EVALUASI KINERJA SISTEM IPAL DOMESTIK DI IPAL LAMBUNG MANGKURAT PD PAL KOTA BANJARMASIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI KINERJA SISTEM IPAL DOMESTIK DI IPAL LAMBUNG MANGKURAT PD PAL KOTA BANJARMASIN"

Transkripsi

1 EVALUASI KINERJA SISTEM IPAL DOMESTIK DI IPAL LAMBUNG MANGKURAT PD PAL KOTA BANJARMASIN SYSTEM PERFORMANCE EVALUATION OF DOMESTIC WWTP IN LAMBUNG MANGKURAT WWTP PD PAL BANJARMASIN Ridha Audina 1, Chairul Abdi 2, dan Riza Miftahul Khair 3 1. Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, ULM, JL. A.Yani Km.36, Banjarbaru 2. Program Studi Teknik Lingkungan, ULM, Banjarbaru ridha.audina@ymail.com ABSTRAK IPAL Lambung Mangkurat sejak beroperasi pada tahun 2001 sampai sekarang belum pernah dilakukan evaluasi kinerja. Evaluasi kinerja sistem IPAL dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan IPAL dalam mengolah air limbah yang diharapkan dapat menjadi rekomendasi untuk mengoptimalkan proses pengolahan air limbah yang dilakukan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kesesuaian dimensi dan menganalisis kondisi operasional meliputi debit, waktu tinggal, beban permukaan dan beban organik air limbah terhadap efektivitas kinerja bangunan pengolahan dan IPAL secara keseluruhan Metode yang dilakukan berupa pengamatan skala lapangan terhadap karakteristik fisik dan pengamatan skala laboratorium terhadap karakterisasi kondisi operasi parameter BOD dan TSS. Hasil penelitian ini diketahui bahwa pengoperasian pompa yang dilakukan secara manual mempengaruhi debit, waktu tinggal, beban permukaan dan kualitas air limbah yang dihasilkan. Pada kondisi fisik, hanya ukuran lebar bak pengendap kedua yang belum memenuhi kriteria desain Beban permukaan seluruh unit pengolahan tidak memenuhi kriteria desain dan hanya waktu tinggal pada bak pengendap kedua yang memenuhi kriteria desain. Efesiensi penyisihan BOD pada bak pengendap pertama, RBC dan bak pengendap kedua masing-masing berkisar 16 33,85 %; 23,81 51,43 %; dan 15,63 70,59% dengan efesiensi penurunan TSS pada masing-masing unit berkisar 34,24-41,06 %; 1,9 4,61 %; dan 4,35 4,81 %. Efesiensi IPAL secara keseluruhan untuk parameter BOD yaitu46 89,59 % sedangkan untuk parameter TSS sebesar20 46,2 %. Kata Kunci : Evaluasi, IPAL, Efesiensi BOD, TSS ABSTRACK Lambung Mangkurat WWTP has operated since 2001 until now, there has never been done a performance evaluation. Evaluation of system is performed to determine the success rate in wastewater process. It s expected to improve WWTP performance. The purpose of this research was to determine the effect of suitability dimensions and analyze operational conditions include flowrate, detention time, hydraulic load and organic load of wastewater on the effectiveness of units in the process of domestic wastewater. The methods that used in this research are observational field to the physical characteristics and observation laboratory to characterization operating conditions for BOD and TSS parameter. The results of this research has known that manually operating pump affect to the flowrate, detention time, hydraulic loading and quality of wastewater. On the physical condition, only widths of secondary clarifier hasn t meet the design

2 criteria. Hydraulic loading in overall units process hasn t meet the design criteria and only detention time on the secondary clarifier that meets the design criteria. Efficiency BOD removal in the primary clarifier, RBC and secondary clarifier each ranged from %; %; and % and TSS removal in each unit ranges from %; %; and %. The efficiency of WWTP for BOD removal ranged from % while the efficiency of WWTP for TSS removal are %. Keywords: Evaluation, WWTP, Efficiency BOD, TSS I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini pengelolaan terhadap sanitasi khususnya air limbah domestik, menjadi kebutuhan yang sangat diperlukan. Air limbah domestik mengandung senyawa organik yang dapat menurunkan kualitas air, sehingga diperlukan suatu pengolahan agar tidak mencemari lingkungan. Perusahaan Daerah Pengelola Air Limbah (PD PAL) Banjarmasin sebagai perusahaan yang memberikan jasa pengumpulan dan pengolahan air limbah memberikan solusi berupa pengolahan air limbah secara terpusat (off site system). Menurut Samina dkk (2013) untuk mengetahui tingkat keberhasilan IPAL dalam mengolah air limbah dapat dilakukan evaluasi kinerja sistem IPAL untuk mendapatkan gambaran nyata mengenai kondisi yang terjadi di lapangan. Dalam jurnalnya Fitrahani dkk. (2012) menyebutkan, penentuan kinerja IPAL dapat dilihat berdasarkan karakterisasi fisik tiap unit pengolahan berupa pengukuran terhadap debit, dimensi dan waktu tinggal yang dibandingkan dengan kriteria desain. Selain itu dilakukan juga identifikasi kondisi operasi berupa pengambilan sampel air limbah dengan parameter tertentu untuk mengetahui efektivitas pengolahan pada IPAL tersebut. Evaluasi kinerja IPAL baru dilakukan pada IPAL Pekapuran Raya dan IPAL HKSN/Hasan Basry dengan kapasitas pengolahan masing-masing IPAL yaitu 2000 m 3 /hari. Berdasarkan penelitian Rizkya (2014) di IPAL Pekapuran Raya didapatkan ketidaksesuaian ukuran lebar bak pengendap kedua, debit dan waktu tinggal air limbah. Dimensi bak pengendap yang besar dengan debit masuk yang kecil, membuat beban permukaan menjadi kecil dan waktu tinggal menjadi lebih lama sehingga berpotensi terjadinya kondisi anaerob pada air limbah. Berdasarkan penelitian Febella (2015), kapasitas bak pengendap yang besar membuat tampungan air menjadi lebih banyak dan menyebabkan terjadinya kenaikan debit pada Rotating Biological Contractor (RBC) melebihi kapasitas pengolahannya. Kenaikan debit ini membuat waktu tinggal air limbah pada RBC menjadi lebih cepat, sehingga perombakan senyawa organik oleh mikroorganisme menjadi lebih singkat. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan terjadinya penurunan efesiensi pengolahan akibat ketidaksesuaian faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengolahan air limbah. Berdasarkan hasil evaluasi kinerja IPAL yang telah dilakukan didapatkan efesiensi pengolahan air limbah pada IPAL Pekapuran Raya sebesar 65,78% dan IPAL HKSN/Hasan Basry sebesar 53,425 %. IPAL Lambung Mangkurat belum pernah dilakukan evaluasi kinerja sejak beroperasi pada tahun 2001 sampai sekarang. IPAL ini memiliki kapasitas pengolahan 1000 m 3 /hari yang terbagi atas 2 bangunan pengolahan dengan kapasitas masing-masing sebesar 500 m 3 /hari. Evaluasi dilakukan pada bangunan B IPAL Lambung Mangkurat yang mencakup keseluruhan unit pengolahan air limbah meliputi karakterisasi fisik pada bak pengendap pertama, RBC dan bak pengendap kedua. Selain itu, dilakukan juga pengambilan sampel untuk mengidentifikasi kondisi operasi dengan parameter analisa Biochemical Oxygen Demand (BOD), Total Suspended Solid

3 (TSS), ph, suhu dan Disolve Oxygen (DO) serta pengencekan terhadap beban organik dan beban permukaan air limbah pada tiap unit pengolahan. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kesesuaian dimensi terhadap efektivitas kinerja bangunan pengolahan. Melalui kegiatan ini dapat diketahui tingkat keberhasilan IPAL Lambung Mangkurat dalam mengolah air limbahnya. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi IPAL Lambung Mangkurat untuk memperbaiki sistem pengolahan dan mengantisipasi kendala-kendala yang muncul di lapangan, sehingga dapat mengoptimalkan proses pengolahan air limbah yang dilakukan. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh kesesuaian dimensi terhadap kinerja bangunan pengolahan air limbah? 2. Bagaimana kondisi operasional meliputi debit, waktu tinggal, beban organik dan beban permukaan air limbah (parameter BOD, TSS, DO,pH dan suhu)? 3. Bagaimana kinerja tiap unit pengolahan dan IPAL secara keseluruhan dalam mengolah air limbah? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengevaluasi pengaruh kesesuaian dimensi terhadap kinerja bangunan pengolahan. 2. Menganalisis kondisi operasional meliputi debit, waktu tinggal, beban organik dan beban permukaan. 3. Menganalisis kinerja tiap unit pengolahan dan IPAL secara keseluruhan dalam mengolah air limbah 1.4 Tinjauan Pustaka Air Limbah Air limbah adalah air buangan dari suatu lingkungan masyarakat dimana terdapat kontaminan di dalamnya yang merupakan substansi organik dan anorganik. Menurut Yudha (2013) air limbah adalah air bekas pakai yang dihasilkan oleh aktivitas manusia baik yang berasal dari rumah tangga, pertanian, industri maupun tempat-tempat umum yang harus dibuang karena dapat membahayakan kehidupan manusia dan kelestarian lingkungan. Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman, rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Selain itu air limbah domestik juga diartikan sebagai air yang telah digunakan dan berasal dari rumah tangga atau pemukiman termasuk di dalamnya adalah yang berasal dari kamar mandi, tempat cuci, wc, tempat memasak dan kegiatan rumah tangga lainnya (Sugiharto, 1987; Santoso) Pengolahan air limbah dengan sistem RBC Rotating Biological Contactor (RBC) atau reaktor kontak biologis merupakan adaptasi dari proses pengolahan air limbah dengan biakan melekat (attached growth). Polutan organik terkandung dalam air limbah akan diurai oleh mikroba yang tumbuh di media RBC. Mikroba tersebut membentuk suatu lapisan yang disebut biofilm. Media untuk penempelan biofilm berupa piring tipis berbentuk bulat yang dipasang sejajar dalam suatu poros yang terbuat dari baja, membentuk suatu modul RBC. Selanjutnya modul diputar di dalam reaktor khusus dimana di dalamnya dialirkan air limbah secara kontinyu dengan kecepatan tertentu. Sebagai salah satu IPAL yang menerapkan proses pengolahan air limbah dengan menggunakan sistem RBC, proses

4 pengolahan air limbah pada IPAL Lambung Mangkurat terdiri atas inlet, barscreen (penyaring kasar), RSPS, grase trap, bak pengendap awal, RBC, bak pengendap kedua dan outlet. Bak Inlet Bak inlet merupakan unit pengolahan pertama yang berfungsi sebagai bak pengumpul air limbah sebelum diolah. Air limbah tersebut berasal dari penyaluran air limbah dari sumber timbulan menuju IPAL dengan sistem jaringan perpipaan dan proses penyaluran air limbahnya menggunakan sistem gravitasi, sehingga air limbah akan masuk dalam bak inlet melalui saluran yang paling rendah. Penyaring Kasar (Barscreen) Barscreen berfungsi untuk menyaring sampah yang berukuran besar agar tidak masuk ke pengolahan selanjutnya. Hal ini bertujuan untuk menghindari terganggunya proses pengolahan karena sistem pengolahan yang dilakukan tidak diperuntukkan untuk mengolah sampah anorganik, melainkan untuk pengolahan padatan yang tersuspensi dan sampah organik secara biologis. Apabila sampah anorganik ini masuk ke pengolahan selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pada pompa hingga berakhir pada kerusakan. Sistem pengumpul RSPS (Raw Sewage Pump Station) RSPS merupakan sumur pengumpul yang dilengkapi dengan stasiun pemompaan. Pada bak ini terdapat fasilitas pompa untuk memompa air limbah dari saluran yang rendah ke saluran yang lebih tinggi. Air limbah yang telah melalui penyaringan pada barscreen akan masuk ke dalam bak pengumpul RSPS melalui pipa yang menghubungkan kolam inlet dengan bak RSPS. Grease Trap Grease trap berfungsi untuk memisahkan kandungan minyak dan lemak yang terdapat pada air limbah. Kandungan minyak dan lemak pada bak ini akan mengapung di bagian atas sedangkan air limbah akan mengalir menuju ke bak pengendap pertama. Adanya bak penangkap minyak dan lemak ini juga bertujuan untuk mengurangi beban pengolahan di dalam unit IPAL, karena kandungan minyak atau lemak yang cukup tinggi di dalam air limbah dapat menghambat transfer oksigen pada air limbah yang dapat menyebabkan kinerja IPAL menjadi kurang optimal. Bak Pengendap Pertama Bak pengendap pertama berfungsi untuk menghilangkan zat padat tersuspensi dalam air limbah melalui proses pengendapan. Proses pengendapan pada bak ini masih sederhana dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Pada proses ini aliran air limbah dibuat sangat tenang untuk memberi kesempatan padatan tersuspensi untuk mengendap. Partikel-partikel yang lebih berat dari air akan terpisah dan mengendap di dasar bak sedangkan partikel-partikel yang memiliki masa jenis lebih kecil dari air akan mengapung pada permukaan air limbah, dan ikut masuk ke unit pengolahan selanjutnya. Rotating Biological Contractor (RBC) Pengolahan air limbah dengan RBC merupakan pengolahan air limbah dengan sistem biologis yang terdiri atas piringan melingkar yang dipasang sejajar dalam suatu poros yang terbuat dari baja membentuk suatu modul RBC. Selanjutnya modul diputar di dalam reaktor khusus dimana di dalamnya dialirkan air limbah secara kontinu dengan kecepatan tertentu. Modul-modul tersebut diputar dalam keadaan tercelup sebagian yakni sekitar 40% dari diameter piring. Polutan organik yang terkandung dalam air limbah akan diurai oleh mikroba yang tumbuh di media RBC, dengan sistem biakan melekat (attached culture). Mikroba tersebut membentuk suatu lapisan yang disebut biofilm (biasanya terdiri dari bakteri, alga, protozoa dan fungi). Bak Pengendap Kedua ( Final Clarifier) Air limbah yang telah melewati pengolahan tahap 1 dan 2 akan mengalami proses pada tahap 3 yang merupakan pengendap akhir untuk menurunkan padatan tersuspensi yang masih terikut di

5 dalam aliran. Padatan yang berasal dari proses pengolahan RBC lebih mudah di endapkan karena ukurannya lebih besar dan lebih berat. Desinfeksi / Pembubuhan Kaporit Air olahan dari RBC dan bak pengendap kedua masih mengandung bakteri patogen, virus dan bakteri yang berpotensi menginfeksi masyarakat. Oleh karena itu pembubuhan desinfektan diperlukan untuk membunuh mikroorganisme patogen. IPAL Lambung Mangkurat memiliki 2 buah tangki desinfektan dan setiap tangki desinfektan dipasang pipa injeksi kaporit. Tangki desinfektan dihubungkan dengan bak pengendap kedua, sehingga air yang keluar dari pengolahan RBC menuju bak pengendap kedua langsung dikontakkan dengan kaporit yang keluar dari pipa injeksi. Outlet Outlet merupakan tempat keluarnya air limbah hasil pengolahan dari bak pengendap ke dua. Outlet ini berupa saluran pipa yang yang terhubung dengan bak pengendap ke dua, dengan hasil keluaran air yang sudah cukup jernih, setara dengan kualitas air kelas 3 yang dapat diperuntukan bagi pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan untuk pengairan tanaman. II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Rancangan Penelitian Evaluasi kinerja IPAL Lambung Mangkurat dilakukan pada skala lapangan dan skala laboratorium. Penelitian skala lapangan mencakup karakterisasi fisik berupa kesesuaian dimensi, debit dan waktu tinggal air limbah serta pengambilan sampel air yang didasarkan pada waktu tinggal pengolahan. Dimensi bangunan pengolahan IPAL Lambung Mangkurat didapatkan berdasarkan pengukuran lapangan dan data sekunder dari PD PAL Banjarmasin. Dimensi ini digunakan untuk mengetahui volume air limbah pada tiap unit pengolahan. Pengukuran debit terdiri 2 tahap yaitu pengukuran debit awal dan debit tiap unit pengolahan. Pengukuran debit awal dilakukan secara manual selama 7 hari dengan lama pengukuran 24 jam per hari. Pengukuran debit awal dilakukan pada RSPS IPAL untuk mengetahui debit yang masuk secara keseluruhan, sehingga dapat ditentukan perwakilan hari dan jam puncak air limbah sebagai tolak ukur untuk pengambilan sampel air pertama kali pada inlet bak pengendap pertama. Pada saat pengukuran debit ini juga dilakukan pengukuran terhadap kualitas air limbah dengan parameter DO, ph dan suhu. Pengukuran debit pada tiap unit pengolahan dilakukan pada outlet RBC. Pengukuran ini dilakukan selama 3 hari didasarkan pada perwakilan hari selama satu minggu yang didapatkan pada pengukuran debit awal. Pengukuran debit dilakukan dengan menggunakan metode tampung berupa wadah yang berukuran 10 L. Pada saat bersamaan juga dihitung waktu tampungnya menggunakan stopwatch. Pengulangan dilakukan sebanyak 5 kali untuk mengoreksi hasil yang didapatkan. Nilai yang didapat kemudian di rata-ratakan. Melalui pembagian volume dengan waktu tampung air, maka akan didapatkan debit aliran pada tiap unit pengolahan. Waktu tinggal air limbah didapatkan dari pembagian antara volume air dengan debit yang mengalir pada tiap unit pengolahan. Waktu tinggal ini digunakan untuk pengambilan sampel air limbah, agar sampel yang diambil pada outlet merupakan hasil pengolahan dari air limbah yang terdapat pada inlet. Karakterisasi kondisi operasi dilakukan dengan pengambilan sampel air limbah pada inlet bak pengendap pertama, inlet RBC, inlet bak pengendap kedua dan outlet. Parameter analisa yang digunakan yaitu BOD, TSS, ph, suhu dan DO. Pengukuran ph, suhu dan DO dilakukan secara langsung di lapangan bersamaan dengan pengambilan sampel air limbah. Pengujian parameter BOD dan TSS dilakukan di UPTD Laboratorium Kesehatan Kota Banjarmasin. Hasil yang

6 didapatkan kemudian dianalisis untuk mengevaluasi kinerja IPAL, sehingga diketahui tingkat keberhasilan IPAL dalam mengolah air limbah. 2.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian skala lapangan dilakukan selama 2 minggu bertempat di IPAL Lambung Mangkurat. Pengukuran debit awal dilakukan secara manual pada RSPS IPAL selama 7 hari dengan lama pengukuran 24 jam setiap harinya. Penelitian ini dimulai pada hari Senin, 18 April 2016 Minggu, 24 April Penelitian utama dilakukan pada minggu kedua berupa pengukuran debit serta pengambilan sampel pada inlet dan outlet pada tiap unit pengolahan. Penelitian ini dilakukan pada hari Rabu, 18 Mei 2016; Jum at 20 Mei 2016 dan Minggu, 22 Mei 2016 yang dimulai pada pukul WITA. Pemilihan hari dan waktu pengambilan sampel didapatkan dari perwakilan hari dan jam puncak pada saat pengukuran debit awal. Pengukuran kualitas air dengan parameter ph, suhu dan DO dilakukan secara langsung bersamaan dengan pengambilan sampel air limbah, sedangkan pengukuran kualitas air parameter BOD dan TSS dilakukan di Laboratorium UPTD Kesehatan Kota Banjarmasin. 2.3 Alat dan Bahan Alat Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Alat pengambil sampel yaitu gayung yang dilengkapi dengan tongkat 2. Botol sampel ukuran 1 L 3. Box pendingin 4. Ice Replacement 5. DO meter 6. ph meter 7. Termometer 8. Stopwatch 9. Meteran 10. Wadah/ember ukuran 10 L 11. Kertas label 12. Sarung tangan karet 13. Masker 14. Gunting Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Aquadest 2. Sampel Air Limbah III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pengukuran Debit Awal Pengukuran debit awal bertujuan untuk mengetahui debit yang masuk pada IPAL Lambung Mangkurat dan menentukan perwakilan hari serta jam puncak air limbah sebagai tolak ukur pengambilan sampel air pertama kali. Debit puncak atau debit tertinggi di setiap harinya terjadi pada jam karena pada jam tersebut, terdapat kiriman air limbah dari PS 4 yang merupakan

7 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 Debit (m 3 /jam) Debit (m 3 /hari) stasiun pompa sentral yang menampung air limbah dengan wilayah layanan terbanyak. Fluktuasi debit puncak selama 1 minggu dapat dilihat pada gambar Debit 300 Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu Hari Pengukuran pukul Gambar 1. Fluktuasi Debit Puncak selama 1 Minggu Berdasarkan gambar 1 diketahui nilai debit puncak pada hari Senin sebesar 538,445 m 3 /hari ; debit hari Selasa sebesar 443,981 m 3 /hari ; debit hari Rabu sebesar 632,909 m 3 /hari; debit hari Kamis sebesar 419,420 m 3 /hari; debit hari Jum at sebesar 597,957 m 3 /hari; debit hari Sabtu sebesar 645,189 m 3 /hari dan debit hari Minggu sebesar 682,975 m 3 /hari. Penentuan hari untuk pengambilan sampel air didasarkan pada debit puncak tertinggi selama 1 minggu yang terdiri atas 3 bagian. Berdasarkan debit puncak air, didapatkan perwakilan hari dan jam puncak yang digunakan untuk pengambilan sampel air yaitu hari Rabu sebagai hari ke 1 menjadi perwakilan untuk hari kerja yaitu hari Senin Kamis, hari Jum at sebagai hari ke 2 menjadi perwakilan antara hari kerja dan hari libur, karena aktivitas penggunaan air pada hari ini biasanya cenderung berbeda. Sedangkan hari Minggu sebagai hari ke 3 menjadi perwakilan untuk hari libur yaitu hari Sabtu dan Minggu. Fluktuasi debit pada hari Rabu, Jum at dan Minggu dapat dilihat pada gambar Rabu (Hari ke 1) Jum'at (Hari ke 2) Minggu (Hari ke 3) Jam Pengukuran Gambar 2. Fluktuasi debit air limbah pada hari Rabu,Jum at dan Minggu Jam puncak air limbah setiap harinya terjadi pada pukul Adanya fluktuasi debit yang masuk di IPAL Lambung Mangkurat, disebabkan karena adanya perbedaan penggunaan air bersih oleh masyarakat setiap jamnya. Selain itu, kiriman air yang berasal dari stasiun pompa juga

8 berpengaruh terhadap fluktuasi debit air yang masuk. Apabila instalasi mendapatkan kiriman air dari PS 4 dan PS 2 maka debit air akan meningkat. Sedangkan apabila kiriman air berasal dari jaringan tanpa pemompaan debit air yang masuk tergantung pada pola aktivitas masyarakat dalam menggunakan air bersih. 3.2 Analisa Dimensi, Debit dan Waktu Tinggal Pengolahan Analisa Dimensi Bak Pengendap Pertama Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa dimensi panjang, lebar, tinggi serta rasio panjang dengan lebar bak pengendap pertama masih berada di dalam rentang kriteria desain yang ditetapkan. Sedangkan rasio panjang dan tinggi dengan nilai 3,8 masih berada di bawah kriteria desain yang ada yaitu 4,2 25. Dimensi bak pengendap pertama dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Dimensi Bak Pengendap Pertama No Keterangan Satuan Hasil Pengukuran Kriteria Desain 1 Panjang m 11, Lebar m Tinggi m 3, Rasio P : L 1,9 1-7,5 5 Rasio P : H 3,8 4,2-25 RBC RBC bangunan B berjumlah 1 buah dengan kapastitas 500 m 3 /hari. RBC ini terdiri atas 3 tahap pengolahan dengan jumlah paket disk sebanyak 5 buah. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui, reaktor RBC memiliki panjang 8 m, lebar 2,7 m dan tinggi reaktor sebesar 1,45 m. Banyaknya putaran RBC per menit sebanyak 3,75 rpm sedangkan menurut kriteria desain RBC berputar sangat lambat yaitu pada kisaran 1 2 rpm. Pada umumnya, RBC memiliki diameter berkisar antara 2 4 m dengan kondisi tercelup sebesar 40 % dari diameter piringan sedangkan pada RBC bangunan B memiliki diameter 2,4 m dengan kondisi tercelup berada pada kisaran 36,7 % - 37,8 %. Bak Pengendap Kedua Bak pengendap kedua berjumlah 1 berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 6 m; lebar 4 m dan tinggi 3,1 m. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, ukuran panjang dan tinggi bak pengendap kedua telah memenuhi kriteria desain 3 - < 100 m dan 3 6 m. Sedangkan ukuran lebar bak pengendap kedua masih berada di bawah kriteria desain yang ditetapkan yaitu 6 24 m. Hasil pengukuran dimensi pada bak pengendap kedua dapat dilihat pada tabel 2.. Tabel 2. Dimensi Bak Pengendap Kedua No Keterangan Satuan Hasil Pengukuran Kriteria Desain 1 Panjang m <100 2 Lebar m Tinggi m 3,1 3-6 Hasil pengukuran dimensi digunakan untuk menentukan volum air yang tertampung pada tiap unit pengolahan. Pengukuran volum dilakukan bersamaan dengan pengukuran debit air pada tiap unit pengolahan. Hasil pengukuran volum air pada tiap unit pengolahan dapat dilihat pada tabel 3.

9 Debit (m3/hari) Beban Permukaan (m3/m2.hari) Tabel 3. Volum Air pada Tiap Unit Pengolahan No Hari Volum (m 3 ) Bak Pengendap 1 RBC Bak Pengendap 2 1 Hari ke 1 157,225 17,145 55,774 2 Hari ke 2 157,225 17,733 57,199 3 Hari ke 3 157,695 17,537 56,962 Volum air yang tertampung pada bak pengendap pertama berada pada kisaran 158, ,516 m 3. Pada RBC volum air yang tertampung berada pada kisaran 17,145-17,733 m 3, sedangkan volum air yang tertampung pada bak pengendap kedua berkisar 55,774-57,199 m 3. Dengan mengetahui volum air yang tertampung dan debit air, maka dapat ditentukan waktu tinggal air limbah pada tiap unit pengolahan Analisa Debit Beban permukaan meningkat seiring dengan meningkatnya debit air limbah yang masuk dan terolah pada tiap unit pengolahan. Hubungan debit dan beban permukaan pada bak pengendap pertama dapat dilihat pada gambar Debit Beban Permukaan 10, , Hari Ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3 Hari Pengukuran 8,00 Gambar 3 Hubungan Debit Dan Beban Permukaan Pada Bak Pengendap Pertama Pengukuran debit pada bak pengendap pertama dimulai pada pukul Debit air yang masuk pada bak pengendap pertama berkisar 587,755 m 3 /hari - 635,294 m 3 /hari, dengan nilai beban permukaan sebesar m 3 /m 2.hari m 3 /m 2.hari. Nilai beban permukaan pada bak pengendap pertama masih berada di bawah kriteria desain yang ditentukan yaitu m 3 /m 2.hari. Hal ini disebabkan karena adanya ketidaksesuaian antara dimensi bak dengan debit air yang terolah. Kapasitas bak yang cukup besar membuat beban permukaan air limbah masih berada dibawah kriteria desain yang ditentukan. Kondisi seperti ini membuat waktu tinggal pengolahan menjadi lebih lama, sehingga berpotensi terjadi proses anaerob pada air limbah akibat terbatasnya kandungan oksigen bagi mikroorganisme. Hubungan debit dan beban permukaan pada RBC dapat dilihat pada gambar 4.

10 Debit (m3/hari) Beban Permukaan (m3/m2.hari) Debit (m3/hari) Beban Permukaan (m3/m2.hari) Debit Beban Permukaan 0,30 0, ,24 0, , Hari Ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3 Hari Pengukuran 0,15 Gambar 6. Hubungan Debit dan Beban Permukaan pada RBC Debit air limbah yang terolah pada RBC berkisar antara 530, ,385 m 3 /hari, dengan nilai beban permukaan sebesar 0,173 0,2 m 3 /m 2.hari. Besarnya debit air limbah yang masuk pada RBC disebabkan karena nilai debit yang terolah pada bak pengendap pertama telah mebihi kapasitas yang direncanakan yaitu 500 m 3 /hari, sehingga beban permukaan air limbah pada RBC melebihi kriteria desain yang ditentukan yaitu 0,08 0,16 m 3 /m 2.hari. Hubungan debit dan beban permukaan pada bak pengendap kedua dapat dilihat pada gambar 7. 30, Debit 550 Beban Permukaan 25, , Hari Ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3 Hari Pengukuran 15,00 Gambar7. Hubungan Debit dan Beban Permukaan pada RBC Debit air limbah yang masuk dan terolah di bak pengendap kedua sebesar 416, ,164 m3/hari. Meskipun nilai debit yang masuk melebihi rencana pengolahan, namun karena kapasitas bak pengendap kedua yang terlalu besar membuat beban permukaan air limbah yang berkisar 17,375 24,59 m 3 /m 2.hari masih belum memenuhi kriteria desain yang ditentukan yaitu m 3 /m 2.hari Analisa Waktu Tinggal Penentuan waktu tinggal air limbah terdiri atas 2 cara yaitu waktu tinggal air limbah berdasarkan perhitungan dan waktu tinggal air limbah eksisting yang didasarkan pada waktu pompa. Waktu tinggal air limbah berdasarkan perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.

11 Tabel 4. Waktu Tinggal Air Limbah pada Tiap Unit Pengolahan berdasarkan Pengukuran Waktu Tinggal Pengukuran (jam) No Hari Bak Pengendap Bak Pengendap RBC Pertama Kedua 1 Hari ke 1 6,420 0,775 3,210 2 Hari ke 2 6,123 0,740 2,326 3 Hari ke 3 5,957 0,684 2,506 Waktu tinggal air limbah yang terhitung setiap harinya berbeda-beda tergantung pada debit yang masuk pada tiap unit pengolahan. Semakin besar debit yang masuk, maka waktu tinggal air limbah akan semakin cepat. Meskipun debit yang masuk pada bak pengendap pertama melebihi kapasitas pengolahan, namun kapasitas bak yang cukup besar membuat waktu tinggal air limbah pada bak pengendap pertama lebih lama dibandingkan dengan kriteria desain yaitu berkisar 5,957-6,420 jam. Besarnya debit yang masuk melebihi kapasitas pengolahan membuat waktu tinggal air limbah pada RBC menjadi lebih cepat yaitu selama 0,684 0,775 jam. Berdasarkan pengukuran debit dan volum air yang tertampung, waktu tinggal air limbah pada bak pengendap kedua berkisar 2,326 3,210 jam. Pengambilan sampel, pengukuran debit dan pemeriksaan kualitas air limbah parameter DO, ph dan suhu didasarkan pada waktu pompa. Waktu pompa ini dianggap sebagai waktu tinggal air limbah pada tiap unit pengolahan, karena pada waktu inilah terdapat aliran air limbah sehingga pengambilan sampel, pengukuran debit dan pemeriksaan kualitas air dapat dilakukan. Waktu tinggal eksisting air limbah pada tiap unit pengolahan dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Waktu Tinggal Eksisting Air Limbah pada Tiap Unit Pengolahan..berdasarkan Waktu Pompa No Hari Bak Pengendap Pertama Waktu Tinggal Eksiting (jam) RBC Bak Pengendap Kedua 1 Hari ke Hari ke 2 5 2,5 3,50 3 Hari ke 3 4 0, Waktu tinggal air limbah pada bak pengendap pertama lebih cepat dibandingkan waktu tinggal yang seharusnya yaitu 4 5 jam. Waktu tinggal ini lebih lama apabila dibandingkan dengan kriteria desain yaitu selama 1 3 jam. Waktu tinggal yang terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya kondisi anaerob. Gas yang dihasilkan dari dekomposisi anaerobik dapat membuat partikel yang telah terendap, ikut kembali ke dalam aliran air limbah yang dapat menurunkan efesiensi pengolahan air limbah. Apabila dibandingkan dengan waktu tinggal berdasarkan kriteria desain yaitu 0,7 1,5 jam, Waktu tinggal eksisting air limbah pada RBC menjadi lebih lama yaitu berkisar 0,684 4 jam. Debit air yang besar membuat waktu tinggal air limbah menjadi lebih cepat, sehingga kontak air limbah dengan media permukaan RBC menjadi lebih singkat. Sedangkan waktu tinggal yang terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara jumlah bakteri dengan makanan yang tersedia, sehingga laju kematian bakteri lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan. Kondisi seperti ini, dapat menurunkan efesiensi karena proses penguraian zat organik menjadi kurang optimal.

12 ph Waktu tinggal eksisting air limbah pada bak pengendap kedua, didasarkan pada selang waktu antara pompa ke 3 dan pompa ke 4 yang berada pada kisaran 2 3,5 jam. Meskipun beban permukaan pada bak pengendap kedua belum memenuhi kriteria desain. Namun, waktu tinggal yang terhitung dan waktu tinggal eksisting air limbah pada bak pengendap kedua masih memenuhi kriteria desain yang ditentukan yaitu selama 2 4 jam. 3.3 Analisa Parameter Kualitas Air Parameter ph, Suhu dan DO Analisa Parameter ph Nilai ph air limbah pada inlet bak pengendap pertama berkisar 6,74 6,88. Adanya proses pengolahan air limbah membuat ph air limbah semakin meningkat dengan kisaran 7,14 7,33 pada outlet bak pengendap kedua. Pengendapan padatan tersuspensi yang terjadi di bak pengendap pertama dan bak pengendap kedua serta penguraian senyawa organik pada RBC dalam proses pengolahan air limbah membuat kandungan oksigen terlarut dalam air meningkat. Peningkatan oksigen terlarut menandakan adanya peningkatan kualitas air. Oksigen ini digunakan oleh mikroorganisme dalam proses respirasi sehingga menghasilkan CO2 yang terlarut dalam air. CO2 mengalami reaksi kesetimbangan menghasilkan ion OH - yang meningkatkan nilai ph air limbah. Berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 36 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, ph air limbah pada inlet dan outlet IPAL telah memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan yaitu 6-9. Nilai ph pada tiap unit prngolahan dapat dilihat pada gambar 8. 7,4 7,3 7,2 7,1 7 6,9 6,8 6,7 6,6 6,5 6,4 Inlet BP1 Outlet BP1/Inlet RBC Outlet RBC/Inlet BP2 Outlet Hari Ke 1 Hari Ke 2 Hari Ke 3 Gambar 8. ph Air Limbah Tiap Unit Pengolahan Analisa Parameter Suhu Pada suhu yang rendah aktivitas biologi seperti pertumbuhan dan metabolisme menjadi lebih lambat. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi mikroorganisme, sehingga mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Suhu pada pengolahan air limbah penting untuk diketahui karena sangat berpengaruh terhadap kehidupan mikroorganisme yang tumbuh pada reaktor RBC. Suhu air limbah pada inlet bak pengendap pertama berkisar o C sedangkan suhu air limbah pada outlet IPAL berada pada kisaran o C. Nilai suhu pada tiap unit prngolahan dapat dilihat pada gambar 9.

13 DO (mg/l) Suhu (oc) Suhu 30, , , ,5 27 Inlet BP1 Outlet BP1/Inlet RBC Outlet RBC/Inlet BP2 Outlet Hari Ke 1 Hari Ke 2 Hari Ke 3 Gambar 9. Suhu Air Limbah Tiap Unit Pengolahan Penurunan padatan tersuspensi dan penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme dalam proses pengolahan air limbah, membuat kandungan oksigen terlarut dalam air meningkat. Peningkatan oksigen terlarut disertai dengan penurunan suhu air limbah, seperti yang terjadi pada inlet bak pengendap pertama yang cenderung memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan dengan suhu pada RBC dan bak pengendap kedua. Kisaran suhu pada bak pengendap pertama masih berada dalam kisaran suhu optimal untuk dilakukan pengolahan dengan sistem RBC yaitu o C. Sedangkan menurut Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 36 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Limbah Cair, suhu air limbah pada inlet dan outlet sudah memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan yaitu 38 o C Analisa Parameter DO Recycle air limbah yang berasal dari RBC pada bak pengendap pertama membuat kandungan oksigen pada unit ini meningkat. Selain itu, peningkatan nilai DO dengan kisaran 0,4 0,6 mg/l juga disebabkan adanya proses pengendapan padatan tersuspensi. Nilai DO berbanding terbalik dengan nilai BOD. Semakin tinggi nilai DO maka nilai BOD akan semakin rendah akibat adanya penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme. Proses penguraian senyawa organik pada RBC terjadi ketika poros RBC berputar. Saat biofilm pada media RBC berada di atas permukaan air, mikroorganisme menyerap oksigen untuk menguraikan senyawa organik. Penurunan kandungan senyawa organik disertai dengan peningkatan nilai DO pada air limbah yang menyebabkan peningkatan nilai DO pada unit ini paling tinggi dibandingkan pada unit lain mencapai 1,2 mg/l. 4 DO Hari Ke 1 Hari Ke 2 0 Inlet BP1 Outlet BP1/Inlet RBC Outlet RBC/Inlet BP2 Outlet Gambar 10. Suhu Air Limbah Tiap Unit Pengolahan

14 Adanya penurunan suhu, penurunan padatan tersuspensi dan penguraian senyawa organik yang telah terjadi pada bak pengendap pertama dan RBC membuat nilai DO pada outlet bak pengendap kedua berada pada kisaran 3 3,3 mg/l dan memenuhi syarat minimum kandungan DO untuk mendukung kehidupan organisme di perairan yaitu 2 mg/l. Selain berfungsi untuk respirasi mikroorganisme dalam proses metabolisme untuk menguraikan zat organik, keberadaan oksigen terlarut juga berguna untuk mencegah timbulnya bau pada air limbah. 3.4 Analisa Parameter BOD5 Analisa BOD diperlukan sebagai tolok ukur untuk mengetahui kinerja tiap unit pengolahan dan IPAL secara keseluruhan dalam mengolah air limbah. Tingkat keberhasilan IPAL dalam mengolah air limbah dapat diketahui melalui perhitungan efisiensi penurunan konsentrasi BOD pada tiap unit pengolahan dan IPAL secara keseluruhan. Beban organik, beban permukaan, waktu tinggal air limbah dan efesiensi penyisihan BOD5 tiap unit pengolahan dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Beban Organik, Waktu Tinggal Konsentrasi dan Efesiensi Penyisihan Pengolahan BOD5 Tiap Unit Lokasi Bak Pengendap 1 RBC Bak Pengendap 2 Inlet dan Outlet Hari Beban Organik (g sbod/m 2.hari) Waktu Tinggal Perhitungaan (jam) Waktu Tinggal Eksisting (jam) BOD5 (mg/l) Inlet Outlet Efesiensi Hari ke 1 425,909 6, BOD5 (%) Hari ke 2 575,610 6, ,85 Hari ke 3 441,944 5, ,08 Hari ke 1 18, ,81 Hari ke 2 20, , ,23 Hari ke 3 17,539 0, ,43 Hari ke 1 555, ,63 Hari ke 2 737, ,67 Hari ke 3 386, ,59 Hari ke 1 10, Hari ke 2 9,493 10, ,54 Hari ke 3 9,178 7, ,59 Penurunan kandungan padatan tersuspensi pada bak pengendap pertama disertai dengan penurunan kandungan senyawa organik karena padatan tersuspensi yang terendapkan bersifat organik dan anorganik. Sehingga, keberadaan bak pengendap pertama dapat membantu mengurangi beban biologis melalui penurunan konsentrasi BOD mencapai %. Meskipun waktu tinggal air limbah pada bak pengendap pertama tidak memenuhi kriteria desain, namun waktu tinggal eksisting air limbah masih berada di bawah waktu tinggal optimum yang diperlukan. Sehingga, sebagian efesiensi penyisihan BOD pada bak pengendap pertama sudah memenuhi kriteria desain yaitu berkisar 16-33,85 %. Hal ini dikarenakan, waktu yang diperlukan oleh suatu tahap pengolahan agar tujuan pengolahan dapat berjalan secara optimal sudah hampir tercapai. Beban organik sebesar 575,610 g sbod/m 2.hari dengan waktu tinggal eksisting selama 5 jam memiliki efesiensi penyisihan BOD5 sebesar 33,85 %. Sedangkan beban organik sebesar 441,944 dan 425,909 g sbod/m 2.hari dengan waktu tinggal 4 jam memiliki efesiensi lebih rendah yaitu 27 % dan 16 %. Sehingga beban organik yang besar, waktu tinggal yang lama dan selisih waktu

15 tinggal berdasarkan pehitungan dengan waktu tinggal eksisting yang lebih kecil membuat efesiensi pengolahan air limbah pada bak pengendap pertama semakin meningkat. Berdasarkan kriteria desain dengan waktu tinggal selama 0,7-1,5 jam, penyisihan BOD pada RBC dapat mencapai %. Besarnya efesiensi pengolahan dipengaruhi oleh kesesuaian antara waktu tinggal, beban permukaan dan beban organik air limbah. Berdasarkan tabel 6, terdapat perbedaan antara waktu tinggal perhitungan dengan waktu tinggal eksisting air limbah yaitu selama 0,684 4 jam. Sehingga, proses pengolahan menjadi tidak optimal dan membuat efesiensi penyisihan BOD belum memenuhi kriteria desain yaitu 23,81 51,43 %. Dengan waktu tinggal yang sesuai dengan perhitungan dan mendekati dengan kriteria desain yaitu selama 0,685 jam, efesiensi penyisihan BOD berada pada tingkat paling tinggi yaitu sebesar 51,43%. Hal ini dikarenakan kandungan senyawa organik sebagai makanan bagi mikroorganisme cukup tersedia, sehingga pertumbuhan mikroorganisme masih dapat dipertahankan untuk menguraikan senyawa organik dalam air limbah. Efesiensi penyisihan BOD semakin menurun seiring dengan meningkatnya waktu tinggal eksisting melebihi waktu tinggal optimum yang diperlukan. Dengan waktu tinggal eksisting selama 2,5 jam efesiensi pengolahan mencapai 30,23% sedangkan efesiensi terendah sebesar 23,81% terjadi pada waktu tinggal selama 4 jam. Hal ini dapat terjadi apabila jumlah bakteri dan makanan tidak seimbang. Apabila fase ini terus berlanjut, laju kematian mikroorgansme lebih besar dari pada laju pertumbuhan, sehingga efesiensi pengolahan menurun akibat meningkatnya kandungan senyawa organik dari kematian mikroorganisme. Beban organik yang masuk pada RBC berkisar 17,539 20,143 g sbod/m 2.hari, sedangkan beban organik pada RBC menurut kriteria desain berkisar g sbod/m 2.hari. Berdasarkan kriteria desain, efesiensi penyisihan BOD pada bak pengendap kedua mencapai 88%. Dengan beban organik yang masuk sebesar 386, ,705 g sbod/m 2.hari, efesiensi penyisihan BOD pada bak pengendap kedua belum memenuhi kriteria desain yaitu berkisar 15,63 70,59%. Efesiensi penyisihan ini dipengaruhi oleh waktu tinggal dan kualitas air limbah pada tahap sebelumnya. Waktu tinggal yang memenuhi kriteria desain dan mendekati dengan waktu tinggal optimum yang diperlukan yaitu selama 2,48 jam memiliki efesiensi penyisihan paling tinggi yaitu selama 70,59%. Selain itu, kualitas air limbah yang cukup bagus pada tahap sebelumnya juga mempengaruhi tingginya efesiensi penyisihan BOD pada bak pengendap kedua. Dengan waktu tinggal air limbah selama 3 jam, didapatkan efesiensi penyisihan BOD pada bak pengendap kedua sebesar 16,67%. Waktu tinggal yang melebihi waktu tinggal optimum yang diperlukan dapat membuat kondisi bak menjadi anaerob akibat berkurangnya kandungan oksigen terlarut dalam air limbah. Gas yang dihasilkan dari proses dekomposisi secara anaerobic dapat membuat partikel yang telah megendap terikut kembali ke dalam aliran air limbah. Sehingga dapat menurunkan efesiensi penyisihan BOD pada bak pengendap kedua. Efesiensi penyisihan BOD terendah yaitu sebesar 15,63% terjadi pada waktu tinggal eksisting selama 2 jam. Waktu tinggal yang lebih singkat dibandingkan dengan waktu tinggal yang diperlukan membuat proses pengolahan belum berjalan optimal karena partikel memiliki waktu pengendapan lebih cepat, sehingga penyisihan BOD yang terjadi semakin berkurang. Efesiensi pengolahan air limbah parameter BOD pada IPAL Lambung Mangkurat berkisar 46 89,59%. Berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 36 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Limbah Cair, nilai BOD hasil pengolahan tiap unit pengolahan aman apabila air tersebut dibuang ke perairan karena telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 100 mg/l. 3.5 Analisa Parameter TSS Analisa kandungan TSS digunakan untuk mengetahui kemampuan tiap unit pengolahan dalam menurunkan kandungan zat padat tersuspensi pada air limbah. Kinerja IPAL dapat dilihat melalui perhitungan efisiensi penurunan konsentrasi TSS pada tiap unit pengolahan dan IPAL secara

16 keseluruhan. Konsentrasi TSS dan efesiensi penynurunan TSS pada tiap unit pengolahan dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Konsentrasi dan Efesiensi Penyisihan TSS pada Tiap Unit Pengolahan Lokasi Bak Pengendap 1 RBC Bak Pengendap 2 Inlet dan Outlet Efesiensi TSS (mg/l) Hari TSS Inlet Outlet (%) Hari ke Hari ke Hari ke Hari ke Hari ke Hari ke Hari ke Hari ke Hari ke Hari ke Hari ke Hari ke Penurunan TSS pada bak pengendap pertama berkisar 34,24 41,06 %. Efesiensi tersebut belum memenuhi kriteria desain yaitu sebesar %. Hal ini disebabkan waktu tinggal eksisting air limbah lebih singkat dibandingkan dengan waktu tinggal berdasarkan perhitungan. Menurut Davis (2010) waktu tinggal yang lebih singkat membuat pengendapan padatan tersuspensi yang terjadi lebih sedikit karena partikel belum mengendap secara sempurna mencapai dasar bak. Zat padat tersuspensi yang belum terendapkan, dapat terikut kembali ke dalam aliran air limbah. Adanya keberadaan partikel ini membuat konsentrasi TSS bertambah, sehingga menurunkan efesiensi penurunan TSS pada bak pengendap pertama. Adanya aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan senyawa organik di RBC sangat mempengaruhi penurunan TSS pada air limbah. Namun, karena tidak semua zat padat tersuspensi dimakan oleh mikroorganisme membuat penurunan TSS pada air limbah cukup rendah berkisar 1,9 4,61 %. Penurunan zat padat tersuspensi memerlukan aliran yang tenang agar pengendapan dapat terjadi. Namun, besarnya beban permukaan yang masuk membuat perubahan beban permukaan terjadi secara tiba-tiba. Sehingga, padatan yang telah terendap terikut kembali kedalam aliran yang ditandai dengan masih adanya patikel-partikel yang melayang di dalam air hasil pengolahan RBC. Kondisi ini lah yang membuat penurunan TSS pada RBC cukup rendah. Rendahnya penurunan konsentrasi TSS pada RBC juga dipengaruhi oleh kecepatan putaran selama 3,75 rpm. Menurut Said (2005), kecepatan putaran efektif pada RBC berkisar 1 2 rpm. Menurut Thoriq dalam Laili dkk, perlakuan dengan putaran lebih lambat dapat menurunkan TSS lebih besar karena waktu kontak antara biofilm dan air limbah akan lebih lama. Hal ini dikarenakan mikroorganisme aerob yang berfungsi sebagai pengurai dapat tumbuh dengan baik dengan kandungan oksigen yang cukup, sehingga dapat mempercepat penggumpalan endapan dalam menurunkan konsentrasi TSS pada air limbah. Efesiensi penurunan TSS pada bak pengendap kedua, tidak sebanyak pada bak pengendap pertama. Konsentrasi TSS pada inlet yang telah berada dibawah bawah baku mutu serta adanya penurunan konsentrasi TSS pada tahap 1 dan 2 membuat konsentrasi TSS yang terbawa pada tahap ini sudah cukup rendah. Rendahnya konsentrasi yang masuk pada bak pengendap kedua membuat efesiensi penurunan TSS pada tahap ini terbilang kecil yaitu berkisar 4,35 4,81 %. Efesiensi penurunan konsentrasi TSS pada IPAL Lambung Mangkurat berkisar 40 46,2. Berdasarkan

17 Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 36 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Limbah Cair, konsentrasi TSS hasil pegolahan pada outlet IPAL Lambung Mangkurat telah memenuhi baku mutu yaitu 100 mg/l. IV. KESIMPULAN Kesimpulan yang didapat dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Pengoperasian pompa secara manual membuat proses pengolahan air limbah menjadi terhambat karena pengaliran air limbah tidak terjadi secara terus-menerus. Sehingga mempengaruhi debit, waktu tinggal, beban permukaan dan kualitas air limbah yang dihasilkan. 2. Kapasitas bak pengendap pertama yang cukup besar membuat beban permukaan belum memenuhi kriteria desain dan waktu tinggal menjadi lama. Pengoperasian pompa secara manual membuat debit, waktu tinggal, beban organik dan beban pemukaan pada RBC melebihi kriteria desain. Waktu tinggal pada bak pengendap kedua sesuai dengan kriteria desain, sedangkan beban permukaan belum memenuhi kriteria desain yang ditentukan 3. Kualitas air parameter BOD, TSS, DO, ph dan suhu pada inlet dan outlet telah memenuhi bakumutu berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 36 Tahun 2008, dan telah memenuhi syarat untuk dilakukan pengolahan dengan sistem RBC. 4. Pada bak pengendap pertama, efesiensi penyisihan BOD berkisar 16 33,85 % dan efesiensi penurunan TSS sebesar 34,24-41,06 %. Dengan efesiensi penyisihan BOD sebesar 23,81 51,43 %, penurunan kandungan TSS pada RBC hanya berkisar 1,9 4,61 %. Efesiensi penyisihan BOD pada bak pengendap kedua berkisar 15,63 70,59 % sedangkan penurunan TSS sebesar 4,35 4,81 %. 5. Efesiensi pengolahan air limbah parameter BOD pada IPAL Lambung Mangkurat berkisar 46 89,59 % dan penurunan TSS hasil olahan dari inlet ke outlet IPAL mencapai 40 46,2 %.

18

19

20

21

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN Rizal 1), Encik Weliyadi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 66 BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Penyebab Penyimpangan Baku Mutu Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang ada di Central Parkmenggunakan sistem pengolahan air limbah Enviro RBC.RBC didesain untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Limbah merupakan sisa suatu kegiatan atau proses produksi yang antara lain dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, industri, pertambangan dan rumah sakit. Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN (1)Yovi Kurniawan (1)SHE spv PT. TIV. Pandaan Kabupaten Pasuruan ABSTRAK PT. Tirta Investama Pabrik Pandaan Pasuruan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL 34 3.1. Uraian Proses Pengolahan Air limbah dari masing-masing unit produksi mula-mula dialirkan ke dalam bak kontrol yang dilengkapi saringan kasar (bar screen) untuk menyaring

Lebih terperinci

INSTALASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH (IPAL)

INSTALASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH (IPAL) INSTALASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH (IPAL) Proses Pengelolaan Air Limbah secara Biologis (Biofilm): Trickling Filter dan Rotating Biological Contactor (RBC) Afid Nurkholis 1, Amalya Suci W 1, Ardian Abdillah

Lebih terperinci

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA 2. 1 Pengumpulan Air Limbah Air limbah gedung PT. Sophie Paris Indonesia adalah air limbah domestik karyawan yang berasal dari toilet,

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS SISTEM RBC PADA IPAL PEKAPURAN RAYA PD.PAL BANJARMASIN TERHADAP PENURUNAN KADAR BOD

EFEKTIFITAS SISTEM RBC PADA IPAL PEKAPURAN RAYA PD.PAL BANJARMASIN TERHADAP PENURUNAN KADAR BOD EFEKTIFITAS SISTEM RBC PADA IPAL PEKAPURAN RAYA PD.PAL BANJARMASIN TERHADAP PENURUNAN KADAR BOD Fidyan Hifzhani., Syarifudin A., Arifin Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Kesehatan Lingkungan Jl. H.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair atau yang biasa disebut air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Sifatnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan pembangunan yang mempunyai wawasan lingkungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan pembangunan yang mempunyai wawasan lingkungan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan yang mempunyai wawasan lingkungan hidup tidak terlepas dari adanya tindak lanjut sarana dan prasarana pengolahan lingkungan, Dampak

Lebih terperinci

PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT

PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT Oleh : Agus Mirwan, Ulfia Wijaya, Ade Resty Ananda, Noor Wahidayanti Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Instansi yang paling banyak menghasilkan limbah salah satunya adalah rumah sakit. Limbah yang dihasilkan rumah sakit berupa limbah padat maupun limbah cair, mulai dari

Lebih terperinci

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK 52 3.1 Karakteristik Air Limbah Domestik Air limbah perkotaan adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan yang meliputi limbah

Lebih terperinci

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH 5 2.1 Proses Pengolahan Air Limbah Domestik Air limbah domestik yang akan diolah di IPAL adalah berasal dari kamar mandi, wastavel, toilet karyawan, limpasan septik tank

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

A. Regulasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau Sewage Treatment Plant Regulation

A. Regulasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau Sewage Treatment Plant Regulation A. Regulasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau Sewage Treatment Plant Regulation 1. UU No 32 thn 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Gambar 1. Pencemaran air sungai Pasal

Lebih terperinci

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN VII.1 Umum Operasi dan pemeliharaan dilakukan dengan tujuan agar unit-unit pengolahan dapat berfungsi optimal dan mempunyai efisiensi pengolahan seperti yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 1. Limbah Cair Hotel. Usaha perhotelan yang berkembang cepat, limbah rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 1. Limbah Cair Hotel. Usaha perhotelan yang berkembang cepat, limbah rumah tangga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Limbah Cair Hotel Usaha perhotelan yang berkembang cepat, limbah rumah tangga yang semakin berlimpah mengakibatkan timbulnya pencemaran yang semakin meningkat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota besar, semakin banyak didirikan Rumah Sakit (RS). 1 Rumah Sakit sebagai sarana upaya perbaikan

Lebih terperinci

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang OP-18 REKAYASA BAK INTERCEPTOR DENGAN SISTEM TOP AND BOTTOM UNTUK PEMISAHAN MINYAK/LEMAK DALAM AIR LIMBAH KEGIATAN KATERING Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik

Lebih terperinci

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN PABRIK PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA Dosen Pengampu: Ir. Musthofa Lutfi, MP. Oleh: FRANCISKA TRISNAWATI 105100200111001 NUR AULYA FAUZIA 105100200111018

Lebih terperinci

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG KONTEN Pendahuluan Skema Pengolahan Limbah Ideal Diagram Pengolahan Limbah IPAL Bojongsoang Pengolahan air limbah di IPAL Bojongsoang: Pengolahan Fisik

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL 5.1 Masalah Air Limbah Layanan Kesehatan Air limbah yang berasal dari unit layanan kesehatan misalnya air limbah rumah sakit,

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS 12.1. Pendahuluan Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi, kwalitas lingkungan hidup juga menurun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas manusia yang semakin beragam di berbagai sektor sekarang ini sehingga menimbulkan dampak positif dan dampak negatif, salah satu dampak negatif dari aktivitas

Lebih terperinci

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK 286 12.1 PENDAHULUAN 12.1.1 Permasalahan Masalah pencemaran lingkungan di kota besar misalnya di Jakarta, telah

Lebih terperinci

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

BAB V ANALISA AIR LIMBAH BAB V ANALISA AIR LIMBAH Analisa air limbah merupakan cara untuk mengetahui karakteristik dari air limbah yang dihasilkan serta mengetahui cara pengujian dari air limbah yang akan diuji sebagai karakteristik

Lebih terperinci

kimia lain serta mikroorganisme patogen yang dapat

kimia lain serta mikroorganisme patogen yang dapat 1 2 Dengan semakin meningkatnya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan maka mengakibatkan semakin meningkatnya potensi pencemaran lingkungan. Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit mengandung senyawa

Lebih terperinci

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 4 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SISTEM IPAL DOMESTIK

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 4 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SISTEM IPAL DOMESTIK BAB 4 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SISTEM IPAL DOMESTIK 29 4.1 Prosedur Start-Up IPAL Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC Start-up IPAL dilakukan pada saat IPAL baru selesai dibangun atau pada saat

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan pada penelitian ini secara garis besar terbagi atas 6 bagian, yaitu : 1. Analisa karakteristik air limbah yang diolah. 2.

Lebih terperinci

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug.

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug. 39 III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Makna, Ciledug yang terletak di Jalan Ciledug Raya no. 4 A, Tangerang. Instalasi Pengolahan Air

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Lokasi Penelitian dan Kondisi Umum Kualitas Air Limbah Penelitian ini terletak di Perumahan Mutihan RT 03/ RW X, Sondakan, Laweyan, Surakarta,

Lebih terperinci

Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Hotel X di Surabaya

Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Hotel X di Surabaya F144 Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Hotel X di Surabaya Hutomo Dwi Prabowo dan Ipung Fitri Purwanti Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Batam merupakan salah satu kota di Propinsi Kepulauan Riau yang perkembangannya cukup pesat yang secara geografis memiliki letak yang sangat strategis karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa

BAB I PENDAHULUAN. air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa pencucian barang

Lebih terperinci

Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011 ISSN

Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011 ISSN STUDI PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS DAN ph LIMBAH PABRIK TAHU MENGGUNAKAN METODE AERASI BERTINGKAT Fajrin Anwari, Grasel Rizka Muslim, Abdul Hadi, dan Agus Mirwan Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

Menentukan Dimensi Setiap Peralatan yang Diperlukan Sesuai Proses yang Terpilih Menentukan Luas Lahan yang Diperlukan Menentukan Biaya Bangunan

Menentukan Dimensi Setiap Peralatan yang Diperlukan Sesuai Proses yang Terpilih Menentukan Luas Lahan yang Diperlukan Menentukan Biaya Bangunan perancangan FASILITAS FLOW SHEET PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI Menentukan Dimensi Setiap Peralatan yang Diperlukan Sesuai Proses yang Terpilih Menentukan Luas Lahan yang Diperlukan Menentukan Biaya

Lebih terperinci

Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik

Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-35 Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik Laily Zoraya Zahra, dan Ipung Fitri Purwanti Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment)

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment) Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment) dengan beberapa ketentuan antara lain : Waktu aerasi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air buangan merupakan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Jenis limbah cair ini dibedakan lagi atas sumber aktifitasnya,

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian dilaksanakan di Hotel Mutiara Kota Gorontalo di mana

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian dilaksanakan di Hotel Mutiara Kota Gorontalo di mana BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Hotel Mutiara Kota Gorontalo di mana limbah cair yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari limbah cair

Lebih terperinci

STUDI INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKAN ANAEROBIC BAFFLED REACTOR

STUDI INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKAN ANAEROBIC BAFFLED REACTOR STUDI INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKAN ANAEROBIC BAFFLED REACTOR Sucipto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Yudharta Pasuruan Abstract Dalam upaya meninkatkan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua makhluk hidup. Maka, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kegiatan permukiman, perdagangan, perkantoran, perindustrian dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. dari kegiatan permukiman, perdagangan, perkantoran, perindustrian dan lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air limbah merupakan permasalahan yang selalu muncul di dalam kehidupan sehari-hari. Yang dimaksud air limbah adalah air sisa buangan baik dari kegiatan permukiman,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 85 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisa Karakteristik Limbah Pemeriksaan karakteristik limbah cair dilakukan untuk mengetahui parameter apa saja yang terdapat dalam sampel dan menentukan pengaruhnya

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER Afry Rakhmadany 1, *) dan Nieke Karnaningroem 2) 1)Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. instalasi pengolahan sebelum dialirkan ke sungai atau badan air penerima.

BAB I PENDAHULUAN. instalasi pengolahan sebelum dialirkan ke sungai atau badan air penerima. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air limbah yang berasal dari daerah permukiman perkotaan merupakan bahan pencemar bagi mahluk hidup sehingga dapat merusak lingkungan di sekitarnya. Untuk menjamin

Lebih terperinci

TL-4140 Perenc. Bangunan Pengolahan Air Limbah L A G O O N / P O N D S

TL-4140 Perenc. Bangunan Pengolahan Air Limbah L A G O O N / P O N D S TL-4140 Perenc. Bangunan Pengolahan Air Limbah L A G O O N / P O N D S OXIDATION PONDS (KOLAM OKSIDASI) Bentuk kolam biasanya sangat luas, tetapi h (kedalamannya) kecil atau dangkal, bila kedalaman terlalu

Lebih terperinci

STUDI OPTIMASI PERBANDINGAN PERANCANGAN SEWAGE TREATMENT PLANT UNTUK KAPAL CORVETE UKURAN 90 METER, DENGAN MENGGUNAKAN METODE BIOLOGI DAN KIMIAWI

STUDI OPTIMASI PERBANDINGAN PERANCANGAN SEWAGE TREATMENT PLANT UNTUK KAPAL CORVETE UKURAN 90 METER, DENGAN MENGGUNAKAN METODE BIOLOGI DAN KIMIAWI STUDI OPTIMASI PERBANDINGAN PERANCANGAN SEWAGE TREATMENT PLANT UNTUK KAPAL CORVETE UKURAN 90 METER, DENGAN MENGGUNAKAN METODE BIOLOGI DAN KIMIAWI Pendahuluan PENCEMARAN AIR masuknya atau dimasukkannya

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM ATTACHED GROWTH BERGANDA ANAEROB AEROB UP FLOW TERHADAP PENYISIHAN KADAR BOD,COD DAN TSS PADA LIMBAH CAIR HOTEL

PENGARUH SISTEM ATTACHED GROWTH BERGANDA ANAEROB AEROB UP FLOW TERHADAP PENYISIHAN KADAR BOD,COD DAN TSS PADA LIMBAH CAIR HOTEL PENGARUH SISTEM ATTACHED GROWTH BERGANDA ANAEROB AEROB UP FLOW TERHADAP PENYISIHAN KADAR BOD,COD DAN TSS PADA LIMBAH CAIR HOTEL Lana Abdullah, Rany A. Hiola, Lia Amalia 1 lanasingkeruang@gmail.com Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

4.1. Baku Mutu Limbah Domestik

4.1. Baku Mutu Limbah Domestik Bab iv Rencana renovasi ipal gedung bppt jakarta Agar pengelolaan limbah gedung BPPT sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Nomor 122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Air

Lebih terperinci

Sewage Treatment Plant

Sewage Treatment Plant Sewage Treatment Plant Sewage Treatment Plant Adalah sebuah sistem pengolahan air limbah menjadi air berkualitas 3, yang kemudian bisa dimanfaatkan untuk menyiram tanaman atau dibuang ke saluran pembuangan

Lebih terperinci

DESAIN ALTERNATIF INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN PROSES AEROBIK, ANAEROBIK DAN KOMBINASI ANAEROBIK DAN AEROBIK DI KOTA SURABAYA

DESAIN ALTERNATIF INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN PROSES AEROBIK, ANAEROBIK DAN KOMBINASI ANAEROBIK DAN AEROBIK DI KOTA SURABAYA DESAIN ALTERNATIF INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN PROSES AEROBIK, ANAEROBIK DAN KOMBINASI ANAEROBIK DAN AEROBIK DI KOTA SURABAYA Afry Rakhmadany dan Mohammad Razif Jurusan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit bebas bulu dan urat di bawah kulit. Pekerjaan penyamakan kulit mempergunakan air dalam jumlah

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN BAB VII PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN 7.1. Sumber Limbah Di BTIK-LIK Magetan terdapat kurang lebih 43 unit usaha penyamak kulit, dan saat ini ada 37

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Kondisi Umum Instalasi Pengolahan Air Limbah Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang ada di Central Park menggunakan sistem pengolahan

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH PENGELOLAAN LIMBAH MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT STUDI KASUS: CUT MEUTIA DI KOTA LHOKSEUMAWE

TUGAS MATA KULIAH PENGELOLAAN LIMBAH MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT STUDI KASUS: CUT MEUTIA DI KOTA LHOKSEUMAWE TUGAS MATA KULIAH PENGELOLAAN LIMBAH MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT STUDI KASUS: CUT MEUTIA DI KOTA LHOKSEUMAWE Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengelolaan Limbah Oleh: Laila Rismawati

Lebih terperinci

BAB II AIR LIMBAH PT. UNITED TRACTORS Tbk

BAB II AIR LIMBAH PT. UNITED TRACTORS Tbk BAB II AIR LIMBAH PT. UNITED TRACTORS Tbk 2.1. Sumber Limbah ini antara lain: Sumber air limbah yang ada di PT. United Tractors Tbk saat Dari proses produksi, (proses produksi/ bengkel, dan cuci unit),

Lebih terperinci

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG PERANCANGAN PABRIK PENGOLAHAN LIMBAH Oleh: KELOMPOK 2 M. Husain Kamaluddin 105100200111013 Rezal Dwi Permana Putra 105100201111015 Tri Priyo Utomo 105100201111005 Defanty Nurillamadhan 105100200111010

Lebih terperinci

DESAIN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BIOFILTER UNTUK MENGOLAH AIR LIMBAH POLIKLINIK UNIPA SURABAYA

DESAIN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BIOFILTER UNTUK MENGOLAH AIR LIMBAH POLIKLINIK UNIPA SURABAYA DESAIN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BIOFILTER UNTUK MENGOLAH AIR LIMBAH POLIKLINIK UNIPA SURABAYA Rhenny Ratnawati*) Muhammad Al Kholif*) dan Sugito*) Abstrak Poliklinik menghasilkan air limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan kegiatan terencana dalam upaya merubah suatu keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu membawa dampak positif dan

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni

Lebih terperinci

BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON

BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON 177 Di dalam proses pengolahan air limbah secara biologis, selain proses dengan biakan tersuspensi (suspended culture) dan proses dengan biakan melekat (attached culture),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, energi menjadi persoalan yang krusial di dunia, dimana peningkatan permintaan akan energi yang berbanding lurus dengan pertumbuhan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resiko toksikologi juga akan meningkat. terbentuk secara alami dilingkungan. Semua benda yang ada disekitar kita

BAB I PENDAHULUAN. resiko toksikologi juga akan meningkat. terbentuk secara alami dilingkungan. Semua benda yang ada disekitar kita BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era modern ini, proses modernisasi akan menaikkan konsumsi sejalan dengan berkembangnya proses industrialisasi. Dengan peningkatan industrialisasi tersebut maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan sektor industri menjadi salah satu sektor penting, dimana keberadaannya berdampak positif dalam pembangunan suatu wilayah karena dengan adanya industri maka

Lebih terperinci

PERANCANGAN REAKTOR ACTIVATED SLUDGE DENGAN SISTEM AEROB UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK

PERANCANGAN REAKTOR ACTIVATED SLUDGE DENGAN SISTEM AEROB UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK PERANCANGAN REAKTOR ACTIVATED SLUDGE DENGAN SISTEM AEROB UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK TUGAS AKHIR Oleh: I Gusti Ngurah Indra Cahya Hardiana 0704105029 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi). KINERJA KOAGULAN UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU KETUT SUMADA Jurusan Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur email : ketutaditya@yaoo.com Abstrak Air

Lebih terperinci

APLIKASI ROTARY BIOLOGICAL CONTACTOR UNTUK MENURUNKAN POLUTAN LIMBAH CAIR DOMESTIK RUMAH SUSUN WONOREJO SURABAYA. Yayok Suryo P.

APLIKASI ROTARY BIOLOGICAL CONTACTOR UNTUK MENURUNKAN POLUTAN LIMBAH CAIR DOMESTIK RUMAH SUSUN WONOREJO SURABAYA. Yayok Suryo P. APLIKASI ROTARY BIOLOGICAL CONTACTOR UNTUK MENURUNKAN POLUTAN LIMBAH CAIR DOMESTIK RUMAH SUSUN WONOREJO SURABAYA Yayok Suryo P.,MS ABSTRACT Domestic wastewater is waste dominant contaminate besides industrial

Lebih terperinci

penambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL

penambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL 63 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan menggunakan Fluidized Bed Reaktor secara aerobik dengan media styrofoam ini dimulai dengan melakukan strarter bakteri yaitu dengan penambahan

Lebih terperinci

Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Rumah Susun Tanah Merah Surabaya

Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Rumah Susun Tanah Merah Surabaya D199 Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Rumah Susun Tanah Merah Surabaya Daneswari Mahayu Wisesa dan Agus Slamet Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. rata-rata nilai BOD dapat dilihat pada Gambar 5.1. Gambar 5.1. Nilai BOD dari tahun 2007 sampai 2014.

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. rata-rata nilai BOD dapat dilihat pada Gambar 5.1. Gambar 5.1. Nilai BOD dari tahun 2007 sampai 2014. BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisa Parameter Kualitas Air Limbah BOD 5.1.1. Parameter BOD Analisa terhadap nilai BOD pada instalasi pengolahan air limbah pada tahun 2007-2014 dilakukan dengan menganalisa

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK disusun oleh : Dr. Sugiarto Mulyadi

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK disusun oleh : Dr. Sugiarto Mulyadi PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK disusun oleh : Dr. Sugiarto Mulyadi Pendahuluan Dengan keluarnya PERMEN LHK No. P. 68 tahun 2016, tentang Baku Air Limbah Domestik maka air limbah domestik atau sewer harus

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS KIMIA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DI RSUD DR. SAM RATULANGI TONDANO TAHUN

ANALISIS KUALITAS KIMIA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DI RSUD DR. SAM RATULANGI TONDANO TAHUN ANALISIS KUALITAS KIMIA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DI RSUD DR. SAM RATULANGI TONDANO TAHUN 2016 Selomita Lamato*, Odi Pinontoan*, Woodford Baren Solaiman Joseph* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menjelaskan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di tengah era globalisasi ini industri pangan mulai berkembang dengan pesat. Perkembangan industri pangan tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain mengandung gizi yang baik,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

Perencanaan Peningkatan Pelayanan Sanitasi di Kelurahan Pegirian Surabaya

Perencanaan Peningkatan Pelayanan Sanitasi di Kelurahan Pegirian Surabaya D25 Perencanaan Peningkatan Pelayanan Sanitasi di Kelurahan Pegirian Surabaya Zella Nissa Andriani dan Ipung Fitri Purwanti Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL PENDAHULUAN 1. AIR Air merupakan sumber alam yang sangat penting di dunia, karena tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Air juga banyak mendapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit Pencemaran air limbah sebagai salah satu dampak pembangunan di berbagai bidang disamping memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Selain itu peningkatan

Lebih terperinci

KOMBINASI PROSES AERASI, ADSORPSI, DAN FILTRASI PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN

KOMBINASI PROSES AERASI, ADSORPSI, DAN FILTRASI PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN 79 Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.1 No. 2 KOMBINASI PROSES AERASI, ADSORPSI, DAN FILTRASI PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN Luluk Edahwati dan Suprihatin Program Studi Teknik Kimia Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. yang disebabkan limbah yang belum diolah secara maksimal.

1. PENDAHULUAN. yang disebabkan limbah yang belum diolah secara maksimal. PENURUNAN KADAR COD (CHEMICAL OXYGEN DEMAND) PADA LIMBAH CAIR KARET DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR BIOSAND FILTER YANG DILANJUTKAN DENGAN REAKTOR ACTIVATED CARBON Bonifasia Tripina Suligundi 1) Abstrak Limbah

Lebih terperinci

adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya.

adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah merupakan hasil sampingan akibat proses produksi/ kegiatan manusia yang berbentuk cair, gas dan padat. Limbah domestik/ rumah tangga adalah air yang telah dipergunakan

Lebih terperinci

: Limbah Cair dan Cara Pengelolaannya

: Limbah Cair dan Cara Pengelolaannya Topik : Limbah Cair dan Cara Pengelolaannya Tujuan : 1. Mahasiswa memahami sumber-sumber dan macam-macam limbah cair 2. Mahasiswa memahami karakteristik limbah cair 3. Mahasiswa memahami teknologi pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Medan diantaranya adalah pemotongan hewan, pengadaan, dan penyaluran daging

BAB I PENDAHULUAN. Medan diantaranya adalah pemotongan hewan, pengadaan, dan penyaluran daging 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (PD RPH) Kota Medan secara administratif berada di wilayah Kota Medan Kecamatan Medan Deli tepatnya Kelurahan Mabar Hilir. PD

Lebih terperinci