ABSTRAK LIPOARABINOMANNAN URIN SEBAGAI ALAT DIAGNOSTIK TUBERKULOSIS PARU PADA PASIEN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ABSTRAK LIPOARABINOMANNAN URIN SEBAGAI ALAT DIAGNOSTIK TUBERKULOSIS PARU PADA PASIEN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS"

Transkripsi

1 x ABSTRAK LIPOARABINOMANNAN URIN SEBAGAI ALAT DIAGNOSTIK TUBERKULOSIS PARU PADA PASIEN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi yang menjadi masalah kesehatan saat ini. Risiko Tuberkulosis (TB) pada penderita HIV dua puluh kali lebih besar dibanding penderita yang tidak terinfeksi HIV. Semakin rendah kadar Cluster of Differentiation 4 (CD4) pada penderita HIV semakin sulit untuk menegakkan diagnosis TB paru. Pemeriksaan sputum basil tahan asam (BTA) dan Xpert Mtb/Rif merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan untuk mendiagnosis TB paru, tetapi permasalah yang sering muncul adalah sulitnya mengeluarkan sputum walaupun telah dilakukan induksi. Lipoarabinomannan (LAM) merupakan lapisan lipid yang terdapat pada dinding sel Mycobacterium. LAM yang mengalami destruksi dapat berdedar ke seluruh tubuh, termasuk ke saluran kemih, sehingga LAM dapat dideteksi melalui urin. Pemeriksaan melalui media urin diharapkan dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis koinfeksi TB-HIV terutama pada penderita dengan kadar CD4 yang rendah. Penelitian ini merupakan uji diagnostik, studi potong lintang, dilaksanakan di RSUP Sanglah dari April hingga Agustus 2015 dengan menggunakan 66 pasien HIV dengan suspek TB paru sebagai sampel. Kriteria inklusi mencakup penderita HIV berusia 18 tahun ke atas dengan kadar CD 200 sel/µl. Pemeriksaan yang digunakan untuk menegakkan TB adalah kultur sputum Mycobacterium tuberculosis (standar baku) dengan menggunakan media Lowenstein-Jensen (LJ), identifikasi Mtb dengan Niasin dan Mycobacterium tuberculosis protein-64 (MPT- 64). Lipoarabinomannan (LAM) urin merupakan uji baru, menggunakan metode lateral flow (Alere Determine TB LAM Ag), dengan cut point +2. Uji diagnostik dengan menggunakan analisa 2x2. Kadar CD4 rata-rata adalah 36,42 sel/µl, dengan CD4 terendah 21 sel/µl dan tertinggi 197 sel/µl. Sensitivitas LAM urin didapatkan 0,72 dan spesifisitas 0,92. Rasio kemungkinan positif sebesar 9 dan rasio kemungkinan negatif 0,3. Pemeriksaan LAM urin dapat digunakan sebagai alternatif diagnostik pada penderita HIV suspek TB dengan kadar CD4 di bawah 100 sel/µl yang tidak dapat mengeluarkan sputum. Kata kunci: HIV, TB paru, LAM urin

2 xi ABSTRACT URINE-LIPOARABINOMANAN AS A DIAGNOSTIC TOOL FOR LUNG TUBERCULOSIS IN HUMAN IMMUNE DEFICIENCY PATIENTS. Nowadays Human Immune Deficiency Virus (HIV) infection is a serious health problem. Patients with HIV infection prone twenty times to get tuberculosis infection compare to non HIV patients. Moreover, patients with lower Cluster of Differentiation4 (CD4) considered more difficult to diagnose their tuberculosis infection. Sputum Acid-fast examination and Xpert Mtb/Rif are routinely conducted to diagnose lung tuberculosis, but the problem in HIV patients is the difficulty to produce sputum although induction was done. Therefore, it is important to find another method to diagnose lung tuberculosis in HIV patients. Lipoarabinomanan (LAM) is a destructed Mycobacterium cell wall which is circulated throughout the body including the urogenital system; therefore it could be detected in urine and at the same time could be used to diagnose lung tuberculosis in TB-HIV co-infection patients with lower CD4. In order to find the sensitivity and specificity of lipoarabinomanan-urin (LAM-urine) test, a study was conducted. A diagnostic test cross sectional study was carried out in Sanglah Hospital from April to August 2015 to follow 66 HIV patients. The patients age above 18 years old with suspected of lung tuberculosis and CD4 below 200 cells/µl were included in the study. All of the samples were examined their sputum in Lowenstein-Jensen (LJ) culture, Niacin and Protein-64 (MPT-64) test used to identify Mtb. Those tests were considered as gold standard in this study. In addition, lateral flow (Alere Determine TB LAM Ag), with cut point +2 was used to identify the LAM in urine. The average of CD4 was cells/µl (21cells/ µl 197 cells/ µl). Compare to the Lowenstein-Jensen (LJ) culture, Niacin and Protein-64 (MPT-64) test as a gold standard, the sensitivity of LAM-urine test was 0.72 and its specificity was The positive and negative likelihood ratio was 9 and 0.3 respectively. The results show that the LAM-urine test is reliable enough to diagnose lung tuberculosis in HIV patients who are difficult to produce sputum and with CD4 below 200 cells/ µl. Keywords: HIV, Lung tuberculosis, LAM-urine

3 xii DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PRASYARAT GELAR... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v UCAPAN TERIMAKASIH... vi ABSTRAK... x ABSTRACT... xi DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xv DAFTAR SINGKATAN... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan masalah Tujuan penelitian Tujuan khusus Manfaat Penelitian Manfaat akademik Manfaat praktis... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Epidemiologi Patogenesis Patogenesis HIV Patogenesis TB Gambaran Klinis Gambaran Klinis HIV Gambaran Klinis TB Pemeriksaan Bakteriologi Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan Lipoarabinomannan Hubungan LAM Urin dan Tuberkulosis BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP Kerangka berpikir Konsep Penelitian... 37

4 xiii BAB IV METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Penentuan Sumber Data Populasi Target Populasi Terjangkau Sampel Besar Sampel Variabel Penelitian Variabel Uji Baru Variabel Baku Emas Definisi Operasional Variabel Bahan dan Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian Analisis Data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan Karakteristik Subjek Penelitian Hasil Pemeriksaan TB Paru Uji Diagnostik Kultur Sputum Mtb dan LAM Urin Keterbatasan Penelitian BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN... 65

5 xiv DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Perkiraan insiden TB rata-rata tahun Gambar 2.2 Insiden TB 10 negara terbesar... 9 Gambar 2.3Jumlah CD4, beban virus, dan perjalanan infeksi HIV Gambar 2.4 Alur Diagnosis TB Paru pada penderita HIV Rawat Jalan Gambar 2.5 Alur Diagnosis TB Paru pada Penderita HIV Sakit Berat Gambar 2.6 Diagnosis TB-HIV Berat Gambar 2.7 Dinding sel mikobakterium Gambar 2.8 Lipoarabinomannan pada dinding sel M tuberkulosis, M smegmatis, dan C glutamicum Gambar 2.9 Reaksi LAM Gambar 2.9 Tiga model pelepasan LAM Gambar 3.1 Konsep Penelitian Gambar 4.1 Strip tes dan skala refrensi Gambar 4.3 Prosedur Penelitian... 45

6 xv DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Stadium Klinis HIV (Kemenkes, 2011) Tabel 2.4 Presentasi Klinis Pasien TB-HIV (Sharma dkk, 2005) Tabel 5.1 Karakteristik sampel Tabel 5.2 Uji Diagnostik Kultur Sputum Mtb dan LAM Urin Tabel 5.3 Proporsi hasil pemeriksaan tuberkulosis... 49

7 xvi DAFTAR SINGKATAN ADA : Adenosine Deaminase AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome ART : AntiretroviralTherapy ATS : American Thoracic Society AUC : Area Under the Curve BTA : Basil Tahan Asam CD4 : Cluster of Differentiation 4 CFU : Colony Forming Unit HIV : Human Immunodeficiency Virus IDSA : Iinfectious Disease Society of America IK : Interval Kepercayaan IL-2 : Interleukin-2 IO : Infeksi Oportunistik KGB : Kelenjar Getah Bening LJ : Lowenstein-Jensen LM : Lipomannan LAM : Lipoarabinomannan ManLAM : Mannose-capped Lipoarabinomannan MDGs : Millenium Development Goals MDR-TB : Multidrug Resistant Tuberculosis MOTT : Mycobacterium Other Than Tuberculous MPT-64 : Mycobacterium tuberculosis protein-64 Mtb : Mycobacterium tuberculosis NDN : Nilai Duga Negatif NDP : Nilai Duga Positif NO : Nitrit Oxide OAT : Obat Anti Tuberkulosis PCR : Polymerase Chain Reaction PI : Phosphatidylinositol PIMs : Phosphatidylinositol Mannoside PILAM : Phosphatidylinositol Lipoarabinomannan PITC : Provider-Initiated Testing and Counseling PNB : Para Nitro Benzoic Acid PR : Prevalensi Rasio RKN : Rasio Kemungkinan Negatif RKP : Rasio Kemungkinan Positif RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat ROC : Receiver Operating Characteristic

8 xvii SPS SPSS TB TNF-a VCT WHO Xpert MTB/Rif : Sewaktu-Pagi-Sewaktu : Statistics Package for Social Science : Tuberkulosis : Tumour Necrotizing Factor-a : Voluntary Conselling and Testing : World Health Organization : Xpert Mycobacterium tuberculosis Rifampicin

9 xviii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Keterarang Kelaikan Etik Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian Lampiran 3. Amandemen Perubahan Variabel Lampiran 4. Rincian Biaya Lampiran 5. Informasi Penelitian Lampiran 6. Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan Lampiran 7. Formulir Penelitian Lampiran 8. Hasil Penelitian... 75

10 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Mtb). TB umumnya menyerang paru-paru, tetapi dapat pula menyerang organ di luar paru. TB sering muncul bersamaan dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV merupakan penyakit infeksi yang menjadi masalah kesehatan di dunia saat ini. Semakin meningkatnya angka kesakitan HIV akan mempengaruhi tingginya jumlah kasus TB. TB merupakan infeksi oportunistik terbanyak yang dijumpai pada penderita HIV. Koinfeksi TB-HIV dapat terjadi pada stadium berapa pun. Risiko berkembangnya TB pada penderita HIV dua puluh kali lebih besar dibanding penderita yang tidak terinfeksi HIV, meningkatnya koinfeksi ini sejalan dengan semakin memburuknya sistem kekebalan tubuh. Semakin rendah kadar Cluster of Differentiation 4 (CD4), risiko untuk tertular TB menjadi semakin besar, semakin meningkat pula angka kematian yang terjadi (Padmapriyadarsini, 2013). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) terdapat 8,6 juta kasus TB baru di tahun 2012 dan 1,1 juta (13%) adalah penderita dengan HIV. Indonesia termasuk dalam sepuluh negara terbesar di dunia dengan angka insiden TB 0,4-0,5 juta. Prevalensi kasus koinfeksi TB-HIV terbanyak ditemukan di Afrika yaitu 75% (World Health Organization, 2013a). Infeksi oportunistik (IO) sering menyertai penderita HIV. Semakin rendah kadar CD4, semakin banyak IO yang muncul. Sebuah penelitian yang dilakukan

11 2 oleh Damtie dkk (2013) menyebutkan TB paru (85,71%) merupakan IO yang terbanyak ditemukan di daerah Etiopia dan berturut-turut berikutnya kandidiasis oral (5%), dan diare (3,3%). Data pola IO di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun , persentase IO terbanyak adalah kandidiasis oral (50%) berikutnya TB paru (37%), dan pneumonia (16,5%) (Karjadi T, 2009). Lubis, Z (2012) melaporkan di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso TB (67,4%) merupakan IO tersering dijumpai dan berturut-turut setelahnya toxoplasmosis (22,8%) dan kandidiasis (5,4%). Data di Denpasar sendiri, yang diperoleh dari Voluntary Counseling and Testing (VCT) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar tahun 2013 IO yang tersering adalah kandidiasis oral (25%) dan yang kedua adalah tuberkulosis (18%) pada penderita yang baru pertama kali terdiganosis HIV. Pada umumya modalitas yang dimiliki fasilitas kesehatan untuk menegakkan TB paru adalah melalui pemeriksaan foto thoraks dan sputum basil tahan asam (BTA). Semakin rendahnya kadar CD4 penderita koinfeksi TB-HIV, gambaran radiologis dan hasil pemeriksaan sputum tidak lagi dapat menjadi acuan untuk mendiagnosis TB. Gambaran radiologis TB pada penderita koinfeksi TB- HIV tidak khas seperti pada penderita TB tanpa infeksi HIV. Begitu pula dengan pemeriksaan sputum, sangat dipengaruhi oleh derajat imunodefisiensi. Mtb yang masuk ke paru membentuk granuloma sehingga pada pemeriksaan BTA memberikan hasil positif. Semakin rendah sistem imun pembentukan granuloma semakin minimal atau bahkan tidak terbentuk sama sekali sehingga pada pemeriksaan sputum BTA akan memberikan hasil negatif. Pemeriksaan standar baku untuk menegakkan diagaosis TB pada pasien HIV adalah dengan

12 3 pemeriksaan kultur sputum. Pemeriksaan kultur tidak hanya dapat menentukan Mycobacterium, tetapi dapat pula mengidentifikasi dan menentukan resistensi obat, tetapi hasil pemeriksaan kultur sputum membutuhkan waktu hingga hari karena Mycobacterium merupakan organisme yang tumbuhnya lambat (Kemenkes, 2012; WHO, 2006). Pada tahun 2010 WHO menyarankan pemeriksaan sputum Gen Xpert Mycobacterium tuberculosis/rifampicin (Xpert MTB/Rif) untuk mendiagnosis multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB). Tes ini direkomendasikan pula sebagai pemeriksaan koinfeksi TB-HIV. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang sama tingginya bila dibandingkan dengan pemeriksaan kultur sputum (O'Grady, 2012). Keunggulan lain dari pemeriksaan Xpert MTB/Rif adalah kecepatannya dalam mendiagnosis TB dan dapat mendeteksi TB pada penderita HIV lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan sputum BTA (WHO, 2014). Kekerungan dari pemeriksaan ini adalah membutuhkan biaya yang cukup besar. Beberapa negara dengan angka TB yang tinggi masih mendapatkan donasi, tetapi tidak untuk negara-negara atau daerah yang angka TB tidak terlalu tinggi (Lawn, 2013). Modalitas pemeriksaan Mtb lainnya yang masih membutuhkan pengkajian lebih Ianjut adalah breathalyzer electronic nose (Lawn, 2013). Masalah yang banyak dihadapi pada penderita koinfeksi TB-HIV adalah tidak semua penderita dapat mengeluarkan sputum dengan adekuat walaupun dengan menggunakan induksi sputum. Oleh karena itu dibutuhkan modalitas lain untuk menegakkan diagnosis TB paru pada penderita koinfeksi TB-HIV, seperti contohnya dengan menggunakan cairan tubuh. Cairan tubuh yang dapat dilakukan pemeriksaan seperti cairan pleura, cairan serebrospinal, dan urin.

13 4 Lipoarabinomannan (LAM) merupakan komponen lipopolisakarida yang terdapat pada dinding sel genus Mycobacterium. Pemeriksaan ini mendeteksi antigen Mtb yang mengalami destruksi dan dapat berdedar ke seluruh tubuh hingga ke saluran kemih. LAM merupakan pemeriksaan yang telah lama diketahui dan diharapkan dapat digunakan sebagai pilihan untuk mendignosis TB karena tidak dipengaruhi oleh sistem imun pejamu. Bahan pemeriksaan LAM menggunakan cairan tubuh, salah satunya adalah dengan menggunakan urin. Pemeriksaan melalui urin merupakan pemeriksaan diagnostik TB yang memiliki beberapa keuntungan seperti, sampel mudah didapat, aman pengerjaan laboratoriumnya, tidak membutuhkan tenaga ahli dalam pengerjaannya, dan memiliki kontaminasi bakterial yang minimal. Bahan pemeriksaan LAM lain dapat diperoleh melalui sputum, cairan pleura, dan cairan serebrospinal, tetapi memiliki spesifisitas yang rendah. Pada pemeriksaan sputum sensitivitasnya 86% dan spesifistasnya 15%, sedangkan pada cairan serebrospinal sensitivitasnya 64% dan spesifisitas 69%. Pada cairan pleura LAM dianggap tidak lebih baik dibandingkan pemeriksaan adenosine deaminase (ADA), sedangkan pada urin LAM memberikan sensitivitas 66,7% dan spesifisitas 98,6% (Patel dkk, 2009; Dheda dkk, 2010). Hasil pemeriksaan LAM urin memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda-beda dari beberapa studi. Beberapa penelitian menyebutkan sensitivitas dan spesifisitas LAM urin lebih baik dibandingkan sputum BTA, tetapi tidak lebih baik dibandingkan Xpert Mtb/Rif, tetapi apabila pemeriksaan sputum BTA digabungkan dengan LAM urin sensitivitas dan spesifisitasnya hampir sama dengan Xpert Mtb. LAM urin memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik

14 5 pada penderita HIV dengan CD4 yang rendah. Pada beberapa penelitian lain menyebutkan sensitivitas dan spesifisitas LAM urin tidak lebih baik dibandingkan sputum BTA dan Xpert Mtb/Rif, sehingga tidak dapat digunakan dalam mendiagnosis penderita HIV dengan kecurigaan TB. (Gaunder dkk, 2011; Lawn dkk, 2012a) Pada hasil kultur Mtb in vitro, LAM ditemukan dalam jumlah banyak (15 mg per gram bakteri). LAM secara aktif disekresikan melalui makrofag alveolar yang terinfeksi. Konsentrasi LAM yang tinggi memudahkan antigen masuk ke sirkulasi sistemik sehingga LAM dapat terdeteksi pada penderita TB paru. Konsentrasi LAM juga dapat dijumpai pada Mtb diseminata dalam aliran darah, terutama pada infeksi HIV. Antigen ini terlepas dari metabolik aktif Mycobacterium, dan karena ukuran LAM mirip dengan mioglobin maka dapat masuk melalui sikrulasi darah dan terfiltrasi melalui tubulus renal sehingga dapat terdeteksi pada urin penderita TB aktif (Dheda dkk, 2013). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah pemeriksaan LAM urin dapat digunakan untuk mendiagnosis penderita dengan koinfeksi TB-HIV dengan kadar CD4 < 200 sel/µl dan sebanding dengan pemeriksaan kultur sputum Mtb yang merupakan pemeriksaan standar baku. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi parameter atau acuan pemeriksaan TB-HIV untuk mendiagnosis TB-HIV disamping pemeriksaan-pemeriksaan yang telah ada. 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: Apakah LAM urin dapat digunakan untuk mendiagnosis TB paru pada

15 6 penderita HIV di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, dengan parameter yang digunakan adalah: a. Apakah LAM urin dapat memberikan sensitivitas lebih baik bandingkan kultur sputum Mtb b. Apakah LAM urin dapat memberikan spesifistas lebih baik bandingkan kultur sputum Mtb c. Apakah LAM urin dapat memberikan nilai duga positif lebih baik bandingkan kultur sputum Mtb d. Apakah LAM urin dapat memberikan nilai duga negatif lebih baik bandingkan kultur sputum Mtb e. Apakah LAM urin dapat memberikan rasio kemungkinan positif lebih baik bandingkan kultur sputum Mtb f. Apakah LAM urin dapat memberikan rasio kemungkinan negatif lebih baik bandingkan kultur sputum Mtb 1.3 Tujuan penelitian Tujuan umum Untuk mengetahui nilai diagnostik uji LAM urin pada penderita koinfeksi TB-HIV Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas LAM urin dalam mendiagnosis koinfeksi TB-HIV dibandingkan dengan kultur sputum Mtb 2. Untuk mengetahui nilai duga positif dan nilai duga negatif uji LAM urin dibandingkan dengan kultur sputum Mtb 3. Untuk mengetahui rasio kemungkinan positif dan rasio kemungkinan

16 7 negatif pada uji LAM urin dibandingkan dengan kultur sputum Mtb 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat akademik Sebagai masukan bagi pengembangan ilmu bahwa uji LAM urin dapat digunakan untuk mendiagnosis pasien dengan TB-HIV Manfaat praktis Uji LAM urin dapat digunakan sebagai uji alternatif untuk menegakkan diagnosis TB pada penderita HIV, karena memiliki kelebihan antara lain: a). Pemeriksaan cara ini tidak menggunakan bahan sputum yang seringkali sulit diperoleh pada kasus-kasus tertentu (misalnya pada anak-anak, penderita koinfeksi TB-HIV), b). Hasil pemeriksaan dapat diperoleh dalam waktu singkat dan c). Harganya yang relatif murah dibandingkan dengan cara pemeriksaan TB lainnya.

17 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit menular yang sudah lama diketahui dan merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia. Penyebab dari TB adalah Mycobacterium tuberculosis complex. Sebagian kuman TB akan menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya (Smith, 2003). Berdasarkan letak anatomi, TB diklasifikasikan menjadi 1). TB paru yaitu kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau trakeobronkial. TB miliar diklasifikasikan sebagai TB paru karena terdapat lesi di paru. 2). TB ekstraparu adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim paru, seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran genitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. TB limfadenopati intrathorakal atau TB efusi pleura tanpa adanya kelainan pada paru termasuk dalam kasus TB ekstraparu (WHO, 2013c). HIV adalah virus RNA yang termasuk family Retroviridae, subfamili Lentiviridae, genus Lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh pejamu. HIV akan menginfeksi tubuh dan memiliki masa inkubasi yang lama dan pada akhirnya menimbulkan tanda dan gejala Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) (Xhilaga & Oelrichs, 2007). 2.2 Epidemiologi TB merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia karena menyebabkan anacaman kematian yang serius, sehingga pada tahun 1992 WHO mencanangkan TB sebagai Global Emergency. Pada tahun 2012 diperkirakan 8,6 juta penduduk menderita TB dan 1,3 juta meninggal akibat TB (1 juta pada

18 9 penderita dengan HIV negatif dan 0,3 juta pada penderita HIV). Kebanyakan kasus TB terjadi pada laki-laki, tetapi merupakan penyebab kematian ketiga pada wanita di seluruh dunia. Kasus terbanyak koinfeksi TB-HIV adalah di wilayah Afrika, yaitu sebesar 75%. (WHO, 2013a). Gambar 2.1 Perkiraan insiden TB rata-rata tahun 2012 (WHO, 2013a) Berdasarkan data dari WHO, Indonesia menduduki peringkat keempat insiden TB di dunia pada tahun 2012 ( 0,4-0,5 juta) setelah India, Cina, dan Afrika Selatan. Pada tahun 2012, WHO membuat suatu estimasi prevalensi koinfeksi TB-HIV, yaitu sebesar 0,3%. (WHO, 2013a). Gambar 2.2. Insiden TB 10 negara terbesar (WHO, 2013a)

19 10 Indonesia termasuk daerah epidemi HIV. Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, hingga akhir Desember 2013 dilaporkan jumlah kasus HIV sebanyak dan AIDS sebanyak dengan infeksi penyerta terbanyak adalah kandidiasis, yaitu sebesar 1052 kasus dan TB merupakan infeksi penyerta terbanyak kedua, yaitu sebesar 989 kasus di tahun Bali sendiri, kasus HIV/AIDS pada Desember 2013 didapatkan kasus. Case Rate AIDS di Bali secara nasional pada tahun 2013 termasuk tertinggi kedua setelah Papua yaitu 93,4 per penduduk. Hingga saat ini belum ada angka nasional yang menunjukkan gambaran koinfeksi TB-HIV. Survei prevalensi HIV diantara pasien TB baru di beberapa propinsi menunjukkan 2% di Yogyakarta (2006) dan 0,8% di Jawa Timur, 2,8% di Bali (2008) dan 14% di Papua (2008). Pravalensi koinfeksi TB-HIV di VCT RSUP Sanglah pada tahun 2014 sebesar 22% (Kemenkes, 2013; VCT Sanglah, 2014). 2.3 Patogenesis Patogenesis HIV Human Immunodeficiency Virus merupakan virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili Lentiviridae, genus Lentivirus. HIV menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV cenderung menyerang Iimfosit T yang memiliki reseptor CD4 pada permukaannya. Transmisi HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui tiga cara, yaitu: (1) Vertikal dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak (selama mengandung, persalinan, dan menyusui), (2) Transeksual (homoseksual maupun heteroseksual), (3) Horizontal yaitu kontak antar darah atau produk darah yang terinfeksi (Xhilaga, 2007; Calles, 2010).

20 11 Berdasarkan perjalanan infeksi HIV, jumlah Iimfosit T-CD4, jumlah virus dan gejala klinis dibagi menjadi 4 stadium: (Calles, 2010; Bartlett, 2013) 1. Asimptomatik (Stadium 1) Setelah HIV menginfeksi sel target, terjadi proses replikasi yang menghasilkan virus-virus baru (virion) yang jumlahnya berjuta-juta. Viremia dari virion-virion ini akan memicu munculnya sindroma infeksi akut dengan gejala seperti flu. Sebanyak 50-70% orang yang terinfeksi HiV mengalami sindroma infeksi akut ini selama 3-6 minggu dengan gejala umum seperti demam, faringitis, limfadenopati, artralgia, mialgia, letargi, malaise, nyeri kepala, mual-muntah, diare, anoreksia, penurunan berat badan. Pada fase akut terjadi penurunan Iimfosit T dan kemudian terjadi kenaikan kembali karena terjadi respon imun. Jumlah Iimfosit T pada fase ini masih diatas 500 sel/µl. Fase ini dapat berlangsung 8-10 tahun. Pada pemeriksaan Western blot atau immunofluorescence memberikan hasil positif 2. Gejala dan tanda ringan pada HIV (Stadium 2) Mulai timbul gejala dan tanda ringan akibat infeksi HIV. Gejala yang dapat muncul berupa kandidiasis, limfadenopati, moluskum kontagiosum, herpes zooster. Kadar viral load meningkat, kadar CD4 turun antara sel/µl. 3. Gejala dan tanda lanjut pada HIV (stadium 3) Sistem imun pada penderita HIV semakin menurun dan muncul berbagai infeksi sekunder seperti kandidiasis persisten, pneumonia berulang, demam yang berkepanjangan, penurunan berat badan. Kadar CD4 antara sel/µl

21 12 4. Stadium 4 Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan di dalam sirkulasi sistemik. Respon imun tidak mampu meredam jumlah virion yang berlebihan. Limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV yang semakin banyak. Terjadi penurunan jumlah limfosit T hingga di bawah 200 sel/µl. Penurunan ini menyebabkan sistem imun rentan terhadap infeksi sekunder, seperti pneumocytis carinii, tuberkulosis, sepsis, toksoplasmosis, ensefalitis, diare akibat kriptosporidiasis, infeksi virus sitomegalo, kandidiasis esofagus maupun trakea. Gambar 2.3 Jumlah CD4, beban virus, dan perjalanan infeksi HIV (Pantaleo G, 1993) Patogenesis TB Mtb merupakan basil tahan asam yang tidak bergerak, tidak memiliki spora, termasuk dalam gram positif Iemah. Panjangnya 1-4 µm dan lebarnya 0,3-0,6 µm. Setengah dari beratnya terdiri dan lipid. Mtb membelah diri setiap jam pada keadaan optimal. Pertumbuhannya yang lambat disebabkan karena impermeabilitas dinding sel terhadap asupan nutrien. Hal ini yang

22 13 membedakan Mtb dengan Mycobacterium lainnya. Pertumbuhannya dikatakan cepat apabila terjadi dalam 7 hari atau kurang, dan dikatakan lambat bila tumbuh lebih dari itu (Harshey dkk, 1977; Kemenkes, 2012; Sakamoto, 2012). Infeksi primer terjadi setelah seseorang menghirup Mtb. Partikel atau droplet yang berukuran 1-5 µm akan berperilaku seperti gas dan lolos dari barier mukosilier. Setelah melalui barier mukosiliser saluran nafas, basil Mtb akan masuk ke alveoli dan mengalami multiplikasi yang disebut dengan focus ghon. Makrofag alveolar merupakan pertahanan pertama melawan Mtb, jika efektif akan menyebabkan elimninasi dari Mtb melalui proses fagositosis. Tumour Necrotizing Factor α (TNF-α) dan kemokin inflamasi akan menarik leukosit yang kemudian memfagosit basil dan kembali ke peredaran darah. Proses ini akan menyebabkan penyebaran hematogen. Mtb dapat menyebar melalui sistem limfatik ke kelenjar getah bening (KGB) regional dan membentuk kompleks primer. Melalui KGB hilus menyebar ke KGB trakea dan vertebral, dan menyebar melalui darah ke apeks paru dan organ luar patu melalui duktus torasikus. Pada kebanyakan kasus respon imun tubuh dapat menghentikan multiplikasi Mtb dan sebagian kecil menjadi tidak aktif. Bila makrofag yang teraktifasi tidak berespon, seperti pada imunokompromais lesi tuberkel akan semakin membesar dan membentuk suatu kavitas. Dalam kavitas tersebut Mtb dengan mudah bermultiplikasi dan menyebar melalui saluran udara (Hoffman., 2012; Ahmad., 2011). TB merupakan IO yang sering terdapat pada penderita dengan HIV dan dapat terjadi pada stadium berapa pun dari HIV. Terdapat hubungan antara HIV dan Mtb. Makrofag dan limfosit alveolar yang terdapat di permukaan epitel alveoli adalah sel pertahanan utama parenkim paru. Terinfeksinya makrofag dan

23 14 limfosit ini merupakan proses utama patogenesis penyakit paru pada HIV. lnfeksi TB paru berat akan menurunkan kadar CD4 sehingga infeksi TB yang terjadi pada penderita HIV akan meningkatkan angka kematian dua kali lipat dalam setahun dan akan meningkatkan angka kematian tiga kali lipat pada kadar CD4 dibawah 200 sel/µl (Lee dkk, 2000; Jeong, 2008). 2.4 Gambaran Klinis Gambaran Klinis HIV Gambaran klinis HIV beragam, mulai dari asimptomatis yang berkepanjangan hingga manifestasi AIDS berat. Manifestasi gejala dan tanda HIV dibagi menjadi empat tahap: (Bartle, 2013) 1. Infeksi akut, muncul pada 6 minggu pertama setelah paparan HIV. Gejala yang muncul berupa demam, letih, nyeri otot dan sendi, nyeri menelan, pembesran KGB 2. Tahap asimptomatis, gejala dan keluhan menghilang. Tahap ini berlangsung 6 minggu hingga beberapa bulan bahkan beberapa tahun setelah infeksi. 3. Tahap simptomatis. Berat badan turun tetapi tidak sampai 10%, pada selaput mulut terjadi sariawan berulang, peradangan sudut mulut, infeksi bakteri pada saluran nafas atas namun penderita dapat melakukan aktifitas 4. Merupakan tahap lanjut dari AIDS. Pada tahap ini terjadi penurunan berat badan lebih dari 10%, diare lebih dari satu bulan, demam yang tidak diketahui sebabnya, kandidiasi oral. Muncul berbagai infeksi sekunder, dapat juga ditemukan beberapa jenis malignansi termasuk keganasan KGB dan sarkoma kaposi.

24 15 Stadium I Tabel 2.1. Stadium Klinis HIV (Kemenkes, 2011) Tidak ada gejala Limfadenopati Generalisata Persisten Stadium II Penurunan berat badan bersifat sedang yang tak diketahui penyebabnya (< 10% dari perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya) Infeksi saluran pernafasan yang berulang (sinusitis, tonsillitis, otitis media, faringitis) Herpes zoster Keilitis angularis Ulkus mulut yang berulang Ruam kulit berupa papel yang gatal (Papular pruritic eruption) Dermatisis seboroik Infeksi jamur pada kuku Stadium III Penurunan berat badan bersifat berat yang tak diketahui penyebabnya (lebih dari 10% dari perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya) Diare kronis yang tak diketahui penyebabnya selama lebih dari 1 bulan Demam menetap yang tak diketahui penyebabnya Kandidiasis pada mulut yang menetap Oral hairy leukoplakia Tuberkulosis paru Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia, empiema, meningitis, piomiositis, Infeksi tulang atau sendi, bakteraemia, penyakit inflamasi panggui yang berat) Stomatitis nekrotikans ulserative akut, gingivitis atau periodontitis Anemia yang tak diketahui penyebabnya (< 8 g/dl), netropenia (< 0.5 x 10 g/dl) dan/atau trombositopenia kronis (< 50 x 10 g/dl) Stadium IV Sindrom wasting HIV Pneumonia Pneumocystis jiroveci Pneumonia bacteri berat yang berulang Infeksi herpes simplex kronis (orolabial, genital, atau norektal selama lebih dari 1 bulan atau visceral di bagian manapun) Kandidiasis esofageal (atau kandidiasis trakea, bronkus atau paru) Tuberkulosis ekstra paru Sarkoma Kaposi Penyakit Cytomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain, tidak termasuk hati, limpa dan kelenjar getah bening) Toksoplasmosis di sistem saraf pusat Ensefelopati HIV Pneumonia Kriptokokus ekstrapulmoner, termasuk meningitis Infeksi mycobacteria non uberkulosis yang menyebar Leukoencefalopati multifokal progresif Kriptosporidiosis kronis Isosporiasis kronis Mikosis diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis) Septikemi yang berulang (termasuk Salmonella non-tifoid) Limfoma (serebral atau Sel B non- Hodgkin) Karsinoma serviks invasif Leishmaniasis diseminata atipikal Nefropati atau kardiomiopati terkait HIV yang simtomatis

25 Gambaran Klinis TB Derajat imunosupresi dari HIV akan mempengaruhi gejala klinis dari TB. Gambaran klinis TB pada HIV stadium awal mirip dengan TB tanpa HIV. Batuk lama, demam, keringat malam atau penurunan berat badan merupakan gambaran klinis yang khas pada TB, dengan sensitivitas 79%, tetapi spesifisitasnya hanya 50%. Gambaran klinis TB pada kadar CD4 di bawah 200 sel/µl menjadi tidak khas, 50% merupakan TB ekstraparu. Pada CD4 di bawah 75 sel/µl gejala infeksi paru hampir tidak ditemukan, TB diseminata dengan manifestasi tidak spesifik seperti demam lama dengan penyebaran ke organ lain lebih sering ditemukan dengan tingkat mortalitas yang tinggi (Sterling dkk, 2010). Asimptomatik TB dengan hasil pemeriksaan foto thorax dan sputum BTA negatif sering ditemukan pada TB-HIV dan 10% kasus ditemukan di negara-negara endemik TB. Hampir 25% penderita HIV tidak terdiagnosis adanya TB aktif, sehingga skrining TB direkomendasikan pada seluruh penderita HIV (Lee dkk, 2000; Zumla, 2013). Tabel 2.4 Presentasi Klinis Pasien TB-HIV (Sharma dkk, 2005) Karakteristik Infeksi HIV lanjut * Infeksi HIV awal Pulmonal dan ektrapulmonal 50:50 80:20 Gejala klinis Gambaran radiologis Limfadenopati intratorakal Lobus bawah Menyerupai TB primer Menyerupai post-tb primer Sering Sering Jarang Jarang Cavitas Jarang Sering Tes tuberkulin Sering Jarang Sputum BTA Jarang positif Sering positif Reaksi adversi obat Sering Jarang Relaps setelah terapi Sering Jarang *CD4 di bawah 200 sel/µl

26 17 Selain TB, terdapat pula Mycocabterium Other Than Tuberculosis (MOTT) yang umumnya muncul pada kadar CD4 kurang dari 100 sel/µl. MOTT dapat terdokumentasi dengan baik pada negara dengan angka TB yang rendah, tetapi negara dengan angka koinfeksi TB-HIV tinggi persentase MOTT tergolong rendah, hal ini disebabkan karena sulitnya penegakkan diagnosis (McCarthy dkk, 2011). Gejala dan tanda infeksi MOTT mirip dengan gejala klinis TB, yaitu batuk lama, keringat malam, dan penurunan berat badan. Berdasarkan rekomendasi American Thoracic Society (ATS)/ Infectious Disease Society of America (IDSA), penegakkan MOTT berdasarkan (1) gejala klinis atau kelainan pada foto thoraks, meliputi nodul atau kavitas, atau multifokal bronkiektasis yang disertai multiple noduk kecil pada pemeriksaan CT scan, (2) mengeksklusi diagnosis lainnya, (3) hasil kultur positif MOTT melalui dua kali pemeriksaan sputum atau melalui satu kali pemeriksaan bilasan bronkus. Beberapa penelitian yang dilakukan di Vietnam, Thailand, dan Kamboja menyebutkan kriteria yang diterapkan ATS/IDSA sering menghadap kendala terutama pada pemeriksaan kultur yang sering kali memberikan hasil negatif. Hal ini menyebabkan prevalensi MOTT paru pada pasien HIV di daerah Asia Tenggara masih tergolong rendah. Kultur yang memiliki sensitif yang tinggi untuk MOTT menurut penelitian tersebut adalah melalui kulur media cair. Sebuah penelitian di Nigeria juga mengungkapkan pernyataan yang sama, bahkan pemeriksaan Xpert/MTB-Rif yang merupakan pemeriksaan rekomendasi WHO dikatakan memiliki sensitivitas yang rendah untuk mendiagnosis MOTT di negara dengan prevalensi TB yang tinggi. Penegakkan diagnosis MOTT yang sulit inilah yang menyebabkan MOTT jarang dijumpai sebagai IO pada infeksi HIV (Restiawati dkk, 2011; McCarthy dkk, 2011).

27 Diagnosis Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya (Kemenkes, 2013a) Pemeriksaan Bakteriologi Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan adanya kuman TB dapat berasal dari sputum, cairan pleura, cairan cerebrospinal, bilasan bronkus, urin, maupun jaringan biopsi. Semua pasien suspek TB dilakukan pemeriksaan spesimen sputum selama dua hari berturut-turut, yaitu sewaktu pagi - sewaktu (SPS). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan mikroskopis memiliki keuntungan yaitu tidak membutuhkan biaya yang mahal dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat (World Health Organization, 2007; Kemenkes, 2011).

28 19 Gambar 2.4 Alur Diagnosis TB Paru pada penderita HIV Rawat Jalan (Kemenkes, 2013a) Pemeriksaan sputum BTA memerlukan bahan spesimen Mtb sekitar 10 5 per mililiter untuk memberikan hasil yang positif. Pasien dengan infeksi HIV positif jarang memberikan hasil positif pada pemeriksaan BTA. Sulitnya mengeluarkan dahak merupakan alasan yang paling sering dijumpai. Semakin rendah sistem imun maka pemeriksaan sputum BTA akan memberikan hasil negatif akibat sulitnya pembentukan granuloma atau bahkan tidak terbentuk sama sekali (Swaminathan, 2002; Padmapriyadarsini dkk, 2011; Singhal, 2011). Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan sputum BTA pada penderita dengan koinfeksi TB-HIV adalah 38,1% dan 74,5%. (Swai dkk, 2011).

29 20 Gambar 2.5. Alur Diagnosis TB Paru pada Penderita HIV Sakit Berat (Kemenkes, 2013a) Kultur sputum Mtb merupakan pemeriksaan standar baku untuk menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan kultur sputum selain digunakan untuk identifikasi jenis Mycobacterium, juga dapat mengetahui resistensi OAT. WHO merekomendasikan pemeriksaan kultur sputum Mtb pada pasien dengan BTA negatif, dan lebih dianjurkan untuk pemeriksaan kultur sputum dengan media cair karena sensitivitas dan hasil yang diperoleh lebih cepat dibandingkan dengan kultur media padat. Permasalahan yang sering dihadapi dari pemeriksaan kultur sputum Mtb adalah tidak semua fasilitas kesehatan menyediakan pemeriksaan ini sehingga harus dikirim ke tempat yang memiliki fasilitias pemeriksaan kultur sputum. Desentralisasi kultur sputum merupakan pengiriman sputum yang dianjurkan

30 21 (WHO, 2006). Pada saat ini kementerian kesehatan menetapkan penggunaan media Lowenstein-Jensen (LJ) sebagai pemeriksaan dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya. Tidak satu pun uji tunggal yang dapat membedakan Mtb dan Mycobacterium lannya, sehingga identifikasi Mtb didasarkan pada hasil pemeriksaan, kecepatan tumbuh, morfologi koloni, uji Para Nitro Benzoic Acid (PNB), dan uji niasin (Kemenkes, 2012). Beberapa uji identifikasi yang dapat digunakan adalah: (Swapna dkk, 2011; Kemenkes 2012) 1. Uji Niasin. Semua Mycobacterium dapat menghasilkan asam nikotinal. Mtb dan beberapa spesies seperti M. simiae dan M. chelonae tidak dapat menghasilkan asam nikotinal tersebut. Jumlah asam nikotinak yang dibentuk terbanyak terbanyak ada pada media LJ, karena itu pemeriksaan ini membutuhkan media LJ. Uji niasin dengan paper strip merupakan pemeriksaan yang direkomendasikan oleh WHO dengan hasil meta analisisnya paling sensitif. 2. Uji PNB. Uji ini juga menggunakan media LJ. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu hari. 3. Uji mycobacterium tuberculosis protein 64 (MPT-64). MPT merupakan antigen spesifik yang disekresikan oleh Mtb saat pertumbuhan bakeri. Antigen MPT-64 tidak ditemukan pada M. bovis, M. leprae, dan Mycobacterium Other Than Tuberculosis (MOTT). Keunggulan dari pemeriksaan ini adalah hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk mendeteksi Mtb atau MOTT, dengan sensitivitas 96,5-100% dan spesifisitas 100%.

31 22 Pemeriksaan diagnostik lainnya adalah Xpert MTB/Rif. Xpert MTB/Rif merupakan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) otomatis dengan menggunakan platform GeneXpert (Cepheid, Sunnyvale, CA, United States). Xpert MTB/Rif dapat mengindentifikasi Mtb serta resistensi rifampisin secara bersamaan dalam waktu dua jam. Pada Xpert MTB/Rif amplifikasi dan deteksi dari PCR tergabung dalam suatu unit yang disebut dengan Xpert Mtb/Rif cartridge. Sample pemeriksan Xpert Mtb/Rif dapat menggunakan bahan sputum yang berupa sampel sputum segar atau sedimen sputum atau bahan cairan pleura, cairan serebrospinal, atau fine needle aspiration biopsy (FNAB) dari KGB. Xpert Mtb/Rif dengan sampel sputum dapat mendeteksi Mtb 10 3 dan memiliki sensitifitas dan spesivisitas yang cukup tinggi yaitu 88% dan 99% dalam mendiagnosis TB-HIV khususnya yang berasal dari sputum (Kemenkes, 2013a; WHO, 2014a, O'Grady dkk, 2012). WHO merekomendasikan pemeriksaan Xpert Mtb/Rif untuk mendiagnosis TB disamping pemeriksaan sputum BTA dan kultur untuk mendiagnosis MDR-TB atau koinfeksi TB-HIV. Pada daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi, WHO menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan molekuler seperti Xpert MTB/Rif bila fasilitasnya memungkinkan. Pemeriksaan ini dianjurkan sebagai pemeriksaan diagnostik primer pada pasien TB-HIV. Selain direkomendasikan untuk mendiagnosis TB paru, Xpert MTB/Rif direkomendasikan oleh WHO untuk mendiagnosis dengan cepat TB ekstraparu. Rekomendasi tersebut terutama pada meningitis TB yang membutuhkan diagnosis cepat dan pemeriksaan KGB atau jaringan lain, tetapi masih dengan bukti kualitas yang rendah, tetapi tidak semua daerah di Indonesia memiliki fasilitas pemeriksaan Xpert MTB/Rif. (WHO, 2014; WHO, 2014a; Kemenkes, 2013a).

32 Pemeriksaan Radiologi Pada pemeriksaan foto thorax, TB-HIV memiliki gambaran yang beragam, tergantung dari stadium HIV. Gambaran radiologis stadium awal HIV sama dengan penderita non HIV, berupa kavitas pada lobus atas, infiltrat, dan nodul. Pada stadium lanjut 80% gambarannya mirip infeksi primer TB. Ada pula yang memberikan gambaran ekstraparu seperti efusi pleura, limfadenopati hilus bahkan normal. Penelitian yang dilakukan oleh Ong dkk (2008), gambaran radiologi pada penderita HIV dengan kadar CD < 200 sel/µl berupa gambaran infiltrat di daerah basal, tuberukulosa pneumonia, limfadenopati mediastinum dan hilus, dan miliar. Beberapa studi di Kenya menemukan 13% penderita dengan kultur BTA positif memiliki foto thorax normal (Lee dkk, 2000; Zumla, 2013; Hoffman,2014).

33 Gambar 2.6 Diagnosis TB-HIV Berat (WHO, 2013d) 24

34 Pemeriksaan Lipoarabinomannan Mendeteksi antigen Mycobacterium merupakan salah satu pilihan untuk mendiagnosis TB. LAM merupakan salah satu pemeriksaan antigen yang dapat mendiagnosis TB paru (Achkar, 2011). Dinding sel Mycobacterium merupakan struktur yang kompleks yang terdiri dari beberapa komponen penting untuk imunogenitias. Komponen tersebut terdiri dari peptidoglycan, arabinogalactan, myocolic acid lipid, yang merupakan ciri khas dari sel Mycobacterium, dan lapisan glikolipid yang merupakan lapisan teratas dari plasma membran. LAM, lipomannan (LM), dan phosphatidylinositol (PI) mannoside (PIMs) merupakan mannose dari glikolipid yang penting pada pembungkus sel. Peptidoglycan secara umum dapat ditemukan pada bakteri, sedangkan mycolic acid hanya ditemukan pada Mycobacterium dan merupakan asam lemak yang merupakan bagian unik dari Mycobacterium. (Fukuda dkk, 2013; Cheepsattayakorn, 2005; Stronhmeier, 1999). Pembungkus dari Mtb berguna untuk pertahanan dalam tubuh pejamu yang terinfeksi dan terhadap beberapa obat anti Mycobacterium yang menghambat biosintesis dan komponen dinding sel. LAM, merupakan melokul non-peptida yang mengatur respon imun pejamu, sedangkan mannose-capped LAM (ManLAM) merupakan molekul anti inflamasi yang kuat (Nigou, 2003). LAM berukuran dalton, dilepaskan dari metabolik aktif atau sel bakteri selama infeksi TB (Peter dkk, 2010). Molekul-molekul LAM membentuk suatu ikatan non kovalen dengan plasma Mycobacterium melalui glikofosfolipid dan permukaan dinding sel. Molekul LAM memiliki tiga struktur utama yaitu glikofosfolipid, mannan, dan arabinan. Glikofosfolipid umumnya terdapat pada

35 26 semua spesies Mycobacterium. Masing-masing molekul LAM memiliki capping yang berbeda-beda tergantung jenis spesiesnya. Molekul LAM dengn cap mannosylated (ManLAM) terdapat pada spesies Mtb, Mycobacterium lepra, Mycobacterium bovis. Molekul LAM dengan cap fosfoinositol (PILAM) terdapat pada Mycobacterium smegmatis. Sedangkan Mycobacterium chelonae tidak memiliki cap mannose atau fosfoinositol, tetapi memiliki bentuk cap molekul Ara LAM. (Lawn, 2012). Gambar 2.7. Dinding sel mikobakterium (Mistry., 2008) LAM dapat menginduksi sitokin imunosupresif termasuk mengugah TGF- B, menginduksi nitric oxide (NO), TNF-A, dan melepaskan interleukin-12 (IL-12) ke dalam pembuluh darah perifer pada tuberkulosis yang baru didiagnosis (Cheepsattayakorn, 2005). Pada saat terjadi infeksi, pejamu akan mengeluarkan antibodi untuk melawan antigen mikobakterium. Antigen humoral nonprotein tersebut adalah LAM. Sirkulasi antibodi LAM dapat ditemukan pada penderita tuberkulosis aktif (Stronheimerer., 1997).

36 27 LAM tidak hanya terdapat pada Mtb tetapi juga ditemukan pada Mycobacterium leprae, Mycobacterium bovis, Mycobacterium avium, Mycobacterium kansasii, Mycobacterium fortuitum, Mycobacterium smegmatis, dan Mycobacterium chelonae (Mishra., 2011). Gambar 2.8. Lipoarabinomannan pada dinding sel M tuberkulosis, M smegmatis, dan C glutamicum (Mishra., 2011) Selain terdapat dalam Mycobacterium, LAM juga terdapat pada genus Rhadococcus. Rhadococcus adalah bagian dari Actinomycetes yang termasuk dalam genus Mycobacterium. Pada Rhadococcus berat LAM lebih ringan dibanding Mtb dan M bovis, serta tidak memiliki bagian arabinan (Nigou dkk, 2003; Mishra dkk, 2011). Selain itu dinding sel yang kaya akan lipid dapat juga dijumpai pada Corynebacterium dan Nocardia (Mishra dkk, 2011; Peter dkk, 2010). Antibodi poliklonal anti-lam memiliki reaksi silang dengan beberapa varian dari Actinobacteria termasuk di dalamnya Nocardia, Streptomuces, dan Candida. Kontaminan spesimen urin yang mengandung spesies Candida dan adanya MOTT memberikan nilai prediktif yang rendah pada hasil LAM yang positif. (Peter dkk, 2010; Minion dkk, 2011).

37 28 Infeksi HIV merupakan salah satu faktor predisposisi munculnya infeksi Rhodococcus equi. Secara umum infeksi Rhodococcus equi termasuk jarang sekali terjadi. Gejala klinisnya mirip dengan pneumonia, dengan gejala tersering adalah demam, batuk yang disertai dahak. Penelitan yang dilakukan oleh Da Silva dkk (2011) menyebutkan jarang menemukan infeksi Rhodococcus equi pada penderita HIV. Pada penelitian tersebut, dari 546 penderita HIV ditemukan 17% dengan infeksi Rhodococcus equi melalui pemeriksaan sputum (Da Silva dkk, 2011; Tortosa dkk., 2003). Boeme dkk (2005) melakukan kultur terhadap beberapa bakteri gram positif dan negatif, seperti Klebsiella pneumoniae, Streptococcus agalactiae, Stetococcus pnuemoniae, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Proteus vulgaris, Escherichia coli, Neisseria meningitidis, dan Haemophilus influenza. Tes dilakukan dengan menggunakan LAM ELISA. Pemeriksaan juga dilakukan pada beberapa Mycobacterium dengan melihat reaksinya terhadap LAM ELISA. Hasil yang diperoleh adalah LAM ELISA tidak memiliki reaksi terhadap bakteri gram positif dan negatif sedangkan pada spesies Mycobacterium, Mtb dan M. bovis memiliki sensitivitas tertinggi terhadap LAM ELISA (Beohme dkk, 2005).

38 29 Gambar 2.9 Reaksi LAM (Boehme dkk., 2005) A. Membandingkan antibodi LAM dengan bakteri gram positif dan gram negatif B. Reaksi LAM ELISA terhadap berbagai spesies Mycobacterium LAM dapat dideteksi pada sputum, cairan serebrospinal, urin dan cairan pleura sehingga LAM dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi Mycobacterium paru maupun ekstraparu (Boehme dkk, 205; Peter, 2010).

39 30 Pemeriksaan sputum LAM menunjukkan sensitivitas yang tinggi (86%; 95% CI 81, 90%) tetapi spesifisitas yang rendah (15%; 95% CI 10, 21%) bila dibandingkan dengan LAM urin (Dheda dkk, 2010). Menurut Patel dkk (2009) pada cairan serebrospinal sensitivitasnya 64% dan spesifisitasnya 69% bila dibandingkan dengan PCR. Permeabilitas LAM dalan sawar otak masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Beberapa studi menunjukkan pemeriksaan LAM merupakan pemeriksaan yang menjanjikan dalam mendiagnosis meningitis TB. Pada pemeriksaan cairan pleura, antigen LAM tidak lebih baik dibanding ADA dalam mendiagnosis TB, bahkan oleh peneliti penelitian LAM dihentikan karena tidak memberikan hasil positif terdapat dua puluh empat pertama pasien. Hal ini disebabkan karena cairan pleura memiliki kadar protein yang tinggi sehingga mengikat LAM bebas. Rendahnya deteksi antigen LAM kemungkinan disebabkan rendahnya kadar basil pada penyakit pleura (Dheda dkk, 2009a) Pada tahun 1960 telah diketahui bahwa Mtb dapat dijumpai pada urin seroang penderita TB aktif, tetapi urin bukan pemeriksaan rutin karena hasilnya tidak memuaskan, yaitu sekitar 2%. Pada pasien yang terinfeksi HIV pemeriksaan melalui urin justru memberikan hasil yang lebih memuaskan, yaitu 70% (Peter dkk, 2010). Mekanisme LAM dapat terdeteksi melalui urin hingga saat ini masih belum dapat dijelaskan. LAM memiliki ukuran yang mirip dengan mioglobin ( dalton), melalui aliran darah dapat keluar melalui urin melalui rusaknya otot pada seseorang yang tidak memiliki gangguan pada fungsi glomerulus (Lawn, 2012; Wood dkk, 2012). Hal ini yang membuat molekul LAM diyakini dapat keluar melalui urin. Secara sistematis pelepasan LAM melalui sirkulasi imun komples tidak dapat melewati glomerulus ginjal normal, tetapi pada kenyataannya LAM

40 31 antibodi kompleks yang dilepaskan Mycobacterium melalui traktus urinarius dapat melalui urin (Wood dkk, 2012). Adanya gangguan pada fungsi ginjal, seperti nefropati HIV akan mempengaruhi kemampuan LAM yang berasal dari aliran darah keluar melalui urin. Terdapat tiga model yang mungkin terjadi pada LAM yang dilepaskan oleh Mycobacterium tubuh.(wood, 2012) A. LAM dilepaskan oleh organisme dari sirkulasi sistemik (nonrenal) ke dalam sirkulasi dimana antibodi anti-lam akan berikatan dengan imun kompleks dan keluar ke urin pada ginjal normal. Pada model ini seseorang yang memiliki fungsi ginjal normal akan memberikan hasil LAM yang negatif bila tidak dijumpai mikobakteriuria. B. Molekul LAM bebas dilepaskan oleh organisme Mtb ke kompartemen sistemik melalui sirkulasi tetapi tidak terikat oleh antibodi dan akan dikeluarkan melalui urin pada ginjal yang normal. Pada model ini akan memberikan hasil LAM urin positif pada meskipun tidak dijumpai adanya Mycobacterium. C. Urin LAM dilepaskan langsung oleh organisme Mtb ke dalam urin. Mikobakteriuria dapat dijumpai pada kejadian TB ekstraparu. Pada model ini akan memberikan hasil positif pada pemeriksaan uji LAM bila ditemukan adanya Mtb di urin.

41 32 Gambar 2.9. Tiga model pelepasan LAM (Wood R, 2012) A. LAM yang terikat dengan antibodi dari kompleks imun dilepaskan secara sistemik ke sirkulasi dan melalui filtrasi ginjal LAM dapat melewati membran glomerulus. Pada model ini memberikan tes LAM akan negatif bila tidak dijumpai adanya Mtb. B. LAM tidak terikat dengan antibodi anti LAM, LAM bebas terfiltrasi keluar melalui urin. Pada model ini pemeriksaan LAM akan memberikan hasil positif meskipun tidak ada Mtb. C. Mtb keluar langsung melalui traktur urinarius dan melepaskan LAM ke urin. Pada model ini tes LAM positif bila dijumpai Mtb. Sebuah studi besar di Tanzania melaporkan proteinuria memiliki hubungan dengan kadar positif dari LAM (Reither dkk, 2009). Pendapat sebaliknya diungkapkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Dheda dkk (2010), yang menyatakan tidak adanya hubungan antara LAM urin dengan proteinuria. Sensitivitas yang berbeda-beda dari tiap penelitian disebabkan oleh berbagai faktor seperti beratnya derajat HIV dari tiap pasien, tipe strain virus, populasi genetika dan malnutrisi. Suatu analisis dengan menggunakan pemeriksaan kuantifikasi

42 33 ekskresi proteinuria dilaporkan oleh Wood dkk (2012). Proteinuria yang terdeteksi pada penderita dengan LAM positif tidak berhubungan dengan dengan derajat disfungsi glomerulus Hal yang terpenting dari penelitian ini adalah Mtb ditemukan pada lebih dari setengah pasien dengan LAM positif dan tidak ditemukan pada kontrol dengan LAM negatif. LAM urin merupakan suatu pemeriksaan imunokromatografi. Sampel urin ditambahkan pada pad sampel dimana koloid antibodi akan mengikat LAM yang terdapat pada sampel. Sampel urin pada pad akan bergerak sepanjang strip tes melalui membran nitroselulosa. Partikel koloid memberikan garis berwarna ungu bila ditemukan adanya LAM dalam sampel. Garis kontrol terdapat pada strip tes dimana cut off yang digunakan adalah pada +2 (Lawn, 2012). 2.6 Hubungan LAM Urin dan Tuberkulosis Pemeriksaan LAM Urin merupakan pemeriksaan antigen lateral flow yang relatif murah, memiliki hasil yang cepat, sensitvitas dan spesifisitas yang tinggi pada pasien HIV. Menurut Lawn dkk (2012) yang melakukan studi di Afrika Selatan, 235 pasien ART naive dengan kadar rata-rata CD4 125 sel/µl, menunjukkan sensitivitas LAM urin sebesar 95%. Pada studi yang dilakukan oleh Shah dkk (2010) yang dilakukan di Afrika Selatan terhadap 499 penderita suspek TB (85% terinfeksi HIV) menunjukkan sensitifitas LAM 71% pada kadar CD sel/ul dan 85% pada CD4 di bawah 50 sel/µl. Pemberian terapi obat anti tuberkulosis (OAT) akan menurukan sensitivitas hingga 33% (Shah dkk, 2010). Wood (2012) juga memaparkan hubungan LAM dengan pemberian OAT. Pada minggu pertama kadar setelah pemberian OAT kadar LAM masih stabil, tetapi setelah minggu kedua kadar LAM mulai menurun dengan drastis dan semakin turun

43 34 hingga tidak terdeteksi setelah minggu kedua puluh empat. Studi yang dilakukan oleh Dheda dkk (2010) membandingkan pemeriksaan LAM urin, sputum BTA dan kombinasi LAM urin dan sputum BTA. Pada pemeriksaan sputum BTA tunggal sensitivitasnya 65% pada pasien TB, 49% pada pasien dengan koinfeksi HIV, dan 37% pada pasien HIV dengan kadar CD4 < 200 sel/µl, sebaliknya pemeriksaan LAM urin sensitivitasnya justru terbalik yaitu 13%, 21%, dan 37% pada kelompok yang sama. Pemeriksaan LAM urin yang dikombinsi dengan sputum BTA pada pasien dengan kadar CD4 kurang dari 200 sel/µl memiliki sensitivitas 53%. Menurut Gaunder dkk (2011) sensitivitas LAM urin tidak lebih baik dibanding pemeriksaan sputum BTA. Sensitivitas LAM urin hanya 32%, tidak lebih baik dibanding pemeriksaan sputum BTA yang sama-sama memberikan hasil pemeriksaan yang cepat. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Bjerrum S dkk (2015) pada 469 sampel di Ghana memiliki sensitivitas 44%, spesifisitas 95%, dengan RKP 8,6 dan RKN 0,6 pada sampel dengan kadar CD4 100 sel/µl. Dari penelitian tersebut, kesimpulan yang dapat ditarik adalah pemeriksaam LAM urin dapat digunakan untuk mendiagnosis penderita HIV dengan keadaan umum yang buruk. Sebuah metaanalisis dilakkukan oleh Minion dkk (2010) menyimpulkan penggunaan LAM urin memiliki sensitivitas yang lebih baik dibanding sputum BTA terutama pada penderita TB-HIV dengan imunodefisiensi lanjut. Kendala dari pemeriksaan LAM Urin adalah adanya reaksi silang antara Mtb dengan MOTT yang memberikan positif palsu. Kontaminasi bahan urin dengan flora normal seperti kandida juga menurunkan nilai prediktif positif pada pemeriksaan LAM. Ada beberapa alasan mengapa pemeriksaan LAM lebih sensitif pada pasien dengan

44 35 imunosupresi yaitu: (Minion, 2011) 1. Suatu teori menyebutkan adanya korelasi antara sensitifitas yang tinggi dengaan banyaknya jumlah bakteri. Pada pasien imunosupresi Mtb akan berreplikasi lebih banyak di jaringan, hal ini yang menyebabkan sirkulasi LAM menjadi lebih banyak pula. 2. Kompleks antigen-antidbodi akan terbentuk lebih banyak pada pasien TB tanpa imunosupresi sehingga ekskresi LAM tidak keluar melalui urin. 3. HIV berhubungan dengan disfungsi podosit yang lebih banyak terjadi pada penderita HIV stadium lanjut, akan meningkatkan permeabilitas glomerulus sehingga kadar LAM akan terdeteksi pada urin.

45 Kerangka berpikir BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP Diagnosis TB pada penderita HIV di negara-negara berkembang khususnya Indonesia saat ini masih berpatokan pada penggunaan sputum untuk menemukan adanya BTA. Pemeriksaan standar baku dalam menegakkan infeksi TB adalah melalui pemeriksaan kultur sputum Mtb. Pemeriksaan kultur dapat mengidentifikasi jenis kuman apakah termasuk Mtb atau MOTT, tetapi kesulitan yang dihadapi adalah hasilnya yang lama, karena pertumbuhan kuman Mtb yang lama. Beberapa tahun belakangan ini telah dikembangkan suatu pemeriksaan untuk mendiagnosa TB pada penderita HIV dengan bahan urin, yaitu pemeriksaan LAM urin. Keunggulan pemeriksaan ini adalah hasilnya dapat diperoleh dengan cepat, hanya dalam waktu beberapa menit Keunggulan lain dari LAM urin adalah menggunaakan bahan urin, dimana bahan pemeriksaan dapat diperoleh dengan mudah dan tidak membutuhkan pemeriksaan yang rumit. Penelitian ini untuk menilai sensitivitas dan spesifisitas LAM urin dibandingkan dengan kultur sputum Mtb yang menjadi standar baku pemeriksaan TB.

46 Konsep Penelitian Berdasarkan tinjauan pustaka dan permasaiahan yang dihadapi maka dibuat kerangka konsep penelitian seperti gambar di bawah ini. Kultur sputum Mtb HIV Suspek TB LAM Urin = Variabel baku emas = Variabel uji baru Gambar 3.1 Konsep Penelitian

47 38 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan desain potong lintang pada penderita HIV yang dicurigai menderita TB paru dengan melakukan pemeriksaan LAM Urin yang akan dibandingkan dengan pemeriksaan kultur sputum Mtb. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap dan poliklinik VCT serta paru, bagian penyakit dalam RSUP Sanglah. Pemeriksaan kultur sputum Mtb dilakukan di laboratorium mikrobiologi RSUP Sanglah dan identifikasi Mtb dilakukan di RSUP Dr Soetomo Surabaya. Pemeriksaan LAM urin dilakukan di ruang rawat inap RSUP Sanglah. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2015 hingga Agustus Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kedokteran dan secara spesifik merupakan penelitian untuk mengidentifikasi nilai diagnostik pemeriksaan LAM urin untuk mendiagnosis TB paru pada pasien HIV. Penelitian ini merupakan penelitian diagnostik yang dilakukan di bagian ilmu penyakit dalam, khususnya bidang ilmu penyakit infeksi HIV dan paru. 4.4 Penentuan Sumber Data Populasi Target Populasi target adalah semua pasien HIV dewasa yang dicurigai menderita koinfeksi TB (18-60 tahun) Populasi Terjangkau Populasi terjangkau adalah semua pasien HIV dewasa yang dicurigai

48 39 menderita koinfeksi TB paru yang menjalani rawat inap maupun rawat jalan di poliklinik penyakit dalam RSUP Sanglah Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi Sampel Pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah secara consecutive sampling, yaitu dengan mengikutsertakan semua penderita HIV dewasa yang dicurigai TB paru yang memenuhi kriteria sebagai sampel hingga mencapai jumlah yang direncanakan Etika Penelitian Ethical clearance dimintakan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. Setiap sampel diminta untuk menandatangani informed consent Kriteria Inklusi - Penderita HIV baik yang sudah mendapat terapi ART atau belum, yang dicurigai menderita koinfeksi TB paru berusia tahun baik pria maupun wanita - Bersedia ikut serta dalam penelitian dengan menandatangani informed consent - Kadar CD4 200 sel/µl - Suspek TB kambuh - Suspek MDR TB Kriteria Eksklusi - Pasien putus OAT, dengan batas konsumsi OAT terakhir 2 bulan lalu - Pasien infeksi salurang kencing - Pasien dengan gagal ginjal stadium I-V

49 40 - Pasien dengan infeksi candidiasis - Pasien dengan infeksi Corynebacterium sp Besar Sampel Perkiraan besar sampel dihitung berdasarkan rumus berikut (Maldiyono dkk, 2011): Zα 2 N 2 sen (1 sen) d P N = besar sampel Za = derivat baku dari tingkat kesalahan sebesar 1,96 Sen = sensitivitas alat yang diinginkan, sebesar 78% d = simpang baku sebesar 20% P = prevalensi HIV-TB, sebesar 25% Berdasarkan rumus diatas didapatkan sampel sebesar 65,92. Estimasi besar sampel minimal yang diperlukan pada penelitian ini adalah 66 orang 4.5 Variabel Penelitian Variabel Uji Baru Variabel uji baru pada penelitian ini adalah LAM urin Variabel Baku Emas Variabel baku emas pada penelitian ini adalah kultur sputum Mtb Definisi Operasional Variabel Berdasarkan variabel-variabel yang telah diidentifikasi, maka definisi operasional variabel penelitian ini disusun sebagai berikut. 1. Infeksi HIV dikatakan positif bila tiga kali pemeriksaan dengan menggunakan reagen tes cepat adalah positif untuk ketiganya. (Kemenkes, 2011) 2. CD4 diperiksa dengan menggunakan pemeriksan flow cytometri untuk

50 41 menentukan status imun pasien HIV dengan menghitung angka absolut (per mm 3 ) atau persentase sel CD4, dengan cut point 200 sel/µl (Graham dkk, 1995). 3. Pasien HIV suspek TB paru dicurigai pada semua penderita HIV yang memiliki gejala klinis minimal satu seperti batuk lebih dari 2 minggu atau lebih yang disertai keringat malam, demam lebih dari satu bulan, penurunan berat badan lebih dari 10% dalam satu bulan (WHO, 2007; Patel dkk, 2011). 4. LAM urin merupakan lapisan lipid dari Mycobacterium yang dapat dideteksi melalui cairan tubuh, yaitu urin sehingga dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis TB paru. Pemeriksaannya dengan menggunakan metode imunokromatografi. Hasilnya berupa kualitatif +4, +3, +2, +1, dan negatif, dengan cut-point positif diambil pada +2 (Lawn, 2012) 5. Kultur sputum Mtb merupakan pemeriksaan standar baku yang digunakan untuk mendiagnosis TB paru. Pemeriksaannya dengan menggunakan bahan sputum. Pembiakan sputum dengan menggunakan media LJ. Hasil kultur yang positif menandakan adanya kuman Mycobacterium. Selanjutkan pemeriksaan dilanjutkan dengan identifikasi melalui uji niasin dan MTP-64. Hasil yang positif menunjukkan adanya Mtb (WHO, 2006; Kemenkes, 2012) 6. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) ditentukan dengan tes kliren kreatinin dengan perhitungan memakai rumus Cockroft Gault (K/DOQI, 2002) (140 umur)xbb(kg) Kliren kreatinin (ml/mnt) = 72xserum kreatinin (mg/dl) (x 0,85 perempuan) Kriteria stadium PGK: 1. Stadium I apabila adanya penurunan fungsi ginjal dengan laju filtrasi

51 42 glomerulus (LFG) > 90 ml/mnt, 2. Stadium II apabila adanya penurunan fungsi ginjal dengan LFG ml/mnt. 3. Stadium III apabila adanya penurunan fungsi ginjal dengan LFG 30-59ml/mnt 4. Stadium IV apabila adanya penurunan fungsi ginjal dengan LFG ml/mnt 5. Stadium V apabila adanya penurunan fungsi ginjal dengan LFG <15 ml/mnt 7. Infeksi saluran kencing ditentukan bila pada pemeriksaan urin sewaktu ditemukan adanya nitrit positif dan/atau sedimen lekosit lebih dari 8-10 per lapang pandang (Nicolle, 2006) 8. Candidiasis oral didiagnosis dengan melihat plak pada daerah oral atau melalui pemeriksaan potasium hidroxide (KOH) (Reznik, 2005) 9. Corynebacterium ditegakkan bila dijumpai adanya gambaran klinis berupa faringitis dan pneumonia granulomatosa (Venezia, 2012) 10. Mycobacterium Other Than Tuberculosis (MOTT) ditentukan bila dari pemeriksaan kultur sputum Mtb didapatkan dengan uji Niasin dan MPT-64 negatif tetapi ditemukan adanya pertumbuhan kuman pada media LJ (Jones, 2002; Kemenkes, 2012; Jhonson, 2014). 11. Putus OAT adalah pasien yang tidak berobat selama dua bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai (Kemenkes, 2013b). 12. Kasus TB kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapat OAT dan dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan dan saat ini ditegakkan diagnosis TB episode rekuren (baik untuk kasus yang benar-benar

52 43 kambuh atau episode baru yang disebabkan reinfeksi) (Kemenkes, 2013b) 13. MDR TB adalah resisten OAT ganda, isolat Mtb resisten minimal terhadap isoniazid dan rifampisin (Kemenkes, 2013b) 14. Terapi ART adalah terapi yang diberikan pada individu dengan klinis HIV berat (stadium 3 atau 4 {WHO}) dan individu dengan kadar CD4 350 sel/µl atau pada individu dengan keadaan khusus (WHO, 2013b) 4.6 Bahan dan Instrumen Penelitian Pada penelitian ini, semua pasien HIV akan diperiksa kadar CD4 dan yang dicurigai koinfeksi TB paru akan dilakukan pemeriksaan rontgen dada, sputum BTA dengan metode Ziehl-Nielsen, Xpert Mtb/Rif dan pemeriksaan kultur sputum Mtb. Kultur sputum Mycobacterium dengan menggunakan media LJ. Bila dari media LJ terapat pertumbuhan Mycobacterium akan dilanjutkan dengan pemeriksaan uji niasin dan MPT-64 Pemeriksaan LAM Urin menggunakan metode lateral flow, Alere Determine TB LAM Ag. Reagensia disimpan dalam suhu 2-30 C dengan masa penyimpanan sembilan bulan. Pada penelitian ini nilai LAM Urin dikatakan positif bila memberikan hasil strip tes positif yang sesuai dengan kartu skala yang ada. Cut-point yang digunakan adalah skala +2. Prosedur pemeriksaan LAM Urin adalah sebagai berikut: - Metode pemeriksaan dengan lateral flow - Prosedur sampling: 1. Sobek strip dan lepaskan dari penutupnya 2. Ambil spesimen urin dengan menggunakan pipet atau mikropipet sebanyak 60 µl kemudian teteskan pada strip tes yang tersedia

53 44 3. Tunggu selama menit 4. Cocokkan dengan skala yang telah disediakan 5. Hasil dibaca oleh minimal oleh dua orang (peneliti dan perawat ruangan tempat pemeriksaan LAM urin) Gambar 4.1 Strip tes dan skala refrensi (Peter dkk, 2012) Sputum yang sulit untuk dikeluarkan akan dibantu dengan induksi sputum. Prosedur induksi sputum: - Nebulizer salbutamol 2,5 mg selama 5 menit - Tunggu 20 menit - Nebulizer NaCl hipertonik 3% selama 5 20 menit dengan menggunakan high output nebulizer dengan rata-rata 2,5 ml/menit - Hentikan nebulizer setiap 5 menit untuk mengeluarkan dahak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis complex. Sebagian kuman TB akan menyerang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis complex. Sebagian kuman TB akan menyerang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit menular yang sudah lama diketahui dan merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia. Penyebab dari TB adalah Mycobacterium tuberculosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Meskipun program pengendalian TB di Indonesia telah berhasil mencapai target

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA RSAU Dr.M.SALAMUN TENTANG KEBIJAKAN PANDUAN RUJUKAN PASIEN HIV/AIDS. DI RSAU Dr.M.SALAMUN

KEPUTUSAN KEPALA RSAU Dr.M.SALAMUN TENTANG KEBIJAKAN PANDUAN RUJUKAN PASIEN HIV/AIDS. DI RSAU Dr.M.SALAMUN DINAS KESEHATAN ANGKATAN UDARA RSAU Dr.M.SALAMUN KEPUTUSAN KEPALA RSAU Dr.M.SALAMUN Nomor : Skep/ /IX/20 TENTANG KEBIJAKAN PANDUAN RUJUKAN PASIEN HIV/AIDS DI RSAU Dr.M.SALAMUN KEPALA RSAU Dr.M.SALAMUN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia terutama negara berkembang. Munculnya epidemik Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Gejala utama adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala akibat penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi human immunodeficiency virus

Lebih terperinci

LIPOARABINOMANNAN URIN SEBAGAI ALAT DIAGNOSTIK TUBERKULOSIS PARU PADA PASIEN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS

LIPOARABINOMANNAN URIN SEBAGAI ALAT DIAGNOSTIK TUBERKULOSIS PARU PADA PASIEN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS TESIS LIPOARABINOMANNAN URIN SEBAGAI ALAT DIAGNOSTIK TUBERKULOSIS PARU PADA PASIEN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS MARIA AULIA SANDJAJA NIM 1014048206 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang utama khususnya di negara-negara berkembang. 1 Karena itu TB masih merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penularan langsung terjadi melalui aerosol yang mengandung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: HIV-TB, CD4, Sputum BTA

ABSTRAK. Kata kunci: HIV-TB, CD4, Sputum BTA ABSTRAK Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi oportunistik yang paling sering dijumpai pada pasien HIV. Adanya hubungan yang kompleks antara HIV dan TB dapat meningkatkan mortalitas maupun morbiditas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru tetapi juga dapat mengenai

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI TUBERKULOSIS DAN KEJADIANNYA Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Tuberkulosis, Mikroskopis Zn, Kultur LJ, Sensitivitas, Spesifisitas

ABSTRAK. Kata Kunci: Tuberkulosis, Mikroskopis Zn, Kultur LJ, Sensitivitas, Spesifisitas ABSTRAK SPESIFISITAS DAN SENSITIVITAS PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS TBC DIBANDINGKAN PEMERIKSAAN KULTUR TBC PADA PASIEN TUBERKULOSIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH PERIODE JANUARI DESEMBER 2015 Penyakit tuberculosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (MTB). TB paling sering menjangkiti paru-paru dan TB paru sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno Deficiency Syndrome(AIDS) saat ini telah menjadi masalah kesehatan global. Selama kurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab. yang penting di dunia sehingga pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN. tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab. yang penting di dunia sehingga pada tahun 1992 World Health 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab tuberkulosis. Tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan dunia. Pada tahun 2012 diperkirakan 8,6 juta orang terinfeksi TB dan 1,3 juta orang meninggal karena penyakit ini (termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal ini disebabkan karena kesulitan yang dihadapi untuk mendiagnosis TB paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan dapat mengenai berbagai organ tubuh. Penyakit tuberkulosis terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

INFORMASI TENTANG HIV/AIDS

INFORMASI TENTANG HIV/AIDS INFORMASI TENTANG HIV/AIDS Ints.PKRS ( Promosi Kesehatan Rumah Sakit ) RSUP H.ADAM MALIK MEDAN & TIM PUSYANSUS HIV/AIDS? HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M.Tb),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M.Tb), BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis 2.1.1 Etiologi Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M.Tb), yaitu kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um.

Lebih terperinci

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU Penemuan PasienTB EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi: 1. Penemuan pasien (langkah pertama) 2. pengobatan yang dikelola menggunakan strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1 Latar Belakang Penyakit human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS) disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu retrovirus yang berasal dari famili

Lebih terperinci

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). 10,11 Virus ini akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

repository.unimus.ac.id

repository.unimus.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Penyakit TBC merupakan penyakit menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2015, United Nation Program on HIV/AIDS (UNAIDS) melaporkan bahwa secara global sekitar 36.7 juta orang hidup dengan HIV dan 2.1 juta orang baru terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan manusia tiap tahunnya dan menjadi penyebab kematian kedua dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan global. Laporan World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

TUTIK KUSMIATI, dr. SpP(K)

TUTIK KUSMIATI, dr. SpP(K) TUTIK KUSMIATI, dr. SpP(K) TB paru problem kesehatan global MODALITAS TES CEPAT MENDETEKSI DR-TB & DS-TB TB Resisten Obat meningkat TB HIV +++ METODE DETEKSI KASUS YANG LAMBAT PASIEN TB HIV + PASIEN DIAGNOSIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch menemukan penyakit penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih

BAB 1 PENDAHULUAN. Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih atau limfosit. Sel tersebut adalah bagian terpenting dari sistem kekebalan tubuh, Sel ini juga

Lebih terperinci

Meningitis: Diagnosis dan Penatalaksanaannya

Meningitis: Diagnosis dan Penatalaksanaannya Meningitis: Diagnosis dan Penatalaksanaannya Ahmad Rizal Ganiem Dept Neurologi RS Hasan Sadikin Bandung - Indonesia Meningitis Peradangan di selubung pembungkus otak dan sumsum tulang belakang (disebut

Lebih terperinci

TUBERKULOSIS PADA PASIEN DENGAN HIV AIDS. dr. Bambang Satoto,Sp.Rad(K),M.Kes Departemen Radiology F.K Undip /RSUP Dr Kariadi Semarang

TUBERKULOSIS PADA PASIEN DENGAN HIV AIDS. dr. Bambang Satoto,Sp.Rad(K),M.Kes Departemen Radiology F.K Undip /RSUP Dr Kariadi Semarang TUBERKULOSIS PADA PASIEN DENGAN HIV AIDS dr. Bambang Satoto,Sp.Rad(K),M.Kes Departemen Radiology F.K Undip /RSUP Dr Kariadi Semarang PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan

Lebih terperinci

NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Inayati* Bagian Mikrobiologi Fakuktas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu melalui inhalasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) telah menjadi masalah yang serius bagi dunia kesehatan. Menurut data World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang paling sering mengenai organ paru-paru. Tuberkulosis paru merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) memerlukan deteksi cepat untuk kepentingan diagnosis dan

Lebih terperinci

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT Hubungan Tingkat Kepositivan Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) dengan Gambaran Luas Lesi Radiologi Toraks pada Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat Di SMF Pulmonologi RSUDZA Banda Aceh Mulyadi *,

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, menyebabkan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelenjar getah bening merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh memiliki kurang lebih 600 kelenjar getah bening, namun pada orang sehat yang normal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis (MTB). Angka insidensi, mortalitas, dan morbiditas penyakit TB

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms. Levi Aulia Rachman

JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms. Levi Aulia Rachman JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms Levi Aulia Rachman 1410.2210.27.115 Abstrak Pneumonia merupakan salah satu penyakit menular utama yang menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular adalah salah satu permasalahan kesehatan yang masih sulit ditanggulangi, baik itu penyakit menular langsung maupun tidak langsung. Tuberkulosis (TB)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekelompok 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekelompok kondisi medis yang menunjukkan lemahnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi kesehatan dunia, WHO, baru-baru ini membunyikan tanda bahaya untuk mewaspadai serangan berbagai penyakit infeksi. Pada tahun-tahun terakhir ini, wabah penyakit

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 16 BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Teori Patogenesis Definisi Inflamasi KGB yang disebabkan oleh MTB Manifestasi Klinis a. keras, mobile, terpisah b. kenyal dan terfiksasi

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medis RSUP Dr. Kariadi

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medis RSUP Dr. Kariadi BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi bidang Ilmu Kesehatan Anak khususnya pulmonologi anak. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di instalasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis) yang dapat mengenai berbagai organ tubuh, tetapi paling sering mengenai

Lebih terperinci

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru, tetapi dapat menyerang organ

Lebih terperinci

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN 2008 2009 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang sampai saat ini menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang sampai saat ini menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksi menular yang di sebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang sampai saat ini menjadi masalah kesehatan penting

Lebih terperinci

BAB I PANDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Mycobacterium Tuberculosis (MTB) telah. menginfeksi sepertiga pendududk dunia (Depkes RI,

BAB I PANDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Mycobacterium Tuberculosis (MTB) telah. menginfeksi sepertiga pendududk dunia (Depkes RI, BAB I PANDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mycobacterium Tuberculosis (MTB) telah menginfeksi sepertiga pendududk dunia (Depkes RI, 2002). Tahun 1993 WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parekim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh kainnya, termasuk meningitis, ginjal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih menjadi masalah karena merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir. Masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium yang melapisi saluran kemih karena adanya invasi bakteri dan ditandai dengan bakteriuria dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang terutama menyerang parenkim paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (Brunner & Suddarth,

Lebih terperinci

Asia Tenggara termasuk dalam region dengan angka kejadian TB yang tinggi. Sebesar 58% dari 9,6 juta kasus baru TB pada tahun 2014 terjadi di daerah As

Asia Tenggara termasuk dalam region dengan angka kejadian TB yang tinggi. Sebesar 58% dari 9,6 juta kasus baru TB pada tahun 2014 terjadi di daerah As BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang ditularkan melalui berbagai media. Penyakit jenis ini masih menjadi masalah besar kesehatan karena meningkatkan angka kesakitan

Lebih terperinci

PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI

PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran OLEH : EKA DEWI PRATITISSARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune Deficiency Syndrome HIV merupakan virus Ribonucleic Acid (RNA) yang termasuk dalam golongan Retrovirus dan memiliki

Lebih terperinci

Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso

Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso MEMIKAT HATI PEGAWAI PAJAK DAN MEMBUATNYA MEMIMPIKANMU SELAMANYA Robert Mugabe Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Abstrak. Mycobaterium (M.) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global.tuberkulosis sebagai peringkat kedua yang menyebabkan kematian dari

BAB I PENDAHULUAN. global.tuberkulosis sebagai peringkat kedua yang menyebabkan kematian dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan utama global.tuberkulosis sebagai peringkat kedua yang menyebabkan kematian dari penyakit menular di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Komplikasi infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Komplikasi infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komplikasi infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) terhadap perubahan status nutrisi telah diketahui sejak tahap awal epidemi. Penyebaran HIV di seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) & Acquired Immunodeficieny Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang

Lebih terperinci

Dasar Determinasi Pasien TB

Dasar Determinasi Pasien TB Dasar Determinasi Pasien TB K-12 DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI FK USU Klasifikasi penyakit dan tipe pasien Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan defenisi kasus yang meliputi 4 hal, yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius. Pneumonia ditandai dengan konsolidasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua yang menginfeksi manusia. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia dan menyebabkan angka kematian

Lebih terperinci

Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberculosis (MOTT)

Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberculosis (MOTT) Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberculosis (MOTT) Ni Made Restiawati, Erlina Burhan PENDAHULUAN Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT) ditemukan Mycobacterium tuberculosis dan baru dianggap sebagai

Lebih terperinci

Penyebab Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

Penyebab Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis Dr. Rr. Henny Yuniarti 23 Maret 2011 Penyebab Tuberkulosis Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis Cara Penularan Sumber penularan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. helper Cluster of Differentiation 4 (CD4) positif dan makrofag),

BAB I PENDAHULUAN. helper Cluster of Differentiation 4 (CD4) positif dan makrofag), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu retrovirus yang menyerang sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T helper Cluster of Differentiation 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan didapat terutama di paru atau berbagai organ tubuh

Lebih terperinci