KONTRIBUSI KEHARMONISAN HUBUNGAN DALAM KELUARGA TERHADAP KESEHATAN MENTAL PESERTA DIDIK KELAS VIII DI SMP N 5 SURAKARTA TAHUN 2013/ 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONTRIBUSI KEHARMONISAN HUBUNGAN DALAM KELUARGA TERHADAP KESEHATAN MENTAL PESERTA DIDIK KELAS VIII DI SMP N 5 SURAKARTA TAHUN 2013/ 2014"

Transkripsi

1 KONTRIBUSI KEHARMONISAN HUBUNGAN DALAM KELUARGA TERHADAP KESEHATAN MENTAL PESERTA DIDIK KELAS VIII DI SMP N 5 SURAKARTA TAHUN 2013/ 2014 Soeharto & Intan Nastiti ABSTRACT Intan Nastiti. CONTRIBUTION HARMONY IN THE FAMILY RELATIONSHIPS IN MENTAL HEALTH STUDENTS IN CLASS VIII SMP N 5 SURAKARTA IN 2013/2014. Under Graduated Thesis. Faculty of Teacher Training and Education. Sebelas March Surakarta University. December The purpose of this study was to determine: 1) the mental health of students in the eighth grade SMP N 5 Surakarta, 2) harmony in the family relationship eighth grade students at SMP N 5 Surakarta, and 3) contribute the harmony of family relationships in the mental health of that students. This research is descriptive quantitative. This research was conducted in SMP N 5 Surakarta. The subjects were students of class VIII totaling 152 learners. The technique of collecting data using questionnaires and interviews as supporters. Data analysis was performed using the hypothesis test of one part (one tail test) for the first and second hypotheses. While testing the third hypothesis using regression analysis using SPSS application assistance. The results showed that: 1) the mental health of students in the junior class VIII N 5 Surakarta is high, 2) harmony in the family relationship eighth grade students of SMP N 5 Surakarta is high, and 3) a large contribution to the harmony of family relationships in mental health is 13.5 %. Keywords: harmony in the family relationship, mental health A. Latar Belakang Masalah Tidak hanya kesehatan fisik, kesehatan mental juga penting dalam kehidupan manusia. Kesehatan mental meliputi upaya dalam mengatasi stress, berhubungan dengan lingkungan, dan pengambilan keputusan (Syamsu Yusuf, 2004: 19). Orang yang sehat mentalnya akan dapat mengatasi stress yang menimpa dirinya dan mampu mencari jalan keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi. Selain itu juga mampu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya berada.

2 Kesehatan mental menurut Syamsu Yusuf (2004: 19) merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal dari individu yang selaras dengan perkembangan orang lain. Dari pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa kesehatan mental adalah terciptanya perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal dari individu sehingga mampu menyesuaikan diri dengan individu lain atau lingkungannya. Memiliki mental yang tidak sehat akan berpengaruh pada kehidupan individu tersebut. Individu akan merasa cemas, mudah putus asa, dan tidak bersemangat. Hal itu menunjukkan bahwa kesehatan mental penting untuk diperhatikan dengan tujuan kelangsungan hidup individu yaitu mencapai hidup yang bahagia. Namun pada kenyataannya, berbagai riset mengungkapkan bahwa sekitar 7-15% anak- anak mengalami gangguan mental yang membutuhkan penanganan secara khusus (Hoare dan Mclntosh, dalam Moeljono dan Latipun: 2011: 193). Gangguan- gangguan mental yang dialami oleh anak dan remaja ini dapat mengganggu perkembangan mental mereka. Begitu pula dengan kondisi kesehatan mental anak dan remaja di Indonesia yang dinilai sudah sampai pada taraf yang memprihatinkan. Hal tersebut nampak pada makin banyaknya perilaku negatif yang terjadi di masyarakat akhirakhir ini seperti tawuran, penyalahgunaan narkoba, seks bebas, bunuh diri, radikalisme agama, dan sejenisnya (Solopos, 12 November 2011). Begitu pula dengan kondisi peserta didik di SMP N 5 Surakarta, berdasarkan keterangan yang diperoleh dari guru BK, menunjukkan bahwa terdapat peserta didik yang menunjukkan perilaku tidak sehat mental yaitu perilaku menyeleweng. Perilaku menyeleweng tersebut sebagai bentuk dari mental peserta didik yang tidak sehat. Perilaku tersebut yaitu, membolos, merokok, mencuri, berkelahi, menyontek, berbohong, dan tidak mau bergaul dengan teman sekolah, serta bermusuhan dengan teman yang lain. Seharusnya, peserta didik di SMP N 5 Surakarta menunjukkan perilaku yang sehat mentalnya sebab di sekolah tersebut telah lama di selenggarakan layanan bimbingan dan konseling yang bertujuan untuk kemandirian peserta didik. Layanan yang diberikan juga diharapkan dapat membentuk mental sehat peserta didik.

3 Beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan mental diantaranya, faktor biologis, faktor psikologis, dan faktor lingkungan (Syamsu Yusuf, 2004: 90). Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh pada kesehatan mental yaitu kondisi keluarga. Iklim keluarga yang tidak kondusif seperti, hubungan yang kurang harmonis antar anggota keluarga memicu gangguan kesehatan mental. Perilaku negatif yang dilakukan tersebut merupakan ungkapan rasa kekecewaan atas kondisi yang mereka alami. Moeljono Notosoedirdjo dan Latipun (2011: 202) berpendapat bahwa masalah- masalah kesehatan mental yang terjadi di masyarakat sering bermuara dari persoalan yang ada dalam keluarga. Sebab, kesehatan mental masyarakat tergantung pada kesehatan mental keluarga. Masalahmasalah kesehatan mental yang terjadi seperti perilaku delinkuensi (perilaku menyeleweng), kecemasan, hubungan seksual diluar pernikahan yang banyak terjadi sering dikaitkan dengan kondisi keluarga. Kondisi keluarga yang tidak stabil dijadikan alasan memicunya perilaku delinkuen dan kriminal. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi individu. Kondisi lingkungan keluarga penting bagi kesehatan mental setiap anggota keluarga di dalamnya. Syamsu Yusuf (2004: 8-9) berpendapat bahwa apabila hubungan interpersonal antar anggota keluarga kurang harmonis, terjadinya perceraian, pertengkaran, dan iklim psikologis yang tidak nyaman akan mengakibatkan individu (terutama anak) mengalami kegagalan mencapai perkembangan mental yang sehat. Selain pendapat tersebut, dalam berbagai studi juga diungkapkan bahwa peningkatan hubungan interpersonal sangat membantu peningkatan kesehatan mental. Dari pendapat tersebut jelas bahwa hubungan yang harmonis khususnya dalam keluarga membantu pencapaian perkembangan mental yang sehat bagi anak. Kartini Kartono (2000: 168) menyatakan bahwa, kualitas kehidupan keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian anak menuju keseimbangan batin dan kesehatan mental anak. Dari pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga yang bahagia (harmonis) akan membentuk mental yang sehat pada anak.

4 Sebaliknya, keluarga yang tidak bahagia (disharmonis) akan membentuk mental yang tidak sehat atau tingkat kesehatan mental anak rendah. Banyak sekali kondisi- kondisi yang dapat beresiko terganggunya kesehatan mental anak. Kondisi keluarga yang dapat beresiko misalnya hubungan yang tidak harmonis dalam rumah tangga, perceraian dan perpisahan, keluarga yang tidak fungsional, pengasuhan, dan konflik keras biasanya menjadi pemicu yang subur bagi munculnya perilaku menyimpang dan ketidaksehatan mental anak- anaknya. Moeljono Notosoedirdjo dan Latipun (2011: 125) juga menambahkan lagi bahwa keluarga merupakan lingkungan mikrosistem yang menentukan kesehatan mental anak. Keluarga lebih dekat hubungannya dengan anak daripada lingkungan yang lain. Keluarga merupakan lingkungan terpenting bagi anak, sebelum anak mengenal lingkungan masyarakat secara luas. Lingkungan keluarga merupakan tempat anak berinterkasi sosial dengan orang tua maupun anggota keluarga yang lain. Anak akan merasa aman jika hubungan diantara anggota keluarga rukun. Namun, anak akan terganggu keseimbangannya ketika terjadi perselisihan dalam keluarga. Korchin (dalam Moeljono dan Latipun, 2011: 125) juga menganggap keluarga berperan penting terhadap individu. Oleh karena kehidupan keluarga merupakan penanaman dasar kepribadian bagi si anak, besar artinya kehidupan keluarga yang sejahtera memberikan keamanan, ketentraman, kasih sayang, kepuasan, dan perlindungan bagi anak (Siti Meichati, 1983: 117). Dari uraian diatas yang telah dipaparkan sebelumnya, jelas bahwa lingkungan keluarga khususnya memainkan peranan penting dalam pembentukan kesehatan mental anak. Uraian diatas juga memaparkan bahwa ada kesenjangan antara yang diharapkan dengan keadaan yang semestinya. Berdasarkan kesenjangan tersebut, maka penelitian ini menetapkan judul kontribusi keharmonisan hubungan dalam keluarga terhadap kesehatan mental pada peserta didik kelas VIII di SMP N 5 Surakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalahnya dirumuskan sebagai berikut:

5 1. Bagaimana kesehatan mental peserta didik kelas VIII di SMP N 5 Surakarta? 2. Bagaimana keharmonisan hubungan dalam keluarga peserta didik tersebut? 3. Berapa besar kontribusi keharmonisan hubungan dalam keluarga terhadap kesehatan mental pada peserta didik tersebut? C. Tujuan Penelitian Sejalan dengan masalah- masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Kesehatan mental peserta didik kelas VIII di SMP N 5 Surakarta, 2. Keharmonisan hubungan dalam keluarga peserta didik tersebut, 3. Kontribusi keharmonisan hubungan dalam keluarga terhadap kesehatan mental pada peserta didik tersebut. D. Manfaat Penelitian Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat, menambah kajian ilmu pengetahuan yang sudah ada tentang dan kesehatan mental, serta kontribusinya terhadap kesehatan mental peserta didik. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada orang tua untuk dapat menciptakan kondisi lingkungan keluarga yang harmonis. Untuk pendidik di sekolah, diharapkan dapat menciptakan situasi yang menunjang kesehatan mental peserta didik. Sedangkan masukan untuk guru BK atau Konselor sekolah, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan layanan kepada peserta didik. E. Rancangan atau Desain Penelitian 1. Metode Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan metode deskriptif. Digunakan pendekatan kuantitatif karena data- data yang dikumpulkan adalah berupa angka- angka. Menurut Sugiyono (2010: 13), disebut kuantitatif karena data hasil penelitian berupa angka- angka dan dianalisis menggunakan statistik. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan hal- hal sesuai apa adanya, yaitu kontribusi keharmonisan hubungan dalam keluarga terhadap kesehatan mental peserta didik kelas VIII SMP N 5 Surakarta. Seperti pendapat Best

6 (dalam Sukardi, 2008: 157) penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang menggambarkan dan menginterpretasikan objek apa adanya. Begitu pula dengan pendapat Nana Syaodih (2009: 54) juga menyebutkan bahwa penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang menggambarkan fenomena yang ada yang berlangsung saat ini atau saat lampau. 2. Variabel Penelitian Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari dua variabel. Variabel dalam penelitian ini yaitu kesehatan mental sebagai variabel terikat dan keharmonisan hubungan dalam keluarga sebagai variabel bebas. Sugiyono (2010: 61) menjelaskan bahwa variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Sedangkan variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2010: 61). F. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) kesehatan mental peserta didik kelas VIII di SMP N 5 Surakarta, 2) keharmonisan hubungan dalam keluarga peserta didik kelas VIII di SMP N 5 Surakarta, dan 3) kontribusi terhadap kesehatan mental peserta didik kelas VIII di SMP N 5 Surakarta. Setelah dilakukan analisis data untuk setiap pengujian hipotesis, diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Kesehatan mental peserta didik kelas VIII di SMP N 5 Surakarta (Y) Pada uji hipotesis yang pertama, diperoleh nilai t hitung sebesar 21,99 dan t tabel dengan taraf kesalahan 5% dan df 151, sebesar 1,645 maka t hitung > t tabel,yaitu 21,99 > 1,645 sehingga dapat diartikan bahwa kesehatan mental peserta didik kelas VIII di SMP N 5 Surakarta tergolong tinggi. Presentase peserta didik yang sehat mental yaitu sebesar 94,1%. Sehat mental peserta didik ditunjukkan dengan terciptanya kesejahteraan psikologisnya, mampu menyesuaikan diri, mampu dalam menyelesaikan masalah, mampu mengembangkan potensi, dan terhindar dari gangguan mental. Terciptanya kesejahteraan psikologis dari peserta didik yaitu mampu berpikir secara realistik dan mampu merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Kesehatan mental peserta didik kelas VIII di SMP N 5 Surakarta tergolong

7 tinggi atau bisa dikatakan peserta didik kelas VIII sehat mentalnya dimungkinkan karena kondisi lingkungan keluarga dan sekolah yang kondusif. Lingkungan yang pertama bagi anak yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan kedua yaitu lingkungan sekolah. Lingkungan keluarga yang hubungan interpersonal diantara anggota keluarga harmonis dan jauh dari konflik, mendukung perkembangan kesehatan mental anak. Begitu pula dengan lingkungan sekolah yang kondusif, misalnya hubungan antara warga sekolah yang harmonis, penerapan nilai- nilai moral, dan tersedianya fasilitas untuk mengembangkan bakat atau potensi peserta didik serta lingkungan sekolah yang mendukung untuk kegiatan belajar mengajar. 2. Keharmonisan hubungan dalam keluarga peserta didik kelas VIII di SMP N 5 Surakarta (X) Pada uji hipotesis kedua, diperoleh nilai t hitung sebesar 20,182 dengan taraf kesalahan 5% dan df 151, diperoleh nilai t tabel 1,654 maka t hitung > t tabel, yaitu 20,182 > 1,654 sehingga dapat diartikan bahwa keharmonisan hubungan dalam keluarga peserta didik kelas VIII di SMP N 5 Surakarta tergolong tinggi yaitu 92,1%. Keharmonisan hubungan dalam keluarga itu ditunjukkan dengan tercapainya harapan anggota keluarga, keadaan keluarga yang penuh kasih sayang, jarang terjadi konflik, dan emosi orang tua yang stabil. Keadaan keluarga yang harmonis tersebut didukung dengan hasil wawancara dengan orang tua peserta didik yang menunjukkan bahwa semua anggota keluarga bebas dalam mengeluarkan pendapat dan perasaanya di rumah. Selain itu, komunikasi yang terjalin dalam keluarga juga berjalan efektif, mempunyai waktu untuk berkumpul bersama seperti misalnya saat melihat acara televisi, makan malam atau hari libur. Demokrasi dalam keluarga juga diterapkan misalnya, orang tua mengajak diskusi anak ketika memutuskan hal yang berhubungan dengan anak. Orang tua juga menyempatkan waktu untuk anak ketika anak sedang membutuhkan teman untuk cerita dan orang tua juga menanamkan kepada anak sifat jujur dan terbuka. Orang tua juga berperan sebagai pengendali anak, misalnya ketika anak mengambil keputusan karena ikut- ikutan tren atau hanya ikut- ikutan teman saja.

8 Kondisi hubungan keluarga yang harmonis tersebut dimungkinkan karena keluarga yang terbentuk dari pernikahan pasangan yang telah dewasa dan keluarga yang menjunjung tinggi agamanya, nilainilai yang ada dalam masyarakat serta terciptanya komunikasi yang efektif diantara anggota keluarga. Kemungkinan lain yaitu karena keluarga sudah mampu melaksanakan fungsi- fungsinya sebagai keluarga. 3. Kontribusi keharmonisan hubungan dalam keluarga terhadap kesehatan mental peserta didik kelas VIII di SMP N 5 Surakarta Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga diterima yaitu,terdapat kontribusi yang signifikan antara keharmonisan hubungan dalam keluarga terhadap kesehatan mental peserta didik kelas VIII di SMP N 5 Surakarta sebesar 13,5%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat dikatakan bahwa turut memberikan kontribusi atau sumbangan terhadap kesehatan mental peserta didik. Hal tersebut diartikan bahwa berkontribusi pada kesehatan mental. Jadi, semakin hubungan dalam keluarga harmonis, maka akan tercipta mental yang sehat. Hubungan dalam keluarga yang harmonis akan membuat anggota keluarga merasa bahagia dan aman. Seperti pendapat Kartini Kartono (2002, 168) yang menyatakan bahwa kualitas kehidupan keluarga jelas memainkan peranan penting sekali dalam membentuk kepribdaian anak dan kesehatan mental. Begitu pula menurut pendapat Schneiders (dalam Moeljono Notosoedirdjo: 2011: 38) mengenai prinsip kesehatan mental yang menyebutkan bahwa kesehatan mental tergantung kepada hubungan interpersonal yang sehat khususnya di dalam lingkungan keluarga. Dari pendapat- pendapat tersebut, maka penting jika kondisi hubungan keluarga yang harmonis perlu diciptakan dan dipelihara guna terciptanya mental yang sehat. G. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa peserta didik kelas VIII di SMP N 5 Surakarta kesehatan mentalnya tergolong tinggi atau dengan kata lain, peserta didik kelas VIII di SMP N 5 Surakarta sehat mental dan hubungan

9 dalam keluarga peserta didik tergolong harmonis. Besar kontribusi hubungan dalam keluarga terhadap kesehatan mental yaitu 13,5%. H. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian tentang kontribusi keharmonisan hubungan dalam keluarga terhadap kesehatan mental peserta didik kelas VIII di SMP N 5 Surakarta yang telah dilaksanakan, implikasi dari penelitian ini yaitu: 1. Kondisi peserta didik kelas VIII di SMP N 5 Surakarta yang sehat mentalnya, perlu dipertahankan, 2. Kondisi keharmonisan hubungan dalam keluarga pada peserta didik kelas VIII di SMP N 5 Surakarta perlu dipertahankan, dan 3. Keharmonisan hubungan dalam keluarga berkontribusi terhadap kesehatan mental peserta didik artinya, dapat dijadikan prediktor dari kesehatan mental peserta didik. I. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah dipaparkan diatas, maka saran yang disampaikan, yaitu: 1. Bagi Pihak Sekolah a. Bagi Kepala Sekolah Bagi pihak sekolah khususnya kepala sekolah, diharapkan fasilitas yang telah tersedia, ditingkatkan lagi dengan tujuan pegembangan bakat yang dimiliki oleh peserta didik. b. Bagi Guru BK Bagi pihak sekolah khususnya guru BK, pemahaman tentang kesehatan mental sangat penting karena dengan pemahaman tersebut, diharapkan mampu bekerja sama dengan pimpinan dan pendidik sekolah agar dapat menciptakan kondisi sekolah yang kondusif untuk perkembangan kesehatan mental peserta didik. Di samping itu, guru BK juga dapat memantau gejala gangguan kesehatan mental dan mencegah sedini mungkin peserta didik yang mengalami gangguan kesehatan mental. 2. Bagi peserta didik Kondisi sehat mental yang sudah tercipta, sebaiknya dipertahankan dan dipelihara misalnya dengan cara memperluas ilmu pengetahuan. 3. Bagi orang tua peserta didik Kondisi hubungan keluarga yang sudah harmonis sebaiknya tetap

10 dipertahankan agar tercipta kesehatan mental para anggota keluarga. 4. Bagi peneliti selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk meneliti tentang kesehatan mental peserta didik namun ditinjau dari aspek- aspek lainnya yang diduga mempunyai pengaruh pada kesehatan mental peserta didik. DAFTAR PUSTAKA Kartini Kartono Hygiene Mental. Bandung: Mandar Maju Moeljono Notosoedirdjo dan Latipun Kesehatan Mental Konsep dan Penerapan. Malang: UMM Press Nana Syaodih Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Siti Meichati M.A Kesehatan Mental Dasar- Dasar Praktis Bagi Pengetahuan dan Kehidupan Bersama. Yogyakarta: Andi Offset SOLOPOS.COM. (2011, 12 November). Memprihatinkan, Kesehatan Anak dan Remaja di Indonesia. Diunduh 25 April 2013, dari 12/memprihatinkan-kesehatanmental-anak-dan-remaja-diindonesia Sugiyono Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Sukardi Metode Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya. Yogyakarta; Bumi Aksara. Syamsu Yusuf LN Mental Hygiene Perkembangan Kesehatan Mental dalam Kajian Psikologi dan Agama. Bandung: Pustaka Bani Quraisy

KONTRIBUSI DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA TERHADAP ADEKUASI PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS VIII SMPN 3 KAWEDANAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

KONTRIBUSI DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA TERHADAP ADEKUASI PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS VIII SMPN 3 KAWEDANAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 KONTRIBUSI DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA TERHADAP ADEKUASI PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS VIII SMPN 3 KAWEDANAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 JURNAL Oleh: DYAH AYU NOVITASARI K3109029 FAKULTAS

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KEHARMONISAN HUBUNGAN DALAM KELUARGA TERHADAP KENAKALAN PESERTA DIDIK KELAS XI SMK BATIK 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2015/2016

KONTRIBUSI KEHARMONISAN HUBUNGAN DALAM KELUARGA TERHADAP KENAKALAN PESERTA DIDIK KELAS XI SMK BATIK 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 KONTRIBUSI KEHARMONISAN HUBUNGAN DALAM KELUARGA TERHADAP KENAKALAN PESERTA DIDIK KELAS XI SMK BATIK 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI Oleh: Junita Adiningtyas K3112043 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

Kontribusi Dukungan Sosial Teman Sebaya terhadap Adekuasi Penyesuaian Diri di Sekolah pada Siswa SMP

Kontribusi Dukungan Sosial Teman Sebaya terhadap Adekuasi Penyesuaian Diri di Sekolah pada Siswa SMP CONSILIUM : Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling First Published Vol 2 (2) December 2014 CONSILIUM Kontribusi Dukungan Sosial Teman Sebaya terhadap Adekuasi Penyesuaian Diri di Sekolah pada Siswa

Lebih terperinci

KONTRIBUSI DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA TERHADAP ADEKUASI PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS VIII SMPN 3 KAWEDANAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

KONTRIBUSI DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA TERHADAP ADEKUASI PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS VIII SMPN 3 KAWEDANAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 KONTRIBUSI DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA TERHADAP ADEKUASI PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS VIII SMPN 3 KAWEDANAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 SKRIPSI Oleh: DYAH AYU NOVITASARI K3109029 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN GADGET

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN GADGET HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN GADGET DENGAN POLA KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DALAM KELUARGA PADA SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 17 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Oleh : MASYITHOH PUTRI PERTIWI 12500041 ABSTRAK:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi dalam hidupnya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, manusia harus dapat melakukan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu, sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa

Lebih terperinci

PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENGURANGI PELANGGARAN TATA TERTIB SISWA DI SEKOLAH

PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENGURANGI PELANGGARAN TATA TERTIB SISWA DI SEKOLAH PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENGURANGI PELANGGARAN TATA TERTIB SISWA DI SEKOLAH Dian Pratiwi (dianpratiwiherman@yahoo.co.id) ¹ Muswardi Rosra ² Ratna Widiastuti ³ ABSTRACT The purpose of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : SITI FATIMAH NIM K

SKRIPSI. Oleh : SITI FATIMAH NIM K KONTRIBUSI IQ (INTELLIGENCE QUOTIENT) DAN EQ (EMOTIONAL QUOTIENT) TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : SITI FATIMAH NIM

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP PERILAKU PRO-SOSIAL PADA SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 2 GONDANGREJO TAHUN PELAJARAN 2015/2016

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP PERILAKU PRO-SOSIAL PADA SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 2 GONDANGREJO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP PERILAKU PRO-SOSIAL PADA SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 2 GONDANGREJO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Oleh : Dian Setyorini ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

Pengaruh Pembiasaan Belajar terhadap Tingkat Pencapaian Tugas-Tugas Perkembangan Siswa SMA

Pengaruh Pembiasaan Belajar terhadap Tingkat Pencapaian Tugas-Tugas Perkembangan Siswa SMA CONSILIUM : Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling First Published Vol 5 (2) June 2017 CONSILIUM Pengaruh Pembiasaan Belajar terhadap Tingkat Pencapaian Tugas-Tugas Perkembangan Siswa SMA Rizka Nurhidayah,

Lebih terperinci

Sunarti MI Al-Istiqamah Banjarbaru, Abstract

Sunarti MI Al-Istiqamah Banjarbaru,  Abstract PENGARUH KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL BAHASA INDONESIA GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI MI AL-ISTIQAMAH BANJARBARU (INFLUENCE OF INTERPERSONAL COMMUNICATION SKILLS INDONESIAN

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HUBUNGAN SOSIAL PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 10 PADANG JURNAL

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HUBUNGAN SOSIAL PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 10 PADANG JURNAL FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HUBUNGAN SOSIAL PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 10 PADANG JURNAL FERA ARDANTI. Z NPM. 10060140 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan

Lebih terperinci

RATIH DEWI PUSPITASARI K

RATIH DEWI PUSPITASARI K HUBUNGAN ANTARA IQ, MOTIVASI BELAJAR DAN PEMANFAATAN SARANA PRASARANA PEMBELAJARAN DENGAN HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 7 SURAKARTA SKRIPSI Oleh: RATIH DEWI PUSPITASARI K4308021

Lebih terperinci

HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT

HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT (EQ) DAN KESIAPAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : RESTY HERMITA NIM K4308111 FAKULTAS

Lebih terperinci

: DICKY VIA SEMBARA K

: DICKY VIA SEMBARA K TINGKAT PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN DITINJAU DARI KOMITMEN DALAM MELAKSANAKAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI Oleh : DICKY VIA SEMBARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini fenomena kenakalan remaja (siswa) semakin meluas, bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah lingkaran yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama bagi anak, dalam keluarga terjadi proses pendidikan orang tua pada anak yang dapat membantu perkembangan anak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori usia remaja yang tidak pernah lepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku,

Lebih terperinci

PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL PADA

PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL PADA PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 17 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Oleh : ANGGI WAHYU YULIANA NPM : 12500040

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN PERILAKU KENAKALAN REMAJA SISWA KELAS VII SMPN 2 PAGERWOJO TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN PERILAKU KENAKALAN REMAJA SISWA KELAS VII SMPN 2 PAGERWOJO TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN PERILAKU KENAKALAN REMAJA SISWA KELAS VII SMPN 2 PAGERWOJO TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

Pendidikan Teknik Mesin Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa. & ABSTRACT

Pendidikan Teknik Mesin Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.   & ABSTRACT HUBUNGAN MINAT BELAJAR KEJURUAN DAN PRESTASI BELAJAR PRAKTIK PENGELASAN DENGAN MINAT BEKERJA DI INDUSTRI SISWA KELAS XI SEMESTER GENAP TEKNIK PENGELASAN SMK NEGERI 1 SEDAYU BANTUL YOGYAKARTA TAHUN AJARAN

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN KESEHATAN MENTAL SISWA KELAS X IIS SMA NEGERI 12 PEKANBARU

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN KESEHATAN MENTAL SISWA KELAS X IIS SMA NEGERI 12 PEKANBARU 1 PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN KESEHATAN MENTAL SISWA KELAS X IIS SMA NEGERI 12 PEKANBARU Kurnia Wulandar 1,Tri Umar 2,Raja Arlizon 3 Email: Kurniawulandari93@gmail.com,Triumari@yahoo.com,Rajaarlizon59@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

Definisi keluarga broken home menurut Gerungan (2009:199) adalah:

Definisi keluarga broken home menurut Gerungan (2009:199) adalah: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi seorang anak, keluarga merupakan kelompok sosial pertama dan terutama yang dikenalnya. Pada pendidikan keluarga seorang anak tumbuh dan berkembang. Sumaatmadja

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER JARINGAN 1 SMK NEGERI 1 WONOSEGORO TAHUN PELAJARAN 2015/2016

HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER JARINGAN 1 SMK NEGERI 1 WONOSEGORO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER JARINGAN 1 SMK NEGERI 1 WONOSEGORO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Oleh : Pudyastuti Widhasari ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa dewasa awal adalah suatu masa dimana individu telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa dewasa awal adalah suatu masa dimana individu telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal adalah suatu masa dimana individu telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa

Lebih terperinci

KONTRIBUSI PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PENGUNGKAPAN DIRI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 MASARAN SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

KONTRIBUSI PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PENGUNGKAPAN DIRI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 MASARAN SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 KONTRIBUSI PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PENGUNGKAPAN DIRI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 MASARAN SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 SKRIPSI OLEH: UMMI MAFTUKAH RAHMAWATI NIM. K 3109078 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUMBER GEMPOL TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUMBER GEMPOL TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUMBER GEMPOL TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : RIZKA NURHIDAYAH K

SKRIPSI. Oleh : RIZKA NURHIDAYAH K TINGKAT PENCAPAIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN DITINJAU DARI PEMBIASAAN BELAJAR YANG DILAKUKAN ORANG TUA PADA SISWA KELAS XII SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 SKRIPSI Oleh : RIZKA NURHIDAYAH

Lebih terperinci

SIMPOSIUM GURU. Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons NIP Guru Bimbingan Konseling SMK Negeri 5 Surakarta

SIMPOSIUM GURU. Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons NIP Guru Bimbingan Konseling SMK Negeri 5 Surakarta SIMPOSIUM GURU JUDUL : Upaya Meningkatkan Kesehatan Mental Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Siswa Kelas X TS A SMK Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014 Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons

Lebih terperinci

KONTRIBUSI DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 2 NGADIROJO TAHUN AJARAN 2014/ 2015

KONTRIBUSI DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 2 NGADIROJO TAHUN AJARAN 2014/ 2015 KONTRIBUSI DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 2 NGADIROJO TAHUN AJARAN 2014/ 2015 JURNAL Oleh: RETNO WULANDARI K3110057 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. hidup semaunya sendiri, karena di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. hidup semaunya sendiri, karena di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pentingnya moral dalam kehidupan manusia adalah manusia tidak biasa hidup semaunya sendiri, karena di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai aturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditemukan berbagai masalah yang dihadapi peserta didik dalam berinteraksi di sekolah. Hal tersebut dialami oleh peserta didik SMP Negeri 2

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK DI KELAS VIII SMP NEGERI 23 PADANG Oleh:

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK DI KELAS VIII SMP NEGERI 23 PADANG Oleh: 1 1 HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK DI KELAS VIII SMP NEGERI 23 PADANG Oleh: *Mahasiswa **Dosen Pembimbing Fara Dilla Sandi* Fitria Kasih** Weni Yulastri** Mahasiswa

Lebih terperinci

Agus Kuntoro NIM: Pembimbing : Dra. Sri Hartini, M.Pd. Prodi BK FKIP UNSIRI ABSTRAK

Agus Kuntoro NIM: Pembimbing : Dra. Sri Hartini, M.Pd. Prodi BK FKIP UNSIRI ABSTRAK HUBUNGAN PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR DENGAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS VIIE SMP NEGERI 2 GONDANGREJO, KECAMATAN GONDANGREJO KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Agus Kuntoro NIM: 11500021

Lebih terperinci

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK Nelly Oktaviyani (nellyokta31@yahoo.com) 1 Yusmansyah 2 Ranni Rahmayanthi Z 3 ABSTRACT The purpose of this study

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DIRI PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 10 PADANG JURNAL ESA JUNITA NPM

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DIRI PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 10 PADANG JURNAL ESA JUNITA NPM FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DIRI PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 10 PADANG JURNAL ESA JUNITA NPM. 10060168 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI

Lebih terperinci

2015 PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI BERDASARKAN PROFIL

2015 PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI BERDASARKAN PROFIL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dikemukakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, dalam kesehariannya senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, dalam kesehariannya senantiasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk hidup sosial, dalam kesehariannya senantiasa berhubungan dengan individu lainnya atau dapat dikatakan dengan melakukan komunikasi. Komunikasi

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan yang mutlak dan harus dipenuhi sepanjang hidupnya. Tanpa pendidikan manusia tidak dapat hidup sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak mungkin ada orang tua yang berharapan jelek terhadap anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. Tidak mungkin ada orang tua yang berharapan jelek terhadap anak-anaknya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Harapan orang tua terhadap anak-anak mereka yaitu menginginkan anaknya menjadi orang yang baik, sopan santun, berbudi pekerti luhur, penuh tanggung jawab, patuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang pendidikan telah mengawali masuknya konseling untuk pertama kalinya ke Indonesia. Adaptasi konseling dengan ilmu pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

Yustiana NIM: Pembimbing : Dra. Sri Hartini, M.Pd. Prodi BK FKIP UNSIRI ABSTRAK

Yustiana NIM: Pembimbing : Dra. Sri Hartini, M.Pd. Prodi BK FKIP UNSIRI ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN SIKAP BERPACARAN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 GONDANGREJO, KECAMATAN GONDANGREJO KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2014/2015 Yustiana

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KEUTUHAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT PENCAPAIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2016/2017

KONTRIBUSI KEUTUHAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT PENCAPAIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2016/2017 KONTRIBUSI KEUTUHAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT PENCAPAIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2016/2017 SKRIPSI Oleh : RAHARDIAN ANGGA AYU SAPUTRI K3112064 FAKULTAS

Lebih terperinci

: ZAFIRAH FARIS NIM K

: ZAFIRAH FARIS NIM K BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI UNTUK MENGURANGI PELANGGARAN TATA TERTIB SEKOLAH (PENELITIAN PADA SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 8 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2013/2014) JURNAL Oleh : ZAFIRAH FARIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

USAHA GURU BK DALAM MEMPERBAIKI CARA BELAJAR SISWA MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS IX D SMP PGRI KASIHAN BANTUL TAHUN AJARAN 2016/2017

USAHA GURU BK DALAM MEMPERBAIKI CARA BELAJAR SISWA MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS IX D SMP PGRI KASIHAN BANTUL TAHUN AJARAN 2016/2017 USAHA GURU BK DALAM MEMPERBAIKI CARA BELAJAR SISWA MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS IX D SMP PGRI KASIHAN BANTUL TAHUN AJARAN 2016/2017 ARTIKEL Oleh: SILVIA HAROLETA NUGRAHENI 12144200199 PROGRAM

Lebih terperinci

JURNAL PENGARUH PERCERAIAN ORANG TUA TERHADAP KECERDASAN EMOSI SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 PAPAR TAHUN PELAJARAN 2016/2017

JURNAL PENGARUH PERCERAIAN ORANG TUA TERHADAP KECERDASAN EMOSI SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 PAPAR TAHUN PELAJARAN 2016/2017 JURNAL PENGARUH PERCERAIAN ORANG TUA TERHADAP KECERDASAN EMOSI SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 PAPAR TAHUN PELAJARAN 2016/2017 THE EFFECT OF DIVORCE OF PARENTS TO THE EMOTIONAL INTELLIGENCE ON THE NINE GRADE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuatan seseorang dalam menghadapi kehidupan di dunia ini berawal dari keluarga. Keluarga merupakan masyarakat terkecil yang sangat penting dalam membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja semakin dirasa meresahkan

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja semakin dirasa meresahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja semakin dirasa meresahkan masyarakat, tak hanya masyarakat di perkotaan, masyarakat didesapun mulai merasa resah dengan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

Kontribusi Kecerdasan Emosional terhadap Interaksi Sosial Siswa SMP

Kontribusi Kecerdasan Emosional terhadap Interaksi Sosial Siswa SMP CONSILIUM : Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling First Published Vol 4 (2) December 2016 CONSILIUM Kontribusi Kecerdasan Emosional terhadap Interaksi Sosial Siswa SMP Niken Dwi Saputri, Soeharto,

Lebih terperinci

FAJAR DWI ATMOKO F

FAJAR DWI ATMOKO F HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU DELINKUENSI PADA REMAJA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGATASI KENAKALAN REMAJA PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEMEN TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI

KEEFEKTIFAN LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGATASI KENAKALAN REMAJA PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEMEN TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI KEEFEKTIFAN LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL UNTUK MENGATASI KENAKALAN REMAJA PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEMEN TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

PROFIL KEPRIBADIAN REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DI KELURAHAN BUNGO PASANG TABING PADANG Oleh:

PROFIL KEPRIBADIAN REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DI KELURAHAN BUNGO PASANG TABING PADANG Oleh: PROFIL KEPRIBADIAN REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DI KELURAHAN BUNGO PASANG TABING PADANG Oleh: Novrisa Putria Gusti Bimbingan dan Konseling, STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACK This research was motivated by

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar, dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

KONTRIBUSI PERHATIAN ORANG TUA PADA ANAK TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TAWANGSARI TAHUN PELAJARAN 2016/2017

KONTRIBUSI PERHATIAN ORANG TUA PADA ANAK TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TAWANGSARI TAHUN PELAJARAN 2016/2017 KONTRIBUSI PERHATIAN ORANG TUA PADA ANAK TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TAWANGSARI TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Oleh: SCHOLASTIKA WINDY K3112068 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu

Lebih terperinci

BAB XII PERILAKU MENYIMPANG

BAB XII PERILAKU MENYIMPANG BAB XII PERILAKU MENYIMPANG A. Pengertian Perilaku Menyimpang Perilaku menyimpang dapat terjadi di mana-mana dan kapan saja, baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat. Banyak faktor atau sumber yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Remaja sebagai bagian dari masyarakat merupakan mahluk sosial yang

I. PENDAHULUAN. Remaja sebagai bagian dari masyarakat merupakan mahluk sosial yang 1 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Remaja sebagai bagian dari masyarakat merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup dengan baik tanpa berhubungan dengan orang lain, karena hampir setiap hari

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR RANAH KOGNITF DAN RANAH AFEKTIF SISWA KELAS X SEMESTER GENAP SMA NEGERI 2 KARANGANYAR

Lebih terperinci

PROFIL PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR DI ASRAMA PUTRA SMAN 1 LUBUK SIKAPING KABUPATEN PASAMAN

PROFIL PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR DI ASRAMA PUTRA SMAN 1 LUBUK SIKAPING KABUPATEN PASAMAN PROFIL PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR DI ASRAMA PUTRA SMAN 1 LUBUK SIKAPING KABUPATEN PASAMAN Fuji Fulanda 1, Ahmad Zaini 2, Citra Imelda Usman 2 1 Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan konseling

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi.

NASKAH PUBLIKASI. Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi. NASKAH PUBLIKASI PENGARUH INTENSITAS BELAJAR DAN AKTIVITAS SISWA DALAM PELAJARAN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS XI IPS SMA NEGERI 3 WONOGIRI TAHUN AJARAN 2015/2016 Usulan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Marheni (dalam Soetjiningsih, 2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN KEPRIBADIAN SISWA KELAS TINGGI SD N 1 MUDALREJO TAHUN AJARAN 2014/2015 ARTIKEL JURNAL

HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN KEPRIBADIAN SISWA KELAS TINGGI SD N 1 MUDALREJO TAHUN AJARAN 2014/2015 ARTIKEL JURNAL HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN KEPRIBADIAN SISWA KELAS TINGGI SD N 1 MUDALREJO TAHUN AJARAN 2014/2015 ARTIKEL JURNAL Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang terlahir pada umumnya dapat mengenal lingkungan atau orang lain dari adanya kehadiran keluarga khususnya orangtua yg menjadi media utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Sebagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DALAM BELAJAR DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA. Supri Yanti 1), Erlamsyah 2), Zikra 3)

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DALAM BELAJAR DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA. Supri Yanti 1), Erlamsyah 2), Zikra 3) Volume 2 Nomor 1 Januari 2013 KONSELOR Jurnal Ilmiah Konseling http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor halaman 1-6 Info Artikel Diberikan 15/02/2013 Direvisi 21/02/2013 Dipublikasikan 01/03/2013 HUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup bersama sebagai satu kesatuan atau unit terkecil masyarakat yang terjalin hubungan darah, ikatan

Lebih terperinci

PENGARUH BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP PENYESUAIAN DIRI SISWA KELAS X MIA 4 SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

PENGARUH BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP PENYESUAIAN DIRI SISWA KELAS X MIA 4 SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PENGARUH BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP PENYESUAIAN DIRI SISWA KELAS X MIA 4 SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Tri Atmono 11500037 FKIP BK UNISRI Drs. Fadjeri, M.Pd ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

MASALAH BELAJAR PESERTA DIDIK TINGGAL KELAS DAN PROGRAM LAYANAN OLEH GURU BK (Studi di SMP MUHAMMADIYAH 6 PADANG) JURNAL RANI ETA PUTRI NPM:

MASALAH BELAJAR PESERTA DIDIK TINGGAL KELAS DAN PROGRAM LAYANAN OLEH GURU BK (Studi di SMP MUHAMMADIYAH 6 PADANG) JURNAL RANI ETA PUTRI NPM: 0 MASALAH BELAJAR PESERTA DIDIK TINGGAL KELAS DAN PROGRAM LAYANAN OLEH GURU BK (Studi di SMP MUHAMMADIYAH 6 PADANG) JURNAL RANI ETA PUTRI NPM: 10060099 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

KONTRIBUSI PERHATIAN ORANG TUA TERHADAP TINGKAT PENCAPAIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 8 SURAKARTA TAHUN 2011/2012

KONTRIBUSI PERHATIAN ORANG TUA TERHADAP TINGKAT PENCAPAIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 8 SURAKARTA TAHUN 2011/2012 KONTRIBUSI PERHATIAN ORANG TUA TERHADAP TINGKAT PENCAPAIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 8 SURAKARTA TAHUN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : UMI NUGRAHENI MURDININGRUM NIM K3108056 FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS III SD MUHAMMADIYAH WIROBRAJAN 3 YOGYAKARTA

PENGARUH TINGKAT PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS III SD MUHAMMADIYAH WIROBRAJAN 3 YOGYAKARTA PENGARUH TINGKAT PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS III SD MUHAMMADIYAH WIROBRAJAN 3 YOGYAKARTA Rohmah Nurhayati Universitas PGRI Yogyakarta 104nurhayati@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dihadapi siswa dalam memasuki lingkungan sekolah yang baru adalah penyesuaian diri, walaupun penyesuaian diri tidak terbatas pada siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama rentang kehidupan manusia yang dimulai sejak lahir sampai meninggal, banyak fase perkembangan dan pertumbuhan yang harus dilewati. Dari semua fase perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bereproduksi. Masa ini berkisar antara usia 12/13 hingga 21 tahun, dimana 13-14

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bereproduksi. Masa ini berkisar antara usia 12/13 hingga 21 tahun, dimana 13-14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa dimana remaja mulai mengalami kematangan seksual, kesuburan, dan kemampuan untuk bereproduksi. Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lembaga yang paling penting dalam membentuk kepribadian anak. Esensi pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga, sedangkan sekolah hanya

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP TINGKAT INFERIORITAS SISWA KELAS VIIA SMP NEGERI 2 SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2014/2015

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP TINGKAT INFERIORITAS SISWA KELAS VIIA SMP NEGERI 2 SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2014/2015 1 PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP TINGKAT INFERIORITAS SISWA KELAS VIIA SMP NEGERI 2 SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Eni Nugrahaningtyas (11500017) Pembimbing : Dr. Hera Heru SS, M.Pd Prodi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) Volume 4 Nomor 3 September 2015 E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman :27-38 PERSEPSI GURU DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) PENYELENGGARA PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Apa yang akan dicapai dan akan dikuasai oleh siswa atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya kehidupan anak-anak remaja sekarang ini banyak mengalami perubahan. Perubahan itu meliputi cara berpikir, tata cara bertingkah laku, bergaul dan berbagai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LKS IPA TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI SISTEM PERNAFASAN KELAS VIII SMP N 6 TAMBUSAI

PENGEMBANGAN LKS IPA TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI SISTEM PERNAFASAN KELAS VIII SMP N 6 TAMBUSAI PENGEMBANGAN LKS IPA TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI SISTEM PERNAFASAN KELAS VIII SMP N 6 TAMBUSAI Masrani (1), Nurul afifah (2), Rena Lestari (3) 1 Fakultas keguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang Masalah. Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang Masalah. Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Masalah Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat dalam kehidupannya. Hal tersebut disebabkan pertumbuhan yang begitu pesat dan perkembangan mental

Lebih terperinci