BAB I Pendahuluan. Gambar 1.1. Skema Munculnya Tren Industri Kreatif di Dunia Sumber : Analisa Penulis, 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I Pendahuluan. Gambar 1.1. Skema Munculnya Tren Industri Kreatif di Dunia Sumber : Analisa Penulis, 2013"

Transkripsi

1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pengaruh Globalisasi terhadap Iklim Kreatif dan Ekonomi Kreatif Terhadap Kota kota di Dunia dan Kota kota di Indonesia. Perkembangan dan intervensi globalisasi membawa kota-kota ke dalam kompetisi ekonomi skala dunia, yang mengakibatkan setiap kota berusaha memiliki peran sebagai sentra komando dan kontrol dari ekonomi global, mewujudkan diri sebagai lokasi yang lebih disukai oleh media, aktivitas kreatif, dan pariwisata (Hall dan Pfeiffer, 2000: 114). Dalam satu dasawarsa terakhir, sebuah paradigma pembangunan muncul, menghubungkan ekonomi dan budaya dalam perkotaan, mencakup pembangunan perekonomian, kebudayaan, teknologi dan aspek sosial baik pada tingkatan makro maupun mikro. Hubungan tersebut membangkitkan industri kreatif budaya sebagai aset berharga bagi kota, terlebih dengan melekatnya kecenderungan klasterisasi yang menstimulasi regenerasi serta produktivitas kota. Klasterisasi tersebut dipengaruhi oleh adanya tendensi aglomerasi ekonomi serta keberadaan infrastruktur penunjang yang mendorong iklim kreatif. Gambar 1.1. Skema Munculnya Tren Industri Kreatif di Dunia Sumber : Analisa Penulis, 2013 Dari interdependensi yang terjadi di dalam aktivitas kreasi-produksikomersialisasi industri budaya, maupun hubungan yang muncul antara industri kreatif berbasis budaya dengan infrastruktur penunjang, kemudian menimbulkan dampak spasial berupa organisasi keruangan tertentu. Organisasi keruangan 1

2 tersebut selanjutnya dapat memberikan konsekuensi perencanaan tata ruang sebagaimana preseden yang terdapat di beberapa kota di dunia. Fenomena ini diperkuat dengan argumentasi para ahli ekonomi mengenai paradigma geografi ekonomi baru (new economic geography atau geographical economics) (Fujita & Thisee, 1996; Krugman, 1995; Kuncoro, 2002; Lucas, 1988). Peta ekonomi dewasa ini didominasi oleh distrik industri yang kemudian disebut sebagai cluster karena terdapat keterkaitan (linkages) dan jaringan (networks) antar aktivitas dan pelaku industri. Lingkup kegiatan dari ekonomi kreatif mencakup beberapa aspek. Howkins dalam Departemen Perdagangan (2013) mengidentifikasi setidaknya 15 sektor yang termasuk dalam ekonomi kreatif, yaitu : (1) Periklanan; (2) Arsitektur; (3) Pasar barang seni; (4) Kerajinan (handicraft); (5) Desain; (6) Fashion; (7) Film, video, fotografi; (8) Permainan interaktif; (9) Musik; (10) Seni pertunjukan; (11) Penerbitan dan percetakan; (12) Layanan komputer dan piranti lunak (Multimedia); (13) Radio dan televisi; (14) Riset dan pengembangan; (15) Kuliner. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dengan tumpuan perekonomian salah satunya berasal dari bidang industri khususnya industri kecil dan sesuai dengan peraturan Presiden No. 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, berupa visi dan misi dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai negara industri yang tangguh pada tahun 2025, menghadapi tantangan dan kendala yang ada, serta merevitalisasi industri nasional, maka telah diterbitkan, mengenai pengembangan perekonomian berbasis creative cluster industry. (Peta Panduan Road Map Pengembangan Klaster Industri Prioritas Industri Penunjang Industri Kreatif dan Industri Kreatif Tertentu Tahun ) Klaster industri kreatif di Indonesia kebanyakan terbentuk dari industri kecil. Departemen perindustrian dan perdagangan telah mendefinisikan sebagai sentra industri kecil, yaitu berkumpulnya paling sedikit 20 usaha yang sama dalam suatu lokasi. Pengalaman masa krisis di Indonesia menyatakan bahwa industri kecil menjadi sektor yang perlu diperhatikan untuk dikembangkan. Dalam hal ini pendekatan klaster dapat dianggap sebagai jalan yang efektif bagi pengembangan industri kecil di Indonesia, dengan latar belakang sebagai berikut : 2

3 1) Jumlah klaster di Indonesia sangat banyak. Studi yang diajukan JICA (2004) menyebutkan terdapat sekitar klaster yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. 2) Klaster Industri kecil di Indonesia berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja. Industri kecil pedesaan menyerap lebih dari 85 % dari total tenaga kerja Indoensia. Sementara 65 % dari tenaga kerja tersebut diserap oleh usaha kecil yang hidup didalam klaster. 3) Sebagaimana klaster yang ditemukan di negara berkembang, sejumlah klaster di Indonesia secara signifikan memiliki karakteristik klaster yang dinamis. Dinamisasi klaster tersebut menyebutkan bahwa pengembangan klaster dapat menjadi jalan yang membantu pengembangan industri kecil (Sandee & Wengel, 2002). 4) Pengembangan klaster tampak sebagai suatu cara yang dapat menghemat biaya dalam pengembangkan industri kecil karena beberapa industri kecil dapat dijangkau dalam satu tepukan (Sandee & Wengel, 2002). Ke empat hasil studi di atas menekankan bahwa pengembangan industri kecil selayaknya di arahkan terhadap klaster industri terutama berbasis kreatifitas budaya, yang banyak berkembang di Indonesia Perkembangan Klaster Industri Kreatif Kecil Berbasis Budaya Di Tepian Ilir Sungai Musi Gambar 1.2. Peta kota Palembang dan Rencana Pengembangan Kawasan (RTRWK) Sumber: RTRWK kota Palembang

4 Palembang merupakan ibukota dari provinsi Sumatera Selatan, terletak pada LS BT dengan luas wilayah Kota Palembang adalah 102,47 km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan laut. Sungai Musi adalah Sungai utama yang menjadi urat nadi (entry point) dan jalur transportasi utama di kota Palembang sebelum dibangunnya jalan dan jembatan. Perkembangan pemerintahan dan pusat perekonomian perdagangan dimulai dari tepian Sungai Musi. dan sekitarnya, dimana titik pemerintahan, perekonomian dan permukiman banyak terletak di tepian Sungai. Dengan basis utama pemerintahan yang berpusat di Benteng Kuto Besak (BKB) dimana disana juga merupakan pusat keraton kesultanan Palembang. Aktivitas perekonomian dan perdagangan dilakukan disepanjang tepian Sungai Musi, terutama di dekat titik kawasan keraton lama Palembang (yang sekarang menjadi kawasan Benteng Kuto Besak), pada perkembangannya kawasan ini menjadi kawasan tepian sungai Musi yang dijadikan potensi pengembangan kawasan wisata air. Pemerintah daerah dan kota Palembang saat ini, mulai menyadari basis perekonomian kota tidak terlepas dari peranan industri yang kebanyak di antaranya berada di kawasan tepian Sungai Musi. Pemerintah terus mencoba untuk mengembangkan dan melakukan beautifikasi kawasan tepian Sungai Musi dan meningkatkan peran serta dari kreatifitas industri kecil-menengah, seperti kerajinan tenun dan kuliner yang menjadi ciri khas Kota Palembang. Di Palembang sendiri untuk meningkatkan peran serta industri kecil dan melestarikan kebudayaan lokal, pemerintah telah membuat kawasan industri kerajinan dan industri kuliner yaitu di kawasan Tangga Buntung Palembang Ilir Barat Permai ( Berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Sumsel menyatakan bahwa, aset yang potensial untuk dimasukkan ke dalam pemasaran aset wisata Palembang selain Ampera dan Sungai Musi, antara lain : a. Rumah limas b. Pusat kerajinan ukiran Palembang c. Pusat kerajinan tenun Songket, terletak di 32 ilir d. Kawasan kuliner khas Palembang. (Sumber : Stupadata) 4

5 Kerajinan tenun tradisional Sumatera Selatan (Palembang ilir), merupakan tempat yang memiliki potensi sebagai salah satu objek untuk City Tour di Palembang, dengan paduan Musi Waterfront Tourism (Sumber : Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Sumsel dan Departemen Pariwisata Pos & Telekomunikasi). Sentra tenun songket Ilir Palembang berperan sebagai pusat pengembangan dan inovasi Songket di Kota Palembang. (Kompas.com, Kamis, 21 April 2011). Namun pemerintah belum dapat mewadahi aktivitas, sarana dan prasarana pada kawasan industri tenun tersebut dengan menciptakan sebuah kawasan yang memiliki nilai jual dan mampu bersaing dengan mengangkat nilai budaya lokal, khususnya dalam hal ini pemanfaatan dari potensi kawasan itu sendiri yang sebenarnya masih termasuk kawasan heritage Palembang dan kawasan waterfront sungai Musi di mana nilai lokalitas sebenarnya masih cukup terjaga, seperti bangunan tradisional (limas dan rakit), budaya dan kearifan lokal masyarakatnya sehingga kawasan industri kreatif berbasis budaya yang berkonsep home industry dimana para pengrajin menggunakan tempat tinggal mereka sebagai tempat aktivitas produksi dan sekaligus tempat penjualan barang kerajinan juga tidak dikembangkan dan diarahkan oleh pemerintah dengan baik. Pada dasarnya pengembangan kawasan home industry menjadi sebuah kawasan creative cluster industy, di mana aktivitas produksi dan penjualan dari kawasan tersebut akan berpengaruh pula terhadap zonasi perkotaan, ekonomi, pariwisata dan infrastruktur kota. Istilah klaster industri (industrial cluster) merupakan terminologi yang mempunyai pengertian khusus. Berdasarkan OECD, 2000 memaknai klaster adalah kumpulan atau kelompok bisnis dan industri yang terkait melalui suatu rantai produk umum, ketergantungan atas keterampilan tenaga kerja yang serupa, atau penggunaan teknologi yang serupa atau saling komplementer. Sedangkan Deperindag, 2000 memberi pengertian klaster industri sebagai Kelompok industri dengan focal/core industry yang saling berhubungan secara intensif dan membentuk partnership, baik dengan supporting industry maupun related industry. Michael Porter mendefinisikan klaster sebagai sekumpulan perusahaan dan lembaga-lembaga terkait di bidang tertentu yang berdekatan secara geografis dan saling terkait 5

6 karena kebersamaan (commonalities) dan komplementaritas. Pengertian dari industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut (Deperindag, 2000). Jadi dapat disimpulkan pengertian dari klaster industri kreatif adalah kumpulan/kelompok bisnis atau industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu yang berada pada satu lokasi yang terkait melalui satu rantai produk umum ketergantungan atas keterampilan tenaga kerja yang serupa, atau penggunaan teknologi yang serupa atau saling komplementer untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu di kawasan tersebut. Deliniasi penelitian : Gambar 1.3. Peta Deliniasi Kawasan Strategis Wisata Tepian Musi Sumber : Wikimapia, 2013 Batasan kawasan wisata tepian ilir Sungai Musi : 1) Jembatan Ampera (1962) 6

7 2) Kawasan Kesultanan Lama Palembang (Kawasan Heritage), (Keraton Lama, Benteng Kuto Besak (BKB), Kawasan Arsitektur Indis) 3) Kawasan heritage dan industri kreatif kuliner Palembang 4) Kawasan dan industri kreatif Songket dan Jumputan Palembang (Lokus Penelitian) Pola tata letak pusat industri kreatif di kawasan Tangga Buntung ini memiliki potensi dan keunikan, lokasinya hampir berdekatan antara kawasan pusat industri songket, industri kuliner dan beberapa kawasan permukiman etnis pecinan dan kampung arab yang berlokasi diseberang Ulu sungai Musi. Hal ini tak lepas dari faktor sejarah dari asal mula kerajinan songket bermula sampai akhirnya berzonasi, yang merupakan akulturasi dari Cina dan Arab yang melakukan aktivitas perekonomian dan perdagangan disepanjang sungai Musi Sungai Musi Sebagai Entry Point dan Awal Mula Sejarah Kain Tenun Songket dan Sentra Indistri Songket di Ilir Palembang Dari sejak adanya Wilayah Palembang, pada masa perdagangan jalur sutera, Kerajaan Sriwijaya hingga masa penjajahan, perkembangan perdagangan barupa kain sutera, dan benang yang berasal dari Arab, India dan Cina sudah ada dan sangat berkembang pesat. Proses barter atau jual beli kain sutera dan benang tersebut tidak terlepas dari perkembangan faktor jalur transportasi air yang pada saat itu merupakan satu-satunya jalur perdagangan yang dapat menghubungkan wilayah-wilayah yang ada diseluruh dunia, termasuk datangnya pedagangpedagang Arab, India dan Cina yang masuk ke daratan Indonesia khususnya Palembang, Sumatera Selatan. Transaksi perdagangan dan perekoniam tersebut dilakukan di tepian sungai Musi, pedagang Cina menjual kain sutera, sementara pedagang Arab dan India menjual benang emas dan bahan baku lainnya, sebagian besar para pedagang tersebut akhirnya melakukan pernikahan dengan masyarakat pribumi dan menetap di sepanjang tepian sungai dan membentuk perkampungan etnis. Proses tahapan tersebut dapat disimpulkan perkembangan songket sudah ada sejak zaman kerajaan Sriwijaya. 7

8 Kain tenun ini sama halnya seperti kain batik, yang pada awalnya hanya dikenakan oleh bangsawan maupun kerabat kesultanan, namun lambat laun kain ini sudah mulai beradaptasi dengan masyarakat umum, namun tetap penggunaannya pada prosesi sakral, yang tidak mengurangi makna dari kain tenun tersebut. Dan pengrajin-pengrajin pun sudah mulai memodifikasi kain tenun agar mudah digunakan dan lebih terjangkau harganya, sehingga semua kalangan bisa menggunakan kain tersebut. Gambar 1.4. Pengrajin Songket (kiri) dan keturunan bangsawan Palembang yang mengenakan kain songket (kanan) Sumber : Pusat industri kerajinan yang paling terkenal di Palembang adalah di kawasan Tangga Buntung kelurahan 30 dan 32 Ilir Palembang. Sejak tahun 1952, terdapat beberapa warga asli Palembang yang sudah membuka usaha berupa tenun songket, yang kebanyakan pegerjaannya dilakukan dirumah-rumah tradisional Palembang yang bersifat home industry dengan hanya beberapa tenaga kerja ahli (pengrajin). Bila dilihat luasan cakupan ekonomi kreatif tersebut, sentra industri tenun songket Tangga Buntung merupakan bagian dari sektor ekonomi yang tidak membutuhkan skala produksi dalam jumlah besar. Tidak seperti industri manufaktur yang berorientasi pada kuantitas produk, industri kreatif lebih bertumpu pada kualitas sumber daya manusia. Industri kreatif justru lebih banyak muncul dari kelompok industri kecil menengah seperti yang teah disebutkan. Salah satu alasan dari pengembangan industri kreatif adalah adanya dampak positif yang akan berpengaruh pada kehidupan sosial (interaksi sosial), iklim bisnis, peningkatan ekonomi, dan juga berdampak pada citra suatu kawasan tersebut. Pada kesimpulannya mengenai konsep klaster industri kreatif bahwa salah satu kunci penting dalam pengembangan kota kreatif adalah konsep klaster industri kreatif yang di kembangkan dengan baik dan terarah. Dalam literatur 8

9 yang berkaitan dengan membuat kota kreatif, sebagai cara untuk mengakomodasi industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik dan mempertahankan individu kreatif dan bagaimana merancang dan merencanakan untuk menjadi kota kreatif sehingga tercipta sebuah kota kreatif dengan pengembangan industri klaster kreatif di dalamnya. Perwujudan kota kreatif bisa dimulai dari peningkatan kualitas spasial distrik distrik yang ada di dalam kota berupa cluster industri yang memiliki potensi. Dalam studi kasus tentang klaster industri kreatif, kawasan Tangga Buntung memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan kedepannya sebagai sebuah kawasan dengan konsep pengembangan klaster industri kreatif, sesuai dengan kondisi dan terminologi dari klaster industri kreatif itu sendiri, Tangga Buntung sudah termasuk memiliki ciri dan prasayarat sebuah kawasan kluster industri kreatif, dimana terdapat lebih dari 20 tempat usaha, adanya aglomerasi jenis usaha dan adanya kolerasi antara para pekerja kreatif dengan tempat usaha produksi. Gambar 1.5. Rumah dan area display pada Kawasan Sentra Industri Songket Sumber : Dokumentasi Pribadi Selain adanya potensi kegiatan klaster industri kreatif, lokasi Tangga Buntung berdekatan dengan kawasan tepian sungai Musi, yang seharusnya bisa menjadi nilai jual lebih tinggi dan mampu bersaing, namun pada kenyataannya tidak berpengaruh besar karena kurangnya optimalisasi pengembangan dan perencanaan yang matang terutama dalam hal penataan kawasan dan pemanfaatan peran sungai Musi sebagai entry point kawasan. Kreatifitas masyarakat yang telah ada sebenarnya sudah memberikan value yang baik untuk berkembangnya sebuah 9

10 klaster industri kreatif, ekonomi dan pariwisata dan akan lebih baik apabila di dukung dengan kualitas kawasan yang lebih baik dan menarik. Gambar 1.6. Permukiman Sekitar Tepian Ilir Sungai Musi 30 Ilir Palembang Sumber : Dokumentasi Pribadi Industri kreatif dan sektor wisata merupakan dua hal yang saling berpengaruh dan dapat saling bersinergi jika dikelola dengan baik (Ooi, 2006). Konsep kegiatan wisata dapat didefinisikan dengan tiga faktor, yaitu harus ada ; something to see, something to do, dan something to buy (Yoeti, 1985 dalam Suparwoko 2010). Something to see terkait dengan atraksi di daerah tujuan wisata, something to do terkait dengan aktivitas wisatawan di daerah wisata, sementara something to buy terkait dengan souvenir khas yang dibeli di daerah wisata sebagai memorabilia pribadi wisatawan (Suparwoko, 2010). Ekonomi dan Industri kreatif tidak hanya masuk melalui something to buy tetapi juga mulai merambah something to do dan something to see melalui paketpaket wisata yang menawarkan pengalaman langsung dan interaksi dengan kebudayaan lokal (Suparwoko, 2010). Menurut Keane (2009), industri kreatif dapat memberikan kontribusi untuk menciptakan kekayaan, merekonstruksi ruang kota, merubah budaya tradisional, mengembangkan industri jasa dan memberikan nilai tambah. Sedangkan menurut Van Heur (2009) menyatakan bahwa klaster kreatif berdampak pada aglomerasi ruang kota. Hal ini berkaitan pula dengan dikembangkannya konsep kota kreatif (creative city) yang sebelumnya telah di bahas, di mana salah satu pilar utamanya adalah pariwisata perkotaan (urban tourism). Pariwisata perkotaan muncul karena terjadi proses de-industrialisasi di negara maju. Pariwisata jenis ini difokuskan kepada konsep place marketing atau menjual suatu tempat dengan cara memberikan citra tertentu pada suatu wilayah geografis agar menarik perhatian kalangan bisnis dan wisatawan. Fenomena de-industrialisasi tersebut terjadi 10

11 karena perkembangan industri di wilayah perkotaan telah menyebabkan kota menjadi wilayah geografis yang tidak nyaman untuk ditempati sebagai akibat persoalan-persoalan yang berkaitan dengan aksesibilitas, fleksibilitas dan kualitas hidup. Persaingan antar industri di tingkat global juga merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya fenomena tersebut (M. Shelby, 2004 dalam Basuki Antariksa ) Pengembangan creative cluster industry pada sebuah kawasan nampaknya perlu dilaksanakan sedini mungkin, agar tercipta sebuah kawasan industri kreatif yang selain dapat mendukung perekonomian, penataan setting keruangan yang baik dapat mendukung proses produksi dan dapat pula merangkai penataan lingkungan perkotaan dengan lebih baik, berkelanjutan dan menghasilkan produk wisata yang menarik dan meningkatkan daya saing antar pengusaha tenun, dimana terdapat ketidakmerataan pengunjung, dikarenakan ketidaknyamanan spasial kawasan, kurangnya sense of place dan fasilitas penunjang. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah diperoleh dari problematika atau ketidaksesuaian antara teori dengan kenyataan yang ada di lapangan. Dari latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa problematika yang di rumuskan menjadi rumusan masalah yang terjadi pada kawasan studi, yaitu : Tata Ruang a. Buruknya Quality of place dan Sense of place baik dari segi penataan kawasan, bangunan yang tidak terawat, lingkungan dan infrastruktur kawasan termasuk degradasi nilai lokalitas kawasan karena perubahan bentuk bangunan ke arah moderen dan kawasan sentra industri kerajinan yang masih jauh dari konsep kawasan home industry yang nyaman dan menarik. b. Density tinggi sehingga kawasan tidak memiliki area terbuka yang baik dan aktif. c. Minimnya vegetasi pada kawasan penelitian. d. Keberadaan pasar dan pedagang kaki lima membentuk kesan kumuh dan ketidaknyamanan ruang gerak. 11

12 Aksesibilitas dan Konektivitas a. Untuk sebuah pusat industri kreatif yang berpotensi menjadi bagian dari wisata kota, pertimbangan aksesibilitas, titik parkir dan integrasi linkage dengan objek lain disekitarnya dan outlet/workshop pengrajin yang satu dan lainnya belum terlalu jelas, seperti akses dua arah, yaitu darat dan Sungai dan akses pejalan kaki yang tidak memadai. b. Belum adanya penataan pedestrian yang baik (walkability), baik itu di daratan maupun di tepian sungai. e. Kurangnya fasilitas-fasilitas yang dapat diperuntukkan sebagai generator penggerak dalam menunjang dan mewadahi aktifitas wisata di lokasi baik untuk masyarakat setempat maupun bagi pengunjung. Visual Kawasan a. Tidak ada keselarasan fasad bangunan sepanjang jalan ki gede ing suro dan Ki Rangga Wira Santika (koridor songket) b. Belum optimalnya peran Sungai Musi sebagai Entry point kawasan dan degradasi lingkungan sungai. Permasalahan sungai yang sering dijumpai dimana seringkali area sungai dijadikan sebagai bagian belakang suatu rumah sehingga fungsinya juga seolah - olah tidak penting sehingga mengakibatkan semakin menurunnya kualitas sungai yang ada. c. Kurangnya dukungan kegiatan untuk meramaikan aktifitas perairan sungai Musi yang juga berimbas pada semakin tidak terpeliharanya permukiman dipesisir sungai akibat berkurangnya aktivitas perekonomian yang dilakukan. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1) Bagaimana karakteristik kawasan klaster industri kreatif di tepian ilir Sungai Musi? 2) Faktor faktor apa yang menentukan dalam pengembangan dan peningkatan kawasan creative cluster industry di kawasan urban heritage waterfront tersebut? 3) Bagaimana arahan konsep perancangan yang tepat bagi penguatan/pengembangan CCI (creative cluster industry) yang diusulkan 12

13 untuk membuat kawasan sentra industri kreatif ini menjadi sebuah kawasan cluster creative indutry yang mampu memfasilitasi kegiatan secara optimal melalui pendekatan teori placemaking? 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1) Mengidentifikasi karakteristik kawasan Tangga Buntung sebagai creative cluster industry kerajinan dan sungai Musi sebagai urban heritage waterfront yang potensial sebagai kawasan wisata industri kreatif dan waterfront. 2) Menemukan faktor karakteristik yang menentukan kesuksesan creative cluster industry di kawasan wisata tepian ilir sungai Musi. 3) Penelitian ini bertujuan untuk memberikan arahan konsep perancangan atau guideline dalam pengembangan kawasan Tangga Buntung sebagai creative cluster industry di tepian ilir sungai Musi agar menjadi sebuah kawasan industri dengan value pariwisata yang lebih baik dari hasil identifikasi dan rumusan masalah atau karakteristik suatu kawasan binaan dalam hal ini kawasan creative cluster industry yang ada di Tangga Buntung. Manfaat Penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1) Hasil analisa serta perancangan pengembangan kawasan Tangga Buntung sebagai creative cluster industry di kawasan wisata tepian sungai Musi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang baik dalam pemahaman dan strategi yang akan dilakukan dalam mengembangkan suatu model klaster industri kreatif di tepi urban heritage waterfront yang ingin dijadikan sebagai destinasi pariwisata. 2) Diharapkan kontribusi ini dapat menambah wawasan dan pemahaman akan penerapan aspek-aspek yang berkaitan dengan ilmu urban desain dan pariwisata beserta komponen lainnya dalam eksplorasi perancangan suatu kawasan dengan memanfaatkan potensi dan prospek kawasan berupa aktivitas industri dan kawasan waterfront di dalamnya. 13

14 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan tepian sungai Musi, untuk itu peneliti menjadikan beberapa referensi penulisan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, beberapa penelitian yang dijadikan referensi adalah mengenai analisis karakteristik kawasan tepian sungai Musi oleh Abdurrahman, 2008 dan Fuji Amalia, 2011 penelitian yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik kawasan wisata tepi sungai Musi khususnya yang terletak di pusat kota Palembang kemudian memberikan arahan rancangan yang tepat pada kawasan tersebut berdasarkan karakternya. Landasan teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori mengenai komponen-komponen pariwisata yang mencakup atraksi, aksesibilitas, dan amenitas, selain itu juga teori waterfront design & access sebagai hal yang paling penting dalam menjaga dan menampilkan karakter yang unik daerah waterfront yaitu yang berkaitan dengan open space & public access, views dan historic resources. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hendi Warleka S.P, 2012, studi kasus dilakukan pada kawasan Sekanak, kawasan ini berada tidak jauh dari lokus penelitian Tangga Buntung, termasuk dalam wilayah ilir barat II, dalam penelitian di kawasan Sekanak, lebih mengarah kepada penataan facade bangunan lama yang telah mengalami pergeseran menjadi lebih modern, kawasan ini didominasi bangunan berupa rumah toko dan ornamen akulturasi masyarakat tionghoa dan Palembang. Selain beberapa referensi dari bidang ilmu yang sama yaitu desain kawasan binaan, penelitian pada kawasan Tangga Buntung juga mengambil referensi dari disertasi bidang ilmu lainnya yaitu Rustina Untari, 2005 (Teknik Industri ITB) mengenai pola pertumbuhan klaster industri kecil yang ada di Indonesia, disini dijelaskan bahwa Indonesia sebagai negara berkembang memiliki potensi industri kecil yang juga merupakan salah satu penunjang perekonomian. Industri tersebut kebanyakan berupa industri rumahan berskala kecil dengan jumlah pekerja 5 10 orang. Lalu perkembangan klaster industri, dimana industri kecil tersbut berkelompok dan berlokasi pada satu lokasi yang sama, bagaimana sistem aglomerasi berjalan dan bagaimana agar sistem klaster berkembang dengan baik dan tidak mengalami stagnan berdasarkan teori industri, lokasi dan ekonomi. 14

15 Tabel 1.1. Keaslian Penulisan No. Peneliti Judul Lokus Hasil Amatan 1. Abdurrachman 2008 (MDKB/UGM) Analisis Karakteristik Kawasan Wisata Tepi Sungai Musi, Palembang Sungai Musi, Palembang Mengetahui karakteristik kawasan wisata di tepi sungai Musi 2. Rustina Untari 2005 (T.Industri ITB)/Disertasi 3. Hendi Warleka Sedo Putra (MDKB) 2012 Pola Pertumbuhan Klaster Industri Kecil di Indonesia Karakter Visual Koridor Kawasan Lama Sekanak - Palembang 4. Fuji Amalia (MDKB/UGM) 2011 Arahan Penataan Kawasan Ulu Dan Ilir Tepian Sungai Musi Palembang Ditinjau Dari Karakter Fisik Spasial 5. Rizka Drastiani 2013 (MDKB/UGM) Pengembangan Kawasan Tangga Buntung Sebagai Creative Cluster Industry Di Kawasan Wisata Tepian Ilir Sungai Musi Industri Kecil di Kota Semarang Studi kasus : (Kasus: Jl. Depaten Baru Jl. Ki Gede Ing Suro, Sekanak Palembang) Sungai Musi, Kawasan Ampera Palembang Kawasan Sentra Industri Tenun Songket Tangga Buntung 1. Proses terbentuknya klaster industri di Indonesia 2. Mengidentifikasi pola pertumbuhan suatu klaster Mengidentifikasi perubahan facade pada kawasan kota lama (jalan ki gede ing suro) 1. Mengetahui karakteristik fisik kawasan Ampera Ulu dan Ilir tepian sungai Musi 2. Mengetahui elemen- elemen penentu apa saja yang menjadi penguat karakter kawasan Ulu dan Ilir di tepian sungai Musi serta faktor- faktor yang mempengaruhi karakter kawasan tepian sungai 1. Mengetahui karakteristik kawasan creative cluster industry dan urban heritage waterfront yang ada di Tangga Buntung 2. Mengetahui elemen-elemen yang menunjang kesuksesan/peningkatan kawasan industri dengan konsep CCI di tepian sungai. 1.6 Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pemahaman mengenai tulisan ini, disusunlah sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I. PENDAHULUAN Bab ini berisi Latar Belakang, Cretaive Cluster Industry di Tangga Buntung sebagai pengembangan desain kawasan wisata tepian ilir sungai Musi, Perumusan Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian dan Sistematika Penelitian. 15

16 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas tinjauan teoritis mengenai karakateristik Creative cluster industry dan karakteristik Urban Heritage Waterfront. Teori teori ini yang akan dijadikan landasan utama dalam mengetahui karakteristik dan faktor tolak ukur kesuksesan yang berpengaruh di dalam kawasan yang menjadi bahan acuan dalam pengembangan Tangga Buntung sebagai creative cluster industry di kawasan wisata tepian ilir Sungai Musi. BAB III. METODOLOGI PENELITAIAN Bab ini akan membahas tipe penelitian, lingkup penelitian, penentuan lokasi fokus penelitian, tahapan penelitian. BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Bab ini akan membahas gambaran umum Kota Palembang dan kawasan sekitar lokus peneltian secara umum dan kawasan penelitian secara khusus. BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini memaparkan hasil identifikasi dan temuan-temuan yang ada dilapangan sesuai dengan metode penelitian yang digunakan. Selanjutnya hasil pemelitian tersebut dianalisa dengan teori yang dijadikan landasan variabel dan sebagai materi pembahas hasil temuan. BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan membahas hasil kesimpulan dari analisa hasil penelitian. Dari kesimpulan tersebut dibuat rekomendasi berupa konsep dan strategi yang akan merumuskan arahan konsep desain serta saran saran dari penelitian ini terhadap beberapa pihak seperti pemerintahan, delevoper dan peneliti selanjutnya. 16

17 1.7 Kerangka Konseptual Gambar Skema Kerangka Konseptual Sumber : Analisa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang pertumbuhan perekonomian mengalir dalam era ilmu pengetahuan dan ide yang menjadi motor dalam perkembangan ekonomi. Era tersebut pada saat ini dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota dapat dilihat salah satunya dari sektor perekonomiannya. Secara umum, dapat diperhatikan bahwa suatu kota yang berkembang dan maju, memiliki

Lebih terperinci

2015 ANALISIS POTENSI EKONOMI KREATIF BERBASIS EKOWISATA DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU

2015 ANALISIS POTENSI EKONOMI KREATIF BERBASIS EKOWISATA DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata bahari merupakan salah satu jenis wisata andalan yang dimiliki oleh Indonesia, karena Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik sudah diakui masyarakat internasional sebagai warisan budaya Indonesia. Selain sebagai karya kreatif yang sudah berkembang sejak jaman dahulu serta sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan menjadikan segala sektor di Indonesia mengalami persaingan yang lebih ketat terutama sektor industri.

Lebih terperinci

Pengembangan Kawasan Tangga Buntung sebagai Creative Cluster Industry di Kawasan Wisata Tepian Ilir Sungai Musi Palembang

Pengembangan Kawasan Tangga Buntung sebagai Creative Cluster Industry di Kawasan Wisata Tepian Ilir Sungai Musi Palembang TEMU ILMIAH IPLBI 2014 Pengembangan Kawasan Tangga Buntung sebagai Creative Cluster Industry di Kawasan Wisata Tepian Ilir Sungai Musi Palembang Rizka Drastiani Program Studi Magiter Design Kawasan Binaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan Kota Tua merupakan salah satu kawasan potensial di Kota Padang. Kawasan ini memiliki posisi yang strategis, nilai sejarah yang vital, budaya yang beragam, corak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. Dimana pada masa perkembangan peradaban kota badan air merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam rencana pengembangan industri kreatif Indonesia tahun 2025 yang dirumuskan oleh Departemen Perdagangan RI dijelaskan adanya evaluasi ekonomi kreatif. Berdasarkan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN PENUNJANG PARIWISATA BERBASIS EKONOMI KREATIF DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah tertuang dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah, mulai dari sektor migas, pertanian yang subur serta pariwisata. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. melimpah, mulai dari sektor migas, pertanian yang subur serta pariwisata. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara dengan kekayaaan alam yang sangat melimpah, mulai dari sektor migas, pertanian yang subur serta pariwisata. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia sampai saat ini adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia sampai saat ini adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia sampai saat ini adalah salah satu permasalahan yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak. Hal ini disebabkan karena

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator pertumbuhan sebuah kota adalah sektor ekonomi. Secara umum, dapat diperhatikan bahwa suatu kota yang berkembang dan maju, memiliki tingkat perekonomian

Lebih terperinci

Menelusuri Makna Ruang Publik pada Dermaga di Sungai Musi Palembang

Menelusuri Makna Ruang Publik pada Dermaga di Sungai Musi Palembang TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Menelusuri Makna Ruang Publik pada Dermaga di Sungai Musi Palembang Studi Kasus: Dermaga Point BKB Arsyil Zahra Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan

Lebih terperinci

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo.

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo. minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo. Perpustakaan Jumlah kunjungan ke perpustakaan selama 1 tahun di Kota Bandung dibandingkan dengan jumlah orang yang harus

Lebih terperinci

PASAR FESTIVAL INDUSTRI KERAJINAN DAN KULINER JAWA TENGAH

PASAR FESTIVAL INDUSTRI KERAJINAN DAN KULINER JAWA TENGAH TUGAS AKHIR 111 Periode April September 2010 LAPORAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PASAR FESTIVAL INDUSTRI KERAJINAN DAN KULINER JAWA TENGAH DI KECAMATAN TUNTANG, KABUPATEN SEMARANG Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Ratu Selly Permata, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Ratu Selly Permata, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dengan berbagai suku dan keunikan alam yang terdapat di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai salah satu destinasi wisatawan yang cukup diminati, terbukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianzb Pariwisata telah bergerak sangat cepat dan telah menjadi stimulus pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata adalah bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep berdasarkan modal kreatifitas yang dapat berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menurut Presiden Susilo Bambang

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG Presentation by : Drs. BUDIHARTO HN. DASAR HUKUM KEPARIWISATAAN Berbagai macam kegiatan yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF KABUPATEN BELITUNG DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Selain UMKM ada juga Industri

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Selain UMKM ada juga Industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam perekonomian Indonesia Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu kelompok ini terbukti tahan

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Pontianak sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Barat memiliki karakter kota yang sangat unik dan jarang sekali dijumpai pada kota-kota lain. Kota yang mendapat

Lebih terperinci

1 Mundofar_ BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 Mundofar_ BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota dapat dilihat salah satunya dari sektor perekonomiannya. Secara umum, dapat diperhatikan bahwa suatu kota yang berkembang dan maju, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN ± 153 % ( ) ± 33 % ( ) ± 14 % ( ) ± 6 % ( )

BAB I PENDAHULUAN ± 153 % ( ) ± 33 % ( ) ± 14 % ( ) ± 6 % ( ) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata adalah salah satu sektor andalan perolehan devisa negara di Indonesia. Tercatat pada tahun 2014 sektor pariwisata menyumbang devisa sebesar US$ 10,69 atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Kabupaten Badung Bali melalui Dinas Koperasi, Perindustrian, UMKM dan Perdagangan (Diskopperindag) Kabupaten Badung berupaya membangkitkan kerajinan patung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan global dalam transformasi ekonomi, baik secara regional maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu dari era pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Palembang merupakan kota tertua di Indonesia berumur setidaknya 1324 tahun jika berdasarkan prasasti Sriwijaya yang dikenal sebagai prasasti Kedudukan Bukit. Menurut

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR. Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D

STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR. Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D 304 155 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2007

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA

PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA Sumarno Dwi Saputra Fakultas Ekonomi UNISRI Surakarta ABSTRAK Modal utama dalam menghadapi era globalisasi adalah keatifitas. Untuk membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab 1 berisikan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang diangkatnya penelitian ini, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah serta sistematika dalam penulisan laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia telah mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan jatuhnya perekonomian nasional. Banyak usaha-usaha skala besar pada berbagai sektor termasuk industri, perdagangan,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian ini berupa hasil jawaban dari pertanyaan penelitian dan tujuan awal dari penelitian yaitu bagaimana karakter Place kawasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki beribu pulau dengan area pesisir yang indah, sehingga sangat berpotensi dalam pengembangan pariwisata bahari. Pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, sektor ekonomi Indonesia mengalami perubahan. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor pertanian. Namun seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Semarang merupakan Ibu Kota Jawa Tengah yang sekaligus memiliki potensi sebagai kota pesisir yang terletak di tepian Laut Jawa. Potensi pesisir tersebut berimplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Wakil Ketua DPRD Kota Yogyakarta, M. Ali Fahmi, SE, MM yang dikutip dalam artikel koran Kedaulatan Rakyat 24 Agustus 2015, selain Yogyakarta mendapat predikat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ekonomi kreatif yang digerakkan oleh industri kreatif, didefinisikan sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari / BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kotagede adalah sebuah kota lama yang terletak di Yogyakarta bagian selatan yang secara administratif terletak di kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sebagai kota

Lebih terperinci

Gigih Juangdita

Gigih Juangdita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota dapat dilihat salah satunya dari sektor perekonomiannya. Secara umum, dapat diperhatikan bahwa suatu kota yang berkembang dan maju, memiliki

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan dunia yang terus bergerak dinamis dan kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata dalam berbagai pola yang berbeda merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI...

BAB II KAJIAN TEORI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv BAB I

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era modern sekarang ini, industri memiliki peran yang besar dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Khususnya di Indonesia yang sering di bahas oleh

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG Penduduk dalam menjalankan aktivitas dan usaha ekonomi telah mengalami transformasi, hal ini sesuai dengan perkembangan daerahnya dan wilayahnya. Pada tahun 50 70-an

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan 1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Pejalan Kaki, Parkir dan Lalulintas Sumber : Dokumentasi Pribadi (2014) commit to user. revitalisasi kawasan Braga BAB I - 1

Gambar 1.1 Pejalan Kaki, Parkir dan Lalulintas Sumber : Dokumentasi Pribadi (2014) commit to user. revitalisasi kawasan Braga BAB I - 1 Gambar 1.1 Pejalan Kaki, Parkir dan Lalulintas Sumber : Dokumentasi Pribadi (2014) BAB I - 1 Gambar 1.2Pub Scorpio, Buka Pada Malam Hari dan Kurang Terawat Secara Fisik Bangunan Sumber : Dokumentasi Pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota pekalongan merupakan kota yang strategis secara geografis. Kota ini juga menjadi pusat jaringan jalan darat yang menghubungkan bagian barat dan timur Pulau Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Semarang merupakan ibukota Provinsi Jawa Tengah yang letaknya berada di pesisir utara Pulau Jawa. Kota ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sisi utara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul 1.1.1 Judul Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual 1.1.2 Pemahaman Esensi Judul Ruang komunal

Lebih terperinci

2015 PERKEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH (UKM) BONEKA KAIN DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG

2015 PERKEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH (UKM) BONEKA KAIN DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki luas wilayah dan penduduk yang besar serta dianugerahi sumberdaya alam melimpah. Seiring perkembangannya,

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR JALAN LETJEN S. PARMAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN DI PURWOKERTO

PENATAAN KORIDOR JALAN LETJEN S. PARMAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN DI PURWOKERTO LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR JALAN LETJEN S. PARMAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN DI PURWOKERTO Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 KESIMPULAN Sentra Batik Tulis Giriloyo, Sentra Industri Kerajinan Gerabah Kasongan dan Kulit Manding merupakan beberapa kawasan industri kreatif yang berpotensi dikembangkan

Lebih terperinci

Strategi Pemasaran Produk Industri Kreatif Oleh Popy Rufaidah, SE., MBA., Ph.D 1

Strategi Pemasaran Produk Industri Kreatif Oleh Popy Rufaidah, SE., MBA., Ph.D 1 Strategi Produk Industri Kreatif Oleh Popy Rufaidah, SE., MBA., Ph.D 1 Hasil kajian Tim Inisiasi ( taskforce) Ekonomi Kreatif Propinsi Jawa Barat 2011, bersama Bappeda Jawa Barat, dimana penulis terlibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran Era Pertanian ke Era Industrialisasi dan semakin majunya Era komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari seluruh pola pikir dalam

Lebih terperinci

HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan di Indonesia tahun terakhir ini makin terus digalakkan dan ditingkatkan dengan sasaran sebagai salah satu sumber devisa andalan di samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan banyaknya kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak terjadinya suatu kelangkaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I... 0 PENDAHULUAN PENGERTIAN JUDUL LATAR BELAKANG Kawasan Betawi Condet Program Pemerintah

DAFTAR ISI BAB I... 0 PENDAHULUAN PENGERTIAN JUDUL LATAR BELAKANG Kawasan Betawi Condet Program Pemerintah DAFTAR ISI BAB I... 0 PENDAHULUAN... 0 1.1 PENGERTIAN JUDUL... 0 1.2 LATAR BELAKANG... 0 1.2.1 Kawasan Betawi Condet... 0 1.2.2 Program Pemerintah Terkait Kawasan Betawi Condet... 1 1.2.4 Kawasan Wisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang Penataan Kawasan Kampung Jenggot Pekalongan sebagai BAB I PENDAHULUAN Kota Pekalongan secara geografis memiliki posisi yang strategis. Secara geografis dan ekonomis Kota Pekalongan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Surakarta merupakan salah satu kota pariwisata yang menjadi andalan Provinsi Jawa Tengah. Kota Surakarta yang sering juga disebut dengan kota Surakarta ini mengusung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai industri gelombang ke-4 setelah pertanian, industri dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai industri gelombang ke-4 setelah pertanian, industri dan teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai industri gelombang ke-4 setelah pertanian, industri dan teknologi informasi. Walaupun masih

Lebih terperinci

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang terus membenahi dirinya melalui pembangunan di segala bidang agar dapat menjadi negara yang makmur setara dengan negara-negara maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini menjadi fokus utama yang sangat ramai dibicarakan masyarakat karena dengan mengembangkan sektor pariwisata maka pengaruh pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Keadaan Museum di Indonesia Keberadaan museum di dunia dari zaman ke zaman telah melalui banyak perubahan. Hal ini disebabkan oleh berubahnya fungsi dan tugas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kelayakan Proyek Dewasa ini perkembangan dunia pariwisata di Indonesia semakin meningkat, dimana negara indonesia sendiri telah banyak melakukan promosi ke

Lebih terperinci

Kriteria Khusus Untuk Perancangan Kampung Wisata Berwawasan Lingkungan Di Daerah Perbatasan

Kriteria Khusus Untuk Perancangan Kampung Wisata Berwawasan Lingkungan Di Daerah Perbatasan Kriteria Khusus Untuk Perancangan Kampung Wisata Berwawasan Lingkungan Di Daerah Perbatasan Peningkatan kualitas lingkungan (prinsip pembangunan berwawasan lingkungan) Pelayanan Terhadap Masyarakat (perbaikan

Lebih terperinci

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran Siak Sri Indrapura merupakan ibukota kabupaten Siak. Secara administratif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berawal ketika Pemerintah Kota Semarang memindahkan beberapa PKL dari kawasan Stasiun Tawang, Jl Sendowo, dan Jl. Kartini pada awal dekade 80-an. Beberapa PKL tersebut

Lebih terperinci

2015 KEMENARIKAN SUNGAI MUSI SEBAGAI WISATA SUNGAI DI KOTA PALEMBANG

2015 KEMENARIKAN SUNGAI MUSI SEBAGAI WISATA SUNGAI DI KOTA PALEMBANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wisata sungai (river tourism) sudah banyak berkembang di dunia. Banyak negara yang mengusung tema wisata sungai untuk menarik perhatian wisatawan datang ke negaranya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Di Indonesia seni dan budaya merupakan salah satu media bagi masyarakat maupun perseorangan untuk saling berinteraksi satu sama lain. Dengan adanya arus globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota pada perkembangannya memiliki dinamika yang tinggi sebagai akibat dari proses terjadinya pertemuan antara pelaku dan kepentingan dalam proses pembangunan. Untuk

Lebih terperinci

KAWASAN WISATA BETAWI DI CONDET DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR REGIONALISME

KAWASAN WISATA BETAWI DI CONDET DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR REGIONALISME KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN KAWASAN WISATA BETAWI DI CONDET DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR REGIONALISME Disusun oleh : Ardi Hirzan D I0212021 Dosen Pembimbing: Ir. Marsudi, M.T NIP. 195603141986011001

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki keanekaragaman seni dan budaya. Hal ini yang menjadi salah satu daya tarik wisata di Indonesia. Salah satu daerah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 1.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi dilapangan serta analisis yang dilaksanakan pada bab terdahulu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk merumuskan konsep

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Perbandingan Temuan dengan Proposisi

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Perbandingan Temuan dengan Proposisi BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Perbandingan Temuan dengan Proposisi Hasil Penelitian menunjukkan bahwa proposisi pertama Perkembangan pola tata ruang kawasan destinasi pariwisata kepulauan di pengeruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Palembang, sebagai ibukota Provinsi Sumatera Selatan saat ini menjadi salah satu kota tujuan di tanah air. Hal ini dikarenakan kondisi kota Palembang yang dalam

Lebih terperinci

6.3 Hasil Perubahan Elemen Kawasan

6.3 Hasil Perubahan Elemen Kawasan 6.3 Hasil Perubahan Elemen Kawasan Hasil dalam perubahan kawasan dapat dilihat berdasarkan teori-teori yang digunakan pada perencanaan ini. Dalam hal perancangan kawasan ini menggunakan teori yang sangat

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR JALAN KASONGAN DI BANTUL

PENATAAN KORIDOR JALAN KASONGAN DI BANTUL LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR JALAN KASONGAN DI BANTUL Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun oleh : BOGI DWI CAHYANTO

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai salah satu potensi daerah yang mempunyai nilai budaya dan nilai ekonomi masyarakat serta mempunyai nilai kekhasan daerah, dengan tingkat kepedulian masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi negara merupakan suatu hal yang sangat penting karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih baik untuk dicapai sehingga

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU Berdasarkan analisis serta pembahasan sebelumnya, pada dasarnya kawasan studi ini sangat potensial untuk di kembangkan dan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pariwisata sekarang sudah merupakan suatu tuntutan hidup dalam zaman modern ini. Permintaan orang-orang untuk melakukan perjalanan wisata, dari tahun ke tahun terus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada abad ke 14, bangsa Tionghoa mulai bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama di sepanjang pantai utara Jawa. Perpindahan ini merupakan akibat dari aktivitas perdagangan

Lebih terperinci