BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia (Anonim, 2004). Bahan alam yang digunakan untuk obat banyak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia (Anonim, 2004). Bahan alam yang digunakan untuk obat banyak"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan industri obat berbasis bahan alam meningkat pesat di Indonesia (Anonim, 2004). Bahan alam yang digunakan untuk obat banyak berasal dari bahan nabati (Anonim, 1985). Bahan nabati yang terkenal di Pulau Jawa banyak berasal dari genus Zingiberaceae. Spesies penting yang dikomersialkan dari genus Zingiberaceae adalah jahe, kunyit, temulawak, dan lengkuas (Soegihardjo, 2013). Temulawak merupakan salah satu tanaman obat yang sering digunakan oleh masyarakat. Temulawak memiliki manfaat sebagai obat, bahan penyedap masakan, minuman, serta pewarna alami. Temulawak cukup mudah dibudidayakan, sehingga dapat menjadi potensi tanaman obat hasil budidaya (Afifah, 2005). Selain itu, konsumsi simplisia temulawak adalah sekitar kg/tahun dengan rata-rata kenaikan penggunaan adalah 15,15 %/tahun serta ekspor ke beberapa Negara seperti Singapura, Jerman, dan Taiwan (Syukur dan Hernani, 2001). Temulawak memiliki aktivitas farmakologi yang luas karena mengandung golongan senyawa kurkuminoid dan minyak atsiri (Afifah, 2005). Kualitas simplisia dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah proses penanganan pascapanen yang berupa sortasi basah, pencucian rimpang, perajangan rimpang, pengeringan, dan penyimpanan simplisia (Anonim, 1985). Metode pengolahan tanaman obat dapat dilakukan secara sederhana maupun 1

2 2 dengan cara yang lebih modern, misalnya pengeringan (Anonim, 1985). Pengeringan dapat dilakukan dengan panas matahari atau menggunakan oven. Pengeringan dengan panas matahari banyak dilakukan di Indonesia karena relatif murah dan mudah dikerjakan, tetapi curah hujan dan kelembaban yang tinggi menjadi kendala dalam pengeringan simplisia karena membutuhkan waktu berhari-hari untuk proses pengeringan apabila kelembaban dan curah hujan tidak menentu, sehingga memberikan kesempatan mikroorganisme tumbuh pada simplisia dan mencemari simplisia (Anonim, 1985; Syah, 2012). Mikroorganisme dapat menghasilkan metabolit toksik yang akan membahayakan kesehatan manusia. Selain itu, mikroorganisme juga memiliki kemampuan untuk mengubah metabolit sekunder dalam simplisia menjadi senyawa lain (Anonim, 1985). Sebelum memasuki proses pengeringan dengan panas matahari, simplisia dapat direndam dengan larutan desinfektan (Anonim, 1985). Desinfektan adalah senyawa yang dapat menekan pertumbuhan mikroorgansime. Desinfektan yang sering digunakan adalah etanol. Etanol dengan kadar % v/v dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme (Maat, 2009; Moore dan Payne, 2004). Oleh karena itu, penggunaan etanol sebagai bahan perendam dilakukan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme di awal proses pengeringan. Golongan senyawa kurkuminoid dan senyawa dalam minyak atsiri merupakan senyawa organik yang dapat larut di dalam etanol (Revathy dkk., 2011; Anonim, 1985). Oleh karena itu, penambahan etanol sebagai bahan

3 3 perendam diduga dapat menurunkan kadar senyawa kurkuminoid dan kadar minyak atsiri pada simplisia temulawak. Suatu parameter dibutuhkan untuk menunjukkan kualitas simplisia (Mukherjee, 2008). Parameter tersebut dapat berupa parameter spesifik dan nonspesifik. Parameter spesifik berhubungan dengan kandungan senyawa aktif simplisia, sedangkan parameter nonspesifik berhubungan dengan aspek keamanan dan stabilitas ekstrak yang dihasilkan (Anonim, 2000). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diperoleh rumusan masalah yang akan diselesaikan : 1. Apakah etanol yang ditambahkan sebagai bahan perendam mempengaruhi kandungan kurkuminoid serta minyak atsiri pada simplisia temulawak? 2. Apakah etanol yang ditambahkan sebagai bahan perendam mempengaruhi jumlah bakteri, kapang, dan khamir pada simplisia temulawak? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh etanol yang ditambahkan sebagai bahan perendam terhadap kandungan kurkuminoid serta minyak atsiri simplisia temulawak. 2. Mengetahui pengaruh etanol yang ditambahkan sebagai bahan perendam terhadap jumlah bakteri, kapang, dan khamir pada simplisia temulawak.

4 4 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi masyarakat : penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai proses pengeringan secara sederhana dengan memanfaatkan sinar matahari. 2. Bagi peneliti dan pembaca : hasil penelitian dapat memberi pengetahuan dan wawasan mengenai teknologi pascapanen tanaman obat serta pengaruhnya terhadap kandungan kimia simplisia, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. E. Tinjauan Pustaka 1. Temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb) a. Deskripsi Temulawak Klasifikasi temulawak secara taksonomi adalah sebagai berikut : Divisi Sub divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis Sinonim : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae : Zingiberales : Zingiberaceae : Curcuma : Curcuma zanthorrhiza Roxb : Curcuma xanthorrhiza Roxb (Anonim, 2009)

5 5 Temulawak dikenal sebagai salah satu tanaman yang sering digunakan dalam pengobatan tradisional di Indonesia. Simplisia temulawak memiliki ciri berupa kepingan tipis, berbentuk bundar atau jorong, ringan, keras, rapuh, garis tengah kurang lebih 6 cm, tebal 2 5 mm. Permukaan simplisia berkerut, warna coklat kekuningan hingga cokelat. Bau khas, rasa tajam agak pahit (Afifah, 2005; Anonim, 2008). b. Kandungan Kimia Temulawak Temulawak mengandung golongan senyawa kurkuminoid dan minyak atsiri (Afifah, 2005). Kandungan minyak atsiri simplisia temulawak tidak kurang dari 5,80 % v/b, serta kandungan kurkuminoid tidak kurang dari 4,0 % b/b dihitung sebagai kurkumin (Anonim, 2008). Senyawa kurkuminoid yang terkandung dalam temulawak berupa kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin (Ravindran dkk., 2007). Namun, golongan kurkuminoid yang dominan pada temulawak adalah kurkumin dan desmetoksikurkumin, sehingga kadar bisdemetoksikurkumin merupakan senyawa kurkuminoid yang jumlahnya paling kecil pada temulawak. Golongan senyawa kurkuminoid larut di dalam DMSO, etanol, dan aseton (Ravindran dkk., 2007; Schieffer, 2002). Ketiga senyawa kurkuminoid memiliki aktivitas antioksidan, antiinflamasi, antimutagenik, anti-hiv, menurunkan gula darah, serta menurunkan LDL (Abe dkk., 1999; Aggrawal dkk., 2003; Du dkk., 2006; Fan dkk., 2006).

6 6 Apabila ditinjau dari segi kimia, minyak atsiri hanya mengandung dua golongan senyawa, yaitu oleoptena dan stearoptena. Oleoptena merupakan substansi cair dari minyak atsiri dan mengandung senyawa monoterpen, sedangkan stearoptena merupakan substansi padat dan mengandung senyawa terpen teroksigenasi (Agoes, 2009). Untuk mengambil minyak atsiri dari sel dapat digunakan metode ekstraksi menggunakan pelarut organik. Pelarut organik yang digunakan dapat berupa eter minyak bumi untuk simplisia basah dan alkohol untuk simplisia kering (Agoes, 2009; Anonim, 1985). Minyak atsiri temulawak mengandung senyawa xanthorrhizol, kamfen, α-pinen, α-thujen, β-pinen, mirisen, linalool, zingiberen, isoborneol, kamfer, α-bergamoten, trans-kariofilen, γ-elemen, β-farnesen, α-longipinen, germakren d, germakren b α-curcumen, dipi-α-cedren, furanodien, β-elemen, dan germakron. Senyawa xanthorrhizol merupakan golongan senyawa seskuiterpen yang dominan dalam minyak atsiri temulawak (Sukrasno dkk., 2012; Helen dkk., 2012). Senyawa xanthorrhizol memiliki aktivitas antioksidan, antiinflamasi, sitotoksis terhadap sel kanker payudara MCF-7, antibakteri terhadap beberapa bakteri patogen dimulut, dan antikandida (Lim dkk., 2005; Cheah dkk., 2009; Hwang dkk., 2000; Rukayadi dkk., 2006). Minyak atsiri dapat terdegradasi apabila terkena panas atau cahaya matahari, sehingga minyak atsiri atau simplisia yang mengandung minyak atsiri sebaiknya disimpan di dalam wadah tertutup rapat. Kandungan

7 7 minyak atsiri pada suatu tanaman atau tumbuhan dapat dianalisis menggunakan metode destilasi Stahl (Anonim, 1985; Anonim, 2008). 2. Etanol Bahan kimia sering digunakan untuk menghilangkan mikroorganisme dari suatu bahan karena relatif tidak menyebabkan kerusakan pada bahan tersebut. Suatu agen yang disebut desinfektan atau antiseptik bersifat tidak selektif dan toksik terhadap semua jenis mikroorganisme (Ma at, 2009). Efektivitas suatu desinfektan atau antiseptik tergantung pada konsentrasi desinfektan atau antiseptik, waktu pemaparan, ph larutan, suhu lingkungan, asal mikroorganisme, dan bahan organik di lingkungan (Rusell, 2004). Salah satu desinfektan yang banyak digunakan adalah etanol. Etanol merupakan suatu senyawa golongan alkohol dengan rumus kimia C 2 H 5 OH. Etanol memiliki nama lain etil alkohol. Etanol yang ada di Indonesia adalah etanol dengan kadar 70 % v/v dikenal sebagai etanol encer dan 96% v/v (Anonim, 1995; Moore dan Payne, 2004). Etanol sering digunakan sebagai desinfektan dan antiseptik karena memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Etanol sebagai desinfektan atau antiseptik memiliki mekanisme yang beragam dalam membunuh mikroorganisme, seperti mengkoagulasikan protein lalu merusak integritas membran, melisiskan sel, dan menganggu metabolisme mikroorganisme (Ma at, 2009). Kemampuan etanol dalam mengkoagulasi protein dapat terjadi apabila etanol dicampur dengan air. Etanol akan mendenaturasi semua jenis protein yang

8 8 ada pada mikroorganisme, tetapi etanol tidak mampu merusak nukleoprotein dari mikroorganisme (Moore dan Payne, 2004; Ma at, 2009). Etanol dapat bersifat sebagai bakteriostatik apabila digunakan pada konsentrasi 10 % v/v, sedangkan sebagai bakterisidal dapat aktif pada konsentrasi 30% v/v. Etanol tidak bersifat sporosidal dan efektivitasnya bervariasi pada virus (Moore dan Payne, 2004; Ma at, 2009). Namun, efektivitas etanol dapat ditingkatkan apabila di dalam larutan terdapat asam, basa, formalin, atau surfaktan tertentu, sehingga dapat bersifat sporosidal dan lebih berefek pada virus (Ma at, 2009). Etanol juga digunakan dalam proses ekstraksi tanaman obat. Penggunaan etanol sebagai penyari dikarenakan memiliki kepolaran yang luas, sehingga dapat menyari hampir semua senyawa aktif tanaman obat. Polaritas etanol yang luas ini disebabkan nilai indeks polaritas sebesar 5.2. Etanol sangat mudah menyerap air, sehingga semakin tinggi kadar etanol semakin banyak air yang diambil oleh molekul etanol (Agoes, 2009; Snyder, 1997; Putro dan Ardhiany, 2010). 3. Pembuatan Simplisia Secara umum, pembuatan simplisia harus melewati tahap sortasi basah, pencucian, pengecilan ukuran, pengeringan, sortasi kering, serta penyimpanan (Agoes, 2009; Anonim 1985). Pada pembuatan simplisia harus dicuci terlebih dahulu dengan air mengalir untuk mengurangi jumlah mikrobia yang menempel pada tanaman obat (Anonim, 1985).

9 9 Ada beberapa simplisia yang harus dirajang terlebih dahulu sebelum dikeringkan, misalnya rimpang (Siswanto, 1997). Rimpang dapat dirajang dengan ketebalan yang bervariasi, yaitu 3 4 mm untuk kencur dan 4 6 mm untuk temulawak (Siswanto, 1997). Perajangan dapat digunakan dengan pisau, alat perajang singkong, atau perajang otomatis (Anonim, 1985). Apabila terlalu tebal, pengeringan simplisia sangat sulit. Namun, jika dirajang terlalu tipis akan menyebabkan senyawa aktif berupa minyak atsiri dapat menguap (Anonim, 1985). Pengeringan simplisia dapat dilakukan dengan cara alami maupun buatan. Suhu optimum untuk pengeringan adalah tidak lebih dari 60 o C, bahan simplisia yang mengandung senyawa tidak tahan panas dan mudah menguap dapat dikeringkan antara suhu 30 o C 45 o C. Selain suhu, kelembaban akan mempengaruhi proses pengeringan (Anonim, 1985; Syah, 2012). Pengeringan dapat dilakukan dengan cara alami atau buatan. Pengeringan alami dengan cara menjemur merupakan pengeringan yang pengerjaannya relatif mudah dan murah. Pengeringan dengan cara ini lebih baik dilakukan pada simplisia yang keras seperti kayu dan memiliki senyawa aktif yang relatif stabil (Anonim, 1985; Syah, 2012). Pengeringan alamiah sangat dipengaruhi oleh iklim, sehingga apabila dilakukan saat turun hujan atau kelembaban udara tinggi akan mengakibatkan bakteri, kapang, dan khamir dapat tumbuh subur pada simplisia sebelum waktunya kering (Anonim, 1985). Kapang yang tumbuh pada simplisia dapat menyebabkan kerusakan jaringan simplisia dan terkadang merusak senyawa aktif

10 10 pada simplisia. Namun, bahaya lain yang dapat ditimbulkan adalah munculnya metabolit toksik kapang yang tumbuh pada simplisia (Anonim, 1985). Setelah dilakukan pengeringan, dilakukan sortasi kering untuk memilih kualitas simplisia yang baik. Simplisia yang sudah disortir dapat ditempatkan dalam wadah untuk disimpan dalam jangka waktu tertentu. Wadah yang digunakan bisa berupa drum, kaleng, atau gelas (Anonim, 1985). Ada beberapa simplisia yang sudah diawetkan semenjak proses pembuatannya. Pengawetan tersebut dapat berupa pencelupan ke dalam air mendidih, direndam di dalam air kapur, pencelupan di dalam pelarut yang mudah menguap, atau dimasak dengan gula. Beberapa simplisia harus disimpan di dalam wadah berisi penjerap air dan oksigen untuk mempertahankan mutunya saat disimpan (Anonim, 1977; Anonim, 1985). 4. Kontrol Kualitas Simplisia Kontrol kualitas simplisia dilakukan sehabis pembelian dari pedagang atau pengumpul simplisia. Suatu simplisia dinyatakan bermutu apabila memenuhi syarat dari Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia, Materia Medika Indonesia, atau Farmakope Herbal Indonesia (Anonim, 1985; Anonim, 2008). Pengambilan contoh untuk keperluan kontrol kualitas simplisia dilakukan dengan uji petik, sehingga contoh tersebut mewakili keseluruhan mutu simplisia. Kontrol kualitas simplisia dapat meliputi pemeriksaan secara makroskopik, mikroskopik, maupun cara kimiawi (Anonim, 1985).

11 11 Pemeriksaan secara makroskopik merupakan analisis sederhana mutu simplisia berdasarkan morfologi dan ciri organoleptik seperti bentuk, warna, ukuran, aroma, dan rasa. Pemeriksaan secara mikroskopik merupakan analisis mutu simplisia berdasarkan sel (bentuk sel, penebalan dinding, dan sebagainya), isi sel (hablur kalsium oksalat, pati, dan sebagainya), dan jaringan khas simplisia. Untuk dapat melakukan pemeriksaan secara mikroskopik, digunakan mikroskop sebagai alat bantu. Pemeriksaan secara kimiawi merupakan analisis mutu simplisia mengenai kandungan senyawa aktif yang terkandung di dalam simplisia. Pemeriksaan secara kimiawi umumnya menggunakan metode kromatografi lapis tipis (Anonim, 1985; Sutrisno, 1986). Penentuan beberapa parameter untuk kontrol kualitas simplisia sangat menguntungkan karena memberikan gambaran mengenai karakteristik simplisia disamping pemeriksaan secara makroskopis dan mikroskopis. Kontrol kualitas menggunakan beberapa parameter dapat mengambarkan penerimaan simplisia oleh kriteria tertentu (Mukherjee, 2008). Kontrol kualitas tersebut dapat dilakukan dengan menambahkan parameter spesifik dan parameter nonspesifik dari simplisia (Anonim, 2000). Berikut adalah penjelasan mengenai parameter spesifik dan nonspesifik : a. Parameter Nonspesifik Parameter nonspesifik berhubungan dengan kemurnian simplisia, aspek keamanan, dan stabilitas ekstrak yang dihasilkan dari simplisia (Sutrisno, 1986; Anonim, 2000). Parameter ini

12 12 merupakan hal yang umum dan harus dimiliki oleh semua simplisia. Parameter tersebut berupa bahan organik asing, susut pengeringan, kadar air, kadar abu total, kadar abu larut asam, residu pestisida, cemaran logam berat, dan cemaran mikroorganisme. Pada umumnya, cemaran mikroorganisme dinyatakan dengan angka lempeng total untuk cemaran bakteri serta angka kapang dan khamir untuk cemaran fungi (Anonim, 2000; Mukherjee, 2008). b. Parameter Spesifik Parameter spesifik berhubungan dengan karakteristik dan kandungan senyawa aktif simplisia (Anonim, 2000). Parameter ini juga menunjukkan sifat fisika dan kimia dari senyawa yang terkandung di dalam simplisia. Parameter tersebut adalah identitas simplisia, organoleptik simplisia, kadar senyawa larut air, kadar senyawa larut etanol, pola kromatogram (kromatografi lapis tipis, kromatografi cair kinerja tinggi, atau kromatografi gas), serta kadar total golongan senyawa tertentu (Anonim, 2000; Mukherjee, 2008). Simplisia dapat digunakan secara langsung dalam bentuk rajangan atau diolah dalam bentuk ekstrak (Anonim, 2000). Apabila simplisia digunakan dalam secara langsung, suatu simplisia dapat digolongkan dalam bentuk rajangan. Mutu simplisia tidak hanya ditentukan berdasarkan Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia, Materia Medika

13 13 Indonesia, atau Farmakope Herbal Indonesia, tetapi juga mengacu di dalam KepMenKes No 661/1994 tentang persyaratan obat tradisional (Anonim, 1985; Anonim, 1994; Anonim, 2008). Penentuan parameter nonspesifik dan spesifik simplisia dapat dipengaruhi oleh proses pembuatan simplisia. Hal ini disebabkan karena setiap proses memegang titik kritis sebagai penentu mutu simplisia. Pada tabel I, tercantum mengenai proses pembuatan simplisia dan parameter yang terkait dengan titik kritis proses pembuatan simplisia (Pramono, 2002). Tabel I. Tahapan Pembuatan Simplisia dan Parameter Pengujian Titik Kritis Tahapan Sortasi Pencucian Pengeringan Pengepakan Tujuan Kebenaran bahan dan eliminasi bahan organik asing Eliminasi cemaran fisis, mikroorganisme, dan pestisida Mencapai kadar air yang dipersyaratkan dan/atau kurang dari 10 % Pencegahan kontaminan dan permeasi uap air Validasi Titik Kritis Pengamatan yang sesuai serta efektifitas pemilihan simplisia Pengaturan aliran air dan penambahan desinfektan Pengaturan suhu oven dan kecepatan aliran udara Mutu wadah Parameter Pengujian Makroskopis dan mikroskopis dan persentase bahan organik asing Angka lempeng total, angka kapang dan khamir, dan residu pestisida Kadar air dan kadar total golongan senyawa tertentu Angka lempeng total, angka kapang dan khamir, dan kadar air

14 14 F. Landasan Teori Temulawak merupakan salah satu tanaman dengan kandungan kurkuminoid dan minyak atsiri yang memiliki beberapa aktivitas farmakologi, sehingga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan (Afifah, 2005). Karena memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, temulawak memiliki prospek untuk dibudidayakan secara luas oleh masyarakat. Pengeringan dengan sinar matahari dapat dilaksanakan oleh masyarakat umum karena mudah dikerjakan dengan biaya yang relatif murah. Namun, pengeringan dengan sinar matahari membutuhkan waktu yang cukup lama dengan konsekuensi tumbuhnya mikroorganisme berupa bakteri, kapang, dan khamir yang dapat membahayakan kesehatan karena dapat memproduksi metabolit toksik (Afifah, 2005; Anonim, 1985). Bahan yang memiliki aktivitas antibakteri perlu digunakan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme apabila pengeringan dilakukan dengan sinar matahari. Etanol merupakan salah satu senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri, tetapi etanol dapat melarutkan senyawa kurkuminoid dan komponen minyak atsiri yang terkandung di dalam temulawak sehinga dengan adanya etanol dalam proses perendaman dapat mengurangi kandungan kurkuminoid dan minyak atsiri simplisia temulawak. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas simplisia dalam hal kandungan senyawa aktif (Anonim, 1985; Maat, 2009; Revathy dkk., 2011). Kualitas simplisia ditentukan dari titik kritis dalam proses pembuatan simplisia (Pramono, 2002). Penambahan desinfektan pada proses

15 15 perendaman merupakan salah satu titik kritis dalam proses pembuatan simplisia. Oleh karena itu, pemberian desinfektan yang sesuai dapat menghasilkan simplisia dengan cemaran bakteri, kapang, dan khamir yang rendah serta kandungan metabolit sekunder yang optimal. G. Hipotesis Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diperoleh rumusan masalah yang akan diselesaikan : 1. Penambahan etanol sebagai bahan perendam dapat menurunkan kadar kurkuminoid total, menurunkan kadar minyak atsiri simplisia temulawak, tetapi tidak mengubah profil kromatografi lapis tipis kurkuminoid dan minyak atsiri simplisia temulawak. 2. Penambahan etanol sebagai bahan perendam dapat menurunkan jumlah bakteri, kapang, dan khamir pada simplisia temulawak.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tumbuhan jenis temu-temuan asli Indonesia yang banyak digunakan sebagai obat tradisional. Temulawak mengandung senyawa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meningkatkan kesehatan. Salah satu jenis tanaman obat yang potensial, banyak

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meningkatkan kesehatan. Salah satu jenis tanaman obat yang potensial, banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu alternatif pengobatan, baik untuk pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif),

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan sumber daya alamnya, sehingga menjadi negara yang sangat potensial dalam bahan baku obat, karena

Lebih terperinci

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman akan alamnya. Keanekaragaman alam tersebut meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Negara berkembang termasuk indonesia banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahan alam yang berasal dari tumbuhan sebagai obat tradisional telah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk menangani berbagai masalah kesehatan.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iv DAFTAR LAMPIRAN... vii DFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix PENDAHULUAN... 1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA... 5 1.1. Klasifikasi Tanaman...

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati berupa ratusan jenis tanaman obat dan telah banyak dimanfaatkan dalam proses penyembuhan berbagai penyakit. Namun baru sejumlah

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: latar belakang, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, tempat dan waktu penelitian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saus Sambal Saus Sambal merupakan salah satu jenis pangan pelengkap yang sangat populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI 0129762006), saus sambal didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kegunaan utama rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah sebagai bahan baku obat, karena dapat merangsang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan

I. PENDAHULUAN. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengemasan adalah salah satu hal yang sangat penting dalam industri pangan. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan lingkungan, menjaga kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Paru-paru, jantung, pusat syaraf dan otot skelet bekerja berat dalam melakukan

I. PENDAHULUAN. Paru-paru, jantung, pusat syaraf dan otot skelet bekerja berat dalam melakukan I. PENDAHULUAN Stamina adalah kemampuan daya tahan lama organisme manusia untuk melawan kelelahan dalam batas waktu tertentu, dimana aktivitas dilakukan dengan intensitas tinggi (tempo tinggi, frekuensi

Lebih terperinci

MATA KULIAH TEKNOLOGI PASCA PANEN

MATA KULIAH TEKNOLOGI PASCA PANEN RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER MATA KULIAH TEKNOLOGI PASCA PANEN Oleh : Andayana Puspitasari, SSi., MSi., Apt. Drs. Didik Gunawan, SU, Apt Indah Purwantini, M.Si, Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Lampiran 1 Hasil Identifikasi Tumbuhan Lampiran 1 Hasil Identifikasi Tumbuhan Lampiran 2 Morfologi Tanaman dan Simplisia Rimpang dan Daun Kunyit Gambar 15. Rimpang kunyit Gambar 16. Simplisia rimpang kunyit Lampiran 2 (lanjutan) Gambar 17.

Lebih terperinci

FITOFARMAKA Re R t e n t o n W a W hy h un u i n n i g n ru r m u

FITOFARMAKA Re R t e n t o n W a W hy h un u i n n i g n ru r m u FITOFARMAKA Retno Wahyuningrum VII. STANDARDISASI EKSTRAK KETENTUAN UMUM KONSEP STANDARDISASI Difinisi Standardisasi (SSN 1998): Proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standard yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan alam banyak dimanfaatkan sebagai obat-obatan, termasuk dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan alam banyak dimanfaatkan sebagai obat-obatan, termasuk dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan-bahan alam banyak dimanfaatkan sebagai obat-obatan, termasuk dalam upaya mendukung program pelayanan kesehatan gigi. Back to nature atau kembali ke bahan alam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

MATERIA MEDIKA INDONESIA

MATERIA MEDIKA INDONESIA MATERIA MEDIKA INDONESIA MEMUAT: PERSYARATAN RESMI DAN FOTO BERWARNA SIMPLISIA YANG BANYAK DIPAKAI DALAM PERUSAHAAN OBAT TRADISIONAL. MONOGRAFI 1. SIMPLISIA YANG DIGUNAKAN SEBAGAI OBAT TRADISIONAL, MENCAKUP:

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

Penetapan Kadar Sari

Penetapan Kadar Sari I. Tujuan Percobaan 1. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut air dari simplisia. 2. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut etanol dari simplisia. II. Prinsip Percobaan Penentuan kadar sari berdasarkan

Lebih terperinci

semua masalah kesehatan dapat diatasi oleh pelayanan pengobatan modern (BPOM, 2005). Tumbuhan obat Indonesia atau yang saat ini lebih dikenal dengan

semua masalah kesehatan dapat diatasi oleh pelayanan pengobatan modern (BPOM, 2005). Tumbuhan obat Indonesia atau yang saat ini lebih dikenal dengan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman akan alamnya. Keanekaragaman alam tersebut meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Negara berkembang termasuk Indonesia banyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut

BAB I PENDAHULUAN. terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Minyak atsiri yang juga dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut mudah menguap pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

Serbuk Temulawak Sebagai Bahan Baku Minuman

Serbuk Temulawak Sebagai Bahan Baku Minuman ISBN 978-979-3541-50-1 IRWNS 2015 Serbuk Temulawak Sebagai Bahan Baku Minuman Bintang Iwhan Moehady Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Bandung, Bandung 40012 E-mail : bintang@polban.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL

EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL A. F. Ramdja, R.M. Army Aulia, Pradita Mulya Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya ABSTRAK Temulawak ( Curcuma xanthoriza

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK LAOS PUTIH (ALPINIA GALANGAS) TERHADAP BAKTERI Escericia coli DAN Salmonella sp. Lely Adel Violin Kapitan 1

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK LAOS PUTIH (ALPINIA GALANGAS) TERHADAP BAKTERI Escericia coli DAN Salmonella sp. Lely Adel Violin Kapitan 1 AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK LAOS PUTIH (ALPINIA GALANGAS) TERHADAP BAKTERI Escericia coli DAN Salmonella sp Lely Adel Violin Kapitan 1 1 Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Kupang (*Jurusan Farmasi, Telp

Lebih terperinci

MATERIA MEDIKA HERBAL

MATERIA MEDIKA HERBAL MATERIA MEDIKA HERBAL MATERIA MEDIKA HERBAL Tujuan Mampu mengenali berbagai simplisia tanaman obat, yang banyak terdapat di Indonesia, penyebaran dan manfaat, serta persyaratan-persyaratan baku serta kualitas

Lebih terperinci

xanthorrhiza Roxb atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah, 2005). Kandungan temulawak yang diduga bertanggung jawab dalam efek peningkatan

xanthorrhiza Roxb atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah, 2005). Kandungan temulawak yang diduga bertanggung jawab dalam efek peningkatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nafsu makan adalah keinginan psikologis untuk makan dan hal ini berkaitan dengan perasaan senang terhadap makanan (Insel et al, 2010). Mekanisme rasa lapar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dapat diolah menjadi berbagai macam menu dan masakan 1.Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. karena dapat diolah menjadi berbagai macam menu dan masakan 1.Selain itu, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu merupakan produk makanan olahan kedelai yangbanyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Seperti tempe, tahu juga dikenal sebagai makanan rakyat karena harganya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bandungense, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, menyatakan bahwa tanaman ini adalah Pogostemon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan yang cepat mengalami proses

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia banyak sekali ditumbuhi oleh tanaman rimpang karena Indonesia merupakan negara tropis. Rimpang-rimpang tersebut dapat digunakan sebagai pemberi cita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULAN. kandungan protein per 100 gram-nya sebanyak 73,83 kadar air, protein 19,53,

BAB 1 PENDAHULAN. kandungan protein per 100 gram-nya sebanyak 73,83 kadar air, protein 19,53, BAB 1 PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan hasil kekayaan alam Indonesia untuk dijadikan bahan pangan karena memiliki kandungan zat gizi yang tinggi seperti protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Nilai Rendemen Ekstrak Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). 2. Deskripsi Organoleptik Ekstrak Ekstrak berbentuk kental, berasa pahit, berwarna hitam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH Dian Kartikasari 1, Nurkhasanah 2, Suwijiyo Pramono 3 1 Pasca sarjana prodi Farmasi Universitas Ahmad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sus atau dalam istilahnya disebut choux pastry merupakan adonan pastry yang diproses dengan perebusan adonan. Adonan yang dihasilkan berupa adonan lembut dan mengembang.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral yang

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral yang sangat baik. Ikan juga mengandung asam lemak, terutama asam lemak omega-3 yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu ciri budaya masyarakat di negara berkembang adalah masih dominannya unsur-unsur tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan ini didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai sumber daya perkebunan yang berpotensi untuk dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah sampai dengan produk pertanian

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kondisi ini akan lebih diperparah lagi akibat penjualan. pengawetan untuk menekan pertumbuhan bakteri.

PENDAHULUAN. Kondisi ini akan lebih diperparah lagi akibat penjualan. pengawetan untuk menekan pertumbuhan bakteri. 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler merupakan bahan makanan bergizi tinggi, memiliki rasa dan aroma enak, tekstur lunak serta harga yang relatif murah dibandingkan dengan daging dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kerupuk bertekstur garing dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kerupuk bertekstur garing dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerupuk merupakan suatu jenis makanan kecil yang sudah lama dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kerupuk bertekstur garing dan dikonsumsi sebagai

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlu diadakan perlindungan tanaman terhadap hama-hama tanaman, untuk meningkatkan hasil produksi pertanian agar kebutuhan tercukupi dan produksi yang diinginkan

Lebih terperinci

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM Penanganan dan Pengelolaan Saat Panen Mengingat produk tanaman obat dapat berasal dari hasil budidaya dan dari hasil eksplorasi alam maka penanganan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati berupa ratusan jenis tanaman obat dan telah banyak dimanfaatkan dalam proses penyembuhan berbagai penyakit. Namun sampai sekarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Pengeringan adalah proses pengolahan pascapanen hasil pertanian yang paling kritis. Pengeringan sudah dikenal sejak dulu sebagai salah satu metode pengawetan bahan. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan tersebut termasuk komoditas yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan akan ketersediaan makanan yang memiliki nilai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang terkenal akan kekayaan alamnya dengan berbagai macam flora yang dapat ditemui dan tentunya memiliki beberapa manfaat, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan pangan yang memiliki kandungan zat gizi yang tinggi. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, karbohidrat, serta kadar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom, BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kulit kentang (Solanum tuberosum L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan Cipaganti,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka. B. Tempat dan waktu penelitian 1. Tempat penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Lampiran 1: Hasil identifikasi tumbuhan

Lampiran 1: Hasil identifikasi tumbuhan Lampiran 1: Hasil identifikasi tumbuhan Sampel yang digunakan adalah daun I yaitu: jenis Melaleuca leucadendra (L). L Dari Bab III halaman 21 pada identifikasi sampel Lampiran 2. Gambar pohon kayu putih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah suatu negara yang kaya akan sumber daya alam yang melimpah dan merupakan sumber penghasil berbagai jenis plasma nutfah berkualitas dunia dikarenakan

Lebih terperinci

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

UJI KADAR SISA ETANOL DAN ABU TOTAL EKSTRAK ETANOL 80 % DAUN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DAN TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn)

UJI KADAR SISA ETANOL DAN ABU TOTAL EKSTRAK ETANOL 80 % DAUN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DAN TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn) UJI KADAR SISA ETANOL DAN ABU TOTAL EKSTRAK ETANOL 80 % DAUN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DAN TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn) Khoirul Ngibad 1 ; Roihatul Muti ah, M.Kes, Apt 2 ; Elok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

Kata Kunci :Ronto, jumlah mikroba, kadar air, kadar garam

Kata Kunci :Ronto, jumlah mikroba, kadar air, kadar garam HUBUNGAN ANTARA KADAR GARAM DAN KADAR AIR TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA PADA MAKANAN TRADISIONAL RONTO DARI KOTABARU KALIMANTAN SELATAN Meiliana Sho etanto Fakultas Farmasi Meilianachen110594@gmail.com

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PEMISAHAN CAMPURAN proses pemisahan

PEMISAHAN CAMPURAN proses pemisahan PEMISAHAN CAMPURAN Dalam Kimia dan teknik kimia, proses pemisahan digunakan untuk mendapatkan dua atau lebih produk yang lebih murni dari suatu campuran senyawa kimia. Sebagian besar senyawa kimia ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tinea atau dermatofitosis adalah nama sekelompok penyakit kulit yang disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang tumbuh di lapisan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan berasal dari bahan pangan yang sudah atau tanpa mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Makanan berasal dari bahan pangan yang sudah atau tanpa mengalami BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Makanan diperlukan untuk mempertahankan kehidupan manusia. Makanan berasal dari bahan pangan yang sudah atau tanpa mengalami pengolahan. Pangan adalah semua produk

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii PENDAHULUAN... 1 BAB I. TINJAUAN PUSTAKA... 3 1.1. Tinjauan Tumbuhan...

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar yang bernilai ekonomis cukup penting ini sudah sangat dikenal luas oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dihasilkan dari buah kakao (Theobroma cacao. L) yang tumbuh di berbagai

I. PENDAHULUAN. dihasilkan dari buah kakao (Theobroma cacao. L) yang tumbuh di berbagai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Biji kakao merupakan bahan baku utama pembuatan produk cokelat, dihasilkan dari buah kakao (Theobroma cacao. L) yang tumbuh di berbagai daerah beriklim tropis. Kakao

Lebih terperinci

TANAMAN BERKHASIAT OBAT. By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt

TANAMAN BERKHASIAT OBAT. By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt TANAMAN BERKHASIAT OBAT By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt DEFENISI Tanaman obat adalah jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat (sel) tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan/

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan pangan mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh bakteri

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan pangan mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh bakteri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan pangan mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh bakteri patogen atau bakteri pembusuk. Kerusakan tersebut dapat diminimalir dengan penambahan bahan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu merupakan sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi masyarakat dan hampir setiap hari dijumpai dalam makanan sehari hari. Di Cina, tahu sudah menjadi daging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa, yaitu sekitar 40.000 jenis tumbuhan, dari jumlah tersebut sekitar 1300 diantaranya digunakan

Lebih terperinci