-jenis tumbuhan tersebut juga memiliki sifat sebagai fungisida, virusida, nematisida, bakterisida,

19 4 mitisida maupun rodentisida (Setiawati dkk, 2008). Salah satu contoh bioinsektisida adalah ekstrak tanaman mahoni (Swietenia mahagoni) yang merupakan familia dari Meliaceae yang dapat digunakan sebagai insektisida nabati. Biji mahoni mengandung senyawa flavonoid, saponin, alkaloid, steroid, terpenoid dan senyawa sweitenin (Sianturi, 2001). Senyawa sweitenin yang terdapat pada biji mahoni termasuk dalam senyawa limonoid yang bersifat sebagai antifeedant dan penghambat pertumbuhan (Dadang dan Ohsawa, 2000). Bintaro (Cebera odollam) merupakan salah satu jenis tumbuhan tergolong familia Apocynaceae yang diyakini bisa dimanfaatkan sebagai insektisida nabati. Senyawa kimia yang terdapat di dalam ekstrak bintaro adalah senyawa metabolit sekunder seperti saponin, polifenol dan alkaloid yang bersifat polar sehingga dapat larut dalam pelarut polar atau semipolar, seperti pelarut metanol (Utami, 2010). Masing-masing senyawa metabolit sekunder mempunyai daya kerja yang berbeda sebagai insektisida dengan berbagai mekanisme. Bintaro dapat dimanfaatkan sebagai alternatif insektisida nabati untuk mengurangi kerugian produk pertanian akibat serangan hama terutama pada tanaman pangan (Ningrum, 2012). Penelitian menggunakan larva ulat grayak instar dua dan daun bintaro sebagai ekstrak kasar, dimaserasi menggunakan metanol selama 24 jam. Kemudian analisis yang digunakan adalah analisis statistik dengan Anova yang dilakukan uji lanjutan dengan Uji Duncan Multiple Range Test (Sa diyah, 2013). Menurut Tarmadi, dkk (2007),

20 5 bintaro dapat memberikan efek signifikan terhadap mortalitas rayap tanah (Coptotermes sp.) dengan konsentrasi ekstrak sebesar 10%. Sebelumnya bintaro telah diteliti sebagai bioinsektisida untuk menangani beberapa hama. Dari penelitian Utami (2003) dengan menggunakan daun bintaro sebagai bioinsektisida terhadap S. litura dengan menggunakan konsentrasi tanaman bintaro sebanyak 0,04%, 0,08%, 0,16%, 0,32% dan 0,64%. Dengan metode maserasi menggunakan metanol selama 24 jam dan pengujian senyawa secara kualitatif dengan metode tetes. Namun pada penelitian ini konsentrasi yang digunakan berbeda, waktu maserasi yang dilakukan pun berbeda serta pengujian senyawa yang terkandung di dalam ekstrak buah bintaro pun dilakukan berbeda. Dalam penelitian ini digunakan tanaman bintaro sebagai ekstrak bioinsektisida dari semua bagian buah karena buah bisa didapatkan dengan mudah dan memiliki kandungan toksik paling tinggi (Utami, 2010). Bila pada penelitian sebelumnya tanaman bintaro yang sering digunakan adalah bagian daun muda, namun pada penelitian ini digunakan buah karena memiliki nilai mortalitas yang cukup tinggi pada hama (Utami, 2010). Kemudian pada penelitian sebelumnya analisis dengan uji Anova yang dilakukan uji lanjutan dengan Uji Duncan Multiple Range Test, sehingga belum ada penelitian yang berkaitan dengan penggunaan buah bintaro terhadap mortalitas ulat grayak dengan melihat LC 50. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menguji potensi bioinsektisida yang berasal dari ekstrak buah bintaro

21 6 terhadap larva S. litura dengan menggunakan Regresi Linier Sederhana yang bertujuan untuk nilai mencari LC 50 pada mortalitas S. litura, kemudian melakukan pengujian senyawa yang terkandung dalam ekstrak buah bintaro secara kuantitatif dan kualitatif sehingga didapatkan informasi senyawa yang bersifat toksik bagi ulat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana pengaruh pengaplikasian bioinsektisida ekstrak metanol buah bintaro (Cebera odollam) terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura)? 2. Berapakah nilai LC 50-96jam bioinsektisida ekstrak metanol buah bintaro (Cebera odollam) terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura)? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan utama dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh pengaplikasian bioinsektisida ekstrak metanol buah bintaro (Cebera odollam) terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura). 2. Mengetahui nilai LC 50-96jam bioinsektisida ekstrak metanol buah bintaro (Cebera odollam) terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura).

22 7 D. Manfaat Penelitian Bagi Peneliti Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang manfaat bioinsektisida buah bintaro yang dapat dijadikan sebagai pengendalian hama ulat grayak. Bagi Masyarakat 1. Memberi informasi bahwa pemanfaatan bioinsektisida buah bintaro dapat dijadikan sebagai bioinsektisida yang ramah lingkungan dan dapat digunakan untuk mengurangi populasi hama ulat grayak. 2. Memberikan informasi ilmiah tentang alternatif pemanfaatan buah bintaro dalam bentuk bioinsektisida sebagai alternatif insektisida pembunuh ulat grayak. Bagi Pendidikan Memberikan informasi untuk dijadikan sebagai referensi pembelajaran Biologi SMA kelas X yaitu pada materi Ruang Lingkup Biologi.

23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bintaro (Cerbera odollam) Bintaro adalah tumbuhan bernama latin Cerbera odollam, merupakan bagian dari ekositem hutan mangrove. Tanaman bintaro banyak terdapat di sekitar wilayah pesisir pantai. Bintaro termasuk dalam familia Apocynaceae yakni berkerabat dengan kamboja, cirinya jika dilukai pasti banyak mengeluarkan getah. Nama lainnya adalah Pong-pong tree atau Indian suicide tree termasuk tumbuhan berbahaya karena mengandung racun. Bintaro dikenal sebagai salah satu tanaman tahunan yang banyak digunakan untuk penghijauan, penghias kota, tanaman pot, pestisida nabati, dan sekaligus sebagai bahan baku kerajinan bunga kering (Kartimi, 2015). 1. Morfologi Tumbuhan Klasifikasi tanaman bintaro sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Classis Sub Classis Ordo Familia Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Sympetalae : Apocynales : Apocynacea : Cerbera Sumber : Kompasiana Gambar 2.1 Pohon Bintaro Spesies : Cerbera odollam L. (Tjitrosoepomo, 2007) 8

24 9 Tumbuhan bintaro mempunyai ciri-ciri ketinggian mencapai 4-6 meter dengan batang tegak berkayu banyak percabangan, bentuk bulat dan berbintil-bintil hitam, kulit batangnya tebal dan berkerak. Daun bintaro merupakan daun tunggal dengan duduk daun tersebar, bangun bulat telur terbalik sampai lanset, permukaan licin, pertulangan daun menyirip, dengan panjang cm, lebar 3-5 cm. Daun bintaro biasanya berjejalan di ujung cabang, dan bunganya berwarna putih, berbau harum, dan terletak di ujung batang. Bunga tanaman ini berbentuk terompet, terdapat pada ujung pedikel samosa dengan lima petal yang sama dan korola berbentuk tabung. Bunga bintaro merupakan bunga majemuk berkelamin dua (hermaprodit), dengan panjang tangkai putik 2-2,5 cm, kepala sari bagian bunga berwarna cokelat, sedangkan kepala putiknya hijau keputih-putihan. Buah bintaro merupakan buah drupa (berbiji) dengan serat lignoselulosa yang menyerupai buah kelapa dan berbentuk bulat, berwarna hijau pucat saat masih muda dan berwarna merah saat sudah masak (Gambar 2.2). Sumber : Tani Sejahtera Gambar 2.2 Buah Bintaro

25 10 Biji bintaro berbentuk pipih, panjang, berakar tunggang, dan berwarna cokelat. Seluruh bagian tanaman bintaro mengandung getah berwarna putih seperti susu (Steenis, 2005). A B Sumber : Wikipedia Gambar 2.4 Daging buah bintaro (A) dan biji bintaro (B) Seluruh bagian dari pohon bintaro memiliki kegunaan dan masih terus dikembangkan hingga saat ini berbagai manfaatnya. Berikut adalah beberapa dari manfaat pohon bintaro: a. Akar Salah satu manfaat dari bagian akar adalah untuk melancarkan buang air besar atau sebagai obat pencahar. b. Batang Selain akar, kulit batang pohon bintaro bermanfaat juga sebagai obat pencahar. Kulit batang ini juga mengandung zat kimia yaitu flavonoid dan steroid. c. Daun Ekstrak metanol daun bintaro memiliki kandungan kimia yang dapat berguna sebagai antikanker payudara dan ovarium berupa 17βH neriifolin. Selain itu, bermanfaat juga sebagai obat pencahar.

26 11 Kandungan lain yang terdapat dalam daun ini yaitu saponin, steroid, dan flavonoid. Sumber : Kompasiana Gambar 2.3 Daun Bintaro d. Daging buah dan biji Biji bintaro termasuk bagian yang paling beracun dibandingkan bagian yang lainnya. Zat kimia yang terkadung, yaitu steroid, triterpenoid, saponin, dan alkaloid yang terdiri dari cerberin (0,6%), sererosida dan nerifolin. Senyawa alkaloid ini memiliki karakter toksin, repellent, dan antifeedant pada serangga. Biji bintaro mengandung minyak. Minyak bintaro digunakan sebagai obat kudis dan membunuh kutu kepala. Minyak bintaro berpotensi sebagai bahan baku biodiesel dan merupakan salah satu alternatif energi pada masa depan. 2. Kandungan Zat Kimia Berdasarkan penelitian, tanaman ini memiliki berbagai efek seperti antifungi, insektisida, antioksidan dan antitumor. C. odollam mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder, seperti saponin, polifenol, terpenoid dan alkaloid. Senyawa ini bersifat polar karena

27 12 mengandung nitrogen dan senyawa golongan fenol sehingga larut dalam pelarut polar atau semipolar (Sa diyah dkk, 2013). Pada buah bintaro terdapat senyawa enolide, cerberin, dan neriifolin yang memiliki potensi kardioksitas. Cerberin merupakan senyawa monoasetil neriifolin, selain itu cerberin termasuk ke dalam golongan alkaloid atau glikosida yang berperan terhadap kematian larva. Senyawa cerberin dapat menyebabkan toksisitas pada larva (Lepidoptera, Coleoptera, Diptera) sehingga menggangu pertumbuhan dan perkembangan larva. Cerberin termasuk ke dalam golongan alkaloid yang dapat berperan terhadap kematian larva. Cerberin merupakan senyawa monoasetil neriifolin. Cerberin dapat mempengaruhi detak jantung larva dan menganggu saluran ion kalsium di miokard (Utami, 2010). Pada analisis fitokimia ditemukan beberapa zat yang berada pada buah bintaro yaitu saponin, steroid dan senyawa fenol (flavonoid dan tanin). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak buah bintaro memiliki sifat antibakteri, sitotoksik dan sebagai depresan sistem saraf pusat karena adanya zat alkaloid dan saponin (Ahmed et al, 2008). Senyawa saponin yang terdapat pada buah bintaro bersifat toksik pada serangga, dapat menghambat aktivitas makan serangga (Utami, 2010). Aktivitas makan dapat dihambat karena saponin menyebabkan penurunan enzim pencernaan serta menghambat absorbsi makanan (Haditomo, 2010). Saponin dapat menyebabkan degradasi kutikula

28 13 bahkan dapat menghilangkannya sehingga cairan tubuh larva banyak yang keluar dan masuk melalui saluran pernafasan sehingga tubuh larva akan rusak (Kuddus, 2011). Saponin juga menggangu pertumbuhan larva dengan cara menghambat pengelupasan eksoskeleton larva sehingga tidak dapat berkembang ke fase selanjutnya (Chaieb, 2010). Selain itu saponin dapat mengikat sterol yang berperan sebagai prekusor bagi hormon ekdison. Hormon ekdison adalah hormon yang memicu pergantian kulit. Selain merangsang pergantian kulit hormon ekdison juga mendorong perkembangan karakteristik perubahan ulat menjadi kupu-kupu, sehingga apabila terdapat gangguan pada hormon ini, maka serangga akan terganggu proses perkembangannya. Pada akhirnya akan mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan larva. Steroid yang terkandung dalam buah bintaro dapat menghambat proses pergantian kulit pada larva sehingga menggangu perkembangannya. Hal ini dikarenakan steroid mempunyai struktur yang mirip dengan hormon ekdison yang berperan dalan pergantian kulit pada serangga (Yunita, dkk. 2009). Senyawa fenol (tanin dan flavonoid) yang terkandung di dalam buah bintaro dapat menghambat proses pencernaan makanan karena menganggu penyerapan dengan mengikat protein di saluran cerna sehingga pertumbuhan dan perkembangan terganggu karena kurangnya

29 14 nutrisi yang dibutuhkan terutama protein. Hal ini terjadi karena tanin dapat menurunkan aktifivas enzim digestif seperti protease dan amilase. 3. Bagian Tanaman yang Dimanfaatkan Seluruh bagian dari tanaman bintaro beracun dan dapat digunakan sebagai insektisida. Salah satu potensi tanaman bintaro adalah anti rayap. Secara umum ekstrak biji buah bintaro dan daging buah bintaro memberikan efek signifikan terhadap mortalitas rayap Coptotermes sp. Biji yang terdapat pada dinding buah (perikarpium) yang berserat sangat bersifat racun. Biji mengandung cerberin yang merupakan glikosida bebas N yang bekerja sebagai racun jantung yang sangat kuat. Berikut merupakan tabel penelitian terhadap bagian tanaman bintaro yang digunakan untuk mengendalikan hama (Tarmadi, dkk. 2007). Tabel 2.1. Mortalitas rayap kayu kering pada perlakuan ekstrak biji, daging Konsentrasi (%) buah, daun dan ranting bintaro selama 1 hari pengamatan Mortalitas rayap kayu kering (%) Biji Daging buah Daun Ranting 0 0,00 0,00 0,00 0, ,67 24,44 28,89 27, ,33 44,44 43,34 48, ,00 61,11 47,77 55, ,44 78,89 75,55 74,44

30 15 B. Pestisida Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama, insekta, jamur, maupun gulma, sehingga pestisida dikelompokkan menjadi: insektisida (pembunuh insekta), fungisida (pembunuh jamur) dan herbisida (pembunuh tanaman lain/gulma). Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Dewasa ini bermacam-macam jenis pestisida telah diproduksi dengan usaha mengurangi efek samping yang dapat menyebabkan toksisitas pada manusia. Bila dihubungkan dengan pelestarian lingkungan maka penggunaan pestisida perlu diwaspadai karena akan membahayakan kesehatan bagi manusia maupun mahluk hidup lainnya (Djunaedy, 2009). Menurut Djojosumarto (2008), pengolonggan pestisida berdasarkan sifat dan cara kerja racun yaitu: Racun Kontak Pestisida ini bekerja dengan masuk ke dalam tubuh serangga melalui kutikula, lalu disebarkan ke seluruh bagian tubuh serangga tempat pestisida aktif bekerja, seperti pada saluran pernapasan atau saluran pencernaan. Pada bioinsektisida ekstrak metanol buah bintaro terdapat senyawa saponin dan alkaloid yang berperan sebagai racun kontak dalam membunuh ulat grayak. Racun Pernapasan Pestisida ini bekerja masuk melalui saluran pernapasan serangga. Pada bioinsektisida ekstrak metanol buah bintaro terdapat senyawa

31 16 flavonoid yang berperan sebagai racun pernapasan dalam membunuh ulat grayak. Racun Lambung Pestisida yang membunuh serangga sasaran jika termakan oleh serangga sasaran dan masuk ke dalam organ pencernaan. Pada bioinsektisida ekstrak metanol buah bintaro terdapat senyawa tanin yang berperan sebagai racun pernapasan dalam membunuh ulat grayak. Racun Sistemik Pestisida yang bekerja setelah disemprotkan pada tanaman, kemudian diserap oleh bagian tubuh tanaman melalui akar atau daun, sehingga dapat membunuh hama yang terdapat pada jaringan tanaman seperti jamur maupun bakteri. Pada penggunaan pestisida sistemik, serangga akan mati setelah memakan atau menghisap cairan tanaman yang telah disemprot. Racun Metabolisme Pestisida yang bekerja membunuh serangga dengan cara mengganggu proses metabolisme. Pada bioinsektisida ekstrak metanol buah bintaro terdapat senyawa flavonoid yang berperan sebagai racun pernapasan dalam membunuh ulat grayak. Racun Protoplasma Pestisida yang bekerja menganggu fungsi sel karena protoplasma sel dirusak.

32 17 Pestisida tidak hanya menggunakan bahan kimia, sekarang sudah banyak tanaman yang dapat digunakan sebagai pengendali serangan hama dan penyakit pada tanaman. Namun di samping itu terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan dari bahan alami yang digunakan, antara lain: berikut: Kelebihan-kelebihan dari penggunaan pestisida alami adalah sebagai a. Toksisitas yang lebih rendah terhadap hewan dan relatif lebih aman bagi manusia yang menggunakan b. Mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan serta relatif aman bagi manusia dan hewan peliharaan karena residunya mudah hilang c. Mempunyai sifat cara kerja (mode of action) yang unik, yaitu tidak meracuni (non toksik) d. Pengurai dan penguapan pestisida yang relatif cepat oleh sinar matahari e. Memiliki fitotoksitas rendah, yaitu tidak meracuni dan merusak tanaman (Asmaliyah dan Musyafa, 2010) Kerugian dari penggunaan pestisida alami adalah sebagai berikut: a. Daya kerja yang relatif lambat sehingga pengaplikasian pada tanaman harus lebih sering b. Pestisida yang dibuat tidak tahan bila disimpan dan digunakan dalam waktu yang lama

33 18 c. Produksi belum dapat dilakukan dalam jumlah yang besar d. Pembuatan dapat dilakukan saat bahan tersedia, sehingga dirasa masih kurang praktis dalam proses pembuatan atau produksi (Nurhidayati, dkk. 2008) Pestisida alami merupakan hasil ekstraksi bagian tertentu dari tanaman baik dari daun, biji atau akar yang memiliki senyawa atau metabolit sekunder dan memiliki sifat racun terhadap hama dan penyakit tertentu (Djunaedy, 2009). C. Ulat Grayak (Spodoptera litura) 1. Sistematika Ulat Grayak (Spodoptera litura) Menurut Nugroho (2013) ulat grayak dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Phylum Classis Ordo Familia Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae : Spodoptera Sumber : Dok. Pribadi Gambar 2.5 Ulat Grayak Spesies : Spodoptera litura F. 2. Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Ulat grayak (S. litura) berkembang biak dengan cara bertelur dan mengalami metamorfosis sempurna. Metamorfosis terjadi melalui

34 19 empat tahapan, mulai dari telur, larva, pupa dan terakhir imago berupa ngengat. Ngengat betina meletakkan telur di permukaan daun secara berkelompok, satu kelompok dapat berisi butir telur. Telur ngenat berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun. Telur tertutup oleh bulu seperti beludru berwarna kekuning-kuningan dan akan menetas menjadi larva (ulat) setelah 2-4 hari (Sudarmo, 1991). Stadium larva terdiri atas lima instar, larva instar pertama ditandai dengan tubuh berwarna kuning dengan bulu-bulu halus, kepala hitam dengan lebar 0,2-0,3 mm. Larva instar kedua tubuhnya berwarna hijau dengan panjang 3,75-10 mm, tidak terlihat adanya bulu, muncul garis hitam pada ruas pertama abdomen dan pada toraks terdapat garis putih memanjang. Larva instar tiga memiliki garis zig-zag berwarna putih pada bagian abdomen dan bulatan hitam di sepanjang tubuhnya. Larva instar tiga ini mempunyai panjang tubuh 8-15 mm dengan lebar kepala 0,5-0,6 mm, berlangsung selama 4 hari. Instar empat mempunyai warna tubuh yang bervariasi yaitu hijau, keputihan, hijau kekuningan dan hijau keunguan. Sementara panjang tubuhnya adalah mm dan berlangsung selama 4 hari, sedangkan pada instar terakhir pertumbuhannya sudah sempurna, berwarna hijau gelap dengan garis punggung berwarna gelap memanjang, dan ulat sudah hidup berpencar. Ulat yang telah memasuki instar lima memiliki panjang 50 mm. Total

35 20 keseluruhan stadium larva terjadi selama hari, kemudian akan bermetamorfosis menjadi pupa (Sudarmo, 1991). Pupa serangga ini berwarna kemerah-merahan dengan panjang kurang lebih 16 mm. Biasanya pupa berada di dalam tanah atau pasir. Lama stadium pupa adalah 8-11 hari (Sudarmo, 1991). Fase pupa berada di dalam tanah sedalam 7-8 cm dari permukaan, dengan ruangan pupa panjangnya mencapai 22,5 cm dan lebarnya 9 cm (Baehaki, 1993). Setelah fase pupa sempurna, memasuki fase terakhir yaitu imago. Stadium imago dikenal dengan sebutan ngengat, berwarna cokelat lembayung gelap. Sayap depannya berwarna cokelat atau keperakperakan, sedangkan sayap belakangnya berwarna keputih-putihan dengan noda hitam. Ngengat jantan berukuran 17 mm, sedangkan ngengat betina berukuran 15,7 mm, ngengat betina dapat menghasilkan telur sebanyak butir, dengan masa peletakan telur 2-6 hari. Total perkembangan S. litura sejak dari telur sampai dewasa berkisar antara hari (Sudarmo, 1991). 3. Tanaman Inang Tanaman inang adalah tanaman yang dapat memenuhi kebutuhan serangga baik yang berhubungan dengan perilaku maupun dengan kebutuhan gizi serangga. Hubungan antara tanaman inang dan serangga merupakan serangkaian proses interaksi antara lain mekanisme pemilihan tanaman inang. Pemanfaatan tanaman tersebut sebagai

36 21 sumber makanan serta tempat berlindung dan tempat bertelur. Serangga berkembang biak lebih cepat pada tanaman inang yang sesuai dan sebaliknya perkembangan serangga menjadi lebih lambat pada tanaman inang yang kurang sesuai. Perbedaan tingkat kesesuaian dapat terjadi baik pada tanaman yang sama maupun pada tanaman yang berbeda spesiesnya. Tanaman yang biasa dijadikan inang oleh hama ini diantaranya tanaman cabai, tomat, kubis, kentang, padi, tembakau dan tanaman pertanian lainnya. Tidak kurang dari 120 spesies tanaman dari jenis tanaman pangan, sayuran, perkebunan, tanaman hias, bahkan tanaman pelindung diserang oleh hama ini. Rami, teh, kapas, jarak, lada dan tembakau adalah di antara komoditas perkebunan yang termasuk inangnya (Sudarmo, 2005). 4. Gejala Serangan Fase hidup yang paling merugikan dari S. litura adalah fase larva dalam bentuk ulat. Ulat memakan daun pada waktu malam hari sedangkan pada siang hari bersembunyi. Fase larva awal, ulat akan makan secara berkelompok pada malam hari dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas dan tulang daunnya saja, sehingga dari kejauhan terlihat berwarna putih transparan (Balitbang, 2006). Pada serangan parah, tanaman akan gundul kehabisan daun. Jika populasinya sangat tinggi, larva pada stadium akhir dapat menghabisi seluruh daun tanaman hanya dalam waktu semalam (Kurnianti, 2013). Serangan

37 22 berat pada umumnya terjadi pada musim kemarau dan menyebabkan defoliasi yang sangat berat (Marwoto dan Suharsono, 2008). Saat menetas dari telur, ulat hidup dengan bergerombol di sekitar tempat menetas sampai dengan instar ke-2, pada fase ini ulat memakan hingga menyebabkan daun transparan. Pada instar ke-3 ulat menyebar ke bagian tanaman lainnya atau ketanaman sekitarnya (Sudarmo, 1991). Selain pada daun, ulat dewasa makan polong muda dan tulang daun muda, sedangkan pada daun tua, tulang-tulangnya akan tersisa. Selain menyerang kedelai, ulat grayak juga menyerang jagung, kentang, tembakau, kacang hijau, tomat, bayam dan kubis (Balitbang, 2006). 5. Pengendalian Hama Prinsip pengendalian hama tanaman adalah menekan jumlah populasi hama yang menyerang tanaman sampai pada tingkat populasi yang tidak merugikan. Komponen pengendalian hama yang dapat diterapkan untuk mencapai sasaran tersebut antara lain pengendalian hayati, pengendalian secara fisik dan mekanik, pengendalian secara kultur teknis dan pengendalian secara kimiawi. Pengendalian yang opimal dapat dilakukan dengan membersihkan sekitar tanaman dari gulma sehingga tidak ada inang sementara bagi ulat grayak. Kemudian dapat dilakukan pengendalian hama dengan membuat perangkap untuk kupu-kupu jantan dengan sex pheromone. Dengan cara ini dapat mengurangi kupu-kupu jantan, yang dapat

38 23 menekan produksi telur, juga kupu-kupu betina akan berkurang, cara pengendalian ini akan efektif apabila diterapkan sejak awal. Setelah memasuki tahap larva, ulat grayak dapat dikendalikan secara mekanis, hayati maupun kimia. Pengendalian ulat grayak secara mekanis adalah dengan mengumpulkan dan memusnahkan ulat grayak yang tertangkap. Secara hayati dilakukan dengan aplikasi agensia hayati berbahan aktif. Secara kimia pengendalian ulat grayak dilakukan dengan menyemprotkan insektisida secara berseling. Pengendalian secara kultur teknis adalah pengendalian serangga hama dengan memodifikasi kegiatan pertanian agar lingkungan pertanian menjadi tidak menguntungkan bagi perkembangan hama. Usaha-usaha tersebut mencakup sanitasi, pengolahan tanah, pergiliran tanaman, pemupukan berimbang, penggunaan mulsa, penggunaan tanaman perangkap. D. LC 50 LC 50 merupakan konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat dilihat dan diketahui melalu grafik dan perhitungan. Pada suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya LC jam, LC jam sampai waktu hidup hewan uji. Uji toksisitas diklasifikasi sebagai berikut: klasifikasi menurut waktu, yaitu uji hayati jangka pendek, jangka menengah dan uji hayati jangka panjang. Klasifikasi menurut metode penambahan larutan atau cara aliran larutan, yaitu uji hayati statika, pergantian larutan, mengalir. Klasifikasi menurut maksud dan tujuan

39 24 penelitian adalah pemantauan kualitas air limbah, uji bahan atau satu jenis senyawa kimia, penentuan toksisitas serta daya tahan dan pertumbuhan organisme uji (Rossiana, 2006). Untuk mengetahui kandungan kimia dalam daun bintaro terhadap siklus hidup ulat grayak, sehingga perlu dilakukan suatu uji toksisitas kandungan kimia terhadap ulat grayak dalam bentuk Lethal Concentration (LC 50 ). Jadi uji toksisitas ini digunakan untuk mengevaluasi besarnya konsentrasi toksikan dan durasi pemaparan yang dapat menimbulkan efek toksik pada jaringan biologis hewan uji (Pratiwi dkk, 2012). Menurut Sumantri (1996), semakin tinggi LC 50 yang dihasilkan, maka semakin rendahnya toksisitas dan semakin rendah LC 50 mencerminkan tingginya tingkat toksisitas. Tingkat toksisitas tersebut dapat diartikan sebagai potensi aktivitasnya sebagai antikanker, karena semakin rendah harga LC 50 maka senyawa tersebut semakin toksik dan semakin berpotensi sebagai antikanker. Menurut Meyer dalam Kurniawan, dkk (2016), suatu ekstrak dianggap sangat toksik apabila memiliki nilai LC 50 di bawah 30 ppm, dianggap toksik pada LC ppm dan dianggap tidak toksik bila nilai LC 50 di atas 1000 ppm. Daya racun atau toksisitas pestisida terhadap tubuh dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, seperti toksisitas terhadap susunan saraf. Insektisida organoklorin merangsang sistem saraf dan menyebabkan parestesia, peka terhadap perangsangan, dan kejang-kejang. Insektisida organofosfat dan karbamat dapat menghambat

40 25 asetilkolinesterase sehingga menyebabkan tremor, inkordinasi, dan kejangkejang (Nugroho,1995). Penelitian terhadap ekstrak metanol daun kesum (Polygonum minus) menunjukkan harga LC 50 sebesar 137,465 µg/ml atau ppm. Berdasarkan nilai LC 50 yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa ekstrak metanol daun kesum pada percobaan ini memiliki potensi toksisitas akut menurut metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) yaitu pada perlakuan dengan hewan coba larva Artemia salina (Kurniawan, dkk. 2016). E. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan merupakan penelitian yang hampir serupa dengan penelitian yang dilakukan. Di bawah ini ada beberapa penelitian yang relevan yaitu: Tabel 2.2. Hasil penelitian yang relevan No Referensi Penelitian Hasil Penelitian 1 Hasnah, dkk. (2012) 2 Lestari, dkk. (2016) Penelitian ekstrak rimpang jeringau terhadap mortalitas ulat grayak dan siklus hidup ulat grayak Pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak terhadap kesintasan ngenat - Aplikasi ekstrak rimpang jeringau berpengaruh terhadap mortalitas larva, pupa yang terbentuk, imago yang muncul, dan lama hidup imago ulat grayak - Pada konsentrasi 2% ekstrak rimpang jeringau dapat mematikan 50% larva S. litura. - Konsentrasi 3% merupakan konsentrasi yang sudah efektif untuk mengendalikan hama ulat grayak - Pemberian ekstrak daun sirsak berpengaruhi terhadap kesintasan ngengat ulat grayak

41 26 No Referensi Penelitian Hasil Penelitian ulat grayak pada parameter morfologi, mortalitas, biomassa dan fertilitas - Konsentrasi ekstrak daun sirsak yang berpengaruh optimal untuk menurunkan kesintasan ngengat ulat grayak pada konsentrasi 8% - Konsentrasi ekstrak daun sirsak 8%, memberikan pengaruh terhadap mortalitas ngengat sebesar 35,00±6,42% pada konsentrasi 8% ekstrak daun sirsak mempengaruhi biomassa ngengat sebesar 0,059±0,005g 3 Prayuda (2014) Efikasi ekstrak biji bintaro sebagai larvasida pada larva Aedes aegypti - Hasil analisis probit didapatkan hasil LC 50 pada konsentrasi 0,99% - Jumlah mortalitas larva tertinggi pada konsentrasi 1,25% dengan rerata 15 ekor (60%) - Konsentrasi ekstrak biji bintaro berpengaruh terhadap mortalitas larva Aedes aegypti instar III selama 48 jam diperoleh LC 50 1,3339% dan LC 99 2,424% 4 Agus dan Widianto (2004) Uji efektifitas berbagai konsentrasi pestisida nabati bintaro terhadap hama ulat grayak pada tanaman kedelai - Dari berbagai bagian tanaman bintaro yang digunakan, daun tua yang mengakibatkan mortalitas tertinggi 40% - Perlakuan ekstrak daun tua bintaro (100g/l) dapat menurunkan aktivitas makan hama hingga 43% Pada penelitian Hasnah (2012), ekstrak yang digunakan adalah rimpang jeringau dengan hewan uji S. litura. Metode ekstrasi yang

42 27 digunakan dengan maserasi menggunakan pelarut metanol selama 3 hari. Kemudian hewan uji yang digunakan adalah S. litura instar 2. Pengaplikasian ekstrak dilakukan dengan teknik pencelupan daun, sedangkan pada penelitian Lestari, dkk. (2016) ekstrak yang digunakan adalah ekstrak daun sirsak dan usia hewan uji yang digunakan adalah larva instar 2. Pada kedua penelitian tersebut, terdapat persamaan yaitu hewan uji yang digunakan adalah S. litura. Kemudian untuk mendapatkan ekstrak dilakukan metode maserasi dengan pelarut metanol. Metode pengaplikasian yang digunakan dengan cara pencelupan pakan untuk hewan uji. Pada penelitian Prayuda (2014) menggunakan ekstrak biji bintaro dan hewan uji Aedes aegypti. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan menggunakan etanol 96%. Pada penelitian ini dicari nilai LC 50, sedangkan pada penelitian Agus dan Widianto (2004), menggunakan berbagai bagian tanaman bintaro yang dijadikan pestisida dan menentukan bagian yang paling berkhasiat untuk pestisida. Dari kedua penelitian di atas, terdapat persamaan yaitu ekstrak yang digunakan adalah bintaro namun dengan bagian yang berbeda. Pada penelitian ini bagian buah keseluruhan yang digunakan, serta metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi dengan menggunakan pelarut metanol 96% selama 96 jam. Penelitian ini mencari nilai LC 50 dengan menggunakan perhitungan regresi linier sederhana.

43 28 F. Kerangka Berpikir Ulat grayak merupakan salah satu hama yang dapat menimbulkan kerugian yang cukup tinggi pada tanaman. Serangan ulat grayak yang cepat dan bergerombol membuat para petani kewalahan dalam menghadapi hama tersebut. Dalam satu malam saja ulat grayak dapat menghabiskan daun dan hanya menyisakan tulang daun pada tanaman. Keberadaan ulat grayak yang sulit diketahui merupakan salah satu kendala untuk membasmi hama ini. Untuk itu perlu adanya penanganan segera yang dapat menekan pertumbuhan ulat grayak baik secara mekanis, hayati maupun kimia. Penangan kimia dengan menggunakan pestisida alami yaitu ekstrak daun bintaro. Pada buah bintaro terdapat senyawa kimia yang dapat mempengaruhi daya makan, pertumbuhan, daya reproduksi dan pada akhirnya menyebabkan kematian pada hama. Selain itu daun bintaro dipilih karena keberadaanya mudah untuk ditemukan dan tidak memerlukan biaya untuk mendapatkannya, sehingga hal tersebut dapat dijadikan salah satu alternatif petani untuk menangani keberdaan ulat grayak yang menganggu tanaman. Tanaman pertanian pun akan terhindar dari ulat grayak dan menghasilkan hasil panen dengan kualitas baik. Maka untuk mengetahui kebenaran dilakukan uji pengaruh terhadap ekstrak buah bintaro sebagai bioinsektisida terhadap mortalitas hama ulat grayak dengan menggunakan konsentrasi yang berbeda.

44 29 Adapun kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Buah Bintaro Alkaloid Flavonoid Hama tanaman cabai, kubis, padi, jagung, tomat, tembakau, kapas, bawang merah dan kentang. Ekstrak Buah Bintaro S. litura Pengendalian hama Bioinsektisida Mortalitas LC 50 Gambar 2.6 Diagram Kerangka Berpikir G. Hipotesis 1. Pengaplikasian bioinsektisida ekstrak metanol buah bintaro memberikan pengaruh terhadap mortalitas ulat grayak 2. Nilai LC 50-96jam ekstrak buah bintaro terhadap mortalitas ulat grayak adalah 2%

45 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 konsentrasi 0%, l%, l,5%, 2% dan 2,5%. Setiap konsentrasi diulang sebanyak 3 kali sehingga didapatkan 15 unit perlakuan. Penelitian eksperimen yang dilakukan selalu berkaitan dengan variabel. Variabel merupakan faktor yang ikut menentukan perubahan, dalam penelitian ini terdapat 3 variabel yang meliputi variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak buah bintaro. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah siklus hidup dan mortalitas S. litura. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah jenis pakan dan jumlah pakan yang diberikan pada S. litura. B. Batasan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ekstrak buah bintaro terhadap mortalitas ulat grayak memiliki beberapa batasan yaitu : 1. Buah bintaro (C. odollam) yang digunakan adalah buah muda berwarna hijau yang meliputi daging buah dan biji 2. Ekstrasi buah bintaro (C. odollam) dilakukan dengan metode maserasi dengan pelarut metanol 96%. 30

46 31 3. Bioinsektisida dari ekstrak buah bintaro (C. odollam) yang digunakan dalam penelitian ini akan diberikan dalam konsetrasi yang berbeda, yaitu: a. Konsentrasi 0% = 0% ekstrak buah bintaro dalam 20 ml air b. Konsentrasi 1% = 1% ekstrak buah bintaro dalam 20 ml air c. Konsetrasi 1,5% = 1,5% ekstrak buah bintaro dalam 20 ml air d. Konsentrasi 2% = 2% ekstrak buah bintaro dalam 20 ml air e. Konsentrasi 2,5% = 2,5% ekstrak buah bintaro dalam 20 ml air 4. Aktivitas toksis ekstrak buah bintaro (C. odollam) terhadap mortalitas ulat grayak dinyatakan dengan LC jam 5. S. litura yang digunakan larva instar Parameter yang diamati dalam penelitian ini yaitu: a. Siklus hidup S. litura b. Mortalitas S. litura C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Bahan Penelitian Buah bintaro (C. odollam), larva S. litura, madu, daun tomat, pelarut metanol 96%, akuades, kertas saring, kain kasa, kertas label, kapas, tisu, karet gelang.

47 32 2. Alat Penelitian Oven listrik, neraca analitik Acis C-5000, neraca analitik Acis AD-600i, lemari es, blender, corong gelas, labu ukur 100 ml, gelas ukur 100 ml, gelas beker 500 ml, erlenmeyer 1000 ml, batang pengaduk, kotak pemeliharaan serangga, kotak kaca/kardus, kipas angin, spatula, pinset, pipet tetes, toples, mangkuk kaca, gunting, kuas dan spidol. D. Cara Kerja Penelitian A. Perbanyakan dan Pemeliharaan larva S. litura Perbanyakan serangga uji dilakukan dengan mengumpulkan larva S. litura dari persawahan tanaman tomat, Klaten kemudian dilakukan pemeliharaan. Toples yang telah diisi pakan disiapkan yang telah diisi pakan (daun tomat), kemudian larva S. litura diletakkan di atas pakan lalu toples ditutup dengan penutup toples atau kain kasa. Pemeliharaan serangga uji dilakukan dengan mengganti pakan setiap hari dan kotoran dibersihkan dengan menggunakan kuas. Berikut merupakan gambar toples pemeliharaan ulat grayak dan lapangan tempat pengambilan ulat grayak: A B Sumber : Dok. Pribadi Gambar 3.1 Ulat grayak diambil di persawahan tanaman tomat, Klaten (A), toples pemeliharaan ulat grayak (B)

48 33 Setiap hari dilakukan pengamatan perkembangan S. litura. Saat S. litura telah menjadi pupa, pupa diletakkan dalam wadah toples lain yang lebih besar dan beralaskan kertas saring. Setelah ± 11 hari pupa yang telah menjadi imago (ngengat) diberi pakan madu 10% yang diserapkan pada kapas. Pakan madu 10% dibuat dengan cara menyiapkan 2 ml akuades, lalu disiapkan 10% madu dari 2 ml akuadest yaitu 0,2 mg. Madu 0,2 mg dilarutkan dalam 2 ml akuades, dan siap digunakan sebagai pakan imago. Apabila imago sudah menghasilkan telur, maka telur segera dipindahkan ke toples lain. Langkah pertama, kertas saring diletakkan pada bagian bawah toples, kemudian telur diletakkan di bagian atas kertas saring dan toples ditutup dengan kain kasa. Perkembangan larva diikuti setiap hari dan sebagian larva yang siap ganti kulit menjadi instar kedua diletakkan dalam toples terpisah dari larva-larva lain. Larva instar ketiga digunakan untuk pengujian (Asmaliyah dan Musyafa. 2010). Sumber : Dok. Pribadi Gambar 3.2 Larva Instar 3 Ulat Graya

49 34 B. Pembuatan ekstrak buah Bintaro Untuk pembuatan ekstrak buah bintaro terlebih dahulu dilakukan pengambilan buah tanaman bintaro sebanyak 3 kg dari lapangan. Kemudian buah dicuci bersih menggunakan akuades dan diletakkan di wadah lalu dikeringkan selama 72 jam menggunakan oven dengan suhu 60 C atau di bawah sinar matahari sampai buah bintaro kering. Setelah kering, buah dipotong-potong kecil ± 5 cm dan dihaluskan dengan menggunakan blender selama 5 menit sampai berbentuk serbuk. Serbuk halus kemudian dimaserasi dengan menggunakan pelarut organik yaitu metanol 96% (polar), dengan perbandingan 1:2 selama 72 jam, setiap 24 jam pelarut metanol 96% diganti dengan yang baru. Setelah dilakukan perendaman, rendaman disaring dengan menggunakan corong gelas yang dilapisi kertas saring. Filtrat diletakkan di wadah mangkuk kaca. Kemudian siapkan kotak kaca/kardus, kipas angin dan penutup (kasa). Selanjutnya mangkuk kaca yang berisi filtrat diletakkan di dalam kaca/kardus. Kipas angin diletakkan di dekat kaca/kardus yang berfungsi untuk mempercepat penguapan pelarut metanol. Pengeringan dilakukan hingga ekstrak berbentuk seperti pasta. Ekstrak yang dihasilkan kemudian disimpan dalam lemari es ( 4 C) hingga saat digunakan (Ningrum, 2012). Berikut merupakan gambar buah bintaro yang digunakan, buah bintaro dalam bentuk serbuk (simplisia) dan ekstrak buah bintaro:

50 35 A B C Sumber : Dok. Pribadi Gambar 3.3 Buah Bintaro yang digunakan (A), buah bintaro dalam bentuk simplisia (B), ekstrak buah bintaro (C) C. Uji fitokimia senyawa alkaloid dan flavonoid pada ekstrak metanol buah bintaro Uji fitokimia senyawa alkaloid dan flavonoid dilakukan di laboratorium Chemix Pratama, Bantul dengan menggunakan metode gravimetri. Analisis gravimetri adalah analisis kuantitatif dengan proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari analisis gravimetri meliputi transformasi unsur atau radikal senyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Berat unsur dihitung berdasarkan rumus sanyawa dan berat atom-atom serta unsur-unsur yang menyusunnya. Pemisahan unsur-unsur atau senyawa yang dikandung dilakukan dengan beberapa cara seperti: metode pengendapan, metode penguapan, metode elektroanalisis atau berbagai

51 36 macam metode lainnya. Pada prakteknya, dua metode pertama yang penting yaitu metode pengendapan dan metode penguapan. Metode gravimetri memakan waktu yang cukup lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu faktor-faktor koreksi dapat digunakan. Adapun beberapa tahap dalam analisis gravimetri adalah sebagai berikut: A. Memilih pelarut sampel Pelarut yang dipilih harus sesuai sifatnya dengan sampel yang akan di larutkan. Misalnya : HCl, H 2 SO 4 dan HNO 3 digunakan untuk melarutkan sampel dari logam-logam. B. Pengendapan analit Pengendapan analit dilakukan dengan memisahkan analit dari larutan yuang mengandungnya dengan membuat kelarutan analit semakin kecil dan pengendapan ini dilakukan dengan sempurna. Misalnya : Ca +2 + H 2 C 2 O 4 CaC 2 O 4 (endapan putih) C. Pengeringan endapan Pengeringan dilakukan dengan panas yang disesuaikan dengan analitnya dan dilakukan dengan sempurna. D. Menimbang endapan Zat yang ditimbang haruslah memiliki rumus molekul yang jelas. Biasanya reagen R ditambahkan berlebih untuk menekan kelarutan endapan

52 37 Dalam menentukan keberhasilan metode gravimetri ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu: A. Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kuantitas analit yang tak terendapkan secara analitis tidak dapat terdeteksi (biasanya 0,1 mg atau kurang dalam menentukan penyusunan utama dalam suatu makro) B. Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan hendaknya murni, atau sangat hampir murni. Bila tidak akan diperoleh hasil yang galat. (Day dan Underwood, 2002) D. Aplikasi ekstrak buah bintaro pada ulat grayak Pengujian dilakukan dengan metode pencelupan daun (leaf dipping methods). Larva S. litura yang telah mencapai instar ketiga dan dalam keadaan sehat disiapkan, lalu diletakkan dalam wadah toples plastik kemudian dilaparkan (aklimatisasi) selama 1-2 jam terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian. Kemudian daun tomat yang akan diberi perlakuan disiapkan, lalu direndam dalam ekstrak. Daun tomat yang digunakan adalah daun tomat yang tidak terkontaminasi pestisida dan diambil dari persawahan tanaman tomat di Klaten, usia daun tomat yang digunakan random atau tidak ada batasan. Pada pengujian digunakan 5 konsentrasi ekstrak yaitu 0%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5%. Tahap pertama daun tomat direndam pada

53 38 masing-masing konsentrasi larutan ekstrak selama 3 menit dan dikeringanginkan pada suhu ruang. Daun tomat yang dikenai perlakuan diletakkan dalam toples kecil. Untuk setiap toples, diletakkan 10 g daun tomat dan sepuluh larva S. litura instar 3, dengan pengulangan sebanyak tiga kali untuk tiap konsentrasi. Setiap larva diberi makan dengan daun tomat yang telah direndam pada ekstrak buah bintaro. Setiap 24 jam daun tomat diganti dengan yang baru dengan perlakuan dan cara yang sama. Kotoran dalam toples-toples dibersihkan setiap hari dengan menggunakan kuas. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah larva S. litura yang mati dan siklus hidup. Pengamatan dilakukan pada waktu yang sama setiap harinya selama 4 x 24 jam (96 jam) hingga memasuki stadium larva selanjutnya (Fadlilah, 2012). Berikut merupakan gambar ekstrak buah bintaro dalam 20 ml air dan pakan ulat grayak: A B Sumber : Dok. Pribadi Gambar 3.4 Ekstrak buah bintaro yang telah dilarutkan dalam 20 ml air (A) daun tomat sebagai pakan ulat grayak (B)

54 39 E. Parameter Pengamatan Pengambilan data dilakukan setiap 24 jam setelah pengaplikasian ekstrak buah bintaro pada pakan. Pengamatan dilakukan selama 4 x 24 jam (96 jam) sampai larva memasuki stadium larva selanjutnya. Pengamatan meliputi jumlah larva yang mati pada tiap konsentrasi, mengamati aktivitas ulat setelah pemberian ekstrak buah bintaro. Data yang diambil adalah jumlah kematian ulat grayak. Mortalitas ulat grayak dinyatakan dalam bentuk persentase. Perhitungan presentase mortalitas ulat grayak pada masing-masing pengulangan di setiap perlakuan menggunakan rumus sebagai berikut (Hidayati, dkk. 2013): P 100% Keterangan: P = Persentase mortalitas ulat grayak a = Jumlah total ulat grayak yang mati setiap perlakuan b = Jumlah total ulat grayak di setiap perlakuan F. Metode Analisis Data Cara menganalisis data dalam penelitian ini menggunakan Regresi Linier Sederhana yang bertujuan untuk mendapatkan nilai LC 50 dari penggunaan ekstrak daun bintaro, terhadap mortalitas S. litura. Analisis regresi linier sederhana adalah hubungan secara linier antar satu variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel

55 40 dependen untuk memprediksi nilai dari variabel dependen. Rumus regresi linier sederhana sebagai berikut : Y = a + bx Keterangan : Y = Variabel dependen (persentase mortalitas S.litura) X = Variabel independen (konsentrasi ekstrak buah bintaro) a = Konstanta (nilai Y apabila X = 0) b = Koefisien regresi

56 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Fitokimia Senyawa Alkaloid dan Flavonoid pada Ekstrak Metanol Buah Bintaro Ekstrak buah bintaro dipilih karena berdasarkan penelitian sebelumnya mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid dan flavonoid. Pada penelitian ini, senyawa alkaloid dan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak buah bintaro dihitung secara kuantitatif. Berikut merupakan hasil uji kandungan alkaloid dan flavonoid pada ekstrak buah bintaro. Tabel 4.1 Kandungan alkaloid dan flavonoid dalam ekstrak metanol buah bintaro Senyawa Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata Metabolit Sekunder Alkaloid % % % Flavonoid % % % Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa ekstrak buah bintaro mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Utami (2010) bahwa buah bintaro memiliki metabolit sekunder yaitu alkaloid dan flavonoid yang memiliki efek toksik yang kuat terhadap S.litura. Selain itu pada penelitian Yudha (2013) menyatakan bahwa bintaro mengandung alkaloid dan flavonoid. Pada penelitian Utami (2010) dan Yudha (2013) analisis fitokimia dilakukan secara kualitatif, sehingga belum diperoleh informasi tentang kadar senyawa secara 41

57 42 kuantitatif. Menurut Robinson (1991), melakukan analisis fitokimia bertujuan untuk menentukan senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat yang ditunjukkan oleh ekstrak tumbuhan bila diuji secara biologis. Senyawa alkaloid dan flavonoid pada ekstrak metanol buah bintaro memiliki kadar yang rendah bila dibandingan dengan tanaman beluntas dan alang-alang yang digunakan juga sebagai bioinsektisida. Pada tanaman beluntas kadar alkaloid dan flavonoid yaitu 3,18% dan 1,09% (Muta ali dan Kristanti, 2015), sedangkan pada daun beluntas senyawa alkaloid dan flavonoid yaitu sebesar 1,07% dan 4,8% (Septiana, 2014). Pada penelitian Syah (2016), kadar flavonoid dalam ekstrak daun belimbing wuluh yaitu 1,76%, hal ini menunjukkan bahwa kadar flavonoid dalam ekstrak buah bintaro lebih rendah. Perbedaan kadar senyawa dalam sebuah ekstrak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah metode ekstraksi yang digunakan. Pada penelitian Syah (2016) metode yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut metanol, namun yang berbeda adalah perbandingan pelarut metanol yang digunakan. Bila pada ekstraksi daun belimbing wuluh menggunakan perbandingan 1:5, sedangkan pada ekstraksi buah bintaro menggunakan perbandingan 1:2. Hal ini merupakan salah satu alasan kadar senyawa flavonoid pada ekstrak buah bintaro lebih rendah, karena semakin rendah perbandingan pelarut yang digunakan, maka senyawa yang terlarut dalam senyawa akan lebih rendah begitu sebaliknya. Perbandingan yang digunakan akan mempengaruhi kondisi pelarut. Apabila perbandingan yang

58 43 digunakan banyak maka pelarut tidak akan mengalami kejenuhan dengan waktu cepat, sebaliknya apabila jumlah perbandingan yang digunakan sedikit maka pelarut akan mengalami kejenuhan dalam waktu singkat dan senyawa yang telarut. B. Siklus Hidup Ulat Grayak (S. litura) Pada penelitian ini, dilakukan pengamatan setiap hari meliputi siklus hidup ulat grayak yang berlangsung selama hari, dimulai dari telur hingga menjadi ngengat. Gambar siklus hidup ulat grayak dari telur hingga ngengat dapat dilihat pada gambar 4.1 A D B C Sumber : Dok. Pribadi Gambar 4.1 Siklus hidup ulat grayak secara umum: telur (A), larva (B), pupa (C), ngenat (D)

59 44 Pengamatan siklus hidup ulat grayak dimulai saat ngengat menghasilkan telur, telur terletak bergerombol dan tertutup struktur halus menyerupai helaian bulu berwarna kekuning-kuningan, lalu akan menetas menjadi larva setelah 2-4 hari. Selanjutnya memasuki stadium larva yang terdiri dari lima instar, larva instar pertama ditandai dengan badan berwarna hijau muda dengan bulu-bulu halus di permukaan badan dan memiliki kepala berwarna hitam. Pada larva instar satu memiliki panjang badan ± 0,8-1,2 cm, stadium larva instar satu berlangsung selama 2-4 hari. Pada tahap ini larva akan hidup secara berkelompok atau bergerombol. Selanjutnya larva akan memasuki stadium instar dua, pada stadium ini larva akan mengalami pertumbuhan yang ditandai dengan bertambahnya ukuran tubuh menjadi 2,1 2,6 cm. Selain itu larva akan bertambah besar dan terdapat garis hitam pada ruas abdomen pertama, meningkat pada bagian dorsal terdapat garis putih dan pada toraks terdapat empat buah titik. Pada stadium ini larva akan sangat aktif terutama pada malam hari, stadium ini berlangsung selama 2-5 hari. Tahap selanjutnya larva akan memasuki stadium instar tiga, pada instar tiga akan terdapat beberapa bulatan hitam yang tersebar di sekitar tubuhnya, terdapat garis kuning yang terletak horizontal pada tubuh yang di kanan kirinya terdapat garis putih (Gambar 4.2 C). Larva mengalami pertumbuhan yang ditandai dengan bertambahnya ukuran tubuh larva menjadi 2,7 3,1 cm. Pada stadium ini, larva instar akan digunakan sebagai penelitian. Instar tiga berlangsung selama 2-4 hari. Selanjutnya larva memasuki stadium instar

60 45 empat, larva terus mengalami pertumbuhan dan tubuh bertambah panjang dan besar. Larva instar empat memiliki panjang tubuh 4 4,5 cm, stadium ini berlangsung selama 2-5 hari. Pada bagian tubuh akan semakin banyak ditemukan bulatan hitam yang tersebar di tubuh larva (Gambar 4.2 D). Pada instar lima morfologi larva sama dengan larva instar empat, tidak terdapat perbedaan yang menonjol. Namun pada instar lima, larva akan mengalami pemendekan tubuh dan akan mengurangi aktivitasnya atau lebih pasif, hal ini menunjukkan bahwa larva akan memasuki stadium pupa. Larva instar lima berlangsung selama 3-6 hari yang selanjutnya akan menjadi pupa. A B C E D Sumber : Dok. Pribadi Gambar 4.2 Siklus hidup larva instar satu sampai instar lima: Instar 1 (A), Instar 2 (B), Instar 3 (C), Instar 4 (D), Instar 5 (E) Pada instar lima, larva perlahan-lahan akan membungkus dirinya hingga menjadi pupa yang berwarna kemerah-merahan, stadium pupa berlangsung selama 9-10 hari. Setelah stadium pupa berakhir, maka akan terbentuk ngengat. Ngengat akan

61 46 melepaskan diri dari kokon dan terbang pada malam hari. Ngengat memiliki sayap depan berwarna cokelat keperak-perakan dan terdapat noda hitam pada sayap belakang. Ngengat jantan akan memiliki panjang tubuh yang lebih panjang bila dibandingkan dengan ngengat betina. Ngengat akan aktif pada malam hari, sementara pada siang hari ngengat akan diam di tempat gelap dan bersembunyi. Setelah berumur 3-5 hari ngengat akan menjadi ngengat dewasa dan menghasilkan telur. Menurut Sudarmo (2005) seekor ngengat betina dewasa dapat menghasilkan telur sebanyak butir, telur akan diletakkan secara berkelompok di atas pakan atau pada kertas. Ngengat dewasa akan hidup selama hari, setelah itu ngengat akan mati, sehingga secara garis besar siklus hidup ulat grayak dari larva hingga ngengat menghasilkan telur terjadi selama ± hari. Penelitian menggunakan larva instar tiga keturunan pertama (F1). C. Mortalitas Ulat Grayak (S. litura) Pengaplikasian ekstrak buah bintaro pada larva instar III, memberikan pengaruh terhadap pola makan S.litura. Pengaruhnya yaitu perlahan-lahan S.litura mengalami penurunan nafsu makan dan dalam beberapa waktu akan menyebabkan kematian karena kelaparan. Dari hal tersebut dijadikan tolak ukur bahwa pengaplikasian ektrak buah bintaro memberikan efek terhadap aktivitas makan S.litura. Jumlah mortalitas S. litura pada tiap konsentrasi ekstrak buah bintaro yang berbeda dapat dilihat pada tabel 4.2 :

62 47 Tabel 4.2 Jumlah mortalitas ulat Spodoptera litura dengan pemberian ekstrak buah bintaro selama 4 hari Konsentrasi Mortalitas (individu) Mortalitas (%) 0 % 0 0% 1 % ,5% 1.5 % ,5% 2 % 7 70% 2.5 % 9 90% Pada tabel 4.2 menunjukkan pengaruh ekstrak buah bintaro tehadap rata-rata mortalitas ulat S. litura yang dilakukan selama 4 hari. Pada konsentrasi 0% tidak terdapat mortalitas pada S. litura, karena pada pakan tidak diberikan ekstrak buah bintaro, sehingga tidak terdapat kandungan metabolit sekunder yang akan menyebabkan mortalitas pada S. litura. Metabolit sekunder adalah senyawa-senyawa organik yang berasal dari tanaman dan secara umum memiliki kemampuan untuk melindungi tanaman dari penganggu. Pada penelitian ini konsentrasi 0% merupakan konstanta untuk menentukan nilai Y pada persamaan regresi linier (Y=a+bX). Pemberian ekstrak buah bintaro memberikan efek terhadap mortalitas S. litura, selain itu pemberian ekstrak buah bintaro berpengaruh terhadap aktivitas S. litura. Pemberian ekstrak buah bintaro pada konsentrasi 1%, 1,5%, 2%, 2,5%, memberikan efek yang berbeda terhadap kematian S. litura. Pemberian dengan berbagai konsentrasi, bertujuan untuk menentukan nilai LC 50 pada penelitian ini. Pada konsentrasi 1%, pemberian ekstrak buah

63 48 bintaro menyebabkan mortalitas sebanyak 47,5% pada S. litura. Pada konsentrasi 1% tingkat kematian masih rendah, karena senyawa toksik yang terdapat pada ekstrak buah bintaro belum mampu untuk mematikan S. litura. Hal ini karena pada konsentrasi rendah, beberapa senyawa akan memiliki cara kerja yang berbeda. Seperti senyawa alkaloid pada ekstrak buah bintaro yang dalam jumlah kecil hanya akan bekerja sebagai penolak makan (antifeedan), yang tidak akan mematikan S. litura dalam waktu cepat. Pada konsentrasi ini S. litura tidak akan langsung mati melainkan akan mengalami penurunan nafsu makan dan dalam beberapa waktu S. litura akan mengalami kematian karena kelaparan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak, maka waktu yang dibutuhkan untuk membunuh S. litura akan semakin lama. Bioinsektisida nabati pada umumnya memiliki cara kerja yang berbeda, di antaranya terdapat beberapa senyawa yang bersifat sebagai repellen dan antifeedan yang tidak akan langsung mematikan ulat. Senyawa ini akan membunuh ulat secara perlahan-lahan, racun yang masuk ke tubuh ulat akan terakumulasi dan dalam jangka waktu lama akan membunuh ulat. Di sisi lain terdapat senyawa yang bersifat mematikan secara langsung karena menyerang organ vital seperti syaraf, saluran pencernaan dan saluran pernafasan (Thamrin dkk. 2007). Beberapa senyawa yang terdapat dalam ekstrak buah bintaro adalah alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan steroid. Adanya senyawa alkaloid dan flavonoid pada ekstrak buah bintaro dapat dilihat pada tabel 4.1 yang juga menunjukkan informasi kuantitatif senyawa di dalam

64 49 ekstrak metanol buah bintaro. Senyawa tersebut memiliki cara kerja yang berbeda, alkaloid bekerja sebagai racun kontak. Namun dalam jumlah sedikit alkaloid hanya bersifat sebagai antifeedan yang membunuh S. litura secara perlahan-lahan karena menurunnya nafsu makan dan baru akan menyebabkan kematian dalam beberapa waktu karena kelaparan. Tetapi dalam jumlah besar alkaloid bekerja sebagai racun kontak dan racun pencernaan yang akan langsung membunuh S.litura, karena menyerang organ vital seperti sistem syaraf dan mempengaruhi aktivitas jantung. Senyawa flavonoid memiliki cara kerja sebagai racun pernapasan dan racun metabolisme yang dapat langsung menyebabkan kematian pada S. litura dalam waktu singkat. Penetrasi senyawa alkaloid dan flavonoid ke dalam tubuh ulat, melalui kutikula yang tersusun dari lipoprotein terkonjugasi (protein dan lemak terpisah) yaitu bahan lipid yang tersebar tetapi tidak membentuk lapisan sehingga lapisan ini mudah ditembus. Senyawa alkaloid dan flavonoid akan masuk ke dalam jaringan di bawah integumen menuju organ sasaran. Senyawa saponin memiliki cara kerja sebagai racun protoplasma karena bekerja merusak sel protoplasma pada S. litura. Senyawa tanin memiliki cara kerja sebagai racun pencernaan, sedangkan senyawa steroid memiliki cara kerja yang mempengaruhi hormon ekdison. Menurut Pangnakorn et al (2012), bahwa setiap senyawa toksik yang masuk ke dalam tubuh ulat akan terakumulasi dan perlahan-lahan merusak sistem tubuh fisiologi serta menghambat pertumbuhan ulat dan berakhir dengan kematian.

65 50 Pada konsentrasi 1,5% ekstrak buah bintaro sudah menunjukkan efek kematian sebesar 57,5% yang berarti pada konsentrasi ini senyawa yang terkandung sudah mulai bekerja dengan efektif. Begitu pula dengan konsentrasi 2% dan 2,5%. Pada konsentrasi 2,5 % terdapat perbedaan dengan konsentrasi dibawahnya, pada konsentrasi ini terdapat mortalitas tertinggi yaitu kematian pada 9 larva S. litura. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi 2,5% dapat menyebabkan kematian S. litura di atas 50% atau sebesar 90%. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan, maka tingkat mortalitas S. litura semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi berbanding lurus dengan peningkatan mortalitas, sehingga daya bunuh semakin tinggi (Purba, 2007). Berdasarkan pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa konsentrasi 0% tidak mengakibatkan mortalitas, karena tidak ada penambahan ekstrak buah bintaro, sedangkan pada konsentrasi 1%, 1,5%, 2% dan 2,5% memberikan efek terhadap mortalitas S. litura. Semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula mortalitas S. litura. Pada konsentrasi 1% mortalitas belum mencapai 50%, hal ini karena senyawa aktif yang terkandung di dalamnya masih rendah sehingga belum bekerja dengan efektif atau bekerja dengan lamban, sehingga mortalitas baru mencapai 47,5%. Kemudian pada konsentrasi 1,5% mortalitas telah melewati 50% atau sebesar 57,5%, pada konsentrasi ini senyawa aktif sudah mulai bekerja dengan efektif. Hal ini dapat dilihat dari persentase mortalitas yang sudah melebihi 50%. Begitu pula dengan konsentrasi 2% dan 2,5% yang menunjukkan mortalitas semakin

66 51 meningkat. Pada konsentrasi 2% mortalitas sebanyak 70% dan 2,5% mortalitas sebanyak 90%. Berdasarkan konsentrasi di atas ekstrak buah bintaro yang memberikan efek mematikan S. litura sebesar 50% (LC 50 ) yang terletak diantara konsentrasi 1% dan 1,5%, sehingga dapat dikatakan bahwa pengaplikasian ekstrak buah bintaro memberikan efek terhadap mortalitas S. litura. Penentuan nilai LC 50 diperoleh dengan melihat persentase kematian yang mencapai 50% pada konsentrasi tertentu. Nilai LC 50 baik apabila terletak di antara konsentrasi yang digunakan. Gambar 4.3 Analisis LC 50 ekstrak buah bintaro terhadap S. litura selama 4 hari Dari gambar 4.3 didapatkan persamaan garis lurus y = 3,4527x + 0,4662. Gambar 4.3 menunjukkan konsentrasi terhadap nilai probit yang didapat dari persentase mortalitas S. litura. Analisis regresi linier pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi yang digunakan

67 52 maka semakin besar nilai persentase mortalitas S. litura. Berdasarkan persamaan regresi linier didapatkan nilai R 2 yaitu 0,9764, R 2 merupakan koefisien determinasi, untuk mengukur kebaikan suai (goodness of fit) dari persamaan regresi. Nilai R 2 terletak antara 0-1 dan kecocokan model dikatakan lebih baik jika R 2 semakin mendekati 1. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa nilai R 2 yang didapatkan baik, karena hasilnya mendekati nilai 1. Perhitungan LC 50 menggunakan Microsoft Office Excel didapatkan hasil sebagai berikut: y = 3,4527x + 0, = 3,4527x + 0, ,4662 = 3,4527x x = 1,31 % Sehingga ekstrak buah bintaro memiliki LC 50 sebesar 1,31%. Menentukan konsentrasi ekstrak buah bintaro yang dapat membunuh 50% S. litura, maka dilakukan pengujian statistik dengan analisis probit. Hasil analisis probit nilai LC 50 didapatkan pada konsentrasi 1,31%. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak buah bintaro dengan konsentrasi sebesar 1,31% berpotensi sebagai bioinsektisida nabati karena dapat membunuh 50% populasi ulat uji. Suatu senyawa dinyatakan mempunyai potensi toksisitas akut apabila mempunyai nilai LC 50 kurang dari 1000 ppm. LC 50 merupakan

68 53 kosentrasi yang dapat menyebabkan kematian 50% pada hewan percobaan. Menurut Sumantri (1996), semakin tinggi LC 50 yang dihasilkan, maka semakin rendahnya toksisitas dan semakin rendah LC 50 mencerminkan tingginya tingkat toksisitas. Tingkat toksisitas tersebut dapat diartikan sebagai potensi aktivitasnya sebagai insektisida, karena semakin rendah nilai LC 50 maka senyawa tersebut semakin berpotensi sebagai insektisida. Suatu ekstrak dianggap toksik apabila memiliki nilai LC 50 di bawah 30 ppm, dikatakan toksik pada LC ppm dan dianggap kurang toksik bila nilai LC 50 di atas 1000 ppm. Penelitian pada ekstrak metanol buah bintaro menunjukkan nilai LC 50 sebesar 1,31% atau 1300 ppm. Berdasarkan nilai LC 50 yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa ekstrak metanol buah bintaro pada percobaan ini masih kurang toksik karena nilai yang diperoleh melebihi 1000 ppm. Ekstrak metanol buah bintaro dinyatakan masih kurang toksik, hal ini karena dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain karena waktu perendaman daun yang masih cukup singkat. Perendaman daun yang relatif singkat yaitu 3 menit, membuat senyawa toksik pada larutan ekstrak metanol buah bintaro tidak terserap dengan maksimal ke dalam daun. Penyerapan larutan ekstrak ke dalam daun terjadi dengan mekanisme transpor pasif, yaitu perpindahan larutan yang memiliki konsentrasi tinggi ke daun yang memiliki konsentrasi rendah. Pada transpor pasif tidak membutuhkan energi karena sel tidak mengeluarkan energi untuk memindahkan molekul. Hal ini karena molekul terdorong sendiri dan masuk melalui membran sel. Larutan ekstrak metanol buah bintaro masuk melalui pori-pori saat daun

69 54 direndam. Dari segi keseimbangan lingkungan, pengaplikasian ekstrak buah bintaro tidak memiliki nilai toksisitas yang akut atau tinggi, sehingga tidak akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Disisi lain ekstrak buah bintaro yang digunakan adalah bioinsektisida nabati yang mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan serta relatif aman bagi manusia dan hewan peliharaan karena residunya mudah hilang. Senyawa kimia yang terkandung di dalam ekstrak buah bintaro merupakan faktor utama terhadap mortalitas S. litura. Berbagai senyawa kimia yang ada, beberapa di antaranya adalah alkaloid, flavonoid dan saponin yang terdapat pada ekstrak buah bintaro. Senyawa yang terdapat di dalam ekstrak buah bintaro sudah diuji keberadaanya, sehingga senyawa kimia yang menyebabkan mortalitas pada S. litura adalah alkaloid, flavonoid (tabel 4.1) dan saponin. Kandungan senyawa alkaloid, flavonoid dan saponin merupakan senyawa yang mempunyai daya kerja mematikan terhadap S. litura. Kandungan alkaloid yang masuk ke dalam tubuh S. litura berupa garam melalui pakan atau yang terserap oleh tubuh, akan mendegradasi membran sel untuk masuk ke dalam dan merusak sel serta menganggu kerja sistem syaraf dengan menghambat kerja enzim asetilkolinesterase. Senyawa alkaloid berperan sebagai racun kontak yang dapat masuk melalui kutikula, yang kemudian masuk ke jaringan di bawah integumen menuju organ sasaran. Pada tahap ini, S.litura perlahan-lahan akan berkurang aktivitasnya. Hal ini karena senyawa alkaloid yang terakumulasi mulai bekerja menuju organ vital sasaran yaitu sistem syaraf dan akan menganggu aktivitas jantung. Kemudian

70 55 aktivitas jantung pada sistem sirkulasi S. litura terganggu, yaitu dengan menghambat saluran ion kalsium di otot jantung sehingga menyebabkan kematian pada S. litura (Utami, 2010). Senyawa alkaloid pada konsentrasi rendah tidak langsung menyebabkan kematian, melainkan akan mempengaruhi pola makan. Mengakibatkan aktivitas makan menurun sehingga S. litura tidak memiliki energi lagi dan akhirnya mengalami kematian karena kelaparan. Senyawa alkaloid pada konsentrasi tinggi akan langung bekerja sebagai racun kontak yang masuk ke dalam tubuh S. litura dan langsung mempengaruhi organ vital seperti sistem syaraf dan aktivitas jantung yang menyebabkan kematian langsung setelah memakan pakan yang telah diaplikasikan dengan ekstrak metanol buah bintaro. Pada beberapa perlakuan, senyawa alkaloid ini langsung bereaksi dengan efektif. Hal ini dibuktikan dengan matinya S. litura tepat 12 jam dengan rata-rata sebanyak ± 1,4 larva setelah pemberian ekstrak buah bintaro. Selain itu senyawa alkaloid yang terdapat pada ekstrak buah bintaro berperan sebagai antifeedan atau penghambat nafsu makan S. litura, sehingga menyebabkan anoreksia (penurunan nafsu makan) pada S. litura, sehingga akan menjadi lemah dan mobilitas berkurang, dan akhirnya S. litura mati karena kelaparan. Hal ini ditunjukkan dari pola makan S. litura yang semakin hari mengalami penurunan, pada hari pertama S. litura masih aktif dan menghabiskan makanan, namun mulai terlihat penurunan nafsu makan pada hari kedua pemberian ekstrak buah bintaro. Kemudian memasuki hari ketiga

71 56 bahkan pada beberapa perlakuan, S. litura sudah tidak makan dan mulai lemas atau tidak beraktivitas lagi dan perlahan-lahan mengalami kematian. Kandungan flavonoid yang terdapat dalam ekstra buah bintaro merupakan salah satu penyebab mortalitas pada S. litura. Flavonoid bekerja sebagai inhibitor menyerang bagian saraf organ vital seperti sistem pernapasannya. Cara kerja flavonoid yaitu masuk ke dalam tubuh S. litura melalui sistem pernapasan yang kemudian akan menimbulkan kerusakan pada syaraf sistem pernapasan dan mengakibatkan S. litura tidak bisa bernafas dan mati. Inhibitor adalah zat yang menganggu metabolisme energi dengan menghambat sistem pengangkutan elektron (Agnetha, 2008). Senyawa lain yang dapat mengakibatkan kematian adalah saponin. Senyawa ini bekerja mirip dengan detergen yaitu merusak membran sel, yang dapat meningkatkan permeabilitas tubuh ulat, sehingga banyak toksin yang dapat masuk ke dalam tubuh ulat. Kutikula pada tubuh larva dapat rusak akibat efek dari saponin yang menyebabkan hilangnya cairan tubuh S. litura (Yunita, dkk. 2009). Saponin sebagai inhibitor dari enzim asetilkolinesterase yang dapat menyebabkan kejang otot dan paralisis. Hal ini disebabkan karena terjadinya penumpukan asetilkolin yang menyebabkan kerusakan pada sistem penghantar impuls ke otot. Perubahan-perubahan ini dapat menyebabkan kematian pada S. litura.

72 57 A B Sumber : Dok. Pribadi Gambar 4.4. Larva S. litura yang telah mati karena pemberian ekstrak buah bintaro Kematian S.litura yang berbeda disebabkan karena beberapa faktor. Pada gambar 4.4 A S. litura mati dengan kondisi tubuh lemas dan bagian kaki menghadap ke atas, sedangkan pada gambar 4.4 B S. litura mati dengan tubuh lemas, lembek dan mengeluarkan cairan cokelat kental yang disertai dengan bau yang menyenggat. Senyawa alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin yang masuk ke dalam tubuh S. litura merupakan faktor utama yang menyebabkan kematian pada S. litura. Berdasarkan hasil screening fitokimia ekstrak buah bintaro memiliki kandungan metabolit sekunder antara lain yaitu 0,03% alkaloid dan 0,26% flavonoid. Senyawa zat toksik yang terkadung dalam ekstrak buah bintaro masuk melalui dinding tubuh larva dan melalui mulut karena larva biasanya mengambil makanan dari tempat hidupnya. Dinding tubuh serangga merupakan bagian tubuh yang dapat menyerap zat toksik dalam jumlah besar (Yunita, dkk. 2009). Kematian S. litura dengan tubuh lemas dan kaki menghadap ke atas disebabkan karena masuknya senyawa tanin dan flavonoid ke dalam tubuh

73 58 melalui sistem pencernaan atau kulit ulat. Senyawa tanin akan mengikat protein dalam sistem pencernaan yang diperlukan S. litura untuk pertumbuhan sehingga proses pencernaan larva menjadi terganggu akibat tanin (Yunita, dkk. 2009). Selain itu karena senyawa flavonoid akan menyerang organ saraf pada sistem pernapasan dan sistem pencernaan, sehingga timbul suatu pelemahan saraf yang perlahan akan menyebabkan kematian. Pada gambar 4.4 A S. litura mati dengan tubuh lembek dan mengeluarkan cairan kental disertai dengan bau yang menyengat. Kematian S. litura disebabkan karena tubuh ulat dirusak oleh senyawa saponin yang berperan sebagai racun kontak. Racun kontak bekerja merusak dinding sel tubuh S. litura, sehingga senyawa toksik (alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin) dapat masuk dengan mudah ke dalam tubuh. Senyawa alkaloid akan langsung menyerang sistem pencernaan, kemudian flavonoid menyerang sistem syaraf pada sistem pencernaan sehingga sistem pencernaan mengalami kontraksi hebat dan menyebabkan rusaknya organ pencernaan. Cairan cokelat yang berupa racun atau senyawa toksik dan kotoran pada tubuh ulat keluar melalui kulit yang sebelumnya sudah dirusak oleh senyawa saponin. Selain itu senyawa alkaloid yang masuk akan langsung menyerang aktivitas jantung S. litura dan akan menyebabkan S. litura mati seketika. Pemberian konsentrasi ektrak buah bintaro yang semakin besar maka akan menyebakan S. litura lebih cepat mengalami kematian. Semakin tinggi kadar senyawa kimia, maka akan semakin kuat dan cepat dalam membunuh S. litura, seperti pada gambar 4.4 B. Berbagai senyawa toksik yang masuk ke

74 59 dalam tubuh S. litura akan mempengaruhi berbagai organ dalam tubuh. Senyawa tersebut akan menggangu kerja sistem pernapasan, sistem pencernaan, sistem sirkulasi serta metabolisme dalam tubuh S. litura. Senyawa yang bersifat racun yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami biotranformasi menghasilkan senyawa yang larut dalam air dan lebih polar, sehingga semakin tinggi konsentrasi yang digunakan, maka akan semakin tinggi pula tingkat mortalitas yang terjadi. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2. Pada konsentrasi tertinggi yaitu 2,5% mortalitas mencapai 90%, sedangkan konsentrasi dibawahnya yaitu 1%,1,5%, 2% berurutan adalah 47,5%, 57,5% dan 70%. Proses metabolisme membutuhkan energi, semakin banyak racun yang masuk kedalam tubuh S. litura menyebabkan energi yang dibutuhkan untuk menetralisir racun semakin besar. Banyaknya energi yang digunakan untuk menetralisir senyawa racun tersebut menyebabkan penghambatan terhadap metabolisme yang lain sehingga akan kekurangan energi dan akhirnya mati. D. Hambatan, Kendala dan Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini terdapat hambatan yang ditemukan di antaranya: 1. Pada saat mengembangbiakkan ulat grayak untuk mendapatkan keturunan pertama. Saat tahap pengembangbiakan ulat grayak, terdapat beberapa ulat yang mati dan beberapa kali gagal untuk mendapatkan ulat keturunan pertama.

75 60 2. Pada saat membuat ekstrak metanol buah bintaro, tahap ekstraksi membutuhkan waktu yang lama karena masih menggunakan alat konvensional. 3. Pada tahap pengeringan, pelarut menguap dalam waktu yang lama dan hasil ekstrak yang dihasilkan tidak berbentuk pasta, melainkan berbentuk cairan kental. 4. Waktu pengamatan yang digunakan terlalu singkat yaitu hanya 4 hari, sehingga tidak dapat melihat siklus hidup larva pada tahap selanjutnya. Pengamatan dalam waktu 4 hari masih terlalu singkat karena tidak dapat melihat larva memasuki tahap yang selanjutnya yaitu tahap pupa dan menjadi ngengat. Selain itu dengan waktu yang singkat tidak bisa mengamati perbedaan larva yang telah menjadi ngengat setelah pengaplikasian ekstrak metanol buah bintaro.

76 BAB V APLIKASI HASIL PENELITIAN TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN Penelitian tentang pemanfaatan buah bintaro sebagai bionsektisida nabati terhadap hama ulat grayak (S.litura) dapat dijadikan sebagai wawasan atau pengetahuan baru di dalam bidang pendidikan. Pemanfaatan buah bintaro sebagai bahan bioinsektisida dapat menambah wawasan baru bagi siswa dalam menunjang proses belajar mengajar di sekolah. Siswa dapat belajar untuk memanfaatkan tanaman di lingkungan sekitar yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan bioinsektisida. Di sisi lain siswa juga bisa belajar mengenai siklus hidup ulat mulai dari telur sampai menjadi ngengat dan menghasilkan telur. Siswa dapat belajar untuk menggolongkan ilmu apa saja yang mempelajari mengenai tanaman meliputi pemanfaatan tanaman, senyawa yang terdapat pada tanaman dan penyakit/hama pada tanaman, serta mempelajarai mengenai hewan yang meliputi siklus hidup dan aktivitas hidupnya. Penelitian ini dapat dijadikan siswa untuk membantu masyarakat yang masih minim wawasan mengenai berbagai tanaman yang bisa dijadikan bioinsektisida, sehingga dapat menekan jumlah penggunaan pestisida kimia. Berbagai aspek dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan ajar di Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas X pada materi Ruang lingkup Biologi. Pada materi ruang lingkup biologi, akan mempelajari tentang permasalah biologi di lingkungan sekitar, cabang-cabang ilmu biologi yang berkaitan dengan lingkungan sekitar terutama pada cabang ilmu tanaman dan hewan. Pembelajaran ini menggunakan kurikulum 2013, dengan Kompetensi Dasar (KD) yang 61

77 62 digunakan adalah KD 3.1: Memahami tentang ruang lingkup biologi (permasalahan pada berbagai objek biologi dan tingkat organisasi kehidupan), metode ilmiah dan prinsip keselamatan kerja berdasarkan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari dan KD 4.1: Menyajikan data tentang objek dan permasalahan biologi pada berbagai tingkat organisasi kehidupan dengan metode ilmiah dan memperhatikan aspek keselamatan kerja serta menyajikannya dalam bentuk laporan tertulis. Pembelajaran dirancang agar siswa bisa lebih aktif dalam melakukan percobaan, selain itu untuk memacu kreativitas siswa untuk menghadapi permasalah di lingkungan sekitar. Salah satu contoh permasalahan adalah hama/penyakit pada tanaman, sehingga dapat mengurangi penggunaan pestisida kimia yang dapat merusak lingkungan. Dengan adanya penelitian ini diharapkan siswa akan memperoleh pengetahuan baru mengenai pemanfaatan tanaman sebagai alternatif bahan bioinsektisida. Hasil yang diperoleh, disampaikan dalam bentuk laporan penelitian yang nantinya bisa digunakan sebagai bahan acuan atau literatur siswa maupun masyarakat terkait pemanfaatan tanaman sebagai bahan pembuatan bioinsektisida.

78 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disumpulkan bahwa: 1. Aktivitas bioinsektisida ekstrak metanol buah bintaro terhadap mortalitas ulat grayak rendah. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka semakin tinggi pula mortalitas ulat grayak. 2. Nilai LC 50-96jam bioinsektisida ekstrak metanol buah bintaro terhadap mortalitas ulat grayak yaitu 1,31%. B. Saran 1. Pada penelitian ini pengembangbiakan ulat dilakukan di tempat terbuka sehingga akan banyak faktor yang akan mempengaruhi siklus hidup ulat grayak. Diharapkan pemeliharaan dapat dilakukan di termpat tertutup atau laboratorium agar meminimalisir faktor penggangu. 2. Pada penelitian ini masih menggunakan cara konvensional dalam penguapan metanol. Diharapkan cara yang digunakan bisa lebih modern agar waktu yang digunakan lebih efektif. 3. Pada penelitian waktu yang digunakan untuk pengamatan hanya 4 hari, sehingga tidak dapat melihat siklus hidup larva pada tahap selanjutnya. Diharapkan waktu pengamatan bisa dilakukan lebih dari 4 hari. 63

79 DAFTAR PUSTAKA Agnetha, A Efek Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L) Sebagai Larvasida Nyamuk Aedes sp. Skripsi. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Agus, Fahmuddin dan Widianto Petunjuk Praktis Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering. World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Bogor Ahmed, F., Amin, R., Shahid, IZ., Sobhani, MME Antibacterial, cytotoxic, and neuropharmacological activities of Cerbera odollam seeds. Oriental Pharmacy and Experimental Medicine. 4 Asmaliyah, Sumardi, dan Musyafa Uji Toksisitas Daun Nicolaia atropurpurea Val. Terhadap Serangga Hama Spodoptera litura Fabricus (Lepidoptera: Noctuidae). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 7 (5): Baehaki Insektisida Pengendalian Hama Tanaman. Angkasa: Bandung Balfas, R., dan M. Willis Pengaruh Ektrak Tanaman Obat Terhadap Mortalitas dan Kelangsungan Hidup Spodopteralitura F. (Lepidoptera: Noctuidae). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 20 (2) Balitbang Hama, Penyakit dan Masalah Hara Pada Tanaman Kedelai. Identifikasi dan Pengendaliannya. Bogor Chaieb I Saponin as Insecticide: a riview. Tunisian. J, Of Plant Protection. 5: Dadang dan Ohsawa, K Penghambatan Aktivitas Makan Larva Plutella xylostella yang Diperlukan Ekstrak Biji Swietenia mahogani (Meliaceaea). Bul HPT 12: Day, R. A & Underwood Kimia Analisis Kuantitatif Edisi V. Erlangga. Jakarta. Djojosumarto, P Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius: Yogyakarta Djunaedy, A Biopestisida sebagai Pengendali Organisme Penganggu Tanaman yang Ramah Lingkungan. Jurnal EMBRIYO. 6 (1) 64

80 65 Fadlilah, Rakmah A.N Pengaruh Ekstrak Daun Tembelekan (Lantana camara) terhadap Pertumbuhan dan Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura) Pada Kedelai. Tugas Akhir. Jurusan Biologi Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya. Haditomo, I Efek Larvasida Ekstrak Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum L) terhadap Aedes aegypti L. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Hasnah, Husni, A., Fardhisa Pengaruh Ekstrak Rimpang Jeringau (Acorus calamus L.) terhadap Mortalitas Ulat Grayak Spodoptera litura F. J. Floratek 7: UNSYIAH. Hidayati, Nurul N., Yuliani, dan Kuswanti, Nur Pengaruh Ekstrak Daun Suren dan Daun Mahoni terhadap Mortalitas dan Aktivitas Makan Ulat Daun (Plutella xylostella) pada Tanaman Kubis. Jurnal LenteraBio. 2 (1) Kartimi Pemanfaatan Buah Bintaro Sebagai Biopestisida dalam Penanggulangan Hama Tanaman Padi di Kawasan Pesisir Desa Bandengan Kabupaten Cirebon. Prosiding Seminar Nasional Jurusan Pendidikan Biologi. Institut Agama Islan Negeri (IAIN). Malang. Kuddus, M. R, Rumi, F, dan Masud, M.M Phytochemical Screening and a Antioxidant Activity Studies of Cerbera odollam G. Journal of Pharma and Biosciences. 2 (1): Kurnianti, N Budidaya Bawang Merah dari Biji, diunduh dari diakses pada tanggal 5 Maret Kurniawan, Hadi., Nera Umilia P., Inarah F Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Kesum (Polygonum minus Huds) terhadap Larva Artemia salina Leach Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tanjungpura. Pontianak. Laetemia, J. Audrey dan Ria Y. Rumthe Studi Kerusakan Akibat Serangan Hama Pada Tanaman Pangan di Kecamatan Bula. Jurnal Agroforestri. 6 (1). Lestari, Ratih I., Evie Ratnasari., dan Tjipto Haryono Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Sirsak (Anonna muricata) terhadap Kesintasan Ngengat Spodoptera litura. Lentera Bio. 5 (1) : 60-65

81 66 Linangkung, Erfanto Ratusan Hektar Tanaman Cabai Diserang Hama, Petani Meradang, diunduh dari diakses pada tanggal 15 November Marwoto dan Suharsono Strategi dan Komponen Teknologi Pengendalian Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabricius) pada Tanaman Kedelai. Jurnal Litbang Pertanian. 27 (4) Muta ali, Roqib dan Kristanti Indah Purwani Pengaruh Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica) terhadap Mortalitas dan Perkembangan Larva Spodoptera litura F. Jurnal Sains dan Seni ITS. 4(2). Ningrum, Rosiati Studi Potensi Biofungisida Ekstrak Daun Bintaro (Cerbera manghas) dalam Mengendalikan Jamur Patogen Phytophthora Capsici Pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens LONGA). Propasal Tugas Akhir. Jurusan Biologi Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya Nugroho, H. S Ramuan Obat Jamu Tradisional. Surabaya: Apollo Nugroho Pengenalan dan Pengendalian Hama Ulat Grayak Pada Tanaman Kapas, diunduh dari diakses pada tanggal 3 Maret Nurhidayati, Istirochah P, Anis S, Djuhari dan A. Basit Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Islam Malang. Malang Pangnakorn U, kanlaya S, Kuntha C Effect of Wood Vinegar for Controlling on Housefly (Musca domestica L). World Academy of Science. Engineering and Technology. 65: Pratiwi, Y., Sri, S., dan Winda, F. W Uji Toksisitas Limbah Cair Laundry Sebelum dan Sesudah Diolah dengan Tawas dan Karbon Aktif terhadap Bioindikator (Cyprinus carpio L.). Jurnal Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Sains Terapan, Institut Sains & Teknologi Akprind Yogyakarta. Yogyakarta Prayuda, Y E Efikasi Ekstrak Biji Bintaro (Cerbera manghas) sebagai larvasida pada larva Aedes aegypti L. instar III/IV. Skripsi. FK UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. Purba, S Uji Efektivitas Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) terhadap Plutella xyostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) di Laboratorium Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

82 67 Rimantho, Dino Bahaya Pestisida terhadap Kesehatan Manusia, diunduh dari pada tanggal 14 November Rossiana, N Uji Toksisitas Limbah Cair Tahu Sumedang terhadap Reproduksi Daphnia carinata KING. Jurnal Biologi. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjajaran. Bandung. Robinson, T Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Terjemahan: K. Padmawinata. ITB. Bandung. Sa diyah Nur Alindatus, Kristanti Indah Purwani, Lucky Wijayanti Pengaruh Ekstrak Daun Bintaro (Cerbera odollam) Terhadap Perkembangan Ulat Grayak (Spodoptera litura). Jurnal Sains Dan Seni POMITS 2 (2) Sastrodiharjo, S Pengantar Entomologi Terapan. ITB: Bandung Septiana Andi, Indrawati, Rustin Analisis Kadar Alkaloid dan Tanin Tumbuhan Beluntas (Pluchea indica Less) pada Lahan Salin di Desa Asingi Kecamatan Tinanggea dan Non Salin di Desa Lambodijaya Kecamatan Lalembuu Sulawesi Tenggara. Jurnal BioWallacea 1 (2). Setiawati W, Rini M, Neni G dan Tati R Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya untuk Pengendalian Organisme Penggangu Tumbuhan (OPT). Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. Sianturi AHM Isolasi dan Fraksinasi Senyawa Bioaktif dari Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq). Skripsi Program Sarjana. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam., ITB. Bogor. Steenis, V Flora untuk Sekolah di Indonesia. PT. Pradya Paramita: Jakarta. Sudarmo, H Pengetahuan Serangga Hama Sayuran dan Palawija. Kanisius: Jakarta Sudarmo, S Pestisida Nabati. Kanisius: Jakarta. Sulistiyono, L Dilema Penggunaan Pestisida dalam Sistem Pertanian Tanaman Hortikultura di Indonesia. Makalah Pribadi. Pengantar ke Falsafah Sains. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

83 68 Sumantri, A Pedoman Teknis Budidaya Sorgum Manis sebagai Bahan Baku Industri Gula, Kerjasama Direktorat Jenderal Perkebuanan dengan Pusat Penelitian Perkebunan Gula : Indonesia Syah, Bintang Wahyu dan Kristanti Indah P Pengaruh Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap Mortalitas dan Perkembangan Larva Spodoptera litura. Jurnal Sains dan Seni ITS. 5 (2): Tarmadi, D., AH. Prianto, I. Guswenrivo, T. Kartika, S. Yusuf Pengaruh Ekstrak Bintaro (Cerbera odollam Gaertn) dan Kecubung (Brugmansia candida Pers) terhadap Rayap Tanah Captotermes sp. J. Trop. Wood Scie & Tech. 5 (1) Thamrin, M., S. Asikin, Mukhlis dan A. Budiman Potensi Ekstrak Flora Lahan Rawa Sebagai Pestisida Nabati. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Laporan Hasil Penelitian Balitra Hlm Tjitrosoepomo, Gembong Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta : UGM Utami, P Tanaman Obat untuk Mengatasi Diabetes Melitus, 2, 6, 7. Agromedia Pustaka: Jakarta Utami Aktivitas Insektisida Bintaro (Carbera odollam gaeztn) Terhadap Hama Euremaspp Pada Skala Laboratoriun. Jurbal Peneltian Hutan Tanaman (VIII) 4 : Yudha WH Efektivitas Ekstrak Buah Bintaro (Cerbera odollam) Sebnagai Larvasida Lalat Rumah (Musca domestica). Skripsi Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Yunita, E., Suprapti, N., dan Hidayat, J Pengaruh Ekstrak Daun Teklan (Eupatorium riparium) Terhadap Mortalitas dan Perkembangan Larva Aedes aegypti. Bioma. 1 (11)

84 Lampiran 1 SILABUS MATA PELAJARAN BIOLOGI Satuan Pendidikan : SMA Kelas / Semester : X / 1 Alokasi Waktu : 4 x 45 Menit Kompetensi Inti : KI. 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. KI. 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 69

85 KI. 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. KI. 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. KOMPETENSI DASAR MATERI POKOK PEMBELAJARAN PENILAIAN ALOKASI WAKTU MEDIA, ALAT, BAHAN 1. Ruang Lingkup Biologi, Kerja Ilmiah dan Keselamatan Kerja, serta karir berbasis Biologi 1.1 Mengagumi Ruang lingkup Mengamati Tugas 2 minggu x Lingkungan keteraturan dan biologi: Mengamati lingkungan Membuat peta 4JP sekitar sekolah kompleksitas ciptaan Permasalahan sekitar sekolah yang konsep tentang Buku Pelajaran Tuhan tentang biologi pada berkaitan dengan objek permasalahan Biologi kelas X keanekaragaman hayati, ekosistem dan berbagai objek dan permasalahan dalam biologi dan LKS 70

86 KOMPETENSI DASAR MATERI POKOK PEMBELAJARAN PENILAIAN ALOKASI WAKTU MEDIA, ALAT, BAHAN lingkungan hidup. biologi, dan ruang lingkup biologi. cabang-cabang Artikel ilmiah 2.1 Berperilaku ilmiah : tingkat organisasi biologi, serta atau laporan teliti, tekun, jujur kehidupan Menanya aspek kerja ilmiah ilmiah tentang sesuai data dan fakta, Siswa mengajukan dan keselamatan bagaimana displin, tanggung Cabang-cabang pertanyaan mengenai kerja ilmuwan bekerja jawab, dan peduli ilmu dalam biologi metode ilmiah yang akan (dibahas tentang dalam observasi dan dilakukan kepada teman Observasi cara kerja eksperimen, berani Manfaat atau guru. Sikap ilmiah saat ilmuwan, sikap dan santun dalam mempelajari mengamati, perilaku, dan mengajukan biologi bagi diri Mengumpulkan data melaporkan secara objek yang pertanyaan dan sendiri dan (Eksperimen/Eksplorasi) lisan dan saat diteliti) beragumentasi, peduli lingkungan Mencari permasalahan diskusi dengan lingkungan, gotong royong, bekerjasama, cinta damai, Kerja Ilmiah (sikap dan metode ilmiah) biologi pada objek yang terdapat dalam lingkungan sekitar lembar pengamatan berpendapat secara 71

87 KOMPETENSI DASAR MATERI POKOK PEMBELAJARAN PENILAIAN ALOKASI WAKTU MEDIA, ALAT, BAHAN ilmiah dan kritis, Keselamatan Kerja sekolah dan Portofolio responsif dan proaktif menuliskannya dalam Kompetensi dalam setiap tindakan bentuk laporan. membuat laporan dan dalam melakukan Melakukan studi literatur dari format, isi pengamatan dan tentang cabang-cabang laporan, percobaabn di dalam biologi, obyek biologi dan kesesuaian isi, dan kelas / laboratorium permasalahan biologi aspek komunikatif maupun di luar kelas / Diskusi tentang kerja dan berbahasa laboratorium. seorang peneliti biologi 3.1 Memahami tentang dengan menggunakan Tes ruang lingkup metode ilmiah dalam Tertulis membuat biologio mengamati bioproses dan bagan/skema tentang (permasalahan pada melakukan percobaan ruang lingkup berbagai objek biologi dengan biologi, aspek kerja dan tingkat organisasi menentukan ilmiah dan kehidupan), metode 72

88 KOMPETENSI DASAR MATERI POKOK PEMBELAJARAN PENILAIAN ALOKASI WAKTU MEDIA, ALAT, BAHAN ilmiah dan prinsip keselamatan kerja berdasarkan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. 4.1 Menyajikan data tentang objek dan permasalahan biologi pada berbagai tingkat organisasi kehidupan dengan metode ilmiah dan memperhatikan aspek keselamatan kerja sera menyajikannya dalam bentuk laporan permasalahan, membuat hipotesis, merencanakan percobaan dengan menentukan variabel percobaan, mengolah data pengamatan dan percobaan dan menampilkannya dalam tabel/grafik/skema, mengkomunikasikannya secara lisan dengan berbagai media dan secara tulisan dengan format laporan ilmiah sederhana Diskusi aspek-aspek keselamatan kerja keselamatan kerja 73

89 KOMPETENSI DASAR MATERI POKOK PEMBELAJARAN PENILAIAN ALOKASI WAKTU MEDIA, ALAT, BAHAN tertulis. laboratorium biologi dan menyepakati komitmen bersama untuk melaksanakan secara tanggung jawab aspek keselamatan kerja di lab. Mengamati contoh laporan hasil penelitian biologi dalam jurnal ilmiah berbahasa Indonesia atau Bahasa Inggris tentang komponen/format laporan dan mengamati komponennya dan mengaitkannya dengan 74

90 KOMPETENSI DASAR MATERI POKOK PEMBELAJARAN PENILAIAN ruang lingkup biologi sebagai mata pelajaran kelompok ilmu alam ALOKASI WAKTU MEDIA, ALAT, BAHAN Mengasosiasikan Mendiskusikan hasil-hasil pengamtatan dan kegiatan tentang ruang lingkup biologi, cabang-cabang biologi, pengembangan karir dalam biologi, kerja ilmiah dan keselamatan kerja untuk membentuk/memperbaiki pemahaman tentang ruang lingkup biologi 75

91 KOMPETENSI DASAR MATERI POKOK PEMBELAJARAN PENILAIAN ALOKASI WAKTU MEDIA, ALAT, BAHAN Mengkomunikasikan Mengkomunikasikan secara lisan tentang ruang lingkup biologi, kerja ilmiah dan keselamatan kerja, serta rencana pengembangan karir masa depan berbasis biologi 76

92 77 Lampiran 2 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Mata Pelajaran : Biologi Kelas / Semester : X / 1 Alokasi Waktu : 4 x 45 menit A. Kompetensi Inti 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural

93 78 pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. B. Kompetensi Dasar 1.1 Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang keanekaragaman hayati, ekosistem, dan lingkungan hidup. 2.1 Berperilaku ilmiah : teliti, tekun, jujur sesuai data dan fakta, displin, tanggung jawab, dan peduli dalam observasi dan eksperimen, berani dan santun dalam mengajukan pertanyaan dan beragumentasi, peduli lingkungan, gotong royong, bekerjasama, cinta damai, berpendapat secara ilmiah dan kritis, responsif dan proaktif dalam setiap tindakan dan dalam melakukan pengamatan dan percobaan di dalam kelas / laboratorium maupun di luar kelas / laboratorium. 3.1 Memahami tentang ruang lingkup biologio (permasalahan pada berbagai objek biologi dan tingkat organisasi kehidupan), metode ilmiah dan prinsip keselamatan kerja berdasarkan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. 4.1 Menyajikan data tentang objek dan permasalahan biologi pada berbagai tingkat organisasi kehidupan dengan metode ilmiah dan

94 79 memperhatikan aspek keselamatan kerja sera menyajikannya dalam bentuk laporan tertulis. C. Indikator Mengangumi ruang lingkup, objek dan permasalahan biologi di lingkungan sekitar Proaktif, toleransi, percaya diri dan dapat bekerja sama dalam melakukan penelitian baik di dalam kelas maupun diluar kelas Mengidentifikasi ruang lingkup biologi berdasarkan cabang-cabang dan manfaat ilmu biologi Menjelaskan langkah-langkah metode ilmiah dalam suatu penelitian Membuat peta konsep yang berkaitan dengan objek pada ruang lingkup biologi yang terdapat pada lingkungan sekitar Membuat rancangan penelitian tentang objek dan permasalahan biologi berdasarkan metode ilmiah dalam bentuk tertulis Melakukan penelitian sederhana terkait objek biologi dan menyajikan dalam bentuk laporan tertulis

95 80 D. Tujuan Siswa dapat menyadari ruang lingkup biologi, objek dan permasalahan biologi yang ada di lingkungan sekitar Melalui observasi lingkungan dan video / gambar siswa dapat menjadi lebih proaktif, toleransi, percaya diri dan dapat bekerja sama Melalui studi pustaka siswa dapat mengidentifikasi tentang cabang-cabang ilmu biologi dan manfaatnya Setelah mengamati jurnal imiah siswa mampu menjelaskan langkah-langkah metode ilmiah dalam suatu penelitian Siswa dapat membuat peta konsep yang berkaitan dengan objek pada ruang lingkup biologi yang terdapat pada lingkungan sekitar Siswa dapat membuat rancangan penelitian tentang objek biologi berdasarkan metode ilmiah secara tertulis E. Materi Pembelajaran Bab : Ruang Lingkup Biologi Sub Bab : Cabang dan Manfaat ilmu biologi Metode Ilmiah

96 81 F. Pendekatan, Model dan Metode Pembelajaran Pendekatan Model Pembelajaran Metode Pembelajaran : Santifik : Pembelajaran Kooperatif : Diskusi, ceramah, observasi, dan eksperimen G. Media Pembelajaran 1. Gambar mengenai mahluk hidup 2. Gambar mengenai bidang pertanian yang berkaitan dengan biologi 3. Slide Show 4. Lembar Kerja Siswa H. Sumber Belajar 1. Irnaningtyas Biologi untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga 2. Utami, dkk Daya Racun Ekstrak Kasar Daun Bintaro (Cerbera odollam) Terhadap Larva Spodoptera litura. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 15 (2): Lingkungan sekitar

97 82 I. Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 1 Kegiatan Fase Kegiatan guru dan siswa Pendahuluan Salam Apersepsi 1. Guru mengecek kesiapan kelas dan siswa kemudian lalu memberikan salam 2. Guru mengabsen kehadiran siswa 3. Guru menanyakan kepada siswa - Mengapa kalian harus belajar ilmu biologi? - Manfaat apa yang kalian dapatkan (15 menit) setelah mempelajari ilmu biologi? Memotivasi siswa 4. Guru menampilkan gambar kehidupan sehari-hari, kemudian menanyakan siswa kegiatan apa yang dilakukan seseorang Menyampaikan dalam gambar tersebut? tujuan yang ingin 5. Guru menyampaikan tujuan dan materi dicapai yang akan dipelajari 1. Siswa mengamati beberapa gambar mengenai objek biologi di lingkungan Mengamati sekitar, seperti kupu-kupu yang hinggap pada tanaman, petani yang sedang menyiram sawah, tumbuhan yang terkena hama yang ditampilkan oleh guru. Inti 1. Guru memotivasi siswa untuk (50 menit) memunculkan pertanyaan terkait dengan Menanya objek biologi di lingkungan sekitar dalam ilmu biologi. 1. Guru mengajak siswa untuk membentuk Mencoba kelompok diskusi yang terdiri dari 4-5 anggota

98 83 Kegiatan Fase Kegiatan guru dan siswa 2. Siswa melakukan pengamatan yang berkaitan dengan objek dan permasalahan biologi di lingkungan sekitar sekolah 3. Siswa mendiskusikan mengenai objek biologi yang dikaitkan dengan cabangcabang ilmu biologi, serta manfaat cabang ilmu biologi bagi manusia dan lingkungan sekitar 4. Siswa mendiskusikan mengenai permasalahan dalam bidang biologi dilingkungan sekitar dan mencari solusi Menalar 1. Siswa dibimbing oleh guru untuk mengolah berbagai informasi yang telah didapatkan dari lingkungan sekitar. 2. Kemudian siswa secara berkelompok berpikir dan menganalisis untuk mengisi LKS 3. Siswa dapat mengambil kesimpulan mengenai hubungan antara objek biologi dengan cabang-cabang biologi serta permasalahan biologi pada lingkungan sekitar Mengkomunikasikan 1. Siswa diminta untuk menyampaikan hasil diskusi didepan kelas untuk melatih keaktifan dan rasa percaya diri siswa, serta untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa mengenai materi yang telah dipelajari.

99 84 Kegiatan Fase Kegiatan guru dan siswa Konfirmasi 1. Guru melengkapi mengenai materi yang belum disampaikan oleh siswa melalui presentasi. 2. Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan membuat kesimpulan. Penutup (15 menit) Rangkuman Evaluasi Refleksi Arahan Salam 1. Siswa diminta untuk merangkum apa yang telah didiskusikan dan dipelajari tadi, guru hanya membimbing dan mengarahkan saja 2. Guru mengajukan pertanyaan tentang cabang ilmu biologi dan manfaatnya: Apa ilmu yang mempelajari tentang tumbuhan? Lalu apa manfaatnya? 3. Siswa diajak untuk merefleksikan apa saja yang didapat setelah mempelajari materi cabang biologi dan manfaatnya 4. Guru memberikan arahan kepada siswa dan menutup pelajaran dengan salam Pertemuan 2 Kegiatan Fase Kegiatan guru dan siswa Pendahuluan (15 menit) Salam Apersepsi, 1. Guru mengecek kesiapan kelas dan siswa kemudian lalu memberikan salam 2. Guru mengabsen kehadiran siswa 3. Guru menanyakan kepada siswa apakah kalian sudah pernah membuat karya ilmiah atau melakukan melakukan penelitian?

100 85 Kegiatan Fase Kegiatan guru dan siswa Memotivasi siswa Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai 4. Guru menampilkan gambar mengenai berbagai produk sains yang dihasilkan dalam bidang biologi, kemudian menanyakan siswa menurut kalian apakah metode ilmiah? bagaimana cara untuk menyelesaikan masalah dan dapat menghasilkan sebuah produk sains? 5. Guru menyampaikan tujuan dan materi yang akan dipelajari 1. Siswa mengamati gambar mengenai berbagai produk sains yang dihasilkan dalam bidang biologi, kemudian Inti Mengamati menanyakan siswa bagaimana produk (50 menit) tersebut dapat ditemukan dan dihasilkan? langkah-langkah apa yang harus dilakukan? 1. Guru memotivasi siswa untuk memunculkan pertanyaan mengenai Menanya bagaimana produk tersebut dapat ditemukan dan dihasilkan? langkahlangkah apa yang harus dilakukan? 1. Guru mengajak siswa untuk membentuk kelompok diskusi yang terdiri dari 4-5 anggota Mencoba 2. Guru memberikan LKS berupa Jurnal penelitian dalam bidang pertanian yang berkaitan dengan biologi 3. Siswa dibimbing untuk menganalisis jurnal tentang komponen-komponen dalam karya

101 86 Kegiatan Fase Kegiatan guru dan siswa ilmiah dikaitkan dengan metode ilmiah. 4. Siswa diminta untuk mendiskusikan mengenai rumusan permasalahan dan mendesain/merancang eksperimen sederhana untuk penelitian ilmiah yang akan dilakukan dilapangan sesuai dengan permasalahn yang dipilih secara mandiri. Menalar 1. Siswa dibimbing oleh guru untuk mengolah berbagai informasi yang telah didapatkan dari lingkungan sekitar. 2. Kemudian siswa secara berkelompok berpikir dan menganalisis untuk mengisi LKS 3. Siswa dapat mengambil kesimpulan mengenai hubungan antara objek biologi dengan cabang-cabang biologi serta permasalahan biologi pada lingkungan sekitar Mengkomunikasikan 1. Siswa diminta untuk menyampaikan hasil diskusi di depan kelas untuk melatih keaktifan dan rasa percaya diri siswa, serta untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa mengenai materi yang telah dipelajari. Konfirmasi 1. Guru melengkapi mengenai materi yang belum disampaikan oleh siswa melalui presentasi. 2. Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman,

102 87 Kegiatan Fase Kegiatan guru dan siswa memberikan penguatan dan membuat kesimpulan. Rangkuman 1. Siswa diminta untuk merangkum apa yang telah didiskusikan dan dipelajari tadi, guru hanya membimbing dan mengarahkan saja 2. Guru mengajukan pertanyaan mengenai Evaluasi bagaimana langkah-langkah menyusun Penutup metode ilmiah biologi yang benar (15 menit) Refleksi 3. Siswa diajak untuk merefleksikan apa saja yang didapat setelah mempelajari materi metode ilmiah Arahan 4. Guru memberikan arahan kepada siswa Salam dan menutup pelajaran dengan salam J. Penilaian 1. Teknik Penilaian Tes Tertulis Non Tes (Pengamatan Sikap dan Portofolio) 2. Bentuk Instrumen Pilihan Ganda Uraian Singkat

103 88 Lampiran 3 MEDIA PEMBELAJARAN

104 89 Lampiran 4 LEMBAR KERJA SISWA Skor Judul : Ruang Lingkup Biologi (Cabang Ilmu Biologi dan Manfaatnya) Nama Kelompok: A. Tujuan 1. Siswa dapat menyadari ruang lingkup biologi, objek dan permasalahan biologi yang ada di lingkungan sekitar 2. Melalui observasi lingkungan dan gambar siswa dapat menjadi lebih proaktif 3. Melalui studi pustaka siswa dapat mengidentifikasi tentang cabang-cabang ilmu biologi dan manfaatnya B. Alat dan bahan Lingkungan sekitar sekolah Kertas karton Alat tulis

105 90 C. Cara kerja 1. Lakukanlah observasi/pengamatan diluar kelas untuk mengetahui lingkungan sekitar (objek dan permasalahan). 2. Amatilah objek dan permasalahan yang terdapat di sekitar lingkungan sekolah. 3. Catatlah hal-hal penting mengenai objek dan permasalahn yang berhubungan dengan cabang ilmu biologi. 4. Siswa diminta berdiskusi untuk membuat peta konsep mengenai cabang ilmu biologi. 5. Setelah semua selesai, siswa diminta mempresentasikan peta konsep yang dibuat berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan. D. Soal 1. Sebutkan objek dan permasalahan biologi yang kalian temukan berkaitan dengan cabang ilmu biologi! 2. Buatlah peta konsep mengenai cabang-cabang ilmu biologi berdasarkan pengamatan objek dan permasalah yang telah ditemukan! 3. Apa manfaat cabang ilmu biologi tersebut bagi manusia dan lingkungan?

106 91 Lampiran 5 LEMBAR KERJA SISWA Skor Judul : Ruang Lingkup Biologi (Metode Ilmiah) Nama Kelompok: E. Tujuan 1. Setelah mengamati gambar siswa mampu menjelaskan langkah-langkah metode ilmiah dalam suatu penelitian 2. Siswa dapat membuat rancangan penelitian tentang objek biologi berdasarkan metode ilmiah 3. Setelah melakukan penelitian sederhana siswa dapat membuat laporan tertulis F. Alat dan bahan 1. Jurnal Ilmiah 2. Lingkungan sekitar sekolah 3. Alat tulis

107 92 G. Cara kerja 1. Bacalah jurnal ilmiah yang tersedia mengenai pestisida nabati dan hama pada tanaman. 2. Lakukanlah observasi/pengamatan di luar kelas untuk mengetahui lingkungan sekitar mengenai penyakit dan hama pada tanaman. 3. Amatilah tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati 4. Siswa diminta berdiskusi untuk mencari permasalahan berdasarkan observasi yang telah dilakukan yang berkaitan dengan jurnal ilmiah yang telah dibaca. 5. Selanjutnya, siswa diminta membuat rancangan penelitian sederhana terkait hasil observasi dan jurnal ilmiah! 6. Tentukan Judul, Rumusan masalah, Tujuan, Hipotesis dan Metodologi.

108 93 Lampiran 6 DAYA RACUN EKSTRAK KASAR DAUN BINTARO (Cerbera odollam )TERHADAP LARVA Spodoptera litura Spodoptera litura adalah salah satu jenis serangga polifag yang berpotensi sebagai hama tanaman. Larvanya dikenal sebagai ulat grayak. Tanaman pertanian yang dijadikan inang hama ini diantaranya adalah kedelai, talas, cabai, kubis dan tembakau. Sedangkan tanaman kehutanan yang telah terbukti sebagai inangnya adalah Acacia mangium (Kalshoven, 1981), A. crassicarpa (Asmaliyah dan Utami, 2007), jarak (Deptan, 2010) dan ulin (Abdurachman dan Saridan, 2008). Cara pengendalian ulat grayak yang paling umum dilakukan adalah dengan menggunakan insektisida kimia. Reaksi alami terhadap penggunaan insektisida sintetis diantaranya adalah menimbulkan resistensi hama, resurgensi hama dan munculnya hama sekunder. Untung (1993) melaporkan bahwa penggunaan insektisida secara tidak bijak bisa mengakibatkan timbulnya pencemaran lingkungan dan terbunuhnya organisme bukan sasaran. Akibat dampak negatif dari insektisida sintetis, maka diperlukan suatu insektisida alternatif yang bersifat selektif terhadap serangga dan relatif aman bagi lingkungan. Insektisida alternatif yang banyak dikembangkan saat ini adalah insektisida alami yang berasal dari tumbuhan yang biasa disebut sebagai

109 94 insektisida nabati. Salah satu jenis tanaman yang tergolong familia Apocynaceae dan diyakini bisa dimanfaatkan sebagai insektisida nabati yaitu bintaro (Cerbera odollam). Bintaro merupakan tanaman berbentuk pohon dengan tinggi kurang lebih 20 m. Tanaman ini banyak tumbuh di pantai, khususnya di tanah berlumpur atau berpasir. Daerah penyebaran tanaman ini meliputi Tanzania, Madagaskar, India, Myanmar, Indo-China, Taiwan, Jepang bagian Selatan, Thailand, daerah Melanesia hingga Australia (PROSEA, 2002). Batang bintaro tegak berkayu, bulat dan berbintik-bintik hitam. Pepagan (kulit kayu) halus, berwarna abu-abu dan berlentisel memanjang. Daunnya berbentuk spiral, melancet sungsang, pangkal daun melanjut, daun kering berwarna hitam, agak berdaging, gundul, panjang, lebar, tulang daun sekunder sebanyak pasang, tegak lurus pada garai (Kebler dan Sidiyasa, 2005). Kini jenis tanaman ini biasanya ditanam di pekarangan, taman dan pinggir jalan tol sebagai tanaman peneduh. Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa ekstrak kasar daun bintaro (Cerbera odollam) memiliki aktivitas insektisida yang cukup kuat terhadap larva Spodoptera litura dengan LC 50 sebesar 0,6% terhadap instar dua dan 0,28% terhadap instar dua dan tiga. Ekstrak daun bintaro memberikan respon positif terhadap flavonoid, steroid, saponin, dan tanin. (Sumber: Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, Agustus 2010, hlm )

110 Lampiran 7 Kisi-kisi soal Ruang Lingkup Biologi Soal Indikator Ingatan C1 Pemahaman C2 Penerapan C3 Analisis C4 Sintesis C5 Membuat C Mengidentifikasi ruang lingkup biologi berdasarkan cabang-cabang dan manfaat ilmu biologi Menjelaskan langkah-langkah metode ilmiah dalam suatu penelitian Pg 2, Pg 11 Pg 6, Pg 12, U 1 Pg 1, Pg 3, Pg 16 Pg 4, Pg 5, Pg 17, Pg 20 Pg 18, Pg 19 Pg 7, Pg 8 Pg 9, Pg 13 Pg 10, Pg 14, Pg 15 U 2 U 3 95

111 96 Lampiran 8 Soal Evaluasi Materi Cabang Ilmu Biologi dan Manfaatnya Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat dengan memberi tanda silang (X) pada huruf a b c d 1. Penelitian DNA merupakan pemecahan permasalahan biologi di tingkat.. a. Jaringan b. Individu c. Molekul d. Organ e. Sel 2. Organisme yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan tempat hidupnya akan.... a. Bertahan hidup b. Bermigrasi ke tempat lain c. Memperbanyak keturunan d. Bergantung pada organisme lain e. Berkompetisi memperebutkan makanan 3. Sistem Koordinasi pada manusia merupakan objek biologi pada tingkat.. a. Sel b. Organ c. Jaringan d. Organisme e. Sistem organ

112 97 4. Lumut kerak dapat dijadikan alat ukur penentuan kualitas udara. Lumut kerak itu digunakan sebagai.... a. Biometer b. Biodetektor c. Bioindikator d. Biooksidator e. Biokatalisator 5. Operasi jantung dan pembuluh darah merupakan pemecahan permasalahn biologi di tingkat.... a. Sistem organ b. Jaringan c. Individu d. Organ e. Sel 6. Penelitian dalam bidang biologi harus dilakukan mengikuti suatu prosedur yang disebut.... a. Studi ilmiah b. Karya ilmiah c. Prinsip ilmiah d. Metode ilmiah e. Penelitian ilmiah

113 98 7. Sikap ilmuwan yang tidak diperlukan pada saat menganalisis data hasil percobaan adalah.... a. Tekun dan teliti b. Berpikir rasional c. Merekayasa data d. Bersikap objektif e. Berpikir kritis dan analitis 8. Rumusan masalah dalam penelitian biologi dibuat berdasarkan.... a. Prakiraan b. Analisis data c. Hasil percobaan d. Hasil pengamatan e. Dugaan sementara 9. Seorang mahasiswa ingin menjadi ahli bedah, maka ia harus memperdalam pengetahuan tentang.... a. Etologi b. Evolusi c. Ekologi d. Anatomi e. Genetika

114 Seorang siswa harus berpikir kritis. Misalkan seorang siswa mengamati seekor lebah yang tengah hinggap di bunga. Sesuai dengan metode ilmiah, langkah yang mula-mula dilakukan siswa tersebut adalah.... a. Menganalisis data hasil pengamatan b. Merumuskan hipotesis berdasarkan teori c. Membuat pertanyaan untuk merumuskan masalah d. Menarik kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan e. Melakukan eksperimen untuk membuktikan hipotesis 11. Cabang ilmu yang mempelajari tentang hubungan organisme dengan lingkungan dan sekitarnya adalah.... a. Ekologi b. Sitologi c. Mikologi d. Taksonomi e. Endokrinologi 12. P : melakukan eksperimen S : menarik kesimpulan Q : merumuskan hipotesis T : merumuskan masalah R : mengumpulkan data

115 100 Urutan langkah metode ilmiah yang benar adalah.... a. P, Q, T, R, S b. Q, P, R, T, S c. R, T, Q, S, P d. S, Q, R, P, T e. T, R, Q, P, S 13. Berikut ini keterampilan proses dalam melakukan observasi, kecuali.... a. Mencium aroma bunga b. Mendengarkan suara berbagai jenis burung c. Mengumpulkan data dari hasil laporan ilmiah d. Membedakan bentuk-bentuk pertulangan daun e. Melakukan pengukuran kecepatan angin menggunakan anemometer Untuk soal nomor 14-15, perhatikan keterangan berikut. Seorang siswa hendak meneliti pengaruh detergen terhadap kecepatan gerak buka tutup operkulum ikan. Untuk itu dilakukan tiga perlakuan, yaitu: I. Ikan A dimasukkan dalam larutan 1 sendok detergen II. Ikan B dimasukkan dalam larutan 2 sendok detergen III. Ikan C dimasukkan dalam air tanpa detergen

116 Rumusan masalah yang benar adalah.... a. Bagaimana pengaruh detergen terhadap kehidupan perairan? b. Mengapa detergen mempengaruhi kecepatan gerak operkulum ikan? c. Apakah yang mempengaruhi kecepatan gerak buka tutup operkulum ikan? d. Bagaimana pengaruh detergen terhadap kecepatan gerak buka tutup operkulum ikan? e. Bagaimana kecepatan gerak buka tutup operkulum ikan pada perairan yang tercemar detergen? 15. Hipotesis yang benar adalah.... a. Detergen mempengaruhi kehidupan perairan b. Detergen pada dosis tinggi dapat mematikan ikan c. Detergen mempengaruhi kecepatan buka tutup operkulum ikan d. Detergen mengandung senyawa kimia yang mempengaruhi kehidupan ikan e. Detergen mengandung x yang mempengaruhi kecepatan buka tutup operkulum ikan 16. Cabang ilmu biologi yang didasarkan pada tingkat organisasi kehidupan adalah.... a. Morfologi, anatomi dan fisiologi b. Sitologi, histologi dan organologi c. Histologi, genetika dan biologi populasi d. Organologi, embriologi dan mikrobiologi

117 102 e. Biologi molekuler, taksonomi dan patologi 17. Agar perkembangan biologi yang pesat terhindar dari penyalahgunaan yang dapat menganggu keseimbangan sistem kehidupan maka setiap ilmuwan harus memiliki sikap.... a. Menganggap alam adalah laboratorium raksasa b. Turut berperan serta di dalam pemanfaatan alam c. Kritis terhadap segala perkembangan ilmiah baru d. Peduli lingkungan serta meningkatkab iman dan takwa e. Mencari sumber inovasi baru dalam eksplorasi sumber daya alam 18. Untuk menguji hubungan keturunan yang benar antara orang tua dengan anaknya sering dilakukan tes DNA. Tes DNA merupakan penerapan biologi dalam bidang... a. Sitologi b. Histologi c. Bioteknologi d. Mikrobiologi e. Biologi molekuler 19. Penyakit AIDS menyerang sistem pertahanan tubuh. Cabang biologi yang tepat untuk mempelajari sebab dan akibat dari penyakit AIDS adalah.... a. Virologi dan sitologi b. Virologi dan imunologi c. Parasitologi dan hematologi

118 103 d. Mikrobiologi dan imunologi e. Mikrobiologi dan hematologi 20. Dalam bidang sains sulit dilakukan kebohongan ilmiah karena penelitiannya dilakukan dengan menggunakan.... a. Cara berpikir yang logis b. Objek berupa benda konkret c. Dasar pemikiran peneliti terdahulu d. Dasar fakta yang telah terbukti kebenarannya e. Langkah-langkah sistemtis yang bersifat baku

119 104 Lampiran 9 Panduan Skoring Pilihan Ganda 1. Bila menjawab benar mendapatkan poin 3 2. Bila menjawab salah mendapatkan poin 0

120 105 Lampiran 10 Kunci Jawaban Pilihan Ganda 1. C 2. B 3. A 4. C 5. A 6. D 7. C 8. D 9. D 10. C 11. A 12. E 13. C 14. D 15. C 16. B 17. D 18. E 19. B 20. E

121 106 Lampiran 11 Soal Evaluasi Materi Metode Ilmiah Jawablah pertanyaan berikut dengan tepat dan benar! 1. Apa yang dimaksud dengan metode ilmiah? Tuliskan urutan langkahlangkahnya! Untuk soal nomor 2-3, perhatikan pernyataan berikut: Seorang petani mencoba membuat pestisida nabati dari tumbuhtumbuhan yang ada dilingkungan sekitar untuk menanggani hama ulat grayak pada tanaman tomatnya. Petani menggunakan daun bintaro sebagai pestida, petani menggunakan beberapa konsentrasi yang berbeda (1%, 2%, 3% dan 4%) untuk mendapatkan hasil yang maksimal untuk membunuh ulat grayak. 2. Dari pernyataan di atas tentukan: a. Rumusan masalah b. Hipotesis dari pernyataan di atas. c. Variabel penelitian (kontrol, bebas dan terikat) 3. Dari pernyataan di atas tentukanlah: a. Alat bahan apa saja yang diperlukan untuk membuat pestisida nabati dari tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar b. Cara kerja untuk membuat pestisida nabati dari tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar

122 107 Lampiran 12 Panduan Skoring Uraian Singkat 1. Bila menjawab metode ilmiah dengan tepat mendapatkan poin 10 Bila menjawab metode ilmiah dengan salah atau tidak menjawab mendapatkan poin 0 2. Bila menjawab rumusan masalah, hipotesis dan variabel dengan tepat mendapatkan poin 30 Bila menjawab rumusan masalah dengan tepat mendapatkan poin 10 Bila menjawab hipotesis dengan tepat mendapatkan poin 10 Bila menjawab variabel dengan tepat mendapatkan poin 10 Bila menjawab rumusan masalah, hipotesis dan variabel salah atau tidak menjawab mendapatkan poin 0 3. Bila menjawab alat, bahan dan cara kerja dengan tepat mendapatkan poin 60 Bila menjawab alat dengan tepat mendapatkan poin 15 Bila menjawab bahan dengan tepat mendapatkan poin 15 Bila menjawab cara kerja dengan tepat mendapatkan poin 30 Bila menjawab salah atau tidak menjawab mendapatkan poin 0

123 108 Lampiran 13 Rubrik Penilaian Kognitif Mata Pelajaran : Biologi Nama Siswa : Rubrik Penilaian Nomor Soal Skor Aspek yang dinilai 10 Dapat menyebutkan 7 langkah metode ilmiah dengan urut dan tepat 8 Dapat menyebutkan 5 langkah metode ilmiah dengan urut dan tepat 6 Dapat menyebutkan 7 langkah metode ilmiah secara acak 2 Dapat menyebutkan di bawah 5 langkah metode ilmiah secara acak 30 Dapat menyebutkan rumusan masalah, hipotesis dan variabel dengan tepat dan benar 20 Dapat menyebutkan rumusan masalah, hipotesis dan variabel dengan tidak lengkap 10 Dapat menyebutkan kurang dari 3 antara rumusan masalah, hipotesis dan variabel dengan tepat dan benar 5 Dapat menyebutkan 1 dari rumusan masalah, hipotesis dan variabel dengan tepat dan benar 60 Dapat menyebutkan alat bahan dan cara kerja dengan lengkap, urut dan tepat 40 Dapat menyebutkan alat, bahan dan cara kerja dengan kurang lengkap dan urut 20 Dapat menyebutkan cara kerja dengan lengkap, urut dan tepat 10 Dapat menyebutkan antara alat, bahan atau cara kerja dengan tepat

124 109 Lampiran 14 Kunci Jawaban Uraian 1. Metode ilmiah adalah metode pemecahan masalah yang merupakan penggabungan antara teori dan data, rasionalisme dan empiris. Urutan langkah-langkah metode ilmiah a. Menemukan dan merumuskan masalah b. Mengumpulkan keterangan/data c. Membuat hipotesis d. Melakukan eksperimen untuk menguji hipotesis e. Menganalisis data hasil eksperimen f. Menarik kesimpulan g. Menulis laporan lengkap 2. Rumusan masalah: Bagaimana pengaruh pestisida nabati dari tumbuhan terhadap mortalitas ulat grayak? Hipotesis dari pernyataan diatas: Penggunaan pestisida nabati dari tumbuhan memberikan pengaruh terhadap mortalitas ulat grayak Variabel kontrol: Tanaman tomat Variabel terikat: mortalitas ulat grayak Variabel bebas : konsentrasi pestisida nabati 3. Alat dan bahan: a. Tanaman, pelarut, air, timbangan, blender, wadah

125 110 b. Cara Kerja:

126 Lampiran 15 Rubrik Penilaian Presentasi Kelompok Mata Pelajaran : Biologi Nama Siswa : Pedoman Penskoran No Nama Siswa Kemampuan Presentasi Kemampuan Menjawab Pertanyaan Kerjasama Kelompok Total Skor Nilai Akhir Nilai Akhir = 111

127 No Aspek Skor Kriteria Skor 1 2 Kemampuan Presentasi Kemampuan Menjawab Pertanyaan 4 - Dipresentasikan dengan suara lantang - Dipresentasikan dengan runtut / sistematis - Adanya kontak mata saat presentasi berlangsung - Memanajemen waktu presentasi dengan baik 3 Terdapat 1 kriteria kemampuan presentasi dari skor 4 tidak terpenuhi 2 Terdapat 2 kriteria kemampuan presentasi dari skor 4 tidak terpenuhi 1 Terdapat lebih dari 2 kriteria kemampuan presentasi dari skor 4 tidak terpenuhi 4 - Kelompok dapat menjawab pertanyaan yang diberikan guru - Kelompok dapat menjawab pertanyaan yang diberikan teman - Kelompok dapat menjawab pertanyaan dengan tepat dan benar - Kelompok dapat menjawab pertanyaan dengan runtut / sistematis 3 Terdapat 1 kriteria kemampuan menjawab pertanyaan dari skor 4 tidak terpenuhi 2 Terdapat 2 kriteria kemampuan menjawab pertanyaan dari skor 4 tidak terpenuhi 1 Terdapat lebih dari 2 kriteria kemampuan menjawab 112

128 No Aspek Skor Kriteria Skor pertanyaan dari skor 4 tidak terpenuhi 3 Kerjasama Kelompok 4 - Tiap anggota kelompok turut aktif dalam presentasi - Penjelasan yang diberikan tiap anggota saling mendukung - Tiap anggota kelompok mengerjakan bagiannya dengan baik - Tiap kelompok saling membantu 3 Terdapat 1 kriteria kerjasama kelompok dari skor 4 tidak terpenuhi 2 Terdapat 2 kriteria kerjasama kelompok dari skor 4 tidak terpenuhi 1 Terdapat lebih dari 2 kriteria kerjasama kelompok dari skor 4 tidak terpenuhi 113

129 114 Lampiran 16 Rubrik Penilaian Portofolio Mata Pelajaran : Biologi Nama Siswa : Pedoman Penskoran No Nama Siswa Total Nila Nilai Akhir Nilai Akhir = No Kriteria Skor Kriteria 5 Judul yang digunakan sesuai dengan tema 1 Judul 2 Judul yang digunakan tidak sesuai dengan tema 5 Tujuan sesuai dengan permasalahan 2 Tujuan 2 Tujuan tidak sesuai dengan permasalahan - Landasan teori mencakup berbagai aspek yang ada di judul - Landasan teori menggunakan sumber (buku/jurnal) 3 Landasan Teori 15 minimal 3 yang - Landasan teori menggunakan penulisan yang benar dan sumber yang jelas

130 115 No Kriteria Skor Kriteria - Landasan teori mencakup berbagai aspek yang ada di judul - Landasan teori menggunakan sumber (buku/jurnal) 10 kurang dari 3 yang - Landasan teori menggunakan penulisan yang benar dan sumber yang jelas - Landasan teori tidak mencakup berbagai aspek yang ada di judul - Landasan teori menggunakan sumber (buku/jurnal) 5 kurang dari 3 yang - Landasan teori menggunakan penulisan yang benar dan sumber yang jelas - Landasan teori tidak mencakup berbagai aspek yang ada di judul 2 - Landasan teori tidak menggunakan sumber (buku/jurnal) - Landasan teori tidak menggunakan penulisan yang benar dan sumber yang jelas 15 Alat dan bahan yang ditulis lengkap, tepat dan sesuai 10 Alat dan bahan yang ditulis lengkap dan sesuai 4 Alat dan Bahan 5 Alat dan bahan yang ditulis tidak lengkap 2 Tidak menuliskan alat dan bahan - Cara kerja dibuat dengan runtut/sistematis 20 - Cara kerja menggunakan diagram alir - Cara kerja menggunakan kalimat pasif dengan tepat - Cara kerja dibuat dengan runtut/sistematis 5 Cara Kerja 15 - Cara kerja menggunakan diagram alir - Cara kerja tidak menggunakan kalimat pasif dengan tepat - Cara kerja menggunakan diagram alir 10 - Cara kerja menggunakan kalimat pasif dengan tepat

131 116 No Kriteria Skor Kriteria - Cara kerja tidak runtu/sistematis 5 Cara kerja yang ditulis tidak menggunakan diagram alir 2 Cara kerja yang ditulis tidak menggunakan digram alir dan tidak runtut/sistematis 25 - Hasil disampaikan dengan menggunakan gambar/tabel/grafik yang jelas dan menarik - Hasil yang dibuat berkaitan dengan pembahasan - Dibahas secara runtut, jelas, tidak bertele-tele - Pembahasan mengaitkan antara hasil dengan teori yang ada 20 - Hasil disampaikan dengan menggunakan gambar/tabel/grafik yang jelas dan menarik - Hasil yang dibuat berkaitan dengan pembahasan - Dibahas secara runtut, tetapi tidak jelas dan bertele-tele - Pembahasan mengaitkan antara hasil dengan teori yang ada 6 Hasil dan - Hasil disampaikan dengan menggunakan Pembahasan gambar/tabel/grafik, tetapi tidak jelas dan tidak menarik 15 - Hasil yang dibuat berkaitan dengan pembahasan - Dibahas tidak secara runtut, jelas, tidak bertele-tele - Pembahasan mengaitkan antara hasil dengan teori yang ada - Hasil disampaikan dengan menggunakan gambar/tabel/grafik, tetapi tidak jelas dan tidak menarik 10 - Hasil yang dibuat tidak berkaitan dengan pembahasan - Dibahas tidak secara runtut, jelas, tidak bertele-tele - Pembahasan mengaitkan antara hasil dengan teori yang ada 5 - Hasil disampaikan dengan menggunakan

132 117 No Kriteria Skor Kriteria gambar/tabel/grafik tidak ada - Hasil yang dibuat tidak berkaitan dengan pembahasan - Dibahas tidak secara runtut, jelas, tidak bertele-tele - Pembahasan tidak mengaitkan antara hasi3 dengan teori yang ada 2 Hasil dan pembahasan yang ditulis tidak sesuai 10 Kesimpulan sesuai dengan tujuan 7 Kesimpulan 5 Kesimpulan tidak sesuai dengan tujuan 5 Referensi yang digunakan minimal 3 sumber 8 Referensi 2 Referensi yang digunakan kurang dari 3 sumber Total Skor 100

133 118 Lampiran 17 Tabel Mortalitas Ulat Grayak Selama 4 Hari Mortalitas Hari/12 Jam A B C D E Minggu am Minggu pm 1,6 1, Senin am 1 0, Senin pm 1 1 1,6 1,3 0 Selasa am 1,3 1,3 2,3 2,3 0 Selasa pm 0 0,3 0,6 0,6 0 Rabu am 0,3 1, Rabu pm 2,3 2 0,6 0 0 Kamis am 1,3 1, Lampiran 18 Data Pakan Selam 4 Hari Pakan Hari/12 Jam A B C D E Minggu am Minggu pm 6,3 6,6 6 6,3 4,6 Sisa 0,6 0,7 0,5 0,3 0 Senin am Senin pm 8,6 9 8,3 8 5,6 Sisa 8 7,3 5,6 5,6 0 Selasa am Selasa pm 8, ,3 Sisa 8 7,3 8,3 9 0 Rabu am Rabu pm 8,6 8,3 9,3 10 5,6 Sisa 7,6 7,3 8,3 9 0 Kamis am

134 119

135 120 Lampiran 19

136 121 Lampiran 20 Buah Bintaro muda berwarna hijau yang digunakan pada penelitian Proses menghaluskan buah bintaro Buah Bintaro di maserasi dengan pelarut methanol dengan perbandingan 1:2

137 122 Proses maserasi dengan metanol 96%, Proses penyaringan dan hasil filtrat yang dihasilkan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. I. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedelai dan industri pakan ternak. Rata rata kebutuhan kedelai setiap tahun sekitar ± 2,2 juta

BAB I PENDAHULUAN. kedelai dan industri pakan ternak. Rata rata kebutuhan kedelai setiap tahun sekitar ± 2,2 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun kebutuhan kedelai nasional selalu meningkat disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk disamping berkembangnya industri pangan berbahan baku kedelai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

Oleh: Nur Alindatus Sa Diyah

Oleh: Nur Alindatus Sa Diyah PROPOSAL TUGAS AKHIR - SB 091351 UJI POTENSI EKSTRAK DAUN BINTARO (Cerbera odollam) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA TERHADAP MORTALITAS HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) DENGAN MEDIA DAUN CABAI RAWIT (Capsicum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan tanaman yang disebabkan oleh organisme atau serangga merupakan masalah penting bagi petani di Indonesia. Petani mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menanggulangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida sintetik pada umumnya kurang aman karena mempunyai dampak yang merugikan terhadap kesehatan dan lingkungan hidup, untuk itu pestisida sintetik yang

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Sidang TUGAS AKHIR, 28 Januari 2010 Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Nama : Vivid Chalista NRP : 1505 100 018 Program

Lebih terperinci

tersebut mencapai miliaran rupiah setiap tahun (Setiawati et al., 2008).

tersebut mencapai miliaran rupiah setiap tahun (Setiawati et al., 2008). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor pembatas penting dalam upaya peningkatan produksi sayuran. Serangan OPT terjadi di semua tahap pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan berkembang pada suatu tempat dan waktu, tidak lepas dari hubungannya dengan perubahanperubahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan kehidupan makhluk hidup lainnya. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. dan kehidupan makhluk hidup lainnya. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pestisida Nabati Pestisida nabati merupakan suatu pestisida yang dibuat dari tumbuhtumbuhan yang residunya mudah terurai di alam sehingga aman bagi lingkungan dan kehidupan makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ulat grayak (Spodoptera litura F., Lepidoptera, Noctuidae) merupakan salah satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) TERHADAP MORTALITAS HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) Oleh: Ani Nihayah 1), Asep Ginanjar 2), Taufik Sopyan 3) 1) Alumni Prodi.Pend.Biologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut : 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Insekta :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya menekan kehilangan hasil pertanian yang diakibatkan oleh Organisme

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 11 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 bertempat di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan Agroteknologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat: Penelitian dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas. 2. Waktu: Bulan Desember Februari 2017.

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat: Penelitian dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas. 2. Waktu: Bulan Desember Februari 2017. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat: Penelitian dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Waktu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dalam bidang pertanian. Pertanian Indonesia ini tidak lepas dari sumber produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tumbuhan Kembang Bulan (Tithonia diversifolia A. Gray)

TINJAUAN PUSTAKA Tumbuhan Kembang Bulan (Tithonia diversifolia A. Gray) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Kembang Bulan (Tithonia diversifolia A. Gray) Sistematika tanaman kembang bulan dalam Herbarium Bandungense (2009) adalah : Kelas Magnolioipsida, Subkelas Asteridae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4 TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi Siklus hidup S. litura berkisar antara 30 60 hari (lama stadium telur 2 4 hari, larva yang terdiri dari 6 instar : 20 26 hari, pupa 8

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di antaranya disebabkan serangan hama tanaman. Banyak hama yang menyerang tanaman kubis, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia saat ini menghadapi masalah yang serius berkaitan dengan usaha penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar terhadap padi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di antara berbagai jenis hasil pertanian, sayuran merupakan bahan pangan penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya adalah kubis. Kubis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Helicoverpa armigera (Hubner) merupakan hama yang umum menyerang tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa armigera (Hubner) merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Mengkudu. ujung runcing, sisi atas berwarna hijau tua mengkilat (van Steenis et al.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Mengkudu. ujung runcing, sisi atas berwarna hijau tua mengkilat (van Steenis et al. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Mengkudu 2.1.1. Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Mengkudu Tanaman mengkudu merupakan perdu atau pohon yang bengkok dengan tinggi 3-8 meter. Kulit mengkudu berwarna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor.

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor. Sebagai salah satu tanaman rempah yang bernilai ekonomi tinggi, tanaman lada dijadikan komoditas

Lebih terperinci

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) HAMA Hama utama tanaman kedelai adalah: 1. Perusak bibit 2. Perusak daun 3. Perusak polong 4.

Lebih terperinci

RENDAMAN DAUN PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA TANAMAN CABAI

RENDAMAN DAUN PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA TANAMAN CABAI RENDAMAN DAUN PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA TANAMAN CABAI Prehatin Trirahayu Ningrum, Rahayu Sri Pujiati, Ellyke, Anita Dewi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus

METODE PENELITIAN. Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus 43 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus annus L.) terhadap ulat grayak (Spodoptera litura F.) ini merupakan penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu resiko yang harus dihadapi. Kehilangan hasil akibat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu resiko yang harus dihadapi. Kehilangan hasil akibat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembudidayaan tanaman, organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu resiko yang harus dihadapi. Kehilangan hasil akibat organisme pengganggu tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) oleh petani masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap efektif. Menurut Sastrosiswojo, 1990 (Kasumbogo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama menjadi bagian budidaya pertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan tahun yang lalu. Mula-mula manusia membunuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. Dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. Dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. Dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bunga anggrek adalah salah satu jenis tanaman hias yang mampu memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun, terus menghasilkan ragam varietas anggrek

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Pendahuluan Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi Oleh : Ika Ratmawati, SP,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) yang lebih dikenal dengan ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) (Natawigena,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun. Biologi FMIPA UNY.

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun. Biologi FMIPA UNY. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun Biologi FMIPA UNY. 2. Waktu : Penelitian ini berlangsung selama ± 2 bulan dari bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

PENGUJIAN BIOINSEKTISIDA DARI EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG TUMBUHAN Bruguiera gymnorrhiza Lamk. (RHIZOPHORACEAE)

PENGUJIAN BIOINSEKTISIDA DARI EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG TUMBUHAN Bruguiera gymnorrhiza Lamk. (RHIZOPHORACEAE) Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0-216 PENGUJIAN BIOINSEKTISIDA DARI EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG TUMBUHAN Bruguiera gymnorrhiza Lamk. (RHIZOPHORACEAE) BIOINSECTICIDAL

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi dan Morfologi Hama Ulat Api (Setothosea asigna) Klasifikasi Setothosea asigna menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Arthopoda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ujung batang atau tunas. Tanaman ini mempunyai bunga sempurna dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ujung batang atau tunas. Tanaman ini mempunyai bunga sempurna dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kubis Tanaman Brassicaceae (kubis-kubisan) memiliki ciri daun dan bunga yang berbentuk vas kembang. Umumnya bunga berwarna kuning, tetapi ada pula yang berwarna putih.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

III. METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). B. Waktu dan Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BIOAKTIVITAS EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI N-HEKSANA DAUN SUNGKAI (PERONEMA CANESCENS JACK) TERHADAP LARVA UDANG (ARTEMIA SALINA LEACH)

BIOAKTIVITAS EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI N-HEKSANA DAUN SUNGKAI (PERONEMA CANESCENS JACK) TERHADAP LARVA UDANG (ARTEMIA SALINA LEACH) BIOAKTIVITAS EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI N-HEKSANA DAUN SUNGKAI (PERONEMA CANESCENS JACK) TERHADAP LARVA UDANG (ARTEMIA SALINA LEACH) Islamudin Ahmad dan Arsyik Ibrahim Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tingkat penolakan hama kutu beras Hasil penelitian menunjukkan dosis ekstrak daun pandan wangi kering dan daun pandan wangi segar memberikan pengaruh nyata terhadap

Lebih terperinci

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Embriani BBPPTP Surabaya LATAR BELAKANG Serangan hama merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan produksi dan mutu tanaman. Berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis tentunya memiliki banyak keanekaragaman jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan karena ternyata Tumbuhan secara alamiah menghasilkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium. dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau completely randomized

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium. dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau completely randomized III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau completely randomized design yang terdiri dari 4 perlakuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Tanaman Phaleria Macrocarpa (Scheff) Boerl Tanaman yang awalnya ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias atau di kebun-kebun sebagai tanaman

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suren ( Toona sureni Merr.)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suren ( Toona sureni Merr.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suren (Toona sureni Merr.) Pohon Suren merupakan salah satu jenis pohon dari famili Meliaceae. Pohon ini merupakan salah satu jenis yang berasal dari Indonesia. Daerah penyebarannya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG TUMBUHAN NYIRI BATU (Xylocarpus moluccensis (Lamk) M. Roem.) (Meliaceae) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA

PEMANFAATAN EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG TUMBUHAN NYIRI BATU (Xylocarpus moluccensis (Lamk) M. Roem.) (Meliaceae) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA PEMANFAATAN EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG TUMBUHAN NYIRI BATU (Xylocarpus moluccensis (Lamk) M. Roem.) (Meliaceae) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA UTILIZATION CHLOROFORM EXTRACT of PLANT NYIRI BATU BARK (Xylocarpus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jambu biji (Psidium guajava L.) adalah salah satu komoditas buah yang prospektif. Tanaman jambu biji telah menyebar luas, terutama di daerah tropik. Saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis (Brassica oleracea var. capitata L.) banyak ditanam oleh para petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai sumber vitamin (A, B dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus. Ciri yang khas dari species ini adalah bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip ujungnya dan memiliki

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN TANAMAN INANG TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR Spodoptera litura Fabricius SKRIPSI

PENGARUH PERBEDAAN TANAMAN INANG TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR Spodoptera litura Fabricius SKRIPSI PENGARUH PERBEDAAN TANAMAN INANG TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR Spodoptera litura Fabricius SKRIPSI Oleh : Ratna Setiawati NIM 060210103007 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang hijau adalah tanaman budidaya palawija yang dikenal luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Merah Besar Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu namun pada batang muda berambut halus berwarna hijau. Tinggi tanaman mencapai 1 2,5 cm dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu

I. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang dan Masalah Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu tanaman(opt). Hama merupakan salah satu OPT yang penting karena hama mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada tahun 2014, sampai pertengahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpanan merupakan salah satu tahap penting karena periode tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas. Kerusakan saat penyimpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan tertinggi di dunia. Jenis tumbuh-tumbuhan di Indonesia secara keseluruhan ditaksir sebanyak 25 ribu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di

BAB I PENDAHULUAN. oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu bahan sayuran yang banyak dibudidayakan oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di Indonesia. Di Indonesia, kubis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan Pertanian (SPP) Fakultas Pertanian Universitas Riau, Laboratorium Hama Tumbuhan selama tiga

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Menurut Haryanto, Suhartini dan Rahayu (1996), klasifikasi tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Menurut Haryanto, Suhartini dan Rahayu (1996), klasifikasi tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Haryanto, Suhartini dan Rahayu (1996), klasifikasi tanaman selada adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus :Plantae :Spermatophyta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. Menurut Wijana, (1982) Ae. aegypty adalah satu-satunya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai efektivitas pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman sawi (Brassica juncea

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Jenis jenis Hama Pada Caisim Hasil pengamatan jenis hama pada semua perlakuan yang diamati diperoleh jenis - jenis hama yang sebagai berikut : 1. Belalang hijau Phylum :

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. : Spermatophyta. : Dicotyledoneae. : Contortae. : Cerbera manghas. Cerbera lactaria, Cerbera odollam

BAB II LANDASAN TEORI. : Spermatophyta. : Dicotyledoneae. : Contortae. : Cerbera manghas. Cerbera lactaria, Cerbera odollam BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Bintaro (Cerbera manghas) a. Klasifikasi Divisi Subdivisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Sympetalae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bakteri merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan di dunia, terutama di negara tropis. Di daerah tropis seperti Indonesia, penyakit yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI. Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP

VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI. Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP PEMBUATAN PESTISIDA NABATI VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP MODUL-06 Department of Dryland Agriculture Management, Kupang State Agriculture Polytechnic

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

Analisis Hayati UJI TOKSISITAS. Oleh : Dr. Harmita

Analisis Hayati UJI TOKSISITAS. Oleh : Dr. Harmita Analisis Hayati UJI TOKSISITAS Oleh : Dr. Harmita Pendahuluan Sebelum percobaan toksisitas dilakukan sebaiknya telah ada data mengenai identifikasi, sifat obat dan rencana penggunaannya Pengujian toksisitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api, ulat kantung, ulat bulu merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk beberapa daerah tertentu, ulat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi pada lahan basah dan lahan kering. Hasil produksi tomat di Indonesia dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi pada lahan basah dan lahan kering. Hasil produksi tomat di Indonesia dari tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) adalah salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini secara luas dapat ditanam di dataran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada tanaman dapat disebabkan oleh faktor biotik ataupun abiotik. Faktor pengganggu biotik adalah semua penyebab gangguan yang terdiri atas organisme atau makhluk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara dengan iklim tropis ini hanya memiliki dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Pergantian

Lebih terperinci

POTENSI SITOTOKSIK EKSTRAK AIR DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) ABSTRAK

POTENSI SITOTOKSIK EKSTRAK AIR DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) ABSTRAK POTENSI SITOTOKSIK EKSTRAK AIR DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) Nadia Rahma Kusuma Dewi*, Hadi Kuncoro, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau completely randomized design yang

III. METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau completely randomized design yang III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau completely randomized design yang terdiri dari 4 perlakuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan 15 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bactrocera sp. (Diptera : Tephtritidae) Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat buah betina memasukkan telur ke dalam kulit buah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah tropis merupakan tempat mudah dalam pencemaran berbagai penyakit, karena iklim tropis ini sangat membantu dalam perkembangan berbagai macam sumber penyakit.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) larva penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci