V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Invetarisasi Lahan Sawah di Kota Tangerang Keberadaan Kota Tangerang yang berbatasan langsung dengan Ibukota Negara Indonesia memberikan kemudahan akses terhadap berbagai sarana dan prasarana transportasi darat, laut dan udara, baik bagi masyarakat Ibukota maupun masyarakat Kota Tangerang sendiri. Keunggulan ini telah banyak dimanfaatkan oleh pelaku industri, sehingga banyak lahan pertanian yang dialihfungsikan menjadi bentuk lain (bangunan). Namun, dari luas total Kota Tangerang km 2 masih terdapat lahan sawah yang berpotensi seluas ha (Dinas Pertanian Kota Tangerang, 2008). Adapun luas wilayah dan luas lahan sawah per kecamatan di Kota Tangerang dapat dilihat pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Luas wilayah dan potensi baku lahan sawah di Kota Tangerang Potensi Lahan Sawah Kecamatan Luas Wilayah (km 2 ) Irigasi (ha) Tadah Hujan (ha) Ciledug Larangan Karang Tengah Cipondoh Pinang Tangerang Karawaci Cibodas Jatiuwung Periuk Neglasari Batuceper Benda Jumlah Sumber : Dinas Pertanian Kota Tangerang (2008)

2 Pada Tabel 9 terlihat bahwa Kecamatan Neglasari merupakan kecamatan terbesar di Kota Tangerang yang masih memiliki lahan sawah, yaitu seluas 301 ha sawah beririgasi dan 15 ha sawah tadah hujan. Kecamatan Larangan, Cibodas dan Jatiuwung sudah tidak memiliki lahan sawah. Hal ini disebabkan di ketiga kecamatan tersebut lahan pertanian yang dahulu ada telah dialihfungsikan menjadi bangunan perumahan dan kawasan perindustrian. Berdasarkan hasil wawancara informal dengan petani di Kota Tangerang diketahui bahwa sebagian besar petani di Kota Tangerang memiliki lahan sawah sudah turun temurun sejak sebelum tahun 1980-an dan sudah melakukan kegiatan budidaya padi sawah selama 20 tahun lebih, bahkan di beberapa lokasi penelitian telah melakukan kegiatan budidaya padi sawah selama 30 tahun lebih. Dalam setahun petani melakukan penanaman padi sebanyak 2 kali (padi padi bera), sedangkan petani yang memiliki sawah dengan sistem irigasi yang baik dapat melakukan penanaman padi 3 kali dalam setahun (padi padi padi). Pemupukan yang digunakan adalah pupuk urea, TSP, dan KCl. Dosis pemupukan yang digunakan umumnya dalam kisaran kg urea/ha, kg TSP/ha dan kg KCl/ha Kondisi Sifat Fisik dan Kimia Tanah Lokasi Penelitian a) Tektur Tanah Tekstur tanah menurut USDA adalah perbandingan relatif antar partikel tanah yang terdiri atas fraksi liat, debu, dan pasir (Sutanto, 2005). Tekstur tanah bersifat permanen/tidak mudah diubah dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat tanah yang lain seperti struktur, konsistensi, kelengasan tanah, permeabilitas tanah, run off, daya infiltrasi, dan lain-lain. Hasil analisis sifat fisik tanah pada lahan sawah di Kota Tangerang pada kedalaman 0-20 cm disajikan pada Tabel 10.

3 Tabel 10. Tekstur tanah pada lahan sawah di Kota Tangerang Kelurahan Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Kelas Tekstur *) Periuk Liat Sepatan Liat Neglasari Liat Batujaya Liat Karangsari Liat Pajang Liat Jurumudi Liat Pakojan Liat Kunciran Indah Liat Kunciran Lempung Liat Berdebu Pondok Bahar Liat Gondrong Liat Porisgaga Liat Ket: *) Segi tiga tekstur USDA (Soepardi, 1983) Pada Tabel 10 tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua tanah pada lahan sawah di Kota Tangerang yang berasal dari bahan induk tufa volkan intermedier dan endapan liat ini mempunyai tekstur tanah liat dengan kadar liat berkisar antara 45 72%, kadar debu 22 38% dan kadar pasir 1 17%. Namun terjadi perbedaan pada tekstur tanah pada lahan sawah di Kelurahan Kunciran yang bertekstur lempung liat berdebu dengan kadar liat 39%, kadar debu 49%, dan kadar pasir 12%. Tekstur tanah yang berkembang dari batuan beku sedimen liat dan tuf volkan intermedier memiliki kadar liat lebih tinggi dibandingkan debu dan pasir (Lia, 2004). Tekstur tanah yang berkembang dari batuan tuf volkan intermedier (daerah Subang dan Purwakarta) memiliki kadar liat 57,79-70,55%; kadar debu 20,69-32,50%; dan kadar pasir 8,75-9,71%; sedangkan tanah yang berkembang dari batuan sedimen batuliat (daerah Sukabumi, Tangerang dan Bandung) mempunyai kadar liat 36,13-56,27%; kadar debu 26,84-34,35%; dan kadar pasir 12,05-37,02% (Wasahua, 2004).

4 b) Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah yang mempengaruhi keberadaan logam berat dalam tanah anatara lain yaitu reaksi tanah (ph), kandungan bahan organik, dan kapasitas tukar kation (KTK). Pentingnya nilai ph antara lain menentukan mudah tidaknya unsurunsur hara diserap tanaman, menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun dan mempengaruhi perkembangan mikroorganisme (Hardjowigeno, 1989 dalam Napitupulu, 2008). Keberadaan logam-logam berat berkaitan erat dengan kadar bahan organik di dalam tanah (Soepardi, 1983). Adanya bahan organik tanah akan menyebabkan pengkelatan kation-kation logam. Adapun hasil analisis sifat kimia tanah pada lahan sawah di sekitar Kota Tangerang disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Sifat kimia tanah pada lahan sawah di Kota Tangerang Kelurahan ph H 2 O C-org Bahan Organik KTK (%) (%) (cmol (+) /kg) Periuk 6,0 0,93 1,60 19,67 Sepatan 6,4 0,62 1,07 25,84 Neglasari 6,3 1,92 3,31 25,56 Batujaya 6,2 0,81 1,40 22,28 Karangsari 4,7 1,38 2,38 20,76 Pajang 6,1 1,21 2,09 26,62 Jurumudi 5,9 0,99 1,71 25,06 Pakojan 5,6 0,89 1,53 15,48 Kunciran Indah 5,4 0,76 1,31 15,82 Kunciran 5,5 0,51 0,88 8,67 Pondok Bahar 4,9 1,98 3,41 19,34 Gondrong 5,6 1,40 2,41 21,19 Porisgaga 5,6 1,50 2,59 19,34 Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) yang disajikan pada Lampiran 1, hasil analisis menunjukkan bahwa tanah di Kelurahan Kunciran Indah, Kunciran, Pondok Bahar, dan Karangsari memiliki tanah yang bereaksi masam (dengan nilai ph 4,7-5,5), sedangkan tanah

5 di Kelurahan Periuk, Sepatan, Neglasari, Batujaya, Pakojan, Gondrong, Pajang, Jurumudi, dan Porisgaga memiliki tanah yang bereaksi agak masam (dengan nilai 5,6-6,4). Dengan demikian, reaksi tanah pada lahan sawah yang ada di sekitar Kota Tangerang dapat dikelompokkan ke dalam tanah yang bereaksi masam sampai agak masam. Nilai ph tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah tersebut. ph optimum untuk ketersediaan unsur hara tanah adalah sekitar 7,0 karena pada ph ini unsur hara makro tersedia secara maksimum, sedangkan unsur hara mikro tidak maksimum kecuali Mo, sehingga kemungkinan terjadinya toksisitas unsur mikro tertekan. Pada ph dibawah 6,5 dapat terjadi defisiensi P, Ca, dan Mg serta toksisitas B, Mn, Cu, Zn dan Fe, sedangkan pada ph diatas 7,5 dapat terjadi defisiensi P, B, Fe, Mn, Cu, Zn, Ca dan Mg serta keracunan B dan Mo (Hanafiah, 2005 dalam Napitupulu, 2008). Pada Tabel 11 diatas terlihat bahwa kandungan C organik tanah sawah di Kota Tangerang tergolong sangat rendah dan rendah jika dibandingkan dengan kriteria kesuburan tanah menurut Pusat Penelitian Tanah (1983). Tanah dikategorikan memiliki kandungan C organik yang sangat rendah apabila nilainya kurang dari 1,00%. Kelurahan Periuk, Sepatan, Batujaya, Pakojan, Kunciran Indah, Kunciran, dan Jurumudi memiliki kandungan C organik yang sangat rendah, yaitu berkisar antara 0,51-0,99%. Tanah dikategorikan memiliki kandungan C organik yang rendah apabila nilainya berkisar antara 1,00-2,00%. Kelurahan Neglasari, Pondok Bahar, Gondrong, Karangsari, Pajang, dan Porisgaga memiliki kandungan C organik yang rendah, yaitu berkisar antara 1,21-1,98%. Menurut Soepardi (1983) keberadaan logam-logam berat berkaitan erat dengan kadar bahan organik di dalam tanah. Adanya bahan organik tanah akan menyebabkan pengkelatan kation-kation logam. Kapasitas Tukar Kation (KTK) menunjukkan kemampuan tanah untuk menjerap dan mempertukarkan kation (Hardjowigeno, 1993). Nilai KTK tanah bervariasi menurut tipe dan jumlah koloid yang ada dalam tanah. Pada lokasi penelitian terukur nilai KTK seperti yang ditampilkan pada Tabel 11. Nilai KTK tanah pada lahan sawah di kota Tangerang berkisar antara 8,67-26,62 cmol (+) /kg.

6 Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah menurut Pusat Penelitian Tanah (1983), hasil analisis menunjukkan bahwa tanah di lokasi penelitian memiliki KTK dengan kisaran rendah sampai dengan tinggi. KTK erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi lebih mampu menyediakan unsur hara dibandingkan dengan KTK rendah Konsentrasi Total Logam Berat Cu, Zn, Pb dan Cd dalam Tanah dan Beras Logam berat adalah unsur kimia logam yang mempunyai densitas relatif tinggi dan toksik atau beracun pada konsentrasi rendah. Contoh logam berat misalnya Hg, Cd, Cr, Tl, dan Pb. Logam berat tidak dapat didegradasi atau dirusak. Logam ini masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman ataupun udara. Logam berat berbahaya karena cenderung berakumulasi dalam tubuh yang artinya konsentrasinya meningkat dalam organisme biologi menjadi lebih tinggi konsentrasinya dibandingkan lingkungannya. Oleh karena itu keberadaan logam berat dalam lahan pertanian perlu mendapat perhatian yang serius, terutama lahanlahan pertanian yang lokasinya di perkotaan dan atau dekat dengan perindustrian. Tanah sawah di lokasi penelitian mengandung logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd (Tabel 12). Kisaran kadar total logam berat Cu dalam tanah adalah 23,9-44,7 mg/kg, Zn mg/kg, Pb 12,8-90,6 mg/kg dan Cd 0,1-0,3 mg/kg. Logam berat dalam tanah dapat terserap oleh tanaman melalui akar, kemudian ditranslokasikan ke bagian lain. Beras di lokasi penelitian mengandung logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd dengan kisaran Cu 2,28-10,00 mg/kg, Zn 18,15-75,00 mg/kg, Pb 0,11-7,68 mg/kg dan Cd 0,01-0,10 mg/kg (Tabel 12).

7 Tabel 12. Konsentrasi total logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd dalam tanah dan beras Kelurahan Total Logam dalam Tanah (mg/kg) Total Logam dalam Beras (mg/kg) Cu Zn Pb Cd Cu Zn Pb Cd Periuk 39,7 109,8 22,1 0,30 10,00 75,00 0,71 0,10 Sepatan 36,2 93,4 90,6 0,19 4,00 44,00 7,68 0,01 Neglasari 39,1 66,4 14,1 0,14 5,33 26,18 0,18 0,05 Batujaya 28,9 85,3 13,5 0,10 3,49 30,05 0,11 0,03 Karangsari 30,8 83,8 14,1 0,18 3,38 27,69 0,17 0,07 Pajang 37,2 117,0 12,8 0,19 5,00 24,00 0,11 0,03 Jurumudi 37,9 116,0 17,2 0,25 4,00 27,00 0,11 0,03 Pakojan 39,6 82,1 28,0 0,23 5,49 28,14 0,43 0,04 Kunciran Indah 42,8 70,0 27,9 0,14 3,95 25,75 0,57 0,05 Kunciran 23,9 38,0 17,9 0,10 3,89 18,15 0,33 0,03 Pondok Bahar 37,6 74,2 18,6 0,19 2,28 25,33 0,35 0,02 Gondrong 37,5 72,9 18,4 0,20 3,96 24,83 0,22 0,03 Porisgaga 44,7 109,0 24,3 0,13 5,00 29,00 0,11 0,04 Batas maksimum a) a) 70 a) 100 a) 0,5 b) 10,00 b) 40,00 c) 0,3 c) 0,1 Batas maksimum d) d) d) d) Batas maksimum e) 100 e) 500 e) 150 e) Keterangan: a) Ministry of State for Population and Environmental of Indonesia and Dalhouise University, Canada (Kurnia et al., 2004) b) Keputusan Dirjen POM No /B/SK/VII/1989 c) Peraturan Kepala BPOM No HK d) Alloway (1995) e) Lacatusu (2000)

8 a. Tembaga (Cu) Konsentrasi total logam Cu dalam tanah tertinggi terdapat di kelurahan Porisgaga yaitu sebesar 44,7 mg/kg, sedangkan yang terendah pada lahan sawah di kelurahan Kunciran sebesar 23,9 mg/kg (Gambar 4). Penentuan apakah logam berat yang terukur dalam tanah telah membahayakan bagi lingkungan atau tidak, belum bisa ditentukan karena di Indonesia belum mempunyai peraturan yang mengatur mengenai konsentrasi maksimum logam berat dalam tanah yang masih diperbolehkan. Beberapa penelitian mengenai logam berat dalam tanah di Indonesia telah banyak namun masih menggunakan batas kritis dari negara lain untuk membandingkannya. Gambar 4. Konsentrasi total logam Cu dalam tanah dan beras. Batas kritis konsentrasi total logam Cu dalam tanah menurut Alloway (1995) maupun Ministry of State for Population and Environmental of Indonesia and Dalhouise University, Canada (Kurnia et al., 2004) adalah mg/kg. Batas maksimum Cu dalam tanah yang masih diperbolehkan menurut Lacatusu (2000) adalah 100 mg/kg. Berdasarkan batas kritis tersebut maka konsentrasi Cu pada lahan sawah di daerah penelitian masih dalam batas normal.

9 Tembaga digolongkan sebagai unsur hara mikro bagi tanaman. Konsentrasi Cu dalam tanah di lokasi penelitian ini masih dalam kisaran normal. Menurut Lahuddin (2007) kadar normal Cu di dalam tanah antara mg/kg, sedangkan kadar normal Cu dalam jaringan tanaman berkisar antara 5-20 mg/kg (Sitorus, 2008). Kisaran konsentrasi total logam berat dalam tanah dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor geogenik dan faktor antropogenik. Faktor geogenik meliputi jumlah dan jenis mineral-mineral penyusun dan pengiring batuan induk tanah, kejadian longsor, erosi dan sedimentasi serta deposisi dan erupsi dari gunung berapi. Faktor antropogenik meliputi pencemaran limbah padat, cair maupun gas akibat proses produksi dan limbah industri, transportasi dan domestik serta perbedaan tipe penggunaan dan pengelolaan lahan, misalnya akibat penggunaan pupuk dan pestisida. Menurut Wasahua (2004) kadar ambien Cu total pada kedalaman 0-30 cm pada tanah yang berasal dari batuan tuf volkan intermedier (daerah Subang dan Purwakarta) adalah berkisar 29,14-39,90 mg/kg, sedangkan yang berasal dari batuan sedimen batuliat (daerah Sukabumi, Tangerang dan Bandung) berkisar 23,80-73,25 mg/kg. Kadar ambien atau natural background concentration menunjukkan konsentrasi kontaminan yang secara konsisten terukur di lingkungan suatu areal atau lokasi yang belum dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang terlokalisasi. Oleh karena di Indonesia belum ada peraturan mengenai batas maksimum logam berat dalam tanah yang diperbolehkan, maka kadar ambien ini dapat digunakan sebagai rujukan untuk menentukan kejadian pencemaran yaitu bila konsentrasi suatu pencemar telah melebihi kadar ambien tersebut. Berdasarkan kadar ambien tersebut maka lahan sawah di kelurahan Kunciran Indah dan Porisgaga yang berasal dari batuan tuf volkan intermedier patut diwaspadai karena konsentrasi Cu totalnya sudah melebihi kadar ambien. Gambar 4 juga menunjukkan bahwa beras yang diproduksi di lokasi penelitian mengandung logam berat Cu. Sampel beras dari kelurahan Periuk ternyata mengandung Cu tertinggi dibandingkan di daerah lain yaitu sebesar 10 mg/kg. Batas maksimum dalam beras/tepung yang ditetapkan dalam Keputusan Dirjen POM No /B/SK/VII/1989 adalah 10 mg/kg. Oleh karena itu, beras

10 dari Kelurahan Periuk harus diwaspadai karena konsentrasi logam Cu dalam beras sama dengan batas maksimum logam Cu dalam makanan yang ditetapkan oleh Dirjen POM, sedangkan beras dari 12 kelurahan lainnya masih di bawah batas maksimum kandungan logam Cu dalam makanan yang diperbolehkan. Tingginya konsentrasi logam Cu dalam beras ini diduga berasal dari aktivitas industri di sekitar lokasi penelitian. Jenis industri yang sering menghasilkan limbah logam Cu adalah elektroplating, tekstil, sabun atau deterjen, logam atau produk logam, dan pestisida (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2000 dalam Kurnia et al., 2004). Aktivitas pertanian seperti pemberian pupuk TSP ataupun SP-36 untuk pemenuhan unsur P oleh petani juga dapat meningkatkan kadar Cu dalam tanah yang pada akhirnya dapat masuk ke dalam jaringan tanaman. Menurut Alloway (1995), pupuk P mengandung logam Cu sebesar mg/kg. Selain itu, garam Cu banyak digunakan dalam bidang pertanian, misalnya larutan Bordeaux (mengandung 1-3% CuSO 4 ) digunakan untuk membasmi jamur pada sayur dan tumbuhan buah. CuSO 4 juga sering digunakan untuk membasmi siput sebagai inang dari parasit cacing (Darmono, 1995). Hasil penelitian Kurnia et al. (2004) menemukan bahwa beras yang dihasilkan dari lahan sawah di Pati dan Bandung mengandung logam Cu. Beras yang berasal dari lahan sawah yang tercemar industri penyepuhan logam di Juwana, Pati-Jawa Tengah mengandung logam Cu sebesar 1-4 mg/kg, sedangkan yang berasal dari lahan yang tercemar industri tekstil di Rancaekek, Bandung- Jawa Barat mengandung logam Cu sebesar 2-7 mg/kg. Sutrisno dan Mulyadi (2008) menemukan bahwa gabah yang dihasilkan dari lahan sawah di sepanjang Sungai Wulan, Kudus, Jawa Tengah mengandung logam Cu sebesar 2,25-5,0 mg/kg yang disebabkan adanya limbah dari pabrik kertas. Hasil penelitian Istikasari (2004) mengungkapkan bahwa beras di daerah pengolahan emas tanpa izin, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor mengandung logam Cu 0,01-1,19 mg/kg. Tembaga digolongkan sebagai salah satu unsur mikro (kurang dari 0,005% dari berat badan) dalam sistem fisiologis manusia. Menurut WHO, Cu dibutuhkan setiap harinya sebanyak 2-5 mg (Istikasari, 2004). Pada kadar tersebut tidak

11 menimbulkan akumulasi pada tubuh manusia normal. Cu akan bersifat toksik bagi tubuh jika jumlahnya berlebihan. Defisiensi Cu dalam tubuh akan mengakibatkan malnutrisi, anemia neutropenia, gangguan otot dan saraf; sedangkan kelebihan Cu dalam tubuh mengakibatkan Wilson s disease (Darmono, 1995). b. Seng (Zn) Seperti halnya Cu, seng (Zn) juga digolongkan dalam unsur logam berat yang esensial bagi tanaman. Seng mempunyai peran penting dalam pertumbuhan tanaman. Seng secara langsung terlibat dalam sintesis hormon asam indol asetat (IAA). Defisiensi Zn dapat mengakibatkan tanaman menjadi kerdil, ukuran daun berkurang sehingga daun menjadi kecil-kecil dan membentuk roset, serta timbul klorosis antara tulang daun. Gambar 5. Konsentrasi total logam Zn dalam tanah dan beras. Pada Gambar 5 diatas terlihat bahwa tanah sawah di kelurahan Pajang memiliki kadar Zn total tertinggi yaitu sebesar 117,0 mg/kg dengan 24,00 mg/kg Zn terukur dalam beras yang dihasilkan. Menurut Wasahua (2004) kadar ambien Zn dalam tanah kedalaman 0-30 cm pada tanah bertipe batuan sedimen liat (daerah Sukabumi, Tangerang dan Bandung) berkisar 38,88-41,71 mg/kg; pada

12 tanah bertipe batuan tuf volkan intermedier (daerah Subang dan Purwakarta) berkisar 35,01-55,65 mg/kg; dan pada tanah bertipe batuan sedimen pasir (daerah Karawang) sebesar 66,03 mg/kg. Batas kritis Zn dalam tanah yang ditetapkan oleh Ministry of State for Population and Environmental of Indonesia and Dalhouise University, Canada (Kurnia et al., 2004) adalah sebesar 70 mg/kg. Dengan demikian, tanah di kelurahan Periuk, Sepatan, Batujaya, Pakojan, Kunciran Indah, Pondok Bahar, Gondrong, Karangsari, Pajang, Jurumudi, dan Porisgaga mengandung Zn di atas batas kritis. Bahkan tanah di kelurahan Neglasari (bertipe batuan endapan liat) dan Kunciran (bertipe batuan tuf volkan intermedier) dapat dikategorikan di atas kadar ambien menurut Wasahua (2004). Konsentrasi total Zn yang terukur di lokasi penelitian kemungkinan besar dipengaruhi oleh tingginya pemakaian Zn sebagai salah satu komponen bahan kimia oleh industri. Industri plastik/resin, farmasi/kosmetik, elektroplating, tekstil, keramik, sabun/deterjen, dan logam/produk logam merupakan jenis-jenis industri yang menghasilkan limbah B3 dan logam berat salah satunya Zn. Sebagaimana yang terjadi pada areal persawahan yang berada di sekitar Kawasan Industri Cikarang di Kabupaten Bekasi mengandung Zn yang sangat tinggi, yaitu 645, ,56 mg/kg (Rahmawati, 2006). Selain disebabkan oleh aktivitas perindustrian, kadar Zn dalam tanah juga dipengaruhi oleh kegiatan pertanian itu sendiri. Sumber utama polutan Zn dalam tanah adalah aktivitas pertambangan dan peleburan logam, pertanian yang menggunakan pupuk dari sisa limbah, dan pertanian dengan bahan kimia (pupuk dan pestisida). Berbagai jenis pupuk, baik pupuk inorganik maupun organik seperti pupuk P, pupuk N, pupuk kandang, kapur dan kompos mengandung berbagai logam salah satunya Zn. Pupuk P mengandung Zn sebesar mg/kg, pupuk N mengandung Zn sebesar 1-42 mg/kg, pupuk kandang mengandung Zn sebesar mg/kg, kapur mengandung Zn sebesar mg/kg, dan kompos mengandung Zn sebesar mg/kg (Alloway, 1995). Tingginya konsentrasi logam Zn total dalam tanah mempengaruhi serapan logam Zn ke dalam jaringan tanaman. Pada Gambar 5 terlihat bahwa beras di lokasi penelitian pada umumnya mengandung Zn dengan konsentrasi tertinggi pada beras dari kelurahan Periuk (75 mg/kg) dan konsentrasi Zn pada beras

13 terendah berasal dari kelurahan Kunciran (18,15 mg/kg). Tanaman mengambil unsur Zn dalam bentuk Zn ++. Tingginya serapan Zn oleh tanaman dipengaruhi oleh tingkat kelarutan Zn ++ di dalam tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan Zn dalam tanah adalah ph, bahan organik, adsorption site, aktivitas mikroba, kelembaban, iklim dan interaksi antara Zn dengan unsur makro/ mikro dalam tanah dan tanaman (Alloway, 1995). Batas maksimum Zn dalam produk beras/tepung menurut Direktorat Jenderal Pengawasan Makanan dan Obat adalah 40 mg/kg (Keputusan Dirjen POM No /B/SK/VII/1989). Dengan demikian kadar Zn dalam beras yang berasal dari kelurahan Periuk (75 mg/kg) dan Sepatan (44 mg/kg) sudah melebihi batas maksimum yang diperbolehkan, sedangkan beras dari lokasi lainnya masih di bawah ambang batas maksimum yang diperbolehkan. Seng sebagai unsur mineral mikro dibutuhkan dalam tubuh. Seng adalah mineral esensial yang ditemukan pada hampir semua sel. Seng dapat menstimulasi aktivitas 100 macam enzim dan terlibat sebagai kofaktor pada 200 jenis enzim lainnya. Seng dinyatakan sebagai mineral yang berperan untuk meningkatkan reaksi biokimia di dalam tubuh. Mineral ini mendukung kinerja sistem imun yang diperlukan dalam penyembuhan luka, membantu memelihara fungsi indra penciuman dan pengecap, serta dibutuhkan dalam sintesis DNA dan RNA. Seng juga turut mendukung pertumbuhan yang normal selama kehamilan, masa kanakkanak, dan dewasa. Angka kecukupan gizi Zn yang dianjurkan untuk anak-anak usia 9 tahun ke bawah adalah 1,3-11,2 mg/hari, pria dengan usia 10 tahun ke atas 13,4-17,4 mg/hari dan wanita di atas usia 10 tahun adalah 9,3-15,4 mg/hari (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2005). Defisiensi Zn secara nutrisional dapat menyebabkan pertumbuhan dan masa dewasa kelamin terhambat, anemia, dermatitis, gangguan liver, anoreksia, gangguan neurosensor, dan tingkah laku abnormal. Sedangkan kelebihan Zn juga dapat mengganggu metabolisme Fe dan Cu dalam tubuh (Darmono, 1995). c. Timbal (Pb) Pencemaran Pb pada tanah terbuka (permukaan tanah) pada umumnya berasal dari pembakaran bensin dari kendaraan bermotor. Timbal digunakan

14 sebagai bahan aditif pada BBM agar tidak terjadi letupan (anti knocking agent). Penggunaan dalam industri misalnya sebagai bahan bakar, pigmen dalam cat, aki mobil, kabel, pipa PVC (Lu, 1995). Gambar 6 di bawah ini memperlihatkan konsentrasi Pb pada tanah sawah dan beras di Kota Tangerang yang pada umumnya berlokasi di dekat jalan raya dan industri. Gambar 6. Konsentrasi total logam Pb dalam tanah dan beras. Konsentrasi total Pb dalam tanah tertinggi terdapat pada lahan sawah di kelurahan Sepatan yaitu 90,6 mg/kg (Gambar 6). Beras yang dihasilkan dari daerah ini pun mengandung logam Pb sebesar 7,68 mg/kg. Tingginya konsentrasi Pb tersebut diluar dugaan karena jalan akses ke lahan pertanian ini hanya jalan lokal. Namun tingginya konsentrasi Pb dalam tanah maupun gabah dapat diduga berasal dari cemaran industri yang ada di dekatnya maupun limbah rumah tangga masyarakat sekitar. Berdasarkan pengamatan pada waktu pengambilan sampel terlihat bahwa beberapa pabrik di sekitarnya mengeluarkan asap hitam dari cerobong yang diduga mengandung logam berat. Tingginya kadar Pb dalam tanah dan beras di lokasi ini perlu mendapat perhatian dan perlu adanya studi lebih lanjut mengenai sumber pencemar Pb.

15 Menurut Lia (2004) kadar ambien logam Pb total dalam permukaan tanah (0-30 cm) pada tanah bertipe batuan sedimen liat (daerah Sukabumi, Tangerang dan Bandung), tuf volkan intermedier (daerah Subang dan Purwakarta), dan sedimen pasir (daerah Karawang) berturut-turut adalah 24,6-34,47 mg/kg; 29,40-36,10 mg/kg; dan 17,82 mg/kg. Sedangkan batas kritis Pb dalam tanah yang ditetapkan oleh Ministry of State for Population and Environmental of Indonesia and Dalhouise University, Canada (Kurnia et al., 2004) adalah sebesar 100 mg/kg. Berdasarkan kriteria tersebut maka kandungan logam Pb dalam tanah pada lahan persawahan di lokasi penelitian masih di bawah batas normal. Namun demikian patut diwaspadai kandungan logam Pb dalam beras. Beras yang dihasilkan dari lokasi penelitian mengandung logam Pb dengan kisaran 0,11-7,68 mg/kg. Pemerintah Indonesia melalui Badan Pengawasan Obat dan Makanan menetapkan batas maksimum logam Pb dalam serealia dan produk serealia adalah sebesar 0,3 mg/kg (ditetapkan dalam Peraturan Kepala BPOM No HK tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan). Dengan demikian, beras yang dihasilkan dari kelurahan Periuk, Sepatan, Pakojan, Kunciran Indah, Kunciran, dan Pondok Bahar sudah di atas batas maksimum, dengan konsentrasi berturut-turut sebagai berikut 0,71 mg/kg; 7,68 mg/kg; 0,43 mg/kg; 0,57 mg/kg; 0,33 mg/kg; dan 0,35 mg/kg. Cemaran logam Pb dalam beras diduga berasal dari asap pabrik dan emisi kendaraan bermotor. Lokasi lahan sawah yang ada di kelurahan Periuk merupakan jalan utama menuju pabrik-pabrik yang ada di Kecamatan Periuk, sehingga mobilitas kendaraan yang melewati jalan ini relatif tinggi. Total industri (besar maupun kecil) di Kecamatan Periuk termasuk tiga besar di Kota Tangerang, yaitu berjumlah 70 buah (BPS Kota Tangerang, 2009). Sementara lokasi lahan sawah yang ada di kelurahan Pakojan, Kunciran Indah, Kunciran, dan Pondok Bahar berada di pinggir ruas jalan tol Jakarta-Merak. Cemaran logam Pb dalam tanah dan beras ditemukan pada lahan sawah intensifikasi di pinggir jalan raya kelas I di daerah Delanggu Jawa Tengah, dengan kisaran 6,37-17,07 mg Pb/kg dalam tanah dan 0,056-1,222 mg Pb/kg dalam beras (Subowo et al., 1998). Begitu pula hasil penelitian pada tanah pertanian di kawasan perkotaan dan industri di wilayah sub-sub-das Cileungsi

16 Tengah, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Sudadi, 2009). Pada musim kemarau September 2005 tanah pertanian di Kabupaten Bogor tersebut mengandung logam Pb 15,55-88,90 mg/kg dan pada musim hujan Februari 2006 kadar Pb yang terukur adalah 20,04-81,80 mg/kg (Sudadi, 2009). Berdasarkan hasil penelitiannya, Istikasari (2004) menyatakan bahwa hasil produksi padi di beberapa desa di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor mengandung logam Pb dalam beras. Kadar logam Pb yang terdeteksi pada beras berkisar antara 0,50-4,26 mg/kg. Masuknya logam Pb dalam beras tersebut bersumber dari limbah pengolahan emas tanpa izin di daerah tersebut. Istikasari (2004) menduga logam Pb alami yang dikandung batuan bahan baku ikut terurai saat proses amalgamasi untuk mendapatkan emas, dimana sisa Hg yang digunakan untuk mengikat bijih emas dapat melindih logam Pb sehingga logam tersebut dapat terbawa ke tanah dan pada akhirnya terserap masuk ke dalam jaringan tanaman. Timbal tersedia bagi tanaman melalui tanah dan sumber-sumber aerosol (udara). Serapan Pb oleh tanaman sangat rendah, kecuali pada tanah dengan kapasitas tukar kation, ph, kadar bahan organik dan kadar P rendah (Lepp, 1981). Serapan Pb oleh tanaman jarang pula sampai menimbulkan gejala toksisitas pada tanaman, kecuali bila kandungan Pb dalam media perakaran sangat tinggi, karena sebagian besar Pb yang diserap diakumulasikan pada akar secara cepat. Menurut Soepardi (1983), Pb sangat tidak larut dalam tanah terutama bila tanah tidak terlalu masam. Tingginya konsentrasi logam Pb dalam beras di lokasi penelitian dapat diduga bersumber dari udara yang tercemar Pb. Ketika turun hujan, partikel logam Pb dapt masuk ke dalam tanah ataupun jatuh ke permukaan daun yang kemudian ditranslokasikan ke jaringan tanaman. Emisi kendaraan bermotor berbahan bakar minyak cenderung menjadi faktor dominan terjadinya pencemaran udara. Senyawa Pb-organik seperti Pb-tetraetil dan Pb-tetrametil merupakan senyawa yang penting karena banyak digunakan sebagai zat aditif pada bahan bakar bensin dalam upaya meningkatkan angka oktan secara ekonomi. Di Indonesia sendiri masih menggunakan bensin yang mengandung Pb. Hasil pemantauan KLH pada tahun 2005 premium di Indonesia mengandung Pb 0,133 g/l, pada tahun 2006

17 menurun menjadi 0,038 g/l dan pada tahun 2007 kandungan Pb dalam premium sebesar 0,0068 g/l (BPLHD Jabar, 2009b). JECFA (Joint Expert Comitte on Food Additives of the Food and Agriculture) menetapkan jumlah maksimum asupan harian Pb yang masih dapat ditolerir adalah 0,21 mg per 60 kg berat badan (Istikasari, 2004). Beras yang mengandung Pb walaupun rendah konsentrasinya, apabila dikonsumsi terusmenerus akan membahayakan kesehatan manusia karena dapat terakumulasi dalam tubuh. Toksisitas Pb dalam tubuh dapat menghambat kerja sistem hemopoietik, sistem saraf pusat dan tepi, sistem ginjal, sistem gastro-intestinal, sistem kardiovaskuler, sistem reproduksi, dan sistem endokrin (Darmono, 1995). d. Kadmium (Cd) Secara alamiah logam Cd di dalam kerak bumi sangat kecil yaitu 0,1 mg/kg (Alloway, 1995). Tingkat Cd dalam lingkungan (tanah) tidak akan meningkat kecuali terjadi penambahan Cd akibat aktivitas manusia. Perhatian publik terhadap Cd terjadi setelah merebak kasus keracunan Cd yang menyebabkan penyakit Itai-Itai di Toyama, Jepang. Kasus toksisitas Cd dilaporkan sejak pertengahan tahun 1980-an dan kasus tersebut semakin meningkat sejalan dengan perkembangan ilmu kimia di akhir abad 20-an. Kadmium merupakan logam berat yang paling banyak menimbulkan toksisitas pada makhluk hidup sehingga perlu adanya perhatian serius mengenai tingkat cemaran Cd baik pada makanan maupun media tempat makanan tersebut di produksi. Gambar 7 menunjukkan tanah dan beras dari lahan sawah di Kota Tangerang mengandung logam Cd.

18 Gambar 7. Konsentrasi total logam Cd dalam tanah dan beras. Konsentrasi total logam Cd dalam tanah yang paling tinggi terdapat pada lahan sawah di kelurahan Periuk yaitu sebesar 0,3 mg/kg, sedangkan yang terendah terdapat di kelurahan Batujaya dan Kunciran yaitu 0,1 mg/kg. Menurut Etikha (2004) kadar ambien Cd dalam tanah (0-30 cm) dengan tipe batuan sedimen liat (daerah Sukabumi, Tangerang dan Bandung), tuf volkan intermedier (daerah Subang dan Purwakarta), dan sedimen pasir (daerah Karawang) berturutturut adalah 6,42-19,39 mg/kg, 10,5-19,7 mg/kg, dan 10,48 mg/kg. Batas kritis Cd dalam tanah yang ditetapkan oleh Ministry of State for Population and Environmental of Indonesia and Dalhouise University, Canada (Kurnia et al., 2004) adalah sebesar 0,5 mg/kg. Dengan demikian, konsentrasi Cd dalam tanah pada lahan sawah di Kota Tangerang masih di bawah batas normal. Namun demikian, keberadaan Cd dalam tanah perlu diwaspadai mengingat sifatnya yang lebih mobil dalam tanah. Kadmium cenderung lebih mobil dalam tanah sehingga lebih tersedia bagi tanaman daripada logam lainnya seperti Pb dan Cu (Alloway, 1995). Adanya logam Cd yang terukur dalam tanah di lokasi penelitian ini diduga berasal dari penggunaan pupuk SP36, TSP ataupun NPK sebagai sumber unsur P yang diperlukan tanaman. Pupuk P diketahui mengandung logam Cd. Menurut Alloway (1995) pupuk P mengandung Cd

19 sebesar 0,1-170 mg/kg; pupuk N mengandung Cd sebesar 0,05-8,5 mg/kg; pupuk kandang mengandung Cd sebesar 0,1-0,8 mg/kg; kapur mengandung Cd sebesar 0,04-0,1 mg/kg; dan pupuk kompos mengandung Cd sebesar 0, mg/kg. Setyorini et al. (2003 dalam Kurnia et al., 2004) juga mengungkapkan hal yang sama bahwa di dalam pupuk SP36 dan KCl merah ditemukan logam Cd sebesar 11 mg/kg dan 0,82 mg/kg. Andayasari (2009) juga menemukan tingginya konsentrasi Cd dalam tanah akibat penggunaan pupuk P pada lahan pertanian intensif di sentra produksi hortikultura Lembang, Jawa Barat. Rata-rata konsentrasi Cd dalam tanah pada lahan budidaya sawi putih di Lembang tersebut adalah 1,43 mg/kg (pada lahan dengan produktivitas rendah), 2,26 mg/kg (pada lahan dengan produktivitas sedang), dan 2,01 mg/kg (pada lahan dengan produktivitas tinggi). Selain penggunaan bahan agrokimia, sumber Cd dalam tanah juga berasal dari limbah kegiatan industri plastik/resin, tekstil, keramik, baterai dan aki, serta pestisida (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2000 dalam Kurnia et al., 2004). Cemaran logam Cd pada tanah pertanian ditemukan di kawasan industri Cikarang, Kabupaten Bekasi yaitu 1,42-31,7 mg/kg (Rahmawati, 2006). Sifat Cd yang lebih mobil dalam tanah menyebabkan Cd mudah tersedia dalam tanah sehingga mudah terserap oleh tanaman melalui akar yang kemudian dapat ditranslokasikan ke bagian lain (tajuk). Pada Gambar 7 terlihat bahwa tanah yang mengandung Cd menghasilkan beras yang mengandung Cd pula. Konsentrasi Cd dalam beras yang paling tinggi terdapat pada beras yang dihasilkan dari kelurahan Periuk yaitu sebesar 0,1 mg/kg, sedangkan yang terendah dari kelurahan Sepatan yaitu sebesar 0,01 mg/kg. WHO menetapkan batas maksimum cemaran Cd dalam beras adalah sebesar 0,24 mg/kg. Namun, Pemerintah Indonesia telah menetapkan batas maksimum logam Cd dalam serealia dan produk serealia adalah sebesar 0,1 mg/kg (diperkuat dalam Peraturan Kepala BPOM No HK tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan). Dengan demikian, beras dari kelurahan Periuk sudah melebihi batas maksimum cemaran Cd yang diperbolehkan dalam makanan, sedangkan yang berasal dari lokasi lainnya masih di bawah batas maksimum yang diperbolehkan.

20 Batas maksimum asupan harian logam Cd yang dapat ditolerir menurut JEFCA (Joint Expert Comitte on Food Additives of the Food and Agriculture) adalah 0,06 mg per 60 kg berat badan. Walaupun sebagian besar beras yang dihasilkan dari lokasi penelitian (Gambar 7) masih aman dikonsumsi, namun tetap perlu diperhatikan karena tingkat toksisitas Cd sangatlah tinggi, dalam konsentrasi rendah dapat menyebabkan keracunan. Slamet (1994) mengungkapkan bahwa tubuh manusia tidak memerlukan Cd dalam fungsi dan pertumbuhannya, oleh karena itu Cd sangat beracun bagi manusia. Keracunan akut akan menyebabkan gejala gasterointestinal, dan penyakit ginjal. Gejala klinis keracunan Cd sangat mirip dengan penyakit glomerulo-nephritis biasa, hanya pada fase lanjut dari keracunan Cd ditemukan pelunakan dan fraktur (patah) tulang-tulang punggung yang multipel, dikenal dengan penyakit Itai-Itai. Gejalanya adalah sakit pinggang, patah tulang, tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal, gejala seperti influenza, dan sterilitas pada lakilaki Korelasi antara Konsentrasi Total Logam Berat dalam Tanah dengan Konsentrasi Logam dalam Beras Keberadaan logam berat dalam beras dapat dipengaruhi oleh kadar logam berat dalam tanah. Pola hubungan keduanya dapat diketahui melalui analisis korelasi. Koefisien korelasi adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan linier antara dua peubah atau lebih (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Berdasarkan hasil analisis korelasi diperoleh nilai r yang rendah antara kadar total logam berat Cu, Zn dan Cd dalam tanah dengan kadar logam berat Cu, Zn, dan Cd dalam beras. Nilai korelasi Cu tanah dengan Cu beras adalah = 0,333 (P = 0,267), Zn tanah dengan Zn beras = 0,436 (P = 0,136) dan Cd tanah dengan Cd beras = 0,398 (P = 0,178). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara konsentrasi Cu dalam tanah dengan Cu dalam beras, Zn dalam tanah dengan Zn dalam beras, dan Cd dalam tanah dengan Cd dalam beras. Hasil analisis korelasi antara konsentrasi total logam berat Pb dalam tanah dengan konsentrasi logam Pb dalam beras diperoleh nilai Pearson correlation (r)

21 = 0,979 dengan peluang nyata 0,001. Nilai korelasi antara konsentrasi logam Pb dalam tanah dan konsentrasi logam Pb dalam beras bernilai positif dan tingkat hubungan linier keduanya terlihat sangat erat karena nilai korelasinya mendekati satu. Nilai peluang nyatanya sangat kecil, yaitu jauh lebih kecil dari taraf nyata (α) 0,05, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan linier yang nyata antara konsentrasi total logam berat Pb dalam tanah dengan konsentrasi logam berat Pb dalam beras. Semakin tinggi konsentrasi total logam Pb dalam tanah maka semakin tinggi pula konsentrasi logam Pb dalam beras Tingkat Kecemaran Logam Berat Suatu daerah dapat dinyatakan tercemar atau tidak tercemar dapat dilihat melalui tingkat kecemaran logam beratnya. Tingkat kecemaran logam berat ini ditentukan oleh kadar bahan organik tanah, kadar liat, dan kadar logam berat terukur dalam tanah. Menurut Lacatusu (2000) status kontaminasi/pencemaran logam berat dalam tanah diukur berdasarkan nilai indeks c/p (contamination/pollution). Istilah kontaminasi tanah merujuk pada kisaran kadar logam berat yang terukur dalam tanah yang belum atau tidak akan segera memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman atau komponen lingkungan lainnya. Sementara itu istilah pencemaran tanah merujuk pada kisaran kadar logam berat yang terukur dalam tanah yang telah menyebabkan pengaruh negatif pada beberapa atau seluruh komponen lingkungan. Tingkat kontaminasi/pencemaran logam berat Cu, Zn, Pb, dan Cd di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini.

22 Tabel 13. Tingkat kontaminasi/pencemaran (indeks c/p) logam berat di Kota Tangerang Kelurahan Indeks c/p Status Kontaminasi* ) Cu Zn Pb Cd Cu Zn Pb Cd Periuk 0,73 0,45 0,19 0,34 KB KS KR KS Sepatan 0,67 0,38 0,79 0,22 KB KS KSB KR Neglasari 0,76 0,29 0,13 0,16 KSB KS KR KR Batujaya 0,53 0,35 0,12 0,11 KB KS KR KR Karangsari 0,66 0,41 0,14 0,22 KB KS KR KR Pajang 0,68 0,48 0,11 0,21 KB KS KR KR Jurumudi 0,72 0,49 0,15 0,29 KB KS KR KS Pakojan 0,83 0,39 0,27 0,28 KSB KS KS KS Kunciran Indah 1,00 0,37 0,29 0,18 KSB KS KS KR Kunciran 0,61 0,23 0,20 0,15 KB KR KR KR Pondok Bahar 0,68 0,30 0,16 0,20 KB KS KR KR Gondrong 0,63 0,27 0,15 0,21 KB KS KR KR Porisgaga 0,85 0,47 0,22 0,15 KSB KS KR KR Ket: KSR = kontaminasi sangat ringan KR = kontaminasi ringan KS = kontaminasi sedang KB = kontaminasi berat KSB = kontaminasi sangat berat Pada Tabel 13 terlihat bahwa semua lahan sawah di lokasi penelitian hanya menunjukkan tingkat terkontaminasi, yaitu terkontaminasi Cu dengan skala berat sampai sangat berat, terkontaminasi Zn dengan skala ringan sampai sedang, terkontaminasi Pb dengan skala ringan sampai sangat berat, dan terkontaminasi Cd dengan skala ringan sampai sedang. Walaupun masih dikategorikan aman karena belum atau tidak akan segera memberikan dampak negatif bagi pertumbuhan tanaman, namun perlu adanya perhatian serius dan pemantauan kadar logam berat secara teratur, mengingat sifat logam berat yang sukar diurai oleh mikroorganisme tanah sehingga berpotensi masuk dalam tubuh manusia melalui daur rantai makanan. Keberadaan logam berat dalam tanah di lokasi penelitian diduga berasal dari batuan induk, polusi udara, dan kegiatan pertanian itu sendiri, dan bukan berasal

23 dari pencemaran air yang digunakan sebagai irigasi. Hasil pengukuran konsentrasi logam berat dalam air dan sedimen di beberapa titik saluran irigasi di Kota Tangerang tidak melebihi ambang batas yang diperbolehkan untuk pertanian yang diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Konsentrasi logam berat terukur dalam air dan sedimen di beberapa titik saluran irigasi di Kota Tangerang dapat dilihat pada tabel 14 dibawah ini. Tabel 14. Konsentrasi logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd terukur dalam air dan sedimen pada saluran irigasi di Kota Tangerang Logam Lokasi Titik Sampling Periuk Neglasari Batujaya Pondok Bahar a. Air mg/l Cu <0, Zn <0, Pb Cd <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 b. Sedimen mg/l Cu Zn Pb Cd <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 Berdasarkan PP RI No. 82 tahun 2001, mutu air untuk lahan pertanian tidak boleh mengandung logam Cu lebih dari 0,2 mg/l; Zn 2 mg/l; Pb 1 mg/l; Cd 0,01 mg/l. Konsentrasi logam berat Cu dalam air pada saluran irigasi di Kota Tangerang berkisar antara <0,025-0,055 mg/l; Zn <0,008-0,059 mg/l; Pb 0,156-0,215 mg/l; dan Cd <0,005 mg/l. Jika dibandingkan dengan baku mutu air untuk lahan pertanian seperti yang tercantum dalam PP RI No. 82 tahun 2001, maka air pada saluran irigasi tersebut masih layak digunakan untuk mengairi lahan pertanian di Kota Tangerang. Konsentrasi logam berat yang terukur pada air nilainya rendah, namun konsentrasi logam berat yang terukur pada sedimen sangat tinggi. Konsentrasi

24 logam Cu dalam sedimen berkisar antara 13,40-27,58 mg/l; Zn 31,00-62,59 mg/l; Pb 22,61-38,70 mg/l; dan Cd <0,005 mg/l. Konsentrasi logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan konsentrasi logam berat dalam air menunjukkan terjadinya akumulasi logam berat dalam sedimen. Hal ini dimungkinkan karena logam berat dalam air mengalami proses pengenceran dengan adanya pengaruh pola arus air. Rendahnya logam berat dalam air irigasi bukan berarti bahan cemaran yang masuk ke saluran irigasi mengandung logam berat yang rendah, tetapi lebih disebabkan karena kemampuan perairan tersebut untuk mengencerkan bahan cemaran yang cukup tinggi. Namun baku mutu logam berat dalam sedimen belum ditetapkan di Indonesia, padahal sebagian besar logam berat yang masuk ke badan air lebih banyak mengendap di dasar sungai (terakumulasi dalam sedimen). Walaupun konsentrasi logam berat dalam tanah di lokasi penelitian masih tergolong di bawah batas normal, namun di beberapa titik pengambilan contoh beras menunjukkan kadar logam berat dalam beras telah melebihi batas maksimum yang diperbolehkan oleh BPOM (Tabel 12). Hal ini merupakan indikasi terjadinya pencemaran logam berat, namun belum dapat dipastikan asal/sumber pencemar yang menyebabkan masuknya logam berat dalam tanah maupun beras di lokasi penelitian. Oleh karena itu perlu adanya suatu studi lanjutan untuk mengetahui sumber pencemar logam berat secara pasti, apakah berasal dari industri, transportasi, rumah tangga atau kegiatan pertanian itu sendiri Pengelolaan Lahan Pertanian Ramah Lingkungan Berdasarkan hasil analisis indeks c/p, lahan sawah di Kota Tangerang terdeteksi terkontaminasi logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd. Walaupun logam berat yang terukur dalam tanah belum atau tidak akan segera memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman atau komponen lingkungan lainnya, namun perlu adanya upaya pengendalian agar tidak terjadi pencemaran. Oleh karena itu perlu diusahakan kebijakan pengelolaan lahan pertanian yang ramah lingkungan. Pengelolaan lahan pertanian yang ramah lingkungan

25 diharapkan dapat mencegah terjadinya dampak lanjutan yang merugikan masyarakat. Sehubungan dengan adanya kandungan logam berat yang tinggi dalam tanah, maka upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah penggunaan bahan organik dan mengurangi pemakaian bahan kimia dalam teknik budidaya pertanian. Bahan organik bila ditambahkan ke dalam tanah dapat berfungsi sebagai pengkelat logam berat. Hasil penelitian Adji (2006) menunjukkan bahwa penggunaan bahan organik pada tanah sawah tercemar ternyata mampu menghambat terserapnya logam berat pada akar. Penurunan Pb secara signifikan terjadi pada penggunaan bahan organik kotoran ayam sebesar 5 ton/ha, sedangkan penurunan Cd dalam tanah secara signifikan terjadi pada penggunaan 20 ton/ha. Sudadi (2009) mengemukakan bahwa perlakuan ameliorasi dan pemupukan dengan dosis rasional 100% (dolomit 4 ton/ha, pupuk kandang sapi 30 ton/ha, N (½ urea + ½ ZA) 150 kg/ha, P 2 O 5 (SP-36) 150 kg/ha dan K 2 O (KCl) 100 kg/ha) mampu menurunkan konsentrasi fraksi aktif Cd (Cd NH4OAc-EDTA ) dari 13,35-8,77 mg/ha dan Pb tanah (Pb NH4OAc-EDTA ) dari 11,57-5,78 mg/kg secara sangat nyata. Aplikasi bahan organik akan mengubah spesiasi logam berat dalam larutan tanah dari ionik ke bentuk-bentuk terkompleks, sehingga serapan logam berat oleh akar dan perpindahannya ke bagian atas tanaman menurun. Dengan demikian, fitotoksisitas dan akumulasi logam berat ke rantai makanan yang lebih tinggi juga menurun, sehingga penggunaannya dianggap ramah lingkungan dan berkelanjutan bagi sistem produksi tanaman di atasnya. Selain mampu menurunkan ketersediaan logam berat, penggunaan bahan organik juga mampu meningkatkan hasil gabah kering. Poniman et al. (2000) dalam Adji (2006) menerangkan bahwa pemberian bahan organik 5 ton/ha pada lahan sawah irigasi dapat meningkatkan hasil gabah kering menjadi 6,27 ton/ha, sedangkan tanpa pemberian bahan organik hanya menghasilkan gabah kering 3,13 ton/ha. Penggunaan bahan organik yang lebih ramah lingkungan diharapkan dapat mengurangi pencemaran logam berat dalam tanah sehingga pertanian di daerah

26 perkotaan dan industri masih berpotensi produksi. Keberadaan pertanian di perkotaan dapat menjadi salah satu bentuk ruang terbuka hijau. Pertanian kota memiliki banyak fungsi secara ekologis, yaitu sebagai pengatur iklim mikro, memperbaiki kondisi tanah, sebagai penyimpanan air, dapat mengurangi polusi udara. Sampah-sampah organik yang berasal dari masyarakat dapat digunakan sebagai kompos untuk dipergunakan dalam pertanian kota, sehingga terjadi suatu lingkaran ekosistem yang terus berlanjut. Selain itu dengan adanya vegetasi diantara bangunan-bangunan kota dapat meningkatkan kualitas estetik kota. Dengan ekologi kota yang baik dan ditunjang dengan nilai estetik yang baik pula, diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan lingkungan perkotaan. Fungsi pertanian kota secara ekonomi, yaitu dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alamnya, pertanian kota dapat menghasilkan produksi pangan yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Dan secara sosial, dapat menjadi suatu lapangan pekerjaan bagi para pengangguran yang disebabkan oleh krisis ekonomi. Dengan berbagai manfaat tersebut diharapkan pertanian kota di Kota Tangerang dapat dipertahankan keberadaannya dan dikembangkan secara intensif namun tetap ramah lingkungan, karena pertanian kota dapat meningkatkan perekonomian kota dengan tetap menjaga keseimbangan ekosistem perkotaan. Selain itu, keberadaan pertanian kota dapat meningkatkan fungsi ekologi dan memiliki nilai estetik, sehingga dapat dijadikan salah satu usaha revitalisasi ruang terbuka hijau perkotaan.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan contoh dilakukan pada lahan sawah yang tersebar di sekitar Kota Tangerang (Gambar 3). Analisis fisika dan kimia tanah serta logam berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eva Tresnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eva Tresnawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan komoditas sayuran bernilai ekonomi yang banyak diusahakan petani setelah cabai dan bawang merah. Kentang selain digunakan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan termasuk industri tidak hanya mampu menyerap tenaga kerja, namun turut pula menyebabkan dampak negatif apabila tidak dikelola secara benar. Salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu dampak negatif akibat aktivitas manusia adalah turunnya kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu dampak negatif akibat aktivitas manusia adalah turunnya kualitas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan kadang menghasilkan dampak terhadap lingkungan. Dampak tersebut tersebut dapat berupa positif maupun negatif. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air yang cukup. Bagi manusia, kebutuhan akan air ini amat mutlak, karena

BAB I PENDAHULUAN. air yang cukup. Bagi manusia, kebutuhan akan air ini amat mutlak, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air sangat penting untuk kehidupan, karena telah sama diketahui bahwa tidak satu pun kehidupan yang ada di dunia ini dapat berlangsung terus tanpa tersedianya air

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Logam Logam Berat Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Logam Logam Berat Tanah TINJAUAN PUSTAKA Logam Logam Berat Tanah Larutan tanah mengandung berbagai zat terlarut berbentuk ion, baik kation maupun anion. Kation yang umum terdapat dalam larutan tanah ialah H +, Al 3+, Fe 3+ (dalam

Lebih terperinci

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dengan semakin meluasnya kawasan pemukiman penduduk, semakin meningkatnya produk industri rumah tangga, serta semakin berkembangnya Kawasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah memicu berbagai pertumbuhan di berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bedugul adalah pusat produksi pertanian hortikultura dataran tinggi di Bali yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri yang semakin meningkat membawa dampak positif

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri yang semakin meningkat membawa dampak positif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan industri yang semakin meningkat membawa dampak positif bagi masyarakat dengan terpenuhinya berbagai macam kebutuhan hidup dan tersedianya lapangan

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Benar adanya bahwa air telah ada di planet ini jauh sebelum kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggungpunggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah aliran sungai akan ditampung oleh punggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan pinggir jalan adalah salah satu contoh bahan yang beresiko

BAB I PENDAHULUAN. Makanan pinggir jalan adalah salah satu contoh bahan yang beresiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan pinggir jalan adalah salah satu contoh bahan yang beresiko tercemar kadmium, tembaga dan timbal.makanan dapat menimbulkan berbagai penyakit apabila salah dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi menimbulkan permasalahan bagi kelestarian lingkungan hidup. Aktivitas manusia dengan berbagai fasilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran

BAB I PENDAHULUAN. Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang termasuk dalam keluarga kubis-kubisan (Brassicaceae) yang berasal dari negeri China,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur UNSUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penambangan batubara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu penambangan dalam dan penambangan terbuka. Pemilihan metode penambangan, tergantung kepada: (1) keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan menunjukkan dampak positif terhadap kenaikan produksi padi nasional. Produksi padi nasional yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai komersial tinggi di Indonesia. Hal ini karena buah melon memiliki kandungan vitamin A dan C

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tanaman perdu dan berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. Tomat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Khairunisa Sidik,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Khairunisa Sidik,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis ekosistem yang dikemukakan dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 29 Tahun 2009 tentang Pedoman Konservasi Keanekaragaman Hayati di Daerah, dapat

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat

Lebih terperinci

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah Oleh: A. Madjid Rohim 1), A. Napoleon 1), Momon Sodik Imanuddin 1), dan Silvia Rossa 2), 1) Dosen Jurusan Tanah dan Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada

BAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah adalah tempat mengkarantinakan sampah atau menimbun sampah yang diangkut dari sumber sampah sehingga tidak mengganggu lingkungan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando,

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando, I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini beras masih merupakan pangan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando, 2007) kebutuhan beras dari tahun-ketahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dulu. Ada beberapa jenis tomat seperti tomat biasa, tomat apel, tomat keriting,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO. Yunita Miu Nim :

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO. Yunita Miu Nim : ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO Yunita Miu Nim : 811409046 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan

Lebih terperinci

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN Ubi kayu menghasilkan biomas yang tinggi sehingga unsur hara yang diserap juga tinggi. Jumlah hara yang diserap untuk setiap ton umbi adalah 4,2 6,5 kg N, 1,6 4,1 kg 0 5 dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Anda (2010) abu vulkanik mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tanah dan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Anda (2010) abu vulkanik mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tanah dan 4 TINJAUAN PUSTAKA Debu Vulkanik Gunung Sinabung Abu vulkanik merupakan bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara pada saat terjadi letusan.secara umum komposisi abu vulkanik terdiri atas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara sudah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan kendaraan bermotor (Chandra,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) atau yang sering disebut Brambang

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) atau yang sering disebut Brambang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) atau yang sering disebut Brambang dalam bahasa (Jawa) adalah nama tanaman dari familia Alliaceae. Umbi dari tanaman bawang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi (Sofyan dkk., 2007).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi (Sofyan dkk., 2007). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan Sawah Sawah adalah lahan pertanian yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya. Kebanyakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Sebagian besar bumi terdiri atas air karena luas daratan lebih kecil dibandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melebihi ambang batas normal (Widowati dkk, 2008). aktivitas manusia atau proses alam. Pencemaran terjadi karena adanya aktivitas

I. PENDAHULUAN. melebihi ambang batas normal (Widowati dkk, 2008). aktivitas manusia atau proses alam. Pencemaran terjadi karena adanya aktivitas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan industrialisasi di Indonesia menempati tempat utama dalam ekonomi Indonesia. Perkembangan industrialisasi secara tidak langsung menyumbang dampak negatif bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran adalah suatu hal yang telah lama menjadi permasalahan bagi kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan dapat menyebabkan dampak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan

tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat. Pembuangan limbah ke tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan mengakibatkan pencemaran tanah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini, sistem berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sedang digalakkan dalam sistem pertanian di Indonesia. Dengan semakin mahalnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, akan tetapi pembangunan di bidang industri ini juga memberikan. berat dalam proses produksinya (Palar, 1994).

I. PENDAHULUAN. manusia, akan tetapi pembangunan di bidang industri ini juga memberikan. berat dalam proses produksinya (Palar, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan teknologi yang berhubungan dengan pembangunan di bidang industri banyak memberikan keuntungan bagi manusia, akan tetapi pembangunan di bidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mempunyai prospek pasar yang unik dan menarik. Selama ini budidaya cabai dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas sayuran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas sayuran yang penting bagi masyarakat Indonesia. Bawang merah merupakan salah satu komoditi hortikultura yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha tersebut, maka produktivitas

Lebih terperinci

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Analisis Tanah yang digunakan dalam Penelitian Hasil analisis karakteristik tanah yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 5. Dari hasil analisis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hingga mencapai luasan 110 ribu Ha. Pengurangan itu terlihat dari perbandingan

PENDAHULUAN. hingga mencapai luasan 110 ribu Ha. Pengurangan itu terlihat dari perbandingan PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan data Biro Pusat Statistik, saat ini alih fungsi lahan di tanah air hingga mencapai luasan 110 ribu Ha. Pengurangan itu terlihat dari perbandingan luas lahan pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1 Lokasi, jenis industri dan limbah yang mungkin dihasilkan

PENDAHULUAN. Tabel 1 Lokasi, jenis industri dan limbah yang mungkin dihasilkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Batam sebagai salah satu daerah industri yang cukup strategis, membuat keberadaan industri berkembang cukup pesat. Perkembangan industri ini di dominasi oleh industri berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari aktivitas industri merupakan masalah besar yang banyak dihadapi oleh negaranegara di seluruh dunia.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pencemaran Tanah. masuk dan merubah lingkungan tanah alami (Veegha, 2008). Darmono (2001)

TINJAUAN PUSTAKA. Pencemaran Tanah. masuk dan merubah lingkungan tanah alami (Veegha, 2008). Darmono (2001) TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Tanah Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami (Veegha, 2008). Darmono (2001) menyatakan bahwa ada dua sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat Tanaman tomat diduga berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan terutama Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke Italia, Jerman dan negaranegara Eropa lainnya. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU PERTANIAN PERTEMUAN KE-8 SUMBERDAYA LAHAN

PENGANTAR ILMU PERTANIAN PERTEMUAN KE-8 SUMBERDAYA LAHAN PENGANTAR ILMU PERTANIAN PERTEMUAN KE-8 SUMBERDAYA LAHAN Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Dr. Ir. Budiarto, MP. Program Studi Agribisnis UPN Veteran Yogyakarta 1 TANAH PERTANIAN Pertanian berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42%

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42% 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas jagung (Zea mays L.) hingga kini masih sangat diminati oleh masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42% diantaranya merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci