TINJAUAN PUSTAKA Perjanjian Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Perjanjian Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian."

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Perjanjian Perjanjian berasal dari kata janji yang mempunyai arti persetujuan antara dua pihak (masing-masing menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat sesuatu). Definisi perjanjian seperti terdapat pada pasal 1313 KUHPerdata yaitu: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Hukum perjanjian Indonesia memberikan kebebasan kepada para pihak untuk menentukan bentuk suatu perjanjian. Perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis, baik dengan akta dibawah tangan maupun dengan akta otentik. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian. Dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan syarat-syarat sebagai berikut. 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, dimaksudkan bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang menjadi kehendak pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. 2. Cakapan untuk membuat suatu perikatan, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, hal ini mempunyai arti bahwa orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Ketentuan mengenai kecakapan seseorang diatur dalam pasal 1329 sampai dengan pasal 1331 KUHPerdata. Tentu saja bila dipandang dari sudut rasa keadilan, perlulah bahwa orang yang membuat suatu perjanjian yang pada akhirnya akan terikat oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menyadari benar-benar akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perbuatannya itu. Orang yang tidak sehat pikirannya tentu tidak mampu untuk

2 5 menerima tanggung jawab yang dipikul oleh seseorang yang mengadakan suatu perjanjian. Orang yang ditaruh di bawah pengampunan menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya. Seseorang yang berada dibawah pengampunan kedudukannya sama dengan seorang anak yang belum dewasa. Kalau seorang belum dewasa harus diwakili oleh orang tua atau walinya. 3. Mengenai Suatu hal tertentu, sebagai syarat ketiga untuk sahnya suatu perjanjian. Suatu hal tertentu ini mengacu kepada apa (objek) yang diperjanjikan dalam perjanjian tersebut. Barang atau objek tersebut paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang tersebut sudah ada atau sudah berada ditangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-undang. 4. Suatu sebab yang halal, tiada lain adalah isi dari perjanjian itu sendiri. Yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri. Sebagai ilustrasi, dalam suatu perjanjian jual beli isinya adalah pihak yang satu menghendaki uang dan pihak yang lain menginginkan hak milik atas barang tersebut. Sebab tersebut merupakan sebab yang halal yang mempunyai arti bahwa isi yang menjadi perjanjian tersebut tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku di samping tidak menyimpang dari norma-norma ketertiban dan kesusilaan. Masa Berlakunya Perjanjian. Terdiri dari terjadinya perjanjian dan berakhirnya perjanjian. Suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal pokok dari apa yang menjadi objek perjanjian. Sepakat adalah suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua pihak tersebut. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, adalah juga dikehendaki oleh pihak yang lain, meskipun tidak searah tetapi secara timbal balik. Kedua kehendak tersebut akan bertemu satu sama lain. Dengan demikian, untuk mengetahui saat lahirnya suatu perjanjian, harus dipastikan apakah telah tercapai kesepakatan antara para pihak yang berjanji. Haruslah dipegang teguh tentang adanya suatu persesuaian kehendak antara para pihak yang berjanji. Apabila kedua kehendak tersebut tidak

3 6 saling bertemu atau saling berselisih, tidak dapat dikatakan telah lahir suatu perjanjian. Karena suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan, maka ada madzhab yang berpendapat bahwa perjanjian itu lahir pada detik diterimanya suatu penawaran (oeffert) artinya dengan diterimanya suatu penawaran maka dapat disimpulkan bahwa kedua belah pihak telah mengetahui tentang adanya penawaran tersebut dan pihak penerima penawaran melakukan penerimaan terhadap penawaran tersebut sehingga lahirlah suatu perjanjian. Berakhirnya perjanjian berdasarkan pasal 1381 KUHPerdata karena pembayaran, karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan, pembaharuan utang, pembebasan utang, musnahnya barang yang terutang, pembatalan, berlakunya suatu syarat batal, dan lewatnya waktu. Pengertian Akta Sampai saat ini, masih belum terdapat keseragaman mengenai pengertian dari akta. Dalam penulisan ini akan dikemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian akta (Prigita 2004): 1. berdasarkan pendapat A. Pitlo, dalam buku Pembuktian dan Daluwarsa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda yang dimaksud dengan akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu dibuat. 2. akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian (Mertukusumo 1998). 3. akta ialah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani (Subekti 1981). Berdasarkan berbagai pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat dikategorikan sebagai akta suatu surat harus memenuhi syarat-syarat yang dirinci sebagai berikut.

4 7 a. Surat itu harus ditandatangai, keharusan adanya tanda tangan dalam suatu akta ditentukan oleh pasal 1869 KUHPerdata. Dengan menaruh tanda tangannya, seseorang dianggap menanggung tentang kebenaran apa yang ditulis dalam akta tersebut atau bertanggung jawab tentang apa yang ditulis dalam akta itu. Keharusan adanya tanda tangan bertujuan untuk membedakan akta yang satu dari akta yang lain atau dari akta yang dibuat orang lain. Fungsi tanda tangan adalah untuk memberi ciri sebuah akta. Sama halnya dengan tandatangan, seringkali sidik jari digunakan untuk mengidentifikasi seseorang. Sidik jari digunakan sebagai pengganti tanda tangan seseorang yang tidak dapat menulis (buta huruf) maupun karena tangannya cacat, atau lumpuh. Dalam hal ini, biasanya diambil sidik jempol atau sidik jari. Dalam praktek dan kebiasaan tidak disebut sidik jari, melainkan hanya cap jempol. Dalam pasal 1874 ayat 2 KUHPerdata dikatakan bahwa dengan penandatanganan sepucuk tulisan di bawah tangan dipersamakan suatu cap jempol, dibubuhi dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk oleh undangundang darimana ternyata bahwa ia mengenal si pembubuh cap jempol, atau bahwa orang ini telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isinya akta telah dijelaskan kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan di hadapan pejabat tadi. b. Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atau perikatan, peristiwa hukum yang disebut dalam surat dan yang dibutuhkan sebagai alat pembuktian harus merupakan peristiwa hukum yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan. Jika surat itu sama sekali tidak memuat suatu peristiwa hukum yang dapat menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan, maka surat itu bukanlah akta karena tidak mungkin digunakan sebagai alat bukti. c. Surat itu diperuntukkan sebagai alat bukti, suatu akta dibuat dengan sengaja untuk dijadikan bukti. Dalam hal ini, belum tentu bahwa suatu akta pada suatu waktu akan dipergunakan sebagai bukti di persidangan, akan tetapi suatu akta merupakan bukti bahwa suatu peristiwa hukum dilakukan.

5 8 Fungsi Akta. Akta mempunyai fungsi sebagai berikut. 1. Akta merupakan syarat untuk adanya suatu perbuatan hukum, dengan tidak adanya atau tidak dibuatnya akta, maka berarti perbuatan hukum itu tidak terjadi. 2. Akta sebagai alat bukti, dengan tidak adanya atau tidak dibuatnya akta maka perbuatan hukum tersebut tidak dapat terbukti. 3. Akta menjamin kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terlibat. 4. Akta sebagai pengikat perjanjian dari pihak-pihak yang terlibat, Pihak 1 dan Pihak Akta memberikan kejelasan akan hak dan kewajiban dari Pihak 1 atau Pihak Akta memberikan kejelasan akan identitas dari Pihak 1 atau Pihak Akta sebagai dokumen yang disahkan oleh pejabat umum yang berwenang untuk itu. 8. Akta dapat digunakan sebagai sarana informasi bagi pihak luar yang berkepentingan. Bentuk Akta. Suatu akta dibuat dengan sengaja untuk membuktikan suatu hal atau peristiwa. Berdasarkan pasal 1867 KUHPerdata, akta otentik dan tulisan di bawah tangan dianggap sebagai bukti tertulis. Dengan demikian, maka akta dapat dibedakan sebagai berikut. a. Akta otentik, menurut pasal 1868 KUHPerdata suatu akta otentik ialah suatu akta yang di buat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat dimana akta itu dibuatnya. Dengan demikian, apabila suatu akta hendak memperoleh stempel otentisitas, maka akta yang bersangkutan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. 1. Akta itu harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum, pasal 1868 KUHPerdata hanya menerangkan apa yang dinamakan akta otentik, namun tidak menjelaskan siapa yang dimaksud dengan pejabat umum. Untuk pelaksanaan dari pasal 1868 KUHPerdata tersebut, maka pembentuk undangundang harus membuat peraturan perundang-undangan untuk menunjuk para

6 9 pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik. Pejabat umum yang dimaksud dalam pasal 1868 KUHPerdata tersbut adalah notaris, hakim, juru sita pada suatu pengadilan, pegawai catatan sipil, dan sebagainya. Dengan demikian, maka suatu akta notaris, surat putusan hakim, surat proses verbal yang dibuat oleh seorang juru sita pengadilan, dan surat perkawinan yang dibuat oleh pegawai catatan sipil adalah otentik. 2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, undang-undang tidak menentukan secara tegas mengenai bentuk dari akta otentik. Undang-undang hanya menentukan secara tegas isi dari akta otentik, yaitu isi atau apa-apa yang harus dimuat dalam akta tersebut. Berdasarkan itu, maka seluruh akta sejenis mempunyai bentuk yang serupa. 3. Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu, dalam pasal 1PJN dikatakan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang. Mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan atau kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Berdasarkan pasal 1 PJN tersebut, notaris diberi kedudukan sebagai pejabat umum yang satu-satunya berwenang membuat akta otentik sepanjang pembuatan akta tersebut oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Dengan demikian, wewenang notaris bersifat umum, sedangkan wewenang para pejabat lainnya untuk membuat akta otentik hanya ada apabila undang-undang menyatakan secara tegas bahwa selain notaris, mereka juga turut berwenang membuatnya, atau untuk pembuatan suatu akta tertentu oleh undang-undang dinyatakan sebagai satu-satunya yang berwenang untuk itu.

7 10 b. Akta di bawah tangan, ialah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Undang-undang tidak merumuskan pengertian akta di bawah tangan. Namun, dalam pasal 1869 KUHPerdata dikatakan bahwa suatu akta, yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pejabat dimaksud di atas atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak. Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan akta di bawah tangan adalah akta yang bukan akta otentik. Artinya, akta tersebut tidak memenuhi persyaratan-persyaratan yang terdapat dalam pasal 1868 KUHPerdata. Menurut pasal 1875 KUHPerdata, suatu tulisan di bawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut undang-undang dianggap sebagai diakui, memberikan terhadap orang-orang yang menandatanganinya serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, bukti yang sempurna seperti suatu akta otentik, dan demikian pula berlakulah ketentuan pasal 1871 KUHPerdata untuk tulisan itu. Dengan demikian, maka akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta otentik, yaitu bukti yang sempurna, apabila para pihak yang menandatangai akta di bawah tangan tersebut mengakui dan tidak menyangkal tanda tangannya. Berdasarkan Pasal 1875 KUHPerdata tersebut, ada kemungkinan tandatangan dalam akta di bawah tangan tak diakui atau diingkari. Akta Notaris. Akta notaris adalah akta yang dibuat dihadapan notaris. Notaris merupakan pejabat umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 1868 KUHPerdata. Oleh karena itu, akta notaris merupakan akta otentik. Menurut pasal 1868 KUHPerdata, apabila suatu akta hendak memperoleh stempel otentisitas, maka akta tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. 1. Akta itu harus dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum, supaya suatu akta notaris memperoleh sifat otentik, maka merupakan suatu keharusan untuk menjadikan notaris sebagai pejabat umum. Berdasarkan pasal 1 PJN, notaris dijadikan sebagai pejabat umum.

8 11 2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dalam menjalankan tugasnya yaitu membuat akta otentik, notaris berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam PJN. PJN telah mengatur mengenai bentuk dari akta notaris. Sistematika Akta Notaris. Akta notaris mempunyai sistematika berikut (Prigita 2004). a. Kepala akta, diuraikan sebagai berikut. 1. Judul akta, akta disesuaikan dengan perbuatan hukum yang dibuktikan oleh akta yang dibuat, dengan ketentuan tidak terlampau umum. Dalam PJN tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai keharusan dicantumkannya judul dalam akta. Dalam praktek pencantuman judul akta diperlukan berkaitan dengan kewajiban notaris untuk mengadakan repertorium (laporan). 2. Nomor akta, Akta notaris diberi nomor sesuai nomor urut akta yang tercantum dalam repertorium, tanpa diberi bulan dan tahun pembuatan akta. Pencantuman nomor pada setiap akta notaris penting sehubungan antara lain dengan pasal 36 dan pasal 37, yaitu mengenai kewajiban notaris untuk menyatukan dalam suatu buku minuta-minuta yang mereka buat tiap-tiap bulan dan membuat daftar, dalam mana dicatat menurut urutan pembuatan akta-aktanya. 3. Awal akta, diuraikan mengenai hari dan tanggal pembuatan serta notaris yang membuat akta yang bersangkutan. Hari dan tanggal pembuatan akta mutlak dicantumkan dalam akta notaris sesuai dengan pasal 25 ayat 2 huruf d PJN. Penulisan tanggal dalam akta notaris diatur dalam pasal 26 PJN, dimana ditentukan bahwa angka yang menyebutkan angka dan jumlah harus ditulis dengan huruf, baik diawali atau diakhiri dengan akta atau tidak. Dengan demikian, penulisan tanggal mutlak harus dengan huruf. Berdasarkan pasal 25 ayat 1 PJN, maka nama dan tempat kedudukan notaris harus dicantumkan dalam setiap akta notaris. Berkaitan dengan pencantuman notaris membuat akta, maka dapat dibedakan antara akta yang dibuat oleh notaris yang bersangkutan dan akta yang dibuat oleh notaris pengganti, maka harus diterangkan yang menjadi dasar kewenangannya dari notaris pengganti tersebut.

9 12 b. Komparisasi, menunjukkan identitas dan kewenangan seseorang untuk bertindak dihadapan notaris. Berdasarkan Pasal 25 ayat 2 huruf a PJN, maka merupakan keharusan untuk mencantumkan nama, pekerjaan atau jabatan, dan tempat tinggal setiap penghadap dan yang diwakilinya (bila ada) dalam suatu akta notaris. Dalam hal ini, komparisasi dapat dibedakan atas apakah seseorang bertindak untuk diri sendiri, selaku kuasa atau dalam jabatan atau kedudukan tertentu. c. Premmise, merupakan dasar atau pokok masalah yang akan diatur dalam suatu akta guna memudahkan pengertian apa yang dimaksud dengan dibuatnya akta itu. d. Isi akta, merupakan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. e. Pengenalan penghadap, sesuai dengan pasal 24 PJN, Para penghadap harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepada notaris oleh dua orang saksi pengenal (saksi attesterend). Yang dimaksud dengan dikenal oleh notaris bukan berarti notaris mengenal atau mengetahui secara fisik mengenai diri penghadap seperti pengertian masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini, pengertian dikenal dalam pembuatan suatu akta notaris berarti notaris mengetahui secara persis atau memperoleh keyakinan berdasarkan surat-surat atau bukti-bukti yang ada bahwa apa yang diuraikan oleh notaris di dalam aktanya adalah sesuai dengan keadaan sebenarnya sebagaimana masyarakat mengetahui mengenai identitas dan kewenangan yang bersangkutan dalam masyarakat. Untuk menambah keyakinan bagi diri notaris mengenai identitas para penghadap, hal tersebut dapat dilihat dari Kartu Tanda Penduduk atau bukti identitas diri lainnya. Dengan adanya Kartu Tanda Penduduk tersebut bukan berarti bahwa penghadap yang bersangkutan dikenal notaris. Apabila notaris merasa yakin bahwa apa yang dicantumkan dalam akta yang dibuat berdasarkan keterangan penghadap dan keterangan yang tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk tersebut adalah sesuai dengan identitas dan kewenangan yang bersangkutan dalam masyarakat sebagaimana masyarakat mengenalnya, maka notaris dapat menyebutkan Penghadap saya, Notaris, Kenal. Namun, apabila notaris merasa ragu maka dapat digunakan saksi pengenal. Sesuai dengan Pasal 24 PJN, maka siapa saja dapat menjadi saksi pengenal,

10 13 sepanjang sesuai untuk menjadi saksi menurut ketentuan undang-undang. Namun, saksi pengenal tidak dapat dirangkap oleh mereka yang menjadi saksi dalam pembuatan akta (saksi instrumenteir). f. Akhir akta, suatu akhir akta notaris dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Saksi instrumenteir, adalah saksi yang menjadi instrumen (alat) guna terciptanya suatu akta otentik, yang bertugas menyaksikan pembuatan akta (pembacaan dan penandatanganan) dan turut menandatangani akta yang bersangkutan. Syarat untuk menjadi saksi ini ditentukan dalam pasal 22 dan pasal 23 PJN, antara lain bahwa saksi tersebut harus dikenal oleh notaris atau identitas dan wewenangnya diterangkan kepada notaris oleh seorang penghadap atau lebih dalam hal saksi tidak dikenal oleh notaris, serta saksi tersebut bukan keluarga sedarah dan keluarga semendah, baik dari notaris maupun penghadap sampai dengan derajat ketiga, demikian juga pembantu rumah tangga dari notaris. 2. Pembacaan akta, sesuai dengan pasal 28 ayat 1 PJN, akta notaris harus dibacakan sendiri oleh notaris di hadapan semua penghadap dan para saksi. Pembacaan akta merupakan bagian dari verlijden atau perjanjian, yang merupakan bagian dari tugas jabatan notaris sebagai pejabat umum. Dengan pembacaan akta yang dilakukan oleh notaris yang bersangkutan, maka notaris akan memperoleh keyakinan bahwa apa yang dibacakannya telah sesuai dengan keinginan para penghadap yang diminta kepada notaris untuk dicantumkan dalam akta tersebut. Selain itu, para penghadap memperoleh keyakinan bahwa apa yang ditandatangai adalah sesuai dengan apa yang dibacakan oleh notaris, yang mereka minta kepada notaris untuk dicantumkan dalam akta yang bersangkutan. Berdasarkan pasal 28 ayat 2 PJN, apabila ada penghadap yang tidak mengerti bahasa, dalam mana akta dibuat maka isi akta harus diterangkan kepada penghadap oleh notaris atau penterjemah dalam bahasa yang dimengerti oleh penghadap. 3. Penandatanganan akta, berdasarkan pasal 28 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 5 PJN akta notaris harus ditandatangani oleh masing-masing penghadap, para saksi instrumenteir dan notaris. Apabila dalam pembuatan akta notaris yang bersangkutan dipergunakan penterjemah, penterjemah harus turut menandatangani

11 14 akta tersebut dengan urutan setelah penghadap, seketika setelah akta dibacakan oleh notaris. Dari sistematika akta notaris tersebut, maka bagian awal akta, komparisasi, pengenalan penghadap penghadap serta akhir akta telah diatur dalam PJN. Sehingga, bagian-bagian tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan dalam PJN. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta dibuat harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu. Notaris memiliki wewenang untuk membuat suatu akta otentik. Notaris Notaris adalah pegawai umum (openbaar ambtenaar) yang harus mengetahui (dalam arti menguasai atau faham betul) seluruh perundang-undangan yang berlaku, yang dipanggil dan diangkat untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak, dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli atau minutanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga salinannya yang sah dan benar (Andasasmita 1994). Fungsi Notaris. Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figuur) yang keteranganketerangannya dapat diandalkan, dapat dipercayai, yang tanda tanganya serta segelnya (capnya) memberi jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau unimpeachable), yang tutup mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari-hari yang akan datang. Sedikit gambaran tentang fungsi seorang notaris dalam beberapa lingkungan dan situasi dalam kehidupan seorang anggota masyarakat (Tan 2000): a. Dalam hubungan keluarga, sering kali terjadi bahwa rahasia keluarga antara para anggotanya terpaksa diungkapkan kepada seorang notaris, seperti seorang anak yang pemboros, dalam hal membuat surat wasiat, perjanjian nikah, atau perseroan keluarga. Dalam hal ini seorang notaris harus dapat membeda-bedakan hubungan keluarga dan hubungan tugas (zakelijk) dan harus menunjukkan sifat-sifatnya yang obyektif, tidak memihak, tidak mementingkan materi (mengenai honor notaris), dan mampu

12 15 menyimpan rahasia. Dalam banyak hal nasihat sorang notaris dipertimbangkan oleh masyarakat. b. Dalam soal warisan, di sini peranan seorang notaris tidak kurang pentingnya. Keterangan seorang notaris dalam akta waris (certificaat van Erfrecht) cukup untuk mencairkan uang yang disimpan dalam rekening suatu bank yang tertulis atas nama seseorang yang telah meninggal dunia, memastikan para ahli waris yang berhak menjual harta dalam suatu warisan. Pekerjaan seorang notaris ini mendorong para notaris untuk secara teliti memeriksa dan lebih tekun serta tetap mempelajari hukum waris. c. Dalam bidang usaha, notaris mempunyai fungsi sebagai berikut. 1. Pembuatan kontrak antara pihak-pihak, dalam hal itu suatu tindakan dimulai serta diakhiri dalam akta, umpamanya suatu perjanjian jual-beli. Dalam hal ini para notaris telah terampil dengan adanya model-model di samping mengetahui dan memahami undang-undang. 2. Pembuatan kontrak yang justru memulai sesuatu dan merupakan dasar suatu hubungan yang berlaku untuk jangka waktu agak lama. Dalam hal ini dibutuhkan dari seorang notaris suatu penglihatan tajam terhadap materinya serta kemampuan melihat jauh ke depan, apakah ada bahayanya, dan apa yang mungkin terjadi. Cap Jabatan Notaris dan Teranya. Pemakaian lambang negara (Bhinneka Tunggal Ika) oleh notaris dan batas-batasnya. Memang benar para notaris diperkenankan oleh ps. 19 PJN memakainya, namun hanya dalam cap (alat untuk membuat tanda) notaris. Dengan kata lain, lambang itu tidak melekat pada nama seorang notaris, tetapi hanya pada cap dan capnya harus diterakan pada pekerjaannya sebagai notaris, yaitu sebelah tanda tangan notaris, dibawah suatu salinan akta autentik atau grosse yang dikeluarkannya. Peraturan Jabatan Notaris (PJN) Pasal (Ps) 19, ayat(ay.) 2 yang mengatakan,

13 16 Setiap notaris harus mempunyai cap yang memuat di dalamnya gambar lambang negara Republik Indonesia dan di pinggir sekelilingnya huruf-huruf pertama nama, jabatan, dan tempat kedudukan notaris. Arti yuridis teraan cap itu bukanlah memberikan kekuatan autentik atau eksekutorial, tetapi menunjukkan bahwa surat yang dikeluarkan itu benar-benar berasal dari seorang notaris tertentu (Tan 2000). Pada Gambar 1 contoh cap jabatan notaris. Gambar 1 Contoh cap jabatan notaris Pelekatan (Penjahitan). Suatu pelekatan secara kuno dilakukan oleh para notaris sampai kurang lebih tahun 20-an. Dahulu (kurang lebih sampai tahun dua puluhan) semua penjahitan (pelekatan) dalam praktek notaris dilakukan dengan bahan lak (bahan yang terbuat atas damar) yang diberi warna merah. Suatu salinan akta bersama kulit akta dijahit dengan sepotong benang dengan kedua ujungnya diikat mati dengan simpul yang berakhir dengan ujung dua benang yang bebas dan ditaruh di atas kertas. Kemudian sebatang lak dibakar, sehingga lak yang menjadi cair jatuh di atas benang tepat di antara ujungnya yang tetap bebas dan simpul sehingga lak mengikat benang dengan kertas. Sesudah lak yang cair agak tebal di atas kedua ujung benang, cap notaris, yang dibuat dari kuningan atau logam lain, dengan huruf-huruf tenggelam (bukan timbul seperti dalam stempel karet), ditekankan di atas lak yang masih lunak dalam beberapa detik akan menjadi keras. Dengan demikian kertas dan benang terikat oleh lak sedang huruf dan lambang Negara dalam teraan itu timbul. Salinan akta dengan jahitan dan teraan cap dari bahan itu tidak dapat dipalsukan tanpa merusak benang, kertas, dan atau segel. Kini pelekatan dilakukan dengan sepotong kertas (diatasnya telah diterakan cap notaris yang terbuat dari karet) yang melekatkan kedua ujung benang dan kertas akta dengan

14 17 memakai lem. Kertas yang dilem itu mudah dilepas dan diganti, sehingga pelekatan atau penyegelan cara sekarang tidak efektif menghindarkan suatu pemalsuan. Arti Suatu Penandatanganan (Ondertekening). Masyarakat menganggap tanda tangan atau sidik jari suatu tindakan yang penting. Orang-orang buta huruf atau yang pendidikannya terbatas sekali bisa merasakannya. Membubuhkan sidik jari atau tanda tangan oleh sementara masyarakat tidak hanya dirasakan penting sekali serta berbobot, tetapi juga dianggap terikat dirinya terhadap apa yang ditandatangani atau dibawah apa ia membubuhkan sidik jarinya. Sidik Jari. Sidik jari yang memiliki alur-alur pilar yang membentuk gambar-gambar tertentu mempunyai sifat sebagai berikut (Tan 2000). 1. Gambar jari yang dibentuk oleh alur-alur papilar pada setiap orang akan berbeda meskipun mereka kakak beradik atau kembar sekalipun. Juga pada seorang saja tidak akan ditemukan gambar-gambar jari yang sama satu dengan yang lain diantara kesepuluh jarinya sendiri. Sifat ini sudah tetap dan berlaku tanpa membeda-bedakan suku-suku bangsa yang ada di dunia ini. 2. Bentuk gambar jari pada seseorang tidak akan berubah dari lahir sampai mati walaupun pada saat-saat tertentu kulit jari senantiasa mengalami perubahan pembaruan (misalnya sesudah sakit keras, beberapa hari sesudah mencuci pakaian, dll). Bentuk gambar-gambar ini dapat juga berubah hanya disebabkan oleh hal-hal yang memaksa, misalnya terbakar, jari terpotong pisau atau rusak sedemikian rupa sehingga bentuk papilar semula menjadi berubah. Pengetahuan sidik jari ini dalam acara pidana mengambil tempat yang penting karena hasil ketetapannya diakui dan dapat dianggap sebagai suatu alat bukti yang sah terhadap salah tidaknya terdakwa dalam tindak pidana. Bagian penting sidik jari diberi nama, seperti garis papilar pusat, delta. Pada Gambar 2 contoh cap jempol yang sebelah kanan dan diperbesar dengan analisis.

15 18 Gambar 2 Cap jempol Bagian paling penting dan harus nyata dalam sidik jari adalah garis papilar pusat. Bagian ini terletak kurang lebih di pusat ruas atas suatu sidik jari. Bea Meterai Negara Republik Indonesia memberikan hak dan kewajiban sama kepada semua warga negara untuk berperan serta dalam pembangunan nasional. Salah satu cara dalam mewujudkan peran serta masyarakat tersebut adalah dengan memenuhi kewajiban pembayaran atas pengenaan bea meterai terhadap dokumen-dokumen tertentu yang digunakan. Di dalam Pasal 1 UU. No. 13 tahun 1985 tentang bea meterai disebutkan: 1. dengan nama meterai dikenakan pajak atas dokumen yang disebut dalam undangundang ini. 2. dalam undang-undang yang dimaksud dengan: a. dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan. b. benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia. c. tandatangan adalah tandatangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan. d. pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan bea meterai yang dilakukan oleh pejabat pos atas permintaan pemegang dokumen yang bea meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.

16 19 Gambar 3 Meterai 6000 Meterai memiliki nilai diantaranya 3000 atau Pada Gambar 3 meterai Nilai meterai terdapat pada meterai. Dokumen yang mempunyai harga nominal menggunakan meterai Untuk dokumen yang lebih harga nominal dari menggunakan meterai Notaris Taufiqurrachman Kantor Notaris/PPAT Taufiqurrachman disahkan dengan SK. MENKEH RI. NO : C-510.HT TH tanggal 16 November SK. MENTERI NEGARA AGRARIA / KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NO. 22-XI tanggal 2 juni Struktur Organisasi. Pada Gambar 4 struktur organisasi Notaris Taufiqurrachman. NOTARIS ASISTEN AKTA NOTARIS AKTA PPAT Gambar 4 Struktur organisasi kantor Notaris Taufiqurrachman, S.H

17 20 Protokol Dalam penulisan ini akan dikemukan beberapa pendapat mengenai pengertian protokol: 1. protokol adalah suatu ilustrasi peri laku seorang notaris dalam jabatannya, baik yang menyangkut pembuatan sesuatu akta maupun arsipnya (Andasasmita 1990). 2. protokol adalah standar menukar informasi antar dua sistem komputer atau dua sarana komputer (Pfaffenberger 1994). 3. protokol adalah serangkaian langkah yang melibatkan dua pihak atau lebih dan dirancang untuk menyelesaikan tugas (Schneier 1996). Dari beberapa definisi dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Protokol memiliki urutan dari awal hingga akhir. 2. Setiap langkah harus dilaksanakan secara bergiliran. 3. Suatu langkah tidak dapat dikerjakan bila langkah sebelumnya belum selesai. 4. Diperlukan dua pihak atau lebih untuk melaksanakan protokol. 5. Protokol harus mencapai suatu hasil. Selain itu protokol juga memiliki karakteristik sebagai berikut. 1. Setiap orang yang terlibat dalam protokol harus mengetahui terlebih dahulu mengenai protokol dan seluruh langkah yang akan dilaksanakan. 2. Setiap orang yang terlibat dalam protokol harus menyetujui untuk mengikutinya. 3. Protokol tidak boleh menimbulkan kerancuan. 4. Protokol harus lengkap. Fungsi Protokol. Sebuah protokol dipergunakan untuk proses komunikasi di antara entiti pada sistem yang berbeda-beda (Stallings 2001). Protokol digunakan untuk menggambarkan proses penyelesaian suatu tugas dari mekanisme yang digunakan. Sebagai contoh interaksi antarmanusia yang dilakukan melalui jaringan komputer. Komputer ini tentu saja memerlukan suatu protokol yang formal agar dapat melakukan komunikasi.

18 21 Dalam kehidupan sehari-hari terdapat banyak sekali protokol tidak resmi, misalnya dalam permainan kartu. Dalam permainan kartu kita memerlukan protokol untuk menghubungkan antara pemain sehingga dapat menyelesaikan permainan Jenis Protokol (Schneir 1996). Jenis protokol dapat dibedakan sebagai berikut. 1. Arbitrated protocol adalah protokol yang memerlukan arbitrator. Arbitrator adalah Pihak ketiga yang tak memihak dan dapat dipercaya untuk menyelesaikan suatu protokol. Contoh: Alice menjual mobil kepada Bob yang tak dikenalnya. Bob ingin membayar dengan cek tapi Alice tak tahu cara memastikan bahwa itu bukan cek kosong. Alice ingin mencairkan cek itu dulu sebelum menyerahkan kepemilikan mobil, tapi Bob tidak mau menyerahkan cek bila tidak menerima kepemilikan mobil. Datanglah seorang Notaris sebagai arbitrator, lalu disetujui protokol berikut. 1. Alice menyerahkan kepemilikan mobil kepada notaris. 2. Bob memberikan ceknya kepada kepada Alice. 3. Alice ke Bank untuk mencairkan cek itu. 4. Jika cek cair, notaris mengalihkan mobil kepada Bob. Jika cek tidak cair notaris mengembalikan kepemilikan mobil kepada Alice. 2. Adjudicated protocol adalah protokol yang melibatkan adjudicator sebagai Pihak ketiga. Protokol dibagi dalam dua subprotokol berikut. 1. Subprotokol dijalankan tanpa melibatkan arbitrator. 2. Untuk keadaan khusus subprotokol melibatkan arbitrator (disebut adjudicator) dijalankan. Contoh adjudicator hakim. Contoh Subprototokol Alice dan Bob bernegosiasi dengan syarat yang dimiliki. 2. Alice setuju. 3. Bob setuju. Subprotokol 2 (hanya jika ada sengketa). 4. Alice dan Bob menghadap hakim.

19 22 5. Alice memberikan bukti-buktinya. 6. Bob memberikan bukti-buktinya. 7. Hakim memutuskan. Perbedaan antara adjudicator dan arbitrator adalah adjudicator tidak selalu diperlukan. 3. Self-enforcing protocol adalah protokol yang tidak melibatkan arbitrator atau adjudicator. Protokol ini dibuat sehingga tidak mungkin timbul sengketa. Jika ada pihak yang mencoba menipu, pihak lain akan segera tahu dan protokol berhenti. Ini adalah protokol terbaik tapi sayang tidak semua situasi memiliki sebuah self-enforcing protocol, Contoh Internet Protokol (IP). Protokol Digital. Protokol digital adalah serangkaian langkah yang melibatkan dua pihak atau entitas atau lebih yang mengatur hubungannya dalam media digital atau elektronik guna mencapai suatu tujuan tertentu. Entitas adalah kelompok orang, tempat, objek, kejadian atau konsep tentang apa yang kita perlukan untuk menyimpan data (Whitten JL 2004). Protokol Akta Notaris Digital Protokol akta notaris digital adalah protokol untuk membuat akta notaris menggunakan data digital atau data elektronik. Untuk mengikuti perkembangan teknologi diharapkan akta akan menggunakan data digital sebagai pengganti media kertas. Akta digital dirancang hampir sama seperti akta dalam media kertas, akan tetapi proses pembuatannya menggunakan data digital dan memperhatikan faktorfaktor yang mempengaruhi seperti keamanan. Data digital merupakan data dengan penggambaran dari suatu keadaan bilangan yang terdiri dari angka 0 dan 1atau off dan on (bilangan biner). Sistem komputer menggunakan sistem digital sebagai basis datanya. Dalam bentuk digital, penyebaran dokumen dapat dilakukan lebih mudah. Penduplikasian dan penyebaran dokumen akan menjadi lebih cepat dan murah dibandingkan dengan dokumen berupa kertas. Berbeda dengan hasil duplikasi pada

20 23 dokumen kertas, hasil duplikasi pada dokumen digital tidak akan berbeda dengan dokumen aslinya. Oleh karena itu untuk menghindari publikasi dan distribusi dokumen secara tidak sah dengan memberi pengamanan pada dokumen asli. Pembuatan protokol akta notaris digital melalui beberapa tahap berikut. 1. Analisis protokol akta notaris dalam media kertas. 2. Perancangan protokol akta notaris digital. 3. Evaluasi hasil perancangan. Analisis Akta Notaris Media Kertas. Dalam analisis akta notaris media kertas melakukan beberapa kegiatan berikut. 1. Menguraikan akta media kertas sesuai sistematika akta supaya lebih mudah dipahami. 2. Membuat protokol akta media kertas untuk mengetahui langkah-langkah pembuatan akta dalam media kertas. 3. Membuat alur protokol akta notaris media kertas. 4. Analisis keamanan protokol akta notaris dalam media kertas, sebelum perancangan protokol akta notaris digital dilakukan analisis keamanan protokol akta notaris media kertas. Hal-hal yang dapat menjadi bahan perhatian dalam analisis keamanan sebagai berikut. 1. Isi akta dapat diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan, layanan ini berhubungan dengan kerahasian (confidentiality). 2. Informasi yang ada dalam akta tidak bisa diubah-ubah setelah dibuat sehingga keutuhannya (integrity) terjamin. 3. Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi dapat diyakini keabsahannya (authenticity). 4. Jika terjadi perselisihan, pihak-pihak yang terlibat tidak dapat menyangkal isi akta (nonrepudiation). 5. Sertifikat notaris. 6. Keamanan stempel notaris.

21 24 Perancangan Protokol Akta Notaris Digital. Dalam Perancangan protokol akta notaris digital, akan memperhatikan informasi informasi yang didapat dari hasil analisis akta notaris dalam media kertas. Informasi informasi yang didapat, dapat menunjang perancangan supaya sesuai dengan yang di harapkan. Dalam perancangan akta notaris melakukan tranformasi atau perubahan media dari kertas ke dalam bentuk digital dengan memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seperti keamanan. Faktor-faktor keamanan dapat diuraikan sebagai berikut. A. Kerahasiaan, adalah layanan yang ditujukan untuk menjaga agar pesan tidak dapat dibaca oleh pihak-pihak yang tidak berhak. Kriptografi adalah ilmu dan seni untuk menjaga keamanan pesan. Dalam kerahasiaan ada dua proses utama yaitu enkripsi dan dekripsi. Enkripsi adalah teknik untuk membuat pesan menjadi tidak dapat dibaca. Dekripsi adalah proses untuk mengembalikan pesan yang tidak dapat di baca menjadi dapat terbaca. Pada Gambar 5 memperlihatkan enkripsi dan dekripsi. Gambar 5 Enkripsi dan dekripsi Dalam kriptografi nama lain untuk pesan adalah plaintext, untuk pesan yang telah disandikan atau telah di enkripsi disebut ciphertext. Konsep matematis yang mendasari algoritma kriptografi adalah relasi antara dua buah himpunan yaitu himpunan yang berisi elemen-elemen plaintext dan himpunan yang berisi ciphertext. Enkripsi dan dekripsi merupakan fungsi yang memetakan elemenelemen antara kedua himpunan tersebut. Misalkan P menyatakan plaintext dan C menyatakan ciphertext, maka fungsi enkripsi E memetakan P ke C, E(P) = C

22 25 Dan fungsi dekripsi D memetakan C ke P, D(C) = P Karena proses enkripsi kemudian dekripsi mengembalikan pesan ke pesan asal, maka kesamaan berikut harus benar, D(E(P)) = P Enkripsi dan dekripsi dapat juga menggunakan kunci, kunci K biasanya berupa string atau deretan bilangan. Fungsinya dapat ditulis sebagai berikut. Ek(P) = C Dk(C) = P Kedua fungsi diatas memenuhi, Dk(Ek(P)) = P Dalam kriptografi kunci dapat dibedakan menjadi kunci simetri dan kunci asimetri. Pada kunci simetri, kunci untuk enkripsi sama dengan kunci untuk dekripsi. Istilah lain untuk kunci simetri adalah kunci private. Contoh enkripsi dengan kunci simetri: DES, Tripel DES dan Blowfish. Pada Gambar 6 memperlihatkan kunci simetri. Gambar 6 Enkripsi dan Dekripsi dengan kunci simetri Pada kunci asimetri, kunci untuk enkripsi tidak sama dengan kunci untuk dekripsi. Istilah lain untuk kunci asimetri adalah kunci publik. Contoh enkripsi dengan kunci asimetri: RSA. Pada Gambar 7 memperlihatkan kunci asimetri. Gambar 7 Enkripsi dan dekripsi dengan kunci asimetri

23 26 B. Keaslian atau otentikasi, suatu alat yang digunakan untuk menjamin bahwa entitas atau informasi yang sah belum dimanipulasi oleh pihak-pihak yang tidak berwenang. Beberapa contoh tujuan keamanan otentikasi secara spesifik meliputi: kontrol akses, otentikasi entitas, otentikasi pesan, integritas data, non repudiasi, dan otentikasi kunci. Otentikasi merupakan salah satu bagian terpenting dari suluruh tujuan keamanan informasi. Secara garis besar otentikasi dikelompokkan menjadi dua, yaitu otentikasi entitas (identifikasi) dan otentikasi asal data (otentikasi pesan). Otentikasi asal data secara implisit memberikan integritas data alasannya jika pesan telah dimanipulasi selama transmisi maka pesan bukan lagi berasal dari pengirim. Skema umum, suatu identifikasi melibatkan penuntut (claimant) A dan pemeriksa (verifier) B. Pemeriksa dihadirkan dengan praduga sebelumnya bahwa penuntut mengakui identitas berasal darinya. Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa identitas benar-benar dari A. Perbedaan utama antara otentikasi entitas dan otentikasi pesan adalah otentikasi pesan tidak memberikan jaminan rentang waktu diciptanya pesan, sedangkan otentikasi entitas mencakup pembuktian identitas penuntut melalui komunikasi nyata oleh pemeriksa terkait, selama eksekusi protokol di dalam waktu nyata (real time). Perbedaan lainnya adalah bahwa otentikasi pesan melibatkan pesan yang mempunyai makna, sedangkan otentikasi entitas hanya sekedar membuktikan entitas tanpa melibatkan pesan. Dalam konteks komunikasi jaringan, otentikasi pesan mampu mencegah serangan-serangan berikut. 1. Penyingkapan (disclosure), penyingkapan isi pesan atau kunci kriptografik kepada seseorang. 2. Analisis lalulintas (traffic analysis), pengungkapan pola lalulintas oleh partaipartai yang terlibat dalam transaksi informasi. 3. Penyamaran (masquerade), penyisipan pesan ke dalam suatu jaringan dari suatu sumber yang akan berbuat curang.

24 27 4. Modifikasi isi (content modification), manipulasi isi pesan oleh pihak yang tidak berwenang. 5. Modifikasi urutan (sequence modification), mengubah urutan pesan oleh pihak yang tidak berwenang. 6. Repudiasi sumber (source repudiation), pengingkaran transmisi pesan oleh pengirim. 7. Repudiasi tujuan (destinartion repudiation), pengingkaran penerimaan pesan oleh penerima. Mekanisme otentikasi pada dasarnya mempunyai 2 level, level terendah berisi fungsi yang digunakan untuk menghasilkan otentikator, nilai yang digunakan untuk melakukan otentikasi. Fungsi ini yang digunakan sebagai dasar bagi otentikasi pada level yang lebih tinggi untuk melakukan verifikasi dan secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian berikut (Stalling 2001). 1. Enkripsi pesan, hasil enkripsi sebagai otentikator. 2. Message Authenticator Code (MAC), fungsi publik dan fungsi kunci untuk menghasilkan nilai dengan panjang tetap sebagai otentikator. 3. Fungsi Hash, yang memetakan pesan panjang sembarang dengan nilai hash panjang tetap yang digunakan sebagai otentikator. C. Integritas data, adalah layanan yang menjamin bahwa pesan masih asli atau utuh atau belum pernah dimanipulasi ( Munir 2006 ). Fungsi Hash dapat di gunakan untuk menjaga keutuhan data atau integritas data sering disebut juga sebagai fingerprint. Fungsi ini biasanya diperlukan bila kita menginginkan pengambilan sidik jari suatu pesan. Sebagaimana sidik jari manusia yang menunjukkan identitas si pemilik sidik jari, fungsi ini diharapkan pula mempunyai kemampuan serupa dengan sidik jari manusia, di mana sidik jari pesan diharapkan menunjuk ke satu pesan dan tidak dapat menunjuk kepada pesan lainnya. Secara umum fungsi hash dibagi menjadi dua kelas, yaitu fungsi hash tak berkunci dan fungsi hash berkunci (Menezes 1997). Fungsi hash tak berkunci mempunyai spesifikasi mengatur satu parameter input, yaitu pesan. Fungsi hash berkunci mempunyai spesifikasi mengatur dua input parameter yang berbeda,

25 28 yakni pesan dan kunci. Fungsi hash adalah fungsi h yang mempunyai minimal dua sifat berikut. 1. Kompresi (compression), h memetakan input x dengan sembarang panjang bit yang berhingga, ke output h(x) dengan panjang bit tetap n. 2. Kemudahan komputasi (ease of computation), diketahui h dan suatu input x dan h(x) mudah dihitung. Beberapa contoh fungsi hash yang sudah dibuat orang: MD2, MD4, MD5, Secure Hash Function (SHA) dan RIPMEND. D. Nonrepudiasi, adalah layanan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya oleh masing-masing pihak atau nirpenyangkalan (Munir 2006). Untuk mencegah nonrepudiasi menggunakan tandatangan. Dalam perjanjian yang dibuat secara tertulis diatas kertas para pihak membubuhkan tanda tangan di bawah perjanjian yang dibuatnya. Untuk dokumen digital dapat digunakan tanda tangan digital sebagai pengganti tanda tangan atau sidik jari. Tandatangan digital adalah tanda tangan yang bersifat elektronik dan mempunyai fungsi yang sama dengan tanda tangan manual. Tanda tangan digital juga merupakan rangkaian bit yang diciptakan dengan melakukan komunikasi elektronik. Tanda tangan digital bukan merupakan gambar digital dari tanda tangan yang dibuat oleh tangan atau tanda tangan yang diketik (Menezes 1997). Dalam tandatangan digital ada proses sebagai berikut. 1. Pembentukan tandatangan (Signature generation). 2. Pembuatan sepasang kunci (kunci private, kunci public). 3. Pemeriksaan keabsahan tandatangan (signature verification). Pada Gambar 8 memperlihatkan penandatanganan dan verifikasi tandatangan. Penjelasan langkah-langkah Gambar 8 sebagai berikut. 1. Pengirim mula-mula menghitung pesan M dengan menggunakan fungsi hash H, dihasilkan Message digest (MD). MD = H(M)

26 29 2. Kemudian MD dienkripsi dengan menggunakan kunci privat KV si pengirim. Hasil enkripsi ini dinamakan dengan tandatangan digital S. S = Ekv(MD) 3. Selanjutnya tandatangan digital S dilekatkan dengan pesan M (dengan cara menyambungkan atau append). Lalu keduanya dikirim melalui saluran komunikasi. S M 4. Penerima menerima pesan M dan tandatangan S, lalu penerima melakukan verifikasi. 5. Tandatangan digital S didekripsi dengan menggunakan kunci publik KP pengirim pesan, menghasilkan message digest (MD) semula. MD = Dkp(S) 6. Penerima kemudian mengubah pesan menjadi message digest (MD) menggunakan fungsi hash H. MD = H(M) 7. Jika MD = MD berarti tandatangan yang diterima otentik dan berasal dari pengirim yang benar. Gambar 8 Otentikasi dengan tanda tangan digital menggunakan fungsi hash

27 30 Dua algoritma signature yang digunakan secara luas adalah RSA dan ElGamal. Pada bulan Agustus 1991, NIST ( The National Institute of Standard and Technology) menggunakan bakuan (standard) untuk tandatangan digital yang dinamakan Digital Signature Standard (DSS). DSS terdiri dari 2 komponen berikut. 1. Algoritma tandatangan digital disebut Digital Signature Algorithm (DSA). 2. Fungsi hash standard yang disebut Secure Hash Algorithm (SHA). E. Sertifikat digital, dikeluarkan (issued) oleh pemegang otoritas sertifikasi (Certification Authority atau CA). CA biasanya adalah institusi keuangan (seperti bank) atau institusi yang terpercaya. Sertifikat digital adalah dokumen digital yang berisi informasi sebagai berikut. 1. Nama subjek (perusahaan atau individu yang disertifikasi). 2. Kunci publik si subjek. 3. Waktu kadaluarsa sertifikat (expired time). 4. Nomor seri sertifikat, dll. Sertifikat digital tidak rahasia, tersedia secara publik dan sertifikat tersebut juga dimiliki oleh pemohon. Adanya atribut waktu kadaluarsa pada sertifikat digital dimaksudkan agar pengguna mengubah kunci publik (kunci privat pasangannya) secara periodik. Makin lama penggunaan kunci, makin besar peluang kunci diserang. Setelah perancangan protokol akta notaris digital dilanjutkan dengan membuat alur protokol akta notaris digital. Pembuatan alur protokol berguna untuk membantu dalam memahami langkah-langkah protokol akta notaris digitial. Evaluasi Hasil Perancangan. Setelah dilakukan tahap pembuatan alur protokol, tahap berikutnya adalah melakukan evaluasi terhadap hasil perancangan protokol akta notaris digital yang telah dibuat. Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan protokol akta notaris dalam media kertas dengan protokol akta notaris dalam media digital.

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Perancangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini keamanan terhadap data yang tersimpan dalam komputer sudah menjadi persyaratan mutlak. Dalam hal ini, sangat terkait dengan betapa pentingnya data tersebut

Lebih terperinci

Otentikasi dan Tandatangan Digital (Authentication and Digital Signature)

Otentikasi dan Tandatangan Digital (Authentication and Digital Signature) Bahan Kuliah ke-18 IF5054 Kriptografi Otentikasi dan Tandatangan Digital (Authentication and Digital Signature) Disusun oleh: Ir. Rinaldi Munir, M.T. Departemen Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dibahas landasan teori mengenai teori-teori yang digunakan dan konsep yang mendukung pembahasan, serta penjelasan mengenai metode yang digunakan. 2.1. Pengenalan

Lebih terperinci

Digital Signature Algorithm (DSA)

Digital Signature Algorithm (DSA) Digital Signature Algorithm (DSA) Pada bulan Agustus 1991, NIST (The National Institute of Standard and Technology) mengumumkan algoritma sidik dijital yang disebut Digital Signature Algorithm (DSA). DSA

Lebih terperinci

PERANCANGAN PEMBANGKIT TANDA TANGAN DIGITAL MENGGUNAKAN DIGITAL SIGNATURE STANDARD (DSS) Sudimanto

PERANCANGAN PEMBANGKIT TANDA TANGAN DIGITAL MENGGUNAKAN DIGITAL SIGNATURE STANDARD (DSS) Sudimanto Media Informatika Vol. 14 No. 2 (2015) PERANCANGAN PEMBANGKIT TANDA TANGAN DIGITAL MENGGUNAKAN DIGITAL SIGNATURE STANDARD (DSS) Abstrak Sudimanto Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer LIKMI

Lebih terperinci

Penggunaan Digital Signature Standard (DSS) dalam Pengamanan Informasi

Penggunaan Digital Signature Standard (DSS) dalam Pengamanan Informasi Penggunaan Digital Signature Standard (DSS) dalam Pengamanan Informasi Wulandari NIM : 13506001 Program Studi Teknik Informatika ITB, Jl Ganesha 10, Bandung, email: if16001@students.if.itb.ac.id Abstract

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Cryptanalysis. adalah suatu ilmu dan seni membuka (breaking) ciphertext dan orang yang melakukannya disebut cryptanalyst.

Cryptanalysis. adalah suatu ilmu dan seni membuka (breaking) ciphertext dan orang yang melakukannya disebut cryptanalyst. By Yudi Adha KRIPTOGRAFI adalah ilmu yang mempelajari bagaimana membuat suatu pesan yang dikirim pengirim dapat disampaikan kepada penerima dengan aman [Schn 96]. dilakukan oleh cryptographer Cryptanalysis

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN AKTA HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi di Kantor Notaris dan PPAT Dina Ismawati, S.H.,MM)

BAB III KEABSAHAN AKTA HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi di Kantor Notaris dan PPAT Dina Ismawati, S.H.,MM) BAB III KEABSAHAN AKTA HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi di Kantor Notaris dan PPAT Dina Ismawati, S.H.,MM) A. Profil Kantor Notaris dan PPAT Dina Ismawati, S.H.,MM Kantor Notaris dan

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

Tandatangan Digital. Yus Jayusman STMIK BANDUNG

Tandatangan Digital. Yus Jayusman STMIK BANDUNG Tandatangan Digital Yus Jayusman STMIK BANDUNG 1 Review materi awal Aspek keamanan yang disediakan oleh kriptografi: 1. Kerahasiaan pesan (confidentiality/secrecy) 2. Otentikasi (authentication). 3. Keaslian

Lebih terperinci

APLIKASI TEORI BILANGAN UNTUK AUTENTIKASI DOKUMEN

APLIKASI TEORI BILANGAN UNTUK AUTENTIKASI DOKUMEN APLIKASI TEORI BILANGAN UNTUK AUTENTIKASI DOKUMEN Mohamad Ray Rizaldy - 13505073 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung, Jawa Barat e-mail: if15073@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa Menurut Tergugat : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan Surat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DIGITAL SIGNATURE DALAM SURAT ELEKTRONIK DENGAN MENYISIPKANNYA PADA DIGITIZED SIGNATURE

PENGGUNAAN DIGITAL SIGNATURE DALAM SURAT ELEKTRONIK DENGAN MENYISIPKANNYA PADA DIGITIZED SIGNATURE PENGGUNAAN DIGITAL SIGNATURE DALAM SURAT ELEKTRONIK DENGAN MENYISIPKANNYA PADA DIGITIZED SIGNATURE Ari Wardana 135 06 065 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan cepat mengirim informasi kepada pihak lain. Akan tetapi, seiring

BAB I PENDAHULUAN. dengan cepat mengirim informasi kepada pihak lain. Akan tetapi, seiring BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi komunikasi yang pesat saat ini sangat memudahkan manusia dalam berkomunikasi antara dua pihak atau lebih. Bahkan dengan jarak yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Kerangka umum dasar pemikiran perancangan protokol akta notaris digital dapat dilihat pada Gambar 9.

METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Kerangka umum dasar pemikiran perancangan protokol akta notaris digital dapat dilihat pada Gambar 9. METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kerangka umum dasar pemikiran perancangan protokol akta notaris digital dapat dilihat pada Gambar 9. Protokol Akta Notaris Dalam Media Faktor - faktor Yang Dapat Mempengaruhi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PROTOKOL SECRET SPLITTING DENGAN FUNGSI HASH BERBASIS LATTICE PADA NOTARIS DIGITAL

IMPLEMENTASI PROTOKOL SECRET SPLITTING DENGAN FUNGSI HASH BERBASIS LATTICE PADA NOTARIS DIGITAL IMPLEMENTASI PROTOKOL SECRET SPLITTING DENGAN FUNGSI HASH BERBASIS LATTICE PADA NOTARIS DIGITAL Wahyu Indah Rahmawati 1), Sandromedo Christa Nugroho 2) 1.2) Lembaga Sandi Negara e-mail : wahyu.indah@lemsaneg.go.id

Lebih terperinci

MODEL KEAMANAN INFORMASI BERBASIS DIGITAL SIGNATURE DENGAN ALGORITMA RSA

MODEL KEAMANAN INFORMASI BERBASIS DIGITAL SIGNATURE DENGAN ALGORITMA RSA MODEL KEAMANAN INFORMASI BERBASIS DIGITAL SIGNATURE DENGAN ALGORITMA RSA Mohamad Ihwani Universitas Negeri Medan Jl. Willem Iskandar Pasar v Medan Estate, Medan 20221 mohamadihwani@unimed.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI SURAT TERGUGAT SEHINGGA DIMENANGKAN OLEH HAKIM DALAM PERKARA NO.12/PDT.G/2010/PN.LLG TENTANG SENGKETA TANAH.

BAB IV KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI SURAT TERGUGAT SEHINGGA DIMENANGKAN OLEH HAKIM DALAM PERKARA NO.12/PDT.G/2010/PN.LLG TENTANG SENGKETA TANAH. BAB IV KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI SURAT TERGUGAT SEHINGGA DIMENANGKAN OLEH HAKIM DALAM PERKARA NO.12/PDT.G/2010/PN.LLG TENTANG SENGKETA TANAH. Dalam pembuktian suatu perkara perdata alat bukti mempunyai

Lebih terperinci

Protokol Kriptografi

Protokol Kriptografi Bahan Kuliah ke-22 IF5054 Kriptografi Protokol Kriptografi Disusun oleh: Ir. Rinaldi Munir, M.T. Departemen Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung 2004 22. Protokol Kriptografi 22.1 Protokol Protokol:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS 1 (satu) bulan ~ Notaris tidak membuat akta Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan Notaris tidak membuat akta, Notaris, secara sendiri atau melalui kuasanya menyampaikan

Lebih terperinci

Tanda-Tangan Digital, Antara Ide dan Implementasi

Tanda-Tangan Digital, Antara Ide dan Implementasi Tanda-Tangan Digital, Antara Ide dan Implementasi 1 Donny Kurnia, Agus Hilman Majid, dan Satria Buana Departemen Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung 40132 E-mail : if10021@students.if.itb.ac.id,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,

Lebih terperinci

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Penerbit dan pencetak: PT Refika Aditama (Cetakan kesatu, Juni 2011. Cetakan kedua, April

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan

Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan 104 Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan Pasal 1867 berbunyi, Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan. Pasal 1868 berbunyi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. membahas tentang penerapan skema tanda tangan Schnorr pada pembuatan tanda

BAB II DASAR TEORI. membahas tentang penerapan skema tanda tangan Schnorr pada pembuatan tanda BAB II DASAR TEORI Pada Bab II ini akan disajikan beberapa teori yang akan digunakan untuk membahas tentang penerapan skema tanda tangan Schnorr pada pembuatan tanda tangan digital yang meliputi: keterbagian

Lebih terperinci

TUGAS DIGITAL SIGNATURE

TUGAS DIGITAL SIGNATURE TUGAS DIGITAL SIGNATURE OLEH : Herdina Eka Kartikawati 13050974091 S1. PENDIDIKAN TEKNOLOGI INFORMASI JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA I. 5 Soal dan Jawaban terkait

Lebih terperinci

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014 BUKU I Biro Peraturan Perundang-undangan, Humas dan Tata Usaha Pimpinan BKPM 2015 DAFTAR ISI 1. UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertukaran data berbasis komputer menghasilkan satu komputer saling terkait dengan komputer lainnya dalam sebuah jaringan komputer. Perkembangan teknologi jaringan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN Peraturan Peraturan Menteri Keuangan - 239/PMK.03/2014, 22 Des 2014 PencarianPeraturan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pembangunan Nasional menuntut keikutsertaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERJANJIAN PINJAMAN. (Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman selanjutnya secara bersama disebut sebagai Para Pihak )

PERJANJIAN PINJAMAN. (Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman selanjutnya secara bersama disebut sebagai Para Pihak ) PERJANJIAN PINJAMAN Perjanjian pinjaman ini ( Perjanjian ) dibuat pada hari dan tanggal yang disebutkan dalam Lampiran I Perjanjian ini, oleh dan antara: 1. Koperasi Sahabat Sejahtera Anda, suatu koperasi

Lebih terperinci

Tanda Tangan Digital Majemuk dengan Kunci Publik Tunggal dengan Algoritma RSA dan El Gamal

Tanda Tangan Digital Majemuk dengan Kunci Publik Tunggal dengan Algoritma RSA dan El Gamal Tanda Tangan Digital Majemuk dengan Kunci Publik Tunggal dengan Algoritma RSA dan El Gamal Muhamad Fajrin Rasyid 1) 1) Program Studi Teknik Informatika ITB, Bandung 40132, email: if14055@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

Digital Signature Standard (DSS)

Digital Signature Standard (DSS) Bahan Kuliah ke-19 IF5054 Kriptografi Digital Signature Standard (DSS) Disusun oleh: Ir. Rinaldi Munir, M.T. Departemen Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung 2004 19. Digital Signature Standard

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

MODEL KEAMANAN INFORMASI BERBASIS DIGITAL SIGNATURE DENGAN ALGORITMA RSA

MODEL KEAMANAN INFORMASI BERBASIS DIGITAL SIGNATURE DENGAN ALGORITMA RSA CESS (Journal Of Computer Engineering System And Science) p-issn :2502-7131 MODEL KEAMANAN INFORMASI BERBASIS DIGITAL SIGNATURE DENGAN ALGORITMA RSA Mohamad Ihwani Universitas Negeri Medan Jl. Willem Iskandar

Lebih terperinci

BAB IV TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA YANG TELAH DI LEGALISASI DI KABUPATEN MAGETAN

BAB IV TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA YANG TELAH DI LEGALISASI DI KABUPATEN MAGETAN BAB IV TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA YANG TELAH DI LEGALISASI DI KABUPATEN MAGETAN A. Kewajiban Notaris Dalam Pembuatan Akta. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Bambang Riyanto selaku notaris

Lebih terperinci

Bagian Kedua Penyidikan

Bagian Kedua Penyidikan Bagian Kedua Penyidikan Pasal 106 Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan

Lebih terperinci

DASAR HUKUM, OBYEK DAN TARIF BEA MATERAI

DASAR HUKUM, OBYEK DAN TARIF BEA MATERAI BEA METERAI DASAR HUKUM, OBYEK DAN TARIF BEA MATERAI A. DASAR HUKUM 1. UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai 2. PP No. 24 Tahun 2000 tentang perubahan tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Protokol

TINJAUAN PUSTAKA. Protokol TINJAUAN PUSTAKA Protokol Protokol adalah aturan yang berisi rangkaian langkah-langkah, yang melibatkan dua atau lebih orang, yang dibuat untuk menyelesaikan suatu kegiatan (Schneier 1996). Menurut Aprilia

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kriptografi Berikut ini akan dijelaskan sejarah, pengertian, tujuan, dan jenis kriptografi.

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kriptografi Berikut ini akan dijelaskan sejarah, pengertian, tujuan, dan jenis kriptografi. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kriptografi Berikut ini akan dijelaskan sejarah, pengertian, tujuan, dan jenis kriptografi. 2.1.1 Pengertian Kriptografi Kriptografi (cryptography) berasal dari bahasa yunani yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI

NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pembangunan Nasional menuntut keikutsertaan segenap

Lebih terperinci

Lampiran 67. Lampiran 1 Akta notaris media kertas

Lampiran 67. Lampiran 1 Akta notaris media kertas DAFTAR PUSTAKA Andasasmita K. 1994. Sepintas Informasi Tentang Pendidikan Dan Praktek Notariat Di Indonesia. Bandung. Ikatan Mahasiswa Notariat Fakultas Hukum UNPAD. Bruce S. 1996. Applied Cryptography

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu hal yang erat hubungannya dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena manusia bertempat tinggal, berkembang biak, serta melakukan

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin No.1951. 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pemeriksaan. Bulat Permukaan. Tindak Pidana Perpajakan. Pencabutan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239 /PMK.03/2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB IX BEA METERAI

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB IX BEA METERAI 175 BAB IX BEA METERAI PENGERTIAN Bea meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen berupa kertas yang menurut Undang-Undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Dokumen yang dikenai bea meterai antara

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data atau informasi tidak hanya disajikan dalam bentuk teks, tetapi juga dapat berupa gambar, audio (bunyi, suara, musik), dan video. Keempat macam data atau informasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS 2.1 Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Pola Perjanjian Kerjasama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS PERPADUAN NASKAH UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : perlu diadakan peraturan tentang pendaftaran tanah sebagai yang dimaksud dalam

Lebih terperinci

STUDI KASUS PENGGUNAAN TinyCA SEBAGAI APLIKASI CERTIFICATE AUTHORIZATION (CA) YANG MUDAH DAN SEDERHANA PADA SISTEM OPERASI UBUNTU

STUDI KASUS PENGGUNAAN TinyCA SEBAGAI APLIKASI CERTIFICATE AUTHORIZATION (CA) YANG MUDAH DAN SEDERHANA PADA SISTEM OPERASI UBUNTU STUDI KASUS PENGGUNAAN TinyCA SEBAGAI APLIKASI CERTIFICATE AUTHORIZATION (CA) YANG MUDAH DAN SEDERHANA PADA SISTEM OPERASI UBUNTU Nila Feby Puspitasari STMIK AMIKOM Yogyakarta nilafeby@amikom.ac.id ABSTRAKSI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap MATRIKS PERBANDINGAN PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DAN PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS

Lebih terperinci

PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK SIMULASI PENGAMANAN TANDA TANGAN DENGAN MENGUNAKAN METODE SCHNORR AUTHENTICATION DAN DIGITAL SIGNATURE SCHEME

PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK SIMULASI PENGAMANAN TANDA TANGAN DENGAN MENGUNAKAN METODE SCHNORR AUTHENTICATION DAN DIGITAL SIGNATURE SCHEME PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK SIMULASI PENGAMANAN TANDA TANGAN DENGAN MENGUNAKAN METODE SCHNORR AUTHENTICATION DAN DIGITAL SIGNATURE SCHEME 1 Amiluddin, 2 Berto Nadeak 1 Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA A. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Tertulis Yang Sempurna Lembaga Notariat merupakan lembaga kemasyarakatan yang timbul

Lebih terperinci

KRIPTOGRAFI SISTEM KEAMANAN KOMPUTER

KRIPTOGRAFI SISTEM KEAMANAN KOMPUTER KRIPTOGRAFI SISTEM KEAMANAN KOMPUTER Definisi Cryptography adalah suatu ilmu ataupun seni mengamankan pesan, dan dilakukan oleh cryptographer. Cryptanalysis adalah suatu ilmu dan seni membuka (breaking)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keamanan Data Keamanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dari sebuah sistem informasi. Masalah keamanan sering kurang mendapat perhatian dari para perancang dan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR KEAMANAN SISTEM INFORMASI Kriptografi, Steganografi. Gentisya Tri Mardiani, S.Kom.,M.Kom

DASAR-DASAR KEAMANAN SISTEM INFORMASI Kriptografi, Steganografi. Gentisya Tri Mardiani, S.Kom.,M.Kom DASAR-DASAR KEAMANAN SISTEM INFORMASI Kriptografi, Steganografi Gentisya Tri Mardiani, S.Kom.,M.Kom KRIPTOGRAFI Kriptografi (cryptography) merupakan ilmu dan seni untuk menjaga pesan agar aman. Para pelaku

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kriptografi 2.1.1 Pengertian Kriptografi Kriptografi (cryptography) berasal dari Bahasa Yunani criptos yang artinya adalah rahasia, sedangkan graphein artinya tulisan. Jadi kriptografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB IV. A. Akibat Hukum Dari Tindak Pidana Pemalsuan Faktur (Invoice) Bukti. Pengiriman Barang Pada Transaksi Jual Beli Di Internet

BAB IV. A. Akibat Hukum Dari Tindak Pidana Pemalsuan Faktur (Invoice) Bukti. Pengiriman Barang Pada Transaksi Jual Beli Di Internet BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PEMALSUAN FAKTUR (INOVICE) BUKTI PENGIRIMAN BARANG PADA TRANSAKSI JUAL BELI DI INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 263 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA JUNTCO UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA BLOKIR

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hukum perdata mengenal mengenal tentang adanya alat-alat bukti. Alat bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM A. Bentuk-bentuk Rapat Umum Pemegang Saham dan Pengaturannya 1. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Notaris yang hadir dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.1112, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Blokir dan Sita. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai. Resume by : VED SE,MSi,Ak,CA OBJEK BEA METERAI PENGERTIAN BEA METERAI Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut Undang-undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai Atas setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

II. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI

II. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI Yth. 1. Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi; dan 2. Pengguna Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REJANG LEBONG Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, 1 BAB III KERANGKA TEORI A. Perjanjian Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci