TEKNIK PUFFING PEMANASAN KONDUKSI GRANULA PASIR PANAS DALAM PEMBUATAN BERONDONG JAGUNG VARIETAS UNGGUL NASIONAL. Oleh : WENING PRATIWI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEKNIK PUFFING PEMANASAN KONDUKSI GRANULA PASIR PANAS DALAM PEMBUATAN BERONDONG JAGUNG VARIETAS UNGGUL NASIONAL. Oleh : WENING PRATIWI F"

Transkripsi

1 TEKNIK PUFFING PEMANASAN KONDUKSI GRANULA PASIR PANAS DALAM PEMBUATAN BERONDONG JAGUNG VARIETAS UNGGUL NASIONAL Oleh : WENING PRATIWI F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN TEKNIK PUFFING PEMANASAN KONDUKSI GRANULA PASIR PANAS DALAM PEMBUATAN BERONDONG JAGUNG VARIETAS UNGGUL NASIONAL SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : WENING PRATIWI F Dilahirkan pada tanggal 19 Desember 1987 di Jakarta Tanggal lulus : Menyetujui, Bogor, September 2009 Ir. Putiati Mahdar, MAppSc Dosen Pembimbing Mengetahui, Dr.Ir. Desrial, M.Eng Ketua Departemen Teknik Pertanian

3 TEKNIK PUFFING PEMANASAN KONDUKSI GRANULA PASIR PANAS DALAM PEMBUATAN BERONDONG JAGUNG VARIETAS UNGGUL NASIONAL SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : WENING PRATIWI F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

4 Wening Pratiwi F Teknik Puffing Pemanasan Konduksi Granula Pasir Panas dalam Pembuatan Berondong Jagung Varietas Unggul Nasional. Di bawah bimbingan Ir. Putiati Mahdar, MAppSc RINGKASAN Penanganan dan pengolahan hasil pertanian penting untuk meningkatkan nilai tambah, terutama pada saat produksi melimpah. Jagung dapat diolah menjadi berbagai produk olahan. Salah satu hasil olahan jagung yang disukai konsumen adalah berondong jagung, tetapi umumnya berondong jagung yang dijual di pasaran berasal dari jagung yang diimpor. Pembuatan berondong jagung biasanya menggunakan alat khusus, namun pada penelitian kali ini berondong jagung dibuat dengan menggunakan teknik puffing pemanasan konduksi granula pasir panas, sehingga berondong jagung yang dihasilkan adalah camilan sehat yang tidak mengandung minyak. Teknik puffing merupakan teknik pengolahan bahan pangan dimana bahan pangan tersebut mengalami pengembangan sebagai akibat pengaruh perlakuan suhu atau tekanan sehingga mengakibatkan terjadinya proses perubahan pada struktur bahan tersebut (Sulaeman, 1995). Teknik puffing pada penelitian ini memanfaatkan panas dari sumber panas api untuk menaikkan suhu granula pasir, kemudian panas granula pasir secara kondukasi dipakai untuk memanaskan butir jagung hingga terjadi proses puffing. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui suhu puffing jagung varietas unggul nasional, mempelajari sifat fisik berondong jagung varietas unggul nasional yang dipanaskan dengan menggunakan pemanasan dengan konduksi granula pasir panas, dan mengetahui bisa tidaknya berondong jagung varietas unggul nasional menggantikan berondong jagung varietas impor. Metode penelitian ini yaitu persiapan bahan yang terdiri dari pemilihan jagung, pengkondisian biji jagung, persiapan media sangrai (pasir berukuran 3-4 mm), kemudian proses penyangraian, dan pengamatan. Proses penyangraian diawali dengan pemanasan media sangrai yaitu pasir kasar hingga suhu 200 o C. Kemudian biji jagung dimasukkan ke dalam pasir, hingga terdengar suara pop

5 pertama dari berondong jagung lalu dilakukan pengadukan yang bertujuan agar biji jagung mendapat panas yang merata dari pasir dan menghindari kegosongan pada biji jagung. Suhu puffing biji jagung dari setiap varietas lokal berbeda-beda. Suhu puffing terendah terdapat pada kadar air awal jagung sebesar 14%. Suhu puffing verietas lokal pada kondisi tersebut adalah pada varietas Arjuna o C, Bisma o C, Srikandi o C, dan Lamuru o C. Suhu puffing terendah pada jagung Bisma dihasilkan rendemen berondong jagung kualitas I tertinggi. Suhu puffing terendah jagung impor varietas Pop corn terdapat pada kadar air awal bahan 14% yaitu o C, dan dihasilkan rendemen berondong jagung kualitas I tertinggi. Sifat fisik yang mempengaruhi kualitas berondong jagung adalah rendemen, volume spesifik, kerenyahan. Rendemen tertinggi berondong jagung lokal dihasilkan pada jagung lokal varietas Bisma yaitu sebesar 82.67%, sedangkan rendemen jagung impor varietas Pop corn sebesar 100%. Volume spesifik tertinggi dari semua jenis lokal, yaitu pada varietas Lamuru sebesar 10 ml/gr, dan volume spesifik tertinggi pada jagung Popcorn adalah sebesar ml/gr. Nilai tekstur terendah pada varietas lokal adalah pada varietas Bisma yaitu sebesar 0.64 kg/mm sedangkan nilai tekstur jagung impor varietas Pop corn sebesar 0.32 kg/mm. Semakin kecil nilai tekstur semakin renyah berondong jagung. Jagung unggul nasional yang paling disukai adalah varietas Lamuru, tetapi rendemen Bisma lebih tinggi, sehingga diperlukan perlakuan khusus agar Lamuru dapat menghasilkan rendemen kualitas I yang tinggi sehingga bisa menggantikan jagung impor.

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 19 Desember 1987 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bpk. Hajar Sujatmo dan Ibu Nur Fatimah. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Bekasi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, diantaranya sebagai Anggota Grup Teater Kandang Fakultas Peternakan , Staf Departemen Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian IPB tahun , Koordinator Departemen Hubungan Masyarakat Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia (IMATETANI) , Anggota Grup Teater Santan Fakultas Teknologi Pertanian , Sekretaris Umum Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia (IMATETANI) , Staf Departemen Hubungan Masyarakat Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) IPB tahun , dan Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) IPB Selain itu, penulis juga pernah melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik Proses Produksi Tepung Terigu di PT. Bogasari Flour Mills, Jakarta. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan maupun sebagai peserta dalam seminar-seminar berskala nasional maupun internasional selama menjadi mahasiswa. Selain itu penulis menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Fisika untuk Tingkat Persiapan Bersama selama 3 tahun. Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Teknik Puffing Pemanasan Konduksi Granula Pasir Panas dalam Pembuatan Berondong Jagung Varietas Unggul Nasional di bawah bimbingan Ir. Putiati Mahdar, MAppSc.

7 KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Teknik Puffing Pemanasan Konduksi Granula Pasir Panas dalam Pembuatan Berondong Jagung Varietas Unggul Nasional Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ir. Putiati Mahdar, MAppSc. sebagai dosen pembimbing, atas segala bimbingan, nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Atjeng M Syarief, M. SAE dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, M. Si selaku dosen pengajar Departemen Teknik Pertanian FATETA IPB dan dosen penguji yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan atas masukan dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian skripsi ini. 3. Orang tua penulis (Bapak Hajar Sujatmo dan Ibu Nur Fatimah), adikku Kenang Suwasono dan seluruh keluarga besar penulis atas doa, pengorbanan, dukungan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. 4. Pak Sulyaden, Pak Ahmad, Mas Firman yang telah membimbing penulis selama penelitian. 5. Aren dan Patricia atas semangat dan masukan yan diberikan kepada penulis. 6. Rekan-rekanku Ami, Ade, Agung, Ipeh, Diar, Sofie, Soleh, Ian, Agusti yang telah membantu penulis. 7. Rekan-rekan Pasca Sarjana Teknik Pasca Panen Bambang Jati Nugroho, Pak Kardi, Bu Ety, Mba Ida, Mba Yuli, Mba Vera atas masukan, kerjasama dan bantuannya selama ini. 8. Pak Parjo yang telah menyediakan jagung dan masukan kepada penulis. 9. Mba Yuyun, Ema Pratiwi, Ayu, Sri, Dewi, Teti dan seluruh penghuni Pondok Sabrina serta ibu kost atas segala dukungan dan bantuannya. 10. Rekan-rekan IMATETANI dan HIMATETA IPB atas semua dukungan, bantuan serta ilmu yang sangat berguna bagi penulis. i

8 11. Dosen-dosen, staff dan karyawan di Departemen Teknik Pertanian yang telah memberikan banyak ilmu yang berguna bagi penulis. 12. Seluruh mahasiswa TEP atas segala dukungan dan kerjasamanya. 13. Bu Ros, Ibu Emar, Ibu Eda, Ibu Emil, Pak Nandang, dll. 14. Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Bogor, September 2009 Penulis ii

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI. iii DAFTAR GAMBAR.... v DAFTAR TABEL..... vi I. PENDAHULUAN. 1 A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BOTANI JAGUNG Sifat Morfologi dan Anatomi Komposisi Gizi Jenis Jagung Produktivitas Pemanfaatan B. STANDAR NASIONAL INDONESIA JAGUNG PIPILAN KERING C. BRONDONG JAGUNG Arti Brondong Jagung Puffing Kualitas Brondong Jagung D. PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI DAN KONDUKTIVITAS PASIR 17 III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU B. ALAT DAN BAHAN Alat Bahan C. METODE PENELITIAN Persiapan Bahan iii

10 a. Pemilihan Biji Jagung b. Pengkondisian Biji Jagung c. Persiapan Media Sangrai Proses Puffing Penyimpanan Brondong Jagung Pengamatan dan pengukuran a. Rendemen b. Suhu Puffing c. Volume Spesifik d. Tekstur e. Uji Organoleptik.. 28 f. Kadar Air.... g. Pengukuran Konduktivitas Panas Pasir IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDUKTIVITAS PANAS PASIR..... B. PENGKONDISIAN C. SUHU PUFFING JAGUNG D. PENGUJIAN PERLAKUAN E. RENDEMEN F. VOLUME SPESIFIK G. TEKSTUR H. KADAR AIR BRONDONG JAGUNG.. 49 I. UJI ORGANOLEPTIK V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

11 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Tanaman Jagung... 3 Gambar 2. Struktur Biji Jagung... 4 Gambar 3. Bentuk Dan Ukuran Beberapa Jenis Jagung... 9 Gambar 4. Biji Jagung dan Brondong Jagung Gambar 5. Perbandingan Brondong yang Gosong dan yang Dapat Mengembang dengan Baik Gambar 6. Bentuk Fisik Bji jagung Setiap Varietas Gambar 7. Lokasi Pemasangan Termokopel Gambar 8. Gambar Detail Lokasi Pemasangan Termokopel Gambar 9. Pemasangan Termokopel pada Biji Jagung Gambar 10. Penyimpanan Brondong Jagung Gambar 11. Diagram Alir Prosedur Penelitian Gambar 12. Hybrid recorder Yokogawa Gambar 13. Timbangan Digital Mettler PM Gambar 14. Gelas ukur Gambar 15. Rheometer tipe CR Gambar 16. Graphtec servo Gambar 17. Timbangan analitik. 28 Gambar 18. Oven Gambar 19. Kett Moisture tester 30 Gambar 20. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung dan Varietas Terhadap Suhu Puffing Biji 32 Jagung... Gambar 21. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Terhadap Presentase Rendemen Varietas 34 Arjuna... Gambar 22. Pengembangan Brondong Jagung.. 35 Gambar 23. Pengembangan Brondong Jagung Kualitas I Gambar 24. Pengembangan Brondong Jagung Kualitas II v

12 Gambar 25. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Terhadap Presentase Rendemen Varietas Arjuna Gambar 26. Brondong Jagung Arjuna pada Berbagai Perlakuan Gambar 27. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Terhadap Presentase Rendemen Varietas Bisma Gambar 28. Berondong Jagung Bisma dengan Rendemen Tertinggi Gambar 29. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Terhadap Rendemen Berondong Jagung Srikandi. 42 Gambar 30. Berondong Jagung Srikandi dengan Rendemen Tertinggi 42 Gambar 31. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Terhadap Rendemen Berondong Jagung Lamuru Gambar 32. Rendemen Tertinggi Brondong Jagung Lamuru Gambar 33. Mesin Pembuat Berondong Jagung Merk Nostalgia Electric Gambar 34. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung terhadap Volume Spesifik Setiap Varietas Jagung Gambar 35. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung terhadap Tekstur.. 48 vi

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Kandungan Kimia Biji Jagung... 6 Tabel 2. Syarat Khusus Mutu Jagung Tabel 3. Nilai Gizi Brondong Jagung. 12 Tabel 4. Perbandingan hasil puffing beberapa serealia Tabel 5. Kadar Air Jagung yang Akan Digunakan Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Kualitas Brondong Jagung Tabel 7. Pengaruh Kadar Air Awal BahanTerhadap Rendemen Brondong Tabel 8. Pengaruh Kadar Air Awal Bahan Terhadap Kualitas I Rendemen Jagung 37 Tabel 9. Kandungan Amilopektin dan Amilosa Beberapa Varietas Jagung Tabel 10. Rendemen Berondong Jagung Lokal yang Dihasilkan dengan Metode yang Berbeda Tabel 11. Volume Spesifik Jagung Lokal yang Dihasilkan dengan Metode yang Berbeda Tabel 12.Tekstur Jagung Lokal yang Dihasilkan dengan Metode yang Berbeda Tabel 13. Pengaruh Kadar Air Awal Bahan Terhadap Kadar Air Berondong Jagung dari Tiap Varietas vii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Uji Duncan Perlakuan Varietas Jagung terhadap Rendemen Kualitas I Berondong Jagung Lampiran 2. Hasil Uji Duncan Perlakuan Kadar Air Awal Jagung terhadap Rendemen Kualitas I Berondong Jagung Lampiran 3. Hasil Uji Duncan Interaksi Perlakuan Varietas Jagung dan Kadar Air Awal Jagung terhadap Rendemen Kualitas I Berondong Jagung Lampiran 4. Hasil Uji Duncan Perlakuan Varietas Jagung terhadap Rendemen Kualitas II Berondong Jagung Lampiran 5. Hasil Uji Duncan Perlakuan Kadar Air Awal Jagung terhadap Rendemen Kualitas II Berondong Jagung Lampiran 6. Hasil Uji Duncan Interaksi Perlakuan Varietas Jagung dan Kadar Air Awal Jagung terhadap Rendemen Kualitas I Berondong Jagung Lampiran 7. Hasil Uji Duncan Perlakuan Varietas Jagung terhadap Volume 67 Spesifik Berondong Jagung Kualitas I.... Lampiran 8. Hasil Uji Duncan Perlakuan Kadar Air Awal Jagung terhadap Volume 67 Spesifik Berondong Jagung Kualitas I... Lampiran 9. Hasil Uji Duncan Interaksi Perlakuan Varietas Jagung dan Kadar Air 68 Awal Jagung terhadap Volume Spesifik Berondong Jagung Kualitas Lampiran 10. Hasil Uji Duncan Perlakuan Varietas Jagung terhadap Volume 68 Spesifik Berondong Jagung Kualitas II... Lampiran 11. Hasil Uji Duncan Perlakuan Kadar Air Awal Jagung terhadap Volume Spesifik Berondong Jagung Kualitas II Lampiran 12. Hasil Uji Duncan Interaksi Perlakuan Varietas Jagung dan Kadar Air Awal Jagung terhadap Volume Spesifik Berondong Jagung Kualitas I Lampiran 13. Hasil Uji Duncan Perlakuan Varietas Jagung terhadap Tekstur Berondong Jagung Lampiran 14. Hasil Uji Duncan Perlakuan Kadar Air Awal Jagung terhadap viii

15 Volume Spesifik Berondong Jagung Lampiran 15. Hasil Uji Duncan Interaksi Perlakuan Varietas Jagung Dan Kadar Air Awal Jagung terhadap Tekstur Berondong Jagung Lampiran 16. Hasil Uji Duncan Perlakuan Varietas Jagung terhadap Kadar Air Berondong Jagung Lampiran 17. Hasil Uji Duncan Perlakuan Kadar Air Awal Jagung terhadap Kadar Air Berondong Jagung.. 72 Lampiran 18. Hasil Uji Duncan Interaksi Perlakuan Varietas Jagung dan Kadar Air Awal Jagung Terhadap Kadar Air Berondong 72 Jagung... Lampiran 19. Rekapitulasi Data Rata-Rata Hasil Penilaian Organoleptik Berondong Jagung Lokal Srikandi 73 Lampiran 20. Rekapitulasi Data Rata-Rata Hasil Penilaian Organoleptik Berondong Jagung Lokal.. 74 Lampiran 21. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Penilaian Organoleptik Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Lokal terhadap Berondong 74 Jagung Lampiran 22. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Penilaian Organoleptik Pengaru kadar Air Awal Jagung Pop Corn terhadap Berondong 74 Jagung... Lampiran 23. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Penilaian Organoleptik dari Pengaruh Varietas Jagung Terhadap Tingkat Kesukaan Konsumen terhadap Berondong Jagung Lampiran 24. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Varietas Jagung Lokal dan Pop Corn terhadap Tingkat Kesukaan Konsumen Terhadap Berondong Jagung Lampiran 25. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Varietas Jagung Lokal terhadap Suhu Puffing Lampiran 26. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Varietas Jagung Lokal terhadap Suhu Puffing ix

16 x

17 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas yang giat dibudidayakan dalam rangka mendukung program diversifikasi pangan. Produksi jagung nasional semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2006, produksi jagung nasional mencapai 12 juta ton (Badan Pusat Statistik, 2006), dan pada tahun 2008 produksi jagung mencapai 14 ton (Badan Pusat Statistik, 2008). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2006) menunjukkan semua provinsi di Indonesia menanam jagung dengan kapasitas produksi yang beragam. Tujuh provinsi penghasil utama jagung di Indonesia adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Jawa Barat. Luas areal panen dari ketujuh provinsi tersebut mencapai 84.43% dari total areal panen jagung nasional (Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian, 2005). Penanganan dan pengolahan hasil pertanian penting untuk meningkatkan nilai tambah, terutama pada saat produksi melimpah. Jagung dapat diolah menjadi berbagai produk olahan. Salah satu hasil olahan jagung yang disukai konsumen adalah berondong jagung, Berondong jagung merupakan makanan ringan favorit yang telah dikonsumsi selama hampir satu abad (Pordesimo, 1990). Hal ini disebabkan berondong jagung mempunyai tekstur lembut yang sangat disukai konsumen serta rasa yang enak dan bervariasi karena pada umumnya berondong jagung diberi bermacam-macam bumbu seperti gula, karamel, garam, keju, dan rasa yang lain, tetapi umumnya berondong jagung yang dijual di pasaran berasal dari jagung yang diimpor. Dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya dalam negri, maka jagung yang digunakan adalah jagung varietas unggul nasional merupakan jagung dalam negri yang mudah didapat. Pembuatan berondong jagung biasanya menggunakan alat khusus, namun pada penelitian kali ini berondong jagung dibuat dengan menggunakan teknik 1

18 puffing pemanasan konduksi granula pasir panas, sehingga berondong jagung yang dihasilkan adalah camilan sehat yang tidak mengandung minyak. Teknik puffing merupakan teknik pengolahan bahan pangan dimana bahan pangan tersebut mengalami pengembangan sebagai akibat pengaruh perlakuan suhu atau tekanan sehingga mengakibatkan terjadinya proses perubahan pada struktur bahan tersebut (Sulaeman, 1995). Teknik puffing pada penelitian ini memanfaatkan panas dari sumber panas api untuk menaikkan suhu granula pasir, kemudian panas granula pasir secara kondukasi dipakai untuk memanaskan butir jagung hingga terjadi proses puffing. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini antara lain : 1. Mengetahui suhu puffing jagung varietas lokal 2. Mempelajari sifat fisik berondong jagung varietas lokal yang dipanaskan dengan menggunakan pemanasan konduksi granula pasir panas. 3. Mengetahui bisa tidaknya berondong jagung varietas unggul nasional menggantikan berondong jagung varietas impor 2

19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BOTANI JAGUNG ( Zea mays L. ) 1. Sifat Morfologi dan Anatomi Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang cukup penting selain gandum dan padi. Jagung pertama kali dibudidayakan di Mexico bagian tengah atau bagian selatan. Budidaya jagung kemungkinan dimulai pada era Kristiani dan ditemukan pada saat Colombus menemukan Amerika (Wolfe dan Kipps, 1959). Tanaman ini pertama kali dibawa oleh bangsa Portugis dan Spanyol ke Indonesia sekitar empat ratus tahun lalu (Suprapto, 1998). Gambar 1. Tanaman Jagung (Purwono dan Rudi, 2005) Klasifikasi dan sistimatika tanaman jagung adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub divisio : Angiospermae (berbiji tertutup) Classic : Monokotiledon (berkeping satu) Ordo : Graminae (rumput-rumputan) Familia : Graminaceae Genus : Zea Species : Zea mays L 3

20 Biji jagung berbentuk bulat dan tersusun rapi pada tongkol jagung. Susunan biji jagung pada tongkol berbentuk spiral. Setiap tongkol terdiri atas deret, sedangkan jumlah biji dalam setiap tongkol berkisar antara biji (Suprapto, 2005). Biji jagung tertutup oleh pericarp dan tersusun atas embrio, endosperm, lapisan pelindung, serta nukleus. Komposisi jagung umumnya terdirii dari 85% endosperm, 10% embrio dan scutellum, serta 5% sisanya pericarp, seed coat, pedicel, dan nukleus (Leonard dan Martin, 1963). Struktur Biji jagung dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Struktur Biji Jagung ( Pericarp merupakan lapisan pembungkus biji yang terdiri dari enam sel isodiametris yang berdinding tebal dan memanjang. Pericarp terdiri dari epicarp (lapisan terluar), mesocarp, dan tegmen (seed coat). Tegmen (seed coat) ) terdiri dari dua lapis sel yaitu spermoderm dan periperm yang mengandung lemak (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Endosperm tersusun dari sel-sel parenkim yang berdinding tebal dan umumnya berbentuk radial memanjang dan padat. Sel-sel tersebut berisi granula pati dan beberapa butir protein. Endosperm jagung terdiri dari dua bagian yaitu endosperm keras (hornyy endosperm) dan endosperm lunak (starchy endosperm). Bagian endosperm keras disusun oleh sel-sel mengandung pati yang yang lebih kecil dan rapat, sedangkan bagian endosperm lunak 4

21 lebih banyak dengan susunan sel yang tidak terlalu rapat. Pati mempunyai peranan penting bagi produk-produk puffed, selain karena berpengaruh pada tekstur juga pada daya awetnya. Pengaruh itu terutama disebabkan kandungan amilosa dengan amilopektin dalam pati. Amilopektin diketahui bersifat merangsang terjadinya proses mekar atau puffing sehingga produk puffed yang berasal dari pati-patian dengan kandungan amilopektin yang tinggi akan bersifat ringan, porus, garing dan renyah, sedangkan pati dengan amilosa tinggi seperti pati yang berasal dari umbi-umbian cenderung menghasilkan produk yang keras dan pejal karena proses pengembangan terbatas (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Embrio terdiri atas plumula (koleoptil), radikula, dan scutellum. Scutellum merupakan modifikasi kotiledon yang berperan sebagai organ penyimpanan makanan (Leonard dan Martin, 1963). Plumula merupakan komponen penyusun embrio yang menyerupai pucuk, sedangkan radikula memiliki bentuk menyerupai akar. Embrio kaya akan lemak, mineral, protein, dan gula. Sebagian besar minyak dalam embrio tersimpan pada bagian scutellum. Minyak dalam embrio jagung berupa butiran dengan jumlah berkisar antara 50-56% (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Lapisan luar endosperm dan embrio (lembaga) adalah aleuron yang merupakan lapisan tempat sel menyimpan protein biji. Lapisan ini disusun oleh sel-sel parenkim dengan dinding tipis setebal 2 mm. Aleuron jagung hanya terdiri dari satu lapis sel. Dinding sel aleuron bereaksi positif terhadap zat pewarna untuk protein, hemiselulosa, dan selulosa (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). 2. Komposisi Gizi Komposisi gizi jagung bervariasi menurut varietas, cara tanam, iklim, dan tingkat kematangan. Komponen gizi utama yang terdapat dalam biji jagung adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Kandungan karbohidrat jagung terdiri dari pati, serat kasar, dan pentosan. 5

22 Tabel 1. Kandungan Gizi Biji Jagung Dalam 100 Gram Bahan Substansi Satuan Nilai per 100 gram (%) Air g Energi kj Protein g 9.42 Lemak g 4.74 Abu g 1.20 Karbohidrat g Serat g 7.3 Gula g 0.64 Kandungan Mineral Kalsium mg 7 Besi mg 2.71 Magnesium mg 127 Fosfor mg 210 Potasium mg 287 Yodium mg 35 Seng mg 2.21 Tembaga mg Mangan mg Selenium, µg 15.5 Vitamins Vitamin C mg 0.0 Thiamin mg Riboflavin mg Niacin mg Pantothenic acid mg Vitamin B-6 mg Vitamin A, RAE µg_rae 11 Karoten, beta µg 97 Karoten, alpha µg 63 Vitamin A, IU IU 214 Vitamin E mg 0.49 Sumber : USDA (2009) 6

23 Komponen paling besar dari biji jagung adalah karbohidrat dalam bentuk pati, gula, pentosan, dan serat. Karbohidrat pada jagung sebagian besar merupakan komponen pati. Biji jagung mengandung pati % sedangkan kandungan gulanya % (Richana dan Suarni, 2009). 3. Jenis Jagung Menurut Leonard dan Martin (1963), jagung dibedakan ke dalam tujuh jenis berdasarkan karakteristik bijinya, yaitu: a. Dent Corn Jagung jenis ini memiliki biji berbentuk seperti gigi kuda. Bentuk ini disebabkan oleh pengkerutan lapisan pati lunak selama proses pematangan. Jagung gigi kuda memiliki lekukan di puncak biji yang terjadi karena pati keras terdapat di pinggir biji, sedangkan pati lunak berada di puncak biji. Jagung ini umumnya memiliki biji berwarna putih dan kuning. b. Flint Corn Jenis jagung ini disebut dengan jagung mutiara. Jagung mutiara lebih cepat matang namun hanya sedikit mengandung pati lunak. Pada jenis ini, pati keras berkumpul pada mahkota jagung, sedangkan pati lunaknya berkumpul pada bagian tengah jagung. Jagung mutiara memiliki endosperma yang tebal dan keras mengelilingi inti granula yang kecil dan lunak. Bagian atas bijinya berbentuk bulat dan tidak berlekuk. Jenis jagung yang digunakan pada peneletian ini adalah jagung mutiara. c. Sweet Corn Jagung ini memiliki gen resesif yang menghambat konversi gula menjadi pati sehingga memberikan karakteristik manis. Ciri lain jagung ini adalah bijinya yang dapat berubah menjadi keriput bila dikeringkan. d. Pop corn Jenis ini disebut dengan jagung berondong karena dapat meledak ketika dipanaskan. Peledakan biji terjadi akibat proses penghilangan 7

24 kelembaban yang cepat dari tiap biji setelah hidrolisis parsial selama pemanasan. Butir biji jagung ini memiliki bentuk agak meruncing dengan ukuran yang kecil. e. Flour Corn Jagung jenis ini seluruh patinya merupakan pati lunak. Jagung tepung merupakan jenis tertua dan ditemukan sejak zaman suku Aztek dan Inca. Endosperm jagung tepung bersifat lunak, mudah ditepungkan, dan mudah ditumbuhi kapang. f. Pod Corn Jagung ini memiliki ciri yang khas dimana tongkol dan bijinya diselubungi oleh kelobot. Jagung ini juga disebut dengan jagung polong dan sering digunakan sebagai tanaman hias. g. Waxy Corn Endosperm jagung ini seluruhnya terdiri atas amilopektin. Biji jagung ini mirip lilin. Jagung ketan memiliki kandungan amilopektin yang lebih tinggi sehingga memiliki rasa yang pulen. Menurut Suprapto (2002), golongan jagung yang terdapat di Indonesia ada empat macam yaitu jagung gigi kuda, jagung mutiara, jagung berondong, dan jagung manis. Perbandingan bentuk dan ukuran beberapa jenis jagung dapat dilihat pada Gambar 3. Menurut Purwono dan Rudi (2005), jagung dikelompokkan berdasarkan umur tanaman dibagi menjadi tiga golongan yaitu : berumur pendek (genjah) : tanaman bisa dipanen pada umur hari setelah tanam. Beberapa contoh varietas yang berumur pendek antara lain Genjah Warangan, Genjah, Kertas, Abimanyu, dan Arjuna. Berumur sedang (tengahan): tanaman jagung yang berumur hari digolongkan dalam tanaman jagung berumur sedang. Beberapa varietas yang termasuk dalam golongan ini antara lain hibrida C 1, hibrida CP 1, hibrida CPI 2, hibrida IPB 4, dan hibrida Pioneer 2. Berumur panjang : tanaman yang berumur lebih dari 120 hari digolongkan dalam tanaman jagung berumur panjang. Kania putih, Bastar 8

25 Kuning, Bima, dan Harapan adalah beberapa contoh varietas yang termasuk dalam golongan tanaman jagung berumur panjang. Dent Corn Flour Corn Flint Corn Pod Corn Sweet Corn Pop corn Gambar 3. Bentuk Dan Ukuran Beberapa Jenis Jagung (Purwono dan Rudi, 2005) 9

26 4. Produktivitas Jagung merupakan penyumbang terbesar kedua setelah padi dalam sektor tanaman pangan. Berdasarkan data Departemen Pertanian tahun 2007, selama periode rata-rata luas areal panen jagung di Indonesia sekitar 3.35 juta hektar/tahun dengan laju peningkatan 0.95% per tahun. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan luas areal panen jagung tahun yang mencapai 3.61 juta hektar/tahun (Badan Pusat Statistik, 1999). Produktivitas jagung di Indonesia masih sangat rendah, baru mencapai 3.47 ton/hektar pada tahun 2006, namun tingkat produktivitas ini cenderung meningkat dengan laju 3.38% per tahun. Dalam periode , produksi jgung rata-rata mencapai 9.1 juta ton dengan laju peningkatan 4.17% per tahun (Departemen Pertanian, 2007). Kondisi ini menggambarkan bahwa peningkatan produksi jagung di Indonesia lebih ditentukan oleh peningkatan produktivitas daripada peningkatan luas panen. Produksi jagung tahun 2008 mencapai juta ton pipilan kering atau naik sebesar 2.57 juta ton (19.36%) dibandingkan dengan produksi tahun Peningkatan produksi terjadi karena kenaikan luas panen dan produktivitas (Badan Pusat Statistik, 2008). Pada dekade , terdapat lima propinsi penghasil jagung terbesar di Indonesia yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. Tiga propinsi penghasil jagung terbesar yang memiliki laju pertumbuhan produktivitas melebihi rata-rata 6% per tahun adalah Nusa Tenggara Timur, Lampung, dan Sulawesi Selatan (Badan Pusat Statistik, 1999). Sementara pada tahun 2008, penyebaran sentra produksi jagung meliputi propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, dan Sulawesi Selatan (Badan Pusat Statistik, 2008). 5. Pemanfaatan Jagung sebagai sumber pangan telah dimanfaatkan untuk makanan pokok, makanan penyela, makanan kecil, tepung, kue, roti, mie, dan bubur. 10

27 Kegunaan lain dari jagung antara lain sebagai makanan ternak serta bahan baku industri seperti pati, glukosa, sirup, alkohol, dan minyak (Hubeis, 1984). Menurut Suma (2009), hampir seluruh bagian tanaman jagung memiliki nilai ekonomis. Beberapa manfaat bagian-bagian tanaman jagung adalah : a) Batang dan daun muda: pakan ternak b) Batang dan daun tua (setelah panen): pupuk hijau atau kompos c) Batang dan daun kering: kayu bakar d) Batang jagung: lanjaran (turus) e) Batang jagung: pulp (bahan kertas) f) Buah jagung muda: sayuran, bergedel, bakwan, sambel goreng g) Biji jagung tua : pengganti nasi, marning, berondong, roti jagung, tepung, bihun, bahan campuran kopi bubuk, biskuit, dan kue kering. B. STANDAR MUTU JAGUNG PIPILAN KERING Standar mutu jagung di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI Klasifikasi dan standar mutunya adalah sebagai berikut : berdasarkan warnanya, jagung kering dibedakan menjadi jagung kuning (bila sekurang-kurangnya 90% bijinya berwarna kuning), jagung putih (bila sekurang-kurangnya bijinya berwarna putih) dan jagung campuran yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Syarat umum, adalah bebas hama dan penyakit, bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya, bebas dari bahan kimia, seperti: insektisida dan fungisida, memiliki suhu normal. Syarat khusus disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Syarat Khusus Mutu Jagung Syarat khusus Mutu I Mutu II Mutu III Kadar air maksimum (%) Butir rusak maksimum (%) Butir pecah maksimum (%) Kotoran maksimum (%) Su mber : SNI

28 C. BERONDONG JAGUNG 1. Arti Berondong Jagung Berondong jagung merupakan makanan ringan favorit telah dikonsumsi selama hampir satu abad (Pordesimo, 1990). Hal ini disebabkan berondong jagung mempunyai rasa yang enak dan bervariasi karena pada umumnya berondong jagung diberi bermacam-macam bumbu serta memiliki tekstur lembut yang sangat disukai konsumen. Berondong jagung dengan mudah dibumbui dengan gula, karamel, garam, keju, dan rasa yang lain. Kualitas berondong jagung ditentukan beberapa faktor yaitu volume pengembangan, bentuk biji jagung, tekstur, dan rasa. Selama mengembang, volume berondong jagung dapat meningkat hingga 30 kali. Kelembutan berondong jagung berhubungan positif dengan volume pengembangan (Hoseney, 1998). Berondong jagung mengandung gizi yang penting bagi manusia, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Kandungan nutrisi dari berondong jagung disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Nilai Gizi Berondong Jagung No. Kandungan Gizi Jumlah 1. Karbohidrat 78 g 2. Lemak 4 g 3. Protein 12 g 4. Riboflavin (Vit B2) 0.3 mg 5. Thiamine (Vit. B1) 0.2 mg 6. Besi 2.7 mg Sumber : ( 2. Puffing Teknik puffing merupakan teknik pengolahan bahan pangan dimana bahan pan gan tersebut mengalami pengembangan sebagai akibat pengaruh perlakuan suhu atau tekanan sehingga mengakibatkan terjadinya proses perubahan pa da struktur bahan tersebut (Sulaeman, 1995). Berondong jagung 12

29 dapat terbentuk karena pada saat biji jagung dipanaskan, air di dalam biji jagung menguap dan membuat biji jagung semakin mengembang dan menerobos ke luar hingga meletuskan biji (Purwono dan Rudi, 2005). Gambar 4. Biji Jagung dan Berondong Jagung Setiap biji jagung terdiri dari sejumlah air. Tidak seperti biji yang lainnya, pericarp biji jagung sangat keras dan sulit dilalui oleh air, dan pati yang dikandung oleh biji jagung hampir seluruhnya tebal dan keras. Ketika air dipanaskan hingga melebihi titik didihnya maka akan menguap dan menimbulkan tekanan sangat tinggi (Rooney, 1974). Pada suhu tertentu, tekanan menjadi sangat besar sehingga pericarp pecah, dan endosperm mengembang, agar biji jagung dapat meledak dibutuhkan suhu ruangan yang sangat tinggi di sekitar biji jagung. Suhu ruangan pada alat pembuat berondong jagung adalah o C (Roshdy, 1984). Produk yang sudah popular dan juga banyak dijual di Super Market adalah berondong jagung. Berondong jagung dihasilkan dengan adanya proses puffing. Teknologi puffing dikembangkan oleh A.P Anderson pada awal tahun 1990 (Maxwell dan Holahan, 1974). Berdasarkan cara pembuatannya, puffing serealia dapat dibuat dengan tiga cara yaitu gun, oven, atau ekstruksi (Matz, 1959). Cara yang masih diterapkan adalah dengan memasak biji-bijian tanpa penambahan bahan lainnya dengan mengatur kadar air yang tepat dan ditutup rapat dalam puffing gun. Puffing gun merupakan alat puffing sederhana yang terdiri dari sebuah silinder horizontal ( mirip meriam kuno) yang diputar pada sumbunya, 13

30 pembakar gas atau pemanas untuk memanaskan bagian luar silinder, alat-alat pembuka silinder, serta alat-alat untuk memasukkan dan mengeluarkan bahan. Masa biji-bijian yang jatuh berserakan dalam silinder diputar agar menjadi panas dalam beberapa menit dan didesak oleh udara panas dan uap air bahan. Bila tekanan yang diharapkan telah tercapai, tutup dibuka dan isinya akan meledak dengan bunyi nyaring dan butir serealia akan mengembang karena adanya penguapan air internal yang tiba-tiba. Kondisi yang tepat dari puffing mempunyai pengaruh penting pada rasa dan stabilitas produk. Waktu pembakaran harus dikontrol dalam selang beberapa detik untuk menghindari kurangnya pengembangan maupun terjadinya kegosongan produk (Maxwell dan olahan, 1974). Menurut Jugenheimer (1976), kemampuan mengembang ditentukan oleh kandungan endospermnya. Pada pembuatan berondong jagung dari jenis Pop corn, kadar air awal sangat berpengaruh terhadap pengembangan volume dari produk dan ditemukan kadar air yang optimum adalah 14% (Jugenheimer, 1976). Teknik puffing selain dipengarui kandungan air, juga dipengaruhi oleh kandungan pati. Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butir) yang berbeda-beda. Volume granula pati akan meningkat jika granula pati berada pada air suhu o C dan kemudian terjadi pembengkakan pada granula pati, namun setelah terjadi pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa tetapi bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan tersebut dinamakan gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi (Winarno, 1992). Proses gelatinisasi terjadi disebabkan adanya campuran pati dengan air yang dipanaskan, sehingga menyebabkan energi kinetik molekul-molekul air menjadi lebih kuat daripada daya tarik menarik antar molekul pati di dalam granula pati, sehingga air dapat masuk ke dalam granula. Hal inilah yang 14

31 menyebabkan bengkaknya granula pati tersebut. Jika suhu semakin naik, granula pati akan pecah (Hodge dan Osman, 1976). Tabel 4. Perbandingan Pengembangan Beberapa Serealia Komoditi Pengembangan Referensi Gandum 8-16 kali Matz, 1959 Berondong Jagung kali Jugenheimer, 1976 Beras kali Bhattacharya, 1979 Sorgum 6-23 kali Desikachar dan Candrashekar, Kualitas Berondong Jagung Menurut Jugenheimer (1976), kualitas berondong jagung yang baik ditentukan oleh beberapa faktor yaitu besar ekspansi (pengembangan), bentuk butir dan warna, sedangkan faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil pengembangan adalah metode pembuatan, bentuk, kadar air, dan endosperm. Sifat fisik dari berondong jagung dapat mempengaruhi volume pengembangan selama puffing. Willer dan Brunson (1927), menemukan bahwa biji jagung yang berukuran lebih kecil akan menghasilkan volume pengembangan lebih tinggi. Ukuran biji jagung yang berhubungan dengan dimensi biji jagung yaitu panjang, lebar, dan tebal yang berhubungan negatif dengan pengembangan volumenya. Kondisi terbaik untuk puffing dent corn dengan menggunakan rice cake machine adalah dengan menggunakan kadar air awal jagung 14%, dengan pemanasan suhu ruangan 215 o C selama 9 detik (Hsieh et al, 1990). Kadar air dibutuhkan pada puffing biji untuk menghasilkan uap panas yang sangat tinggi sebagai sumber tenaga untuk mengembang (Park, 1976; Hoseney et al., 1983). Ukuran dan keutuhan biji sangat penting dalam peledakan biji (Chinnaswamy and Battacharya, 1983; Hoseney et al., 1983). Ukuran biji jenis Popcorn lebih kecil daripada biji janis lokal. Pemberian zat aditif seperti garam, gula, minyak, dan alkohol juga mempunyai pengaruh pada kualitas sifat puffing. 15

32 Puffing berondong jagung sensitif terhadap panas. Jika terlalu cepat panas, uap yang di luar lapisan dari biji jagung dapat mencapai tinggi tekanan dan perpecahan di sekam sebelum pati di tengah dari biji jagung dapat sepenuhnya menjadi berkembang, yang menyebabkan biji berkembang hanya sebagian, dan bagian pusat dari berondong jagung sangat keras. Pemanasan terlalu lambat sepenuhnya menyebabkan biji tidak dapat mengembang. Gambar 5. Perbandingan Antara Berondong Jagung yang Gosong dan yang Dapat Mengembang dengan Baik Produsen dan penjual dari berondong jagung mempertimbangkan dua faktor utama dalam mengevaluasi kualitas berondong jagung adalah presentase dari berondong jagung, yaitu banyak berondong jagung yang mengembang serta pengembangan volume merupakan faktor penting bagi konsumen. Bagi konsumen, lebih besar berondong jagung cenderung lebih lembut dan yang terkait dengan kualitas tinggi. Untuk penanam, distributor, dan penjual, pengembangan volume berhubungan erat dengan keuntungan yaitu membeli berondong jagung berdasarkan berat dan menjualnya berdasarkan volume. Untuk kedua alasan ini, penjual berondong jagung mengambil keuntungan yang lebih tinggi per unit berat. Penampilan pengembangan berondong jagung dapat menyerupai kupukupu atau jamur. Pengembangan yang menyerupai kupu-kupu lebih disukai untuk dikonsumsi, sedangkan tipe jamur lebih banyak dikonsumsi dengan penambahan gula. 16

33 D. PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI DAN KONDUKTIVITAS PANAS PASIR Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan panas yang terjadi karena adanya perbedaan suhu pada suatu bahan, sehingga terjadi perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah. Perpindahan energi tersebut disebabkan adanya molekul yang mengangkut energi ke bagian yang suhunya lebih rendah. Energi kinetik molekul ditunjukkan oleh suhunya, jadi pada bagian bersuhu tinggi molekul-molekul mempunyai kecepatan yang lebih tinggi daripada molekul bersuhu rendah. Molekul-molekul itu selalu berada dalam gerakan acak, saling bertumbukan satu sama lain, dimana terjadi perpindahan energi. Molekul-molekul tersebut selalu berada dalam gerakan acak walaupun tidak terdapat perbedaan suhu (Holman, 2007). Perpindahan panas dinyatakan dengan hukum Fourier, q = -ka (dt/dx) di mana k adalah konduktivitas termal, W/m o C; A adalah luas penampang tegaklurus pada aliran panas, m 2 ; dan dt/dx adalah gradien temperatur dalam arah aliran panas, - o C/m sedangkan tanda minus menunjukkan bahwa suhu mengalir ke bagian yang bersuhu lebih rendah (Wiranto, 1995). Contoh perpindahan panas secara konduksi pada kehidupan sehari-hari adalah perpindahan panas pada pasir yang dipanaskan. Panas yang ditimbulkan biasanya digunakan dalam pembuatan produk pangan. Pembuatan produk pangan dengan memanfaatkan panas pasir disebut penyangraian. Cara penyangraian prinsipnya sama dengan menggoreng. Beda penyangraian dengan penggorengan hanya terletak pada media pemanasan. Penyangraian menggunakan pasir sedangkan penggorengan menggunakan minyak goreng. Suhu penyangraian harus tinggi, karena selain mempengaruhi kualitas produk pangan, juga untuk mensterilkan mikroorganisme yang ada pada pasir. Pasir digunakan sebagai media penyangraian dikarenakan pasir memiliki nilai konduktivitas panas yang tinggi yaitu sebesar J/dt m.c J/dt m.c (Siswantoro, 2008). Konduktivitas panas merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan bahan untuk mentransmisikan panas. Nilai angka konduktivitas panas 17

34 menunjukkan berapa cepat panas mengalir dalam bahan tertentu. Semakin cepat molekul bergerak, semakin cepat pula molekul mengangkut energi (Holman, 2007). Penyangraian hingga saat ini diterapkan pada pembuatan produk seperti kerupuk dan kacang, namun tidak menutup kemungkinan dapat diterapkan dalam pembuatan berondong jagung. Pembuatan berondong jagung membutuhkan suhu yang tinggi yaitu sekitar 200 o C, oleh karena itu pasir digunakan sebagai media dalam penyangraian. Pasir yang digunakan sebagai media sangrai berukuran 3-4 mm. Pasir menjadi panas dikarenakan adanya perpindahan panas dari api ke penggorengan selanjutnya ke pasir melalui proses hantaran panas konduksi. Perpindahan panas ini dikarenakan energi kalor dari api berpindah ke molekul yang membangun penggorengan maupun pasir. Molekul merupakan alat pengangkut kalor di dalam bahan menurut proses perpindahan kalor konduksi. (Masyithah dan Bode, 2006). 18

35 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (Lab. TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari 19 April 19 Juni B. Alat dan Bahan 1. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain hybrid recorder yokogawa tipe DXA 120 MV1000/MV2000 untuk merekam dan menyimpan data suhu, kabel termokopel tipe J, Rheometer model CR-300 untuk mengukur kerenyahan berondong jagung, Kett Moisture untuk mengukur kadar air jagung, oven, desikator, timbangan digital Mettler PMtimbangan analitik, tempat kedap udara untuk menyimpan 4800 dan berondong jagung, kompor gas, gelas ukur untuk mengukur volume spesifik berondong jagung, cawan, plastik, toples untuk tempat menyimpan jagung, kacamata pelindung untuk melindungi mata dari pasir bersuhu tinggi yang ikut loncat bersama berondong jagung saat meledak, penjepit aki untuk menjepit kabel termokopel agar tidak bergerak, penggorengan dan pasir kasar berukuran 3-4 mm yang sudah disaring dan dicuci berkali-kali dengan air hingga airnya jernih. 2. Bahan Jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung pipilan dari Balai Pasca Panen Pertanian dan Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian di Cimanggu, Bogor dan jagung impor jenis Pop corn yang terdapat di supermarket Bogor. Jagung yang digunakan adalah 4 varietas jagung lokal yaitu Lamuru, Srikandi, Arjuna, dan Bisma serta jagung impor 19

36 jenis Pop corn sebagai pembanding dalam penelitian. Bentuk fisik biji jagung dari masing-masing varietas jagung diperlihatkan pada gambar 9. Gambar 6. Bentuk Fisik Biji Jagung Setiap Varietas C. Metode Penelitian 1. Persiapan Bahan a. Pemilihan Biji Jagung Pemilihan biji jagung yang berkualitas baik bertujuan untuk memisahkan biji jagung yang akan digunakan dalam penelitian dari kotoran dan benda-benda lain yang ikut bercampur dengan biji jagung. Benda-benda yang bercampur dengan biji jagung saat panen, yaitu rambut jagung, batu-batuan dan serangga. Biji jagung yang dipilih adalah biji jagung yang memiliki warna yang cerah, berukuran normal, dan tidak cacat. b. Pengkondisian Biji Jagung Pengkondisian dilakukan agar jagung dapat mencapai kadar air yang diinginkan, yaitu 12%,14%, 16%, dan 18%. Peningkatan kadar air dilakukan dengan mencampurkan jagung dengan air sebanyak 3-5 ml air kemudian dilakukan pengadukan hingga air tercampur merata dengan jagung, dan jagung tersebut disimpan dalam tempat kedap udara selama 24 20

37 jam. Penurunan kadar air dilakukan dengan penjemuran secara alami dengan panas matahari. c. Persiapan Media Sangrai (Pasir) Media penyangraian yang digunakan adalah pasir kasar yang diperoleh dari 2 kali penyaringan yaitu dengan ukuran saringan 4 mm dan 2 mm sehingga diperoleh pasir dengan ukuran 3-4 mm. Ukuran pasir diusahakan tidak terlalu halus karena akan menempel pada permukaan berondong jagung yang sangat lembut. Pasir dibersihkan dengan cara direndam dalam air dengan menggunakan sedikit detergen agar kotoran yang menempel pada pasir mudah dibersihkan, kemudian pasir dibilas dengan air hingga warna air jernih, kemudian pasir ditiriskan dan dijemur hingga kering. 2. Proses Puffing Proses puffing berondong jagung diawali dengan pemanasan media sangrai yaitu pasir kasar hingga memiliki suhu 200 o C. Kemudian biji jagung dimasukkan ke dalam pasir, hingga terdengar suara pop pertama dari berondong jagung lalu dilakukan pengadukan yang bertujuan agar biji jagung mendapat panas yang merata dari pasir dan menghindari kegosongan pada biji jagung. Selama proses pembuatan berondong jagung diharuskan menggunakan kaca mata pelindung untuk menghindari pasir yang ikut loncat, karena pasir tersebut bersuhu sangat tinggi yaitu o C. Perangkat untuk merekam proses puffing dirancang agar perjalanan suhu dapat diukur saat proses puffing berjalan dan termokopel tipe J dipasang pada tiap titik (Gambar 10). Termokopel dari tiap zone dihubungkan ke hybrid recorder yokogawa tipe DXA 120 MV1000/MV2000. Hybrid recorder dinyalakan dan suhu dari tiap zone diukur setiap detik. Rata-rata suhu dari tiap zone dirata-ratakan. Lokasi pemasangan termokopel dan gambar detail lokasi pemasangan termokopel diperlihatkan pada Gambar

38 Keterangan : 1 : Pasir kasar berukuran 3 4 mm 2 : Penggorengan diameter 12 inci 3 : Termokopel type J 4 : Kompor gas Gambar 7. Lokasi Pemasangan Termokopel 8 Keterangan Lokasi Pemasangan Termokopel: 1 : Termokopel dipasang di pusat penggorengan 2 : Termokopel dipasang di tengah pasir 3 : Termokopel dipasang di pasir bagian pinggir 4 : Termokopel dipasang di jagung, diletakkan di tengah pasir 5 : Termokopel dipasang di jagung, diletakkan di pinggir pasir 6 : Termokopel dipasang di ruang antara tutup panci dengan pasir 7 : Termokopel dipasang di tutup panci 8 : Penggorengan Gambar 8. Gambar Detail Lokasi Pemasangan Termokopel 22

39 Biji Jagung Termokopel Keterangan : n = kedalaman termokopel p = panjang biji n = ¼ p Hybrid Gambar 9. Pemasangan Termokopel pada Biji Jagung 3. Penyimpanan Berondong Jagung Berondong jagung yang sudah jadi harus disimpan pada ruangan kedap udara. Untuk mendapatkan kondisi yang kedap udara, berondong jagung dimasukkan ke dalam plastik, lalu disimpan di dalam tempat kedap udara. Penyimpanan berondong jagung dan gambar detail kondisi penyimpanan di dalam tempat kedap udara ditunjukkan pada Gambar 11. a 23

40 Berondong Jagung Plastik Tupperwar b Keterangan : a. Tempat kadap udara b. Gambar detail kondisi di dalam tempat kedap udara (tupperware) Gambar 10. Penyimpanan Berondong Jagung Perlakuan Perlakuan penelitian ini terdiri atas dua faktor, yaitu: A = Varietas A 1 = Varietas lokal jenis Srikandi A 2 = Varietas lokal jenis Lamuru A 3 = Varietas lokal jenis Arjuna A 4 = Varietas lokal jenis Bisma A 5 = Jagung Pop corn Impor sebagai pembanding B = Kadar air B 1 = kadar air 12% B 2 = kadar air 14% B 3 = kadar air 16% B 4 = kadar air 18% Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2 faktor dengan 3 kali ulangan. Model rancangan percobaan adalah sebagai berikut : Y ijk = µ + A i + B j + AB ij + ijk, i = 1, 2,3,4,5, j = 1, 2,3,4 k = 1,2,3 Y ijk = respon dari faktor varietas jagung ke-i, dan faktor kadar air awal bahan ke-j, ulangan ke-k. µ = rataan umum 24

41 A i B j = pengaruh faktor varietas jagung pada taraf ke-i = pengaruh faktor kadar air awal bahan pada taraf ke-j AB ij = pengaruh interaksi faktor varietas jagung ke-i dan faktor kadar air awal bahan ke-j ijk = Pengaruh atas galat percobaan Data pengamatan diolah dengan program SAS ( Statistical Analysis System). Data pengamatan dianalisis dengan menggunakan Tabel sidik ragam untuk mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan dan interaksi antar perlakuan serta uji lanjut Duncan Mean Range Test (DMRT). Berikut ini merupakan diagram alir proses penelitian : Pipilan Jagung dibersihkan dan disortasi Pengukuran kadar air awal tiap varietas jagung Pengkondisian biji jagung hingga mencapai kadar air 12%, 14%, 16%, dan 18% Penyangraian jagung Berondong jagung 1. Pengamatan suhu dan waktu popping 2.Pengamatan berondong jagung yaitu rendemem, volume spesifik, tekstur, kadar air, dan uji organoleptik Gambar 11. Diagram alir prosedur penelitian 25

42 4. Pengamatan dan pengukuran Pengukuran yang dilakukan adalah: 1. Rendemen Pengukuran rendemen dilakukan dengan menghitung jumlah pipilan jagung sebelum mengalami proses puffing (b o ) dan berondong jagung yang dapat mengembang dengan baik setelah akhir proses puffing (b t ). Selanjutnya besar rendemen didapatkan dengan membandingkan jumlah pipilan jagung yang sukses di puffin g dengan jagung pipil awal. Rendemen dinyatakan dalam persen. Pengukuran rendemen dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Rumus lengkap untuk menghitung rendemen adalah sebagai berikut: bt b o x100% Dimana : b o (biji) = jumlah pipilan jagung sebelum mengalami proses puffing b t (biji) = berondong jagung yang dapat mengembang dengan baik setelah akhir proses puffing 2. Suhu Puffing Pengukuran menggunakan termokopel tipe J dan dihubungkan dengan hybrid recorder yokogawa tipe DXA 120 MV1000/MV2000 (Gambar 13). Gambar 12. Hybrid recorder yokogawa 26

43 3. Volume Spesifik Berondong jagung sebanyak 15 buah ditimbang beratnya dengan menggunakan timbangan Mettler PM-4800 (Gambar 14) dan dimasukkan ke dalam gelas ukur (Gambar 15). Pasir berukuran kurang dari 0.5 mm digunakan untuk mengisi rongga-rongga yang belum terisi berondong jagung hingga pasir rata dengan berondong jagung, kemudian dicatat volumenya. Volume berondong jagung adalah selisih antara volume pasir+berondong jagung dengan volume pasir. Volume spesifik berondong jagung dihitung dengan membagi volume berondong jagung (ml) dengan berat berondong jagung (gram) dan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Gambar 13. Timbangan Digital Mettler PM-4800 Gambar 14. Gelas ukur 4. Tekstur Pengukuran kerenyahan berondong jagung dilakukan menggunakan rheometer tipe CR-300 (Gambar 16). Pengukuran kerenyahan dari setiap perlakuan dilakukan sebanyak 10 kali untuk mendapatkan banyak data karena tekstur dari berondong jagung bervariasi. Alat ini diset dengan mode 20, beban maksimal 10 kg, kedalaman penekanan 5 mm, dan kecepatan penurunan beban 60 mm/menit. Uji kerenyahan diukur berdasarkan tingkat ketahanan berondong jagung terhadap jarum penusuk rheometer nomor 12. Hasil tekstur diperlihatkan pada kertas grafik Graphtec servo150 (Gambar 17) dengan terlihat adanya puncak grafik 27

44 sebagai beban yang diterima oleh berondong jagung. Tekstur dihitung berdasarkan perbandingan antara beban dengan kedalaman penekanan (kg/mm). Gambar 15. Rheometer tipe CR-300 Gambar 16. Graphtec servo Uji Organoleptik Uji organoleptik kesukaan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana konsumen menerima berondong jagung dari jagung varietas lokal. Uji organoleptik berondong jagung dilakukan terhadap warna, aroma, kerenyahan, dan rasa. Jumlah panelis yang digunakan adalah 15 orang. Uji yang dilakukan adalah uji hedonik dengan lima skala hedonik, yaitu 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, 5 = sangat suka. Pengujian dilakukan setelah pipilan jagung menjadi berondong jagung dengan menggunakan segmen mahasiswa sebagai panelis. 6. Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Pengukuran kadar air menggunakan metode sekunder dengan kett moisture tester, sehingga data kadar air tersebut harus dikalibrasikan dengan metode primer (metode oven). Gambar 17. Timbangan analitik Gambar 18. Oven 28

45 Pengkalibrasian diawali dengan menyiapkan biji jagung kadar air tinggi dan biji jagung kadar air rendah. Biji jagung masing-masing sebanyak 5-10 gram dimasukkan ke dalam cawan. Namun terlebih dahulu cawan diberi label dengan jelas, dan cawan ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik (Gambar 18) sebagai berat A gram. Jagung dimasukkan ke dalam cawan tersebut dan timbang sebagai berat B gram, dan dimasukkan ke dalam oven (Gambar 19) selama 72 jam pada suhu 100 C sampai berat bahan konstan. Kemudian bahan di keluarkan dari oven dan kemudian ditimbang sebagai berat C gram. Perubahan kadar air bahan dihitung dengan persamaan: %bb = {(berat awal berat akhir)/(berat awal)} 100% atau = ( B A) ( C A) ( B A) 100% dan %bk = {(berat awal berat akhir)/(berat akhir)} 100% atau = ( B A ) ( C A ) ( C A) 100% Di mana : A = Berat Cawan (gram) B = Berat jagung + Berat cawan (gram) sebelum di oven C = Berat jagung + Berat cawan (gram) sesudah di oven Tingkat ketepatan dan ketelitian ditunjukkan dengan melihat nilai korelasi garis regresi (kecendrungan data). Nilai pengukuran yang baik jika nilai korelasinya lebih dari 95%, analisisnya dilakukan dengan perhitungan berikut: y = ax + b dengan nilai r 2 >= 0.95 x = kadar air bahan dengan oven dryer y = kadar air bahan dengan Grainer a = slope garis regresi b = nilai kadar air bahan pada kondisi garis regresi berpotongan sumbu y. 29

46 Pengukuran kadar air menggunakan Kett Moisture Tester (Gambar 20) dilakukan dengan memasukkan biji jagung sebanyak 140 gram ke dalam tabung silinder kett moisture tester kemudian alat diset untuk mengukur kadar air biji jagung, yaitu dengan menggunakan kode 22 pada alat Kett Moisture Tester, setelah 10 detik display menunjukkan besar kadar air dari jagung. Gambar 19. Kett Moisture Tester 7. Pengukuran Konduktivitas Panas Pasir Pengukuran konduktivitas panas pasir dilakukan menggunakan alat Kemtherm QTM-D3. Cara pengukuran yaitu: a. Probe diletakkan di atas sampel dan dituggu hingga 2 menit b. Tekan tombol start c. Perhatikan layar 1 dan layar 2, pada layar 1 menunjukkan detik 0-60, pada layar 2 menunjukkan perubahan suhu pada detik ke-0, jika T<10 maka perbesar heater, jika T>30 perkecil heater d. Setiap selesai penentuan arus, tekan reset e. Setiap perubahan hetaer tunggu 15 menit f. Kembali ke point 2 jika telah diperoleh T antara 10 dan 30 o C. 30

47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konduktivitas Panas Pasir Nilai konduktivitas pasir kali yang digunakan pada penelitian ini o adalah sebesar 0.3 W/m C. Menurut Aris (2003) selang nilai k untuk konduktivitas rendah adalah antara 0.02 hingga 0.2, sedangkan nilai k untuk konduktivitas tinggi berada pada selang 0.2 hingga 10 W/m o C. Konduktivitas panas pasir berada dalam selang W/m o C, sehingga pasir memiliki konduktivitas yang tinggi. Konduktititas tinggi berarti memiliki kemampuan menghantarkan panas yang baik, sehingga pasir berpotensi digunakan dalam pembuatan berondong jagung. Menurut Siswantoro (2008), pasir digunakan sebagai media penyangraian dikarenakan pasir memiliki nilai konduktivitas panas yang tinggi. B. Pengkondisian Pipilan jagung yang digunakan pada penelitian ini memiliki kadar air awal yang berbeda-beda berkisar antara 13-15%, sehingga untuk mencapai kadar air yang diinginkan dalam penelitian ini dilakukan pengkondisian, yaitu dengan penambahan air maupun penjemuran. Setelah kadar air yang dibutuhkan telah tercapai, biji jagung disimpan dalam plastik. Sebelum jagung digunakan untuk penelitian, jagung yang telah mengalami proses pengkondisian dan penyimpanan tersebut akan diukur kembali kadar airnya. Kadar air awal jagung ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 5. Kadar Air Awal Jagung Kadar Air Varietas Arjuna Bisma Srikandi Lamuru Pop corn ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±0.1 31

48 C. Suhu Puffing Jagung Pengaruh kadar air awal jagung dan varietas terhadap suhu puffing biji jagung dari semua varietas pada penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 21. Suhu puffing terendah biji jagung varietas lokal terdapat pada kadar air awal jagung sebesar 14% dan pada kondisi ini dihasilkan rendemen tertinggi berondong jagung lokal kualitas I, yaitu pada jagung lokal varietas Bisma. Suhu puffing verietas lokal saat kadar air awal 14% adalah o C pada varietas Arjuna, Bisma o C, Srikandi o C, dan Lamuru o C. Suhu puffing jagung impor varietas Pop corn juga terjadi pada kadar air awal bahan 14%, karena pada kondisi tersebut suhu yang dibutuhkan yang paling rendah diantara perlakuan kadar air 12%, 16%, dan 18%. Suhu ( o C) Kadar Air (%) Arjuna Bisma Srikandi Lamuru Pop corn Gambar 20. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung dan Varietas Terhadap Suhu Puffing Biji Jagung Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas memberi pengaruh yang berbeda terhadap suhu puffing (Lampiran 25). Uji Duncan menunjukkan bahwa jagung lokal Arjuna, Bisma dan Srikandi 32

49 memberi pengaruh yang sama terhadap suhu puffing, namun diantara jagung lokal tersebut yang menghasilkan rendemen kualitas I terbanyak adalah jagung Bisma. Hal ini disebabkan karena jagung Bisma memiliki kandungan amilosa paling tinggi diantara jagung lokal yang lain (Patricia, 2009). Perjalanan suhu jagung lokal Bisma ditunjukkan pada Gambar 22. Kadar air awal jagung juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap suhu puffing (Lampiran 26). Kadar air awal jagung 14% berbeda nyata dengan kadar air 12%, 16%, dan 18%. Ini disebabkan sewaktu air diberikan panas maka energi kinetik air akan semakin tinggi sehingga pergerakan air di dalam biji semakin tinggi. Air merupakan penghantar panas yang baik, menurut Holman (1997), air memiliki nilai konduktivitas yang tinggi. Inilah yang menyebabkan kadar air awal jagung merupakan faktor penting dalam peledakkan biji jagung. Kandungan air sebesar 14% merupakan kandungan yang paling cukup dalam pindah panas di dalam biji jagung, karena pada kadar air ini kondisi jagung tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah. Penguapan air dalam biji jagung berjalan cepat dan dapat menghasilkan tekanan tinggi yang dibutuhkan biji jagung untuk puffing. Biji jagung dengan kadar air awal di bawah 14%, memiliki kondisi yang terlalu kering, sehingga kandungan air di dalam biji jagung tidak dapat menghantarkan panas dengan baik, dan akan membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk terjadinya puffing. Terbukti bahwa pada kadar air 12% dibutuhkan suhu puffing lebih tinggi dibandingkan jagung kadar air awal 14%. Biji jagung dengan kadar air awal jagung di atas 14% memiliki kandungan air bebas yang tinggi, sehingga panas yang diberikan akan menguapkan air bebas terlebih dahulu, sehingga kondisi ini tidak optimum karena terdapat kandungan air bebas yang harus diuapkan terlebih dahulu sebelum air di dalam biji jagung dapat menguap. 33

50 . Menurut Patricia (2009), kadar air 13.5%-14% merupakan kadar air optimum dalam peledakkan biji karena peledakkan berkaitan dengan pelepasan tekanan mendadak yang dihasilkan uap air di dalam biji di mana sumber penguapan adalah kandungan air yang terdapat di dalam biji. ( o C) Suhu KA 12% KA 14% KA 16% KA 18% Waktu (detik) Gambar 21. Suhu Puffing di Pusat Biji Jagung Bisma D. Pengujian Varietas Jagung, Kadar Air Awal Jagung, dan Kombinasinya Terhadap Parameter Sifat Fisik Berondong Jagung Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Sifat Fisik Berondong Jagung Nilai P Parameter Kadar air awal Varietas jagung Interaksi Rendemen kualitas I (%) Rendemen kualitas II (%) Volume Spesifik Kualitas I (ml/gr) * * Volume Spesifik Kualitas II (ml/gr) Kerenyahan (kg/mm) Kadar Air Berondong Jagung Keterangan: berpengaruh nyata; (p<0.05), *pengaruh tidak nyata (p>0.05) 34

51 Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap parameter sifat fisik berondong jagung, perlakuan varietas jagung memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter sifat fisik berondong jagung. Perlakuan kadar air awal jagung memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter sifat fisik yang meliputi rendemen kualitas I dan II, kerenyahan berondong jagung, dan kadar air berondong jagung. Perlakuan kombinasi varietas jagung dan kadar air awal jagung berpengaruh nyata terhadap parameter sifat fisik berondong jagung. E. Rendemen Berondong Jagung Rendemen berondong jagung adalah presentase jumlah berondong jagung yang dapat mengembang dengan baik, namun hasil pengembangan berondong jagung tidak seragam (Gambar 23). Sehingga dilakukan pengklasifikasian terhadap hasil pengembangan berondong jagung yaitu kualitas I dan kualitas II. Pengembangan berondong jagung kualitas I dan kualitas II ditunjukkan pada Gambar 23 dan 24. Gambar 22. Pengembangan Berondong Jagung Secara Umum 35

52 Semua bagian biji jagung mengembang sempurna, renyah dan mudah dikunyah Gambar 23. Pengembangan Berondong Jagung Kualitas I Masih ada sisa biji jagung yang tidak mengembang, sisa biji tersebut agak keras namun masih bisa dimakan Gambar 24. Pengembangan Berondong Jagung Kualitas II Rendemen total (belum dilakukan pengklasifikasian terhadap kualitas berondong jagung) ditunjukkan pada Tabel 9. Rendemen tertinggi dari varietas lokal adalah pada varietas Arjuna kadar air 18% yaitu 82.67% kemudian varietas Bisma kadar air 14% yaitu 82.00%. Pada varietas Srikandi, rendemen tertinggi juga terdapat pada kadar air 14% yaitu 76.00%, sedangkan rendemen terendah dihasilkan pada varietas Bisma kadar air 18% sebesar 59.00%. Jumlah yang dapat mengembang dari varietas lokal lebih rendah dari jumlah pembanding. Varietas Pop corn memiliki perlakuan kadar air. rendemen Pop corn sebagai rendemen 100% dari seluruh Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 8), perlakuan varietas jagung, dan kadar air awal jagung memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen berondong jagung kualitas I dan II. Perlakuan varietas jagung dan interaksinya dengan kadar air awal jagung juga memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen berondong jagung kualitas I dan II. Berdasarkan uji lanjut Duncan, perlakuan varietas jagung lokal yang memberikan nilai 36

53 rata-rata rendemen kualitas I terbaik yaitu Bisma kadar air 14% yaitu 62.67%. Presentase rendemen dari varietas lokal yang dapat mengembang dengan baik (masuk kualitas I) berkisar antara 23.5% sampai 62.67% (Tabel 8). Sedangkan rataan rendemen kualitas I dari varietas jagung pembanding (jagung Pop corn) adalah 98.33% yaitu pada kadar air awal jagung 14%. Tabel 7. Pengaruh Kadar Air Awal Bahan Terhadap Rendemen Berondong Jagung Varietas Kadar Air (%) Arjuna Bisma Srikandi Lamuru Pop corn Tabel 8. Pengaruh Kadar Air Awal Bahan terhadap Rendemen Berondong Jagung Kualitas Kualitas I Varietas Kadar Air (%) Arjuna Bisma Srikandi Lamuru Pop corn Berdasarkan uji lanjut Duncan, perlakuan kadar air awal jagung yang memberikan nilai rata-rata rendemen kualitas I terbaik yaitu kadar air awal 16% dan 14%, kadar air awal jagung sebesar 16% dan 14% memberi pengaruh sama te rhadap rendemen berondong jagung kualitas I yaitu 37

54 sebe sar dan %, namun b erbeda nyata dengan kadar air 12% dan 18%. Kadar air awal jagung sebe sar 18% memberi ren demen terendah yait u sebesar 42.07%. Jumlah rendemen yang tinggi dipengaruhi oleh kandungan amilopektin dan amilosanya. Makin tinggi kandungan amilosa, semakin baik pengembangan berondong jagung. Berikut ini kandungan amilosa dan amilopektin varietas jagung. Tabel 9. Kandungan Amilopektin dan Amilosa Beberapa Varietas Jagung Varietas Amilopektin Amilosa Pop corn Bisma Srikandi Sumber : Patricia, 2009 Pengaruh ka dar air awal jagung dan va rietas memberi pengaruh yang berbeda terhadap rendemen kualitas I dan II dari jagung lokal. Rendemen berondong jagung kualitas I sangat disukai konsumen karena teksturnya yang renyah dan kualitas II juga cukup disukai konsumen karena meskipun pada teksturnya masih terdapat sisa biji tetapi biji tersebut cukup empuk. 60 Rendemen (%) Kualitas I Kualitas II Kadar Air (%) Gambar 25. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Terhadap Sebaran Rendemen Berondong Jagung Varietas Arjuna 38

55 Pada varietas Arjuna makin tinggi ka dar air, maka rendemen dari kualitas I makin berkurang, sedangkan rendemen berondong jagung yang masuk dalam kualitas II makin tinggi jumlahnya. Berikut ini merupakan gambar berondong jagung Arjuna. a b 39

56 c d Gambar 26. Berondong Jagung Arjuna pada Berbagai Perlakuan 40

57 Rendemen (%) Kadar Air (%) Kualitas I Kualitas II Gambar 27. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Terhadap Rendemen Berondong Jagung Varietas Bisma Rendemen tertinggi dengan kualitas I dari semua varietas lokal yang diujikan dihasilkan dari varietas Bisma. Hal ini disebabkan kandungan amilosa jagung Bisma paling tinggi diantara jagung lokal yang lain (Patricia, 2009). Berikut ini merupakan gambar berondong jagung Bisma. Gambar 28. Berondong Jagung Bisma dengan Rendemen Tertinggi 41

58 Rendemen (%) Kualitas I Kualitas II Kadar Air (%) Gambar 29. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Terhadap Rendemen Berondong Jagung Srikandi Rendemen kualitas I berondong jagung Srikandi meningkat dengan semakin meningkatnya kadar air, namun rendemen menurun saat kadar air 18%. Sehingga kadar air paling baik pada varietas Srikandi dalam menghasilkan rendemen kualitas I terbanyak adalah sampai kadar 16%, karena pada kadar air 18% merupakan kondisi yang tidak optimum pada jagung Srikandi, pada kadar air awal jagung tersebut rendemen terbanyak didapat dengan kualitas II dimana sisa biji masih banyak terdapat pada berondong jagungnya sehingga saat mengkonsumsi jagung kualitas II tersebut akan terasa agak keras. Gambar 30. Berondong Jagung Srikandi dengan Rendemen Tertinggi 42

59 Pengaruh kadar air awal jagung dan varietas terhadap rendemen berondong jagung lokal varietas Lamuru ditunjukkan pada Gambar 31. (%) Rendemen Kadar Air (%) 18 Kualitas I Kualitas II Gambar 31. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Terhadap Rendemen Berondong Jagung Lamuru Rendemen kualitas I berondong jagung Lamuru meningkat dengan semakin meningkatnya kadar air, namun rendemen menurun saat kadar air 18%. Sehingga kadar air untuk menghasilkan rendemen kualitas I pada varietas Lamuru hanya sampai kadar 16%. Berikut gambar berondong jagung Lamuru kadar air 16% yang memiliki rendemen tertinggi pada kualitas I. Gambar 32. Rendemen Tertinggi Berondong Jagung Lamuru 43

60 Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 8), perlakuan varietas jagung, dan kadar air awal jagung memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen berondong jagung kualitas II. Perlakuan varietas jagung dan interaksinya dengan kadar air awal jagung juga memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen berondong jagung. Berdasarkan uji lanjut Duncan, perlakuan varietas jagung lokal yang memberikan nilai rata-rata rendemen kualitas II tertinggi yaitu Arjuna kadar air 18% yaitu 56%. Rendemen dari varietas lokal yang mengembang dengan kualitas II berkisar antara 1.33% sampai 56% (Lampiran 6), sedangkan rataan rendemen kualitas II dari varietas jagung pembanding (jagung Pop corn) adalah 1.33% sampai 2%. Pembuatan berondong jagung juga dilakukan Patricia (2009), namun pada pembuatan tersebut menggunakan metode yang berbeda. Penelitian pembuatan Patricia (2009) dengan menggunakan alat pembuat berondong jagung merek Nostalgia Electric dan penggorengan dengan penambahan minyak. Rendemen berondong jagung yang dihasilkan dari metode tersebut ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10. Rendemen Berondong Jagung Lokal yang Dihasilkan dengan Metode yang Berbeda Jagung Metode Pembuatan Berondong Jagung Varietas Lokal Mesin Pembuat Berondong Penggorengan dengan Penambahan Penyangraian dengn Pemanasan Konduksi Jagung* Minyak* Granula Pasir Panas Arjuna Bisma Srikandi Lamuru Keterangan : * Pembuatan berondong jagung oleh Patricia (2009) Rendemen berondong jagung lokal yang dihasilkan dengan teknik puffing pemanasan konduksi granula pasir panas lebih banyak daripada rendemen berondong jagung yang dihasilkan dengan menggunakan mesin 44

61 dan penggorengan dengan penambahan minyak. Pembuatan berondong jagung varietas lokal dengan pemanasan konduksi granula pasir panas adalah pembuatan berondong jagung yang membutuhkan biaya paling murah diantara metode pembuatan yang lain, namun paling banyak menghasilkan rendemen berondong jagung. 4. Gambar 33. Mesin Pembuat Berondong jagung Volume Spesifik Berondong Jagung Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 8), perlakuan varietas jagung memberikan pengaruh nyata terhadap volume spesifik berondong jagung kualitas I Arjuna Bisma Srikandi Lamuru Popcorn Kadar Air (%) Gambar 34. Pengaruh Kadar Air Awal Bahan Terhadap Volume Spesifik Setiap Varietas Jagung (ml/gr) Spesifik Volume 45

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian pembuatan berondong beras dan berondong ketan dilakukan di Industri Rumah Tangga Berondong Beras, Sumedang. Penelitian selanjutnya, yaitu pembuatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) dan Laboratorium Surya Departemen Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, menurut Purwono dan Hartanto (2007), klasifikasi dan sistimatika tanaman

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Penyebaran Jagung Colombus menemukan jagung di Kuba pada tahun 1492 dan membawanya ke Spanyol untuk dikembangkan, Columbus juga kemungkinan membawa biji jagng caribean

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Sub-divisi: Angiospermae,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman setelah perkecambahan. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal

Lebih terperinci

Varietas Menentukan Hasil Produksi

Varietas Menentukan Hasil Produksi Varietas Menentukan Hasil Produksi Oleh : Olfa Dafid 10712029 PROGRAN STUDI HORTIKULTURA JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG 2012 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jagung

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 DESAIN ALAT CETAK PUFFED Desain yang dihasilkan untuk membuat alat cetak puffred agar mampu menghasilkan produk akhir yang tidak bergelombang dan flat dari hasil perhitungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biskuit merupakan makanan kecil (snack) yang termasuk ke dalam kue kering dengan kadar air rendah, berukuran kecil, dan manis. Dalam pembuatan biskuit digunakan bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) Jagung manis termasuk dalam famili Graminae dari ordo Maydae. Berdasarkan tipe bijinya, jagung dapat diklasifikasikan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman jagung termasuk keluarga (famili) gramineae, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman jagung termasuk keluarga (famili) gramineae, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung termasuk keluarga (famili) gramineae, seperti kebanyakan jenis rumput-rumputan. Tetapi tanaman jagung yang termasuk genus zea ini hanya memiliki spesies

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Proses pembuatan dari Tape Ketan Beta karoten ini akan dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 1 Mei 2015 pukul 09.00-17.00 di Jln. Gombang alas

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN 2. ALAT C. TAHAPAN PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN III.

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN 2. ALAT C. TAHAPAN PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN III. III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai Maret 2011 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

SKRIPSI SURVEY KONSUMSI DAN STUDI ANALISIS KANDUNGAN AFLATOKSIN BEBERAPA PRODUK PANGAN BERBASIS JAGUNG. Oleh : ALDILLA SARI UTAMI F

SKRIPSI SURVEY KONSUMSI DAN STUDI ANALISIS KANDUNGAN AFLATOKSIN BEBERAPA PRODUK PANGAN BERBASIS JAGUNG. Oleh : ALDILLA SARI UTAMI F SKRIPSI SURVEY KONSUMSI DAN STUDI ANALISIS KANDUNGAN AFLATOKSIN BEBERAPA PRODUK PANGAN BERBASIS JAGUNG Oleh : ALDILLA SARI UTAMI F24104001 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

JAGUNG. Bahan Pangan Alternatif SERI BACAAN ORANG TUA

JAGUNG. Bahan Pangan Alternatif SERI BACAAN ORANG TUA 19 SERI BACAAN ORANG TUA JAGUNG Bahan Pangan Alternatif Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

PENGOLAHAN JAGUNG SEBAGAI BAHAN PANGAN. Agus Sutanto

PENGOLAHAN JAGUNG SEBAGAI BAHAN PANGAN. Agus Sutanto PENGOLAHAN JAGUNG SEBAGAI BAHAN PANGAN Agus Sutanto PENDAHULUAN Kebutuhan pangan selalu mengikuti trend jumlah penduduk dan dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan per kapita serta perubahan pola konsumsi

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Bahan baku mie di Indonesia berupa tepung terigu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam industri pangan di Indonesia. Rata-rata kebutuhan terigu perusahaan roti, dan kue kering terbesar di Indonesia mencapai 20 ton/tahun,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Naan bread merupakan salah satu olahan roti tradisional dari daerah Timur Tengah yaitu India. Naan bread biasanya berbentuk bulat hingga agak lonjong, terbuat dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH DENGAN SUKROSA DAN PERBANDINGAN TEPUNG JAGUNG, UBI JALAR DENGAN KACANG HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK JENANG

PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH DENGAN SUKROSA DAN PERBANDINGAN TEPUNG JAGUNG, UBI JALAR DENGAN KACANG HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK JENANG PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH DENGAN SUKROSA DAN PERBANDINGAN TEPUNG JAGUNG, UBI JALAR DENGAN KACANG HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK JENANG Devy Nur Afiah 123020120 Pembimbing Utama :Dr. Tantan Widiantara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Gizi Beras Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, beras dapat digantikan/disubsitusi oleh bahan makanan lainnya, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rendah sampai 700 meter di atas permukaan laut. Suhu optimum yang diperlukan

TINJAUAN PUSTAKA. rendah sampai 700 meter di atas permukaan laut. Suhu optimum yang diperlukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sorgum Manis Sorgum dapat tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis, dari dataran rendah sampai 700 meter di atas permukaan laut. Suhu optimum yang diperlukan untuk tumbuh berkisar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum 2.1.1. Klasifikasi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER Suhardi dan Bonimin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Jagung adalah salah satu bahan pangan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN Page1 TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan salah satu komoditi sayuran buah yang sangat

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BISNIS KRIPIK KENTANG

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BISNIS KRIPIK KENTANG KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BISNIS KRIPIK KENTANG Karya ilmiah peluang bisnis tentang bisnis kentang goreng ini bertujuan untuk memberi petunjuk atau referensi kepada pembaca, untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

KONDUKTIVITAS PANAS DAN LAJU PINDAH PANAS PASIR PADA PROSES PENYANGRAIAN KERUPUK

KONDUKTIVITAS PANAS DAN LAJU PINDAH PANAS PASIR PADA PROSES PENYANGRAIAN KERUPUK Konduktivitas Panas dan Laju Pindah Panas Pasir Pada Proses Penyangraian Kerupuk 547 KONDUKTIVITAS PANAS DAN LAJU PINDAH PANAS PASIR PADA PROSES PENYANGRAIAN KERUPUK Jamaluddin 1), Husain Syam 2) dan Kadirman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman semusim yang biasa ditanam di daerah perladangan.

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman semusim yang biasa ditanam di daerah perladangan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang biasa ditanam di daerah perladangan. Siklus hidup tanaman jagung berkisar antara 80-150 hari. Siklus pertama tanaman jagung merupakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

STRUKTUR BIJI JAGUNG. Ada 3 bagian dasar yang menyusun biji yaitu : 1. Embrio

STRUKTUR BIJI JAGUNG. Ada 3 bagian dasar yang menyusun biji yaitu : 1. Embrio STRUKTUR BIJI JAGUNG Produksi jagung nasional meningkat setiap tahun namun hingga kini belum mampu memenuhi kebutuhan domestik sekitar 11 juta ton/tahun, sehingga masih mengimpor dalam jumlah besar yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: NEZLY NURLIA PUTRI No. BP 07117037 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan menggunakan tepung terigu, namun tepung terigu adalah produk impor. Untuk mengurangi kuota impor terigu tersebut

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis yang kaya akan hasil sumber daya alam. Salah satu hasilnya adalah umbi-umbian, salah satunya adalah singkong yang mempunyai potensi

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

lain-lain) perlu dilakukan (Suryuna, 2003).

lain-lain) perlu dilakukan (Suryuna, 2003). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi era globalisasi dan persaingan bebas, industri kecil berbasis pertanian perlu mendapat perhatian untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian. Seiring dengan

Lebih terperinci

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai PENDAHULUAN Latar Belakang Umbi-umbian di Indonesia masih kurang mendapat perhatian, karena komoditi ini dianggap sebagai makanan kelas rendahan yang dihubungkan dengan kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cake merupakan adonan panggang yang dibuat dari empat bahan dasar yaitu tepung terigu, gula, telur dan lemak. Cake banyak digemari masyarakat terutama bagi anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman jagung (Zea mays) merupakan salah satu bahan makanan alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, jagung juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Pisang Raja Pisang raja termasuk jenis pisang buah. Menurut ahli sejarah dan botani secara umum pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), legum (polong-polongan) dan umbi-umbian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada jaman sekarang banyak dari masyarakat Indonesia yang terlalu bergantung pada beras, mereka meyakini bahwa belum makan jika belum mengonsumsi nasi. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014 di Laboratorium Rekayasa

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014 di Laboratorium Rekayasa III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2014 di

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2014 di 17 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen (RBPP) Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dengan topik Desain Cetakan Tapioca Based Puffed Snack Panggang Dengan Bahan Dasar Stainless Steel dan Aluminium dilakukan di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN UJI PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP DONAT SUBSTITUSI TEPUNG JALEJO HINGGA 50 PERSEN

KARAKTERISTIK DAN UJI PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP DONAT SUBSTITUSI TEPUNG JALEJO HINGGA 50 PERSEN KARAKTERISTIK DAN UJI PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP DONAT SUBSTITUSI TEPUNG JALEJO HINGGA 50 PERSEN Muflihani Yanis, Noveria Sjafrina, Syarifah Aminah BPTP DKI Jakarta Jl raya ragunan no.30 ABSTRAK Tepung

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

Perbedaan Karakteristik Kimia dan Sensoris Keripik Simulasi dengan Bahan Dasar Tepung Jagung-Ubikayu

Perbedaan Karakteristik Kimia dan Sensoris Keripik Simulasi dengan Bahan Dasar Tepung Jagung-Ubikayu Perbedaan Karakteristik Kimia dan Sensoris Keripik Simulasi dengan Bahan Dasar Tepung Jagung-Ubikayu Wayan Trisnawati 1, Made Sugianyar 2 dan Ketut Ari Tantri Yanthi 2 1 Peneliti Pangan pada Balai Pengkajian

Lebih terperinci

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) I ndonesia merupakan salah satu negara produsen pisang yang penting di dunia, dengan beberapa daerah sentra produksi terdapat di pulau Sumatera, Jawa, Bali, dan N TB. Daerah-daerah ini beriklim hangat

Lebih terperinci

PEMBUATAN ES KRIM UBI JALAR (Ipomea HOMOGENIZER

PEMBUATAN ES KRIM UBI JALAR (Ipomea HOMOGENIZER LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN ES KRIM UBI JALAR (Ipomea batatas) MENGGUNAKAN ALAT HOMOGENIZER (Making Sweet Potato Ice Cream Using A Homogenizer) Disusun Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Studi Pada Program

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang sering memerlukan makanan selingan di samping makanan pokok. Makanan selingan sangat bervariasi dari makanan ringan sampai makanan berat, atau makanan

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cookies merupakan alternatif makanan selingan yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat. Cookies dikategorikan sebagai makanan ringan karena dapat dikonsumsi setiap

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci