IKAT SILANG PATI SAGU DENGAN GLUTEN UNTUK MENINGKATKAN DAYA MENGEMBANG SAGU SEBAGAI BAHAN UTAMA ADONAN ARDI PATRIADI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IKAT SILANG PATI SAGU DENGAN GLUTEN UNTUK MENINGKATKAN DAYA MENGEMBANG SAGU SEBAGAI BAHAN UTAMA ADONAN ARDI PATRIADI"

Transkripsi

1 IKAT SILANG PATI SAGU DENGAN GLUTEN UNTUK MENINGKATKAN DAYA MENGEMBANG SAGU SEBAGAI BAHAN UTAMA ADONAN ARDI PATRIADI DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ikat Silang Pati Sagu dengan Gluten untuk Meningkatkan Daya Mengembang Sagu Sebagai Bahan Utama Adonan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015 Ardi Patriadi NIM F

4 ABSTRAK ARDI PATRIADI. Ikat Silang Pati Sagu dengan Gluten untuk Meningkatkan Daya Mengembang Sagu Sebagai Bahan Utama Adonan. Dibimbing oleh SAPTA RAHARJA dan PRAYOGA SURYADARMA. Pengikatan silang antara pati sagu dan gluten dilakukan dalam upaya meningkatkan pemanfaatan sagu yang potensinya sangat besar di Indonesia. Upaya pengikatan silang antara keduanya dilakukan untuk menghasilkan sagu dengan daya mengembang yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan menghasilkan tepung sagu yang terikatsilang dengan gluten serta mengetahui pengaruh penambahan gluten dan suhu proses ikat silang. Penelitian dilakukan dengan mencampur pati sagu dan gluten dengan penambahan gluten 10%, 30%, dan 50% dari bobot sagu, baik dengan reaksi pemanasan suhu 50 dan 65 C maupun tanpa reaksi. Hasil penelitian menunjukkan tepung yang di buat dengan proses ikat silang pada 50 C dan penambahan gluten 30% (CL30P50C) memiliki swelling power dan baking expansion terbesar yaitu 61 ± 2% dan 1.03 ml/g ± 2% dengan derajat pengembangan sebesar 21% dari sagu murni dan kadar protein 9.44%. Daya serap tepung terhadap air semakin meningkat dengan dilakukannya reaksi pemanasan dan seiring ditingkatkannya penambahan gluten. Analisis FTIR menunjukkan terjadinya ikatan silang antara pati sagu dan gluten pada produk CL30P50C dengan menguatnya puncak spektrum inframerah ikatan C-N pada bilangan gelombang cm -1. Kata kunci: baking expansion, ikat silang, gluten, pati sagu, swelling power

5 ABSTRACT ARDI PATRIADI. Crosslink of Sago Starch with Gluten to Improve Its Swelling Capacity As Dough Material. Supervised by SAPTA RAHARJA and PRAYOGA SURYADARMA. Crosslink between sago starch and gluten is conducted to increase the using of sago which has very big potential in Indonesia. The effort of the crosslink between the two of those is to get sago product with better baking expansion. The research aims to produce crosslinked sago flour with gluten and to know the influence of adding the gluten content and the temperature process of the crosslink. This research is carried out by mixing sago starch and gluten with 10%, 30%, 50% gluten adding with and without heating reaction at 50 and 65 C. The result show that flour which made by crosslink process at 50 C and 30% gluten adding has the biggest swelling power and baking expansion i.e 61 ± 2% and 1.03 ml/g ± 2% with 21% expansion degree of native starch and 9.44% protein content. Water absorbing capacity of the flour is increasing along with gluten content adding and heating process. Analysis of FTIR show that sago starch and gluten was crosslinked in CL30P50C product by peak strengthening of the infrared spectrum of the C-N bond at cm -1. Keywords: baking expansion, crosslink, gluten, sago starch, swelling power

6

7 IKAT SILANG PATI SAGU DENGAN GLUTEN UNTUK MENINGKATKAN DAYA MENGEMBANG SAGU SEBAGAI BAHAN UTAMA ADONAN ARDI PATRIADI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

8

9

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Ikat Silang Pati Sagu dengan Gluten untuk Meningkatkan Daya Mengembang Sagu Sebagai Bahan Utama Adonan ini berhasil diselesaikan. Kesempatan ini penulis gunakan untuk mengucapkan terima kasih kepada: 1. Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah membantu mendanai penelitian ini. 2. Bapak Dr Ir Sapta Raharja, DEA selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Skripsi I atas nasihat dan bimbingan yang diberikan. 3. Bapak Dr Prayoga Suryadarma S.TP MT selaku Dosen Pembimbing II Skripsi atas arahan, nasihat, dan bimbingan yang diberikan. 4. Ibu Dr Ir Titi Candra Sunarti, M.Si selaku dosen penguji, atas arahan dan masukan yang diberikan. 5. Ibu dan Bapakku, Ibu Maryam dan Bapak Kasino atas segala doa, keridhoan, pengorbanan dan kasih sayang yang tidak putus selama ini. 6. Kakak-kakakku, Mas Eko, Mba Wiwik, dan Mba Iwah yang selalu memberikan semangat dan bantuan selama Saya menjalani pendidikan di IPB serta keponakan-keponakanku Ulya, Nadiya, Abda, Shabrina, Aisyah, Riri, Ririn, dan Hasna yang lucu-lucu dan dapat memberi semangat dan keceriaan. 7. Para laboran di laboratorium TIN serta Bapak-Ibu yang bertugas di Unit Pelayanan Terpadu dan Departemen TIN yang tidak dapat disebutkan satu per satu. 8. Teman-teman satu bimbingan, Fairuz, Taufiq, Maya Zalena, Sugiyono, Ari Permana, Nurul Muhibbah, dan Hijran karena telah saling menyemangati dan membantu. 9. Teman-teman Praktik Lapangan di Indesso Aroma; Alfyandi dan Fachrizal. 10. Teman-teman Wisma Komando Bateng. 11. Teman-teman TINagers, semoga ilmu yang kita dapatkan di TIN bermanfat. Semoga Allah membalas kebaikan kalian dan memberi keberkahan atas ilmu dan rezeki yang didapat. Penulis berharap agar karya ilmiah ini bermanfaat bagi berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Bogor, Februari 2015 Ardi Patriadi

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Hipotesis 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 3 METODE 3 Bahan 3 Alat 3 Tahapan Penelitian 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Karakteristik Bahan Baku 5 Karakteristik pati sagu 5 Karakteristik tepung gluten gandum 6 Pembuatan Tepung Sagu-Gluten 7 Sifat Tepung Sagu Termodifikasi 9 Swelling power 9 Daya serap tepung terhadap air 10 Suhu gelatinisasi 11 Baking expansion 12 Analisa spektrum inframerah 12 SIMPULAN DAN SARAN 15 Simpulan 15 Saran 16 DAFTAR PUSTAKA 16 LAMPIRAN 19 RIWAYAT HIDUP 27

12 DAFTAR TABEL 1 Rancangan pembuatan produk tepung sagu-gluten 4 2 Karakteristik fisikokimia pati sagu 6 3 Komposisi kimia tepung gluten gandum 7 4 Kadar protein produk tepung sagu-gluten 9 5 Interpretasi puncak spektrum inframerah sagu murni, SCG30, dan CL30P50C 13 DAFTAR GAMBAR 1 Tahapan penelitian 3 2 Proses ikat silang pati sagu-gluten 5 3 Swelling power sagu murni, sagu-gluten tanpa dan dengan reaksi pemanasan serta tepung terigu pada suhu 70 C 10 4 Daya serap sagu murni, sagu-gluten tanpa dan dengan reaksi pemanasan serta tepung terigu terhadap air 11 5 Suhu gelatinisasi sagu murni, sagu-gluten tanpa dan dengan reaksi pemanasan serta tepung terigu 11 6 Baking expansion sagu murni, sagu-gluten tanpa dan dengan reaksi pemanasan serta tepung terigu 12 7 Spektrum inframerah sampel pati sagu murni, SCG30, dan CL30P50C 13 8 Spektrum inframerah sagu murni, SCG30, dan CL30P50C pada daerah ikatan C-N 15 9 Spektrum inframerah sagu murni, SCG30, dan CL30P50C pada daerah gugus karbonil (C=O) 15 DAFTAR LAMPIRAN 1 Prosedur karakterisasi pati sagu 19 2 Prosedur pengujian produk 21 3 Data swelling power sampel 22 4 Data daya serap sampel terhadap air 23 5 Data suhu gelatinisasi sampel 24 6 Data baking expansion 25

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Sagu (Metroxylon sp.) memiliki potensi pemanfaatan yang sangat besar karena 60% luas tanaman sagu dunia berada di Indonesia (Arisanti 2014). Persebaran tanaman sagu di Indonesia mulai dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua. Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau memiliki sekitar ha tanaman sagu yang 44%-nya merupakan semi budidaya (Arisanti 2014). Menurut Ditjen Bina Produksi Pertanian (2003), Papua memiliki potensi produksi sagu hingga 6 juta ton dengan produktivitas 9 ton/ha. Potensi sagu yang besar ini tidak diiringi dengan pemanfaatannya secara optimal. Di Indonesia bagian timur seperti Sulawesi, Maluku, dan Papua, sagu hanya dijadikan makanan tradisional padahal ketersediaannya sangat berlimpah. Banyak pohon sagu yang mati dan rusak oleh usia sehingga tidak termanfaatkan dengan baik. Menurut Kertopermono dalam Limbongan (2007) sekitar ha sagu produktif siap panen yang ada di Papua hanya termanfaatkan kurang dari 1% dan sisanya rusak atau mati. Belum adanya upaya yang riil dalam mengembangkan potensi sagu membuat tanaman sagu sedikit termanfaatkan. Salah satu alasan masih kurangnya pemanfaatan sagu karena sagu memiliki kelemahan dalam hal baking properties dan menurut Breemer (2012) kelemahan sagu yaitu kurangnya kandungan protein. Sagu tidak dapat dibuat adonan yang baik, tidak dapat mengembang atau biasa disebut bantat. Hal yang membuat sagu sangat berbeda dengan terigu yaitu pada kandungan proteinnya. Menurut Limbongan (2007) sagu memiliki kandungan protein yang sangat kecil sekitar %. Hal ini berbeda dengan terigu yang memiliki kandungan protein 8 14% yang mayoritas adalah gluten, sementara itu menurut Wieser (2007) kandungan glutennya mengandung protein sebesar 75 85% serta 5 10% lipid. Menurut Wieser (2007) gluten pada terigu memiliki peran kunci dalam menentukan kualitas adonan, kohesifitas, dan kapasitas penyerapan air. Adonan terigu dapat bersifat elastis, kuat, dan mudah mengembang dengan adanya gluten sehingga memiliki baking properties yang baik. Permasalahannya, terigu merupakan komoditi impor. Australia menjadi negara importir gandum dan terigu terbesar yaitu sekitar 70%, Kanada 15%, dan Amerika Serikat sekitar 11%, sisanya yaitu India, Pakistan, Turki, dan Rusia. Pengembangan potensi sagu ini sangat tepat dengan diwacanakannya penghentian impor gandum oleh Pemerintah yang menilai impor gandum bukanlah terkait pemenuhan kebutuhan pangan nasional, namun sekedar monopoli dan bisnis yang menghambat berkembangnya kedaulatan pangan di Indonesia (Koran Jakarta 2014). Salah satu cara mengatasi permasalahan yang terjadi pada kurangnya pemanfaatan sagu di Indonesia yaitu dengan membuat sifat sagu menjadi seperti terigu. Penelitian Chowdary dan Udaya (2009) tentang ikatan silang antara pati dan urea juga menjadi acuan dalam menentukan metode penelitian ini. Pengikatan silang antara pati dan urea tersebut menunjukkan gugus amina pada urea dapat mensubstitusi gugus hidroksil pada monomer pati.

14 2 Hal ini menimbulkan dugaan bahwa gugus amina pada gluten juga dapat diikatsilangkan pada pati sagu. Ikat silang antara pati sagu dan gluten itulah yang nantinya diharapkan menghasilkan sagu dengan karakteristik yang baik menyerupai terigu. Perumusan Masalah Pencampuran sagu dan gluten untuk membuat suatu adonan memang dapat dilakukan sebagai suatu bahan, namun campuran tersebut memiliki kelemahan yaitu ketidakhomogenan keduanya karena perbedaan massa jenis, bobot molekul, ukuran partikel, dan kelarutannya terhadap suatu pelarut. Untuk menghomogenkan keduanya diperlukan suatu perlakuan menggunakan pelarut dan pemanasan. Pelarut yang digunakan harus memiliki kemampuan melarutkan keduanya dalam suatu suspensi. Untuk itu, reaksi pencampuran ini menggunakan larutan CaCl 2 karena gluten merupakan protein yang larut dalam basa. Sementara itu, untuk melarutkan pati dalam suspensi diperlukan pemanasan karena pati sagu tidak larut dalam air dingin. Pemanasan yang digunakan dalam penelitian ini pun berada di bawah suhu gelatinisasi pati sagu yaitu 50 C dan 65 C. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerusakan granula pati atau lisisnya granula pati dan kerusakan protein gluten. Penambahan larutan CaCl 2 dan pemanasan tersebut dilakukan untuk menghomogenkan keduanya hingga keduanya berikatan silang. Pengeringan produk pun dilakukan pada suhu di bawah suhu gelatinisasi yaitu 65 C setelah dilakukan dekantasi dan pengistirahatan pada suhu ruang. Hipotesis Pengikatan silang pati sagu dan gluten akan meningkatkan swelling power dan baking expansion. Selain itu, ikat silang pati sagu dengan gluten terjadi melalui mekanisme substitusi yang dilakukan gugus amina pada gluten terhadap gugus fungsi pada pati sagu sehingga terjadi ikatan antara gugus amina dan atom C pati. Seiring ditingkatkannya persentase gluten dalam pengikatan silang antara keduanya akan meningkatkan pula swelling power dan daya serap tepung terhadap air. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan tepung sagu terikatsilang dengan gluten dan mengetahui pengaruh penambahan gluten dan pengaruh suhu pemanasan. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi tentang salah satu upaya memanfaatkan potensi sagu sebagai bahan pangan pengganti terigu yaitu dengan mengikatsilangkan pati sagu dan gluten dengan reaksi pemanasan dalam larutan basa.

15 3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini antara lain karaktearisasi bahan baku, pembuatan produk pati sagu-gluten dengan tiga tingkat penambahan gluten dalam pati sagu (10%, 30%, dan 50%) tanpa dan dengan ikat silang serta karakterisasi produk yang meliputi swelling power, suhu gelatinisasi, daya serap terhadap air, baking expansion serta konfirmasi ikat silang yang terjadi pada produk menggunakan uji FTIR (Fourier Transform Infra Red). METODE Bahan Pati sagu yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pati sagu murni yang berasal dari pabrik ekstraksi batang sagu yang berada di Kedunghalang, Tanah Baru, Bogor. Bahan yang digunakan dalam proses ikat silang pati sagu dengan gluten yaitu tepung gluten gandum, CaCl 2 dan akuades. Alat Alat utama yang digunakan dalam proses ikat silang pati sagu dengan gluten antara lain water bath, seperangkat agitator, pengering blower, termometer, dan gelas piala. Alat lain yang digunakan antara lain oven, centrifuge, neraca analitik, crusher, loyang alumunium, plastik PE, dan instrumen FTIR. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan secara eksperimental di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada Juni Oktober Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Tahapan penelitian

16 4 Karakterisasi bahan baku (Sagu dan gluten) Karakterisasi bahan baku dilakukan dengan uji proksimat untuk mengetahui kualitas pati sagu dan gluten meliputi komposisi kimia dan karakteristik fisikokimia keduanya. Pengujian kualitas pati sagu yang dilakukan adalah pengujian komposisi kimia yang meliputi kadar air dengan metode oven, kadar abu, dan kadar lemak dengan metode ekstraksi soxhlet, kadar protein dengan metode Kjeldahl, dan kadar karbohidrat dengan metode by difference (AOAC 2005). Prosedur uji proksimat pati sagu dapat dilihat pada Lampiran 1. Rancangan pembuatan produk Pembuatan tepung campuran pati sagu-gluten dilakukan tanpa dan dengan reaksi pemanasan dalam larutan basa. Perlakuan tanpa reaksi dilakukan hanya dengan mencampur pati sagu dengan gluten dengan komposisi yang telah ditentukan menggunakan blender tanpa adanya perlakuan suhu dan penambahan bahan lainnya, sedangkan perlakuaan menggunakan reaksi dilakukan dengan pemanasan suhu 50 dan 65 C serta penambahan larutan kalsium klorida dengan konsentrasi 2%. Rancangan pembuatan tepung campuran sagu-gluten tanpa dan dengan reaksi pemanasan secara ringkas disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Rancangan pembuatan tepung sagu-gluten Perlakuan Penambahan gluten ke dalam pati sagu 10% 30% 50% Suhu Reaksi Tanpa reaksi SCG10 SCG30 SCG50 Melalui CL10P50C CL30P50C CL50P50C 50 C reaksi CL10P65C CL30P65C CL50P65C 65 C Proses Ikat Silang Sagu-Gluten Proses pengikatan silang dilakukan dengan reaksi pemanasan pati di bawah suhu gelatinisasinya dalam larutan basa. Pati sagu dicampur gluten dengan konsentrasi gluten yang telah ditentukan (10%, 30%, dan 50% dari bobot sagu) hingga merata. Campuran tersebut kemudian ditambahkan akuades dengan volume 1.2 kali bobot campuran pati sagu dan gluten. Setelah itu, suspensi diaduk dengan kecepatan 30 rpm sambil dipanaskan dalam water bath pada suhu yang telah ditentukan (50 C atau 65 C) lalu ditambahkan larutan CaCl 2 dengan konsentrasi 2%. Volume larutan CaCl 2 yang ditambahkan sebanding dengan bobot campuran pati sagu dan gluten. Setelah suhu dalam suspensi mencapai kestabilan, pengadukan dan pemanasan dilanjutkan hingga 10 menit. Setelah itu suspensi diendapkan dan didinginkan pada suhu ruang. Endapan dikeringkan dalam pengering blower dengan suhu 65 C selama jam. Kemudian endapan yang telah kering ditepungkan hingga halus. Proses selengkapnya disajikan dalam diagram alir pada Gambar 2.

17 5 Gambar 2 Proses ikat silang pati sagu-gluten Pengujian dan analisis produk Pengujian produk dilakukan dengan menguji swelling power, daya serap tepung terhadap air, suhu gelatinisasi, dan baking expansion serta uji FTIR untuk mengetahui gugus fungsi yang terbentuk dengan dilakukannya reaksi pemanasan dan ditambahkannya gluten ke dalam pati sagu. Prosedur pengujian produk terdapat pada Lampiran 2. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku Karakteristik pati sagu Analisa fisikokimia sagu dilakukan untuk mengetahui karakteristik sagu yang akan digunakan dalam penelitian. Karakterisasi penting dilakukan untuk

18 6 mengetahui mutu dan kondisi bahan sebelum diproses agar perlakuan yang diberikan tidak merusak bahan dan sesuai harapan. Analisa yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat. Karakteristik fisikokimia pati sagu disajikan pada tabel 2. Tabel 2 Karakteristik fisikokimia pati sagu No. Parameter Hasil uji Jading et al. (2011) Yuliasih et al. (2007) 1 Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar lemak kasar (%) Kadar protein kasar (%) Kadar karbohidrat by difference (%) 6 Suhu gelatinisasi ( C) Kadar air pati sagu hasil pengujian memiliki persentase yang lebih besar dari pati sagu yang diuji oleh Jading et al. (2011) dengan pengeringan secara konvensional dan sagu yang diuji oleh Yuliasih et al. (2009). Kadar abu yang diuji tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan yaitu sekitar %. Kadar lemak pati sagu kurang dari 1%, kadar protein sebesar 1.14% dan diperoleh kadar karbohidrat melalui by difference sebesar 83.29%. Secara umum, pati sagu yang dikeringkan secara konvensional memiliki suhu gelatinisasi yang sama yaitu sekitar C. Suhu 65 C merupakan suhu pada saat pati sagu mulai tergelatinisasi sedangkan 71 C merupakan puncak gelatinisasi. Menurut Radley (1976) dalam Jading et al. (2011) struktur dan ukuran granula pati sagu berkaitan dengan suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi yang tidak berbeda antara sampel yang diuji dengan literatur menunjukkan bahwa pati sagu memiliki kualitas yang baik untuk digunakan dalam penelitian. Karakteristik tepung gluten gandum Karakteristik kimia tepung gluten gandum yang diuji antara lain kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein yang disajikan pada Tabel 3. Kadar air tepung gluten yang digunakan memiliki kadar air yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan kadar air pada Cloudualdo et al. (1994) yaitu sebesar 9.18%. Hal tersebut terjadi karena menurut Wieser (2007) gluten memiliki kapasitas penyerapan air yang cukup baik sehingga pada proses produksinya memungkinkan terjadinya penyerapan air yang banyak disamping metode produksi tepung gluten yang digunakan. Cloudualdo et al. (1994) menunjukkan bahwa gluten dengan kadar air yang cukup tinggi hingga 8.20% merupakan gluten yang diproduksi menggunakan metode flash dried. Kadar abu tepung gluten gandum yang hasil uji relatif lebih kecil dari kadar abu gluten pada Cloudualdo et al. (1994) yang dibuat dengan metode flash dried. Sementara itu, kadar lemak gluten hasil uji relatif jauh lebih besar dari gluten yang diproduksi menggunakan metode flash dried pada Cloudualdo et al. (1994). Kadar protein gluten yang digunakan dalam penelitian ini lebih besar 1.25% dari gluten yang dihasilkan dengan metode flash dried pada Cloudualdo et al.

19 (1994). Sedangkan menurut Wieser (2007) gluten mengandung protein sebesar 75 85% yang terbentuk dari dua komponen terbesarnya yaitu gliadin dan glutenin. Tabel 3 Komposisi kimia tepung gluten gandum No. Komponen Hasil uji Clodualdo et al. (1994) 1 Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar lemak (%) Kadar protein (%) Pembuaatan Tepung Sagu-Gluten Proses ikat silang pati sagu-gluten dilakukan dalam gelas piala dengan sumber panas berasal dari water bath. Prosesnya yaitu gluten gandum dicampurkan ke dalam pati sagu dengan perbandingan yang telah ditentukan (10%, 30%, dan 50% dari bobot sagu) dan ditambahkan akuades. Setelah itu dilakukan pengadukan dengan kecepatan 30 rpm disertai pemanasan dengan suhu yang telah ditentukan yaitu 50 C atau 65 C. Sesaat setelah dilakukan pemanasan, larutan CaCl 2 dengan konsentrasi 2% dimasukkan ke dalam suspensi sagu-gluten. Volume larutan CaCl 2 yang digunakan sebanding dengan bobot campuran sagugluten. Penambahan akuades dilakukan untuk memudahkan pengadukan bahan dan distribusi panas di dalam reaktor. Sementara itu penambahan larutan CaCl 2 dilakukan dalam upaya melarutkan gluten dalam air. Pemanasan di bawah suhu gelatinisasi dilakukan hanya untuk melemahkan atau menurunkan interaksi hidrogen dalam pati sehingga struktur pati menjadi lebih amorf dan mudah dimasuki oleh air, tidak sampai membuat granula pati lisis. Melemahnya ikatan hidrogen memungkinkan gluten yang terlarut ikut masuk ke dalam granula pati bersama air. Proses pemanasan pada suspensi sagu-gluten ini berlangsung selama 10 menit dihitung sejak stabilnya suhu suspensi sagu-gluten dalam reaktor. Penentuan lamanya reaksi dilakukan dengan pertimbangan bahwa semakin lama proses pemanasan dengan air berlebih dilakukan, semakin banyak pula air yang terserap dan membuat granula pati rentan dengan kerusakan sebagaimana menurut Salim dan Widya (2015) yang mengatakan bahwa penyerapan air semakin banyak seiring peningkatan waktu perendaman bahan. Setelah itu, suspensi didekantasi untuk memisahkan endapan pati-gluten dan larutan sisa proses (residu). Dekantasi dilakukan pada suhu ruang hingga campuran sagu-gluten mengendap. Bersamaan dengan itu, suhu campuran sagugluten diturunkan perlahan-lahan hingga suhu ruang sebelum dikeringkan dalam oven blower. Residu dari proses dekantasi berupa larutan dengan warna keruh kekuningan. Muncul dugaan bahwa larutan tersebut masih banyak mengandung protein terlarut. Uji biuret terhadap larutan tersebut menunjukkan warna ungu atau positif

20 8 mengandung protein. Dengan demikian diketahui bahwa terjadi kehilangan protein dengan dilakukannya proses ini. Selanjutnya pengeringan dilakukan dalam oven blower dengan suhu 65 C selama jam. Setelah kering, campuran pati sagu-gluten menjadi agak kekuningan yang menandakan terjadinya reaksi Maillard. Menurut Aminah dan Joko (2010) reaksi Maillard terjadi karena reaksi antara asam amino dan gula pereduksi dengan bantuan panas. Hal ini sering terjadi pada pengeringan bahan yang mengandung protein dan gula seperti umbi-umbian yang diolah dengan pemanasan. Sementara itu menurut Yokotsuka (1986) dalam Rosida et al. (2011) reaksi Maillard terjadi karena gugus karbonil (C=O) dari gula bereaksi dengan asam amino, sedangkan menurut Palupi et al. (2007) reaksi Maillard terjadi melalui ikat silang antara protein dan gugus karbonil atau dikarbonil pada gula pereduksi yang terbentuk. Selanjutnya penepungan dilakukan dengan menggunakan crusher setelah campuran pati-gluten kering didiamkan hingga mencapai suhu ruang. Tepung yang telah halus kemudian dikemas dalam plastik polietilen. Setelah itu, tepung diuji kadar proteinnya untuk mengetahui banyaknya protein yang tersisa setelah dilakukannya proses pemanasan dan pengeringan yang menyebabkan reaksi Maillard. Selain tepung yang dibuat dengan reaksi pemanasan dalam larutan basa, dibuat pula tepung tanpa reaksi yang dibuat hanya dengan mencampur gluten ke dalam pati sagu berdasarkan persentase yang telah ditentukan (10%, 30%, dan 50% dari bobot sagu) sebagai pembanding. Pencampuran dilakukan menggunakan blender dalam kondisi kering. Pencampuran gluten ke dalam sagu tanpa proses ikat silang dapat meningkatkan kandungan protein tepung sagu-gluten. Semakin besar kadar penambahan gluten ke dalam sagu, semakin besar pula kadar proteinnya (Tabel 4). Hal tersebut terjadi karena gluten yang digunakan sudah memiliki kadar protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 70.25%. Tabel 4 juga menunjukkan perbandingan kadar protein tepung yang dibuat tanpa dan dengan reaksi pemanasan dalam larutan basa (ikat silang). Tepung yang dihasilkan dari proses pemanasan dalam larutan basa (ikat silang) memiliki kadar protein yang relatif lebih kecil dari tepung yang dihasilkan hanya dengan pencampuran. Selain itu, tepung sagu-gluten hasil ikat silang mengalami penurunan kadar protein yang semakin besar dengan ditingkatkannya konsentrasi penambahan gluten. Penurunan kadar protein terbesar terjadi pada tepung yang dihasilkan dengan proses pemanasan 65 C dan penambahan gluten 50% (CL50P65C) yaitu sebesar 14.16%. Hilangnya protein pada tepung dengan reaksi pemanasan dalam larutan basa (ikat silang) semakin besar dengan banyaknya penambahan gluten ke dalam sagu. Hal tersebut terjadi karena semakin besar bobot sagu-gluten yang direaksikan, semakin besar pula volume pelarut basa yang digunakan sehingga banyak protein yang terlarut dalam larutan tersebut dan tidak digunakan lagi setelah proses dekantasi. Selain itu, reaksi Maillard juga dapat mengurangi kadar protein yang terkandung dalam tepung karena sebagian protein tersebut bereaksi dengan gugus karbonil (C=O) yang berasal dari gula pereduksi pada pati saat proses pengeringan. Kejadian ini menunjukkan bahwa tepung dapat mengalami

21 kehilangan protein sebanyak dua kali yaitu ketika larutan residu dibuang dan pengeringan dalam oven blower. Penambahan gluten (% dari bobot sagu) Tabel 4 Kadar protein produk tepung sagu-gluten Kadar protein (%) Tepung tanpa proses pemanasan Tepung dengan pemanasan 50 C Tepung dengan pemanasan 65 C 9 Sifat Tepung Sagu Termodifikasi Analisa yang dilakukan terhadap produk meliputi analisa swelling power, daya serap produk terhadap air, suhu gelaitinisasi, baking expansion dan analisa gugus fungsi menggunakan uji FTIR (Fourier Transform Infra Red). Swelling power Uji swelling power pada suhu 70 C menunjukkan peningkatan dengan dilakukannya proses ikat silang. Penambahan kadar gluten ke dalam sagu tanpa adanya proses ikat silang tidak dapat meningkatkan swelling power sagu. Masingmasing perlakuan memiliki swelling power terbesar pada produk dengan penambahan gluten 30% dari bobot sagu sedangkan swelling power terbesar dari seluruh perlakuan terdapat pada produk yang dibuat dengan reaksi pemansan 50 C dan penambahan gluten 30% dari bobot sagu (CL30P50C) (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya proses perebusan pati sagu-gluten di bawah suhu gelatinisasi menghasilkan pati yang memiliki daya mengembang lebih besar daripada sagu murni dan sagu-gluten dengan hanya pencampuran tanpa reaksi pemanasan. Menurut Hapsari et al. (2011) perebusan memberikan pemanasan yang menyebabkan penyerapan air ke dalam granula pati hingga glanula membengkak dan ikatan hidrogen dalam granula melemah. Granula yang telah membengkak oleh pemanasan memiliki ukuran yang lebih besar daripada pati murni. Selain itu, adanya perlakuan perebusan dan pengeringan memudahkan granula pati mengembang dengan maksimal. Hal itulah yang menjadikan pati dengan proses tersebut mudah dan cepat mengembang serta memiliki swelling power yang tinggi. Penambahan gluten dan reaksi pemanasan dapat meningkatkan swelling power karena antara gluten dan pati terbentuk matriks yang memerangkap granula pati lainnya yang menyerap air sehingga saat diberi pemanasan 70 C (uji swelling power) granula pati dapat mengembang maksimal namun tidak sampai pecah dan larut air. Syamsir (2011) menyatakan bahwa matriks akan terbentuk oleh ikatan silang antar polimer gluten, antar polimer pati, dan interaksi keduanya kemudian matriks memerangkap pati dalam berbagai bentuk baik pati yang membengkak maupun yang tergelatinisasi.

22 10 Gambar 3 Swelling power sagu murni, sagu-gluten tanpa dan dengan reaksi pemanasan serta tepung terigu pada suhu 70 C Penambahan gluten sebesar 30% dari bobot sagu memberikan swelling power tertinggi yang menunjukkan penambahan kadar gluten yang optimal. Pada titik tersebut penyerapan air oleh pati terjadi secara maksimal di samping penggunaan air oleh gluten dan pati sagu juga optimal dalam membentuk matriks. Kemampuan pati dalam menyerap air yang dapat mempengaruhi daya mengembang itulah yang disebut dengan kapasitas hidrasi pati. Menurut Bertolini et al. (2001) dalam Tethool et al. (2012) pati dengan kapasitas hidrasi yang tinggi mampu mengikat air lebih banyak dan mengembang lebih besar. Hal tersebut dikarenakan besarnya penguapan air dalam granula dan tekanan saat pemanasan. Sementara itu, penambahan gluten lebih dari 30% hingga 50% dari bobot sagu menyebabkan penurunan swelling power. Hal tersebut terjadi karena pada produk tersebut terdapat kelebihan gluten yang tinggi sehingga penyerapan air lebih banyak dilakukan oleh gluten daripada pati dan menyebabkan hidrasi oleh granula pati tidak maksimal. Data swelling power dapat dilihat pada Lampiran 3. Daya serap tepung terhadap air Daya serap terhadap air dari sampel semakin besar dengan dilakukannya proses pemanasan pada pati sagu-gluten dalam larutan basa dan seiring penambahan kadar gluten pada setiap perlakuan (Gambar 4). Peningkatan daya serap terhadap air disebabkan kandungan gluten yang mampu menyerap air lebih besar untuk membentuk matriks bersama pati. Setelah matriks terbentuk, air juga terperangkap di dalam matriks bersama pati. Kemampuan pati menyerap air juga disebabkan oleh proses pemanasan dengan air berlebih yang diberikan. Menurut Puung (2012), interaksi hidrogen intra dan intermolekul antar amilosa, amilosa dan amilopektin, maupun antar amilopektin diturunkan oleh energi panas yang diberikan. Interaksi hidrogen dalam pati yang melemah tersebut memungkinkan granula dapat menyerap air lebih banyak dibandingkan dengan pati yang tidak dilakukan proses pemanasan dalam air.

23 Peningkatan daya serap terhadap air seiring peningkatan penambahan kadar gluten memiliki kecendrungan yang sama dengan swelling power produk dengan penambahan gluten 10 dan 30% di setiap perlakuan. Hal ini menunjukkan pengembangan produk yang besar disebabkan kemampuan produk tersebut mengikat air yang besar pula. Data daya serap tepung terhadap air disajikan pada Lampiran Gambar 4 Daya serap sagu murni, sagu-gluten tanpa dan dengan reaksi pemanasan serta tepung terigu terhadap air Suhu gelatinisasi Peningkatan suhu gelatinisasi terjadi seiring penambahan kadar gluten pada setiap perlakuan, namun tidak ada perbedaan suhu gelatinisasi yang signifikan antar perlakuan (Gambar 5). Peningkatan suhu gelatinisasi seiring penambahan persentase gluten disebabkan energi panas yang dibutuhkan untuk menggelatinisasikan pati juga digunakan oleh gluten sehingga energi yang dibutuhkan lebih besar dan suhu gelatinisasinya lebih tinggi. Data lengkap suhu gelatinisasi tepung disajikan pada Lampiran 5. Gambar 5 Suhu gelatinisasi sagu murni, sagu-gluten tanpa dan dengan reaksi pemanasan serta tepung terigu

24 12 Baking expansion Menurut Demiate et al. (2000) baking expansion merupakan sifat adonan yang dinyatakan dalam volume spesifik dengan membagi volume dengan massa hasil panggangan (ml/g). Nilai terbesar ditunjukkan oleh produk yang dibuat dengan ikat silang bersuhu 50 C, sedikit lebih kecil dari tepung terigu dengan selisih 0.04 ml/g dan lebih besar dari sagu murni dengan selisih 0.18 ml/g (Gambar 6). Nilai baking expansion tersebut menunjukkan derajat pengembangan sebesar 21% dari sagu murni. Data baking expansion disajikan pada Lampiran 6. Peningkatan volume spesifik atau baking expansion tersebut disebabkan oleh peningkatan kapasitas hidrasi pati sagu atau daya serap terhadap air. Peningkatan kapasitas hidrasi menyebabkan jumlah air terikat pada matriks patigluten semakin banyak. Menurut Bertolini et al. (2001) dalam Tethool et al. (2012) pati dengan kapasitas hidrasi yang tinggi mampu mengikat air lebih banyak sehingga dapat mengembang lebih besar karena besarnya penguapan air dan tekanan dari dalam bahan selama proses pemanggangan. Gambar 6 Baking expansion sagu murni, sagu-gluten tanpa dan dengan reaksi pemanasan serta tepung terigu Analisa spektrum inframerah Uji FTIR (Fourier Transform Infra Red) dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi yang terbentuk dan perubahan yang terjadi pada struktur pati setelah reaksi pemanasan dan penambahan gluten. Sampel yang digunakan dalam uji FTIR ini antara lain sampel sagu murni, SCG30 dan CL30P50C. Hal yang mendasari penggunaan sampel SCG30 dan CL30P50C tersebut karena masing-masing mewakili sampel tepung yang dibuat tanpa dan dengan reaksi ikat silang serta memiliki nilai swelling power terbesar. Terdapat tujuh buah puncak spektrum sampel yang dianalisa dari diuji FTIR (Gambar 7). Gugus yang ditunjukkan oleh puncak ketiga sampel tersebut antara lain OH pada bilangan gelombang cm -1, C-H pada cm -1

25 dan cm -1, C-O pada 1080 cm -1, C=O pada cm -1 serta C-N pada cm -1 kecuali ikatan N-H pada cm -1 yang hanya ada pada sampel SCG30 dan CL30P50C (Tabel 5). 13 Gambar 7 Spektrum inframerah sampel sagu murni, SCG30, dan CL30P50C Tabel 5 Interpretasi puncak spektrum inframerah sampel sagu murni, SCG30, dan CL30P50C Sampel Sagu Bilangan gelombang (cm -1 ) Transmitan (%) murni SCG CL30P50C Keterangan OH C-H NH C=O C-O C-H C-N Berkurangnya kuantitas ikatan C-H pada panjang gelombang cm -1 dan cm -1 menunjukkan terjadinya pelepasan hidrogen dalam granula pati karena adanya proses pemanasan. Menurut Puung (2012) energi panas mampu menurunkan interaksi hidrogen inter dan intra molekul antar amilosa, amilosa dengan amilopektin maupun antar amilopektin. Adanya penurunan interaksi hidrogen dalam pati hingga ikatannya melemah dan terjadi pelepasan hidrogen memudahkan granula pati dimasuki oleh air saat reaksi berlangsung. Sementara itu puncak spektrum inframerah pada bilangan gelombang cm -1 menunjukkan ikatan NH sebagaimana dalam Butoliya (2010) bahwa ikatan NH ditunjukkan oleh bilangan gelombang cm -1. Puncak spektrum inframerah tersebut mengalami pelemahan setelah campuran sagugluten dilakukan pemanasan dalam larutan basa (ikat silang). Melemahnya puncak spektrum inframerah ikatan NH dapat digunakan untuk menunjukkan terjadinya penurunan kadar protein pada sampel.

26 14 Selain terjadinya pelemahan puncak spektrum inframerah yang menunjukkan berkurangnya kuantitas suatu gugus fungsi, terjadi pula penguatan puncak spektrum inframerah sampel setelah dilakukan proses pemanasan pati sagu-gluten dalam larutan basa (ikat silang) ditandai dengan peningkatan persentase absorbansi (berkurangnya persentase transmitan). Peningkatan persentase absobansi sampel terjadi pada ikatan C-N, gugus hidroksil (OH), C-O dan karbonil (C=O). Puncak spektrum inframerah yang menguat pada bilangan gelombang cm -1 mengindikasikan terjadinya penambahan kuantitas ikatan C-N pada tepung atau pengikatan antara pati sagu dan gluten (Gambar 8). Sampel campuran sagu-gluten tanpa reaksi (SCG30) memiliki ikatan C-N yang hanya berasal dari gluten saja, sedangkan sampel yang dihasilkan dengan reaksi pemanasan (CL30P50C) memiliki ikatan C-N yang berasal dari gluten dan ikatan antara sagugluten. Mekanisme pengikatan keduanya yaitu dengan substitusi yang dilakukan oleh gugus NH gluten terhadap gugus OH pada atom C2 pati sehingga menghasilkan ikatan C-N antara pati dan gluten. Selain itu, adanya reaksi Maillard ketika pengeringan juga memungkinkan terjadinya ikat silang antara gugus karbonil (C=O) yang terbentuk pada pati dengan protein sebagaimana menurut Yokotsuka (1986) dalam Rosida et al. (2011) sehingga menambah jumlah ikatan C-N yang terbentuk. Sementara itu, meningkatnya gugus hidroksil (OH) berdasarkan spektrum inframerah sampel mengindikasikan peningkatan kadar air. Hal tersebut juga ditunjukkan dengan peningkatan ikatan C-O. Ikatan tersebut menunjukkan terjadinya penyerapan air oleh pati sehingga membentuk gugus C-OH dan menyebabkan struktur pati menjadi lebih amorf. Menurut Sukardi et al. (2012) proses perendaman pati dapat meningkatkan kemampuan pati dalam menahan air melalui ikatan hidrogen, sedangkan suhu berperan terhadap penetrasi air masuk ke dalam pati. Sementara itu, Salim dan Widya (2015) menyatakan bahwa bahan dengan kandungan pati jika dilakukan perendaman akan menyerap air lebih banyak seiring peningkatan waktu perendaman. Terbentuknya gugus karbonil (C=O) dengan jumlah yang lebih banyak ditunjukkan puncak spektrum inframerah pada bilangan gelombang cm -1 (Gambar 9). Hal tersebut terjadi pada campuran sagu-gluten dilakukan proses ikat silang. Menurut Wang dan Wang (2003) gugus karbonil berkontribusi terhadap kapasitas hidrasi pati sagu, begitu pula gugus karboksil (-COOH) yang terbentuk dari gugus OH, C-O, dan C=O. Peningkatan kapasitas hidrasi sagu menurut Bertolini et al. (2001) dalam Tethool et al. (2012) menyebabkan jumlah air yang terikat dalam pati semakin banyak dan mempengaruhi daya mengembang pati. Gugus karbonil (C=O) yang terbentuk selain berperan dalam kapasitas hidrasi pati juga berperan dalam proses ikat silang yang terjadi akibat reaksi Maillard. Menurut Yokotsuka et al. (1986) dalam Rosida et al. (2011) gugus karbonil dari gula dapat bereaksi dengan asam amino yaitu pada reaksi Maillard sedangkan menurut Palupi et al. (2007) reaksi Maillard terjadi karena karbonil atau dikarbonil yang terdapat pada gula pereduksi berikatan silang dengan protein. Gugus karbonil yang terbentuk pada tepung setelah pemanasan campuran dalam larutan basa (ikat silang) tidak seluruhnya bereaksi dengan protein saat terjadi reaksi Maillard. Hal tersebut ditunjukkan oleh kadar protein yang

27 terkandung dalam tepung masih cukup tinggi dan masih adanya gugus karbonil yang terbaca oleh spektrum inframerah setelah uji FTIR. 15 Gambar 8 Spektrum inframerah sagu murni, SCG30, dan CL30P50C pada daerah ikatan C-N Gambar 9 Spektrum inframerah sagu murni, SCG30, dan CL30P50C pada daerah gugus karbonil (C=O) SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Proses ikat silang pati sagu-gluten dengan pemanasan di bawah suhu gelatinisasinya dalam larutan basa dapat meningkatkan swelling power dan baking expansion pati sagu sedangkan pencampuran pati sagu dengan gluten tanpa ikat silang tidak dapat meningkatkan swelling power sagu. Proses ikat silang pati sagu

28 16 dengan gluten pada suhu 50 C dan penambahan gluten 30% dari bobot sagu (CL30P50C) memberikan nilai swelling power dan baking expansion tertinggi yaitu masing-masing 61 ± 2% dan 1.03 ml/g ± 2% dengan derajat pengembangan sebesar 21% dari sagu murni serta memiliki kadar protein sebesar 9.44%. Daya serap tepung terhadap air sedikit meningkat dengan dilakukannya ikat silang pati sagu dengan gluten. Ikatan silang ditunjukkan dengan bertambahnya jumlah ikatan C-N yang terjadi pada sampel CL30P50C oleh puncak spektrum inframerah pada panjang gelombang cm -1. Saran Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai kualitas adonan yang dihasilkan dari tepung sagu-gluten yang telah diikatsilang melalui proses pemanasan dalam larutan basa meliputi daya kembang adonan mentah dan daya kembang adonan setelah dipanggang dengan metode basic bread. Selain itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut pada metode ikat silang sehingga produk tidak mengalami kehilangan kadar protein yang cukup tinggi. DAFTAR PUSTAKA Aminah S, Joko TI Analisis akrilamida pada keripik dan kudapan goreng dari umbi-umbian. Prosiding Seminar Nasional UNIMUS. Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Semarang. Anonim Sagu Sebagai Bahan Pangan. Ebookpangan.com. [AOAC] Association of Official Agricultural Chemist Official methods of Analysis of AOAC International. Arlington, Virginia. USA. Arisanti Sagu Selatpanjang Meranti dilepas sebagai varietas benih bina tanaman perkebungan. [Internet]. [diunduh: 11 April 2014]. Tersedia pada: Arisanti Varietas sagu baru SAGU BARUQ. [Internet]. [diunduh: 15 Juli 2014]. Tersedia pada: varietas-sagu-baru-%e2%80%9csagu-baruq%e2%80%9d.html. Breemer R Studi perbandingan tepung kedelai dan tepung sagu terhadap mutu kue Bangket Sagu. J Budid Pertan. 8: Butoliya SS, Gurnule WB, Zade AB Study of non-isothermal decomposition and kinetic analysis of 2,4-dihidroxybenzoic acid-melamineformaldehyde copolymer. J Chem. 7(3): Chowdary KPR, Udaya C Preparation and evaluation of cross linked starch urea a new polymer for controlled release of diclofenac. Int J Chem Sci. 7(4): Clodualdo C, Maningat, Sukh B, Hesser JM Wheat gluten in food and nonfood system. Tech Bull. 16:6. Demiate IM, Dupuy N, Huvenne JP, Cereda MP, Wosiacki G Relationship between baking behavior of modified cassava starches and starch chemical structure determined by FTIR spectroscopy. Carbohyd polym. 42:

29 Ditjen Bina Produksi Pertanian Arah kebijakan pengembangan agribisnis sagu di Indonesia. Dalam: Sagu untuk ketahanan pangan. Prosiding Seminar Sagu. Manado, 6 Oktober Puslitbangbun Hapsari TP, Zainul A, Nugroho Pengaruh pre gelatinisasi terhadap karakteristik tepung singkong. J Teknol Pangan. 1(1):1-14. Jading A, Eduard T, Paulus P, Sarman G Karakteristik fisikokimia pati sagu hasil pengeringan secara fluidisasi menggunakan alat pengering cross flow fluidized bed bertenaga surya dan biomassa. J Univ Neg Papua. 13(3): Koran Jakarta Perlu kebijakan tegas hentikan impor gandum. (Jumat, 11 April 2014) [Internet]. [diunduh: 14 Juli 2014]. Tersediapada: as%20hentikan%20impor%20gandum. Limbongan J Morfologi beberapa jenis sagu potensial di Papua. J Litbang Pertan. 26(1): Muchtadi TR, Sugiyono Petunjuk laboratorium ilmu pengetahuan bahan pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. PAU-Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Indonesia. Palupi NS, Zakaria FR, Prangdimurti Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi Pangan. Modul e-learning ENPB, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB. Puung FV Karakteristik sifat fisiko-kimia pati ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) varietas ayamurasaki termodifikasi proses perendaman dan heat moisture treatment (HMT) [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Raina C, Singh S, Bawa A, Saxena D Some characteristic of acetylated, cross-linked and dual modified Indian rice starches: Eu Food Res Technol. 223: Rosida DF, Wijaya CH, Apriyanto A, Zakaria FR Efektifitas metode aktivitas antioksidan pada fraksi kecap manis dan model glukosa-glisinsistein. REKAPANGAN J Teknol Pangan. 5(1): Salim AR, Widya DRP April. Pengaruh suhu dan lama annealing terhadap sifat fisik-kimia tepung ubi jalar putih varietas manohara. J Pangan Agroindust, siap terbit. Stuart B Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Applications. John Wiley and Sons, Ltd. Sukardi M, Hindun P, Hidayat Optimasi penurunan kandungan oligosakarida pada pembuatan tepung ubi jalar dengan cara fermentasi. J Teknol Indust Pert. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya, Malang. Syamsir E Pesona Bakery. Kuloinologi Indonesia. 3(5):20. Tethool EF, Abadi J, Budi S Pengaruh konsentrasi hydrogen peroxida dan irradiasi ultraviolet terhadap sifat fisikokimia dan baking expansion pati sagu. J Univ Neg Papua. 0969: Wang YJ, Wang L Physicochemical properties of common and waxy corn starch oxidized by different level of sodium pypochloride. Carbohyd Polym. 52: Wieser H Chemistry of gluten proteins. Food microbiol. 24:

30 18 Yuliasih I, Tun TI, Illah S, Hardaning P, Krisnani S, Titi CS Pengaruh proses fraksinasi pati sagu terhadap karakteristik fraksi amilosanya. J Teknol Indust Pert.17(1):29-36.

31 19 Lampiran 1 Prosedur karakterisasi pati sagu 1. Kadar air (AOAC 2005) Cawan alumunium kosong dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 C selama 15 menit. Cawan lalu diangkat dan didinginkan dalam desikator selama 5 menit. Setelah itu ditimbang dan dicatat beratnya. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C selama 3 jam atau hingga beratnya konstan (perubahan berat tidak lebih dari g). Cawan lalu diangkat, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang berat akhirnya. Kadar air dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Kadar air (% b/b) = ( ) ( ) Keterangan: x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g) y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g) a = berat cawan kosong (g) 2. Kadar abu (AOAC 2005) Cawan porselin dipanaskan dalam tanur selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator. Setelah dingin, cawan ditimbang dan dicatat beratnya. Kemudian 5 g sampel dimasukkan ke dalam cawan lalu diabukan di dalam tanur hingga diperoleh abu berwarna putih dan beratnya konstan. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap I bersuhu 400 C lalu dilanjutkan pada suhu 550 C. Cawan lalu diangkat, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Kadar abu dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut. Kadar abu (%b/b) = Keterangan: W1 = berat sampel (g) W2 = berat abu (g) 3. Kadar lemak (AOAC 2005) Labu lemak dikeringkan di dalam oven, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dalam kertas saring kemudian ditutup kapas yang bebas lemak. Sampel dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian dipasang kondensor dan labu pada ujung-ujungnya. Lalu dimasukkan pelarut heksana ke dalam alat dan sampel direfluks selama 5 jam. Setelah itu, pelarut didestilasi dan ditampung pada tempat lain. Labu lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 C sampai diperoleh berat tetap. Labu lemak kemudian dipindahkan ke desikator untuk didinginkan, lalu ditimbang dan dicatat beratnya. Berikut perhitungan kadar lemak. Kadar lemak =

32 20 Keterangan: W1 = berat sampel (g) W2 = berat lemak (g) 4. Kadar protein (AOAC 2005) Sampel sebanyak kurang lebih 0.2 g (kira-kira membutuhkan 3 10 ml HCl 0.01N/0.02N) ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml. Lalu ditambahkan 2 g K 2 SO 4, 50 mg HgO, 2 ml H 2 SO 4 pekat, dan batu didih. Sampel kemudian didekstruksi selama jam hingga jernih dan didinginkan. Setelah itu, ditambahkan 2 ml air yang dimasukkan secara perlahan ke dalam labu dan didinginkan kembali. Cairan hasil dekstruksi (cairan X) dimasukkan ke dalam alat destilasi dan labu dibilas dengan air. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi. Erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml H 3 BO 3 dan 2 tetes indikator (Methylen red : Methylen blue = 2:1) diletakkan di ujung kondensor alat destilasi dengan ujung selang kondensor terendam dalam larutan H 3 BO 3. Cairan X ditambahkan 10 ml NaOH-Na 2 S 2 O 3 dan destilasi dilakukan hingga larutan dalam erlenmeyer ± 50 ml. Larutan dalam erlenmeyer kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari hijau menjadi abu-abu. Prosedur yang sama dilakukan juga untuk penetapan blanko. Berikut perhitungan kadar nitrogen dan kadar protein. Kadar N (%) = ( ) Kadar protein (%) = %N x 5,95 Keterangan: Vs = volume HCl untuk titrasi sampel (ml) Vb = volume untuk titrasi blanko (ml) C = konsentrasi HCl (N) W = berat sampel (mg) 5. Kadar karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by difference yaitu dengan perhitungan melibatkan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam menghitung kadar karbohidrat dengan metode by difference. Kadar karbohidrat (%) = 100% (%k. air + %k. abu + %k. protein + %k. lemak)

33 21 Lampiran 2 Prosedur pengujian produk 1. Swelling power (Raina et al. 2006) Pati ditimbang (0.5 g berat kering) dan dimasukkan ke dalam gelas piala. Pati dilarutkan dalam akuades 25 ml sambil diaduk dengan kecepatan 200 rpm selama 30 menit pada suhu 70 C lalu didinginkan pada suhu ruang sebelum disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 15 menit. Untuk mengukur swelling power endapan hasil sentrifugasi ditimbang dan nilainya dibandingkan dengan berat sampel kering. 2. Daya serap terhadap air (Muchtadi dan Sugiyono 1992) Sampel sebanyak 25 g diletakkan dalam wadah dan ditambahkan air sebanyak ml menggunakan buret. Campuran tersebut diuleni menggunakan tangan hingga kalis dan tidak lengket di tangan. Daya serap terhadap air dihitung menggunakan rumus: Daya serap terhadap air = ( ) ( ) 3. Suhu gelatinisasi (Radley 1976 dalam Jading et al. (2011)) Suspensi pati 10% (b/v) dipanaskan pada penangas air sambil dilakukan pengadukan. Pengukuran suhu gelatinisasi dilakukan menggunakan termometer dari awal pati bergelatinisasi hingga gelatinisasi sempurna. 4. Prosedur uji baking expansion (Demiate et al dengan sedikit modifikasi) Sampel sebanyak 20 g diletakkan dalam wadah dan ditambahkan air untuk dibentuk adonan hingga kalis. Setelah jadi, adonan dibagi menjadi beberapa buah dan dicetak. Lalu adonan dipanggang pada suhu 200 C selama 20 menit. Adonan yang telah dipanggang kemudian didinginkan pada suhu ruang selama 10 menit dan ditimbang. Setelah itu dilapisi parafin, cat, atau gemuk untuk kemudian diukur volumenya. Sampel yang telah dilapisi parafin dimasukkan ke dalam gelas ukur yang telah diisi air. Pertambahan volume air pada gelas ukur merupakan volume sampel. Baking expansion dihitung sebagai berikut. Baking expansion = ( ) ( )

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. 3.2 Alat Alat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH PENGIKATAN GLUTEN PADA TEPUNG BERAS DALAM UPAYA PENINGKATAN KUALITAS ADONAN TEPUNG BERAS SULASTRI

PENGARUH PENGIKATAN GLUTEN PADA TEPUNG BERAS DALAM UPAYA PENINGKATAN KUALITAS ADONAN TEPUNG BERAS SULASTRI PENGARUH PENGIKATAN GLUTEN PADA TEPUNG BERAS DALAM UPAYA PENINGKATAN KUALITAS ADONAN TEPUNG BERAS SULASTRI DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu 1. Analisa Proksimat a. Kadar Air (AOAC 1999) Sampel sebanyak 2 g ditimbang dan ditaruh di dalam cawan aluminium yang telah diketahui

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Diambil 1 kg tepung onggok singkong yang telah lebih dulu dimasukkan dalam plastik transparan lalu dikukus selama 30 menit Disiapkan 1 liter

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan yaitu umbi garut kultivar creole berumur 10 bulan yang diperoleh dari kebun percobaan Balai Penelitian Biologi dan Genetika Cimanggu

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Alat dan Bahan. B. Metode Penelitian. 1. Persiapan Sampel

METODE PENELITIAN. A. Alat dan Bahan. B. Metode Penelitian. 1. Persiapan Sampel III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Sampel yang digunakan untuk pengukuran ripitabilitas yaitu isolat protein kedelai, kedelai yang ditambahkan dekstrin, dan kacang kedelai, sedangkan untuk pengukuran

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode 16 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Maret 2011, bertempat di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan muffin adalah tepung terigu, tepung ubi jalar, tepung jagung, margarin, air, garam, telur, gula halus, dan baking

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Juni Agustus 2013 di. PT. Great Giant Pineapple, Terbanggi Besar Lampung Tengah.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Juni Agustus 2013 di. PT. Great Giant Pineapple, Terbanggi Besar Lampung Tengah. III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni Agustus 2013 di PT. Great Giant Pineapple, Terbanggi Besar Lampung Tengah. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai pengambilan sampel di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan dianalisis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) Lampiran 2. Hasil analisis kualitas air hari pertama

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) Lampiran 2. Hasil analisis kualitas air hari pertama LAMPIRAN 1 Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) perlakuan proksimat (% bobot kering) Protein Lemak Abu Serat kasar Kadar air BETN Pakan komersil 40,1376 1,4009 16,3450 7,4173

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

A. WAKTU DAN TEMPAT B. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN. 1. Penelitian Tahap I

A. WAKTU DAN TEMPAT B. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN. 1. Penelitian Tahap I III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Juli 2011 hingga Februari 2012, bertempat di Laboratorium Rekayasa dan Proses Pengolahan Pangan Departemen Ilmu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah 3. MATERI DAN METODE Proses pemanasan dan pengeringan gabah beras merah dilakukan di Laboratorium Rekayasa Pangan. Proses penggilingan dan penyosohan gabah dilakukan di tempat penggilingan daerah Pucang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari: - neraca analitik - Ohauss. alat destruksi Kjeldahl 250ml -

BAB III BAHAN DAN METODE. Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari: - neraca analitik - Ohauss. alat destruksi Kjeldahl 250ml - BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Alat alat Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari: - neraca analitik - Ohauss alat destruksi Kjeldahl 250ml - - alat destilasi uap - - - labu destruksi

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) LAMPIRAN 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) METODE PENGUJIAN Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Untuk pengujianan total oksalat ke dalam Erlenmeyer ditambahkan larutan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, sementara pengujian mutu gizi dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan Reproduksi Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei Tahun 2013 di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas Pertanian Dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Lampiran 1 BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Bahan Tepung ubi jalar Putih Coklat collata Margarin Gula pasir Telur Coklat bubuk Kacang kenari Jumlah 250 gr 350 gr 380 gr 250 gr 8 butir 55 gr 50 gr Cara Membuat:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan satu faktor (Single Faktor Eksperimen) dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan yaitu penambahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016.

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016. 23 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Nutrisi dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian tentang pengaruh variasi konsentrasi penambahan tepung tapioka dan tepung beras terhadap kadar protein, lemak, kadar air dan sifat organoleptik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dan Analisis kandungan nutrient bahan pakan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Lebih terperinci

x100% LAMPIRAN PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Ganjyal et al., 2006; Shimelis et al., 2006)

x100% LAMPIRAN PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Ganjyal et al., 2006; Shimelis et al., 2006) LAMPIRAN PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Ganjyal et al., 2006; Shimelis et al., 2006) Prosedur pengujian daya serap air: 1. Sampel biskuit dihancurkan dengan menggunakan mortar. 2. Sampel

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan tahapan kegiatan, yaitu : bahan baku berupa singkong yang dijadikan bubur singkong,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil singkong. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil singkong. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil singkong. Menurut Badan Pusat Statistik, produksi singkong nasional pada tahun 2010 adalah 24,08 juta ton/tahun dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan 1. Penentuan Formulasi Bubur Instan Berbasis Tepung Komposit : Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam Tujuan: - Mengetahui

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan juni 2011 sampai Desember 2011, dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. Indokom

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang kedelai, kacang tanah, oat, dan wortel yang diperoleh dari daerah Bogor. Bahan kimia yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT 3.1.1. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ubi jalar varietas Ceret, air, gula halus, margarin, tepung komposit (tepung jagung dan tepung

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

4. Total Soluble Carbohydrate (Metode Phenol-AsamSulfat)

4. Total Soluble Carbohydrate (Metode Phenol-AsamSulfat) LAMPIRAN Lampiran 1. Karakterisasi Komposisi Mutu Cairan Fermentasi dan Tapioka Asam 1. ph (AOAC, 1995) Sampel sebanyak 2,5 g dilarutkan dalam 25 ml aquades. Pengukuran ph menggunakan alat ph meter yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 28 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa serta Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2011. Pelaksanaan penelitian di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai 13 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai penjual di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang dan Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai dengan Oktober 2012. Adapun laboratorium yang digunakan selama penelitian antara lain Pilot

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit singkong dengan penggunaan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau atau tauge. Nata yang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari sampai Maret 2015 bertempat di Desa

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari sampai Maret 2015 bertempat di Desa 22 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari sampai Maret 2015 bertempat di Desa Braja Harjosari, Kecamatan Braja Selebah, Kabupaten Lampung Timur dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Uji Akademi Kimia Analisis Penelitian dilakukan bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012.

Lebih terperinci