perilaku seks bebas, dan penyakit HIV/AIDS, kini bertambah bahwa gay juga kebanyakan adalah seorang kriminal, oleh karena itu sebagai masyarakat yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "perilaku seks bebas, dan penyakit HIV/AIDS, kini bertambah bahwa gay juga kebanyakan adalah seorang kriminal, oleh karena itu sebagai masyarakat yang"

Transkripsi

1 KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) PADA PRIA DEWASA AWAL YANG MENJADI SEORANG GAY Leo Agustin Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma ABSTRAK Setiap individu mampu menentukan pilihan hidupnya menurut apa yang dianggap sesuai dan terbaik baginya, termasuk keputusan seorang pria yang memilih menjadi gay. Gay adalah pria yang memiliki ketertarikan erotik, psikologis, emosional, dan sosial kepada pria. Risiko yang kerap ditemui oleh gay ketika berinteraksi dengan lingkungan adalah penolakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan pria dewasa awal menjadi gay, mengetahui gambaran kebahagiaan gay dewasa awal yang dilihat melalui keutamaan dan kekuatan, serta mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan adanya kebahagiaan. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam karena wawancara terebut lebih seperti percakapan sehari-hari, dan observasi non-partisipan karena peneliti tidak ikut ambil bagian dalam kehidupan subjek. Subjek dalam penelitian ini berjumlah dua orang, dengan karakteristik pria dewasa awal (22 tahun) dan yang telah menjadi gay selama minimal satu tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan pria dewasa awal menjadi seorang gay disebabkan oleh faktor lingkungan. Tingkat kebahagiaan tertinggi dialami oleh subjek pertama, lalu diikuti oleh subjek kedua. Subjek pertama bahagia karena karakteristik kekuatan menonjol pada kecerdikan dan orisinalitas, kebaikan dan kemurahan hati, apresiasi terhadap keindahan, sikap main-main dan rasa humor. Sementara itu, kekuatan yang menonjol pada subjek kedua adalah pertimbangan kritis, rajin dan tekun, serta integritas. Secara umum kedua subjek merasa bahagia menjadi gay dikarenakan memiliki penerimaan diri yang cukup tinggi, merasa memiliki kelebihan, menunjukkan optimisme yang tinggi, dan lebih terbuka terhadap orang lain. Faktor yang menyebabkan adanya kebahagiaan pada kedua subjek adalah faktor kehidupan sosial, religiusitas, dan kepribadian. Kata Kunci: Kebahagiaan (happiness), gay, pria dewasa awal PENDAHULUAN Fenomena gay di Indonesia ibarat gunung es, apa yang tampak di permukaan hanyalah sebagian kecil daripada apa yang tersembunyi di dalam. Banyak aspek yang belum terungkap dari fenomena gay. Masyarakat di Indonesia umumnya masih memandang keberadaan kaum gay sebagai sesuatu yang mengancam. Stereotype yang sebelumnya telah ada, bahwa gay identik dengan clubbing,

2 perilaku seks bebas, dan penyakit HIV/AIDS, kini bertambah bahwa gay juga kebanyakan adalah seorang kriminal, oleh karena itu sebagai masyarakat yang normal perlu menghindari kaum minoritas tersebut. Beberapa tahun ini, topik mengenai gay mulai muncul ke permukaan. Gay dapat kita jumpai di berbagai tempat, di sekolah, kampus, mall, instansi pemerintah, cafe, rumah makan, toko buku, hingga di acara televisi. Beberapa masyarakat menyimpulkan bahwa gay identik dengan profesi dunia hiburan atau entertainment dan dunia seni seperti seni peran, dunia tarik suara, dance, dan dunia mode atau fashion. Padahal di dunia kerja seperti perbankan, logistik, transportasi, dan lain-lain, individu gay juga dapat ditemukan (Hapsari, 2006). Secara budaya, masyarakat Indonesia telah mengenal dan hidup bersama dengan kaum homoseksual. Menurut Sarwono (2002), homoseksualitas di Indonesia telah ada sejak dulu, misalnya di Ponorogo, Jawa Timur, dimana banyak remaja-remaja berparas tampan menjadi pasangan seksual para warok, dan mereka disebut gemblakan. Sejalan dengan Sarwono, Handoyo (2002) mengatakan bahwa warok adalah sebutan bagi laki-laki perkasa yang sakti dan mahir dalam ilmu kanuragan (bela diri) dan kadigjayan (kekebalan). Untuk menjaga dan mempertinggi ilmu yang telah dikuasai, pantang bagi warok untuk melakukan hubungan seksual dengan perempuan. Sebagai akibatnya, pemenuhan kebutuhan biologis disalurkan kepada remajaremaja laki-laki yang berfungsi sebagai pembantu yang disebut gemblakan. Semakin banyak warok memiliki gemblakan, semakin tinggi pula status dan harga dirinya di mata masyarakat. Di Indonesia, sebenarnya kemunculan gay dimulai sekitar tahun 1920-an. Pada tahun itu, komunitas homoseksual mulai muncul di kota-kota besar Hindia Belanda. Menurut Asmani (2009) di Jakarta, pada tahun 1969 muncul organisasi gay pertama yaitu Himpunan Wadam Djakarta (HIWAD). Lalu pada tanggal 1 Maret 1982, berdiri organisasi gay terbuka pertama di Indonesia dan Asia, Lambda Indonesia, yang bertempat di Solo. Dalam waktu singkat terbentuklah organisasi di Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, dan kota-kota lain. Pada rentang waktu tahun , terbit bulletin gay di Indonesia, G: Gaya Hidup Ceria. Akibat dari munculnya organisasi Lambda Indonesia, di tahun 1992 terjadi ledakan berdirinya organisasiorganisasi gay di Jakarta, Pekanbaru, Bandung, dan Denpasar, kemudian disusul oleh Malang dan Ujungpandang pada tahun 1993 (Asmani, 2009). Kini, sudah banyak terdapat perkumpulan komunitas gay yang bertujuan untuk memberi dukungan bagi sesama kaum homoseksual. Komunitas-komunitas itu diantaranya adalah Yayasan Pelangi Kasih (YKPN), Arus Pelangi, LPA Karya Bakti, Gay Sumatra (GATRA), Abiasa-Bogor, GAYA PRIAngan-Bandung, Yayasan Gessang-Solo, Viesta- Yogyakarta, GAYa NUSANTARA-

3 Surabaya, GAYA DEWATA-Bali, Ikatan Persaudaraan Orang-orang Sehati-Jakarta, dll (Asmani, 2009). Menurut (dalam Asmani, 2009), sebuah situs jejaring sosial khusus gay, jumlah gay yang terdaftar dalam jejaring sosial tersebut di kota Jakarta saja sebanyak orang. Sedangkan hasil survey YPKN (Yayasan Pelangi Kasih Nusantara) menunjukkan ada hingga penyuka sesama jenis di Jakarta. Menurut Triawan (dlam Asmani, 2009), pengurus LSM Arus Pelangi yang merupakan sebuah yayasan yang menaungi lesbian, gay, waria, dan transgender, setidaknya ada gay serta lesbian yang hidup di Jakarta. Secara kalkulasi, penelitian yang dilakukan oleh pakar seksualitas, dr. Boyke Dian Nugraha, mencatat bahwa frekuensi kaum gay yang murni adalah satu dari 10 pria. Sedangkan Gaya Nusantara, sebuah komunitas khusus gay di Indonesia, memperkirakan dari penduduk Jawa Timur adalah gay. Oetomo (dalam Asmani, 2009) memperkirakan secara nasional jumlah gay mencapai sekitar 1% dari total penduduk Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kaum gay hidup di tengah-tengah kita, terlepas dari apakah mereka merasa diterima atau dikucilkan dari masyarakat. Siapakah yang sebenarnya yang dapat digolongkan sebagai pelaku gay atau homoseksual? Michael, (dalam Pratisthita, 2008) menetapkan tiga kriteria untuk mengidentifikasi apakah seseorang memiliki kecenderungan homoseksual atau tidak, yaitu, identifikasi diri sebagai gay atau lesbian, ketertarikan seksual terhadap orang-orang yang memiliki kesamaan gender, dan keterlibatan seksual dengan satu orang atau lebih yang memiliki kesamaan gender dengan dirinya. Chesebro (dalam Handoyo, 2002) mengemukakan bahwa istilah gay lebih menekankan pada arti sosial dari hubungan sejenis sebagaimana orang-orang homoseksual memahami interaksiinteraksi mereka. Gay adalah individu pria yang memiliki ketertarikan erotik, psikologis, emosional, dan sosial kepada individu pria yang berjenis kelamin sama dengan dirinya (homoseksual) dan tidak memiliki ketertarikan pada pasangan yang berjenis kelamin berbeda. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fransisca (2009), gay dewasa awal yang memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang baik adalah gay yang dapat menerima kekurangan dan kelebihan yang dimiliki. Penerimaan diri yang positif berdampak pada penyesuaian diri dengan baik dalam berinteraksi dalam hubungan sosial, sehingga individu mampu memenuhi kebutuhan intimacy. Terpenuhinya kebutuhan intimacy berkontribusi terhadap kesejahteraan psikologis yang dimiliki. Selain itu, pria gay dewasa awal mampu menetapkan tujuan hidup yang menunjang orientasi seksualnya dan pekerjaan yang dijalani serta menentukan bagaimana mengontrol hubungan dengan masyarakat yang menolak orientasi seksual mereka, juga menyadari konsekuensi akan tujuan hidupnya dan lebih fleksibel dalam

4 menetapkan tujuan hidupnya. Myers (dalam Tantri, 2006) menyebutkan empat karakteristik yang dimiliki oleh individu yang hidupnya bahagia, yaitu individu yang cenderung menyukai dirinya sendiri, memiliki kontrol pada hidupnya, menunjukkan optimisme yang tinggi, dan biasanya lebih terbuka terhadap orang lain. Seligman (2005) menyatakan, individu yang mendapatkan kebahagiaan sejati adalah individu yang telah dapat mengidentifikasi dan melatih kekuatan (strength) dan keutamaan (virtue) yang dimiliki sebagai karakteristik positif, serta menggunakannya pada kehidupan sehari-hari. Terdapat enam nilai keutamaan yang tergambar dalam 24 karakteristik kekuatan yang dapat membantu individu merasakan kebahagiaan atau mempertahankan tingkat kebahagiaan yang dimilikinya. Enam nilai keutamaan menurut Seligman (2005) yaitu, keutamaan berkaitan dengan kebijakan dan pengetahuan, keberanian, kemanusiaan dan cinta, keadilan, kesederhanaan, dan transendensi. Seligman (2005) menyatakan bahwa kebahagiaan merupakan konsep yang subjektif karena setiap individu memiliki tolok ukur kebahagiaan yang berbedabeda, misalnya uang, prestasi, status pernikahan, dan sebagainya. Setiap individu juga memiliki faktor yang berbeda-beda sehingga dapat mendatangkan kebahagiaan untuk diri individu tersebut. Faktor-faktor itu antara lain kehidupan sosial, usia, kesehatan, emosi positif, pendidikan, iklim, ras, jenis kelamin, serta agama atau tingkat religiusitas individu. Memasuki masa dewasa awal, individu belajar menjalani pilihan hidupnya untuk meraih kebahagiaan melalui model, pengalaman, dan pengaruh lingkungan. Menurut Papalia dan Olds (2001), masa dewasa dibagi menjadi tiga, yaitu dewasa awal (early adulthood), dewasa madya (middle adulthood), dan dewasa akhir (late adulthood). Papalia (2001) menyatakan bahwa usia dewasa awal dimulai ketika individu menginjak usia tahun. Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), kapasitas kognitif dewasa awal tergolong pada tahap operasional formal. Pada tahap operasional formal, pola berpikir sudah jauh lebih fleksibel, sehingga individu mampu melihat suatu persoalan dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Pada tahap ini, individu dewasa awal mampu memecahkan masalah yang kompleks dengan kapasitas berpikir abstrak, logis, dan rasional. Dengan pola berpikir inilah individu dewasa awal mampu menentukan identitasnya yang ingin dibentuk dari diri individu itu sendiri. Pada pria, tantangan-tantangan yang datang sangat beragam. Tentunya tantangantantangan tersebut mengharuskan pria dewasa awal untuk membuat keputusan-keputusan dimana keputusan-keputusan yang diambil akan berdampak pada kebahagiaan kehidupan mereka, termasuk keputusan menjadi seorang gay. Tobing (2003) mengatakan, di Indonesia

5 kebanyakan kehidupan gay seringkali dianggap masyarakat sebagai perilaku menyimpang, oleh karena itu masyarakat sebagai masyarakat baik-baik cenderung menolak keberadan gay. Mereka menilai gay sebagai komunitas tidak baik, sebab menyimpang dari kelaziman etis dan sosial. Gay yang mengaku kepada teman-teman heteroseksual juga tidak jarang mendapat perlakuan seperti dihindari atau dijauhi, maka terjadi kesulitan antar pribadi, menutup diri dengan cara tidak berkomunikasi antar pribadi dengan orang lain, karena tidak seorangpun yang senang ditolak. Penolakan sosial juga bisa datang dari keluarga, yaitu bila orang tua tahu anaknya seorang gay, maka kemungkinan yang akan terjadi adalah orang tua akan menentang pilihan anaknya tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti tertarik meneliti tentang keutamaan dan kekuatan yang dimiliki gay dewasa awal. Dengan keutamaan dan kekuatan yang dimiliki tersebut akan menunjukkan kebahagiaan seorang pria dewasa awal yang menjadi seorang gay. Hal tersebut merupakan fenomena yang menarik, sehingga perlu diketahui hal-hal yang melatarbelakangi kebahagiaan pada pria dewasa awal yang menjadi seorang gay. METODOLOGI PENELITIAN Sesuai dengan latar belakang masalah penelitian, maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengetahui bagaimana kebahagiaan pada pria dewasa awal yang menjadi seorang gay. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial. Peneliti menginterpretasikan bagaimana subjek memperoleh makna dari lingkungan sekeliling, dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi perilaku mereka. Penelitian dilakukan dalam latar yang alamiah (Heru Basuki, 2006). Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena peneliti ingin mendapatkan pemahaman yang mendalam (verstehen) terhadap fenomena kebahagiaan pada gay dewasa awal. Selain itu, pendekatan kualitatif sangat cocok untuk mengkonstruksi masalah sosial seperti masalah yang peneliti angkat dan setting pada pendekatan kualitatif lebih alamiah. Dalam penelitian ini, karakteristik subjek adalah dua orang pria dewasa awal yang masingmasing berusia 22 tahun dan telah mengidentifikasikan bahwa dirinya adalah seorang gay minimal satu tahun. Subjek pertama adalah seorang mahasiswa dan subjek kedua adalah seorang pegawai negeri sipil. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi. Peneliti menggunakan wawancara mendalam karena wawancara tersebut lebih seperti percakapan sehari-hari dibandingkan dengan wawancara terstruktur, untuk menggali sebuah konsep kebahagiaan pada gay dewasa awal. Dalam penelitian kualitatif peneliti harus berinteraksi dengan subjek melalui wawancara mendalam agar mengerti fenomena

6 yang diteliti (Patton, 1990). Observasi yang digunakan dalam penelitian ini digunakan teknik observasi non-partisipan karena peneliti tidak berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan orang yang diobservasi. Observasi nonpartisipan adalah dimana peneliti berada diluar subjek yang diamati dan tidak ikut dalam kegiatankegiatan yang mereka lakukan. Dengan demikian peneliti akan lebih leluasa mengamati kemunculan tingkah laku yang terjadi (Sukandarrumidi, 2004). Peneliti mengggunakan tiga alat bantu pengumpulan data, pedoman wawancara, pedoman observasi, dan alat perekam (tape recorder). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi data dengan membandingkan data hasil wawancara lebih dari satu subjek dengan significant others. Triangulasi pengamat dilakukan dengan cara bertanya kepada judgement exeprt untuk memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data. Triangulasi teori dilakukan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memenuhi syarat dan dapat menjawab pertanyaan penelitian. Triangulasi metode dilakukan dengan cara menggunakan dua metode yaitu metode wawancara dan metode observasi (Patton, dalam Poerwandari, 1998). Teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah analisis data kualitatif berdasarkan Poerwandari (2005). Pengorganisasian data dibuat setelah peneliti medapat hasil wawancara lalu diubah ke dalam bentuk verbatim. Selanjutnya, peneliti mengelompokkan data dengan membubuhkan kode pada data yang diperoleh. Pengkodean dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistematiskan data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik. Langkah berikutnya adalah analisis kasus. Analisis yang pertama dilakukan adalah analisis terhadap masing-masing kasus. Analisis dilakukan melalui hasil wawancara yang diungkap responden. Tahap kedua adalah melakukan analisis antar kasus yang tujuannya untuk mengungkap persamaan dan perbedaan antara subjek serta menyimpulkannya. Setelah hasil analisis didapat, peneliti melakukan uji asumsi. Pada tahap ini, kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kembali berdasarkan landasan teori yang dijabarkan pada bab sebelumnya. Sehingga data yang diperoleh dapat dicocokan apakah ada kesamaan antara landasan teori dengan data yang didapat. HASIL PENELITIAN Terdapat perbedaan alasan antara subjek pertama dan subjek kedua dalam memandang penyebab seorang individu menjadi gay. Subjek pertama merasakan ketertarikan kepada sesama pria sejak duduk di bangku kelas 3 SD. Perasaan tersebut berlanjut hingga ke jenjang SMP dan SMA ketika subjek pertama merasakan sensasi yang berbeda saat sahabat dekatnya dan sesama teman prianya mencium pipi dan merangkul subjek. Subjek pertama merasakan

7 kenyamanan saat jalan berdua dengan sahabat dekatnya. Sejak saat itulah perasaan subjek semakin kuat mengatakan bahwa subjek tertarik dengan pria dalam hal emosi. Subjek lalu menyimpulkan bahwa pada tahun 2009, ketika subjek sudah menjadi mahasiswa, subjek menerima dirinya sebagai gay karena terpengaruh oleh lingkungan subjek saat remaja. Pada subjek kedua, memilih menjadi seorang gay tanpa adanya suatu pengaruh dari lingkungan ataupun mengalami kekerasan seksual yang menyebabkan trauma. Perasaan menyukai pria datang secara tibatiba. Subjek kedua mengaku bahwa sejak duduk di bangku kelas 1 SMA sudah merasakan ketertarikan terhadap sesama pria, namun baru pada tahun 2005 subjek bersedia menerima dirinya menjadi seorang gay. Berdasarkan pernyataan subjek pertama dan subjek kedua pada saat wawancara, maka dapat diketahui bahwa kebahagiaan menjadi seorang gay yang dimiliki subjek pertama dan kedua cukup baik. Dari enam keutamaan (virtue) dan 24 kekuatan (strength), kedua subjek memiliki semua keutamaan dengan keunikan kekuatan khas masing-masing. Kedua subjek setidaknya memiliki sembilan kekuatan yang sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Peterson dan Seligman (2004), bahwa untuk menghayati keutamaan, tidak harus seluruh kekuatan tampil pada individu. Cukup dengan dua kekuatan atau lebih, seseorang sudah mampu menghayati keutamaan yang dimilikinya. Kekuatan yang samasama dimiliki oleh kedua subjek antara lain, ketertarikan kepada dunia, kepahlawanan dan ketegaran, bermasyarakat, pengendalian diri, kerendahan hati dan kebersahajaan, sikap pemaaf, bersyukur, harapan, serta spiritualitas atau keyakinan. Selain kesembilan kekuatan tersebut, subjek pertama memiliki kekuatan khas yang menonjol, yaitu kecerdikan atau orisinalitas. Subjek pertama cenderung senang menciptakan ide-ide baru, yaitu menyukai memadu padankan pakaian dan asesoris yang akan dikenakan dengan berbagai gaya. Selain itu, orang lain akan melihat subjek selalu gembira dan ceria setiap saat meskipun dalam keadaan sedang bersedih. Berikutnya, kekuatan yang dimiliki subjek pertama adalah kebaikan dan kemurahan hati. Subjek pertama termasuk orang yang peka dan suka memberi bantuan baik dorongan moril maupun materil kepada temannya yang membutuhkan. Subjek sangat menyukai seni dan bangga akan keahlian bernyanyi, menggambar, dan bermain angklung. Yang terakhir adalah, sikap main-main dan rasa humor. Banyak teman-teman subjek yang senang berada di dekat subjek dikarenakan subjek mampu menciptakan suasana ceria dan membuat orang lain tertawa. Kekuatan-kekuatan khas subjek tersebut dapat dikaitkan dengan pendapat Bastaman (2008) yang mengatakan bahwa, hidup bahagia adalah kehidupan yang menyenangkan, penuh semangat, dan gairah hidup, serta jauh dari perasaan hampa dan cemas.

8 Sementara itu, pada subjek kedua terdapat tiga kekuatan yang khas, yaitu pertimbangan atau pemikiran kritis, rajin dan tekun, serta integritas atau ketulusan. Subjek kedua sangat berhati-hati dalam memilih dua pilihan. Subjek adalah orang yang rajin, terutama dalam urusan akademik. Ketika subjek berkuliah, IPK subjek termasuk tinggi di angkatannya. Subjek juga tipe orang yang menyukai keterusterangan, bila subjek tidak suka maka subjek akan mengatakannya. Subjek berusaha mengerjakan sesuatu dengan setulus hati. Hal ini sesuai dengan pendapat Bastaman (2008) yang mengatakan bahwa individu-individu yang bahagia memiliki kepribadian yang sehat, antara lain ditandai oleh tubuh yang sehat, otak cemerlang, akhlak luhur, sikap tegas, perasaan lembut, keyakinan yang mantap, dan luwes dalam pergaulan Menurut Seligman (2005), emosi positif yang dirasakan individu dapat membantu individu tersebut untuk memaknai hidupnya. Emosi positif dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu emosi positif pada masa lalu, emosi positif pada saat ini,dan emosi positif pada masa depan. Kedua subjek telah mampu memahami ketiga emosi positif tersebut dan berusaha menerapkan dalam kehidupan sehari-harinya. Masing-masing subjek mampu menceritakan pengalaman mereka ketika mereka sadar bahwa mereka tertarik pada sesama pria, dan mampu mengubah konflik yang dialaminya menjadi penerimaan diri untuk menjalani kehidupan sebagai seorang gay pada saat ini. Berdasarkan pernyataan kedua subjek, maka dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kebahagiaan subjek seperti itu antara lain karena faktor kehidupan sosial, faktor religiusitas, dan faktor kepribadian. Pada faktor kehidupan sosial, subjek pertama lebih merasa bahagia karena memiliki lingkungan pergaulan yang luas, komunitas gay, terlibat dalam hubungan romantis dengan kekasihnya, dan terbuka kepada sahabatnya. Subjek kedua memiliki sahabat perempuan yang mengerti akan kondisi subjek dan subjek merasa lebih terbuka dengan pergaulan ketika subjek telah menceritakan orientasi seksualnya kepada sahabatnya. Kedua subjek juga menyukai diri mereka sendiri. Keduaya mampu menerima kekurangan dan kelebihan dalam diri masing-masing serta mengatakan bahwa menjadi diri sendiri adalah hal yang menyenangkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Myers (dalam Tantri, 2006), bahwa individu yang bahagia cenderung menyukai dirinya sendiri. Jadi, pada umumnya individu yang bahagia adalah individu yang merasa memiliki kontrol pada hidupnya. Individu tersebut merasa memiliki kekuatan atau kelebihan sehingga biasanya individu tersebut. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua subjek menjadi seorang gay disebabkan oleh faktor lingkungan. Tingkat kebahagiaan tertinggi

9 dialami oleh subjek pertama, lalu diikuti oleh subjek kedua. Subjek pertama bahagia karena karakteristik kekuatan menonjol pada kecerdikan dan orisinalitas, kebaikan dan kemurahan hati, apresiasi terhadap keindahan, sikap main-main dan rasa humor. Sementara itu, kekuatan yang menonjol pada subjek kedua adalah pertimbangan kritis, rajin dan tekun, serta integritas. Secara umum kedua SARAN 1. Untuk kedua subjek, diharapkan mampu memperjuangkan harapannya kembali menjadi pria heteroseksual, dengan cara mengurangi secara bertahap kontak dengan gay-gay lain, keluar dari komunitas gay, dan mencoba menjalin hubungan percintaan dengan lawan jenis. 2. Untuk orang tua, sebaiknya lebih memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seseorang menjadi gay, seperti lingkungan pergaulan subjek serta memberikan pendidikan seks sejak remaja. Orang tua juga diharapkan mampu memberikan penjelasan tentang risikorisiko bila seseorang menjadi gay. 3. Untuk peneliti yang ingin mengembangkan penelitian ini, diharapkan lebih memahami konsep kebahagiaan, yaitu tiga emosi positif serta karakteristik positif dengan banyak membaca literatur tentang subjek merasa bahagia menjadi gay dikarenakan memiliki penerimaan diri yang cukup tinggi, merasa memiliki kelebihan, menunjukkan optimisme yang tinggi, dan lebih terbuka terhadap orang lain. Faktor yang menyebabkan adanya kebahagiaan pada kedua subjek adalah faktor kehidupan sosial, religiusitas, dan kepribadian. psikologi positif, agar dapat menggali lebih dalam gambaran kebahagiaan dan faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pada pria yang menjadi seorang gay. DAFTAR PUSTAKA (1) Asmani, J. M. (2009). Awas! Bahaya homoseks mengintai anak-anak kita. Jakarta: Pustaka Al Mawardi. (2) Bastaman, H. D. (2008). Kebahagiaan dambaan psikologi dan tasawuf. Depok: Fordiba. (3) Basuki, H. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusian dan budaya. Jakarta : Universitas Gunadarma. (4) Handoyo, A. H. (2002). Aktivitas komunikasi dan pembentukan realitas sosial: suatu telaah tentang aktivitas komunikasi kelompok gay dalam mengonstruksikan realitas sosial homoseksualitas. Disertasi (tidak diterbitkan). Jakarta :

10 Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. (5) Hapsari, T. P. (2006). Faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan pembelian produk pada komunitas gay di Jakarta. Tesis (tidak diterbitkan). Jakarta: Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. (6) Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2001). Human development eight edition. New York: McGraw- Hill. (7) Patton, M. Q. (1990). Qualitative evaluation and research methods 2 nd edition. New York : SAGE Publications Inc. (8) Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Depok : Lembaga Pengembangan Sarana dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. (9) Pratisthita, N. L. (2008). Attachment styles pada gay dewasa muda. Skripsi (tidak diterbitkan). Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. (10) Santrock, J. W. (2001). Adolescence 8th edition. Boston: McGraw-Hill. (11) Sarwono, S. W. (2002). Psikologi remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. (12) Seligman, M. E. P. (2005). Authentic happiness: Menciptakan kebahagiaan dengan psikologi positif. Alih Bahasa: Eva Yulia Nukman. Bandung: PT. Mizan Pustaka. (13) Sukandarrumidi. (2004). Metodologi penelitian petunjuk praktis untuk peneliti pemula. Yogyakarta : Gadjah Mada Yogyakarta Press. (14) Tantri, R. A. (2006). Gambaran kebahagiaan dan identifikasi kekuatan dan keutamaan dalam kehidupan musisi. Skripsi (tidak diterbitkan). Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. (15) Tobing, E. B. U. (2003). Eskalasi hubungan pasangan homoseksual (tahapan perkembangan komunikasi antar pribadi gay timur dan barat). Tesis (tidak diterbitkan). Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orientasi seksual sesama jenis atau biasa disebut homoseksual, tentu saja bukan merupakan suatu fenomena yang baru. Hal ini telah lama ada di setiap budaya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya memiliki pola pikir yang dikotomis, seperti hitam-putih, kayamiskin,

BAB I PENDAHULUAN. umumnya memiliki pola pikir yang dikotomis, seperti hitam-putih, kayamiskin, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejatinya jalan hidup setiap manusia berbeda-beda termasuk dalam hal orientasi seksualnya. Secara ekstrim, sebagian besar masyarakat pada umumnya memiliki pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tahap perkembangan tersebut adalah masa dewasa awal. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tahap perkembangan tersebut adalah masa dewasa awal. Menurut Hurlock 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam kehidupannya pasti menjalani tahapan perkembangan, salah satu tahap perkembangan tersebut adalah masa dewasa awal. Menurut Hurlock (1996)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjenis kelamin wanita disebut lesbian, dan homoseksual yang berjenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. berjenis kelamin wanita disebut lesbian, dan homoseksual yang berjenis kelamin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual dan romantik terhadap orang yang memiliki jenis kelamin yang sama. Homoseksual yang berjenis

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Fenomena perempuan bercadar merupakan sebuah realitas sosial yang terjadi di tengah masyarakat kita. Fenomena yang terjadi secara alamiah dalam setting dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog Jerman Karoly Maria Benkert. Walaupun istilah ini tergolong baru tetapi diskusi tentang seksualitas

Lebih terperinci

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang melibatkan berbagai perubahan, baik dalam hal fisik, kognitif, psikologis, spiritual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena gay dan lesbi nampaknya sudah tidak asing lagi di masyarakat luas. Hal yang pada awalnya tabu untuk dibicarakan, kini menjadi seolah-olah bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini, kita dituntut untuk menjalani aktifitas hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini, kita dituntut untuk menjalani aktifitas hidup yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, kita dituntut untuk menjalani aktifitas hidup yang normal. Hal ini dilakukan, agar kita dapat diterima dalam masyarakat disekitar. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual kepada sesama jenisnya, disebut gay bila laki-laki dan lesbian bila

BAB I PENDAHULUAN. seksual kepada sesama jenisnya, disebut gay bila laki-laki dan lesbian bila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia orientasi seksual yang umum dan diakui oleh masyarakat kebanyakan adalah heteroseksual. Namun tidak dapat dipungkiri ada sebagian kecil dari masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi dan bersosialisasi. Karena manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Tinjauan tentang Orientasi Seksual a. Pengertian Orientasi Seksual Setiap individu memiliki suatu ketertarikan, baik secara fisik maupun emosional

Lebih terperinci

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah

Lebih terperinci

LAMPIRAN I KATA PENGANTAR

LAMPIRAN I KATA PENGANTAR LAMPIRAN I KATA PENGANTAR Dengan hormat, Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi. Saat ini saya sedang melakukan penelitian mengenai hubungan antara kemandirian dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seksualitas merupakan salah satu topik yang bersifat sensitif dan kompleks. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial.

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penerimaan masyarakat terhadap kelompok berorientasi homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial. Mayoritas masyarakat menganggap homoseksual

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa keseluruhan subyek yang sedang dalam rentang usia dewasa awal mengalami tahapan pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang tabu bagi beberapa orang. seksualitas mereka. Kemunculan mereka bukannya datang tiba-tiba.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang tabu bagi beberapa orang. seksualitas mereka. Kemunculan mereka bukannya datang tiba-tiba. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dewasa ini, fenomena homoseksualitas semakin marak. Bukan hanya di luar negeri, tetapi fenomena ini juga berlaku di Indonesia. Baik itu lesbian ataupun gay. Baik

Lebih terperinci

tersisih ", mengandung pengertian bahwa kaum gay pada akhirnya tetap

tersisih , mengandung pengertian bahwa kaum gay pada akhirnya tetap BABI PENDAHUL UAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya, masyarakat di Indonesia mengenal adanya 3 Jems orientasi seksual. Ketiga orientasi tersebut adalah heteroseksual, homoseksual dan biseksual.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

Peran Homeschooling Terhadap Motivasi Belajar Pada Remaja. Wita Hardiyanti. Dona Eka Putri, Psi, MPsi. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

Peran Homeschooling Terhadap Motivasi Belajar Pada Remaja. Wita Hardiyanti. Dona Eka Putri, Psi, MPsi. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Peran Homeschooling Terhadap Motivasi Belajar Pada Remaja Wita Hardiyanti Dona Eka Putri, Psi, MPsi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Moleong (2007) mengemukakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Penelitian Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dari ketiga subyek, mereka memiliki persamaan dan perbedaan dalam setiap aspek yang diteliti. Khususnya dalam penelitian mengenai

Lebih terperinci

COPING KAUM GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL MASYARAKAT DI YOGYAKARTA

COPING KAUM GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL MASYARAKAT DI YOGYAKARTA COPING KAUM GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL MASYARAKAT DI YOGYAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Psikologi Diajukan oleh : ANDRI SUCI LESTARININGRUM F 100

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan mengenai kesejahteraan subjektif pria dengan orientasi seksual sejenis, didapatkan kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Iskandar (2009), penelitian kualitatif digunakan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Iskandar (2009), penelitian kualitatif digunakan untuk 51 BAB III METODE PENELITIAN A. Penelitian Kualitatif Menurut Iskandar (2009), penelitian kualitatif digunakan untuk mengetahui makna yang tersembunyi, memahami interaksi sosial, mengembangkan teori, memastikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

Kecerdasan Emosi Pada Pemain Biola Remaja Putra. Disusun Oleh : NPM : Jurusan : Psikologi

Kecerdasan Emosi Pada Pemain Biola Remaja Putra. Disusun Oleh : NPM : Jurusan : Psikologi Kecerdasan Emosi Pada Pemain Biola Remaja Putra ( Studikasus di Purwacaraka, Cibubur b ) Disusun Oleh : Nama : Bagus aditya Reinovandy Pratama NPM : 1 0 5 0 7 3 1 8 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Warda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial sekaligus menarik untuk didiskusikan. Di Indonesia sendiri, homoseksualitas sudah meranah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena kaum waria merupakan suatu paparan nyata yang tidak dapat ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang mengetahui seluk-beluk kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa kasih sayang, rasa aman, dihargai, diakui, dan sebagainya.memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa kasih sayang, rasa aman, dihargai, diakui, dan sebagainya.memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan manusia lain dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, baik itu kebutuhan biologis seperti makan dan minum maupun kebutuhan psikologis, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Homoseksualitas merupakan rasa tertarik pada orang-orang berjenis kelamin sama baik secara perasaan ataupun secara erotik, dengan atau tanpa hubungan fisik. Disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan komunitas homoseksual ini sebenarnya telah diakui oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan komunitas homoseksual ini sebenarnya telah diakui oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan komunitas homoseksual ini sebenarnya telah diakui oleh Indonesia, antara lain dengan adanya Peraturan Menteri Sosial No.8 / 2012 yang memasukan kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masih belum kita lupakan kasus yang menimpa Very Idham. Henyansyah, atau dikenal dengan panggilan Ryan dimana Ryan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Masih belum kita lupakan kasus yang menimpa Very Idham. Henyansyah, atau dikenal dengan panggilan Ryan dimana Ryan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masih belum kita lupakan kasus yang menimpa Very Idham Henyansyah, atau dikenal dengan panggilan Ryan dimana Ryan adalah seorang tersangka pembunuhan berantai di Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan lingkungannya agar mampu bertahan dalam berbagai aspek kehidupan. Individu dituntut mampu menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi

I. PENDAHULUAN. Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi sesama manusia. Manusia membutuhkan manusia lainnya sebagai pemenuhan kebutuhan lahir

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan identity formation pada gay.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan identity formation pada gay. 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan identity formation pada gay. Dengan tujuan penelitian ini peneliti akan menggunakan metode penelitan kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual, romantik, dan afektif terhadap orang yang memiliki jenis kelamin sama dengan mereka (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki atau perempuan. Secara biologis manusia dengan mudah dibedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal dan keberadaannya disadari sebagai sebuah realita di dalam masyarakat dan menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan studi kasus. Menurut Sugiyono (2012), metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan studi kasus. Menurut Sugiyono (2012), metode penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Menurut Sugiyono (2012), metode penelitian kualitatif

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu : 5.1.1. Indikator Identitas Diri Menurut subjek SN dan GD memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan maka. kesimpulan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan maka. kesimpulan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut : BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan maka kesimpulan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut : Pembentukan orientasi seksual gay di Manado tidak dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini masyarakat mulai menyadari akan adanya keberadaan kaum gay disekitar mereka. Data yang dilansir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 47 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tipe Penelitian Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit

BAB I PENDAHULUAN. ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak ada seorangpun yang dapat memilih oleh siapa dan menjadi apa ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit terang

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian ini. Selanjutnya juga akan dipaparkan hasil diskusi dan saran. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya adalah seorang homoseksual. Hal ini karena di Indonesia masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. dirinya adalah seorang homoseksual. Hal ini karena di Indonesia masih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Homoseksual masih merupakan hal yang dianggap tidak lazim oleh masyarakat di Indonesia dan tidak banyak orang yang mau mengakui bahwa dirinya adalah seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waria atau banci adalah laki-laki yang berorientasi seks wanita dan berpenampilan seperti wanita, (Junaidi, 2012: 43). Waria adalah gabungan dari wanita-pria

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari segi biologi, psikologi, sosial dan ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran resiliensi pada istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dengan menggunakan kajian fenomenologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Pertama yaitu, Communication Privacy Management Gay dalam Menjaga Hubungan Antarpribadi dengan teman.

BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Pertama yaitu, Communication Privacy Management Gay dalam Menjaga Hubungan Antarpribadi dengan teman. 122 BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Untuk memanajemen privasi komunikasinya, kaum gay memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengungkapkan mana wilayah privat dan mana wilayah publik dengan teman, pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang paling penting yang dihadapi oleh manusia adalah kebutuhan untuk mendefinisikan diri sendiri, khususnya dalam hubungannya dengan orang

Lebih terperinci

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa tidak hanya didukung oleh pemerintah yang baik dan adil, melainkan harus ditunjang pula oleh para generasi penerus yang dapat diandalkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muka atau melalui media lain (tulisan, oral dan visual). akan terselenggara dengan baik melalui komunikasi interpersonal.

BAB I PENDAHULUAN. muka atau melalui media lain (tulisan, oral dan visual). akan terselenggara dengan baik melalui komunikasi interpersonal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup dan menjalankan seluruh aktivitasnya sebagai individu dalam kelompok sosial, komunitas, organisasi maupun masyarakat. Dalam

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak dan belum termasuk pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak dan belum termasuk pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak dan belum termasuk pada kategori orang dewasa. Masa remaja merupakan tahap perkembangan kehidupan yang dilalui setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif dengan menerapkan psikologi positif dalam pendidikan. Psikologi positif yang dikontribusikan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun keluarga melalui pernikahan lalu memiliki keturunan dan terkait dengan kecenderungan seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat terjadi pada nilai, norma sosial, serta pola interaksi dengan orang lain. Pada perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan McMullin (1992) (dikutip dalam Siahaan, 2009: 47) mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. dan McMullin (1992) (dikutip dalam Siahaan, 2009: 47) mengungkapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Homoseksual merupakan suatu realitas sosial yang semakin berkembang dalam kehidupan masyarakat. Keberadaan homoseksual telah muncul seiring dengan sejarah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. komunitas, atau bahkan suatu bangsa (Poerwandari 2011). tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.

BAB III METODE PENELITIAN. komunitas, atau bahkan suatu bangsa (Poerwandari 2011). tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini pendekatan yang peneliti gunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif disini berupa studi kasus. Dimana studi kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran interaksi sosial yang terjadi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran interaksi sosial yang terjadi 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Metodologi Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran interaksi sosial yang terjadi pada pria dewasa awal yang menjadi gay di kota Bandung dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. kualitatif deskriptif. Peneliti akan mendeskripsikan secara tertulis hal-hal yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. kualitatif deskriptif. Peneliti akan mendeskripsikan secara tertulis hal-hal yang 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini, rancangan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Peneliti akan mendeskripsikan secara tertulis hal-hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentangan usia remaja. Pada jenjang ini, remaja berada pada masa untuk

BAB I PENDAHULUAN. rentangan usia remaja. Pada jenjang ini, remaja berada pada masa untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa Sekolah Menengah Atas adalah siswa yang berada pada rentangan usia remaja. Pada jenjang ini, remaja berada pada masa untuk memasuki dunia pendidikan tinggi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta tingkat pendidikan ini berusia 12 hingga 15 tahun. Dimana pada usia

BAB I PENDAHULUAN. peserta tingkat pendidikan ini berusia 12 hingga 15 tahun. Dimana pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan tingkat pendidikan dasar secara formal setelah melalui tingkat sekolah dasar. Pada umumnya peserta tingkat pendidikan ini berusia

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stres merupakan fenomena umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa tuntutan dan tekanan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan

Lebih terperinci