KERANGKA TEORI Kemiskinan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERANGKA TEORI Kemiskinan"

Transkripsi

1 7 KERANGKA TEORI Kemiskinan Masalah kemiskinan merupakan isu sentral dalam pembangunan terutama setelah Indonesia dilanda krisis ekonomi pada tahun Peningkatan jumlah penduduk miskin dengan tajam dan pengaruh krisis ekonomi masih terasa sampai sekarang. Akibat krisis ekonomi ada kecenderungan semakin banyak penduduk yang bekerja di sektor informal bahkan para wanita turut serta ambil bagian dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Menurut Ihromi (1995), bekerja di sektor informal, seperti : menjadi pembantu rumah tangga, namun demikian kelompok seperti ini berada dalam kondisi miskin dan rentan Dengan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar, kemiskinan dianggap sebagai ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal. Kebutuhan dasar meliputi kebutuhan makan, pakaian dan tempat tinggal, jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka seseorang berada dalam kondisi miskin. Menurut David Cox (dalam Suharto, 2005 :132) bahwa kemiskinan dapat dibagi beberapa dimensi, yaitu : 1. Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan pemenang dan yang kalah. Pemenang umumnya negara-negara maju, sedangkan negara-negara berkembang seringkali terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang merupakan prasyarat globalisasi. 2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsisten (kemiskinan akibat rendahnya pembangunan), kemiskinan pedesaan (kemiskinan akibat peminggiran pedesaan dalam proses pembangunan), kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan). 3. Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak dan kelompok minoritas. 4. Kemiskinan konsekuensial.

2 8 Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor eksternal diluar si miskin, seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya jumlah penduduk. Menurut Suharto (2005 : 135), kemiskinan bisa diakibat oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri si miskin, seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya, sedangkan faktor eksternal berasal dari luar kemampuan orang yang bersangkutan, seperti birokrasi atau peraturan resmi yang dapat menghambat seseorang dalam memanfaatkan sumber daya. Kemiskinan diakibatkan pula oleh sumber daya alam, artinya ketersediaan sumber daya semakin langka dibandingkan dengan jumlah penduduk yang terus bertambah, sehingga mengakibatkan seseorang menjadi miskin karena tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dari sumber daya alam tersebut. Kualitas sumber daya alam merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kemiskinan karena kualitas sumber daya alam mempengaruhi kegiatan produksi yang menghasilkan tingkat efisiensi yang rendah. Hal ini mengakibatkan produksi yang dihasilkan tidak bisa dijadikan sumber mata pencaharian yang secara tidak langsung mempengaruhi seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Konsep kemiskinan menurut Sen (dalam Sari 2003 : 94) bahwa kemiskinan sebagai suatu keadaan yang individunya mengalami keterbatasan pilihan dan kemampuan atau lack of choice and capability. Dalam konsep tersebut, kemiskinan dikaitkan dengan suatu keadaan atau kondisi hilangnya hak serta peluang seseorang atau sekelompok orang terhadap penguasaan, pemilikan, dan peraturan atau kontrol terhadap sumber daya yang diperlukan bagi terjaminnya kehidupan seseorang. Dalam dimensi kemiskinan dapat didefinisikan sebagai adanya perbedaan kemampuan di dalam : 1. Pengambilan keputusan sehingga kelompok miskin tidak masuk dalam agenda pengambilan keputusan dan alokasi sumber daya. 2. Menjangkau sumber-sumber ekonomi dan kesempatan-kesempatan yang tidak sama untuk bertindak. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menanggulangi masalah kemiskinan tetapi upaya tersebut sampai saat ini belum membuahkan hasil yang memuaskan bahkan banyak kegiatan/program penanggulangan kemiskinan

3 9 mengalami kegagalan. Strategi yang dilakukan pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan perlu mendapat tanggapan serius, seperti memacu pertumbuhan ekonomi, menyediakan fasilitas kredit bagi lapisan miskin, membangun infrastruktur pedesaan dalam hal ini pembangunan pertanian. Ketidakberhasilan penanggulangan kemiskinan disebabkan dari cara pemahaman kemiskinan berdasarkan kondisi ekonomi semata (Sukmana, 2005 : 138). Di dalam perspektif gender, konsep kemiskinan dianggap lebih tepat jika dilihat dari sisi ketidakadilan gender, yaitu kurang akses dan kontrol wanita dalam pengambilan keputusan yang penting dan mempengaruhi kehidupannya. Pandangan ini menjadi titik tolak melihat wanita tidak hanya di wilayah domestik tetapi juga di wilayah publik, dimana wanita mengalami hal yang sama yaitu opresi dan subordinasi, yang memberi implikasi pada banyaknya keputusan penting menyangkut hidup wanita ditentukan oleh laki-laki (Sari, 2003 : 94). Wanita mengalami kemiskinan yang lebih parah dibandingkan laki-laki yang berpenghasilan rendah dalam komunitasnya, khususnya wanita yang mengepalai rumah tangganya sendiri. Mereka tidak mempunyai akses terhadap sumber pembangunan, misalnya akses terhadap kredit. Ketika terjadi resesi ekonomi dan pemerintah melakukan penghematan anggaran dalam pelayanan kesejahteraan, maka wanita harus menanggung beban kerja lebih banyak karena wanita harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan mengerjakan peran domestik. Tugas mempertahankan keluarga tetap menjadi tanggung jawab wanita, kaum wanita akan terus memikul beban yang tidak seimbang akibat gagalnya pembangunan (Mosse, 1996 : ). Wanita miskin biasanya terlalu banyak pekerjaan dan sering mengejar beberapa sumber pendapatan demi menjamin kelangsungan hidup mereka dan keluarganya. Mereka melakukan peran ganda yaitu melakukan pekerjaan produktif sebagaimana lelaki tetapi juga melakukan pekerjaan reproduktif di dalam rumah tangganya. Kegiatan/program penciptaan pendapatan jarang untuk mengurangi beban kerja wanita, bahkan tak ada jaminan bahwa wanita juga mempunyai kontrol terhadap pendapatan yang mereka. Hal ini terjadi karena di kebanyakan negara, wanita tersubordinasi, apabila rumah tangga dikontrol lelaki

4 10 sangat tidak mungkin bahwa wanita tidak mempunyai kekuasaan terhadap pendapatan mereka (Saptari R & Holzner B, 1997 : 178). Wanita dan Pembangunan Wanita dalam kegiatan pembangunan khususnya wanita miskin masih tetap dilibatkan dalam program-program yang bertujuan peningkatan kesejahteraan keluarga. Hal ini menunjukkan kecenderungan untuk memanfaatkan wanita sebagai alat untuk meningkatkan kesehatan anak dan menurunkan pertumbuhan penduduk (Ihromi T O,1995 : 187). Artinya sementara ini programprogram pembangunan yang ditujukan kepada wanita miskin hanya untuk mengurangi jumlah penduduk dan meningkatkan kesehatan keluarga. Keadaan ini memperlihatkan bahwa wanita hanya djadikan objek dari kegiatan pembangunan, mereka jarang dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi kegiatan pembangunan. Nilai dan norma budaya pembagian peran pria dan wanita mempunyai dampak besar terhadap kedudukan wanita dan merupakan variabel penting yang mendukung dan memperkuat perbedaan mendasar dalam kedudukan ekonomi wanita yang lebih rendah daripada pria. Krisis ekonomi yang melanda dunia telah mengakibatkan pengaruh yang lebih mempersulit dan merendahkan kedudukan wanita terutama wanita miskin di pedesaan dan perkotaan yang gajinya menjadi semakin kurang tapi beban kerjanya semakin meningkat (Tjandraningsih I, 2003 : 39 ). Saat ini program pembangunan untuk wanita telah diarahkan pada kegiatan untuk peningkatan pendapatan keluarga, namun pada pelaksanaannya banyak mengalami kesulitan karena pengetahuan dan keterampilan wanita rata-rata rendah, tidak mempunyai akses dalam pemasaran, produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan selera masyarakat. Seperti yang dikemukakan Ihromi (1995 : 194) bahwa kegagalan program untuk wanita umumnya karena tidak ada komitmen yang serius dalam pelaksana proyek untuk menjadikan kegiatan peningkatan pendapatan sebagai kelompok usaha ekonomi yang serius. Dalam pengadaan modal usaha tidak menampilkan bagaimana jika program nanti berakhir dan

5 11 adanya stereotip bahwa wanita miskin mempunyai banyak waktu luang dan hanya membutuhkan penghasilan sampingan. Pemberdayaan wanita dalam wacana ekonomi secara khusus ditujukan untuk meningkatkan independensi wanita. Pendekatan yang digunakan dalam program-program pemberdayaan ini ditujukan untuk meningkatkan akses dan kontrol wanita terhadap sumber daya ekonomi. Pemberdayaan wanita dalam wacana politik yaitu melibatkan wanita dalam pengambilan keputusan di ruang publik. Hal ini ditempuh dengan membuka ruang bagi wanita untuk masuk kedalam lembaga-lembaga pengambilan keputusan baik eksekutif maupun legislatif. Dalam pengambilan keputusan hanya terjadi pada tataran formal dan wanita yang dilibatkan dalam politik masih terbatas pada wanita yang berada di kelas menengah (Dewayanti R et al : 6). Beberapa pendekatan pembangunan dalam penanggulangan kemiskinan yang berwawasan gender di tingkat Internasional (Saptari R & Holtzner B, 1997 : ) adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan Kesejahteraan (Welfare Approach) Pendekatan ini meletakkan wanita sebagai penerima pasif program pembangunan. Peran keibuan merupakan peranan yang paling penting bagi wanita di dalam masyarakat dan mengasuh anak merupakan peranan wanita yang efektif dalam semua aspek pembangunan ekonomi. Tujuan dari pendekatan ini untuk mendukung peran keibuan sebagai peranan paling penting bagi wanita dalam masyarakat dan pembangunan. Program-program yang dilaksanakan dititikberatkan pada program untuk memenuhi kebutuhan fisik keluarga, seperti menyediakan perumahan, sandang dan pangan, kebersihan, kesehatan dan gizi keluarga, nutrisi anak, cara memasak, menyiapkan makanan dan lain-lain. 2. Pendekatan Kesamaan (Equity Approach) Pendekatan ini mengakui bahwa wanita merupakan partisipan aktif dalam proses pembangunan dan mengakui bahwa wanita mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Kontribusi tersebut yaitu melalui kerja produktif dan reproduktif walaupun kontribusi tersebut seringkali tidak diakui. Tujuan pendekatan ini menuntut kesamaan wanita dalam

6 12 pembangunan dengan menerapkan wawasan gender dalam pembangunan. Program yang dilaksanakan diarahkan langsung pada hak yuridis : hak cerai, hak atas anak, hak waris, hak milik harta, hak untuk mendapatkan kredit, dan hak sebagai warga negara seperti hak suara serta hak ekonomi wanita berubah : tuntutan akan persamaan upah untuk pekerjaan yang sama. 3. Pendekatan Anti Kemiskinan (Poverty Approach) Pendekatan ini berasumsi bahwa asal mula kemiskinan wanita dan ketimpangannya dengan laki-laki diakibatkan oleh kesenjangan peluang untuk memiliki tanah dan modal serta diskriminasi seksual dalam pasar tenaga kerja. Tujuan pendekatan ini untuk meningkatkan produktivitas wanita dan mengintegrasikan wanita dalam pembangunan. Hal ini karena kemiskinan wanita diyakini sebagai masalah pembangunan bukan masalah subordinasi. Program yang dilaksanakan adalah usaha ekonomi skala kecil bagi wanita untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. 4. Pendekatan Efisiensi (Efficiency Approach) Pendekatan ini berasumsi bahwa peningkatan partisipasi ekonomi wanita di negara dunia ketiga secara otomatis berkaitan dengan peningkatan kesamaan. Tujuan pendekatan ini untuk menjamin pembangunan lebih efisien dan lebih efektif, karena partisipasi ekonomi wanita dianggap menyatu dengan prinsip kesamaan. 5. Pendekatan Pemberdayaan (Empowerment Approach) Pendekatan ini berasumsi bahwa memperbaiki posisi wanita tidak akan berhasil dilakukan melalui intervensi dari atas jika tidak disertai upaya untuk meningkatkan kekuasaan wanita dalam melakukan negosiasi dan tawar menawar untuk mengubah situasinya. Tujuan pendekatan ini untuk memberdayakan wanita melalui peningkatan kepercayaan diri untuk membangun politik, ekonomi, dan struktur sosial yang baru agar keluar dari struktur yang ekspolitatif. Program yang dilaksanakan tidak selalu menyibukkan diri dalam program-program pembangunan tetapi melalui kegiatan-kegiatan gerakan wanita di dunia ketiga. Berdasarkan pendekatan pembangunan yang berwawasan gender, maka Program P2WKSS cenderung menggunakan Pendekatan Anti Kemiskinan dan

7 13 Pemberdayaan. Hal ini sesuai dengan tujuan Program P2WKSS yaitu merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan dengan memberdayakan wanita. Salah satu bentuk kegiatan Program P2WKSS yaitu dibentuknya KBUW dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan keluarga melalui pinjaman modal usaha. Hal ini bermakna bahwa pinjaman modal yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan usaha masyarakat dalam rangka meningkatkan pendapatan keluarga. Kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan dalam Program tersebut juga merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberdayaan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan wanita serta memberi kesempatan kepada wanita untuk turut serta dalam setiap program pembangunan. Budaya Patriarki Pada mulanya kata patriarki memiliki pengertian sempit, yaitu kepala rumah tangga laki-laki memiliki kekuasaan hukum dan ekonomi yang mutlak atas anggota keluarga laki-laki dan wanita yang menjadi tanggungannya. Dalam perkembangannya istilah patriarki mulai digunakan di seluruh dunia untuk menggambarkan dominasi laki-laki atas wanita dan anak-anak di dalam keluarga. Hal ini berlanjut kepada dominasi laki-laki atas semua lingkup kehidupan masyarakat lainnya (Mosse, 1996 : 64). Patriarki adalah konsep bahwa laki-laki memegang kekuasaan atas semua peran penting dalam masyarakat, pemerintahan dan militer. Pada dasarnya wanita tidak mempunyai akses terhadap kekuasaan itu. Pandangan ini berpengaruh dalam mengubah peran gender tradisional yang sukar berubah. Hal ini merupakan masalah pokok di masyarakat yang terorganisir sepanjang garis patriarkal, dimana ada ketidaksetaraan hubungan gender antara laki-laki dan wanita dan merembes ke semua aspek masyarakat dan sistem sosial (Mosse, 1996 : 65). Selain itu, hukum hegemoni patriarki, ketidakseimbangan gender juga disebabkan karena sistem kapitalis yang berlaku, yaitu siapa yang mempunyai modal besar itulah yang menang. Hal ini mengakibatkan laki-laki dilambangkan lebih kuat daripada wanita dan akan mempunyai peran dan fungsi yang lebih besar (Muniarti, 2004 : 120).

8 14 Dalam budaya patriarki, perbedaan peran antara laki-laki dan wanita dipandang sebagai akibat perbedaan jenis kelamin. Tugas wanita seperti memasak di dapur, berhias untuk suami, mengasuh anak dan pekerjaan domestik lainnya merupakan konsekuensi dari jenis kelamin. Tugas domestik wanita tersebut bersifat abadi sebagaimana keabadian identitas jenis kelamin yang melekat pada dirinya. Secara sosiologis, budaya patriarkal terbentuk dari pergeseran relasi gender tersebut. Pada masyarakat seperti ini, laki-laki diposisikan berkuasa atau superior terhadap wanita dalam berbagai sektor kehidupan baik domestik maupun publik. Hegemoni laki-laki dalam masyarakat tampaknya menjadi fenomena universal dalam sejarah manusia di masyarakat di manapun di dunia ini (Kadarusman, 2005 :21). Ketidakadilan Gender Gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan wanita yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural, misalnya wanita dikenal lemah lembut, cantik, emosional atau keibuan, sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dari sifat-sifat tersebut merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan, artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara ada juga wanita yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat yang lain maupun dari kelas ke kelas lain yang ada di masyarakat (Fakih, 1996 : 8). Perbedaan-perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat lakilaki maupun kaum wanita, namun perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan baik bagi kaum laki-laki maupun kaum wanita. Perbedaan gender antara laki-laki dan wanita terjadi melalui proses yang sangat panjang, oleh karena itu terbentuknya gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikontruksi secara sosial atau kultural melalui ajaran keagamaan maupun negara. Ketidakadilan gender dimanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni : marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotip atau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban

9 15 kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden) serta sosialisasi ideologi nilai peran gender (Fakih, 1996 : 10-12). Manifestasi ketidakadilan gender terjadi di berbagai tingkatan, yaitu : 1. Manifestasi ketidakadilan gender terjadi di tingkat negara, baik pada satu negara maupun organisasi antar negara seperti PBB. Banyak kebijakan dan hukum negara, perundang-undangan serta program kegiatan yang masih mencerminkan sebagian dari ketidakadilan gender. 2. Manifestasi terjadi di tempat kerja, organisasi maupun dunia pendidikan. Banyak aturan kerja, manajemen, kebijakan keorganisasian serta kurikulum pendidikan yang masih melanggengkan ketidakadilan gender. 3. Manifestasi ketidakadilan gender terjadi dalam adat istiadat masyarakat pada berbagai kelompok etnik, dalam kultur suku-suku atau dalam tafsiran keagamaan. Bagaimanapun mekanisme interaksi dan pengambilan keputusan di masyarakat masih banyak mencerminkan ketidakadilan gender. 4. Manifestasi ketidakadilan gender terjadi di lingkungan rumah tangga. Bagaimana proses pengambilan keputusan, pembagian kerja dan interaksi antar anggota keluarga dalam banyak rumah tangga sehari-hari dilaksanakan dengan menggunakan asumsi bias gender. Ketidakadilan gender telah mengakar mulai dalam keyakinan dan menjadi ideologi kaum wanita dan laki-laki. Dengan demikian bahwa manifestasi ketidakadilan gender telah mengakar mulai dari keyakinan di masing-masing orang, keluarga hingga pada tingkat negara yang bersifat global (Fakih, 1996 : 22-23). Marginalisasi Proses marginalisasi yang mengakibatkan kemiskinan sesungguhnya banyak terjadi dalam masyarakat dan negara baik yang menimpa kaum laki-laki dan wanita dan disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya penggusuran, bencana alam dan proses eksploitasi. Marginalisasi terhadap kaum wanita dilihat dari sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi, kebiasaan bahkan asumsi ilmu pengetahuan (Fakih, 1996 : 13-14). Misalnya program swasembada pangan atau revolusi hijau secara ekonomis telah menyingkirkan kaum wanita dari pekerjaannya sehingga memiskinkan mereka.

10 16 Akibatnya banyak kaum wanita miskin di desa termaginalisasi yakni semakin miskin dan tersingkir karena tidak mendapatkan pekerjaan di sawah pada musim panen. Hal ini berarti program revolusi hijau dirancang tanpa mempertimbangkan aspek gender. Marginalisasi terhadap wanita yang terjadi di dalam rumah tangga berbentuk diskriminasi atas anggota keluarga laki-laki dan wanita. Hal ini diperkuat oleh adat istiadat maupun tafsir agama. Misalnya banyak diantara sukusuku di Indonesia yang tidak memberi hak kepada kaum wanita untuk mendapatkan warisan sama sekali, sebagian tafsir keagamaan memberi hak waris setengah dari hak waris laki-laki terhadap wanita. Subordinasi Subordinasi yaitu memposisikan wanita lebih rendah daripada laki-laki, dipandang kurang mampu sehingga diberi tugas yang ringan dan mudah (Muniarti, 2004 : 78). Bentuk subordinasi terhadap wanita yang menonjol adalah semua pekerjaan yang dikategorikan sebagai reproduksi dianggap lebih rendah dan menjadi subordinasi dari pekerjaan produksi yang dikuasai kaum laki-laki. Hal ini menyebabkan banyak laki-laki dan wanita itu sendiri menganggap bahwa pekerjaan reproduksi lebih rendah dan ditinggalkan. Subordinasi terhadap jenis pekerjaan wanita tidak hanya terjadi di dalam rumah tangga tetapi juga terproyeksi di tingkat masyarakat dan tempat pekerjaan. Keyakinan gender ternyata ikut menyumbangkan diskriminasi terhadap posisi buruh wanita dalam struktur perusahaan dan pabrik-pabrik (Handayani T & Sugiarti, 2002 : 17). Anggapan bahwa wanita irasional atau emosional mengakibatkan wanita tidak bisa tampil memimpin dan munculnya sikap yang menempatkan wanita pada posisi yang tidak penting. Subordinasi karena gender terjadi dalam segala bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu. Di dalam rumah tangga masih sering terdengar jika keuangan keluarga sangat terbatas dan harus mengambil keputusan untuk menyekolahkan anak-anaknya, maka anak lakilaki akan mendapat prioritas utama. Praktik tersebut berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.

11 17 Stereotip Secara umum stereotip adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu, celakanya stereotip selalu merugikan dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotip yang bersumber dari pandangan gender, banyak sekali ketidakadilan terhadap wanita yang bersumber dari penandaan yang dilekatkan pada kaum wanita (Fakih, 1996 : 16). Contohnya wanita bersolek dalam rangka memancing lawan jenisnya, maka setiap kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotip ini. Stereotip terhadap kaum wanita terjadi dalam berbagai aspek. Banyak peraturan pemerintah, aturan keagamaan, kultur dan kebiasaan masyarakat yang dikembangkan karena stereotip tersebut. Pelabelan memunculkan banyak stereotip, maka wanita identik dengan pekerjaan di dalam rumah, sehinga peluang wanita untuk bekerja di luar rumah sangat terbatas. Akibat adanya pelabelan banyak tindakan-tindakan yang seolaholah sudah merupakan kodrat wanita. Misalnya: karena secara sosial budaya lakilaki dikonstruksikan sebagai kaum yang kuat maka laki-laki mulai kecil biasanya terbiasa atau berlatih untuk menjadi yang kuat, sementara wanita mempunyai label yang lembut maka perlakuan orang tua mendidik anak seolah-olah mengarah untuk terbentuknya wanita yang lemah lembut (Handayani T & Sugiarti, 2002 : 18). Kekerasan Kekerasan adalah serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesama manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun salah satu kekerasan terhadap jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh anggapan gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender disebut gender-related violence. Pada dasarnya, kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada di masyarakat (Fakih, 1996 : 18). Kekerasan terhadap wanita sering terjadi karena budaya dominasi laki-laki terhadap wanita. Kekerasan digunakan oleh laki-laki untuk memenangkan perbedaan pendapat untuk menyatakan rasa tidak puas dan seringkali hanya untuk

12 18 menunjukkan bahwa laki-laki berkuasa atas wanita. Pada dasarnya kekerasan terhadap wanita yang berbasis gender adalah refleksi dari sistem patiarkhi yang berkembang di masyarakat (Handayani T & Sugiarti, 2002 : 19). Beban Kerja Adanya anggapan bahwa wanita memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga berakibat semua pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab kaum wanita. Konsekuensinya banyak wanita yang harus bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya. Di kalangan keluarga miskin beban yang sangat berat harus ditanggung oleh wanita itu sendiri terlebih lagi jika wanita tersebut harus bekerja, maka ia harus memikul beban kerja ganda (Fakih, 1996 : 21). Bias gender yang mengakibatkan beban kerja seringkali diperkuat oleh adanya pandangan atau keyakinan di masyarakat bahwa jenis pekerjaan perempuan (pekerjaan domestik) dianggap dan dinilai lebih rendah dibandingkan dengan pekerjaan laki-laki dan dikategorikan sebagai bukan produktif, sehingga tidak diperhitungkan dalam statistik ekonomi negara. Sementara kaum wanita karena anggapan gender, sejak dini telah disosialisasikan untuk menekuni peran gender mereka. Di lain pihak kaum lelaki tidak diwajibkan secara kultural untuk menekuni berbagai jenis pekerjaan domestik. Hal ini telah memperkuat pelanggengan secara kultural dan struktural beban kerja kaum wanita (Fakih, 1996 : 21). Pekerjaan yang diberikan kepada wanita lebih lama pengerjaannya jika dibandingkan dengan pekerjaan untuk laki-laki. Wanita yang bekerja di sektor publik masih diberi tugas rumah tangga di dalam keluarga dan masyarakat. Padahal secara ekonomis mereka tidak mampu menyerahkan tugas-tugas tersebut kepada pembantu rumah tangga yang juga perempuan. (Muniarti, 2004 : 97) Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender Analisis kebutuhan praktis dan strategis gender berguna untuk menyusun suatu perencanaan atau evaluasi suatu kegiatan pembangunan. Hal ini diperlukan

13 19 untuk melihat apakah suatu kegiatan pembangunan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan laki-laki maupun wanita (Moser, 1993). Kebutuhan praktis gender merupakan kebutuhan yang meringankan beban kehidupan wanita tetapi tidak menyinggung ketaksejajaran (inequality) pembagian kerja secara seksual ataupun kesejajaran antara-gender. Misalnya : tempat-tempat penitipan anak, dapur-dapur umum, alat-alat kontrasepsi dan tempat perlindungan wanita yang dianiaya. Kebutuhan strategis gender merupakan kebutuhan jangka panjang yang menghilangkan ketidakseimbangan gender di dalam dan di luar rumah tangga serta menjamin hak dan peluang wanita untuk mengungkapkan kebutuhan mereka, seperti undang-undang persamaan hak dan persamaan upah untuk pekerjaan yang sama. (Saptari R & Holzner B, 1997 : 158). Menurut Handayani dan Sugiarti (2002), pemenuhan kebutuhan praktis gender melalui kegiatan pembangunan hanya memerlukan jangka waktu yang relatif pendek, meringankan beban kerja wanita dan lebih mudah dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan strategis gender lebih berjangka panjang, mengacu pada peran ideal wanita, merubah hubungan gender dan memerlukan strategi tertentu dalam proses pemenuhannya. Kepentingan strategis gender adalah kepentingan yang berasal dari suatu analisis mengenai subordinasi wanita. Identifikasi kepentingan strategis gender merupakan bagian dari strategi feminis yang ditujukan untuk mengubah hubungan kekuasaan yang ada antara laki-laki dan wanita dalam menyusun semua kawasan kehidupan keluarga, pendidikan, kesejahteraan, dunia kerja, politik, kultural dan hiburan (Mosse, 1996 : 216). Analisis Gender Dalam Penanggulangan Masalah Kemiskinan Pengakuan terhadap pentingnya peranan wanita dalam proses pembangunan semakin meningkat dan secara khusus mengakui pentingnya peranan wanita dalam pembangunan sosial ekonomi nasional. Sejalan dengan itu telah meningkat kesadaran dan pengakuan terhadap kelemahan perencanaan pembangunan dalam memperhatikan dan memperhitungkan secara tepat dan sistematis sumbangan wanita terhadap proses pembangunan maupun dampak pembangunan terhadap aspirasi dan kepentingan wanita. Berdasarkan hal tersebut perlu dikembangkan

14 20 strategi perencanaan pembangunan yang dapat mengintegrasikan aspirasi, kepentingan, peranan wanita dan laki-laki dalam arus utama pembangunan. Wanita dan laki-laki secara bersama-sama menjadi pelaku sekaligus pemanfaat pembangunan (Handayani T & Sugiarti, 2002 : 169). Pendekatan analisis gender dalam penanggulangan masalah kemiskinan berkembang pada tahun 1990-an dan mendapat perhatian serius dengan dimasukkanya analisis gender dalam World Development Report 1990 (World Bank, 1990) dan Bank s Poverty Assesments juga The Beijing Platform for Action yang diadopsi oleh Fourth World Cinference on Women ( Andrijani R, 2003 : 130). Menurut Razavi (dalam Andrijani R 2003:131), analisis gender dalam kemiskinan diperlukan karena alasan metodologis dan politis. Hal ini berimplikasi terhadap pengukuran dan analisis kemiskinan di masa yang akan datang, perumusan kebijakan yang sensitif gender dan ditujukan untuk pemberantasan kemiskinan. Selama ini pengukuran yang digunakan untuk keberhasilan pembangunan hanya berdasarkan ekonomi yaitu tingkat pendapatan. Pengukuran beralih kepada pengukuran non-ekonomi yang lebih menekankan pada kualitas kehidupan dengan pendekatan ke arah analisis ekonomi mikro dan pengukuran pada tingkat individu. Dengan perubahan tersebut terlihat adanya ketidaksetaraan gender. Sementara itu menurut Sen (dalam Andrijani R 2003:132), bahwa berdasarkan perspektif gender, konsep kemiskinan tidak hanya terfokus pada tingkat pendapatan rumah tangga tetapi memungkinkan pemahaman lebih baik pada aspek multidimensi dari ketidaksetaraan gender, seperti kurangnya kontrol atas keputusan penting yang mempengaruhi kehidupan seseorang. Analisis gender adalah analisis sosial (mencakup ekonomi dan budaya) yang melihat perbedaan wanita dan laki-laki dari segi (a) kondisi (situasi) dan kedudukan (posisi) di dalam keluarga dan masyarakat. Fokus utama analisis situasi gender adalah (1) pembagian kerja/peran (2) akses dan kontrol (peluang) dan penguasaan terhadap sumber daya serta manfaat program pembangunan (3) partisipasi dalam kelembagaan dan pengambilan keputusan di dalam keluarga (Handayani T & Sugiarti, 2002 : 169).

15 21 Dengan teknik analisis gender berbagai kesenjangan maupun isu gender yang terjadi di dalam masyarakat dan lingkungan akan dapat teridentifikasi. Ketidakpahaman isu gender sangat mempengaruhi kebijaksanaan dan strategi pembangunan yang berdampak merugikan aspirasi dan kepentingan wanita. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan dan keterampilan teknik analisis gender bagi peneliti dan perencana program dan proyek pembangunan. Teknik ini digunakan sebagai dasar dalam meneliti, merencanakan dan menyusun program maupun pemantauan dan evaluasi program pembangunan, sehingga dapat mengintegrasikan semua aspirasi, kepentingan laki-laki dan wanita serta keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat dapat terwujud. Sebagai suatu alat analisis, analisis gender tidak hanya melihat peran, aktivitas tetapi juga hubungan. Secara garis besar terdapat tiga teknik analisis gender yang dapat menganalisa situasi dan posisi gender dalam masyarakat dan keluarga, yaitu : 1. Kerangka Harvard Kerangka Harvard merupakan suatu analisis yang digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan. Ada tiga komponen yang diperlukan dan berinterelasi satu sama lain, yaitu profil aktivitas, profil akses dan profil kontrol (Overholt et al dalam Handayani T & Sugiarti, 2002 : 170). Kerangka Analisis Harvard digunakan untuk menggali data (umum dan rinci) yang berguna pada tahap analisis situasi, mudah adaptasi untuk beragam situasi, merupakan alat bantu untuk meningkatkan kesadaran gender dan alat latihan yang efektif untuk menganalisis hubungan gender dalam masyarakat atau suatu organisasi pembangunan. Kerangka analisis Harvard terdiri dari tiga komponen utama, yaitu : a. Profil aktivitas berdasarkan pada pembagian kerja gender (siapa yang mengerjakan apa, di dalam rumah tangga dan masyarakat yang memuat daftar tugas laki-laki dan wanita). b. Profil akses dan kontrol (siapa yang mempunyai akses terhadap sumber daya produktif termasuk sumber daya alam, seperti tanah, hutan, peralatan, pekerja, kapital atau kredit, pendidikan atau pelatihan). Profil kontrol

16 22 berkaitan dalam pengambilan keputusan, artinya wanita dilibatkan dalam mengambil keputusan atau mengontrol penggunaan sumber daya). c. Faktor-faktor yang mempengaruhi profil kegiatan, akses dan kontrol terhadap sumber daya, manfaat, partisipasi dalam lembaga dan pengambilan keputusan. Kerangka Analisis Harvard digunakan untuk melihat bagaimana peran antara wanita dan laki-laki di dalam suatu proyek pembangunan, apakah wanita dapat mengakses dan mempunyai kontrol terhadap kegiatan pembangunan tersebut. 2. Kerangka Moser Kerangka analisis Moser berguna untuk menyusun perencanaan atau mengevaluasi, apakah suatu kegiatan pembangunan telah mempertimbangkan atau ditujukan untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan baik oleh laki-laki maupun wanita. Kebutuhan spesifik gender yaitu kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis. Kebutuhan praktis bersifat jangka pendek, meringankan beban kerja wanita dan berkaitan dengan kondisi, misalnya; hidup yang tidak memadai, kurangnya sumber daya seperti pangan, air, kesehatan, pendidikan anak dan pendapatan. Kebutuhan strategis berkaitan dengan posisi dan memperhatikan sejauh mana kendala-kendala dan permasalahan yang dihadapi wanita, misalnya : posisi yang tersubordinasi dalam masyarakat atau keluarga (Handayani T & Sugiarti, 2002 : 170). Kegiatan-kegiatan pembangunan pada umumnya ditujukan untuk menanggulangi kebutuhan praktis wanita dan bersifat jangka pendek, seperti bantuan modal usaha, pemberian pelatihan keterampilan. Wanita kurang dilibatkan dalam kegiatan pembangunan termasuk dalam pengambilan keputusan, sehingga tetap terjadi ketidaksetaraan antara wanita dengan lakilaki dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan. 3. Kerangka Pemberdayaan Longwe Pemberdayaan mensyaratkan suatu transformasi struktur-struktur yang mensubordinasi dan telah menindas wanita. Perubahan hukum/aturan, institusi sosial dan legal yang melindungi kontrol dan privilege laki-laki merupakan hal yang sangat penting jika wanita ingin memperoleh keadilan dalam

17 23 masyarakat. Selain itu pemberdayaan diberi batasan luas sebagai penguasaan atas aset material, sumber-sumber intelektual dan ideologi. Pendekatan pemberdayaan mengandung makna bahwa model perubahan harus dihasilkan oleh wanita sendiri, ketidakberhasilan mempertimbangkan penemuan sebagai individu dengan kebutuhan, hak dan kemampuan khusus hanya akan mengakibatkan peningkatan beban kerja dan tingkat ketegangan wanita dan bukannya perbaikan status dan pilihan mereka (Handayani T & Sugiarti, 2002 : 183). Pemberdayaan menurut Longwe S (dalam Smyth I.,C. March & M Mukhopapay, 1998) yaitu : Empowerment in this context is intended to mean the achievement of equal participation in and control of the development process and its benefits by men and women. It means enabling women to take greater control of their own lives. It encourages gender awareness in development projects, and helps develop the ability to recognize women s issues, whether in projects that involve only women or those that involve both women and men. Teknik analisis Pemberdayaan Longwe digunakan dalam setiap siklus proyek untuk memahami isu wanita dalam implementasi program, mulai kebutuhan sampai dengan evaluasi program. Dalam teknik Analisis Pemberdayaan Longwe terdapat lima dimensi analisis, yaitu kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol. Kelima dimensi tersebut saling berkaitan dan melengkapi di dalam pelaksanaan setiap kegiatan. Adapun lima dimensi teknik analisis Pemberdayaan Longwe adalah sebagai berikut : 1. Dimensi Kesejahteraan Dimensi ini merupakan tingkat kesejahteraan material yang diukur dari tercukupinya kebutuhan dasar, seperti makanan, penghasilan, perumahan dan kesehatan. Dalam menganalisis suatu kegiatan pembangunan, dimensi kesejahteraan diukur dengan cara melihat tingkat kesejahteraan antara wanita dan laki-laki, artinya apakah program pembangunan telah memberikan kesejahteraan baik wanita maupun laki-laki. 2. Dimensi Akses Kesenjangan gender terlihat dari adanya perbedaaan akses antara wanita dan laki-laki terhadap sumber daya dan rendahnya akses terhadap sumber daya.

18 24 Hal ini menyebabkan produktivitas wanita cenderung lebih rendah daripada laki-laki. Selain itu wanita lebih banyak diberi tanggung jawab untuk melaksanakan semua pekerjaan domestik, sehingga tidak mempunyai cukup waktu untuk meningkatkan kemampuan dirinya. Dimensi ini untuk menganalisis bagaimana wanita dan laki-laki dapat mengakses suatu program pembangunan, sehingga tidak menyebabkan terjadinya diskriminasi dalam pelaksanaan suatu program pembangunan. 3. Dimensi Kesadaran Kritis Kesenjangan terjadi karena adanya anggapan bahwa posisi sosial ekonomi wanita lebih rendah daripada laki-laki dan pembagian kerja gender adalah bagian tatanan abadi. Dimensi ini untuk melihat sejauh mana peran-peran wanita yang terlibat dalam kegiatan pembangunan, sehingga terjadi kesetaraan antara wanita dan laki-laki dalam mengikuti kegiatan pembangunan. 4. Dimensi Partisipasi Aspek partisipasi adalah keterlibatan atau keikutsertaan aktif wanita mulai dari penetapan kebutuhan, formulasi proyek, implementasi, monitoring dan evaluasi. Dimensi ini untuk melihat bagaimana keterlibatan wanita dalam suatu kegiatan pembangunan karena di dalam suatu proyek pembangunan, wanita hanya dilibatkan dalam keanggotaan atau pemanfaat/objek pembangunan, sedangkan dalam penentuan kebutuhan sampai dengan evaluasi kurang dilibatkan. 5. Dimensi Kontrol Kesenjangan gender terjadi dari adanya hubungan kuasa yang timpang antara wanita dan laki-laki baik di tingkat rumah tangga maupun komunitas. Dimensi ini untuk melihat sejauh mana wanita mempunyai kekuasaan dalam pengambilan keputusan, artinya wanita mempunyai kekuasaan yang sama dengan laki-laki dalam pengambilan keputusan. Kelima dimensi alat Analisis Pemberdayaan Longwe dapat disusun dalam bentuk piramida sebagai berikut :

19 25 5 Kontrol Partisipasi Kesadaran Kritis Akses 1 Kesejahteran Gambar 1. Piramida Analisa Pemberdayaan Longwe Piramida analisa Pemberdayaan Longwe menunjukkan setiap dimensi bergerak meningkat dari setiap tahap ke tahap berikutnya. Hal tersebut menunjukkan pencapaian aspek pemberdayaan wanita di dalam mengikuti suatu program pembangunan. Analisis Pemberdayaan Longwe digunakan pula pada setiap tahap siklus proyek dan evaluasi program pembangunan serta melihat derajat sensitivitas terhadap isu-isu wanita, yaitu dengan menilai negatif, netral atau positif. Negatif berarti tujuan proyek tanpa mengaitkan isu wanita. Netral berarti isu wanita sudah dilihat tetapi tidak diangkat dan ditangani serta intervensi proyek tidak berakibat buruk pada wanita. Positif berarti tujuan proyek betul-betul positif, memperhatikan isu wanita dan menanganinya, sehingga hasilnya meningkatkan kedudukan wanita relatif terhadap laki-laki (Handayani T & Sugiarti, 2002 : 184). Dengan menggunakan analisis Pemberdayaan Longwe dapat dianalisis sejauh mana pencapaian aspek pemberdayaan wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW pada kelima dimensi dan apakah hasilnya bersifat negatif, netral atau positif. Artinya apakah program tersebut telah memperhatikan isu gender dan sejauh mana isu gender tersebut telah dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan maupun evaluasi program. Sebelum digunakan analisis Pemberdayaan Longwe terlebih dahulu digunakan analisis Harvard untuk melihat bagaimana

20 26 pembagian peran antara laki-laki dan wanita di dalam rumah tangga maupun di dalam mengikuti kegiatan KBUW. Kerangka Pemikiran Pemberdayaan kaum wanita masih banyak mengalami kendala karena dibatasi oleh norma/nilai, stereotip masyarakat yang menempatkan peran wanita hanya dalam peran domestik dan juga rendahnya pengetahuan/keterampilan yang dimiliki wanita. Pemberdayaan wanita melalui Program P2WKSS dengan kegiatan penyuluhan, pelatihan keterampilan, dan pembentukan KBUW bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan wanita serta memberi pinjaman modal usaha kepada wanita yang mempunyai kemampuan berusaha untuk meningkatkan pendapatan keluarga. KBUW saat ini menghadapi masalah, yaitu usaha anggota belum menujukkan perkembangan, kurangnya tanggung jawab anggota dalam pengembalian pinjaman maupun iuran anggota, kepengurusan KBUW tidak komplit, pinjaman modal usaha digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif, kurangnya pelatihan bagi pengurus koperasi, adanya anggapan dana hibah, wanita kurang aktif dalam kegiatan KBUW dan pengambilan keputusan penggunaan pinjaman di tangan suami. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis mencoba melakukan analisis dengan analisis Pemberdayaan Longwe menggunakan kelima dimensi, yaitu kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol. Sebelum dilakukan analisis Pemberdayaan Longwe terlebih dahulu dilakukan analisis Harvard untuk menganalisis bagaimana pembagian kerja/peran antara wanita dan laki-laki di dalam rumah tangga dan di dalam mengikuti kegiatan KBUW. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pembagian kerja/peran antara wanita dan laki-laki dalam rumah tangga akan mempengaruhi wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW. Dengan menganalisa kegiatan KBUW, maka diharapkan dapat disusun suatu rencana untuk mencapai keberdayaan wanita dalam kegiatan KBUW. Berdasarkan hal tersebut, maka alur kerangka pemikiran yang digunakan dalam kajian sebagaimana terdapat dalam Gambar 2.

21 27 Gambar 2. Kerangka Pemikiran Analisis Gender Terhadap Kelembagaan Koperasi Bina Usaha Wanita (KBUW) Keterangan : Images.exe Kemiskinan Program P2WKSS Garis Pengaruh Images.exe Garis tidak Pengaruh KK Wanita (Internal): Pengetahuan Keterampilan Usaha Peran Reproduktif Koperasi Wanita Bina Usaha / KBUW Eksternal : Budaya Patriarki Nilai Budaya Lokal 1. Analisis Harvard Pembagian Peran di rumah tangga Pembagian Peran di dalam dalam organisasi KBUW 2. Analisis Pemberdayaan Longwe Kesejahteraan Akses Kesadaran Kritis Partisipasi Kontrol Kondisi KBUW : Pengambilan keputusan penggunaan pinjaman ditangan suami Kurangnya pelatihan koperasi bagi pengurus Wanita kurang aktif dalam kegiatan KBUW Kurangnya tanggung jawab angggota dalam pembayaran iuran anggota dan pinjaman Anggapan dana hibah Kepengurusan KBUW tidak komplit Pinjaman digunakan untuk Strategi Penguatan Organisasi KBUW dan Penguatan sasaran program (wanita) Keberdayaan wanita dalam kegiatan KBUW 27

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER TERHADAP KELEMBAGAAN KOPERASI BINA USAHA WANITA (KBUW) DI KELURAHAN CIPAGERAN KECAMATAN CIMAHI UTARA KOTA CIMAHI UCEU PIPIP AVILLIA

ANALISIS GENDER TERHADAP KELEMBAGAAN KOPERASI BINA USAHA WANITA (KBUW) DI KELURAHAN CIPAGERAN KECAMATAN CIMAHI UTARA KOTA CIMAHI UCEU PIPIP AVILLIA i ANALISIS GENDER TERHADAP KELEMBAGAAN KOPERASI BINA USAHA WANITA (KBUW) DI KELURAHAN CIPAGERAN KECAMATAN CIMAHI UTARA KOTA CIMAHI UCEU PIPIP AVILLIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat miskin adalah melalui pemberdayaan wanita sebagai mitra sejajar dengan pria, peran nafkah tidak lagi didominasi hanya oleh pria sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Gender Gender merupakan suatu konsep yang merujuk pada peran dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan seperti masalah yang tanpa ujung pangkal. Barangkali, peribahasa yang tepat untuk menggambarkan masalah kemiskinan adalah mati satu tumbuh seribu. Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

DEFINISI & TERMINOLOGI ANALISIS GENDER

DEFINISI & TERMINOLOGI ANALISIS GENDER DEFINISI & TERMINOLOGI ANALISIS GENDER ISTILAH GENDER DIGUNAKAN UNTUK MENJELASKAN PERBEDAAN PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI YANG BERSIFAT BAWAAN SEBAGAI CIPTAAN TUHAN DAN PERBEDAAN PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI YANG

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORETIS TINJAUAN PUSTAKA

PENDEKATAN TEORETIS TINJAUAN PUSTAKA 5 PENDEKATAN TEORETIS Bab ini menjelaskan tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, dan definisi operasional. Subbab tinjauan pustaka berisi bahan pustaka yang dirujuk berasal dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER 1. Tentang Lahirnya PUG Pengarusutamaan Gender PUG secara formal diadopsi dalam Beijing Flatform For Action BPFA tahun yang menyatakan bahwa pemerintah dan

Lebih terperinci

BAB IX KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IX KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB IX KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.1 Kesimpulan Krisis ekonomi tahun 1998 memberikan dampak yang positif bagi kegiatan usaha rajutan di Binongjati. Pangsa pasar rajutan yang berorientasi ekspor menjadikan

Lebih terperinci

Pertanyaan awal : mengapa pembangunan merupakan isu gender?

Pertanyaan awal : mengapa pembangunan merupakan isu gender? Pertanyaan awal : mengapa pembangunan merupakan isu gender? o o o o o Kesenjangan jender di berbagai bidang pembangunan itu misalnya dapat dilihat dari : Masih rendahnya peluang yang dimiliki perempuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 14 II. TINJAUAN PUSTAKA Aktivitas ekonomi rumahtangga petani lahan sawah erat kaitannya dengan upaya meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Ketahanan pangan rumahtangga sebagaimana hasil rumusan Internasional

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. a. Pengertian Pemberdayaan Perempuan

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. a. Pengertian Pemberdayaan Perempuan 9 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Teori 1. Pemberdayaan Perempuan a. Pengertian Pemberdayaan Perempuan Pemberdayaan berasal dari kata empowerment merupakan konsep yang lahir dari perkembangan

Lebih terperinci

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Apakah Gender itu? Pengertian awal: Pembedaan ketata-bahasaan (gramatical) penggolongan kata benda menjadi feminin,

Lebih terperinci

Gender, Social Inclusion & Livelihood

Gender, Social Inclusion & Livelihood Gender, Social Inclusion & Livelihood LATAR BELAKANG KOMITMEN AWAL PEMBANGUNAN UTK MELIBATKAN SELURUH KOMPONEN BANGSA BAIK L/P DALAM PEMBANGUNAN Rencana Aksi Daerah Pengarusutamaan Gender ditujukan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 banyak menyebabkan munculnya masalah baru, seperti terjadinya PHK secara besar-besaran, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan... 40 Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... 54 Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan...

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN Dina Novia Priminingtyas Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Potensi perempuan dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya.

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya. BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Teori 1. Gagasan Emansipasi Kartini Tiga gagasan yang diperjuangkan Kartini yaitu emansipasi dalam bidang pendidikan, gagasan kesamaan hak atau

Lebih terperinci

PERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D

PERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D PERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D 305 141 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam 10 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengarusutamaan Gender (PUG) 1. Kebijakan Pengarusutamaan Gender Terkait dengan Pengarusutamaan Gender (PUG), terdapat beberapa isitilah yang dapat kita temukan, antara lain

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem nilai, norma, stereotipe, dan ideologi gender telah lama dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi posisi serta hubungan antara perempuan dengan laki-laki,

Lebih terperinci

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender By : Fanny Jesica, S.ST DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI K E S P R Suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, bebas dari penyakit dan kecacatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women

Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women Stand Alone Goal Prinsip Stand Alone Goal: 1. Kesetaraan Gender 2. Hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia. 3. Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika dahulu dunia pekerjaan hanya didominasi oleh kaum laki-laki, sekarang fenomena tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 8 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Gender dan Jenis Kelamin Pada umumnya, masyarakat menganggap bahwa gender merupakan perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan sebagai refleksi

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBERDAYAAN SDM WANITA

STRATEGI PEMBERDAYAAN SDM WANITA STRATEGI PEMBERDAYAAN SDM WANITA PENGANTAR Seiak PJPT II telah digariskan bahwa wanita (selanjutnya disebut perempuan) sebagai mitra seiaiar Pria dalam pembangunan harus dikembangkan dengan tetap memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Emplek-emplek menir ketepu, wong lanang goleke kayu wong wadon sing adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki carilah kayu

Lebih terperinci

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak yang terjadi selama ini adalah

Lebih terperinci

Tim Penyusun. Pengarah. Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Provinsi Sulawesi Selatan

Tim Penyusun. Pengarah. Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Provinsi Sulawesi Selatan Tim Penyusun Pengarah Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Provinsi Sulawesi Selatan Penanggungjawab Kepala Bidang Keluarga Sejahtera Ketua Panitia Kepala Sub Bidang Penguatan Advokasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembicaraan tentang gender sudah semakin merebak. Konsep gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Kebanyakan sistem patriarki juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kaum perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia, kemampuan perempuan yang berkualitas sangat diperlukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan sistem informasinya memberikan banyak dampak positif bagi kalangan yang jeli membaca

Lebih terperinci

Konsep Dasar Gender PERTEMUAN 4 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes

Konsep Dasar Gender PERTEMUAN 4 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes Konsep Dasar Gender PERTEMUAN 4 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan mengenai Konsep Dasar Gender dalam kespro Konsep dasar gender Pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengembangan atau pemberdayaan terhadap sumber daya manusia dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengembangan atau pemberdayaan terhadap sumber daya manusia dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Masyarakat Dalam menanggulangi masalah kemiskinan perlu adanya suatu proses pengembangan atau pemberdayaan terhadap sumber daya manusia dalam menggali potensi yang

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Masyarakat dunia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

Hakekat Perencanaan. Model Perencanaan. Proses Perencanaan Program 5/24/2017. Community Development Program. Prinsip community development program

Hakekat Perencanaan. Model Perencanaan. Proses Perencanaan Program 5/24/2017. Community Development Program. Prinsip community development program Prinsip community development program Community Development Program 1. Perencanaan 2. Evaluasi dan monitoring (Minggu ke 9) Minggu ke 8 bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan sosial

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN (PPRG) DALAM PERUBAHAN IKLIM

KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN (PPRG) DALAM PERUBAHAN IKLIM KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN (PPRG) DALAM PERUBAHAN IKLIM Disampaikan Oleh: Drg. Ida Suselo Wulan, MM Deputi Bidang PUG Bidang Politik, Sosial dan Hukum Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan rejim ekonomi politik di Indonesia yang terjadi satu dasawarsa terakhir dalam beberapa hal masih menyisakan beberapa permasalahan mendasar di negeri ini.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Rike Anggun Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada rikeanggunartisa@gmail.com

Lebih terperinci

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

Gender Analysis Pathway (GAP) (Alur Kerja Analisis Gender (AKAG)

Gender Analysis Pathway (GAP) (Alur Kerja Analisis Gender (AKAG) Modul: Gender Analysis Pathway (GAP) (Alur Kerja Analisis Gender (AKAG) Oleh : Suyatno, Ir. M.Kes Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Semarang Tujuan pembelajaran: 1. Menjelaskan pengertian analisis gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia diarahkan untuk pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Termasuk dalam proses pembangunan adalah usaha masyarakat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour Fakih (2004:17) kekerasan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akses, bersifat privat dan tergantung kepada pihak lain (laki-laki). Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. akses, bersifat privat dan tergantung kepada pihak lain (laki-laki). Perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan merupakan makhluk sosial yang membutuhkan pengakuan dan penghormatan untuk memosisikan dirinya sebagai manusia yang bermartabat. Dalam pandangan politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam good governance menjamin berlangsungnya proses pembangunan yang partisipatoris dan berkesetaraan gender. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa Setiap warga Negara Republik Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan

Lebih terperinci

TEKNIK ANALISIS GENDER. Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd

TEKNIK ANALISIS GENDER. Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd TEKNIK ANALISIS GENDER Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012 MAKALAH TEKNIK ANALISIS GENDER Dr. Nahiyah Jaidi Faraz M.Pd nahiyah@uny.ac.id Pengertian Analisis

Lebih terperinci

Kiprah Perempuan Dalam Pertanian

Kiprah Perempuan Dalam Pertanian Kiprah Perempuan Dalam Pertanian Disampaikan pada siaran Kiprah Desa di RRI Pro-1 Yogyakarta 21 April 2017 Titiek Widyastuti HP 081 328 25 2005 Prodi Agroteknologi Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. Keluarga terdiri dari kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi

BAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan terhadap sesama manusia telah memiliki sumber atau alasan yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi gender. Salah satu sumber

Lebih terperinci