BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Kata tindak pidana dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari kata straafbaarfeit dalam bahasa Belanda. Dalam kata tersebut mengandung dua unsur pembentuk kata yaitu straafbaar dan feit. Kata feit dalam bahasa belanda diartikan sebagian dari kenyataan sedangkan straafbaar berarti sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum. Oleh karena itu, tentu saja yang dapat dihukum adalah manusia sebagai pribadi bukan kenyataan, perbuatan atau tindakan (Evi Hartanti,2005 : 5). Beberapa sarjana telah berusaha memberikan perumusan tentang pengertian peristiwa pidana: a. D.Simons Menurut Simons peristiwa pidana itu adalah Een Straftbaargestelde,onrechtmatige, met schuld in verband staande handeling van een toerekeningsvatbaar persoon. Terjemahan bebasnya : Perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. b. Van Hamel Perumusan sarjana ini sebenarnya sama dengan perumusan Simons, hanya Van Hamel menambah satu isyarat lagi yaitu perbuatan itu harus pula patut dipidana (welk handeling een strafwaardig karakter heeft ). c. Vos Menurut Vos peristiwa pidana adalah suatu peristiwa yang dinyatakan dapat dipidana oleh undang-undang (Een straftbaar feit is een door de weet straftbaar gesteld feit) (Kansil, 2007 : 38). 17

2 digilib.uns.ac.id 18 Menurut Halim menyatakan delik adalah(adami Chazawi, 2002 : 72) : Suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang (pidana). Menurut Adami Chazawi, mengemukakan bahwa (Adami Chazawi, 2002 : 67) : Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan dilarang yang disertai ancaman pidana pada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut. R. Tresna menggunakan istilah peristiwa pidana, walaupun menyatakan sulit untuk merumuskan atau memberikan definisi yang tepat perihal peristiwa pidana, namun juga menarik suatu definisi yang mengatakan bahwa: Peristiwa pidana itu merupakan suatu peristiwa pidana yang kemudian diartikan olehnya sebagai sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan Undang-undang dan atau peraturan perundang-undang lainnya terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman (Adami Chazawi, 2002 : 72). Jonkers juga merumuskan Strafbaarfeit sebagai peristiwa pidana yang diartikan sebagai: Suatu perbuatan yang melawan hukum (Wederrechtelijk) yang berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan (Zainal Abidin, 1962 : 43). Straafbaarfeit atau tindak pidana menurut Wirjono Prodjodikoro adalah: Suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana (Zainal Abidin, 1962 :43).

3 digilib.uns.ac.id 19 Van Schravendijk, merumuskan strafbaarfeit sebagai perbuatan yang boleh dihukum yang kemudian diartikannya sebagai: Suatu kelakuan orang begitu bertentangan dengan hukum sehingga kelakuan itu, diancam dengan hukuman asal dilakukan oleh orang yang karena itu dapat dipersalahkan (Andi Hamzah, 1994 : 23). Adapun Simons merumuskan strafbaarfeit adalah (R. Soesilo, 1989 : 29) : Suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan sebagai dapat hukum. Hazewinkel-Suringa mengartikan strafbaarfeit sebagai: Suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak didalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan saranasarana yang bersifat memaksa yang terdapat didalamnya (PAF. Lamintang, 1997 : 34). Menurut Pompe mengartikan Strafbaarfeit sebagai: Suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum (Moeljatno, 1987 : 55). Pompe juga mengatakan bahwa: suatu strafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum (Adami Chazawi, 2002 : i). Definisi tindak pidana menurut Prof. Sudarto ialah : Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan (crime atau Vebrechen atau misdad) yang bisa diartikan secara yuridis (hukum) atau secara kriminologis (Sudarto, commit 1990 : to 40). user

4 digilib.uns.ac.id 20 Menurut Prof. Sudarto istilah strafbaarfeit diterjemahkan dengan istilah tindak pidana. Menurut Prof. Sudarto pada umumnya tujuan pemidanaan dapat dibedakan sebagai berikut: a. Pembalasan, pengimbalan atau retribusi; Pembalasan sebagai tujuan pemidanaan kita jumpai pada apa yang dinamakan teori hukum pidana yang absolut. Didalam kejahatan itu sendiri terletak pembenaran dari pemidanaan, terlepas dari manfaat yang hendak dicapai. Ada pemidanaan, karena ada pelanggaran hukum; ini merupakan tuntutan keadilan b. Mempengaruhi tindak laku orang demi perlindungan masyarakat; Pidana tidak dikenakan demi pidana itu sendiri, melainkan untuk suatu tujuan yang bermanfaat, ialah untuk melindungi masyarakat atau untuk pengayoman. Pidana mempunyai pengaruh terhadap masyarakat pada umumnya. Pengaruh yang disebut pertama biasanya dinamakan prevensi special (khusus) dan yang kedua dinamakan prevensi general (umum) (Sudarto, 1986 : 81-83). Seperti yang diungkapkan oleh seorang ahli hukum pidana yaitu Moeljatno, yang berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yakni perbuatan pidana adalah (Moeljatno, 1987 : 54) : Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Sehubungan dengan hal pengertian tindak pidana ini Bambang Poernomo berpendapat bahwa perumusan mengenai perbuatan pidana akan lebih lengkap apabila tersusun sebagai berikut (Bambang Poernomo, 1992 : 130) : Bahwa perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang oleh suatu aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Adapun perumusan tersebut yang mengandung kalimat aturan hukum pidana dimaksudkan akan memenuhi keadaan hukum di Indonesia yang masih mengenal kehidupan hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis, Bambang Poernomo juga berpendapat mengenai kesimpulan dari perbuatan pidana yang dinyatakan hanya menunjukan sifat perbuatan terlarang dengan diancam pidana (Bambang Poernomo, 1992 : 130).

5 digilib.uns.ac.id 21 Usman Simanjuntak, dalam bukunya Teknik Pemeliharaan dan Upaya Hukum mengatakan bahwa (Usman Simanjuntak 1994 : 95) : Perbuatan pidana adalah suatu perbuatan phisik yang termasuk kedalam perbuatan pidana. Pendapat Usman Simanjuntak ini cenderung menggunakan istilah perbuatan pidana dalam mengartikan straff baar feit, karena istilah perbuatan pidana itu lebih kongkrit yang mengarah kedalam perbuatan phisik perbuatan pidana, karena tidak semua perbuatan phisik itu perbuatan pidana, dan begitu juga sebaliknya dengan suatu perbuatan phisik dapat menimbulkan beberapa perbuatan pidana. Mengenai unsur-unsur tindak pidana dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif sebagaimanaa dikemukakan oleh Lamintang: Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan (Lamintang, 1997 : 193). Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa para ahli hukum dalam memakai istilah strafbaarfeit menggunakan istilah yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan istilah peristiwa pidana, tindak pidana maupun perbuatan pidana. Sehubungan dengan definisi-definisi di atas, Prof. Moeljatno menegaskan dua hal; a. Bahwa hukum pidana adalah bagian dari hukum pada umumnya, yang berdiri sendiri. Dengan demikian dapat dimengerti apabila ditentukan suatu aturan hukum pidana yang melarang suatu perbuatan, perbuatan mana sebelumnya tidaklah merupakan suatu perbuatan yang di larang; b. Bahwa harus terlebih dahulu ditetapkan apabila seseorang telah melakukan suatu perbuatan pidana atau tidak, ketentuan mana kemudian dihubungkan dengan pertanggungjawaban pidana dari si pelaku tersebut. Dengan commit to kata user lain, bahwa hukum pidana itu

6 digilib.uns.ac.id 22 berisikan perbuatan pidana, pertanggungjawan pidana dan acara pidana (Moch. Faisal Salam, 2006 : 10). Menurut penulis, tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu: a. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan (misdrijven) dimuat dalam buku II dan pelanggaran (overtredingen) dimuat dalam buku III; b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil (formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materieel delicten); c. Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana sengaja (doleus delicten) dan tindak pidana dengan tidak disengaja (culpose delicten); d. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktif/positif dapat juga disebut tindak pidana komisi (delicta commissionis) dan tindak pidana pasif/negatif, disebut juga tindak pidana omisi (delicta omissionis); e. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus; f. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus; g. dilihat dari sudut subyek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak pidana communia (yang dapat dilakukan oleh siapa saja), dan tindak pidana propria (dapat dilakukan hanya oleh orang memiliki kualitas pribadi tertentu); h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan maka dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak pidana aduan (klacht delicten); i. Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok (eencoudige delicten), tindak pidana yang diperberat commit to (gequalificeerde user delicten) dan tindak

7 digilib.uns.ac.id 23 pidana yang diperingan (gequalifeceerde delicten) dan tindak pidana yang diperingan (gepriviligieerde delicten); j. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya; Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan antara tindak pidana tunggal (ekelovoudige delicten) dan tindak pidana berangkai (samengestelde delicten) (Adami Chazawi, 2002 : 120). bahwa: Terkait dengan pembedaan tersebut, Adami Chazawi mengemukakan Walaupun dasar pembedaan itu terdapat titik lemah, karena tidak menjamin bahwa seluruh kejahatan dalam buku II itu semuanya itu bersifat demikian, atau seluruh pelanggaran dalam buku III mengandung sifat terlarang kerana dimuatnya dalam undang-undang. Contohnya sebagaimana yang dikemukakan Hazewinkel Suringa, Pasal 489 KUHP, Pasal 490 KUHP atau Pasal 506 KUHP yang masuk pelanggaran pada dasarnya sudah merupakan sifat tercela dan patut dipidana sebelum dimuatnya dalam undang-undang. Sebaliknya ada kejahatan misalnya Pasal 198, Pasal 344 yang dinilai menjadi serius dan mempunyai sifat terlarang setelah dimuat dalam undang-undang (Adami Chazawi, 2002 : 120). B. Tindak Pidana Korupsi dalam Hukum Positif Indonesia. Definisi korupsi dapat dipandang dari berbagai aspek, bergantung pada disiplin ilmu yang dipergunakan sebagaimana dikemukakan oleh Benveniste dalam Suyatno. Korupsi didefinisikan 4 jenis: a. Discretionery corruption, ialah korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan, sekalipun nampaknya bersifat sah, bukanlah praktik-praktik yang dapat diterima oleh para anggota organisasi; b. Illegal corruption, ialah suatu jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi tertentu;

8 digilib.uns.ac.id 24 c. Mercenery corruption, ialah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan pribadi, melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan; d. Ideological corruption, ialah jenis korupsi illegal maupun discretionery yang dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok (Suyatno, 2005 : 17-18). Pengertian atau asal korupsi menurut Fockema Andreae dalam Andi Hamzah: Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus yang selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata asal corrumpere, suatu kata dalam bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt, Perancis yaitu corruption dan Belanda yaitu corruptie (korruptie), dapat atau patut diduga istilah korupsi berasal dari bahasa Belanda dan menjadi bahasa Indonesia, yaitu korupsi (Andi Hamzah, 2006: 4-6). Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi (Andi Hamzah, 2002 : 77). Pengertian dari korupsi secara harfiah menurut John M. Echols dan Hasan Shadaly berarti jahat atau busuk (John M. Echols dan Hassan Shadaly, 1997 : 149). Sedangkan menurut A.I.N Kramer SR mengartikan kata korupsi sebagai busuk, rusak, atau dapat disuap (A.I.N. Kramer, 1997 : 62). Pengertian korupsi menurut Gurnar Myrdal dalam bukunya berjudul Asian Drama, korupsi adalah (Gurnar Myrdal, 1968 : 973) : To include not only all forms of improper or selfish exercise of power and influence attached to a public office or the special position one occupies in the public life but also the activity of the bribers. Terjemahan bebas penulis:

9 digilib.uns.ac.id 25 Korupsi tersebut meliputi kegiatan-kegiatan yang tidak patut yang berkaitan dengan kekuasaan, aktivitas-aktivitas pemerintahan atau usaha-usaha tertentu untuk memperoleh kedudukan secara tidak patut, serta kegiatan lainnya seperti penyogokan. Jika Gurnar Myrdal tampaknya menggunakan istilah korupsi dalam arti luas yang meliputi juga kolusi dan nepotisme, maka Herbert Edelherz suka menggunakan istilah white collar untuk perbuatan pidana korupsi, perbuatan pidana korupsi disebutkan sebagai berikut (Helbert Edelherz, 1977 : 4). White collar crime: an illegal act or services of illegal acts commited by nonphysical means and by concealment or guille, to obtain or property, to avoid the payment or loss of money or property, to obtain business or personal advantage. Terjemahan bebas penulis: Kejahatan kerah putih: suatu perbuatan atau serentetan perbuatan yang bersifat ilegal yang dilakukan secara fisik tetapi dengan akal bulus/terselubung untuk mendapatkan uamg atau kekayaan serta menghindari pemayaran/pengeluaran uang atau kekayaan atau untuk mendapatkan bisnis/keuntungan pribadi. Kemudian arti korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, disimpulkan oleh Poerwadarminta (Poerwadarminta, 1976 : 468) : Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. Keberadaan tindak pidana korupsi dalam hukum positif Indonesia sebenarnya sudah ada sejak lama, yaitu sejak berlakunya Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) 1 Januari 1918, KUHP sebagai suatu kodifikasi dan unifikasi berlaku bagi semua golongan di Indonesia sesuai dengan asas konkordasi dan diundangkan dalam Staatblad 1915 Nomor 752, tanggal 15 Oktober 1915.

10 digilib.uns.ac.id 26 Untuk lebih detail dan rinci mengenai keberadaan tindak pidana korupsi dalam hukum positif Indonesia, dapat dibaca dalam uraian berikut: a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; b. Peraturan Penguasa Militer Nomor: Prt/PM-06/1957, tanggal 9 April 1957; c. Peraturan Penguasa Perang Pusat Angkatan Darat Nomor: Prt/Peperpu/013/1958, tanggal 16 April 1958, tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Perbuatan Korupsi Pidana, dan Pemilikan Harta Benda (BN Nomor 40 Tahun 1958); d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi (LN Nomor 72 Tahun 1960); e. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; f. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; g. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negra yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; h. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncyo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; i. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; j. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

11 digilib.uns.ac.id 27 C. Unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 UU PTPK menjelaskan: 1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu milyar rupiah). 2. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU PTPK menyebutkan: Yang dimaksud dengan secara melawan hukum dalam Pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau normanorma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pada ketentuan ini, kata dapat sebelum frasa merugikan keuangan atau perekonomian negara menunjukkan bahwa: Tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat (Himpunan Peraturan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, 2004 : 51-52). Menurut Andi Hamzah: Dengan adanya kata-kata tidak sesuai dengan rasa keadilan dan seterusnya, hal ini menjadi sangat luas sehingga sangat sulit bagaimana hakim dapat menyatakan bahwa unsur rasa keadilan masyarakat itu terbukti. Mencantumkan kata-kata rasa keadilan masyarakat sangat bersifat karet, dan menjadi sama dengan penyingkiran asas legalitas zaman Jerman Nazi dengan kata-kata yang sama yaitu rasa keadilan masyarakat (the sound sense of justice of the people) menuntut agar seseorang dipidana maka orang itu harus dipidana walaupun tidak tercantum di dalam undang-undang. Setiap orang dapat mengatasnamakan masyarakat untuk menuduh orang telah melakukan korupsi (Andi commit Hamzah, to user 2006 : ).

12 digilib.uns.ac.id 28 Rumusan tindak pidana korupsi pada Pasal 2 ayat (2) UUPTPK yang mengandung unsur-unsur sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) UU PTPK ditambah unsur yang dilakukan dalam keadaan tertentu, sehingga bila dirincikan, terdapat unsur-unsur sebagai berikut: 1. Secara melawan hukum atau wederrechtelijk; 2. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; 3. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; 4. Dilakukan dalam keadaan tertentu (Ermansjah Djaja, 2008 : 39). Penjelasan secara rinci unsur-unsur tindak pidana korupsi tersebut mengacu kepada definisi dari masing-masing pasal yaitu: 1. Setiap orang termasuk pegawai negeri, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah; orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. Selain pengertian sebagaimana tersebut di atas termasuk setiap orang adalah orang perorangan atau termasuk korporasi. 2. Secara melawan hukum adalah melawan hukum atau tidak, sesuai dengan ketentuan-ketentuan baik secara formal maupun material, meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan-peraturan maupun perundang-undangan. Selain dari itu juga termasuk tindakantindakan yang melawan prosedur dan ketentuan dalam sebuah instansi, perusahaan yang telah ditetapkan oleh yang berkompeten dalam organisasi tersebut. 3. Melakukan perbuatan adalah sebagaimana yang diatur dalam pasal 15 Undang-Undang No. 31 tahun 1999, yaitu berupa upaya percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Jadi walaupun belum terbukti telah melakukan suatu tindakan pidana korupsi, namun jika dapat dibuktikan telah ada upaya percobaan, maka juga telah memenuhi unsur dari melakukan perbuatan. 4. Memperkaya diri, atau orang lain atau suatu korporasi adalah memberikan manfaat kepada pelaku tindak pidana korupsi, baik berupa pribadi, atau orang lain atau suatu korporasi. Bentuk manfaat yang diperoleh karena meperkaya diri adalah, terutama berupa uang atau bentuk-bentuk harta lainnya seperti surat-surat berharga atau bentukbentuk asset berharga lainnya, termasuk di dalamnya memberikan keuntungan kepada suatu korporasi yang diperoleh dengan cara melawan hukum. Dalam hal yang berkaitan dengan korporasi, juga termasuk memperkaya diri dari pengurus-pengurus atau orang-orang yang memiliki hubungan commit kerja atau to user hubungan-hubungan lainnya.

13 digilib.uns.ac.id Dapat merugikan keuangan negara adalah sesuai dengan peletakan kata dapat sebelum kata-kata merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi adalah cukup dengan adanya unsur-unsur perbuatan yang telah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat dari sebuah perbuatan, dalam hal ini adalah kerugian negara (Syed Husein Alatas, Unsur dilakukan dalam keadaan tertentu ini merupakan unsur yang menjadi syarat tambahan untuk memperberat sanksi pidana yaitu berupa sanksi pidana mati. Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU PTPK menyebutkan: Yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter. Tentang penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU PTPK ini menurut Adami Chazawi menyebutkan bahwa: Apa yang dimaksud dengan dalam keadaan keretntu telah diberikan pada penjelasan mengenai ayat 2 pasal 2 yang bersangkutan, yang disebutkan secara limitative ialah apabila tindak pidana tersebut dilakukan: 1. Pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undangundang yang berlaku; 2. Pada waktu terjadinya bencana alam nasional; 3. Sebagai pengulagan tindak pidana korupsi; atau 4. Pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter. Oleh karena keadaan-keadaan tertentu yang dijadikan alasan memperbesar pidana ini telah disebutkan secara limitative maka tidak diperkenankan hakim menjatuhkan pidana yag diperberat dengan alasan selain yang telah disebutkan. Dari keempat keadaan yang memperberat pidana tersebut, kiranya alasan keempat yang tidak terukur secara objektif, sedangkan lainnya lebih mudah diukur. Alasan pertama diukur berdasarkan undang-undang, yang kedua diukur dengan keputusan pemerintah, dan yang ketiga dengan telah jatuhnya putusan pengadilan yang bersifat tetap dalam perkara tindak pidana yang sama dan putusan telah dijalankan (Adami Chazawi, 2006 : 205)

14 digilib.uns.ac.id 30 Dari banyak perubahan yang dilakukan oleh UU Nomor 21 Tahun 2001 terhadap UU Nomor 31 Tahun 1999 adalah perubahan penjelasan Pasal 2 ayat (2), perubahan penjelasan tersebut yaitu: Yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam keadaan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan penanggulangan tindak pidana korupsi. Dengan adanya perubahan terhadap penjelasan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan telah menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan keadaan tertentu dalam Pasal 2 ayat (2) Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah kedaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana koupsi, yaitu apabila: 1. Tindak pidana korupsi tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi: a. Penanggulangan keadaan bahaya; b. Bencana alam nasional; c. Penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas; d. Penaggulangan krisis ekonomi dan moneter. 2. Pengulangan tindak pidana korupsi Yang dimaksud dengan keadaan bahaya dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah sama dengan keadaan bahaya seperti yang ditentukan dalam Undang- Undang Nomor 23 Prp Tahun 1960 Tentang Keadaan Bahaya. Sedangkan kapan terjadinya keadaan bencana alam nasionalm kerusuhan sosial yang meluas dan krisis ekonomi dan moneter, hingga saat sekarang belum ada peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar hukum untuk menyatakan keadaankeadaan tersebut, yang selama ini untuk menyatakan kedaankeadaan tersebut cukup dengan pernyataan pemerintah saja. Sementara Pasal 3 UU PTPK menjelaskan: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara commit paling to user singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.

15 digilib.uns.ac.id ,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu milyar rupiah). Rumusan tindak pidana korupsi pada Pasal 3 UU PTPK ini bila dirincikan mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain ata suatu korporasi; 2. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan; 3. Dapat merugikan keuangan negara atau perkonomian negara. Maksud dari kata menguntungkan dalam etimologi adalah: Memiliki arti mendapatkan keuntungan yaitu pendapatan yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran. Berarti yang dimaksudkan dengan :menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi adalah sama artinya mendapatkan keuntungan untuk diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi (Ermansjah Djaja, 2008 : 38). Di dalam ketentuan tentang tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 3 UU PTPK, unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi merupakan tujuan dari pelaku tindak pidana korupsi. Yang dimaksud dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan adalah: Menggunakan kewenangan ataupun kekuasaan, kesempatan, atau sarana yang melekat pada jabatan atau kedudukan yang sedang dijbat atau diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi untuk tujuan selain dari maksud diberikannya kewenangan ataupun kekuasaan, kesempatan atau sarana tersebut (Ermansjah Djaja, 2008 : 39). Sebaiknya terlebih dahulu dicari maksud kata merugikan sebelum membahas mengenai kalimat dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, kata merugikan adalah: Berarti menjadi rugi atau menjadi berkurang atau menjadi susut atau menjadi merosot, dengan demikian yang dimaksudkan dengan unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara adalah menjadi rugi atau menjadi berkurang atau menjadi susut atau menjadi merosot keuangan negara atau perekonomian negara (Ermansjah Djaja, 2008 : 39).

16 digilib.uns.ac.id 32 Pada alinea ke-4 penjelasan umum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa: Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apa pun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena: 1. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di ingkat pusat maupun di daerah; 2. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara. Sedangkan yang dimaksud dengan Perekonomian Negara adalah: Kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masayarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di aerah sesuai dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat. Agar dapat menjangkau berbagai modus operandi penyimpangan keuangan negara atau perekonomian negara yang semakin canggih dan rumit, maka tindak pidana yang diatur dalam UU ini dirumuskan sedemikian rupasehingga meliputi perbuatan-perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi secara melawan hukum dalam pengertian formil dan materiil. Dengan perumusan tersebut, pengertian melawan hukum dalam tindak pidana korupsi dapat pula mencakup perbuatan-perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus ditunutu dan dipidana. Dalam UU ini, tindak pidana korupsi dirumuskan secara tegas sebagai tindak pidana formil. Hal ini sangat penting untuk pembuktian. Dengan rumusan secara formil yang dianut dalam UU ini, meskipun hasil korupsi telah dikembalikan kepada negara, pelaku tindak pidana korupsi tetap diajukan ke pengadilan dan tetap dipidana (Himpunan Peraturan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, 2004 : 41).

17 digilib.uns.ac.id 33 D. Sistem Pembuktian dalam Peradilan Tindak Pidana Korupsi. Sistem pembuktian dalam perkara tindak pidana korupsi selain berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana juga berdasarkan kepada hukum pidana formil sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan teori dan alat bukti menurut Hukum Pidana Formal diatur pada Bab XVI bagian keempat pasal 183 sampai pasal 232 KUHP. Pada KUHAP, sistem pembuktian hukum pidana menganut pendekatan Pembuktian Negatif berdasarkan undang-undang atau Negatief Wettelijk Overtuiging. Dengan dasar teori Negatief Wettelijk Overtuiging ini, hakim dapat menjatuhkan suatu pidana kepada terdakwa berdasarkan keyakinan (Hakim) dengan alat bukti yang sah berdasarkan undang-undang dengan didasari minimum 2 (dua) alat bukti. Alat bukti sebagaimana disebutkan dalam pasal 183 KUHAP, yaitu: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila ia dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya (Andi Hamzah, 1991: 102). Mengenai alat-alat bukti yang sah telah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana yaitu terdapat 5 (lima) alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 commit KUHAP. to user

18 digilib.uns.ac.id 34 Menurut Pasal 184 KUHAP, alat-alat bukti adalah : 1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat; 4. Petunjuk; 5. Keterangan terdakwa. Untuk lebih jelasnya, maka akan diuraikan setiap macam alat bukti diatas menurut Pasal 184 KUHAP sebagai berikut : 1. Keterangan saksi Keterangan saksi ialah kesaksian tentang hal-hal atau peristiwa dan kejadian yang dialami sendiri yaitu apa-apa yang ia alami, dilihat dan didengar sendiri perihal kepastian yang diberikan dipersidangan (Soeparmono, 2000:99). Keterangan saksi dapat dilihat sebagai alat bukti apabila : a. kesaksian diucapkan secara pribadi; b. dapat menerangkan sesuatu yang didapat atas kesaksiannya; c. terdapat kesesuaian antara kesaksian saksi yang lain; d. kesaksian berasal dari apa yang ia dengar, alami dan ia rasakan, jika kesaksian dari orang lain bukan merupakan alat bukti;dan e. kesaksian yang berasal dari satu saksi bukan alat bukti (unnus testis nullus testis). Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi. Pengecualian menjadi saksi tercantum dalam Pasal 186 KUHAP: a. keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa; b. saudara dari terdakwa attau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang

19 digilib.uns.ac.id 35 mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga; c. suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa. Disamping karena hubungan kekeluargaan (sedarah atau semenda), ditentukan oleh Pasal 170 KUHAP bahwa juga mereka karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban memberi keterangan sebagai saksi. Dalam Pasal 171 KUHAP ditambahkan pengecualian untuk memberi kesaksian dibawah sumpah ialah : a. anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin; b. orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun ingatannya baik kembali. Dalam penjelasan Pasal tersebut mereka tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam hukum pidana maka mereka tidak dapat diambil sumpah atau janji dalam memberikan keterangan, karena itu keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk saja. Pasal 161 ayat (2) KUHAP menunjukkan bahwa pengucapan sumpah merupakan syarat mutlak : Keterangan saksi atau ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji, tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah, tetapi hanyalah merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim. Dalam hal kewajiban saksi mengucapkan sumpah atau janji, KUHAP masih mengikuti peraturan lama (HIR). Ini berarti tidak kesaksian menurut undang-undang, bahkan tidak juga merupakan petunjuk, karena hanya untuk memperkuat keyakinan hakim.

20 digilib.uns.ac.id 36 Sedangkan kesaksian atau alat bukti yang lain merupakan dasar atau sumber keyakinan hakim. 2. Keterangan ahli Keterangan seorang ahli disebut sebagai alat bukti pada urutan kedua oleh Pasal 183 KUHAP. Dalam Pasal 186 menyatakan bahwa keterangan seorang ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Tetapi pasal tersebut tidak menjelaskan secara jelas siapa yang disebut ahli dan apa itu keterangan ahli. 3. Alat bukti surat Didalam KUHAP hanya ada satu pasal saja yang mengatur tentang alat bukti surat yaitu Pasal 187 KUHAP. Ada beberapa hal yang tidak dijelaskan dalam Pasal tersebut yaitu tentang hubungan alat bukti surat dalam hukum perdata dan hukum pidana. Karena KUHAP tidak mengatur hal ini, maka kepada hakimlah akan diserahkan pertimbangan tersebut. Dalam hal ini hanya akte authentiklah yang dapat dipertimbangkan, sedangkan surat di bawah tangan seperti dalam hukum perdata tidak dipakai lagi dalam hukum acara pidana. 4. Alat bukti petunjuk Petunjuk disebut oleh 184 KUHAP sebagai alat bukti yang keempat. Didalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP memberikan pengertian petunjuk sebagai berikut : Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena penyesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

21 digilib.uns.ac.id Alat bukti keterangan terdakwa Didalam Pasal 184 butir c KUHAP jelas mencantumkan keterangan terdakwa sebagai alat bukti, berbeda dengan peraturan yang lama yaitu HIR yang menyebut pengakuan terdakwa sebagai alat bukti menurut Pasal 295 KUHAP. Keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan pengakuan, karena pengakuan sebagai alat bukti mempunyai syarat-syarat yaitu : a. Mengaku ia yang melakukan delik yang didakwakan; b. Mengaku ia bersalah. Keterangan terdakwa sebagai alat bukti dengan demikian lebih luas pengertiannya dari pengakuan terdakwa. Pada sistem hukum pidana formil Indonesia, khususnya KUHAP, sudah dimaklumi bahwa beban pembuktian ada atau tidaknya pidana yang dilakukan terletak pada jaksa penuntut umum. Pasal 137 KUHAP menyebutkan : Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadilinya. Apabila ketentuan ini dihubungkan dengan pasal 183 KUHAP maka penuntutan suatu perkara pidana tetap memiliki limitasi minimum dua alat bukti untuk menentukan apakah seorang terdakwa ini bersalah atau tidak bersalah. Jadi sebagai suatu lex generalis, sistem beban pembuktian (umum) dalam perkara tindak pidana diletakan pada beban Jaksa Penuntut Umum. Terkait dengan sistem beban pembuktian, Andi Hamzah mengemukakan bahwa: Sistem beban pembuktian khusus pada kasus korupsi sebelumnya telah kita mengetahui bahwa lex generalis, sistem beban pembuktian (umum) dalam perkara tindak pidana diletakkan pada beban Jaksa Penuntut Umum. Tindak pidana korupsi merupakan commit pengecualian to user dan memiliki sifat khusus yang berkaitan dengan Hakim Pidana Materiil maupun Formil.

22 digilib.uns.ac.id 38 Masalah beban pembuktian, sebagai bagian dari hukum pidana formil mengalami perubahaan paradigma sejak diberlakukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 (Andi Hamzah, 2002:81). Pasal 17 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 ayat (1), (2), (3) dan (4) menunjukkan beban pembuktian dalam perkara tindak pidana korupsi mengalami perubahan paradigma baru. Di sini terjadi pergeseran beban pembuktian atau shifting of burden of proof belum mengarah pada reversal of burden of proof (pembalikan beban pembuktian sebagaimana anggapan masyarakat hukum pidana terdahulu). Memang terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana setelah diperkenankan hakim, namun hal ini tidak bersifat imperatif artinya apabila terdakwa tidak mempergunakan kesempatan ini justru memperkuat dugaan jaksa penuntut umum. Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 aturan tentang beban pembuktian terdapat pada pasal 37. Sistem pembalikan beban pembuktian dalam kedua undang-undang ini masih terbatas karena masih menunjuk peran Jaksa penuntut umum memiliki kewajiban membuktikan kesalahannya ( Indriyanto Seno Adji, 2007:118).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Efektivitas Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan

Lebih terperinci

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindak sendiri atau pihak lain, (WJS. Poerwadarminta,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyebutkan unsur-unsur tindak pidananya saja, tetapi dalam konsep hal tersebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyebutkan unsur-unsur tindak pidananya saja, tetapi dalam konsep hal tersebut II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana di dalam KUHP tidak dirumuskan secara tegas tetapi hanya menyebutkan unsur-unsur tindak pidananya saja, tetapi dalam konsep hal tersebut telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia perlu melaksanakan pembangunan di segala bidang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Istilah dan Pengertian Tindak Pidana Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015 SUATU KAJIAN TENTANG KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SEBAGAI UNSUR TINDAK PIDANA KORUPSI (PASAL 2 DAN 3 UU NO. 31 TAHUN 1999) 1 Oleh : Rixy Fredo Soselisa 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dahulu mendapat Surat Izin dari Ketua Pengadilan negeri, kecuali dalam keadaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dahulu mendapat Surat Izin dari Ketua Pengadilan negeri, kecuali dalam keadaan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penyitaan Barang Bukti Menurut Yudi Kristiana (2006 : 16), menyatakan bahwa dalam rangka penyitaan barang bukti harta kekayaan hasil tindak pidana korupsi, maka penyidik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindak sendiri atau pihak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan A. Latar Belakang Korupsi merupakan permasalahan yang dapat dikatakan sebagai sumber utama dari permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kasus Korupsi sering kali berhubungan erat dengan tindak pidana pencucian uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Proses pengungkapan suatu kasus pidana mulai dari tahap penyidikan sampai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Proses pengungkapan suatu kasus pidana mulai dari tahap penyidikan sampai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Saksi dan Saksi Pelapor Proses pengungkapan suatu kasus pidana mulai dari tahap penyidikan sampai dengan pembuktian di persidangan, keberadaan saksi sangatlah diharapkan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau corruptus yang mempunyai arti kerusakan atau kebobrokan. sebagainya. Selain itu korupsi juga diartikan sebagai:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau corruptus yang mempunyai arti kerusakan atau kebobrokan. sebagainya. Selain itu korupsi juga diartikan sebagai: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Korupsi 1. Pengertian korupsi Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dijumpai dimana-mana, fakta menunjukkan bahwa korupsi tersebut ada disetiap negara negara berkembang

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) RISKA YANTI / D 101 07 622 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Pertimbangan Hakim

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa balinewsnetwork.com Mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa membantah tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut dirinya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Berdasarkan literatur hukum pidana sehubungan dengan tindak pidana banyak sekali ditemukan istilah-istilah yang memiliki makna yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada masyarakat yang sedang berkembang. Kejahatan timbul sejak

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada masyarakat yang sedang berkembang. Kejahatan timbul sejak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada saat ini kejahatan semakin beragam dan terus berkembang di dalam kehidupan masyarakat. Bukan saja pada masyarakat yang sudah maju, namun juga terdapat

Lebih terperinci

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk BAB II JENIS- JENIS PUTUSAN YANG DIJATUHKAN PENGADILAN TERHADAP SUATU PERKARA PIDANA Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan- badan peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa,

Lebih terperinci

BAB III HAPUSNYA HAK MENUNTUT PIDANA KARENA DALUWARSA DALAM KUHP. A. Pengertian Daluwarsa dan Dasar Hukum

BAB III HAPUSNYA HAK MENUNTUT PIDANA KARENA DALUWARSA DALAM KUHP. A. Pengertian Daluwarsa dan Dasar Hukum BAB III HAPUSNYA HAK MENUNTUT PIDANA KARENA DALUWARSA DALAM KUHP A. Pengertian Daluwarsa dan Dasar Hukum Daluwarsa adalah lewatnya waktu yang menjadi sebab gugurnya atau hapusnya hak untuk menuntut atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Korupsi. Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana-mana.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Korupsi. Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana-mana. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Korupsi Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap negara dihadapkan pada masalah

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Uraian Teori 1. Pengertian Tindak Pidana Berdasarkan literatur hukum pidana sehubungan dengan tindak pidana banyak sekali ditemukan istilah-istilah yang memiliki makna yang sama

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA A. Sejarah Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk menghadapi masalah korupsi telah dilakukan

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata Tindak Pidana di dalam KUHP. Selain itu

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 SEBAGAIMANA YANG DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 SEBAGAIMANA YANG DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 SEBAGAIMANA YANG DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Istilah korupsi berasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2 HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana hakikat dari tindak pidana ringan dan bagaimana prosedur pemeriksaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI Disampaikan dalam kegiatan Peningkatan Wawasan Sistem Manajemen Mutu Konsruksi (Angkatan 2) Hotel Yasmin - Karawaci Tangerang 25 27 April 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana, karena hakekat dari hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang tindak pidana, yang mengandung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Menurut Roeslan Saleh (1983:75) pengertian pertanggungjawaban pidana adalah suatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang

Lebih terperinci

(PKPS-BBM) bidang pendidikan secara konsep adalah mencakup komponen untuk biaya

(PKPS-BBM) bidang pendidikan secara konsep adalah mencakup komponen untuk biaya A. Pengertian Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) BOS yang dimaksud dalam program konpensasi pengurangan subsidi bahan bakar minyak (PKPS-BBM) bidang pendidikan secara konsep adalah mencakup komponen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D 101 08 100 ABSTRAK Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEMPERKAYA DIRI DAN ORANG LAIN. Oleh. Perbuatan korupsi sangat identik dengan tujuan memperkaya diri atau

TINJAUAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEMPERKAYA DIRI DAN ORANG LAIN. Oleh. Perbuatan korupsi sangat identik dengan tujuan memperkaya diri atau TINJAUAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEMPERKAYA DIRI DAN ORANG LAIN Oleh Ir. H. Hirwan Jack, MBA, MM Widyaiswara Madya BKPP Aceh A. Pendahuluan Perbuatan korupsi sangat identik dengan tujuan memperkaya diri

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Undang, dengan minimal dua alat bukti yang sah, demikian KUHAP, barulah

Undang, dengan minimal dua alat bukti yang sah, demikian KUHAP, barulah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Pembuktian Secara umum tujuan acara pidana untuk mendapatkan kebenaran tentang terjadinya suatu tindak pidana. Disamping itu acara pidana juga bertujuan untuk mengatasi kekuasaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat

Lebih terperinci

PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. (studi putusan Mahkamah Agung Nomor 1183 K/Pid.Sus/2012) DANIEL FRANKY SAPUTRA ABTRAKSI

PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. (studi putusan Mahkamah Agung Nomor 1183 K/Pid.Sus/2012) DANIEL FRANKY SAPUTRA ABTRAKSI PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (studi putusan Mahkamah Agung Nomor 1183 K/Pid.Sus/2012) DANIEL FRANKY SAPUTRA 12100074 ABTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana pada umumnya sering diartikan sebagai hukuman, tetapi dalam penulisan skripsi ini perlu dibedakan pengertiannya. Hukuman adalah pengertian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana.

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana. BAB II TINDAK PIDANA MILITER 1. Tindak Pidana dan Unsur-Unsurnya Ada baiknya dikemukakan terlebih dahuku apa yang dimaksud dengan tindak pidana (strafbaar feit, delict, criminal act). Ada beberapa pandangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatanperbuatan

BAB II TINJAUAN UMUM. Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatanperbuatan BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Pidana a. Pengertian Hukum Pidana Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatanperbuatan yang dilarang oleh undang-undang beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Palu No.12/Pid.B/2009/PN.PL) ANHAR / D 101 07 355 ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pencucian uang atau money laundering pertama kalinya dipakai sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pencucian uang atau money laundering pertama kalinya dipakai sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pencucian Uang Pencucian uang atau money laundering pertama kalinya dipakai sebagai terminologi kejahatan di Amerika Serikat pada tahun 1930-an dimana istilah ini merujuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Berdasarkan literatur hukum pidana sehubungan dengan tindak pidana banyak sekali ditemukan istilah-istilah yang memiliki makna yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Korupsi Pengertian korupsi menurut masyarakat awam khususnya adalah suatu tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Wewenang Praperadilan 1. Pengertian Praperadilan Kehadiran Lembaga Praperadilan dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia yang termuat dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sumber utama dalam pembuktian. Mengatur macam-macam alat bukti yang sah

TINJAUAN PUSTAKA. sumber utama dalam pembuktian. Mengatur macam-macam alat bukti yang sah 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Pembuktian Hukum pembuktian merupakan bagian dari Hukum Acara Pidana yang menjadi sumber utama dalam pembuktian. Mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum,

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MEDAN AREA

UNIVERSITAS MEDAN AREA KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah mengkaruniakan kesehatan dan kelapangan berpikir kepada penulis sehingga akhirnya tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi ini dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hakim 1. Hakim Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undangundang untuk mengadili (Pasal 1 butir 8 KUHAP). Sedangkan istilah hakim artinya

Lebih terperinci

Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang. didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang

Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang. didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana. Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana. Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang mengandung larangan larangan atau keharusan keharusan

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi dewasa ini sudah semakin berkembang baik dilihat dari jenis, pelaku maupun dari modus operandinya. Masalah korupsi bukan hanya menjadi masalah nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau

Lebih terperinci

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi Delik Korupsi Dalam Rumusan Undang-Undang 1 1 Bab 07 Never let corruptors unpunished DELIK KORUPSI DALAM RUMUSAN UNDANG-UNDANG Delik Korupsi Dalam Rumusan

Lebih terperinci

PERANAN HAKIM DALAM PENERAPAN PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DI PERSIDANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG. Oleh. I Gusti Ngurah Dhian Prismanatha

PERANAN HAKIM DALAM PENERAPAN PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DI PERSIDANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG. Oleh. I Gusti Ngurah Dhian Prismanatha PERANAN HAKIM DALAM PENERAPAN PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DI PERSIDANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Oleh I Gusti Ngurah Dhian Prismanatha Anak Agung Gede Oka Parwata Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci